Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

IMUNOLOGI

PEMERIKSAAN WIDAL

OLEH
NAMA : RIZKY ARISKA NINGSIH
NIM : 1801072
KELOMPOK : TIGA (3)
TANGGAL : 30 APRIL 2020
DOSEN : RAHMAYATI RUSNEDY, M.Si,Apt
ASISTEN : 1. DHEA ANANDA
2. YULINDA ANGGRAINI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

2020
OBJEK 5

PEMERIKSAAN WIDAL

I. TUJUAN PRAKTIKUM

Untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi
dalam serum.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Salmonella sering bersifat pathogen untuk manusia atau hewan jika masuk ke dalam
tubuh melalui mulut. Bakteri ni ditularkan dari hewan atau produk hewan kepada manusia, dan
menyebabkan enteris, infeksi sistemik dan demam enteric. Salmonella merupakan bakteri Gram
(-) batang, tidak berkapsul dan bergerak dengan flagel peritrich. (Soemarno, 2000).

Panjang Salmonella bervariasi, kebanyakan spesies kecuali Salmonella


pullorumgallinarum dapat bergerak dengan flagel peritrich, bakteri ini mudah tumbuh pada
pembenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan laktosa dan sukrosa. Bakteri ini
termasuk asam dan kadang – kadang gas dari glukosa dan maltosa, dan biasanya membentuk
H2S. Bakteri ini dapat hidup dalam air beku untuk jangka waktu yang cukup lama. Salmonella
resisten terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brilliant, natrium tetratrionat, dan
natrium desoksikolat) yang menghambat bakteri enteric lainnya. Oleh karena itu senyawa ini
bermanfaat untuk dimasukkan dalam pembenihan yang dipakai untuk mengisolasi Salmonella
dari tinja (Jawetz, dkk. 1996).

Salmonella pada umumnya harus diidentifikasikan dengan analisa antigenik seperti


Enterobacteriaceae yang lain. Salmonella mempunyai antigen O dan antigen H, tetapi beberapa
diantaranya ada yang memiliki antigen Vi. Antigen ini dapat mengganggu aglutinasi O atau anti
serum O dan berhubungan dengan virulensi. Bagian paling luar dari dinding sel lipopolisakarida
salah satunya adalah antigen O, yang terdiri dari satuan-satuan lipopolisakarida yang berulang,
sehingga jika kehilangan antigen ini mengakibatkan bentuk koloni yang seharusnya menjadi
kasar. Antigen H terletak pada flagel dan jika kehilangan antigen H dapat mengakibatkan
Salmonella ini tidak dapat bergerak. Kedua antigen ini dapat digunakan untuk identifikasi
Salmonella (Jawetz et al., 1974).

Serologi adalah ilmu yang mempelajari prosedur-prosedur diagnostik dan eksperimental


yang berhubungan dengan imunologi dan menyangkut reaksi-reaksi serum. Tes-tes serologi ini
digunakan untuk identifikasi mikroorganisme-mikroorganisme, dan menunjukan antibodi
didalam serum dari hospes pada penyakit-penyakit tertentu dimana penyebab penyakit tidak
dapat diisolasi, penemuan spesifik antibodi adalah penting sekali untuk membantu diagnosa.
Salah satu teknik serologi yang bersifat lebih sensitif dibandingkan dua metode serologi yang
diuraikan terlebih dahulu. Enzyme linked immunisorbent assay, disingkat ELISA telah banyak
mengalami peubahan sejak pertama kali teknik ini dipublikasikan ciri utama teknik ini adalah
dipakai indikator enzim untuk reaksi imunologi. ELISA telah berkembang sampai pada tingkatan
yang sangat sulit untuk membuat generasi tentang kemampuan kinerja berbagai konfigrasi.
Konfigurasi yang paling umum mengunakan substrat padat (Baron et al.,1994).
Uji widal merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat ini masih digunakan
secara luas, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Uji widal dapat dilakukan
dengan metode tabung atau dengan metode peluncuran (slide). Uji widal dengan metode
peluncuran dapat dikerjakan lebih cepat dibandingkan dengan uji widal tabung, tetapi ketepatan
dan spesifisitas uji widal tabung lebih baik dibandingkan dengan uji widal peluncuran
(Wardhani, 2005).

Antigen merupakan suatu substansi yang dapat merangsang hewan atau manusia untuk
membentuk protein yang dapat berikatan dengannya dengan cara spesifik. Antibodi merupakan
suatu substansi yang dihasilkan sebagai jawaban (respon) terhadap antigen yang reaksinya
spesifik terhadap antigen tersebut. Antibodi yang dihasilkan tadi hanya akan bereaksi dengan
antigennya atau dengan antigen lain yang mempunyai persamaan dekat dengan antigen pertama.
Antibodi yang terdapat dalam cairan tubuh biasanya disebut antibodi humoral dan beberapa
diantaranya dapat menghasilkan reaksi yang dapat dilihat dengan mata (visibel). Antibodi
spesifik dibentuk di dalam sel tertentu yang bereaksi secara spesifik dan langsung terhadap
antigen. Antibodi semacam ini dikenal sebagai antigen seluler (Soenarjo, 1989).

Aglutinasi merupakan reaksi serologi klasik yang dihasilkan gumpalan suspensi sel oleh
sebuah antibodi spesifik yang secara tidak langsung meyerang spesifik antigen. Beberapa uji
telah digunakan secara luas untuk mendeteksi antibodi yang menyerang penyakit yang dihasilkan
mikroorganisme pada serum dalam waktu yang lama. Fase pertama aglutinasi adalah penyatuan
antigen-antibodi terjadi seperti pada presipitasi dan tergantung pada kekuatan ion, pH dan suhu.
Fase kedua yaitu pembentukan kisi-kisi tergantung pada penanggulangan gaya tolak
elektrostatik partikel-partikel (Olopoenia dan King, 1999).

Antigen adalah bahan yang asing untuk badan, terdapat dalam manusia atau organisme
multiseluler lain yang dapat menimbulkan pembentukan antibodi terhadapnya dan dengan
antibodi itu antigen dapat bereaksi dengan khas. Sifat antigenik dapat ditentukan oleh berat
molekulnya. Salmonella dan jenis-jenis lainnya dalam familyEnterobacteriaceae mempunyai
beberapa jenis antigen, yaitu antigen O (somatik), H (Flagella), K (Kapsul) dan Vi (Virulen)
(Volk Wheeler, 1984).
1.   Antigen O
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman. Struktur
kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100°C
selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang encer (Baronet al.,1994).
2. Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi
dan berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga
dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu
60°C dan pada pemberian alkohol atau asam (Baron et al.,1994).
3. Antigen Vi
Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang melindungi kuman
dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1
jam pada suhu 60°C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk
mengetahui adanya karier (Baron et al.,1994).
4. Outer Membrane Protein (OMP)
Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran
sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya.
OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein nonporin. Porin merupakan
komponen utama OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan
saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya resisten
terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85–100°C. Protein nonporin terdiri atas
protein OMP A, protein a dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi
fungsinya masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen
OMP S typhi yang sangat spesifik yaitu antigen protein 50 kDa/52 kDa (Baron et
al.,1994).
Reaksi widal adalah reaksi serum (sero-test) untuk mengetahui ada tidaknya
antibodi terhadap Salmonella thypii dengan jalan mereaksikan serum seseorang dengan
antigen O, H, dan Vi dari laboratorium. Bila terjadi aglutinasi, maka reaksi widal positif,
berarti serum orang tersebut mempunyai antibodi terhadap Salmonella thypii, baik setelah
vaksinasi, setelah sembuh dari penyakit tipus ataupun sedang menderita tipus. Reaksi
widal negatif artinya tidak memiliki antibodi terhadap Salmonella thypii (tidak terjadi
aglutinasi). Berdasarkan hasil pengamatan pada pengenceran 1 : 160 tidak terjadi
aglutinasi berarti penderita tidak memiliki antibodi terhadap Salmonella thypii(hasilnya
negatif). Jika hasilnya positif terjadi adanya endapan pasir, sedangkan jika hasilnya negatif
maka tetap jernih. Adanya aglutinasi menandakan bahwa penderita positif
terinfeksi Salmonella thypii yang dapat dilihat Pada serum 20 μl, titer Ab + 1/80 = infeksi
ringan (Volk and Wheeler, 1984).

III. ALAT DAN BAHAN

Alat dan Bahan :

- Pipet serologi
- Slide
- Tabung
- Tes tube kecil 75 x 12 mm
- Reged Febrile test slide
- Serum
- Kontrol positif
III. CARA KERJA

A. Slide Aglutinasi

1. Gunakan pipet khusus untuk tiap pengenceran, sejumlah serum ditambahkan di atas
lingkaran slide berdiameter 27 mm : 0,08 ml 0,04 ml 0,02 ml 0,01 ml 0,005 ml.

2. Antigen yang telah tersuspensi sepenuhnya ditambahkan sebanyak tetes tepat pada
lingkaran slide.

3. Campur dan ratakan ke seluruh permukaan dalam lingkaran.

4. Dengan perlahan dan sering, guncang dan pitar tes slide selana 1 menit hingga terlihat
adanya aglutinasi.

5. Hasil yang diperoleh dicocokkan dengan titer tabung aglutinasi berturut - turut

1:20 1:40 1:80 1:160 1:320

80 µL 40 µL 20 µL 10 µL 5 µL

Dianjurkan mencocokkan hasil titrasi slide dengan teknik tabung.

B. Tube aglutination

1. Siapkan sebuah rak dengan 10 tabung.

2. Tambahkan 1,9 ml saline pada tabung 1 dan 0,1 ml saline pada tiap tabung lainnya.

3. Tambahkan 0,1 ml serum pasien pada tabung 1, campurkan dengan baik.

4. Ambil 0,1 ml dari tabung 1 dan pindahkan pada tabung 2, lanjutkan pengencern secara
serial sampai tabung 9, lalu buang 1 ml dari tabung 9.

5. Tambahkan 1 tetes suspensi antigen yang telah dicampur homogen pada masing-
masing tabung.

6. Jangan mencampur suspensi sebelum dipakai.


7. Tabung 1 sampai 9 sekarang mengandung serum yang diencerkan dari 1/20 sampai
1/5120.

8. Tabung 10 hanya mengandung saline dan antigensebagai antigen kontrol.

9. Camput sampau homogrn dan inkubasi pada suhu berikut, kemudian periksa adanya
aglutinasi.

10. Titrasi antigen O pada suhu 50oC selama 4 jam.

11. Titrasi antigen H pada suhu 50oC selama 2 jam.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Kel Kode Serum Reagen Hasil

1 F O 1:160
H 1:320
2 F AO 1:320
AH 1:160
3 F BO 0
BH 1:160
4 F CO 1:20
CH 1:160
5 C CO 1:160
CH 1:20
6 C BO 1:80
BH 1:120
7 C AO 1:160
AH 1:160
8 C O 1:160
H 1:160

B. Pembahasan
Praktikum kali ini adalah melakukan uji widal yang merupakan salah satu test
untuk mendukung diagnosis terhadap infeksi bakteri Salmonella yang dapat
menyebabkan demam typhoid. Metode yang digunakan adalah metode metode lempeng
(slide aglutination test/TAT) dan metode tabung (tube aglutination test/TAT).
Perbedaannya, uji tabung membutuhkan waktu inkubasi semalam karena membutuhkan
teknik yang lebih rumit dan uji widal slide hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit
saja yang biasanya digunakan dalam prosedur penapisan. Umumnya sekarang lebih
banyak digunakan uji widal slide karena cepat dan praktis. Sensitivitas dan spesifitas tes
ini amat dipengaruhi oleh jenis antigen yang digunakan. Untuk pemeriksan uji widal
metode slide, pemeriksaan tidak boleh dilakukan apabila telah melewati 1 menit setelah
pencampura reagen dan serum karena dapat menghasilkan nilai postif palsu yang
dikarenakan apabila lebih dari 1 menit, antibody yang seharusnya tidak berikatan akan
berikatan sehingga terbentuk aglutinasi.
Sampel berupa serum yang ditetesi dengan antigen Salmonella yaitu 4 anTigen
O + 4 antigen H (O, AO, BO, CO dan H, AH, BH, CH) yang artinya 8 tetes/plate atau
lingkaran slide yang digunakan. Pada uji slide titer hanya dilakukan sampai pengenceran
1/320 karena pada pengenceran ini sudah dapat dianggap sebagai data kuat untuk
mendukung diagnosis tifoid, pada praktikum yang dilakukan hanya pada pengenceran ini
untuk menghemat waktu pengerjaan agar lebih singkat
Uji ini didasarkan pada reaksi aglutinasi antara antigen dalam reagen terhadap
antibody pada serum penderita demam typoid. Reaksi aglutinasi ini didasarkan pada
kenaikan titer, dimana titer awal atau yang biasa disebut aglutinasi awal yaitu 1/80 yaitu
40ul reagen + 20ul serum penderita. Apabila terjadi aglutinasi (+) maka dapat dianjutkan
dengan pemeriksaan titer berikutnya yaitu 1/160 yaitu 40ul reagen + 10ul serum
penderita, apabila diperoleh hasil positif, dilanjutkan lagi pada titer berikutnya yaitu
1/320 yatu 40ul reagen +5ul serum penderita, ini adalah titer tertinggi. Apabila telah
mencapai titer 1/320 maka dapat di fonis menderita demam tifoid. Namun apabila baru
mencapai titer 1/80, untuk pasien yang pernah menderita demam typoid maka ini
merupakan titer normal, tetapi untuk pasien yang belum pernah mengalami demam
typoid maka perlu dilakukan pemerikasaan berikutnya pada 5-7 hari, untuk melihat
apakah ada peningkatan titer atau tidak. Untuk titer 1/160, untuk pasien yang pernah
mengalami demam tifoid maka perlu dilakukan pemeriksaan dalam jangka waktu 5-7 hari
untuk meluhat kenaikan titernya, namun untuk pasien yang belum pernah mengalami
demam typoid maka sudah dapat dikatakan (+) typoid. Lalu berlanjut pada titer 1/320.
Hasil yang diperoleh yaitu Pada serum kelompok satu kode F dengan reagen O
aglutinasi terjadi pada pengenceran 1:160 dan reagen H aglutinasi terjadi pada
pengenceran 1:320. Pada serum kelompok dua kode F dengan reagen AO aglutinasi
terjadi pada pengenceran 1:320 dan reagen AH aglutinasi terjadi pada pengenceran 1:160.
Pada serum kelompok tiga kode F dengan reagen BO tidak terjadi aglutinasi dan reagen
BH aglutinasi terjadi pada pengenceran 1:160. Pada serum kelompok empat kode F
dengan reagen CO aglutinasi terjadi pada pengenceran 1:20 dan reagen CH aglutinasi
terjadi pada pengenceran 1:160. Pada serum kelompok lima kode C dengan reagen CO
aglutinasi terjadi pada pengenceran 1:160 dan reagen CH aglutinasi terjadi pada
pengenceran 1:20. Pada serum kelompok enam kode C dengan reagen BO aglutinasi
terjadi pada pengenceran 1:80 dan reagen BH aglutinasi terjadi pada pengenceran 1:160.
Pada serum kelompok tujuh kode C dengan reagen AO aglutinasi terjadi pada
pengenceran 1:160 dan reagen AH aglutinasi terjadi pada pengenceran 1:160. Pada serum
kelompok enam kode C dengan reagen O aglutinasi terjadi pada pengenceran 1:160 dan
reagen H aglutinasi terjadi pada pengenceran 1:160.
Adanya hasil negatif (tidak terjadi aglutinasi) pada hasil praktikum
menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara antigen dengan antibodi. Antibodi
dapat menimbulkan penolakan sehingga interaksi tidak terjadi. Proses penolakan ini
dapat terjadi dalam dua bentuk yatitu penolakan hiperakut terjadi bila antibodi anti donor
yang terbentuk sebelumnya sudah ada di dalam sirkulasi resipien serta pada individu
yang tidak dibuat peka, antibodi humoral anti-HLA berkembang bersama penolakan yang
diperantarai sel T. Antibodi ini penting sekali dalam penghantaran penolakan akut
lambat, pada resipien yang telah diobati dengan obat-obatan imunosupresif setelah
pencangkokan
Pada test widal sendiri memiliki beberapa kelemahan yaitu rendahnya
sensitivitas dan spesifitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil, akan tetapi uji widal
yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid. Saat ini
walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan
dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakata akan nilai standar aglutinasi.
Beberapa hal yang sering disalah artikan :
a. Pemeriksan widal positif dianggap ada kuman dalam tubuh, hal ini pengertian yang
salah. Uji widal hanya menunjukkan adanya antibody terhadap bakteri Salmonella.
b. Pemeriksaan widal yang hilang setelah pengobatan dan menunjukkan hasil positif
dianggap masih menderita tifus, hal ini juga pengertian yang salah. Setelah seseorag
menderita tifus dan mendapatakan pengobatan, hasil uji widal tetap postif untuk
waktu yang lama sehingga uji widal tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk
menyatakan kesembuhan.

Interpretasi dari uji widal ini harus memperhatikan beberapa faktor antara lain :
sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit, faktor penderita seperti status imunitas dan
status gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi, gambaran imunologis dari
masyarakat setempat (daerah endemis atau non-endemis), faktor antigen, teknik serta
reagen yang digunakan.

Tes Widal mempunyai sensitivitas dan spesifisitas moderat (± 70%), dapat negatif
palsu pada 30% kasus demam tifoid dengan kultur positif.

Tes widal negatif palsu dapat terjadi pada :

1. Carrier tifoid
2. Jumlah bakteri hanya sedikit sehingga tidak cukup memicu produksi antibody pada
host.
3. Pasien sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya

Tes Widal positif palsu dapat terjadi pada :

1. Imunisasi dengan antigen Salmonella


2. Reaksi silang dengan Salmonella non tifoid
3. Infeksi malaria, dengue atau infeksi enterobacteriaceae lain.
V. KESIMPULAN

1. Serologi adalah ilmu yang mempelajari prosedur-prosedur diagnostik dan eksperimental


yang berhubungan dengan imunologi dan menyangkut reaksi-reaksi serum.
2. Uji widal adalah uji serologis yang merupakan salah satu test untuk mendukung diagnosis
terhadap infeksi bakteri Salmonella yang dapat menyebabkan demam typhoid.
3. Uji widal didasarkan pada reaksi aglutinasi antara antigen dalam reagen terhadap
antibody pada serum penderita demam typoid
4. Ada dua metode yang digunakan dalam uji widal, yaitu metode slide dan metode tabung.
5. Metode slide membutuhkan waktu lebih cepat daripada metode tabung, tetapi ketepatan
dan spesifisitas metode tabung lebih baik dibandingkan dengan metode slide.
6. Antigen merupakan suatu substansi yang dapat merangsang hewan atau manusia untuk
membentuk protein yang dapat berikatan dengannya dengan cara spesifik.
7. Adanya hasil negatif (tidak terjadi aglutinasi) pada hasil praktikum menunjukkan bahwa
tidak terjadi interaksi antara antigen dengan antibodi.
8. Uji widal memiliKI kelemahan yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifitas serta sulitnya
melakukan interpretasi hasil.
VI. JAWABAN PERTANYAAN

9. Jelaskan pengaruh faktor-faktor dibawah ini terhadap interpretasi dari uji widal?
a. Stadium penyakit  semakin tinggi stadium penyakit, semakin banyak antibody dala
tubuh Salmmonella sehingga hasil tes positif akan semakin akurat.
b. Faktor penderita  status imunitas dan status gizi. Gizi buruk yang menurunkan daya
tahan tubuh sehingga hasilnya negatif, hasil Widal negatif juga belum tentu
menandakan seseorang tidak menderita tifus.
c. Gambaran imunologis masyarakat setempat (daerah endemis atau non endemis).
Menurut beberapa peneliti uji Widal yang menggunakan antigen yang dibuat dari
jenis strain kuman asal daerah endemis (lokal) memberikan sensitivitas dan
spesifisitas yang secara bermakna lebih tinggi daripada bila dipakai antigen yang
berasal dari strain kuman asal luar daerah endemis (impor
d. Faktor antigen  Sensitivitas dan terutama spesifisitas tes ini amat dipengaruhi oleh
jenis antigen yang digunakan. Antigen O lebih bernilai diagnostik daripada antigen H.
e. Teknik dan reagen yang digunakan  Mutu hasil pemeriksaan laboratorium sangat
dipengaruhi oleh kualitas reagensia, sebab apabila kualitas reagensianyatidak baik
maka hasil pemeriksaan yang diperolehpun tidak dapat dipertanggungjawabkan.
10. Jelaskan kelebihan dan kekurangan metode-metode uji yang dapat digunakan pada
pemeriksaan widal!
a. Metode slide
Kelebihan : uji widal slide hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit saja.
Kekurangan : tetapi ketepatan dan spesifitas metode kurang baik dari pada metode
tabung
b. Metode tabung
Kelebihan : dapat digunakan untuk kombinasi hasil dari metode hapusan,
ketepatan dan spesifitas metode tabung lebih baik dari metode slide.
Kekurangan : uji tabung membutuhkan waktu inkubasi semalam karena teknik
yang lebih rumit.
11. Jelaskanlah kapan waktu yang tepat dilakukan pemeriksaan widal terhadap pasien
yang diduga terinfeksi salmonella typhi?
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, jika dua hal tersebut menunjukkan
penderita terinfeksi salmonella typhi, maka dilakukan uji widal sebagai tes penunjang
diagnosis.
12. Apakah uji widal merupakan pemeriksaan yang paling akurat dalam menegakkan
diagnosa demam tifoid?? Berikan alasannya
Tidak, uji widal hanya digunakan sebagai bahan penunjang diagnosis. Diagnosis demam
tifoid umumnya dapat ditentukan setelah dilakukan wawancara medis yang mendetail,
pemeriksaan fisik lengkap, dan pemeriksaan penunjang. Yang paling penting adalah
anamnesis dan pemeriksaan fisik, karena pemeriksaan laboratorium (uji widal) bisa saja
menimbulkan kesalahan interpretasi. Seseorang bisa saja mendapatkan hasil positif pada
tes Widal meski tidak menderita tifus. Hal ini bisa terjadi bila pasien adalah pembawa
(karier) bakteri penyebab tifus atau belum lama melakukan vaksinasi tifus. Orang yang
belum lama sembuh dari tifus juga bisa mendapatkan hasil positif, karena antibodi
terhadap bakteri Salmonella bisa tetap berada di dalam tubuh hingga dua tahun.
13. Kenapa pada uji widal untuk penegakan diagnosa demam tifoid sering digunakan 2
reagen yang mengandung antigen O dan antigen H? apakah bisa hanya digunakan
salah satu reagen saja pada uji widal (reagen antigen O atau reagen antigen H)?
Karena bakteri Salmonella peyebab tifus mempunyai antigen O dan antigen H, tetapi
beberapa diantaranya ada yang memiliki antigen Vi. Antigen ini dapat mengganggu
aglutinasi O atau anti serum O dan berhubungan dengan virulensi.
Widal dianggap positif bila titer antibodi 1/160 untuk aglutinin O maupun H dengan
kriteria diagnostik tunggal atau gabungan. Dapat gunakan satu reagen saja namun
aglutinin O lebih bernilai diagnostik daripada aglutinin H.
14. Sebutkan antibodi (agglutinin) yang spesifik merespon terhadap komponen basil
salmonella!
Antibodi-antibodi yang mampu bereaksi dengan antigen dalam larutan salin disebut
dengan antibodi salin atau komplet yang sebagian besar terdiri atas antibodi IgM.
15. Sebutkan kriteria pasien yang mengalami gejala demam tipoid namun tidak bisa
dilakukan uji serologi “widal test”?
Pemberian antibiotika karena menghalangi respon antibodi.
DAFTAR PUSTAKA

Baron, E.J., Peterson, L.R., FinegoId, S.M. 1994. Enterobactericeae. In: Bailey and Scott’s
Diagnostic Microbiology. 9th ed. Edsitors : Carson, D.C., et al. London : The CV
Mosby Co.
Jawetz, E, J. L Melnick, and E. A. Adelberg. 1974. Review of Medical Microbiology. Canada :
Lange Medical Publication.
Jawetz, Ernest. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Olopoenia, L.A and A.L King. 1999. Widal Aglutination Test – 100 Years Later : Still Plaqued
by Controversi. Washington : Howard University.
Soemarno. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinis. Yogyakarta: Akademi Analis kesehatan
Yogyakarta.
Soenarjo. 1989. Dasar-dasar Imuno Bioreproduksi pada Hewan. Purwokerto : Fakultas
Peternakan Unsoed.
Volk, W.A. 1992. Basic Microbiology sevent Edition. New York : Harper-Collins Publishers,.
Wardhani, P. Prihatini, M.Y. 2005. Kemampuan Uji Tabung Widal Menggunakan Antigen
Import dan Antigen Lokal. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory, 12 (1) : 31-37.

Anda mungkin juga menyukai