Anda di halaman 1dari 9

SALMONELLA

Pendahululuan
Salmonella merupakan bakteri batang gram-negatif. Karena habitat aslinya yang berada di
dalam

usus

manusia

maupun

binatang,

bakteri

ini

dikelompokkan

ke

dalam

Enterobacteriaceae. Organisme yang berasal dari genus Salmonella adalah agen penyebab
berbagai infeksi, mulai dari gastroenteritis yang ringan sampai dengan demam tifoid yang
berat disertai bakteremia
Klasifikasi spesies Salmonella telah diubah dan direstruksisasi beberapa kali. Secara
tradisi, spesies Salmonella diberi nama sesuai dengan sistem magnetik Kaufmann-White
yang didefinisikan oleh berbagai kombinasi somatik antigen O, permukaan antigen Vi, dan
flagella H antigen.
Excerpt from the KauffmannWhite Scheme which Covers Over 2000 Serovars
Gro
up

Serovar

O
antigens

H
antigens
Phase 1
Phase 2

Paratyphi A

1, 2, 12

Schottmuelleri (syn.
Paratyphi B)
Typhimurium

1, 4, (5), 12
1, 4, (5), 12

b
i

1, 2
1, 2

C1

Hirschfeldii (syn.
Paratyphi C)
Choleraesuis

6, 7, (Vi)

1, 5

6, 7

(c)

1, 5

C2

Newport

6, 8

e, h

1, 2

D1

Typhi
Enteritidis
Dublin
Gallinarum
Panama

9, 12, (Vi)
1, 9, 12,
(Vi)
1, 9, 12,
(Vi)
1, 9, 12
1, 9, 12

d
g,
m
g,
p

I, v

(1,
7)

1
,
5

E1

Oxford

3, 10

1, 7

Parentheses indicate that the antigen is often not present. The Vi antigen is, strictly speaking, actually a K
antigen. The numbers in bold type indicate the antigen that characterizes the O group.

Menurut sistem CDC, genus Salmonella terdiri dari 2 spesies, masing-masing berisi
beberapa serotipe. Kedua spesies adalah S. enterica dengan beberapa spesiesnya ,dan S.
bongori yang sebelumnya dikelompokkan sebagai subspesies V. S. enterica dibagi menjadi

enam subspesies yang dirujuk dengan angka romawi dan nama. Setiap subspecies S. enterica
dibedakan dengan sifat biokimia dan juga genom. Penaamaan Salmonella yang digunakan di
CDC 2000 bisa dilihat pada tabel berikut.
Spesies
Salmonella enterica

Subspesies
S. enteric subsp. enteric (I)
S. enteric subsp. salamae (II)
S. enteric subsp. arizonae (IIIa)
S. enteric subsp. diarizonae (IIIb)
S. enteric subsp. houtenae (IV)
S. enteric subsp. indica (VI)

Salmonella bongori (V)


Terdapat lebih dari 2500 serotipe Salmonella yang dapat menginfeksi manusia.
Namun serotipe yang sering menjadi penyebab utama infeksi pada manusia adalah sebagai
berikut yaitu Salmonella paratyphi A (serogroup A), Salmonella paratyphi B (serogroup B),
Salmonella cholerasius (serogroup C1) dan Salmonella typhi (serogroup D).
Spesies Salmonella dapat dibagi kepada dua yakni spesies typhoidal dan non
typhoidal. Bagi kelompok typhoidal bisa menyebabkan demam tifoid dan untuk spesies non
thypoidal bisa menyebabkan diare atau disebut enterokolitis dan juga infeksi metastase
seperti oesteomielitis. Spesies typhoidal adalah bakteri S. typhi dan S. paratyphi dan bakteri
S. enteriditis adalah spesies non-typhoidal. Bakteri S. choleraesuis adalah spesies yang
tersering menyebabkan infeksi metastase.
Overview of the Most Important Differences between Typhoid and Enteric Salmonellae
and Salmonelloses

Parameter
Serovars

Typhoid
Enteric
salmonellae/salmonellose salmonellae/salmonellos
s
es
Typhi; Paratyphi A, B, C

Often Enteritidis and


Typhimurium; more rarely:
numerous other serovars
Infection spectrum Humans
Animals and humans
Source of infection Humans: infected persons,
Mainly livestock; possibly
chronic carriers
humans as well
Mode of infection
Oral
Oral
Transmission
Indirect: water, contaminated Indirect: contaminated food
food
Direct: smear infection

Infective dose

Small: 102103 bacteria

Incubation time
Clinical picture

13 weeks
Generalized infection.
Sepsis

Diagnosis

Identification of pathogen
in blood, stool, urine.
Antibody detection using
Gruber-Widal quantitative
agglutination reaction
Antibiotics: aminopenicillins,
4-quinolones

Therapy

Occurrence

Sporadic; usually imported


from countries with endemic
typhoid fever

Prevention

Exposure prophylaxis:
Drinking water and food
hygiene; elimination of
pathogen in chronic carriers.
Immunization prophylaxis:
Active immunization possible
(travelers)

Large: >106 bacteria; in


most cases proliferation in
food
12 days
Acute
diarrhea
with
vomiting.
Fever. Self-limiting infection
in
most cases
Identification of pathogen in
stool

Symptomatic therapy:
loperamide, replacement of
water and electrolyte losses
as required (WHO formula)
Endemic, epidemics in
small groups (family,
cafeteria, etc.) or as mass
infection
Exposure prophylaxis:
Food hygiene

Morfologi
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang pertumbuhannya anaerob fakultatif.
Salmonella tidak membentuk spora. Panjang Salmonella bervariasi. Salmonella mempunyai
flagel peritrika (peritrichous flagella) yang dapat memberikan sifat motil pada Salmonella
tersebut. Flagella mengandungi protein yang disebut flagellin yang memberi sinyal bahaya
kepada sistem kekebalan tubuh. Beberapa strain dari penelitian di Indonesia, mempunyai
flagella yang berbeda yang disebut H:z66.
Salmonella adalah organisme yang mudah tumbuh pada medium sederhana namun
hampir tidak pernah memfermentasikan laktosa dan sukrosa. Selain itu, organisme ini
membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa serta biasanya akan
menghasilkan H2S. Salmonella bisa bertahan dalam air yang membeku untuk periode yang

lama. Organisme ini juga resisten terhadap bahan kimia tertentu yang bisa menghambat
bakteri enterik yang lain.

Fisiologi
Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15-41 oC (suhu
pertumbuhan optimum 37,5oC) dan pH pertumbuhan 6-8. Pada umumnya isolate kuman
dikenal dengan sifat-sifat: gerak positif, reaksi fermentasi terhadap mannitol dan sorbitol
positif dan memberikan hasil negatif pada reaksi indol, DNase, fenilalanin deaminase, urease,
Voges Proskauer, reaksi fermentasi terhadap sukrose laktose, adonitol serta tidak tumbuh
dalam larutan KCN. Ketiga spesies Salmonella dapat dibedakan dengan reaksi biokimia di
bawah ini:
Sitrat
Ornitin dekarboksilase
Gas dari fermentasi glukosa
Fermentasi trehalosa
Dulsitol

S. choleraesuis
+
+
-

S. enteritidis
+
+
+
+
+

S. thypi
+
-

Struktur Antigen
1. Antigen Somatik (Antigen O)
Terdiri dari lipopolisakarida (LPS) yang dapat dibedakan dalam tiga regio. Antigen ini
tahan terhadap pemanasan 100oC, alkohol dan asam. Antibodi yang dibentuk terutama
IgM
- Regio 1:
Merupakan polimer dari unit oligosakarida yang spesifik, tersusun dari 3-4
monosakarida yang berulang. Polimer ini biasanya berbeda antara satu isolat dengan
isolat lainnya. Perbedaan-perbedaan antigen O pada region ini dapat digunakan untuk
-

menentukan subgrup secara serologis.


Regio 2:
Regio ini melekat pada region 1, terdiri dari inti polisakarida (core polysaccharide),
yang dibedakan dalam inti dalam terdiri dari 2 keto-3 deoksioktonat (KDO), heptosa,
fosfat, pirofosfat dan inti luar terdiri dari heksosa: glukosa, galaktosa, dan N-asetil

glukosamin.
Regio ini konstan pada satu genus tetapi berbeda antara genera.
Regio 3:
Regio ini melekat pada region 2, terdiri dari lipid A, yang merupakan bagian molekul
yang toksik, menghubungkan LPS dengan lapisan murein-lipoprotein.

2. Antigen Flagel (Antigen H)


Pada Salmonella antigen ini ditemukan dalam 2 fase: fase 1. spesifik dan fase 2. tidak
spesifik. Antigen H rusak pada pemanasan di atas 60oC, alkohol, dan asam. Antibodi
yang dibentuk bersifat IgG. Antigen ini memiliki phase variation, yaitu perubahan fase
dalam satu serotip tunggal. Saat serotip mengekspresikan antigen H fase-1, antigen H
fase-2 sedang disintesis.

H Phase Variation in Salmonellae

Salmonella (Gastroenteritis, Typhoid

Fever, Paratyphoid Fever)

3. Antigen Kapsul (Antigen K)


Antigen K merupakan antigen kapsul polisakarida dari bakteri enterik. Antigen ini
mempunyai berbagai bentuk sesuai genus dari bakterinya. Pada Salmonella, antigen K
dikenal juga sebagai virulence antigen (antigen Vi).
Antigen Vi adalah polimer dari polisakarida yang bersifat asam, terdapat pada bagian
yang paling luar dari badan kuman. Dapat dirusak dengan pemanasan 60oC selama 1 jam
pada penambahan fenol dam asam. Kuman yang mempunyai antigen Vi ternyata lebih
virulen baik terhadap binatang maupun manusia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan
kuman terhadap bakteriofaga dan dalam laboratorium sangat berguna untuk diagnosis
cepat kuman S. thypi yaitu dengan cara tes agglutination slide dengan Vi antiserum.
Persamaan faktor-faktor antigen O dan antigen H menjadi dasar penggolongan kuman
Salmonella ke dalam serogrup dan serotipnya yakni: penggolongan ke dalam serogrup yang
sama (serogrup A, B, C) bila terdapat persamaan faktor-faktor yang dominan pada antigen O;
dan penggolongan ke dalam serotip (dulu disebut spesies) yang sama bila terdapat persamaan
faktor-faktor antigen H (fase 1 dan 2) serta faktor-faktor lain pada antigen O.
Antigen O grup

Antigen O

Antigen H
Fase 1
Fase 2

Antigen K

S. enteriditis
Bioserotip paratyphi A
Bioserotip paratyphi B
Bioserotip paratyphi C
S. thypi

A
B
C
D

1, 2, 12
1, 4, 5, 12
6, 7
9, 12

a
b
c
d

1, 2
1, 5
-

Vi
Vi

Patogenesis dan Gejala Klinik


Salmonellosis adalah istilah yang menunjukkan adanya infeksi oleh kuman Salmonella.
Manifestasi klinik Salmonellosis pada manusia dapat dibagi dalam 4 sindrom yaitu:
1. Gastroenteritis atau keracunan makanan merupakan infeksi usus dan tidak ditemukan
toksin sebelumnya. Terjadi karena menelan makanan yang tercemar Salmonella sp.
misalnya daging dan telur. Masa inkubasinya 8-48 jam, gejalanya mual, sakit kepala,
muntah, diare hebat, dan terdapat darah dalam tinja. Terjadi demam ringan yang akan
sembuh dalam 2-3 hari. Bakterimia jarang terjadi pada penderita (2-4%) kecuali pada
penderita yang kekebalan tubuhnya kurang.
2. Demam tifoid yang disebabkan oleh S. typhi, dan demam paratifoid disebabkan S.
paratyphi A, B, dan C. Kuman yang masuk melalui mulut masuk ke dalam lambung
untuk mencapai usus halus, lalu ke kelenjar getah bening. Kemudian memasuki ductus
thoracicus. Kemudian kuman masuk dalam saluran darah (bakteremia) timbul gejala dan
sampai ke hati, limpa, sumsum tulang, ginjal dan lain-lain. Selanjutnya di organ tubuh
tersebut Salmonella sp. berkembang biak.
3. Bakteremiaseptikemia dapat ditemukan pada demam tifoid dan infeksi Salmonella nontyphi. Adanya Salmonella dalam darah beresiko tinggi terjadinya infeksi. Gejala yang
menonjol adalah panas dan bakterimia intermiten. Dan timbul kelainan-kelainan lokal
pada bagian tubuh misalnya osteomielitis, pneumonia, abses paru-paru, meningitis dan
lain-lain. Penyakit ini tidak menyerang usus dan biakan tinjanya negatif.
4. Karier yang asimtomatik adalah semua individu yang terinfeksi Salmonella sp. akan
mengekskresi kuman dalam tinja untuk jangka waktu yang bervariasi disebut karier
convalesent, jika dalam 2-3 bulan penderita tidak lagi mengekskresi Salmonella. Dan
jika dalam 1 tahun penderita masih mengekskresi Salmonella disebut karier kronik.
Salmonella yang terbawa melalui makanan ataupun benda lainnya akan memasuki
saluran cerna. Di lambung, bakteri ini akan dimusnahkan oleh asam lambung, namun yang

lolos akan masuk ke usus halus. Bakteri ini akan melakukan penetrasi pada mukosa baik usus
halus maupun usus besar dan tinggal secara intraseluler di mana mereka akan berproliferasi.
Ketika bakteri ini mencapai epitel dan IgA tidak bisa menanganinya, maka akan terjadi
degenerasi brush border.
Kemudian, di dalam sel bakteri akan dikelilingi oleh inverted cytoplasmic membrane
mirip dengan vakuola fagositik. Setelah melewati epitel, bakteri akan memasuki lamina
propria. Bakteri dapat juga melakukan penetrasi melalui intercellular junction. Dapat
dimungkinkan munculnya ulserasi pada folikel limfoid. S. typhi dapat menginvasi sel M dan
sel enterosit tanpa ada predileksi terhadap tipe sel tertentu.
Payer patch akibat S. typhi dibagi menjadi 4 fase sebagai berikut.
1. Fase 1
2. Fase 2
3. Fase 3
4. Fase 4

: hiperplasia dari folikel limfoid.


: nekrosis dari folikel limfoid pada minggu kedua yang mempengaruhi mukosa
dan submukosa.
: ulserasi sepanjang usus yang memungkinkan terjadinya perforasi dan
perdarahan.
: penyembuhan mungkin terjadi pada minggu keempat dan tidak terbentuk
struktur.

Ileum memiliki jumlah dan ukuran Payers patch yang lebih banyak dan besar.
Meskipun kebanyakan infeksi berada di ileum, namun jejunum dan usus besar juga mungkin
mengalami kelainan dari folikel limfoid.
S. thypi yang telah melakukan penetrasi ke dalam lapisan epitel mukosa usus halus
akhirnya sampai di kelenjar getah bening regional atau KGB mesenterium dan kemudian
terjadi bakteremia dan kuman sampai di hati, limpa, juga sumsum tulang dan ginjal. S. thypi
segera difagosit oleh sel-sel fagosit mononukleus yang ada di organ tersebut. Di sini kuman
berkembang biak memperbanyak diri. Inilah karakteristik dari S. thypi yang akan menentukan
perjalanan penyakit yang ditimbulkannya.
Setelah periode multiplikasi intraseluler, organisme akan dilepaskan lagi ke dalam
aliran darah dan terjadi bakteremia. Pada saat ini penderita akan mengalami panas tinggi.
Bakteremia ini menyebabkan dua kejadian kritis yaitu masuknya kuman ke dalam kantung
empedu dan plaque Peyer. Bila dengan masuknya kuman tadi terjadi reaksi radang yang
hebat sekali maka akan terjadi nekrosis jaringan yang secara klinik ditandai dengan
kolesistisis nekrotikans, dan perdarahan perforasi usus. Masuknya kuman di kantung empedu
dan plaque Peyer menyebabkan kultur tinja positif, dan invasi ke dalam kantung empedu
sendiri dapat menyebabkan terjadinya karier kronik.

Histopatologi demam tifoid berhubungan langsung

dengan proliferasi sel-sel

mononukleus (RES), yang dapat dilihat sebagai hiperplasi plaque Peyer, KGB mesenterium,
hati, dan limpa. Fokal nekrosis terjadi di hati, bercak-bercak radang di kantung empedu, paruparu, sumsum tulang.
Mengenai mekanisme pertahanan tubuh terhadap S.thypi tampaknya antibodi humoral
mengurangi jumlah organisme tetapi tidak berpengaruh terhadap bakteri yang sedang
memperbanyak diri yang ada di dalam jaringan seperti hati dan limpa. Populasi bakteri
sistemik dapat dikurangi dan infeksi dapat dikontrol hanya bila aktivitas anti bakteri
intraseluler dari makrofag diaktifkan oleh limfokin yang berasal dari T limfosit yang spesifik
yang telah tersensitisasi yang terjadi pada saat infeksi dini.
Masa inkubasi demam tifoid umumnya 1-2 minggu, dapat lebih singkat yaitu 3 hari
atau lebih panjang selama 2 bulan. Gejala klasik penyakit ini adalah demam tinggi pada
minggu kedua dan ketiga sakit, biasanya dalam 4 minggu simtom telah hilang, meskipun
kadang-kadang bertambah lebih lama. Gajala lain yang sering ditemukan adalah anoreksia,
malaise, nyeri otot, sakit kepala, batuk dan konstipasi. Selain itu dapat dijumpai adanya
bradikardia relatif, pembesaran hati dan limpa, bintik Rose di sekitar umbilikus.

DAFTAR PUSTAKA
Kayser, Fritz H. dkk. 2005. Medical Microbiology. New York: Thieme
Staf Pengajar FKUI. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Tangerang: Binarupa Aksara
Aisyah, N. 2013. [Online]. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38705/4/Chapter
%20II.pdf) diakses pada 27 Agustus 2014
Marbun, RAH. 2012. [Online]. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31283/3/
Chapter %20II.pdf) diakses pada 27 Agustus 2014

Anda mungkin juga menyukai