Anda di halaman 1dari 12

Bakteri Salmonella spp

Dosen : dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes

Disusun Oleh :

Kelompok 10
Aditya Wahyu Dwikurniawan 191000231

Amira Dwi Ananda Zulni Rawy 191000210


Asima Romauli Hutabarat 191000228
Eryn Paulina Butarbutar 191000211
Shoffiya Zahra Hasibuan 191000219

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

2021
ISI

A. Definisi Salmonella spp

Bakteri Salmonella sp pertama kali ditemukan tahun 1885 pada tubuh babi oleh Theobald
Smith, namun Salmonella sp dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika.
Salmonella mengacu pada kelompok bakteri yang mengakibatkan penyakit dengan penularan melalui
makanan dan paling sering dilaporkan. Jenis Salmonella yang paling umum ialah
serotipe Salmonella  Typhimurium dan Salmonella Enteritidis.

Bakteri Salmonella sp dikenal sebagai agen zoonosis dan merupakan peringkat kelima dalam
zoonosis prioritas, sesuai Keputusan Menteri Pertanian nomor 4971/2012 tentang zoonosis proritas.
Bakteri Salmonella sp merupakan zoonosis yang banyak menyebabkan kasus pada manusia. Penyebaran
mikroba ini biasanya melalui daging dan telur yang tidak dimasak. Ayam dan produk unggas adalah
tempat perkembangbiakan Salmonella sp yang paling utama. Jika pangan yang tercemar Salmonella sp
tertelan, dapat menyebabkan infeksi usus yang diikuti oleh diare, mual, kedinginan dan sakit kepala.
Ada 2200 jenis Salmonella dikelompokkan berdasarkan antigen permukaannya.

B. Taksonomi

Taksonomi dari Salmonella sp adalah sebagai berikut :

Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Class : Gamma proteobacteria
Ordo : Enterobakteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Salmoella
Spesies : Salmonella sp.

C. Ciri / Karakteristik

Salmonella sp merupakan bakteri batang lurus, Gram negatif, tidak berspora, dan bergerak
dengan flagel peritrik kecuali Salmonella pullorum dan Salmonella gallinarum. Panjang rata-rata
Salmonella sp 2-5 μm dengan lebar 0.8 – 1.5 μm. Ciri-ciri lainnya yaitu berkembang biak dengan cara
membelah diri, mudah tumbuh pada medium sederhana, resisten terhadap bahan kimia tertentu (misal,
brilian hijau, natrium tetrationat, natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri enterik lain, oleh
karena itu senyawa–senyawa tersebut berguna untuk inokulasi isolat Salmonella sp dari feses pada
medium, serta struktur sel bakteri Salmonella sp terdiri dari inti (Nukleus), Sitoplasma, dan dinding sel.
Karena dinding sel bakteri ini bersifat Gram negatif, maka memiliki struktur kimia yang berbeda dengan
bakteri Gram positif.

D. Pertumbuhan Bakteri Salmonella spp

Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob, yang artinya bakteri yang masih dapat hidup pada kondisi
ada sedikit oksigen. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu dengan kisaran 5–45°C dengan suhu optimum
35–37°C dan akan mati pada pH di bawah 4,1. Salmonella tidak tahan terhadap kadar garam tinggi dan
akan mati jika berada pada media dengan kadar garam di atas 9%. Salmonella berbentuk bacillus dan
berupa rantai filamen panjang ketika berada pada suhu ekstrim yaitu 4-8°C atau pada suhu 45°C dengan
kondisi pH 4.4 atau 9.4.

E. Patogenesis/patologi Salmonella spp

Patogenesis adalah mekanisme penyebab penyakit. Istilah ini juga dapat digunakan untuk
menggambarkan asal usul dan perkembangan penyakit, apakah akut, kronis atau berulang. Patogenesis
Salmonella sp umumnya terkait dengan pencemaran tinja yang terdeteksi secara sporadis atau tidak
sama sekali. Mekanisme patogenesis Salmonella sp umumnya dengan proses infeksi sistemik.
Salmonella sp dapat berasal dari usus kecil, serta jaringan ternak pedaging dan unggas tanpa
menimbulkan tanda-tanda infeksi pada ternak. Sumber infeksi Salmonellosis adalah kontaminasi karkas
dan daging. Proses kontaminasi dapat terjadi selama processing dan dapat juga berasal dari
rekontaminasi daging dan bahan makanan lain. Processing termal pada temperatur 66°C selama 12
menit atau 60°C selama 30 menit dapat menghancurkan sebagian besar Salmonella spp.

Salmonellosis adalah istilah yang menunjukkan adanya infeksi Salmonella sp. Manifestasi
klinik Salmonellosis pada manusia ada 4 sindrom yaitu :

1. Gastroenteritis atau keracunan makanan merupakan infeksi usus dan tidak ditemukan toksin
sebelumnya. Terjadi karena menelan makanan yang tercemar Salmonella sp. misalnya daging dan telur.
Masa inkubasinya 8-48 jam, gejalanya mual, sakit kepala, muntah, diare hebat, dan terdapat darah dalam
tinja. Terjadi demam ringan yang akan sembuh dalam 2-3 hari. Bakterimia jarang terjadi pada penderita
(2-4%) kecuali pada penderita yang kekebalan tubuhnya kurang.
2. Demam tifoid yang disebabkan oleh S. typhi, dan demam paratifoid disebabkan S paratyphi A,
B, dan C. Kuman yang masuk melalui mulut masuk kedalam lambung untuk mencapai usus halus, lalu
ke kelenjar getah bening. Kemudian memasuki ductus thoracicus. Kemudian kuman masuk dalam
saluran darah (bacterimia) timbul gejala dan sampai ke hati, limpa, sumsum tulang, ginjal dan lainlain.
Selanjutnya di organ tubuh tersebut Samonella sp. berkembang biak.
3. Bakterimia (septikimia) dapat ditemukan pada demam tifoid dan infeksi Salmonella non-typhi.
Adanya Salmonella dalam darah beresiko tinggi terjadinya infeksi. Gejala yang menonjol adalah panas
dan bakterimia intermiten dan timbul kelainan-kelainan local pada bagian tubuh misalnya osteomielitis,
pneumonia, abses paru-paru, meningitis dan lain-lain. Penyakit ini tidak menyerang usus dan biakan
tinjanya negatif.
4. Carier yang asomatik adalah semua individu yang terinfeksi Salmonella sp. akan mengekskresi
kuman dalam tinja untuk jangka waktu yang bervariasi disebut carrier convalesent, jika dalam 2-3 bulan
penderita tidak lagi mengekskresi Salmonella. Dan jika dalam 1 tahun penderita masih mengekskresi
Salmonella disebut carrier kronik.

F. Struktur Antigen Salmonella spp

Struktur Antigen Salmonella spp mempunyai tiga macam antigen utama untuk diagnostik atau
mengidentifikasi yaitu :

1. Somatik antigen (O)

Antigen O (Cell Wall Antigens ) merupakan kompleks fosfolipid protein polisakarida yang tahan panas
6 (termostabil), dan alkohol asam. Antibodi yang dibentuk adalah IgM namun antigen O kurang
imunogenik dan aglutinasi berlangsung lambat. Maka kurang bagus untuk pemeriksaan serologi karena
terdapat 67 faktor antigen, tiap-tiap spesies memiliki beberapa faktor. Oleh karena itu titer antibodi O
sesudah infeksi lebih rendah dari pada antibodi H.

2. Antigen flagel (H)

Antigen H pada Salmonella sp. dibagi dalam 2 fase yaitu fase I : spesifik dan fase II : non spesifik.
Antigen H adalah protein yang tidak tahan panas (termolabil), dapat dirusak dengan pemanasan di atas
60ºC dan alkohol asam. Antigen H sangat imunogenik dan antibodi yang dibentuk adalah IgG.

3. Antigen Vi (kasul).

Antigen Vi adalah polimer dari polisakarida yang bersifat asam. Terdapat dibagian paling luar dari
badan kuman bersifai termolabil dapat dirusak dengan pemanasan 600 C selama 1 jam. Kuman yang
mempunyai antigen Vi bersifat virulens pada hewan dan mausia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan
terhadap bakteriofaga dan dalam laboratorium sangat berguna untuk diagnosis cepat kuman S. typhi.
Adanya antigen Vi menunjukkan individu yang bersangkutan merupakan pembawa kuman (carrier).

G. Sifat Biokimia Salmonella spp

Salmonella sp bersifat aerob dan anaerob falkultatif, pertumbuhan Salmonella sp pada suhu 370 C
dan pada pH 6-8. Salmonella sp memiliki flagel jadi pada uji motilitas hasilnya positif, pada media BAP
(Blood Agar Plate) menyebabkan hemolisis. Pada media MC (Mac Conkay) tidak memfermentasi
laktosa atau disebut Non Laktosa Fermenter (NLF) tapi Salmonella sp memfermentasi glukosa, manitol
dan maltosa disertai pembentukan asam dan gas kecuali S. typhi yang tidak menghasikkan gas.
Kemudian pada media indol negatif, MR positif, Vp negatif dan sitrat kemungkinan positif. Tidak
menghidrolisiskan urea dan menghasilkan H2S.

H. Bentuk & Gambar

Salmonella spp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora, bergerak dengan flagel
peritrik, berukuran 2-4 µm x 0.5-0,8 µm.

I. Daya Tahan

Kebanyakan serotipe Salmonella sp tumbuh dengan kisaran suhu 5 sampai 47° C dengan suhu
optimum 35 sampai 37° C, tetapi beberapa serotipe bisa tumbuh di suhu serendah 2 sampai 4° C atau
setinggi 54° C. Salmonella sp sensitif terhadap panas dan bisa mati pada suhu 70° C atau lebih.
Salmonella sp tumbuh di kisaran pH 4 sampai 9 dengan optimum antara 6,5 dan 7.5. Bakteri ini
membutuhkan aktivitas air yang tinggi (aw) antara 0,99 dan 0,94 (air murni aw = 1,0) namun bisa
bertahan di aw <0,94.
J. Jenis atau Spesies Salmonella spp

Menurut reaksi biokimia nya, Salmonella spp dapat diklasifikasikan menjadi tiga spesies yaitu S.
typhi, S. enteritidis, S. cholerasuis, disebut bagan kauffman-white. Berdasarkan serotipenya di
klasifikasikan menjadi empat serotipe yaitu S. paratyphi A (Serotipe group A), S. paratyphi B (Serotipe
group B), S. paratyphi C (Serotipe group ), dan S. typhi dari Serotipe group D.

K. Faktor Risiko

Semua kalangan bisa terinfeksi bakteri karena mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi
bakteri Salmonella spp. Bakteri ini biasa ditemukan pada:

 Daging mentah, baik daging merah maupun daging unggas, kemungkinan bakteri hinggap bila
daging terkena kotoran selama proses pemotongan
 Telur mentah, bila ayam yang menghasilkan telur telah terinfeksi sebelumnya
 Buah-buahan dan sayur-sayuran, bisa terkontaminasi saat dicuci dengan air yang telah
terpapar Salmonella.

Bakteri dalam makanan tersebut akan tetap tinggal bila tidak dimasak sampai matang. Makanan
juga bisa terkontaminasi bila seseorang yang memasaknya baru selesai menggunakan toilet atau
mengganti popok, lalu langsung mulai mengolah makanan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Tidak
hanya lewat makanan, bisa ikut terkena penyakit bila langsung makan dengan tangan setelah menyentuh
hewan peliharaan yang terinfeksi.

L. Gejala-gejala Penyakit Akibat Salmonella spp


Gejala akibat Salmonella sp biasanya muncul dalam rentang waktu enam jam atau beberapa hari
setelah terpapar dengan bakteri. Gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan
berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada
minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi
akut pada umumnya yaitu : demam, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, diare, perasaan
tidak enak diperut, dan batuk. Biasanya gejala akan berlangsung selama dua hari hingga seminggu. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Berbagai gejala lainnya termasuk feses
berdarah.
M. Masa Inkubasi
Pada umumnya gejala biasanya terjadi selama 4–7 hari. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari.
Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat. Masa inkubasi demam tifoid umumnya 1-2 minggu paling singkat
3 hari dan paling lama 2 bulan. Gejalanya demam tinggi pada minggu ke-2 dan ke-3. Gejala lain yang
sering ditemukan nyeri otot, sakit kepala, batuk dan lain-lain. Selain itu dapat dijumpai adanya
bradikardia relatif, pembesaran hati dan limpa, bintik Rose sekitar umbilikus. Kemudian terjadi
komplikasi antar lain hepatitis dan pendarahan pada usus. Terjadi setelah 1-3 minggu setelah pengobatan
dihentikan. Salmonellosis ditularkan dari satu individu ke individu lain yang terkena penyakit
salmonellosis. Gejala mulai timbul 8–72 jam setelah bakteri masuk dan menginfeksi usus.

N. Pencegahan
● Makanan seperti daging merah dan daging unggas harus dimasak.

● Simpanlah makanan dengan benar. Sebagai contoh: tidak membiarkan salad sayur yang
dicampur dengan mayones pada suhu kamar selama beberapa jam.

● memasak makanan dengan benar dan higienis

● Minum susu hasil pasteurisasi.

● Minumlah hanya air kemasan saat bepergian.

● Hindari kontak dengan orang yang terinfeksi atau hewan yang terinfeksi Salmonella seperti kura-
kura.
● Cuci tangan dengan benar setelah menggunakan toilet untuk menghindari penyebaran penyakit.
● Minum air dengan elektrolit (misalnya saat berolahraga) sampai diare berhenti sepenuhnya.

O. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi Salmonella yang berat adalah pecahnya atau
robeknya dinding usus (perforasi usus) yang dapat menyebabkan peradangan pada selaput pembungkus
dinding perut atau peritonitis. Gejala yang dapat timbul jika terjadi komplikasi ini adalah tidak dapat
buang gas atau buang air besar, nyeri perut hebat, penurunan tekanan darah, hingga penurunan
kesadaran. Komplikasi lainnya dari Salmonellosis ini adalah penyebaran bakteri melalui pembuluh
darah ke seluruh tubuh yang dapat mengancam nyawa.
P. Diagnosis Salmonellosis

Untuk mendiagnosis penyakit ini, dokter akan menanyakan riwayat gejala penyakit, melakukan
pemeriksaan fisik, dan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang terkait penyakit Salmonellosis.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium darah, urine,
dan pemeriksaan tinja. Pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan pemeriksaan serologis, yaitu
pemeriksaan antigen dalam darah terhadap kuman Salmonella.

Q. Pengobatan
Infeksi Salmonella yang ringan biasanya sembuh dalam 5–7 hari, dan sebagian besar tidak
memerlukan perawatan khusus selain minum banyak cairan. Pada infeksi yang berat, perlu untuk
mendapatkan rehidrasi dengan cairan intravena melalui infus. Obat antibiotik diberikan pada kondisi ini,
seperti golongan ampicillin, kloramfenikol, kotrimoksazol, dan lainnya tergantung kondisi pengidap
sesuai rekomendasi dari dokter.Obat-obatan antidiare, seperti loperamid sebaiknya dihindari. Walaupun
gejala diare akan berkurang setelah pemberian antidiare, tetapi penggunaan obat ini dapat memperlama
infeksi Salmonella ini. Selain itu obat-obatan lain untuk mengurangi gejala lainnya dapat diberikan,
seperti obat penurun demam dan obat antimual.

R. Prevalensi Salmonella Spp

Penyakit Salmonellosis bersifat endemis hampir di seluruh kota besar di wilayah Indonesia,


dimana kasus Salmonellosis akibat Salmonella Typhi mencapai 33,1 per 1000 penduduk dengan
kejadian yang sama pada semua tingkat usia. Di Indonesia, usia penderita infeksi Salmonella
spp. tertinggi adalah pada kategori anak-anak. Infeksi demam tifoid oleh salmonella sp mengakibatkan
21 juta kasus dengan 128.000 sampai 161.000 kematian setiap tahun di dunia, kasus terbanyak terdapat
di Asia Selatan dan Asia Tenggara (WHO, 2018). Kasus Salmonellosis pada anak usia dibawah 5 tahun
mencapai 93,8 juta di seluruh Dunia dan 155 ribu diantaranya menyebabkan kematian (Muvhali dkk,
2017). Di Indonesia menurut data surveilans terdapat 600.000 – 1,3 juta kasus demam tifoid tiap
tahunnya yang menyebabkan kematian sebanyak 20.000 jiwa (Karsa dkk, 2020).

S. Regulasi Cemaran Bakteri pada Pangan

Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Batas Maksimal
Cemaran Mikroba Dalam Pangan Olahan.
Tabel Peraturan Badan POM tentang Batas Maksimal Cemaran Mikroba dalam Pangan Olahan

Pasal Penjelasan
Pasal 1 Mengatur defenisi yang tertuang dalam Peraturan ini, yaitu:
1) Pangan 7) Rencana Sampling
2) Pangan Olahan 8) Pangan Steril Komersial
3) Keamanan Pangan 9) Validasi
4) Cemaran Mikroba 10) Verifikasi
5) Kriteria Mikrobiologi 11) Setiap Orang
6) Lot/Batch 12) Kepala Badan
Pasal 2 1) Setiap orang yang memproduksi, memasukkan memasukkan, dan/atau
mengedarkan Pangan Olahan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib
memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi Pangan.
2) Persyaratan keamanan, mutu, dan gizi Pangan yang diatur dalam Peraturan
Badan ini berupa batas maksimal Cemaran Mikroba dalam Pangan Olahan.
3) Batas maksimal Cemaran Mikroba sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa
Kriteria Mikrobiologi
Pasal 3 Persyaratan batas maksimal Cemaran Mikroba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
tidak berlaku untuk Pangan Steril Komersial.
Pasal 4 1) Kriteria Mikrobiologi dalam Pangan Olahan meliputi:
a. jenis Pangan Olahan;
b. jenis mikroba/parameter uji mikroba;
c. batas mikroba;
d. Rencana Sampling; dan
e. metode analisis.
2) Kriteria Mikrobiologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
3) Dalam hal metode analisis tidak tercantum dalam Lampiran maka pengujian
mikrobiologi dapat menggunakan metode analisis lain yang setara dan telah divalidasi
atau diverifikasi.
Pasal 5 1) Batas mikroba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c meliputi:
a. m; dan b. M
2) m sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan batas mikroba yang
dapat diterima yang menunjukkan bahwa proses pengolahan pangan telah memenuhi
cara produksi pangan olahan yang baik.
3) M sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan batas maksimal
mikroba.
Pasal 6 1) Rencana Sampling sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d
dilakukan melalui pengambilansampel berupa n dan penetapan keberterimaan hasil uji
berupa c.
2) n sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jumlah sampel yang harus
diambil dan dianalisis dari satu Lot/Batch Pangan Olahan.
3) c sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jumlah sampel hasil analisis
dari n yang boleh melampaui m namun tidak boleh melebihi M untuk menentukan
keberterimaan Pangan Olahan.
Pasal 7 Kriteria Mikrobiologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) digunakan untuk:
a. memenuhi persyaratan batas maksimal Cemaran Mikroba;
b. mengevaluasi suatu Lot/Batch Pangan Olahan; dan/atau
c. memverifikasi kinerja sistem pengendalian Keamanan Pangan di sepanjang
rantai Pangan
Pasal 8 Pengawasan batas maksimal cemaran mikroba dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 9 1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah penarikan
kembali dari peredaran;
c. perintah pemusnahan atau pengiriman kembali ke negara asal re-ekspor;
d. penghentian sementara kegiatan produksi dan/atau peredaran; dan/atau
e. pencabutan izin edar.
2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai
dengan huruf e dikenakan oleh Kepala Badan
Pasal 10 Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Kepala Badan yang mengatur mengenai tindak
lanjut hasil pengawasan.
Pasal 11 Setiap Orang yang memproduksi dan mengedarkan Pangan Olahan sebelum Peraturan
Badan ini berlaku wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Badan ini
paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Peraturan Badan ini diundangkan
Pasal 12 Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor 16 Tahun 2016 tentang Kriteria Mikrobiologi dalam Pangan
Olahan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 13 Peraturan Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Badan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia
Lampiran Kriteria Mikrobiologi dalam Pangan Olahan

T. Pengendalian Pertumbuhan Bakteri Salmonella spp

Pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:

1. Pengendalian residu dan cemaran mikroba pada produk pangan asal ternak dengan menekankan
batas maksimum residu antibiotik.
2. Penerapan sistem keamanan pangan pada setiap proses produksi melalui good farming practices
(GFP), good handling practices (GHP), dan good manufacture practices (GMP).
3. Meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kepedulian masyarakat terhadap penyakit yang
disebabkan oleh cemaran mikroba sehingga dapat mengeliminasi dampak yang ditimbulkan oleh
pencemaran mikroba pada bahan pangan.
4. Pemanasan untuk membunuh Salmonella. Pemanasan yang direkomendasikan untuk membunuh
Salmonella di dalam makanan umumnya adalah selama paling sedikit 12 menit pada suhu 66° C atau
78-83 menit pada suhu 60° C.
5. Perlakuan lain yang dapat membunuh Salmonella adalah dengan asam asetat, H202, radiasi ionisasi,
radiasi ultraviolet, pemanasan dengan oven microwave.
6. Perlu adanya penyuluhan kepada peternak, pedagang, industri maupun masyarakat umum, tentang
pentingnya sanitasi dan higiene penanganan makanan asal ternak untuk menghindari kontaminasi
Salmonella .

DAFTAR PUSTAKA

Annisa, U. A., Sudarwanto, M. B., Soviana, S., & Pisestyani, H. (2020). Keberadaan Salmonella Sp.
Pada Susu Olahan Asal Kedai Susu Di Sekitar Permukiman Mahasiswa Institut Pertanian Bogor.
Jurnal Kajian Veteriner, 8(1), 34–42. https://doi.org/10.35508/jkv.v8i1.2229

Ariyanti, T., & Supar. (2005). Peranan Salmonella enteritidis pada ayam dan produknya. Indonesian
Bulletin of Animal and Veterinary Sciences, 15(2), 57–65.
http://new.medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/wartazoa/article/view/827

Aulia, R., Handayani, T., & Yennie, Y. (2015). ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN ENUMERASI
BAKTERI Salmonella spp. PADA HASIL PERIKANAN SERTA RESISTENSINYA
TERHADAP ANTIBIOTIK. Bioma, 11(2), 112. https://doi.org/10.21009/bioma11(2).2

Everything You Need to Know About Salmonella


https://www.medicalnewstoday.com/articles/160942.php accessed on September 2 nd 2021

Food-Info. “Salmonella spp”. Food-info.net. http://www.food-info.net/id/bact/salm.htm (diakses 2


September 2021, 19:00)

Gustiani, E. (2009). Pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak (daging dan
susu) mulai dari peternakan sampai dihidangkan. Jurnal Litbang Pertanian, 28(3), 96-100.

Halodoc. “Salmonellosis“. Halodoc.com. Salmonellosis - Pengertian, Gejala, Penyebab, Faktor Risiko,


Diagnosis, Pencegahan, Pengobatan, Kapan Harus ke Dokter | Halodoc.com (diakses 2
September 2021, 19:00)
Hallosehat. “Salmonellosis”. Salmonellosis: Obat, Penyebab, Gejala. dll. • Hello Sehat (diakses 2
September 2021, 19:00)
http://wiki.isikhnas.com/images/1/16/Penyakit_SALMONELLOSIS.pdf

jtptunimus-gdl-sodikinkur-5696-2-babiik-s.pdf
Hasrawati. (2017). Tingkat Cemaran Bakteri Salmonella sp pada Daging Ayam yang Dijual di Pasar
Tradisional Makasar. Skripsi, 4(15), 15.

Mayssara A. Abo Hassanin Supervised, A. (2014). 済無 No Title No Title No Title. Paper Knowledge .
Toward a Media History of Documents, 1881, 4–14.

Yuswananda, N. P. (2015). Identifikasi bakteri salmonella sp. pada makanan jajanan di Masjid Fathullah
Ciputat tahun 2015. Skripsi, 1–64.

Anda mungkin juga menyukai