Disusun oleh:
NAADIYAH PUTRI UTAMI
151710113015
i
ii
DAFTAR ISI
Cover
Daftar Isi ................................................................................................................i
Kata Pengantar ......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cyanobacteria.............................................................................................5
2.2. Microcystin ...............................................................................................6
2.3. Serum Darah..............................................................................................7
2.4. ELISA........................................................................................................8
2.5. Antibodi...................................................................................................16
2.5.1 Antibodi Monoklonal......................................................................16
2.5.2 Antibodi Poliklonal.........................................................................16
2.5.3 Perbedaan Antibodi Monoklonal dengan Antibodi Poliklonal.......16
2.6 Metode Spiked dan Recovery....................................................................18
2.6.1 Arti dan Tujuan Spike dan Recovery...............................................18
2.6.2 Prosedur Percobaan Spiked dan Recovery......................................18
2.6.3 Memperbaiki Hasil Spiked dan Recovery yang Buruk...................19
BAB III BAHAN DAN METODE
3.1 Bahan Penelitian ......................................................................................21
3.2 Metode Penelitian / Prosedur Kerja..........................................................21
3.2.1 Preparasi Sampel.............................................................................21
3.2.2 Ekstraksi Sampel Untuk Deteksi Menggunakan Adda-Elisa..........22
i
3.2.3 Pemurnian Racun Dari Ekstrak Melalui Solid Phase Extraction
(Spe) Untuk Pendeteksian Melalui Adda-Elisa..............................22
3.2.4 Adda-ELISA...................................................................................23
3.2.5 Preparasi Sampel untuk Mendeteksi MC dengan Kit Serum-
ELISA.............................................................................................23
3.2.6 Sampel Untuk Perbandingan Penyimpanan Pada Bejana/Wadah
Yang Berbeda.................................................................................24
3.2.7 Sampel Untuk Perbandingan Antar Laboratorium..........................25
3.2.8 Perhitungan Dan Analisis Statistik................................................25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian.........................................................................................26
4.1.1 Recovery MC-LR dari Serum Manusia Pada Kedua Metode
ELISA.............................................................................................26
4.1.2 Recovery MC-LR dari Bovine Serum dan Media Kultur Sel pada
Metode Serum-ELISA....................................................................27
4.1.3 Recovery dari Enam Jenis MC yang Ditambahkan kedalam Serum
Manusia pada Kedua Metode ELISA.............................................28
4.1.4 perbedaan antar laboratorium tentang efek dari tempat
penyimpanan terhadap recovery.....................................................29
4.2 Pembahasan...............................................................................................31
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................38
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
merupakan suatu keharusan, karena berkat rahmat dan Karunia-Nya lah sehingga
penyusun mampu menyelesaikan makalah yang sederhana ini sebagaimana waktu
yang telah ditentukan. Karya tulis ini berjudul “Comparison of two ELISA-based
methods for the detection of microcystins in blood serum”. Karya tulis ini
merupakan hasil dari bedah jurnal karya Alexandra H. Heussner, Isabel Winter,
Stefan Altaner, Lisa Kamp, Fernando Rubio, dan Daniel R. Dietrich.
Karya tulis ini terbentuk sebab adanya koordinasi yang baik dari berbagai
elemen, termasuk dosen pembimbing mata kuliah Toksikologi Ibu Ni Nyoman
Purwani, S.Si.,M.Si. serta ibu Anita Kurniati, S.Si.,M.Si. oleh karenanya
penyusun ucapkan terimakasih. Dimana penulisan makalah ini, tersirat harapan
dari penyusun yaitu semoga mampu memberikan pengetahuan uang benar
berkaitan dengan cara penyusunan makalah secara tepat.
Surabaya, 27 Juli
2019
Penyusun
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sesuai dengan efek paparan pertama (akut) dengan ekspresi OATPs dan
PPs yang tinggi, dampak langsung dari paparan akut pada MC manusia
dan mamma-lian lainnya adalah kerusakan hati yang diikuti oleh sindrom
hati-ginjal dan kegagalan multi-organ, seperti yang dicontohkan oleh
pasien dialisis di Caruaru, Brasil, pada tahun 1996 yang merupakan pasien
terakhir terpapar MC di pusat dialisis dengan air dialisis yang
terkontaminasi MC.
2
kronis (Merel Et Al, 2013). Namun, kebanyakan MC dan racun lainnya
sering terdeteksi dalam suplemen makanan alga, mulai dari sekitar 0,1-5,7
µg MC-LReq per gram berat kering.
Sampai saat ini, data yang tersedia dari kasus keracunan setelah
terpapar air minum, makanan atau suplemen makanan yang terkontaminasi
hanya sedikit. Sebagai contoh, Chen dan rekan kerja menyelidiki nelayan
di Danau Chaohu, Cina, yang secara kronis terpapar MC melalui air
minum, aerosol, dan konsumsi makanan air. MCs terdeteksi dalam sampel
serum dengan rata-rata 0,39 µg MC-LReq / L [24]. Demikian pula, Li dan
rekan kerja menganalisis sampel dari anak-anak yang terpapar air minum
yang terkontaminasi dan makanan air dan menemukan konsentrasi serum
berkisar antara 0,4 hingga 1,3 µg MC-LReq / L (Grosse Et Al, 2006).
3
1.2. Rumusan Masalah
Apakah Adda ELISA dan Serum ELISA yang tersedia secara komersial
dapat mendeteksi MC-LR, -YR, -RR,-LA, -LW, -LF serta MC yang
sengaja ditambahkan ke dalam darah manusia.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Cyanobacteria
Cyanobakteri adalah salah satu dari makhluk hidup tertua,
ditemukan fosil berumur lebih dari 3 milar tahun. Peranannya sangat
besar dalam siklus biogeokimia dan dalam menyusun struktur,
pemeliharaan dan keanekaragaman mikroba dan makhluk hidup di planet
bumi kita ini. Pabrik oksigen sehingga kehidupan bisa berlangsung.
Atmosfer bumi mengalami perubahan yang drastis, misterius, sulit
ditemukan penjelasannya tentang peningkatan kadar gas oksigen dari
yang sangat sedikit menjadi 10 persen seperti yang ada sekarang.
Cyanobakteri mampu mengikat nitrogen, sehingga membantu
kesuburan tanah pertanian. Berbagai senyawa metabolit yang dihasilkan,
diteliti secara intensif sebagai antikanker, antivirus dan antifungi dalam
bentuk peptida dan glikolipida. Namun dibalik peranan besarnya itu,
bakteri ganggang biru-hijau ini menghasilkan beberapa toksin yang tidak
bisadiabaikan.
Dikenal sebagai ganggang biru-hijau (blue-green algae),
berkembang di perairan terutama air tercemar limbah industri, rumah
tangga dan pertanian, misalnya deterjen, buangan nitrat dan fosfat
sehingga danau atau waduk maupun sungai mengalami eutrophication,
sarat dengan nutrisi. Kelompok penghasil racun terkuat mendapat julukan
Mike (Microcystis), Anna (Anabaena), dan Fanny (Aphanizomenan),
juga Ocillatoria, Nostoc, dan Nodularia menghasilkan toksin
microcystin-LR. Microcystis aeruginosa paling banyak ditemukan
(Ibelings, 2008).
Cyanobakteri tidak sekelompok dengan bakteri pathogen yang
ditularkan melalui air seperti Salmonella, Shigella, Aeromonas maupun
Enterobacter, sebab Cyanobakteri tidak bisa hidup maupun berinvasi
dalam tubuh manusia maupun hewan dan tidak menimbulkan penyakit.
5
Yang berbahaya adalah sel dan toksinnya mencemari air sehingga
mengganggu kesehatan. Cuaca, polusi air, dan suhu air sangat
menentukan komposisi komunitas cyanobakteri. Keberadaannya dalam
jumlah besar mudah sekali terdeteksi oleh mata kita dengan air yang biru
kehijauan, dan bau yang tidak
menyenagkan......................................................................
Cyanotoksin dibagi menjadi dua kelompok, yaitu peptida yang
meracuni hati, dan alkaloid yang meracuni syaraf merusak DNA. Secara
umum ada 5 jenis, hepatotoksin menyerang hati, neurotoksin menyerang
syaraf dan otot, sitotoksin mengakibatkan kerusakan DNA, dermatoksin
dan iritan toksin, berupa lipopolisakharida yang terkandung dalam
dinding selnya, mengakibatkan gatal di kulit, penyebab tumor kulit dan
peradangan saluran cerna (Robilot Et Al,2000).
1.2. Microcystin
Microcystins adalah heptapeptides siklik dengan variabel asam
amino pada 7 posisi yang berbeda. Nama microcystin berasal dari racun
yang pertama kali diisolasi dari aeruginosa Microcystis. Itu toksisitas
microcystins adalah karena mereka yang kuat untuk mengikat protein
fosfatase (1, 7, 11, 12). Saat utilitas air banyak yang prihatin tentang cara
mengontrol bau dan rasa dan mungkin tidak sepenuhnya menghargai
potensi konsekuensi jangka panjang rendah konsentrasi
eksposur. Dengan keragaman racun, maka akan muncul bijaksana untuk
fokus pertama pada microcystin, racun yang terjadi paling sering pada
permukaan air pasokan.
Ada berbagai microcystins yang sedikit berbeda namun
microcystin standar dan umum adalah mikrosistin LR (9CI) (RN
101.043-37 - 2). Mikrosistin kadang-kadang dikenal sebagai CN I
Toxin (aeruginosa Microcystis) atau Toksin T 17 (Microcystis
aeruginosa) dengan nama kimia Cyclo [2,3 - didehydro-N-methylalanyl-
D-alanyl-L-leucyl-erythro-3-metil-D-B-Aspartyl- L-arginyl-(2S, 3S, 4E,
6E, 8s, 9S) -4,5,6,7-tetradehydro-9-metoksi-2 ,6,8-trimetil-10-fenil-3-
6
aminodecanoyl-D-.gamma.-glutamil] (Feurstein Et Al, 2010). Struktur
adalah sebagai berikut:
7
Serum merupakan bagian yang ada di dalam darah serta memiliki
komposisi pembuatnya sama dengan pembuat plasma darah. Namun
serum darah ini tidak memiliki fungsi dalam membekukan darah. Hal ini
membuat serum tidak menggumpal seperti plasma darah. Jika ingin
membuat serum darah bisa dilakukan dengan cara membekukan semua
agen yang ada di dalam darah kemudian agen tersebut dilakukan
pemutaran progesif (sentrifugasi). Lalu didapatkan bagian yang
mengendap dan bagian yang tidak mengendap.bagian darah yang
mnegendap terdiri dari sel-sel darah sedangkan bagian yang tidak
mengendap merupakan serum darah. Zat yang ada di dalam serum darah
mencakup elekrolit termasuk protein. Hal ini disebabkan protein tidak
bisa menggumpalkan darah. Serum darah yang ada di tubuh manusia
biasanya digunakan untuk
mendapatkan pengujian
diagnostik seda ngkan serum darah
pada hewan bisa digunakan sebagai
vaksin baik itu vaksin anti racun dan
sebagai obat vaksinasi berbagi
jenis penyakit.
Gambar 2. Gambar kiri plasma setelah dilakukan pemisahan. Gambar kanan serum
darah setelah dilakukan pemisahan
8
plasma darah memiliki zat antikoagulan yang bisa membuat reaksi kimia
rusak dalam darah sehingga tidak efektif digunakan dalam proses
penelitian.
9
1. ELISA Direct
10
terjadinya kegagalan dalam uji ELISA akibat reaksi silang dengan
antibodi lain (antibodi sekunder) dapat diminimalisasi.
2. ELISA Indirect
11
yang telah berinteraksi dengan antibodi yang diinginkan akan
bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang dapat
dideteksi.
3. ELISA sandwich
12
memiliki minimal 2 sisi antigenik (sisi interaksi dengan antibodi)
atau antigen yang bersifat multivalent seperti polisakarida atau
protein.
13
antigen yang diinginkan akan bereaksi dengan substrat dan
menimbulkan signal yang dapat dideteksi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat sensitivitas dari hasil pengujian dalam
ELISA sandwich, antara lain: banyak molekul antibodi
penangkap yang berhasil menempel pada dinding lubang
microtiter dan afinitas dari antibodi penangkap dan antibodi
detektor terhadap antigen.
4. ELISA kompetitif
14
mengandung antigen yang diinginkan dimasukkan ke dalam
lubang-lubang microtiter sehingga terjadi kompetisi antara
antigen spesifik tertaut enzim signal dengan antigen yang
diinginkan untuk dapat berinteraksi dengan antibodi spesifik,
yang dilanjutkan dengan membilas microtiter untuk membuang
antigen spesifik tertaut enzim signal atau antigen yang tidak
berinteraksi dengan antibodi spesifik.
15
membuang antibodi spesifik tertaut enzim signal atau antibodi
yang tidak berinteraksi dengan antigen spesifik.
1.5. Antibodi
16
Gambar 3. Prosedur pembuatan Antibodi Monoklonal
17
pengobatan hanya efektif diberikan oleh antiserum dari seseorang
yang mengalami infeksi sebelumnya (Hafeezl, 2018).
18
dalam pengembangan pengujian adalah untuk memaksimalkan
rasio signal-to-noise sambil mencapai tanggapan yang identik
untuk jumlah analit tertentu dalam pengencer standar (kurva
standar) dan matriks sampel (sampel biologis + sampel pengencer).
Matriks sampel dapat berisi komponen yang memengaruhi respons
uji terhadap analit secara berbeda dari pengencer standar.
Eksperimen spiked dan recovery dirancang untuk menilai
perbedaan ini dalam respons pengujian.
19
2. Ubah matriks sampel. Jika sampel biologis yang rapi telah
digunakan, uji ulang pada pengenceran dalam pengencer
standar atau "pengencer sampel" logis lainnya. Misalnya,
jika sampel serum yang tidak diencerkan menghasilkan
lonjakan dan pemulihan yang buruk, mungkin sampel yang
diencerkan 1: 1 dalam pengencer standar akan bekerja lebih
baik. Jika tingkat analit dalam sampel encer cukup untuk
dideteksi oleh uji, metode ini akan memperbaiki banyak
masalah pemulihan.
20
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
21
melalui deteksi absorbansi pada λ238 nm dan menggunakan
-1 -1
koefisien absorbsi molar 39.800 mol L cm setelah kalibrasi
spektrofotometer dengan kalium dikromat dalam 1 mM per-asam
klorat. Karena kurangnya koefisien yang divalidasi lainnya, maka
jenis MC lainnya disiapkan dengan cara yang sama. Meskipun
beberapa peneliti menggunakan koefisien kepunahan spesifik
(Wayne Carmichael, komunikasi pribadi), menggunakan koefisien
yang sama untuk jenis MC utama merupakan pendekatan yang
dapat diterima secara luas karena perbedaannya kecil (komunikasi
pribadi dengan Jussi Meriluoto dan Linda Lawton). Tiga matriks
yang berbeda dipilih sebagai sampel, yaitu serum manusia, FBS dan
media kultur sel standar yang mengandung 10% FBS. Sampel-
sampel ini dicampur dengan jenis MC masing-masing untuk
menghasilkan kisaran konsentrasi akhir dan disimpan pada -20°C
sampai digunakan. Masing-masing sampel disiapkan setidaknya
sebanyak tiga kali.
22
Gambar 4. Peninjauan secara luas preparasi sampel dari serum manusia yang telah
ditambahkan
3.2.4 Adda-ELISA
23
sampel independen dihasilkan untuk semua analisis. Sebelum
digunakan dalam ELISA sampel harus diencerkan agar sesuai
dengan rentang linear pengujian (0,15-5 lg / L), semua sampel
yang memiliki konsentrasi di atas 1 µg / L akan diencerkan hingga
menjadi 1 µg / L. Konsentrasi MC yang dihasilkan dihitung dari
kurva kalibrasi standar MC-LR dan disajikan sebagai padanan
MC-LR (MC-LReq). Sampel, yang berada di luar kisaran kurva
standar setiap ELISA, dianggap di bawah batas deteksi (<LOD).
Sensitivitas dan reproduktifitas pengujian diberikan oleh pabrikan
dengan batas deteksi (LOD) 0,1 lg MC-LR / L dan koefisien
variasi (CV) masing-masing <10% dan <15% untuk standar dan
sampel. Tidak ada informasi yang tersedia berkaitan dengan
recovery Mc dari serum manusia, namun kisaran teoritis recovery
sekitar 80-120% ditetapkan berdasarkan data awal, mendeteksi CV
dan pengamatan lain dari produsen dan peneliti lainnya.
24
masing-masing 10% dan <15% untuk standar dan sampel. Kisaran
recovery sampel dari serum manusia sekitar 70-130%.
25
Data ELISA diproses sesuai dengan instruksi pabrik. Secara
singkat, nilai absorbansi dihitung sebagai persentase dari kontrol
negatif untuk setiap pelat dan dibandingkan dengan data kalibrasi
yang dicapai melalui analisis regresi linier. Jika sesuai, berarti ± SD
dihitung dari setidaknya tiga sampel independen yang dilakukan
sebanyak tiga kali pengulangan. Data pemulihan ini kemudian
dibandingkan dengan One-way ANOVA dengan Dunnett's Multiple
Comparison Test untuk rentang pemulihan teoritis 80-120% untuk
Adda-ELISA dan 70-130% untuk Serum-ELISA, masing-masing.
Data disajikan sebagai sarana ± SEM. Perbedaan yang signifikan
ditunjukkan sebagai berikut: p <0,05 (*), p <0,01 (**) dan p <0,001
(***). Semua analisis statistik dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak GraphPad Prism 5.03. Dalam kasus ini dilakukan
percobaan tunggal dan data yang disajikan dilakukan tanpa
perhitungan lebih lanjut atau analisis statistik.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
26
Gambar 5. Recovery MC-LR dari serum manusia. MC-LR yang telah ditambahkan
pada serum manusia pada konsentrasi yang berbada dan sampel di ekstraksi sesuai
dengan prosedur masing-masing. (gambar A) untuk poliklonal Adda-ELISA dan
(gambar B) untuk monoklonal Serum-ELISA. Kolom mewakili rata-rata dari tiga
sampel independen (n=3) + SEM yang dianalisis dalam rangkap tiga teknis: garis
putus-putus mewakili rentang pemulihan yang diharapkan (Adda ELISA: 80-
120%, Serum ELISA: 70-130%)
4.1.2 Recovery MC-LR dari bovine serum dan media kultur sel pada
metode Serum-ELISA
27
sehingga dapat meningkatkan matrik yang berefek pada monoklonal
Serum-ELISA.
Gambar 6. Recovery pemulihan MC-LR dari FBS dan media kultur sel
menggunakan serum ELISA. (gambar A) untuk MC-LR dengan konsentrasi yang
berbeda ditambahkan bovine serum / serum sapi (FBS), sedangkan (gambar B)
untuk media kultur sel yang mengandung 10% FBS. Sampel diekstraksi sesuai
dengan prosedur untuk Serum-ELISA. Kolom mewakili sarana dari tiga sampel
independen (n=3) dianalisis sebanyak tiga kali teknis + SEM ; garis putus-putus
mewakili kisaran pemulihan yang diharapkan dari serum ELISA monoklonal (70-
130%).
4.1.3 Recovery dari enam jenis MC yang ditambahkan kedalam seum
manusia pada kedua metode ELISA
28
Gambar 7. Recovery enam jenis MC dari serum manusia. Jenis MC yang
ditambahkan kedalam manusia dalam konsentrasi yang berbeda yakni 1, 10,
100µg/L. sampel diekstraksi sesuai dengan prosedur masing-masing. (gambar A)
untuk polikonal Adda-ELISA dan (gambar B) untuk monoklonal Serum-ELISA.
Kolom mewakili sarana dari tiga sampel independen (n=3) + SEM kecuali
dinyatakan lain dan dianalisis sebanyak tiga kali teknis; garis putus-putus
mewakili rentang pemulihan yang diharapkan (Adda-ELISA 80-120%, Serum-
ELISA:70-130%). ANOVA satu arah dengan uji perbandingan berganda Dunnet
dengan p<0,05 (*), p<0.01 (**), dan p<0,001 (***); perhatikan pada seri sampel
1µg/L tidak ditentukan (n. d.) dalam Serum-ELISA (gambar B)
29
Gambar 8. Recovery MC (Monoklonal ELISA) setelah penyimpanan jangka
pendek pada wadah yang berbeda. MC-LR (gambar A), MC-LW (gambar B),
dan MC-LF (gambar C) dibubuhi kedalam pengencer ELISA pada 1 µg/L dalam
botol kaca dan kemudian dipindahkan ke wadah yang berbeda: PP (E (tabung
polipropilen microcentrifuge, sedikit buram, Eppendorf), PP (T) (tabung
polipropilen mikrosentrifuge bersih, Thomas Scientific fi c), PP (V)
(polipropilen microsentifuge tabung bening, VWR), polietilen berdensitas rendah
(LPDE) botol-botol high-density polyethylene (HDPE), dan botol kaca dengan
tutup Te-on-lined. ELISA monoklonal setelah 24 jam dan 48 jam (disimpan pada
suhu 4°C diantara masing-masing analisis) setelah vorteks (V) atau non vorteks
(NV) (n=1)
30
Untuk PP terdapat komposisi khusus oleh pemasok yang berbeda
juga penting untuk diperhatikan. Urutan material dari MC-LW dan
MC-LF ditemukan sama dengan MC-LR, akan tetapi recovery
yang teramati adalah MC-LR>MC-LW>MC-LF dengan semua
jenis wadah kecuali yang terbuat dari gelas. Selanjutnya
pencampuran sampel sebelum pemipetan menghasilkan recovery
yang lebih tinggi dari ketiga jenis MC dari semua jenis material
wadah. Kontak yang lebih lama dari MC ke wadah penyimpanan
mengakibatkan hilangnya MC yang lebih tinggi.
Setelah melakukan persetujuan pada prosedur umum
analisis ELISA memberikan hasil yang serupa di kedua
laboratorium.
Gambar 9.
Perbandingan antar laboratorium (Monoklonal Serum-ELISA) Univesitas
Konstanz (Lab A), Abraxis (Lab B); kolom mewakili 6-12 sampel independen
yang dianalisis dalam sampel duplikat teknis dengan SEM kecuali dinyatakan
lain (Lab A) atau 3 sampel independen dengan SEM (Lab B).
4.2. Pembahasan
Pertumbuhan cyanobacteria yang beracun membutuhkan
pemantauan yang ketat untuk meminimalkan potensi risiko kesehatan
manusia, terutama di daerah dimana pengolahan air untuk air minum
tidak secanggih negara-negara barat yang lebih maju. Eropa, Amerika
Utara, Australia dan Selandia Baru. Contoh yang menonjol adalah
Danau Atitlan di Guatemala, dimana pertumbuhan cyanobacteria
pertama secara signifikan terjadi pada 2008 dan setelah itu efek yang
ditimbulkan semakin serius dengan efek bencana bagi negara di
Uruguay, muara Sungai Rio Uruguay dan sistem muara sungai La
31
Plata, yang merupakan terbesar kelima di dunia, juga terpengaruh
(Feurstein Et Al, 2010). Untuk sistem ini, sebuah program penelitian
dimulai untuk mengeksploitasi potensi ELISA untuk menyediakan
analisis lingkungan berbiaya rendah. Pengujian ini memang
memungkinkan pemantauan air secara sistematis pertama dari Rio de
la Plata di Montevideo dan akhirnya diintegrasikan ke dalam upaya
dua nasional untuk memantau Rio de la Plata. Demikian pula sistem
pemantauan ELISA dapat berguna untuk penilaian penduduk yang
terpapar akan memungkinkan penilaian yang lebih baik terhadap
serapan toksin yang potensial serta memberikan dasar untuk
menyelidiki kejadian dengan insiden tinggi dari penyakit yang dapat
disebabkan oleh paparan MC.
Metode deteksi kuantitatif yang diketahui untuk MC
meliputi uji inhibisi fosfatase protein (PPIA), HPLC, LC-MS dan
ELISA dengan masing-masing tingkat sensitivitas dan ketahanan yang
berbeda. PPIA sangat sensitif (LOD = 0,01-0,3 lg / L) tetapi rentan
terhadap efek matriks penghambatan. Pendekatan HPLC kurang
sensitif dengan batas deteksi tipikal 0,5-1 lg / L. LC – MS sangat
sensitif (LOD 0,02-0,5 lg / L) dan sangat spesifik, tetapi
membutuhkan peralatan yang mahal dan personel yang sangat
terampil. Baik HPLC dan LC-MS sebagian besar tergantung pada
ketersediaan standar MC bersertifikasi yang kemudian memungkinkan
mengukur congener MC individu (Robilot Et Al, 2000). Sebaliknya,
ELISA umumnya sangat sensitif (LOD = 0,02-0,15 lg / L), cukup kuat
untuk efek matriks dan tidak memerlukan standar tersertifikasi MC-
congener individu.
32
karena kurangnya standar, sensitivitas deteksi terbatas untuk jenis MC
yang diberikan, dan keterbatasan dalam kuantifikasi. Karena hilanga
selama ekstraksi atau efek matriks dll. Salah satu pelarut potensial
dalam analisis adalah LC-MS, namun terdapat masalah yang terakhir
pada penggunaan isotop stabil yang diberi label jenis MC sebagai
standar internal dan pelacak ekstraksi. Meskipun, penambahan sampel
analitik dengan isotop MC stabil sebelum ekstraksi memungkinkan
untuk mengoreksi kehilangan sampel selama persiapan dan penekanan
ion selama analisis namun, dengan tidak adanya isotop stabil yang
tersedia secara komersial berlabel jenis MC, standar internal lainnya,
seperti tiol-MC-LR dapat digunakan dalam deteksi HPLC dan LC-
MS, meskipun dengan batasan tiol-MC-LR diperlakukan berbeda
selama ekstraksi sampel organik dibandingkan dengan induk MC-LR
(Meriluoton, 2005).
33
Gambar yang sama diperoleh ketika menggunakan enam
jenis MC yang berbeda (mis. MC-LR, -YR, -RR, -LA, -LW dan -LF)
dan campuran equimolarnya. Pada Adda-ELISA poliklonal, MC-LR,
-YR dan -RR terdeteksi dengan hasil recovery yang normal sementara
recovery ditaksir terlalu tinggi dalam Serum-ELISA monoklonal, jika
dibandingkan dengan rentang pemulihan yang diharapkan. MC-LA,
-LW dan -LF tidak dianjurkan menggunakan Adda-ELISA poliklonal
namun lebih dianjurkan menggunakan Serum-ELISA monoklonal,
meskipun yang terakhir mungkin mewakili efek kompensasi dari
estimasi berlebihan umum dan pemulihan yang lebih rendah
(Heussner Et Al, 2014). Lebih lanjut, MC digunakan sebagai racun
tunggal dan sebagai campuran yang ditentukan, menghasilkan deteksi
yang sebanding dari MC dalam campuran dibandingkan dengan
deteksi tunggal, menunjukkan pengakuan yang sama atau setidaknya
sama dari congener yang dipilih oleh antibodi, yang menguatkan
sebelumnya data.
34
Pengujian tambahan dilakukan dengan Serum-ELISA untuk
menentukan kesesuaiannya untuk aplikasi lain. Karena itu, percobaan
pemulihan MC-LR diulang menggunakan bovine serum (FBS) bukan
serum manusia. Di sini, hasilnya menunjukkan penyimpangan tinggi
dari konsentrasi sesungguhnya yang menunjukkan efek matriks tinggi
dari serum. Hasil ini sesuai dengan pengamatan serupa menggunakan
serum anjing (Rubio, data tidak dipublikasikan). Dari hasil ini dapat
disimpulkan bahwa Serum-ELISA secara khusus bermanfaat untuk
analisis serum manusia tetapi mungkin tidak cocok untuk serum dari
spesies lain karena efek matriksnya tinggi.
35
hanya mengandung MC non-kovalen dan karenanya tidak mewakili
situasi di mana kedua bentuk hadir. Namun demikian, karena jenis
interaksi ikatan kovalen antara residu sistin dari protein fosfatase 1
dan 2 (PP) dan residu metil-dehidroalanin (Mdha) dari MC, sehingga
dapat diasumsikan bahwa anti-Adda-antibodi yang digunakan dalam
kedua ELISAs harus dapat mendeteksi MC yang bebas dan terikat
selama metode persiapan sampel sehingga akan disediakan kedua
jenis molekul tersebut (Brena Et Al, 2006). Memang, asumsi terakhir
dikuatkan oleh fakta bahwa anti-Adda anti-body dapat digunakan
dalam Western blots untuk mendeteksi MC yang secara kovalen
berikatan dengan protein fosfatase 1 dan 2.
36
BAB V
KESIMPULAN
37
kelemahan terutama waktu yang dibutuhkan untuk persiapan sampel
atau hasil recovery yang berlebihan dari beberapa konsentrasi jenis
MC yang spesifik.
DAFTAR PUSTAKA
38
S. Merel, M.C. Villarín, K. Chung, S. Snyder, Spatial and thematic
distribution of research on cyanotoxins, Toxicon 76(2013)
118–131.
39
J. Meriluoto, L. Spoof, Preparation of standard solutions of microcystin-
LR for HPLC calibration, in: J. Meriluoto, G.A. Codd (Eds.),
Toxic: Cyanobacterial Monitoring and Cyanotoxin Analysis,
Acta Academiae Aboensis. Ser. B, Mathematica et physica,
Åbo Akademi University Press, 2005, pp. 65–68.
40