Anda di halaman 1dari 5

Widal Dan Typhoid Fever

A. WIDAL
1. Pengertian
Pemeriksaan widal ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam
darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini
merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta
terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai
uji cepat (rapit test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan
dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile
agglutinin.

2. Metode
Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide
test) atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat
dan digunakan dalam prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan
teknik yang lebih rumit, tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji
hapusan.

3. Prinsip
Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam
serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap
antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang
sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih
menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum.

4. Hal Yang Mempengaruhi


Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil
positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh
faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan
spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan
adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu disebabkan antara lain :
penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah
kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya
penyakit imunologik lain.

B. DEMAM TYPHOID
1. Demam Typhoid
Demam typhoid (Typhoid Fever) merupakan suatu penyakit infeksi sistemik
yang disebabkan oleh Salmonella typhi maupun Salmonella paratyphi A,B dan
C yang masih dijumpai secara luas di negara berkembang yang terutama
terletak di daerah tropis dan subtropis.

2. Gejala Umum Demam Typhoid


Umumnya gejala klinis timbul 8-14 hari setelah infeksi yang ditandai dengan
demam yang tidak turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari, pola
demam yang khas adalah kenaikan tidak turun selama lebih dari 1 minggu
terutama sore hari, pola demam yang khas adalah kenaikan tidak langsung
tinggi tetapi bertahap seperti anak tangga (stepladder), sakit kepala hebat,
nyeri otot, kehilangan selera makan (anoreksia), mual, muntah, sering sukar
buang air besar (konstipasi) dan sebaliknya dapat terjadi diare. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung relatif
lambat (bradikardi), lidah kotor, hepatomegali dan splenomegali, kembung
(meteorismus), pneumomia dan kadang-kadang dapat timbul gangguan jiwa.
Penyulit lain yang dapat terjadi adalah pendarahan usus, perforasi, radang
selaput perut (peritonitis) serta gagal ginjal.

3. Petanda Serologi Demam Typhoid


Tubuh yang kemasukan Salmonella akan terangsang untuk membentuk
antibodi yang bersifat spesifik terhadap antigen yang merangsang
pembentukannya. Antibodi yang dibentuk merupakan petanda demam typhoid,
yang dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Aglutinin O
Titer aglutinin O akan naik lebih dulu dan lebih cepat hilang daripada aglutinin
H atau Vi, karena pembentukannya T independent sehingga dapat
merangsang limposit B untuk mengekskresikan antibodi tanpa melalui
limposit T. Titer aglutinin O ini lebih bermanfaat dalam diagnosa dibandingkan
titer aglutinin H. Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk
endapan seperti pasir. Titer aglutinin O 1/160 dinyatakan positif demam
typhoid dengan catatan 8 bulan terakhir tidak mendapat vaksinasi atau
sembuh dari demam typhoid dan untuk yang tidak pernah terkena 1/80
merupakan positif.
b. Aglutinin H (flageller)
Titer aglutinin ini lebih lambat naik karena dalam pembentukan memerlukan
rangsangan limfosit T. Titer aglutinin 1/80 keatas mempunyai nilai diagnostik
yang baik dalam menentukan demam typhoid. Kenaikan titer aglutinin empat
kali dalam jangka 5-7 hari berguna untuk menentukan demam typhoid. Bila
bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti kapas atau
awan.
c. Aglutinin Vi (Envelop)
Antigen Vi tidak digunakan untuk menunjang diagnosis demam thypoid.
Aglutinin Vi digunakan untuk mendeteksi adanya carrier. Antigen ini
menghalangi reaksi aglutinasi anti-O antibodi dengan antigen somatik. Selain
itu antigen Vi dapat untuk menentukan atau menemukan penderita yang
terinfeksi oleh Salmonella typhi atau kuman-kuman yang identik antigennya.

4. Diagnosis
Tidak adanya gejala-gejala atau tanda yang spesifik untuk demam typhoid,
membuat diagnosis klinik demam typhoid menjadi cukup sulit. Di daerah
endemis, demam lebih dari 1 minggu yang tidak diketahui penyebabnya harus
dipertimbangkan sebagai typhoid sampai terbukti apa penyebabnya.
Diagnosis pasti demam typhoid adalah dengan isolasi/kultur Salmonella typhi
dari darah, sumsum tulang, atau lesi anatomis yang spesifik. Adanya gejala
klinik yang karakteristik demam typhoid atau deteksi respon antibodi yang
spesifik hanya menunjukkan dugaan demam typhoid tetapi tidak pasti.

5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalisa, kimia
klinik, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan
menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan
penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit. (Simalab, 2007)
Pemeriksaan laoratorium untuk menunjang diagonsis demam typhoid
meliputi :
a. Hematologi
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal,
bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan
hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin
didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut.
Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). Penelitian oleh
beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta
laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai
ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita
demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis
relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid. (Prasetyo, 2006)
b. Urinalisa
Protein : bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam). Leukosit dan
eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
c. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan
sampai hepatitis Akut.
d. Imunologi
1) Widal Slide
Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160, bahkan
mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit
demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir
minggu.
2) ELISA Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap
lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam
Tifoid atau Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat
segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan : bila
lgM positif menandakan infeksi akut dan jika lgG positif menandakan pernah
kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.
3) Tes Tubex
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang
sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel
yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan
dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang ditemukan
pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat untuk diagnosis infeksi
akut karena hanya mendeteksi antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi
IgG dalam waktu beberapa menit. (Prasetyo, 2006).
Tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih baik daripada uji Widal.
Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan
spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan
spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan ideal, dapat
digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan
sederhana, terutama di negara berkembang.
e. Mikrobiologi Gall Culture
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam
Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis
pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negati, belum
tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu
sedikit kurang dari 2mL, darah tidak segera dimasukan ke dalam media Gall
(darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di
dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu 1 sakit, sudah
mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu
waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila belum
ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen
yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/
carrier digunakan urin dan tinja.
f. Biologi molekular
PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan.
Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian
diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat
mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi)
serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat
berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

6. Penatalaksanaan
Sampai sekarang masih dianut trilogi penatalaksanaan demam typhoid, yaitu :
a. Pemberian antiboitik : bertujuan untuk menghentikan dan memusnahkan
penyebaran kuman.
b. Istirahat dan perawatan profesional : bertujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
c. Diet dan terapi penunjang (stomatitis dan suportif) : Pasien diberi bubur
saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat
kesembuhan pasien. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang
cukup mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga
keseimbangan dan homeostasis, sistem imun akan tetap berfungsi optimal.

7. Prognosis
Terapi demam tifoid yang cocok terutama jika pasien perlu dirawat secara
medis pada stadium dini, sangat berhasil. Tetapi juga tergantung dari umur,
keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella ,
serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak anak 2,6%,
dan pada orang dewasa 7,4%, rata – rata 5,7%.

8. Epidemiologi
Karena penyebab demam tifoid secara klinis hampir selalu Salmonella yang
beradaptasi pada manusia, sebagian besar kasus dapat ditelusuri pada karier
manusia. Penyebab yang terdekat adalah air atau makanan yang
terkontaminasi oleh karier manusia. Penyakit ini jarang di temukan secara
epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar – pencar di suatu daerah, dan
jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang serumah. Di Indonesia demam
tipoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens tertinggi pada daerah
endemik adalah terjadi pada anak – anak.

9. Pencegahan
Pencegahan penyakit dilakukan terutama dengan menjaga kebersihan
makanan dan minuman, peningkatan hygiene pribadi, perbaikan sumber air
untuk keperluan rumah tangga, peningkatan sanitasi lingkungan khususnya
perbaikan cara pembuangan faeces manusia serta pemberantasan tikus dan
lalat. Selain itu, pengawasan penjualan bahan makanan dan tempat
pemotongan hewan.

Anda mungkin juga menyukai