Anda di halaman 1dari 8

Judul percobaan : Pemeriksaan Widal

Metode : Metode yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah

tabung aglutinasi. Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji apusan (slide test) atau
uji tabung (tube test).

Tujuan : Untuk membantu menegakkan pemeriksaan demam

typhoid. Mengetahui adanya antibody spesifik terhadap bakteri Salmonella.

A. Prinsip :

Adanya antibody Salmonella pada sampel serum akan

bereaksi dengan antigen yang terdapat pada reagen widal sehingga menyebabkan reaksi aglutinasi.

1. Dasar teori :

Pemeriksaan widal ditujukan untuk mendeteksi adanya

antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman Salmonella typhi / paratyphi (reagen). Sebagai uji
cepat (rapit test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi.
Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak
faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu.

Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi
silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor
rheumatoid (RF).

Hasil negatif palsu disebabkan antara lain : penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu
pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit
imunologik lain. Demam typhoid (Typhoid Fever) merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella typhi maupun Salmonella paratyphi A, B dan C yang masih dijumpai secara
luas di negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.

v Petanda Serologi Demam Typhoid

Tubuh yang kemasukan Salmonella akan terangsang untuk membentuk antibodi yang bersifat spesifik
terhadap antigen yang merangsang pembentukannya. Antibodi yang dibentuk merupakan petanda
demam typhoid, yang dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Aglutinin O

Titer aglutinin O akan naik lebih dulu dan lebih cepat hilang daripada aglutinin H atau Vi, karena
pembentukannya T independent sehingga dapat merangsang limposit B untuk mengekskresikan
antibodi tanpa melalui limposit T. Titer aglutinin O ini lebih bermanfaat dalam diagnosa dibandingkan
titer aglutinin H.

Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti pasir. Titer aglutinin O 1/160
dinyatakan positif demam typhoid dengan catatan 8 bulan terakhir tidak mendapat vaksinasi atau
sembuh dari demam typhoid dan untuk yang tidak pernah terkena 1/80 merupakan positif.

b. Aglutinin H (flageller)

Titer aglutinin ini lebih lambat naik karena dalam pembentukan memerlukan rangsangan limfosit T. Titer
aglutinin 1/80 keatas mempunyai nilai diagnostik yang baik dalam menentukan demam typhoid.
Kenaikan titer aglutinin empat kali dalam jangka 5-7 hari berguna untuk menentukan demam typhoid.
Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti kapas atau awan.

2. Teori:

Prinsip pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan
suspense antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi antara
antigen dan antibodi (agglutinin). Antigen yang digunakan pada tes widal ini berasal dari suspense
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dalam laboratorium. Dengan jalan mengencerkan serum,
maka kadar anti dapat ditentukan. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi
menunjukkan titer antibodi dalam serum.

Tekhnik pemeriksaan uji widal dapat dilakukan dengan dua metode yaitu uji hapusan/ peluncuran (slide
test) dan uji tabung (tube test). Perbedaannya, uji tabung membutuhkan waktu inkubasi semalam
karena membutuhkan teknik yang lebih rumit dan uji widal peluncuran hanya membutuhkan waktu
inkubasi 1 menit saja yang biasanya digunakan dalam prosedur penapisan. Umumnya sekarang lebih
banyak digunakan uji widal peluncuran. Sensitivitas dan spesifitas tes ini amat dipengaruhi oleh jenis
antigen yang digunakan. Menurut beberapa peneliti uji widal yang menggunakan antigen yang dibuat
dari jenis strain kuman asal daerah endemis (local) memberikan sensitivitas dan spesifitas yang lebih
tinggi daripada bila dipakai antigen yang berasal dari strain kuman asal luar daerah enddemis (import).
Walaupun begitu, menurut suatu penelitian yang mengukur kemampuan Uji Tabung Widal
menggunakan antigen import dan antigen local, terdapat korelasi yang bermakna antara antigen local
dengan antigen S.typhi O dan H import, sehingga bisa dipertimbangkan antigen import untuk dipakai di
laboratorium yang tidak dapat memproduksi antigen sendiri untuk membantu menegakkan diagnosis
Demam tifoid.

Pada pemeriksaan uji widal dikenal beberapa antigen yang dipakai sebagai parameter penilaian hasil uji
Widal. Berikut ini penjelasan macam antigen tersebut :

· Antigen O

Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman. Struktur kimianya terdiri dari
lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100°C selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang
encer.
· Antigen H

Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi dan berstruktur kimia
protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki beberapa Salmonella lain.
Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu 60°C dan pada pemberian alkohol atau asam.

· Antigen Vi

Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang melindungi kuman dari fagositosis dengan
struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60°C, dengan pemberian
asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui adanya karier.

· Outer Membrane Protein (OMP)

Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran sitoplasma dan
lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian
yaitu protein porin dan protein nonporin. Porin merupakan komponen utama OMP, terdiri atas protein
OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM <
6000. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85–100°C. Protein nonporin
terdiri atas protein OMP A, protein a dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi
fungsinya masih belum diketahui dengan jelas.

Salah satu kelemahan yang amat penting dari penggunaan uji widal sebagai sarana penunjang diagnosis
demam typhpid yaitu spesifitas yang agak rendah dan kesukaran untuk menginterpretasikan hasil
tersebut, sebab banyak factor yang mempengaruhi kenaikan titer. Selain itu antibodi terhadap antigen H
bahkan mungkin dijumpai dengan titer yanglebih tinggi, yang disebabkan adanya reaktifitas silang yang
luas sehingga sukar untuk diinterpretasikan. Dengan alas an ini maka pada daerah endemis tidak
dianjurkan pemeriksaan antibodi H S.typhi, cukup pemeriksaan titer terhadap antibodi O S.typhi.

Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640.

· Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+).

· Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer. Jika ada,
maka dinyatakan (+).

· Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasiendengan
gejala klinis khas.

Interprestasi tes widal harus memperhatikan beberapa factor yaitu sensitivitas, stadium penyakit; factor
penderita seperti status imunitas dan status gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibody;
gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non-endemis); factor antigen;
teknik serta reagen yang digunakan.
Tes Widal mempunyai sensitivitas dan spesifisitas moderat (± 70%), dapat negative palsu pada 30%
kasus demam tifoid dengan kultur positif.

Tes Widal negative palsu dapat terjadi pada:

1. Carrier tifoid

2. Jumlah bakteri hanya sedikit sehingga tidak cukup memicu produksi antibody pada host.

3. Pasien sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya

Tes Widal positif palsu dapat terjadi pada:

1. Imunisasi dengan antigen Salmonella

2. Reaksi silang dengan Salmonella non tifoid

3. Infeksi malaria, dengue atau infeksi enterobacteriaceae lain

3.Teori:

Diagnosis demam tifoid sering ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis dan tes serologis saja. Uji
Widal merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat ini masih digunakan secara luas, khususnya di
negara berkembang termasuk Indonesia. Widal adalah uji diagnosis serologi untuk demam enterik yang
ditemukan pada tahun 1896 oleh Georges Fernand Isidore Widal. Reaksi aglutinasi ini menunjukkan
adanya lipopolisakarida (LPS),somatik (O) dan flagella (H) dari Salmonella thypii dalam serum dari pasien
yang menggunakan suspensi O dan H antigen. Kit komersil yang tersedia adalah untuk antigen
Salmonella thypii para-A, B dan C. Salah satu kelemahan utama dari uji widal adalah reaktivitas silang
karena yang beberapa bakteri lain yang memiliki genus sama sering menghasilkan hasil positif palsu,
sehingga hasil positif harus berkorelasi secara klinis sebelum meresepkan obat.Jadi, tes widal adalah
pilihan untuk demam tifoid terutama di daerah pedesaan (Aziz dan Haque, 2012).

Uji Widal ada dua macam yaitu uji Widal tabung yang membutuhkan waktu inkubasi semalam dan uji
Widal peluncuran yang hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit saja. Umumnya sekarang lebih
banyak digunakan uji Widal cara meluncurkan, karena merupakan uji serologis yang cepat dan mudah
dalam melaksanakannya. Sensitivitas dan terutama spesifisitas tes ini amat dipengaruhi oleh jenis
antigen yang digunakan. Menurut beberapa peneliti uji Widal yang menggunakan antigen yang dibuat
dari jenis strain kuman asal daerah endemis (lokal) memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang secara
bermakna lebih tinggi daripada bila dipakai antigen yang berasal dari strain kuman asal luar daerah
endemis (impor) (Baron et al.,1994). Uji Widal sampai sekarang masih digunakan secara luas terutama di
negara berkembang termasuk Indonesia. Walaupun mempunyai banyak keterbatasan dan penafsiran uji
Widal, untuk menegakkan diagnosis demam tifoid harus hati-hati karena beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaannya. Yaitu antara lain keadaan gizi, saat pemeriksaan, pengobatan
antibiotica yang mendahuluinya, daerah endemis, status imunologis, vaksinasi, penggunaan obat
imunosupresif, reaksi silang serta teknik pemeriksaan (Pang et al.,1997).

Kegunaan uji Widal untuk diagnosis demam tifoid masih kontroversial di antara para ahli karena hasil
yang berbeda-beda. Uji Widal bernilai diagnosis yang tinggi untuk demam tifoid (94,3%), asalkan dapat
diketahui titer antibodi di orang normal dan penderita demam nontifoid. Pang dan Puthucheary
mengatakan bahwa uji Widal masih merupakan pilihan cara yang praktis sehubungan kesulitan dalam
memeriksa bakteri di negara berkembang (Pang et al.,1997). Hampir semua ahli sepakat bahwa
kenaikan titer aglutinin 4 kali terutama aglutinin O atau aglutinin H dalam jangka waktu 5–7 hari bernilai
diagnostik amat penting untuk demam tifoid. Sebaliknya peningkatan titer aglutinin yang tinggi pada
satu kali pemeriksaan Widal terutama aglutinin H tidak memiliki arti diagnostik yang penting untuk
demam tifoid. Namun demikian, masih dapat membantu menegakkan diagnosis demam tifoid di
penderita dewasa yang berasal dari daerah nonendemik atau anak umur kurang dari 10 tahun dari
daerah endemik. Sebab di kelompok penderita ini kemungkinan terkena S.typhi dalam dosis
subterinfeksi masih amat kecil. Di orang dewasa atau anak di atas 10 tahun yang bertempat tinggal di
daerah endemik kemungkinan untuk menelan S. typhi dalam dosis subterinfeksi lebih besar, sehingga uji
Widal dapat memberikan ambang atas titer rujukan yang berbeda-beda antar daerah endemik yang satu
dengan yang lainnya. Bergantung dari derajat endemisnya dan juga perbedaan keadaan antara anak di
bawah umur 10 tahun dan orang dewasa. Uji Widal masih diperlukan untuk menunjang diagnosis
demam tifoid, ambang atas titer rujukannya baik anak maupun orang dewasa perlu ditentukan. Besar
titer antibodi yang bermakna untuk diagnosis demam tifoid di lndonesia belum terdapat kesesuaian.
Dari hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa kegunaan uji Widal untuk diagnosis demam tifoid
bergantung prosedur yang digunakan di masing-masing rumah sakit atau laboratorium. Uji Widal
dianggap positif bila titer antibodi 1/160, baik untuk aglutinin O maupun H dengan kriteria diagnostik
tunggal atau gabungan. Bila dipakai kriteria tunggal maka aglutinin O lebih bernilai diagnostik daripada
aglutinin H (Handojo, I, 1982).

Antibodi (immunoglobulin) adalah sekelompok lipoprotein dalam serum darah dan cairan jaringan pada
mamalia. Antibodi memiliki lebih dari satu tempat pengkombinasian antigen. Kebanyakan antibodi
makhluk hidup mempunyai 2 tempat pengkombinasian yang disebut bivalen. Beberapa antibodi bivalen
dapat membenuk beraneka antibodi yang mempunyai lebih dari 10 tempat pengkombinasian antigen
(Volk Wheeler, 1984).

Antigen adalah bahan yang asing untuk badan, terdapat dalam manusia atau organisme multiseluler lain
yang dapat menimbulkan pembentukan antibodi terhadapnya dan dengan antibodi itu antigen dapat
bereaksi dengan khas. Sifat antigenik dapat ditentukan oleh berat molekulnya. Salmonella dan jenis-
jenis lainnya dalam familyEnterobacteriaceae mempunyai beberapa jenis antigen, yaitu antigen O
(somatik), H (Flagella), K (Kapsul) dan Vi (Virulen) (Volk Wheeler, 1984).

1. Antigen O
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman. Struktur kimianya terdiri dari
lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100°C selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang
encer (Baronet al.,1994).

2. Antigen H

Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi dan berstruktur kimia
protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki beberapa Salmonella lain.
Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu 60°C dan pada pemberian alkohol atau asam (Baron
et al.,1994).

3. Antigen Vi

Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang melindungi kuman dari fagositosis dengan
struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60°C, dengan pemberian
asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui adanya karier (Baron et al.,1994).

4. Outer Membrane Protein (OMP)

Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran sitoplasma dan
lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian
yaitu protein porin dan protein nonporin. Porin merupakan komponen utama OMP, terdiri atas protein
OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM <
6000. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85–100°C. Protein nonporin
terdiri atas protein OMP A, protein a dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi
fungsinya masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen OMP S typhi yang
sangat spesifik yaitu antigen protein 50 kDa/52 kDa (Baron et al.,1994).

Reaksi widal adalah reaksi serum (sero-test) untuk mengetahui ada tidaknya antibodi terhadap
Salmonella thypii dengan jalan mereaksikan serum seseorang dengan antigen O, H, dan Vi dari
laboratorium. Bila terjadi aglutinasi, maka reaksi widal positif, berarti serum orang tersebut mempunyai
antibodi terhadap Salmonella thypii, baik setelah vaksinasi, setelah sembuh dari penyakit tipus ataupun
sedang menderita tipus. Reaksi widal negatif artinya tidak memiliki antibodi terhadap Salmonella thypii
(tidak terjadi aglutinasi). Berdasarkan hasil pengamatan pada pengenceran 1 : 160 tidak terjadi
aglutinasi berarti penderita tidak memiliki antibodi terhadap Salmonella thypii(hasilnya negatif). Jika
hasilnya positif terjadi adanya endapan pasir, sedangkan jika hasilnya negatif maka tetap jernih. Adanya
aglutinasi menandakan bahwa penderita positif terinfeksi Salmonella thypii yang dapat dilihat Pada
serum 20 μl, titer Ab + 1/80 = infeksi ringan (Volk and Wheeler, 1984).

PEMBAHASAN

Uji widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunkan sejak tahun 1986. Uji widal adalah
prosedur uji serologi untuk nmendeteksi bakteri Salmonella sp enteric yang mengakibatkan typoid.
Tekhnik pemeriksaan uji widal dapat dilakukan dengan dua metode yaitu uji hapusan/ peluncuran (slide
test) dan uji tabung (tube test). Perbedaannya, uji tabung membutuhkan waktu inkubasi semalam
karena membutuhkan teknik yang lebih rumit dan uji widal peluncuran hanya membutuhkan waktu
inkubasi 1 menit saja yang biasanya digunakan dalam prosedur penapisan. Umumnya sekarang lebih
banyak digunakan uji widal peluncuran. Sensitivitas dan spesifitas tes ini amat dipengaruhi oleh jenis
antigen yang digunakan.

Uji ini didasarkan pada reaksi aglutinasi antara antigen dalam reagen terhadap antibody pada serum
penderita demam typoid. Reaksi aglutinasi ini didasarkan pada kenaikan titer, dimana titer awal atau
yang biasa disebut aglutinasi awal yaitu 1/80 yaitu 40ul reagen + 20ul serum penderita. Apabila terjadi
aglutinasi (+) maka dapat dianjutkan dengan pemeriksaan titer berikutnya yaitu 1/160 yaitu 40ul reagen
+ 10ul serum penderita, apabila diperoleh hasil positif, dilanjutkan lagi pada titer berikutnya yaitu 1/320
yatu 40ul reagen +5ul serum penderita, ini adalah titer tertinggi. Apabila telah mencapai titer 1/320
maka dapat di fonis menderita demam tifoid. Namun apabila baru mencapai titer 1/80, untuk pasien
yang pernah menderita demam typoid maka ini merupakan titer normal, tetapi untuk pasien yang
belum pernah mengalami demam typoid maka perlu dilakukan pemerikasaan berikutnya pada 5-7 hari,
untuk melihat apakah ada peningkatan titer atau tidak. Untuk titer 1/160, untuk pasien yang pernah
mengalami demam tifoid maka perlu dilakukan pemeriksaan dalam jangka waktu 5-7 hari untuk meluhat
kenaikan titernya, namun untuk pasien yang belum pernah mengalami demam typoid maka sudah dapat
dikatakan (+) typoid. Lalu berlanjut pada titer 1/320.

Untuk pemeriksan uji widal metode slide, pemeriksaan tidak boleh dilakukan apabila telah melewati 1
menit setelah pencampura reagen dan serum karena dapta menghasilkan nilai postif palsu yang
dikarenakan apabila lebih dari 1 menit, antibody yang seharusnya tidak berikatan akan berikatan
sehingga terbentuk aglutinasi.\

Menurut beberapa peneliti uji widal yang menggunakan antigen yang dibuat dari jenis strain kuman asal
daerah endemis (local) memberikan sensitivitas dan spesifitas yang lebih tinggi daripada bila dipakai
antigen yang berasal dari strain kuman asal luar daerah enddemis (import).

Dari hasil pemriksaan diperoleh hasil negative (-) atau tidak terjadi aglutinasi pada pemeriksaan yang
menunjukan bahwa pasien tidak mengalami demam typoid atau sama sekali belum penah mengalami
demam typoid.

PEMBAHASAN

Antigen pada Salmonella paratyphi A-H terjadi aglutinasi maka hasil positif (+) 1/80

Antigen pada Salmonella paratyphi B-H tidak terjadi aglutinasi maka hasil negatif(-)

Antigen pada Salmonella paratyphi C-H tidak terjadi aglutinasi maka hasil negatif(-)

Antigen pada Salmonella paratyphi A-O terjadi aglutinasi maka hasil positif (+) 1/80

Antigen pada Salmonella paratyphi B-O tidak terjadi aglutinasi maka hasil negatif (-)
Antigen pada Salmonella paratyphi C-O tidak terjadi aglutinasi maka hasil negatif (-)

V. PEMBAHASAN

Uji widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunkan sejak tahun 1986. Uji widal
adalah prosedur uji serologi untuk nmendeteksi bakteri Salmonella sp enteric yang mengakibatkan
typoid.

Tekhnik pemeriksaan uji widal dapat dilakukan dengan dua metode yaitu uji hapusan/ peluncuran
(slide test) dan uji tabung (tube test). Perbedaannya, uji tabung membutuhkan waktu inkubasi
semalam karena membutuhkan teknik yang lebih rumit dan uji widal peluncuran hanya
membutuhkan waktu inkubasi 1 menit saja yang biasanya digunakan dalam prosedur penapisan.
Umumnya sekarang lebih banyak digunakan uji widal peluncuran. Sensitivitas dan spesifitas tes ini
amat dipengaruhi oleh jenis antigen yang digunakan.

Uji ini didasarkan pada reaksi aglutinasi antara antigen dalam reagen terhadap antibody pada serum
penderita demam typoid. Reaksi aglutinasi ini didasarkan pada kenaikan titer, dimana titer awal atau
yang biasa disebut aglutinasi awal yaitu 1/80 yaitu 40ul reagen + 20ul serum penderita. Apabila
terjadi aglutinasi (+) maka dapat dianjutkan dengan pemeriksaan titer berikutnya yaitu 1/160 yaitu
40ul reagen + 10ul serum penderita, apabila diperoleh hasil positif, dilanjutkan lagi pada titer
berikutnya yaitu 1/320 yatu 40ul reagen +5ul serum penderita, ini adalah titer tertinggi. Apabila telah
mencapai titer 1/320 maka dapat di fonis menderita demam tifoid. Namun apabila baru mencapai
titer 1/80, untuk pasien yang pernah menderita demam typoid maka ini merupakan titer normal,
tetapi untuk pasien yang belum pernah mengalami demam typoid maka perlu dilakukan
pemerikasaan berikutnya pada 5-7 hari, untuk melihat apakah ada peningkatan titer atau tidak. Untuk
titer 1/160, untuk pasien yang pernah mengalami demam tifoid maka perlu dilakukan pemeriksaan
dalam jangka waktu 5-7 hari untuk meluhat kenaikan titernya, namun untuk pasien yang belum
pernah mengalami demam typoid maka sudah dapat dikatakan (+) typoid. Lalu berlanjut pada titer
1/320.

Untuk pemeriksan uji widal metode slide, pemeriksaan tidak boleh dilakukan apabila telah melewati 1
menit setelah pencampura reagen dan serum karena dapta menghasilkan nilai postif palsu yang
dikarenakan apabila lebih dari 1 menit, antibody yang seharusnya tidak berikatan akan berikatan
sehingga terbentuk aglutinasi.\

Menurut beberapa peneliti uji widal yang menggunakan antigen yang dibuat dari jenis strain kuman
asal daerah endemis (local) memberikan sensitivitas dan spesifitas yang lebih tinggi daripada bila
dipakai antigen yang berasal dari strain kuman asal luar daerah enddemis (import).

Anda mungkin juga menyukai