Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI SEMESTER IV

Oleh : KELOMPOK IV
I PUTU WIPA WIDARSA PUTRA NI KOMANG JUNIAWATI NI KETUT NIK LESTARI PUTU LILIK FITRIANI PUTU AYU SURYANINGSIH DEWA AYU PUTU WIARSINI I MADE YOGI WINDU DHARMIKA NI MADE ENNY SANTIARI SITI HAMIDAH DIYAH DEWA AGUS KRISNA PRAMANA PUTU NOVI KHARISMA DEWI NI MADE DWIJAYANTI (P07134009003) (P07134009004) (P07134009005) (P07134009006) (P07134009019) (P07134009021) (P07134009036) (P07134009038) (P07134009023) (P07134009027) (P07134009028) (P07134009040)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2010/2011

TEST WIDAL

Hari / Tanggal Waktu Tempat Pembimbing

: Rabu, 11 dan 18 Maret 2011 : 11.30 - selesai wita : Lab. Analis Kesehatan Lantai III : 1. dr. AA Wiradewi Lestari, Sp.PK 2. I Ketut Adi Santika, A.Md.AK 3. Ni Made Widiati, A.Md.AK 4. Ignasia Menuk S., S.Sos.,M.Si

I.

Tujuan Untuk membantu menegakkan pemeriksaan demam typhosa.

II.

Metode Metode yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah tabung aglutinasi. Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit, tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan.

III. Prinsip Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum.

IV. Dasar teori

Pemeriksaan widal ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapit test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu disebabkan antara lain : penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain. Demam typhoid (Typhoid Fever) merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi maupun Salmonella paratyphi A,B dan C yang masih dijumpai secara luas di negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Gejala Umum Demam Typhoid Umumnya gejala klinis timbul 8-14 hari setelah infeksi yang ditandai dengan demam yang tidak turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari, pola demam yang khas adalah kenaikan tidak turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari, pola demam yang khas adalah kenaikan tidak langsung tinggi tetapi bertahap seperti anak tangga (stepladder), sakit kepala hebat, nyeri otot, kehilangan selera makan (anoreksia), mual, muntah, sering sukar buang air besar (konstipasi) dan sebaliknya dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung relatif lambat (bradikardi), lidah kotor, hepatomegali dan splenomegali, kembung (meteorismus), pneumomia dan kadang-kadang dapat timbul gangguan jiwa. Penyulit lain yang dapat terjadi adalah pendarahan usus, perforasi, radang selaput perut (peritonitis) serta gagal ginjal.

Petanda Serologi Demam Typhoid Tubuh yang kemasukan Salmonella akan terangsang untuk membentuk antibodi yang bersifat spesifik terhadap antigen yang merangsang pembentukannya. Antibodi yang dibentuk merupakan petanda demam typhoid, yang dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Aglutinin O Titer aglutinin O akan naik lebih dulu dan lebih cepat hilang daripada aglutinin H atau Vi, karena pembentukannya T independent sehingga dapat merangsang limposit B untuk mengekskresikan antibodi tanpa melalui limposit T. Titer aglutinin O ini lebih bermanfaat dalam diagnosa dibandingkan titer aglutinin H. Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti pasir. Titer aglutinin O 1/160 dinyatakan positif demam typhoid dengan catatan 8 bulan terakhir tidak mendapat vaksinasi atau sembuh dari demam typhoid dan untuk yang tidak pernah terkena 1/80 merupakan positif. 2. Aglutinin H (flageller) Titer aglutinin ini lebih lambat naik karena dalam pembentukan memerlukan rangsangan limfosit T. Titer aglutinin 1/80 keatas mempunyai nilai diagnostik yang baik dalam menentukan demam typhoid. Kenaikan titer aglutinin empat kali dalam jangka 5-7 hari berguna untuk menentukan demam typhoid. Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti kapas atau awan. 3. Aglutinin Vi (Envelop) Antigen Vi tidak digunakan untuk menunjang diagnosis demam thypoid. Aglutinin Vi digunakan untuk mendeteksi adanya carrier. Antigen ini menghalangi reaksi aglutinasi anti-O antibodi dengan antigen somatik. Selain itu antigen Vi dapat untuk menentukan atau menemukan penderita yang terinfeksi oleh Salmonella typhi atau kuman-kuman yang identik antigennya. Diagnosis Tidak adanya gejala-gejala atau tanda yang spesifik untuk demam typhoid, membuat diagnosis klinik demam typhoid menjadi cukup sulit. Di daerah endemis, demam lebih dari 1 minggu yang tidak diketahui penyebabnya harus dipertimbangkan sebagai typhoid sampai terbukti apa penyebabnya. Diagnosis pasti demam typhoid adalah dengan isolasi/kultur Salmonella typhi dari darah, sumsum tulang, atau lesi anatomis yang spesifik. Adanya gejala klinik yang karakteristik demam typhoid atau deteksi respon antibodi yang spesifik hanya menunjukkan dugaan demam typhoid tetapi tidak pasti. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalisa, kimia klinik, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta

timbulnya penyulit. (Simalab, 2007) Pemeriksaan laoratorium untuk menunjang diagonsis demam typhoid meliputi : 5. Hematologi Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid. (Prasetyo, 2006) 6. Urinalisa Protein : bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam). Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. 7. Kimia Klinik Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis Akut. 8. Imunologi a. Widal Slide Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu. b. ELISA Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan : bila lgM positif menandakan infeksi akut dan jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. c. Tes Tubex Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang

berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat untuk diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. (Prasetyo, 2006). Tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang. 9. Mikrobiologi Gall Culture Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negati, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL, darah tidak segera dimasukan ke dalam media Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja.

10. Biologi molecular PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi. Penatalaksanaan

Sampai sekarang masih dianut trilogi penatalaksanaan demam typhoid, yaitu : 1. Pemberian antiboitik : bertujuan untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman. 2. Istirahat dan perawatan profesional : bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. 3. Diet dan terapi penunjang (stomatitis dan suportif) : Pasien diberi bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan homeostasis, sistem imun akan tetap berfungsi optimal. 4. Prognosis Terapi demam tifoid yang cocok terutama jika pasien perlu dirawat secara medis pada stadium dini, sangat berhasil. Tetapi juga tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella , serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak anak 2,6%, dan pada orang dewasa 7,4%, rata rata 5,7%. Epidemiologi Karena penyebab demam tifoid secara klinis hampir selalu Salmonella yang beradaptasi pada manusia, sebagian besar kasus dapat ditelusuri pada karier manusia. Penyebab yang terdekat adalah air atau makanan yang terkontaminasi oleh karier manusia. Penyakit ini jarang di temukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar pencar di suatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang serumah. Di Indonesia demam tipoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens tertinggi pada daerah endemik adalah terjadi pada anak anak. Pencegahan Pencegahan penyakit dilakukan terutama dengan menjaga kebersihan makanan dan minuman, peningkatan hygiene pribadi, perbaikan sumber air untuk keperluan rumah tangga, peningkatan sanitasi lingkungan khususnya perbaikan cara pembuangan faeces manusia serta pemberantasan tikus dan lalat. Selain itu, pengawasan penjualan bahan makanan dan tempat pemotongan hewan. V. Alat dan Bahan a. Alat : 1. Tabung reaksi

2. 3. 4.

Rak Tabung Sentrifuge Objek gelas

b. Bahan : 1. 2. 3. Larutan NaCl Antisera Serum Mahasiswa

VI. Cara kerja

Preparasi sampel darah mahasiswa Diambil darah vena mahasiswa 5 cc Diletakkan di tabung sentrifuge Disentrifuge 3000rpm selama 15 menit Diambil serumnya.

Pemeriksaan Widal dengan tabung aglutinasi Disiapkan 7 buah tabung reaksi Masing-masing tabung diisi 1,9 ml NaCL dan 0,1 ml serum Dari tabung 1 dipipet 1 ml dipindahkan ke tabung 2 demikian seterusnya Dipipet 10 L sampel pada tabung dan diteteskan pada objek gelas Diteteskan reagen ( 50 L) Dilihat aglutiniasi setelah 1 menit dan digoyang

+ A B

Keterangan: A = 10 L serum B = 1 tetes antisera

Dihentikan pemeriksaan jika mendapatkan hasil negative

Interpretasi hasil: Tabung Reaktif : : I 1/20 II 1/40 III 1/80 IV V VI VII

1/160 1/320 1/640 1/1280

a. Cara kerja metode slide aglutinasi 1. Disiapkan alat dan bahan 2. Diteteskan 20 L serum pada masing-masing lingkaran yang ada pada slide (3 lingkaran) 3. Dipipet 1 tetes antisera A, B, D pada lingkaran-lingkaran tersebut

A+ B

A+ B

A+ B

4. Diamati aglutinasi yang terjadi 5. Karena hasil positif, jadi dilanjutkan ke pengenceran selanjutnya Keterangan: A = 20 L serum B = 1 tetes antisera 6. Diteteskan 10 L serum pada masing-masing lingkaran yang ada pada slide (3 lingkaran) 7. Dipipet 1 tetes antisera A, B, D pada lingkaran-lingkaran tersebut

A+ B

A+ B

A+ B

Keterangan: A = 20 L serum B = 1 tetes antisera

8. Diamati aglutinasi yang terjadi 9. Karena hasil positif, jadi dilanjutkan ke pengenceran selanjutnya 10. Diteteskan 10 L serum pada masing-masing lingkaran yang ada pada slide (3 lingkaran) 11. Dipipet 1 tetes antisera A, B, D pada lingkaran-lingkaran tersebut

A+ B

A+ B

A+ B

Keterangan:

A = 5 L serum B = 1 tetes antisera

Intrepretasi hasil Sampel 20 l 10 l 5 l VII. Reagen 1 tetes 1 tetes 1 tetes Pengenceran 1/80 1/160 1/320

Data Hasil Praktikum a) Pada tanggal 11 Maret 2011 Nama Umur : Putu Ayu Suryaningsih : 19 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

A. Hasil Pemeriksaan cara tabung aglutinasi Salmonella O antigen group A Salmonella O antigen group B Salmonella O antigen group C Salmonella O antigen group D Salmonella H antigen group A Salmonella H antigen group B Salmonella H antigen group C Salmonella H antigen group D : negative : negative : negative : negative : negative : negative : negative : negative

b) Pada tanggal 18 Maret 2011 Hasil pemeriksaan dengan slide aglutinasi B) Pengenceran 1/180 Salmonella H antigen group A Salmonella H antigen group B Salmonella H antigen group D : positif : positif : positif

C) Pengenceran 1/160 Salmonella H antigen group A Salmonella H antigen group B Salmonella H antigen group D : positif : positif : positif

D) Pengenceran 1/320 Salmonella H antigen group A Salmonella H antigen group B Salmonella H antigen group D : positif : positif : positif

VIII. Pembahasan a) Pemeriksaan cara tabung aglutinasi Pemeriksaan sampel darah dengan tes widal ini bertujuan untuk membantu menegakkan diagnose pada pasien demam tifoid. Pada praktikum ini diperoleh hasil pemeriksaan sampel darah negative, ini menunjukkan sampel darah pasien tidak ditemui adanya antibody terhadap kuman salmonella pada tubuh. Pemilik sampel ini dalam keadaan sehat, praktikan mengetahuinya karena sampel yang dipakai dari sampel mahasiswa.

Praktikum ini menggunakan NaCl yang bertujuan saar pengenceran, antisera yang ditambahkan berguna untuk mengetahui aglutinasi atau tidak, karena antiresa akan berekasi dengan sampel, jika hasil positif akan terjadi aglutinasi. Pemeriksaan ini dihentikan karena hasil yang diperoleh negative, jika pemeriksaan ini dilanjutkan hasil yang diperoleh akan tetap negative.

b) Pemeriksaan cara slide aglutinasi Pemeriksaan sampel serum yang dibawakan dari rumah sakit memperoleh hasil positif sampai pengenceran ketiga sampel yang diperiksa dengan antisera Salmonella H antigen group A, B dan D tetap hasilnya positif, hal ini menandakan adanya antibody terhadap kuman salmonella pada tubuh. Hasil positif dilanjutkan ke pengenceran selanjutnya, ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan bakteri salmonella mencemari darah, seperti pemeriksaan yang diperoleh hasil positif hingga pengenceran 1/320 yang berarti kemungkinan dalam 1 ml darah terdapat 320 kuman salmonella. Kelemahan uji widal ini yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil, akan tetapi uji widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid. Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karea belum ada kesepakata akan nilai standar aglutinasi. Beberapa hal yang sering disalah artikan: a) Pemeriksan widal positif dianggap ada kuman dalam tubuh, hal ini pengertian yang salah. Uji widal hanya menunjukkan adanya antibody terhadap kuman salmonella. b) Pemeriksaan widal yang hilang setelah pengobatan dan menunjukkan hasil potf diangga masih menderita tifus, hal ini juga pengertian yang salah. Setelah seseorag menderita tifus dan mendapatakan pengobatan, hasil uji widal tetap postif untuk waktu yang lama sehingga uji widal tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk menyatakan kesembuhan.

IX.

Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan, bahwa :

1. Pemeriksaan cara tabung aglutinasi memperoleh hasil negative 2. Pemeriksaan cara slide aglutinasi memperoleh hasil positif hingga pengenceran 1/320 yang menunjukkan kemungkinan dalam 1 ml dara terdatap 320 kuman salmonella.

X.

Daftar Pustaka
- http://www.wikimu.co/News?Display.aspx?id=390

- http:id.shoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2021226penyakit-tifus/ - http://www.sehatgroup.web.id/?p=144

PEMERIKSAAN HbsAg (HEPATITIS B) (HEPATITIS B SULFIS ANTIGEN)

Hari / Tanggal Waktu Tempat Pembimbing

: Rabu, 24 dan 31 Maret, 12 dan 19 Mei 2011 : 11.30 - selesai wita : Lab. Analis Kesehatan Lantai III : 1. dr. AA Wiradewi Lestari, Sp.PK 2. I Ketut Adi Santika, A.Md.AK 3. Ni Made Widiati, A.Md.AK 4. Ignasia Menuk S., S.Sos.,M.Si

I. Tujuan Untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit Hepatitis B.

II. Metode Metode yang digunakan adalah metode kualitatif (rapid test)

III. Prinsip Sampel serum direaksikan dengan antigen pada strip dan diinkubasi pada suhu kamar selama 10 menit, maka akan menunjukkan hasil reaktif dengan adanya 2 garis strip pada area C dan T, hasil non-reaktif dengan adanya 1 garis pada stip area C dan hasil invalid dengan garis kontrol C tidak terlihat.

IV. Dasar teori Antigen permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen, HBsAg) merupakan material permukaan dari virus hepatitis B. Pada awalnya antigen ini dinamakan antigen Australia karena pertama kalinya diisolasi oleh seorang dokter peneliti Amerika, Baruch S. Blumberg dari serum orang Australia. HBsAg merupakan petanda serologik infeksi virus hepatitis B pertama yang muncul di dalam serum dan mulai terdeteksi antara 1 sampai 12 minggu pasca infeksi, mendahului munculnya gejala klinik serta meningkatnya SGPT. Selanjutnya HBsAg merupakan satu-satunya petanda serologik selama 3 5 minggu. Pada kasus yang sembuh, HBsAg akan hilang antara 3 sampai 6 bulan pasca infeksi sedangkan pada kasus kronis, HBsAg akan tetap terdeteksi sampai lebih dari 6 bulan. HBsAg positif yang persisten lebih dari 6 bulan didefinisikan sebagai pembawa (carrier). Sekitar 10% penderita yang memiliki HBsAg positif adalah carrier, dan hasil uji dapat tetap positif selam bertahun-tahun. Pemeriksaan HBsAg berguna untuk diagnosa infeksi virus hepatitis B, baik untuk keperluan klinis maupun epidemiologik, skrining darah di unit-unit transfusi darah, serta digunakan pada evaluasi terapi hepatitis B kronis. Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menetapkan bahwa hepatitis akut yang diderita disebabkan oleh virus B atau superinfeksi dengan virus lain. HBsAg positif dengan IgM anti HBc dan HBeAg positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B akut. HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan HBeAg positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B kronis dengan replikasi aktif. HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan anti-HBe positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B kronis dengan replikasi rendah. Pemeriksaan HbsAg secara rutin dilakukan pada pendonor darah untuk mengidentifikasi antigen hepatitis B. Transmisi hepatitis B melalui transfusi sudah hampir tidak terdapat lagi berkat screening HbsAg pada darah pendonor. Namun, meskipun insiden hepatitis B terkait transfusi sudah menurun, angka kejadian hepatitis B tetap tinggi. Hal ini terkait dengan transmisi virus hepatitis B melalui beberapa jalur, yaitu parenteral, perinatal, atau kontak seksual. Orang yang berisiko tinggi terkena infeksi hepatitis B adalah orang yang bekerja di sarana kesehatan, ketergatungan obat, suka berganti-ganti pasangan seksual, sering mendapat transfusi, hemodialisa, bayi baru lahir yang tertular dari ibunya yang menderita hepatitis B. HBsAg dalam darah dapat dideteksi dengan tehnik enzyme immunoassay (EIA), enzyme linked immunoassay (ELISA), enzyme linked fluorescent assay (ELFA), atau immunochromatography test (ICT). Spesimen yang digunakan untuk deteksi HBsAg adalah serum atau plasma heparin. Kumpulkan darah vena 3-5 ml dalam tabung tutup merah atau tutup kuning dengan gel separator, atau dalam tabung tutup hijau (lithium heparin). Pusingkan sampel darah, lalu pisahkan serum atau plasma untuk diperiksa laboratorium.

Spesimen yang ikterik (hiperbilirubin sampai dengan 500 mol/l), hemolisis (kadar hemoglobin sampai dengan 270 mol/l), dan lipemik (sampai dengan 30 mg/dl) dapat mempengaruhi hasil pembacaan. Sampel dapat disimpan pada suhu 2-8oC selama 5 hari, atau -25 6oC sampai dengan 2 bulan. Nilai Rujukan Dewasa dan Anak-anak : Negatif Masalah Klinis HBsAg positif dijumpai pada : Hepatitis B, Hepatitis B kronis. Kurang Umum : Hemofilia, sindrom Down, penyakit Hodgkin, leukemia. Pengaruh obat : ketergantungan obat. V. Alat dan Bahan a. Alat :

1. Tabung reaksi dan raknya 2. Strip test 3. Pipet mikro

b. Bahan : 1. Sampel serum mahasiswa 2. Sampel serum rumah sakit yang telah disediakan

VI. Cara kerja 1.

Preparasi sampel darah mahasiswa 1. Diambil darah vena mahasiswa 5 cc 2. Diletakkan di tabung sentrifuge 3. Disentrifuge 3000 rpm selama 15 menit

4. Diambil serumnya.

2. Pemeriksaan HbsAg a. Serum 10 L dengan pipet mikro b. Ditaruh di tabung reaksi c. Strip test ditaruh di tabung reaksi d. Ditunggu 10 menit e. Diamtai hasilnya

VII.

Data Hasil Praktikum 1. Pada tanggal 24 Maret 2011 Nama Umur Jenis kelamin Hasil : Putu Novi Kharisma Dewi : 20 tahun : Perempuan : Non- reaktif

Nama Umur

: I Ketut Widnyana : 20 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Hasil : Non-reaktif

Sampel yang berasal dari Rumah Sakit, hasilnya adalah reaktif

2. Pada Tanggal 31 Maret 2011

Nama Umur

: Siti Hamidah Diyah : 20 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Hasil : Non-reaktif

3. Pada tanggal 12 Mei 2011 Nama Umur Jenis kelamin Hasil : Putu Novi Kharisma Dewi : 20 tahun : Perempuan : Non- reaktif

4. Pada tanggal 19 Mei 2011 Nama Umur : Ratna : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Hasil : Non-reaktif

Nama Umur

: Yuda : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Hasil : Non-reaktif

VIII. Pembahasan

Pemeriksaan HBsAg berguna untuk diagnose infeksi virus hepatitis B, baik untuk keperluan klinis maupun epidemiologic, skrining darah di unit-unit transfuse darah serta digunakan pada evaluasi terapi heaptits B kronis. Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menetapkan bahwa hepatitis akut yang didertia disebabkan oleh virus B/superinfeksi dengan virus lain. Praktikum pemeriksaan ini memperoleh hasil sampel dari mahasiswa hasil sampel dari mahasiswa non raktif dan sampel serum rumah sakit reaktif. Hal ini dilihat dari garis-gris yang muncul ketika pemeriksaan, hasil reaktif jika menghasilkan 2 garis merah dan hasil non reaktif menghasilkan satu garis pada daerah control. Pemeriksaan ini hanya melihat reaktif dan non reaktif sampel yang diperiksa, untuk membuktikan adanya viremia (virus dalam darah) tidak mungkin dilakukan, sedangkan untuk mneyatakan virus dalam tinja diperlukan pemeriksaan mikroskop electron. Pemeriksaan HbsAg secara rutin dilakukan pada pendonor darah untuk mengidentifikasi antigen hepatits B. transmisi hepatitis B melalui transfuse sudah hamper tidak terfapat lagi berkat screening test HbsAg pada darah pendonor. Hal ini terkait dengan transmisi virus hepatititi B melalui beberapa jalur, yaitu parenteral, perinatal/kontak seksual.

IX.

Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa pada sampel Mahasiswa, hasilnya adalah Non-reaktif Hepatitis B. Sedangkan pada sampel dari RS, hasilnya adalah reaktif Hepatitis B

X.

Daftar Pustaka
- http://labkesehatan.blogspot.com/2010/03/antigen_permukaan-hepatitis-b

hbsag

html.
- http://id.wikipedia.org/wiki/Hepatitis-B.

PEMERIKSAAN ANTI DENGUE IgG dan IgM

Hari / Tanggal Waktu Tempat Pembimbing

: Rabu, 21 April dan 5 Mei 2011 : 11.30 - selesai wita : Lab. Analis Kesehatan Lantai III : 1. dr. AA Wiradewi Lestari, Sp.PK 2. I Ketut Adi Santika, A.Md.AK 3. Ni Made Widiati, A.Md.AK 4. Ignasia Menuk S., S.Sos.,M.Si

I.

Tujuan Untuk mengetahui apakah pasien menderita penyakit DB (Demam Berdarah) atau tidak dan apakah virus Dengue masih terdapat dalam tubuh pasien yang pernah mengalami atau menderita Demam Berdarah atau tidak.

II.

Metode Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode kualitatif dengan rapid test.

III. Prinsip Ketika sampel serum ditetesi pada alat (strip test) anti dengue IgG dan IgM pada sampel serum akan bereaksi dengan protein rekombinat virus dengue coloidal conjugate dan terbentuk kompleks antigen antibodi. Kompleks ini akan bermigrasi sepanjang area strip test melalui kapiler.

IV. Dasar teori

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (betina). Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitive terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu Effendy 1995) Penyakit ini disebabkan oleh empat serotip virus dengue (DEN- 1, DEN- 2, DEN3,DEN- 4) dari genus flavivirus, family flavivirus dengan daya infeksi tinggi pada manusia. Setiap serotype cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotype (hiperendemisitas) dapat terjadi. Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti yang sebelumnya sudah menggigit orang yang terinfeksi dengue. (Soegijonto, 2004). Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktifasi system komplemen. Akibat aktifasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya factor koagulasi (protrombin & fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat pada saluran gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemorrhagic, renjatan terjadi secara akut. . Dengue merupakan serotype yang paling banyak beredar. ( Cristantie

V.

Alat dan Bahan a. Alat : 1. Strip test (SD Rapid test) 2. Pipet mikro 3. Stopwatch

b. Bahan : 1. Sampel serum

2. Reagen garam fisiologis Dengue assay diluents

VI. Cara kerja 1. Alat dan bahan disiapkan 2. Dibuka SD Rapid test dengue dan diletakkan diatas meja 3. Sampel serum dipipet sebanyak 10 dan diletakkan ditempat sampel pada SD rapid test yang bertanda S. 4. Ditambahkan 3 sampai 4 tetes reagen garam fisiologis Dengue Assay Diluent ke dalam SD rapid test 5. Ditunggu selama 15 sampai 20 menit dan catat reaksi yang terjadi 6. Pembacaan hasil: Negatif (-) : muncul satu garis berwarna merah pada area C Positif (+) : muncul garis pada area C,G, atau G Invalid : tidak muncul garis pada area C, M, G

VII. Data Hasil Praktikum 1. Praktikum I tanggal 21 April 2011 Sampel serum rumah sakit Hasil positif (+) muncul garis pada C, M, G

2. Praktikum II tanggal 5 Mei 2011 Nama Umur Jenis Kelamin Hasil : Ni Made Dwijayanti : 19 tahun : Perempuan : negatif ( - ) Anti Dengue IgG dan IgM

VIII. Pembahasan Dari praktikum anti dengue IgG dan IgM dengan menggunakan sampel serum pada praktikum yang pertama menggunakan sampel serum dari rumah sakit didapatkan hasil positif (+) IgG dan IgM karena munculnya garis warna merah pada area C, G, M. Dan pada praktikum yang kedua didapatkan hasil negative (-) karena tidak ada ada garis pada area C dan G hanya ada garis pada area C . Pada pemeriksaan anti dengue IgG dan IgM bertujuan untuk mengetahui adanya antibody IgG dan IgM terhadap virus dengue pada serum dan untuk menegakkan diagnose DBD atau DHF yang pemeriksaannya menggunakan metode rapid test. Dengue Haemoragic Fever merupakan demam dengue yang disertai pembesaran hati dan tanda- tanda perdarahan. Pada keadaan yang lebih parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pendertita jatuh dalam keadaan syok akibat kebocoran plasma yang disebut dengan (DSS) Dengue Syok Syndrome. Demam Berdarah Dengue adalah penyakit demam yang disertai perdarahan bawah kulit, selaput hidung dan lambung, yang ditemukan di daerah tropis. Di dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang biak di dalam sel retikkuloendotelial, kemudian terjadi viraemia yang diikuti dengan respon imun terhadap virus dengue baik humoral maupun seluler. Virus bersilulasi dalam darah perifer di dalam sel monosit, sel limfosit B dan sel limfosit T. Sebagai reaksi terhadap infeksi virus, tubuh akan membuat antibodi anti-dengue, baika berupa anti netralisai, anti hemaglutinasi dan anti komplemen.

IX.Kesimpulan Jadi dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa : Pada praktikum I : Setelah serum rumah sakit diperiksa dengan menggunakan metode kualitatif SD rapid test dengan melakukan pemeriksaan Dengue IgG dan IgM diperoleh hasil positif (+) dengan adanya garis pada area C, G, M yang berarti positif IgG dan IgM dan berarti pasien sudah pernah terinfeksi virus DHF sebelumnya.

Pada praktikum II : Pada serum mahasiswa yang diperiksa dengan menggunakan serum dari Ni Made Dwijayanthi, 19 th perempuan diperoleh hasil negative (-) karena garis muncul hanya pada zona C yang berarti sampel tersebut negative IgG dan IgM.

X. Daftar Pustaka
http://www.blogdokter.net/2008/06/27-demam-berdarah-dengue. http://en.wikipedia.org/wiki/Dengue-fever

PEMERIKSAAN ASTO (ANTI STREPTOLISIN O)

Hari / Tanggal Waktu Tempat Pembimbing

: Rabu, 21 April dan 5 Mei 2011 : 11.30 - selesai wita : Lab. Analis Kesehatan Lantai III : 1. dr. AA Wiradewi Lestari, Sp.PK 2. I Ketut Adi Santika, A.Md.AK 3. Ni Made Widiati, A.Md.AK 4. Ignasia Menuk S., S.Sos.,M.Si

I.

Tujuan Untuk menentukan anti streptolisin O secara kualitatif pada serum

II.

Metode Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode slide aglutinasi

III. Prinsip Sampel yang mengandung antibodi streptolisin dicampur dengan partikel latex yang dilapisi dengan streptolisin O akan membentuk aglutinasi.

IV. Dasar teori Telah diketahui bahwa ada hubungan antara penyakitdemam rematik dengan infeksi Streptokokus beta hemolitikusgrup A (1). Semula para ahli masih sangsi bahwa infeksiStreptokokusdapat mengakibatkan timbulnya serangandemam rematik, karena banyak penderita demam rematiktanpa didahului tanda-tanda infeksi yang jelas.Streptokokus seperti kuman lain dapat merangsang timbulnyaantibodi dalam

serum penderita dan kadang-kadang menunjukkan gejala infeksi yang jelas. Adanya data-data imunologikdalam serum penderita merupakan bukti telah terjadi infeksioleh kuman tersebut. Stollerman melaporkan adanya titerantibodi Streptokokus yang tinggi pada penyakit demamrematik, yang timbul tiga sampai empat minggu setelah infeksi Streptokokus. Selain pada penyakit demam rematik pengukuran antibodiStreptokokus ternyata juga mempunyai arti penting padapenyakit glomerulonegritis akuta, karena jenis tertentu daripenyakit tersebut sering disertai dengan titer antibodi Streptokokus yang tinggi.Penetapan ASTO umumnya hanya memberi petunjukbahwa telah terjadi infeksi oleh Streptokokus. Streptolisin 0bersifat sebagai hemolisin dan pemeriksaan ASTO umumnyaberdasarkan sifat ini. Ada beberapa cara penetapan ASTO,tetapi biasanya hanya merupakan modifikasi dari cara Toddyang asli; perbedaan hanya dalam pengenceran serum saja.Penetapan dengan pengenceran serum menurut Rantz danRandall yang banyak dipakai menetapkan titer 100 IUsebagai keadaan tidak ada penyakit demam rematik atau glomerulonefritis akuta, sedangkan titer 250 IU atau lebih perluwaspada terhadap kemungkinan infeksi Streptokokus danmungkin pencegahan terhadap timbulnya penyakit demamrematik dapat dilakukan lebih dini. Yang lebih penting diperhatikan adanya kenaikan titer. Meskipun semula titerrendah tetapi bila terjadi peningkatan dan tetap tinggi padapemeriksaan berikutnya, adanya infeksi oleh Streptokokus perlu dipikirkan (soetartor.2010). V. Alat dan Bahan a. Alat : 1. Strip test (SD Rapid test) 2. Pipet mikro 3. Stopwatch

b.

Bahan : 1. Sampel serum 2. Reagen garam fisiologis Dengue assay diluents

VI. Cara kerja 1. Alat dan bahan yang diperlukan disiapkan terlebih dahulu

2. 3. 4. 5.

Ragen yang akan dipakai dipersiapkan 50 l serum diteteskan diatas slide dan ditambahkan 50 l reagen Campuran reagen dan serum dicampur dengan stick dan digoyangkan 30 kali Aglutinasi yang terjadi dibaca

VII. Data Hasil Praktikum 1. Pemeriksaan ASTO I tanggal 6 Mei 2011 Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil negatif (<200 I.U/ml) Identitas sampel: Nama : Ni Made Dwijayanti Umur : 20 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Jl. Veteran Denpasar, Bali 2. Pemeriksaan ASTO II tanggal 12 Mei 2011 Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil positif (>200 I.U/ml) Identitas sampel: Nama : Putu Novi Kharisma Dewi Umur : 20 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Sidakarya, Denpasar 3. Pemeriksaan ASTO III tanggal 19 Mei 2011 1. Sampel I Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil positif (>200 I.U/ml) Identitas sampel Nama : I.A. Kade Ratna Sukmadewi Umur : 19 tahun Alamat : Jl. Gria Manggala No. 38 Sading

2. Sampel II Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil positif (>200 I.U/ml). Nama : I Komang Indra Yuda Iswara

Umur Alamat VIII. Pembahasan

: 19 tahun : Jl. Sesetan Pesanggaran Gg. Rangsana 16x, Denpasar.

Praktikum pemeriksaan ASTO bertujuan untuk menentukan anti streptolisin secara kualitatif pada serum. Metode yang digunakan adalah metode slide aglutinasi, dimana prinsip pemeriksaan ini adalah sampel yang mengandung antibodi anti streptolisisn O dicampur dengan partikel latex yang dilapisis dengan streptolisin O akan membentuk aglutinasi. Pemeriksaan ASTO I dengan sampel serum mahasiswa memperoleh hasil negatif, hal ini menunjukkan kemungkinan tidak ada anti streptolisin O pada sampel. Pemeriksaan ASTO II dan III dengan menggunakan sampel serum mahasiswa dari mahasiswa yang berbeda, didapatkan hasil positif pada ketiga sampel, hal ini menunjukkan kemungkinan adanya anti streptolisisn O pada sampel. Pemeriksaan ASTO hanya memberi petunjuk bahwa terjadi infeksi oleh streptokokus. Streptolisin O bersifat sebagai hemolisin dan pemeriksaan ASTO umumnya berdasarkan sifat ini. Penetapan ASTO tidak bisa melakukan pemeriksaan langsung dengan melihat bakteri streptokokus, pemeriksaan ini harus menggunakan cairan sendi. Dimana harus dilakukan pemeriksaan makroskopik dilihat organoleptis cairan, pemeriksaan mikroskopik dilakukan hitung jumlah lekosit. Bila jumlah sel banyak dibuat sediaan hapus dan diwarnai dengan wright. Pada penderita, jumlah lekosit akan meningkat, peningkatan tersebut tergantung dari jenis peradangan.

IX.Kesimpulan Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa dalam 3 kali pemeriksaan memperoleh hasil sebagai berikut: a. Pemeriksaan ASTO I Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil negatif (<200 I.U/ml) yang menunjukkan kemungkinan tidak adanya anti streptolisin O pada sampel. b. Pemeriksaan ASTO II Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil positif (>200 I.U/ml) yang menunjukkan kemungkinan adanya anti streptolisin O pada sampel.

c. Pemeriksaan ASTO III Sampel I Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil positif (>200 I.U/ml) yang menunjukkan kemungkinan adanya anti streptolisin O pada sampel.

Sampel II Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil positif (>200 I.U/ml) yang menunjukkan kemungkinan adanya anti streptolisin O pada sampel. X. Daftar Pustaka - Soetarto,2010. Pemeriksaan Laboratorium padaBeberapa Jenis Penyakit Sendi Menahun. - http:// cerminduniakedokteran.html. diakses tanggal 8 Mei 2011. Denpasar

Anda mungkin juga menyukai