Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL PRAKTIKUM ANALISIS MIKROBIOLOGI

PENGUJIAN SALMONELLA PADA TELUR AYAM KAMPUNG


METODE Simmons Citrate Agar (SCA)

DISUSUN OLEH :
1. ERIKA MARCHELIA SURANTI (29)
2. FERNANDA ARIFFAJAR RIFQI (30)
3. FRISKA SEPTIANA TRIPUKA (31)
4. GALIH DAMAR PANULUH (32)

SMK NEGERI 2 DEPOK SLEMAN


2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahan pangan merupakan semua jenis bahan yang dapat digunakan sebagai bahan
makanan yang bersifat aman, memiliki palatabilitas dan menyehatkan bagi manusia. Makanan
merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, karena mengandung senyawa-senyawa
yang diperlukan oleh tubuh. Fungsi makanan diantaranya untuk pertumbuhan, memelihara dan
memperbaiki jaringan tubuh yang telah rusak, mengatur proses di dalam tubuh,
perkembangbiakan serta sebagai sumber energi. Senyawa utama yang menyusun bahan
makanan adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Salah satu jenis makanan
yang mengandung protein adalah telur.
Telur mempunyai beberapa keunggulan, yakni selain mengandung zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh, telur juga memiliki rasa yang enak, mudah dicerna, dan dapat diolah
menjadi berbagai macam produk makanan. Keunggulan telur ini akan bertahan lama apabila
ditunjang oleh kualitas telur itu sendiri. Menurut Sudaryani (2003 : 12) bahwa “Secara
keseluruhan kualitas telur tergantung pada kualitas telur bagian dalam (isi telur) dan kualitas
telur bagian luar (kulit telur)”. Telur tergolong bahan yang mudah mengalami kerusakan.
Kerusakan pada telur dapat terjadi secara fisik, kimia dan biologis. Kerusakan telur
secara biologis, terjadi karena adanya bakteri pencemar yang berada pada permukaan kulit
telur. Kerusakan telur yang disebabkan oleh bakteri dapat disebabkan oleh 2 faktor utama yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam, yaitu
telur telah terinfeksi pada waktu masih berada dalam tubuh induknya misalnya induk
menderita Salmonellosis sehingga telur mengandung bakteri Salmonellasp. Faktor eksternal
adalah faktor yang berasal dari luar meliputi masuknya bakteri ke dalam telur yang terjadi
setelah telur keluar dari tubuh induknya misalnya yang berasal dari kotoran kandang, udara,
peralatan dan tangan peternak.
Faktor lain yang menyebabkan kerusakan pada telur diantaranya: suhu lingkungan,
faktor penanganan dan kondisi penyimpanan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
penyimpanan telur diantaranya adalahkebersihan di sekitar tempat penyimpanan, lama
penyimpanan dan suhu penyimpanan. Menurut Sudaryani (2003 : 22) bahwa “Suhu optimum
penyimpanan telur antara 12-15o C dan kelembaban 70-80 %, di bawah atau di atas suhu
tersebut akan berpengaruh kurang baik terhadap kualitas telur”.
Bakteri Salmonella sp. Merupakan salah satu anggota dari famili Enterobacteriaceae.
Sebagian besar Salmonella sp. Merupakan mikrobia patogen penyebab sakit perut yang dapat
menyebabkan dehidrasi ekstrim, yang disebut dengan Salmonellosis. Habitat alami Salmonella
sp. Adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan makanan merupakan media
perantara penyebaran Salmonella sp. (Cliver dan Doyle, 1990).
Pada tahun 2001, Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan (BPMPP) Bogor, melakukan
pengujian cemaran Salmonella sp. Pada sampel daging ayam dan telur. Hasil pemeriksaan itu
melaporkan bahwa 17 dari 347 sampel daging ayam (4,9%) tercemar Salmonella sp.,
sedangkan pada telur (26 sampel) tidak ditemukan adanya cemaran. Laporan tersebut juga
menyatakan bahwa 7 dari 42 sampel daging ayam (16,67%) yang berasal dari Daerah Istimewa
Yogyakarta mengandung Salmonella sp.
Untuk mencegah infeksi Salmonella sp. Pada bahan makanan, maka harus dilakukan
deteksi dan isolasi untuk mengkontrol penyebab infeksi. Seperti bahwa syarat mutu karkas
dan daging ayam dalam SNI 7388:2009 menyatakan bahwa produk pangan tidak
diperbolehkan mengandung Salmonella sp., alasan dari dicanangkannya “zero tolerance” ini
adalah karena Salmonella sp. Merupakan bakteri patogen dan penyebab terjadinya food borne
disease.
Salmonella merupakan kelompok basil Gram negatif yang mempengaruhi hewan dan
manusia. Salmonella dapat menyerang manusia melalui makanan dan minuman. Infeksi
Salmonella merupakan endemik di negara–negara berkembang (Faseela et al., 2010). Infeksi
Salmonella pada manusia terlihat dalam dua jenis yaitu demam enterik baik tifoid atau
paratifod dan gastroenteritis yang non-tifoid (Zhang et al., 2008). Indonesia merupakan salah
satu negara dengan insiden demam tifoid, pada kelompok umur 5-15 tahun dilaporkan 180,3
per 100,000 penduduk. Demam tifoid dapat dicegah dan biasanya dapat diobati dengan
antibiotik (Ochiai et al, 2008). Pemberian antibiotik empiris yang tepat pada pasien demam
tifoid sangat penting, untuk mencegah komplikasi dan mengurangi angka kematian.
Kloramfenikol, ampisilin, dan kotrimoksazol merupakan antibiotik lini pertama yang telah
dipakai selama puluhan tahun sampai timbulnya resistensi yang disebut Multidrug Resistant
Salmonella Typhi (MDRST) (Sidabutar et al., 2010).
Seseorang bisa terinfeksi bakteri ini, sehingga mengidap Salmonellosis ketika
mengonsumsi makanan yang terkontaminasi feses hewan yang mengandung bakteri tersebut.
Makanan yang umumnya terkontaminasi bakteri Salmonella, contohnya daging, unggas,
makanan laut mentah, telur mentah, dan buah serta sayur-sayuran. Adanya bakteri
salmonella dalam makanan dapat menyebabkan menderita gastoenteritis. Hal ini dapat terjadi
dengan gejala mual, muntah, kram perut, diare, demam, sakit kepala, panas dingin, dan darah
di feses.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, didapatkan rumusan masalah berupa : Apakah dalam
telur ayam kampung mengandung bakteri Salmonella sp. didalamnya?

C. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui kandungan mikroorganisme
bakteri Salmonella sp. yang ada pada telur ayam kampung
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Bakteri Salmonella sp.


1) Sejarah Salmonella
Bakteri Salmonella pertama kali ditemukan dalam tubuh babi oleh Theobald
Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis) pada tahun 1885. Namun
Salmonella dinamaioleh Daniel Edward Salmon, ahli Patologi Amerika (Arifin,
2015). Salmonella sp. Termasuk dalam famili Enterobacteriaceae dan merupakan
bakteri patogen pada manusia dan hewan. Salmonella sp. Juga digolongkan menjadi
bakteri yang dapat menyebabkan foodborne disease atau penyakit bawaan makanan
(Radji, 2010).
Salmonella mempunyai spesies paling banyak dengan tipe antigen lebih dari
1500. Oleh karena itu, klasifikasi Salmonella didasarkan pada susunan antigennya
(imani, 2018). Adapun menurut Imani (2018) Salmonella dibagi menjadi 2 golongan:
1. Salmonella yang pathogen terhadap manusia, misalnya : Salmonella Typhi,
Salmonella paratyphi, Salmonella sohottmelleri, dan Salmonella hirsfeldii.
Keempat Salmonella tersebut dapat bergerak.
2. Salmonella yang pathogen terhadap hewan, burung, dan manusia, misalnya :
Salmonella dublin, Salmonella typhimurium, Salmonella cholerasuis, dan
Salmonella enteridis. Semuanya tidak dapat bergerak.

2) Morfologi dan Sifat Salmonella


Salmonella merupakan bakteri batang Gram negatif yang bersifat motil, tidak
berspora, memiliki panjang 1,0 sampai 3,0 µm dan memiliki lebar 0,8 sampai 1,0 µm.
Namun ada pula jenis yang tidak motil, yaitu Salmonella gallinarum dan Salmonella
pullorum,karena tidak memiliki flagel. Pada pemeriksaan makroskopis, bakteri
Salmonella pada media Salmonella Shigella Agar akan menunjukkan ciri koloni
kecil, tak berwarna, dengan inti hitam besar ditengah(Kusuma & Dewi, 2016).
Sedangkan pada pemeriksaan mikroskopis, bakteri Salmonella berbentuk batang
Gram (-) berwarna merah muda dengan menggunakan pewarnaan gram.
Salmonella tidak memfermentasikan laktosa dan sukrosa, namun dapat
memfermentasikan glukosa dan memproduksi gas (Anjung, 2016). Bakteri
Salmonella bersifat aerob atau anaerob fakultatif dan merupakan salah satu jenis
bakteri yang berada pada keluarga Enterobacteriaceae (Putri, 2016). Salmonella
tumbuh pada suhu 15-410C dan suhu pertumbuhan optimum padasuhu 37,50C.
Salmonella bisa mati pada keadaan kering dan pada suhu 560C. Namun, bakteri ini
dapat bertahan selama 4 minggu dalam air (Radji, 2010).
3) Patogenesis
Patogenesis merupakan mekanisme terjadinya suatu penyakit. Mekanisme
patogenesis Salmonella umumnya ditandai dengan proses infeksi sistematik (Anjung,
2016). Infeksi yang disebabkan oleh Salmonella disebut Salmonellosis. Saat kuman
masuk kedalam saluran pencernaan manusia, sebagian kuman akan mati oleh asam
lambung dan sebagian kuman akan masuk kedalam usus halus. Kemudian bakteri ini
akan melakukan penetrasi pada mukosa, baik di usus halus maupun di usus besar.
Setelah melampaui mukosa usus, kuman akan masuk kedalam kelenjar getah bening,
ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan
lain-lain). sehingga feses dan urin penderita bisa mengandung kuman Salmonella
yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau minuman yang tercemari.
Pada penderita carier, kuman Salmonella bisa ada terus-menerus pada feses dan urin
sampai bertahun-tahun (Widianto, 2009).
Salmonella typhi, Salmonella choleraesuis, Salmonella paratyphi A dan
Salmonella paratyphi B merupakan jenis Salmonella yang infektif bagi manusia.
Transmisi bakteri ini biasanya melalui fecal-oral yang berarti bahwa seseorang dapat
menjadi terinfeksi dengan menelan makanan atau air yang telah terkontaminasi
dengan tinja yang mengandung bakteri tersebut. Bakteri Salmonella ditularkan
kepada manusia biasanya ketika mengkonsumsi makanan yang tercemar oleh bakteri
tersebut. Selain dari makanan, bakteri Salmonella juga bisa ditularkan melalui hewan
seperti dari kotoran reptil, ayam, dan bebek yang mengkontaminasi makanan atau air
lalu makanan atau air tersebut dikonsumsi oleh manusia (Yuswananda, 2015).
4) Struktur dan Tipe Antigen Salmonella
Menurut Radji (2010), bakteri Salmonella memiliki tiga struktur antigen, yaitu :
• Antigen O atau antigen somatik
Antigen O atau antigen somatik berada di membran luar dinding sel dan
mengandung lipopolisakarida. Antigen ini bersifat heat-stable atau tahan
terhadap pemanasan 1000C, alkohol, dan asam.
• Antigen H atau antigen flagella
Antigen H berkebalikan dengan antigen O, yaitu bersifat heat-labile atau
rusak pada pemanasan diatas 600C, alkohol, dan asam. Antigen ini
mengandung beberapa unsur imunologik. Pada Salmonella terdapat
2 fase, yaitu fase I yang disebut fase spesifik dan fase II yang disebut
fase non spesifik.
• Antigen Vi atau antigen kapsul
Antigen Vi merupakan polimer polisakarida bersifat asam yang
terdapat dibagian paling luar badan bakteri. Antigen ini dapat dirusak
pada pemanasan 600C selama 1 jam pada penambahan fenol dan asam.
Menurut Yuswananda (2015) menjelaskan bahwa bakteri yang
memiliki antigen Vi lebih virulen baik ke manusia maupun ke hewan.

B. Telur Ayam Kampung


Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah
dicerna, dan bergizi tinggi. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai
makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya. Telur kaya dengan protein yang sangat
mudah dicerna. Beberapa hewan dapat menghasilkan telur, tetapi hanya jenis telur tertentu
yang biasa diperdagangkan dan dikonsumsi manusia yaitu telur ayam, telur bebek, telur puyuh
dan telur ikan. Pada kenyataannya telur ayam yang paling populer dikalangan konsumen. Ada
dua jenis telur ayam yaitu telur ayam kampung (buras) dan telur ayam negeri (ras).
Telur ayam kampung dihasilkan dari ayam yang berkembang biak dan tumbuh secara
liar. Jenis ayam ini dikenal dengan sebutan ayam kampung. Ayam jenis ini sendiri umumnya
tidak dibudidayakan dalam jumlah besar maupun untuk tujuan komersil. Ayam kampung ini
biasanya juga dipelihara dengan dilepas untuk mencari makan sendiri dengan mengonsumsi
makanan yang ada di sekitar mereka, seperti bijian, serangga, dan ulat.
Sebutir telur terdiri atas kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membrane kulit telur,
putih telur (albumen), kuning telur (yolk), bakal anak ayam (germ spot) dan kantung udara.
Komponen utama telur adalah kulit telur, putih telur (albumen) dan kuning telur. Komposisi
ketiga komponen ini berbeda-beda tergantung pada jenis telur.
Telur merupakan sumber protein yang sangat baik disamping susu. Telur kaya akan
asam-asam amino, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein telur merupakan protein
yang bermutu tinggi dan mudah dicerna. Dalam telur protein lebih banyak terdapat pada
kuning telur, yaitu sebanyak 16,5% sedangkan pada putih telur sebanyak 10,9%. Disisi lain,
hampir semua lemak terdapat pada kuning telur, yaitu mencapai 32%, sedangkan pada putih
telur terdapat lemak dalam jumlah sedikit. Dengan kata lain, putih telur merupakan sumber
protein, sedangkan kuning telurnya merupakan sumber lemak.
Kuning telur mengandung air, protein, lemak dan beberapa mineral. Kuning telur
berbatasan dengan putih telur dan dibungkus oleh suatu lapisan yang disebut membran
vitelin. Membran ini tersusun oleh protein yang disebut keratin. Umumnya kuning telur
berbentuk bulat, berwarna kuning atau oranye, terletak pada pusat telur dan bersifat elastis.
Warna kuning dari kuning telur disebabkan oleh kandungan santrofil yang berasal dari
makanan ayam. Pigmen lain yang banyak terdapat di dalamnya adalah pigmen karotenoid.
Lemak pada telur terdiri dari trigliserida (lemak netral), fosfolipida (umumnya berupa lesitin)
dan kolesterol. Jumlah asam lemak tidak jenuh lebih tinggi dibandingkan dengan yang
terdapat pada produk hewan . Asam lemak utamanya adalah asam oleat, palmitat, linoleat
dan asam stearat. Fungsi Trigliserida dan fosfolipida umumnya menyediakan energi yang
diperlukan untuk aktivitas sehari-hari.

C. Metode Analisis
Dalam menentukan kualitas bahan pangan diperlukan berbagai uji keamanan bahan
pangan, salah satunya adalah uji mikrobiologi. Menurut Fardiaz (1993 : 1) bahwa “Uji
mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting, karena selain dapat menduga daya
tahan simpan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau
indikator keamanan makanan. Ada berbagai macam uji mikroba yang digunakan diantaranya
adalah uji kuantitatif, uji kualitatif dan uji bakteri indikator.
Uji kuantitatif bertujuan untuk menekan kualitas dan daya tahan suatu makanan, uji
kualitatif bertujuan untuk menentukan tingkat keamanan suatu bahan pangan dan uji bakteri
indikator bertujuan untuk menentukan tingkat sanitasi bahan pangan. Pengujian yang
dilakukan pada setiap bahan pangan tidak sama tergantung dari berbagai faktor, diantaranya
adalah cara penanganan dan konsumsinya, cara peyimpanan dan pengepakan, jenis dan
komposisi serta berbagai faktor lainnya.
Untuk bahan pangan seperti telur biasanya dilakukan pengujian mikrobiologi, yaitu
dengan cara mengisolasi bakteri pada media selektif. Selanjutnya dilakukan serangkaian uji
biokimia yang meliputi uji fisiologis (uji motil), uji metil- red, uji voges-proskauer, uji TSIA,
uji KIA, uji sitrat dan uji fermentasi karbohidrat (glukosa, laktosa, sukrosa) sehingga
diperoleh data yang menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki oleh bakteri tersebut.

D. Metode Penelitian Uji Biokimia Simon Citrate Agar (SCA)


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif
adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran atau
deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2002 : 138). Adapun
serangkaian pengujian yang akan dilakukan, adalah pengujian mikrobiologi (mengisolasi), uji
biokimia yang meliputi uji simon citrate agar (SCA)

Media Simmons Citrate Agar atau Media SCA adalah salah satu media untuk uji biokoima
bakteri. Uji Biokimia bakteri bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat biokimia suatu bakteri.
Jika sifat-sifat biokomia bakteri telah diketahui, maka bakteri tersebut dapat dibedakan dengan
yang lain atau dapat mengetahui sebenarnya bakteri yang diteliti tersebut adalah bakteri apa.
Media Simmons Citrate Agar dikembangkan oleh Koser pada awal tahun 1920. Awalnya koser
mengunakan media cair yang serupa dengan Media Simmons Citrate Agar untuk membedakan
antara fecal coliform dan non fecal coliform.

Media Simmons Citrate Agar (SCA) adalah media yang digunakan untuk mengetahui
miroorganisme yang mampu menggunakan sitrat sebagai sumber karbon. SCA
mengandung Natrium sitrat dan Amonium fosfat yang masing-masing memiliki fungsi
sebagai sumber karbon dan sumber nitrogen. SCA sebenarnya merupakan media modifikasi
dari media Koser dengan penambahan bromthymol blue agar kemudahan dalam interpretasi
hasil. Bromthymol blue dalam media ini berfungsi sebagai indikator warna. Bromthymol blue
dalam media SCA akan berwarna hijau pada pH 6,9 dan apabila terjadi kenaikan pH hingga
7,6 media akan berwarna biru dalam jangka waktu 24-48 jam.

SCA berguna untuk membedakan bakteri Gram negatif Enterik bentuk bacil pada sampel
uji berupa air, makanan dan spesimen laboratorium.Sebagian besar bakteri enterik bersifat
patogen, dan apabila ditemukan pada sampel uji air minuman akan berbahaya untuk
kesehatan.

Bakteri yang mampu menggunakan sitrat (citrate) sebagai sumber energinya dapat
menghasilkan enzim citrate-permease. Enzim citrate-permease mengubah sitrat (citrate)
menjadi piruvat (Pyruvate). Piruvat kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan ATP di
dalam siklus Kreb. Jika ditumbuhkan dalam media Simmons Citrate Agar akan mengubah
warna media Simmons Citrate Agar menjadi warna biru. Hal tersebut disebabkan karena
bakteri yang memetabolisme sitrat (citrate) akan menghasilkan amonia (ammonia).
Bertambahnya amonia (ammonia) di dalam media akan meningkat pH dari media (media
bertambah basa). Di dalam media Simmons Citrate Agar terdapat bromthymol blue. Jika pH
media naik diatas pH 7.6, maka warna media akan berubah menjadi warna biru. Oleh karena
itu, jika bakteri mampu memetabolisme sitrat (citrate) maka media Simmons Citrate Agar akan
berubah menjadi warna biru.
BAB III
METODOLOGI

A. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah pengambilan sampel secara acak dengan
mengambil telur ayam kampung sebanyak 3 buah yang berasal dari tempat yang berbeda. Satu
sampel telur ayam kampung diambil dari hasil budidaya ayam milik salah satu siswa dan satu
sampel ayam kampung diambil dari warung terdekat.

B. Alat
1. Autoclave
2. Batang Pengaduk
3. Erlenmeyer
4. Tabung Durham
5. Inkubator
6. Kompor Listrik
7. Neraca Analitik Digital
8. Hot plate
9. Dispo 1 mL
10. Tabung Reaksi
11. Gelas Kimia
12. Oven
13. Gelas Ukur 1000 mL
14. Gelas Ukur 10 mL
15. Spatula
16. Jarum Ose
17. Vortex
C. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1) Tiga sampel telur ayam kampung
2) Aquades
3) 2,428 gram Simmon Citrate Agar (SCA)
4) 27 ml Selenite Cystine Broth (SCB) – langkah dilewati
5) 14 ml larutan Lactosa Broth (LB)
6) Alluminium foil
7) Kapas

D. Preparasi Sampel (Dilakukan pada hari Selasa)


1. Isi telur yang akan diuji masing-masing dikocok hingga merata
2. Diambil dengan menggunakan dispo sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam masing-
masing tabung reaksi kemudian divortex sampai homogen
3. Ambil 0,65 gram LB kemudian larutkan kedalam 50 ml akuades.
4. Tiap-tiap tabung reaksi ditambahkan 9 ml LB
5. Selanjutnya dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.

E. Prosedur Analisis (Rabu)


1) Sterilisasi alat dan medium (Rabu)
1. Alat dan bahan yang telah disiapkan disterilkan terlebih dahulu
2. Alat berupa tabung reaksi, erlemeyer, gelas ukur, gelas kimia, cawan petri,
spatula dan batang pengaduk dibungkus dengan kertasdan ditutup dengan
aluminium foil.
3. Selanjutnya disterilkan dengan menggunakan oven pada suhu 1600 C selama 2
jam.
4. Sedangkan alat-alat lainnya yang terbuat dari logam seperti ose disterilkan pada
pijaran api selama ±1 menit.
5. Untuk sterilisasi medium yang digunakan, dapat dilakukan sterilisasi dengan
autoclave pada suhu 1210 C. Medium yang disterilkan ditempatkan di dalam
autoclave selama 15-20 menit (Dwijosaputro, 1982 : 35).
2) Pembuatan medium Simmons Citrate Agar (SCA) – (Rabu)
1. SCA ditimbang sebanyak 2,428 gram kemudian dilarutkan dalam 100 ml
aquadest steril pada gelas kimia
2. Dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate suhu 1000C dan diaduk secara
perlahan-lahan

3. Atur pH medium hingga mencapai 7.0 ± . Dapat menggunakan alat pH meter.


Apabila pH diatas 7.0 maka dapat ditambah larutan HCL sedikit demi sedikit.
Dan sebaliknya apabila pH lebih rendah dari 7.0 dapat ditambah larutan NaOH.
4. Setelah SCA larut semua kemudian diangkat dan dituangkan ke dalam
erlemeyer dan ditutup dengan almunium foil
5. Disterilisasi dengan mengunakan autoclave dengan suhu 1210C selama 15 menit
selanjutnya media siap digunakan.
6. Tungkan media kedalam tabung durham masing-masing 7 mL kemudian tunggu
sampai mengeras dalam keadaan miring.

3) Pengujian terhadap sampel


1. Tahap Pra Pengkayaan (Selasa) sembari menunggu media di autoklaf)
1) Isi telur yang akan diuji masing-masing dikocok hingga merata
2) Diambil dengan menggunakan dispo sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam
masing-masing tabung reaksi kemudian divortex sampai homogen
3) Ambil 0,65 gram LB kemudian larutkan kedalam 50 ml akuades.
4) Tiap-tiap tabung reaksi ditambahkan 9 ml LB
5) Selanjutnya dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.

2. Tahap Pengkayaan (Enrechiment) – tidak usah diperkaya tapi tetap


ditulis prosedurnya
Tahap pengkayaan adalah tahap memperbanyak jumlah bakteri yang
akan diuji, sedangkan bakteri yang lain dihambat pertumbuhannya. Sampel
yang telah melalui tahapan pra pengkayaan dengan meggunakan Laktosa
Broth selanjutnya diperkaya dengan menggunakan Selenite Cystine Broth
dengan cara:
1) Mengambil 1 mL biakan dari medium LB
2) Kemudian dimasukan ke dalam 9 ml Selenite Cystine Broth(SCB)
3) Diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.

3. Isolasi Bakteri Pada Medium Selektif


Untuk mengenal karakteristik yang dimiliki oleh salah satu jenis
bakteri, dilakukan dengan cara mengisolasi bakteri pada medium selektif.
Prosedur kerjanya yaitu:
Apabila hasil yang diperoleh pada tabung “Enrichment” bila
memperlihatkan pertumbuhan yang positif (berwarna putih dan keruh) dapat
dilanjutkan dengan penggoresan pada media SCA yang telah disiapkan untuk
menyeleksi koloni Salmonella.

4. Uji Biokimia SCA (Rabu)


1) Bakteri uji diinokulasikan ke dalam medium simmon citrate agar dengan
cara menggoreskan bagian miringnya dan menusuk bagian tegaknya.
2) Menginkubasikan pada suhu 370C selama 24 – 48 jam.
3) Mengamati perubahan yang terjadi yaitu hasil positif akan ditunjukan
dengan adanya perubahan warna dari hijau menjadi biru, sedangkan bila
tidak terjadi perubahan warna maka uji bersifat Negatif.

5. Pewarnaan Gram bertingkat


1) Membersihkan kaca objek dengan air sabun dan alkohol, hingga
terbebas dari lemak
2) Mengambil sampel letakkan pada kaca objek
3) Memanaskan kaca objek pada nyala api spritus sampai terbentuk
lapisan film
4) Tetesi preparat dengan kristal violet lalu diamkan 3 menit. Kemudian
bilas dengan air akuades hingga kering
5) Menetekan lugol pada preparat lalu diamkan 1 menit kemudian bilas
dengan air akuades hingga kering
6) Preparat dilunturkan dengan alkhohol kemudian bilas dengan air
mengalir
7) Meneteskan safranin lalu diamkan selama 2 menit. Bilas dengan
akuades lalu keringkan
8) Lakukan pengamatan dengan mikroskop. Hasil pewarnaan gram positif
adalah violet dan gram negatif adalah merah. Untuk salmonella akan
menunjukkan warna merah dengan bentuk batang.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
a. Tahap pra pengkayaan
Telur yang sudah dikocok dimasukkan kedalam tabung berisi durham sebanyak 1
ml kemudian ditambah 9 ml LB. Tabung diinkubasi selama 24 jam didapatkan hasil :
Telur 1 Telur 2 Telur 3
• Terdapat endapan • Terdapat endapan • Terdapat endapan
putih di dasar tabung putih di dasar tabung putih di dasar tabung
• Terdapat gelembung • Terdapat gelembung • Terdapat gelembung
didalam durham yang didalam durham yang didalam durham yang
berarti ada aktivitas berarti ada aktivitas berarti ada aktivitas
bakteri bakteri bakteri
• Warna sampel menjadi • Warna sampel menjadi • Warna sampel menjadi
kuning lebih jernih. kuning lebih jernih. kuning lebih jernih.

Sebelum inkubasi Sesudah inkubasi 24 jam

b. Uji biokimia pada SCA


Bakteri di inokulasikan pada medium SCA dengan menusuk secara tegak lurus pada
bagian miring. Kemudian dilkukan inkubasi selama 24 jam dalam suhu 37Oc . setelah
24 jam hasil yang didapat :
Telur 1 Telur 2 Telur 3
• Bagian agar SCA • Bagian agar SCA • Bagian agar SCA
yang tertusuk berubah yang tertusuk berubah yang tertusuk berubah
menjadi warna biru menjadi warna biru menjadi warna biru
menandakan bahwa menandakan bahwa menandakan bahwa
sampel positif sampel positif sampel positif
mengandung bakteri mengandung bakteri mengandung bakteri
gram negatif gram negatif. gram negatif.
• Terdapat bintik • Terdapat bintik • Terdapat bintik
berwarna putih berwarna putih berwarna putih

Sebelum inkubasi Sesudah inkubasi 24 jam

Penampakan bintik berwarna putih

Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3


c. Pengamatan dengan pewarnaan bertingkat
Telur 1 Telur 2 Telur 3

Koloni bakteri terlihat Tidak terlihat adanya Terlihat koloni bakteri


berbentuk batang memanjang bakteri yang kemungkinan berbentuk batang
karena pembilasan dan memanjang
ketebalan media yang
terbawa pada preparat

B. Pembahasan
Praktikum kali ini adalah pengujian keberadaan bakteri Salmonella di tiga telur
ayam kampung yang diambil dari tempat berbeda. Media yang digunakan dalam praktikum
kali ini adalah Lactosa Broth (LB) dan Simmons Citrate Agar (SCA).

Alat disterilkan ke dalam autoklaf agar terbebas dari mikroba yang lain. Kemudian
pembuatan media dengan menimbang 0,65 gram Lactosa Broth kemudian dilarutkan dalam
50 mL akuades dan dihomogenkan.

Perlakuan pertama adalah persiapan sampel dengan mengocok sampel tersebut


hingga homogen. Sampel diambil sebanyak 1 mL ditambahkan dengan media berupa
Lactosa Broth sebanyak 9 mL kedalam tabung reaksi dan ditutup rapat, kemudian di
inkubasi selama 24 jam. Lactosa Broth (LB) dipakai untuk mengetahui keberadaan bakteri
golongan coliform yang dapat memfermentasi laktosa menjadi asam laktat berupa
kekeruhan dalam sampel serta menghasilkan gas atau gelembung udara yang terperangkap
dalam tabung durham. Sampel dinyatakan positif coliform jika terbentuk gas sebanyak 10%
atau lebih volume tabung durham.

Setelah sampel di inkubasi selama 24 jam, ternyata sampel positif coliform karena
terdapat gelembung udara. Selanjutnya dilakukan uji biokimia menggunakan media berupa
Simmons Citrate Agar (SCA). Pembuatan media dilakukan dengan menimbang 2,428 gram
SCA kemudian dilarutkan dalam 100 mL akuades dan dipanaskan diatas hot plate. Setelah
mendidih dipindahkan ke dalam erlenmeyer yang ditutup dengan kapas kemudian di
sterilisasi dengan autoclaf. Pindahkan kedalam tabung reaksi sebanyak 9 mL (dan
diposisikan miring dengan batas 1 cm dari mulut tabung reaksi). Tunggu 15 menit hingga
media menjadi padat.

Media yang sudah padat kemudian diinokulasikan dengan bakteri yang telah di
inkubasi dengan cara mengambil dengan ose yang telah dipanaskan selama 1 menit diatas
pemanas spiritus kemudian menusuk bagian miring media secara vertikal. Tutup media
yang telah diinokulasikan dengan bakteri lalu diinkubasikan selama 24-48 jam.

Media Simmons Citrate Agar digunakan untuk membedakan bakteri gram negatif
(-) yang mempu memetabolisme sitrat (citrate) dan yang tidak mampu memetabolisme
sitrat (citrate). Bakteri akan mengubah warna media dari hijau menjadi biru karena bakteri
memetabolisme sitrat dan menghasilkan amonia. Dalam media SCA terdapat Bromthymol
Blue yang menjadi dasar SCA berubah menjadi biru karena kenaikan pH lebih dari 7.6 yang
dihasilkan karena kenaikan amonia pada metabolisme bakteri. Sedangkan Salmonella
adalah salah satu bakteri gram negatif berbentuk batang (basil) yang akan mengubah warna
media SCA dari hijau menjadi biru.

Setelah diinkubasikan ditunjukkan bahwa ketiga sampel tersebut terdapat bakteri


gram negatif karena terjadi perubahan warna dari hijau menjadi biru. Selain itu terdapat
titik titik putih yang mengindikasikan bahwa terdapat bakteri. Untuk mengetahui lebih
lanjut apakah didalam sampel tersebut terdapat bakteri Salmonella atau tidak maka
dilakukan perwarnaan gram bertingkat kemudian dilihat dengan mikroskop.

Bakteri yang berada didalam tabung reaksi diambil 0,5 cm kemudian dipindahkan
diatas kaca preparat. Fiksasi bakteri diatas pemanas spiritus sampai terbentuk lapisan film.
Kemudian tetesi dengan kristal violet diamkan selama 3 menit dan didekantir menggunakan
akuades. Kristal violet untuk memberikan warna ungu pada mikroba sebagai pewarna
primer. Keringkan kaca preparat lalu tetesi dengan lugol dan didiamkan selama 1 menit.
Larutan lugol memiliki fungsi untuk melekatkan warna pada dinding sel bakteri sehingga
pada saat pencucian menggunakan alkohol maka warna pada bakteri tidak luntur.
Keringkan kembali kaca preparat lalu tetesi dengan pewarna safranin dan didiamkan
kembali selama 2 menit. Dekantir menggunakan akuades lalu dikeringkan. Pada bakteri
Gram negatif, penambahan safranin menyebabkan sel bakteri berwarna merah, karena
persenyawaan kompleks kristal violet-yodium larut dan dinding sel kemudian mengikat zat
warna kedua. Fungsi zat warna safranin hanyalah sebagai pembeda (kontras) terhadap zat
warna kristal violet. Tutup kaca preparat menggunakan penutup kaca preparat dan amati
ketiga sampel di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 kali.

Dari pengamatan dengan mikroskop didapatkan bahwa sampel 1 terdapat bakteri


Salmonella, sampel 2 tidak terdapat bakteri Salmonella, dan sampel 3 terdapat bakteri
Salmonella. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya bakteri berbentuk basil/batang pada
sampel 1 dan 3. Adanya bakteri Salmonella di dalam sampel telur bisa disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu dalam tubuh ayam dan di luar tubuh ayam itu sendiri. Ayam yang
terlihat sehat bisa menyimpan Salmonella di indung telur, sehingga telur telah
terkontaminasi sebelum cangkangnya terbentuk. Selain itu, telur tersebut belum mengalami
proses pasteurisasi karena berasal dari ayam langsung dan belum masuk ke dalam
supermarket/toko sehingga masih terdapat kemungkinan besar terkontaminasi oleh bakteri
salmonella.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari praktikum pengujian Salmonella pada telur ayam dapat diambil kesimpulan :
1) Setelah dilakukan inkubasi sampel dapat diketahui bahwa ketiga sampel positif
coliform karena terdapat gelembung udara pada tabung durham.
2) Setelah diinkubasikan ditunjukkan bahwa ketiga sampel tersebut terdapat bakteri
gram negatif karena terjadi perubahan warna dari hijau menjadi biru. Selain itu
terdapat titik titik putih yang mengindikasikan bahwa terdapat bakteri
3) Dari pengamatan dengan mikroskop didapatkan bahwa sampel 1 terdapat bakteri
Salmonella, sampel 2 tidak terdapat bakteri Salmonella, dan sampel 3 terdapat
bakteri Salmonella. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya bakteri berbentuk
basil/batang pada sampel 1 dan 3. Adanya bakteri Salmonella di dalam sampel
telur bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu dalam tubuh ayam dan di luar
tubuh ayam itu sendiri.

B. Saran
Dari praktikum ini saran yang kami berikan adalah:
1) Sebaiknya kestrilan alat diperhatikan agar tidak terkontaminasi dan juga pada saat
pembilasan sebaiknya dilakukan dengan teliti dan benar-benar kering agar bakteri
dapat terlihat di mikroskop
2) Kefokusan pada saat penggunaan mikroskop sebaiknya benar-benar diperhatikan
agar bakteri tampak dengan jelas
3) Bagi masyarakat sebaiknya dapat mengolah telur dengan baik dan benar. Pastikan
telur yang akan kita konsumsi benar-benar matang dan terbebas dari bakteri. Agar
terbebas dari bakteri Salmonella dan tubuh tetap sehat.
LAMPIRAN FOTO PRAKTIKUM
A. Sterilisasi alat dan medium
1. Alat dan bahan yang telah disiapkan disterilkan terlebih dahulu

2. Selanjutnya disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit

3. Sedangkan alat yg dari logam seperti ose disterilkan pada pijaran api selama 1 menit.

4. Untuk sterilisasi medium yang digunakan, dapat dilakukan sterilisasi dengan


autoclave pada suhu 1210 Cselama 15-20 menit (Dwijosaputro, 1982 : 35).
B. Tahap Pra Pengkayaan (Selasa) sembari menunggu media di autoklaf)
1. Isi telur yang akan diuji masing-masing dikocok hingga merata

2. Diambil dengan menggunakan dispo sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam


masing-masing tabung reaksi kemudian divortex sampai homogen

3. Ambil 0,65 gram LB kemudian larutkan kedalam 50 ml akuades.

4. Tiap-tiap tabung reaksi ditambahkan 9 ml LB


5. Selanjutnya dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.

C. Pembuatan medium Simmons Citrate Agar (SCA)


1. SCA ditimbang sebanyak 2,428 gram kemudian dilarutkan dalam 100 ml aquadest
steril pada gelas kimia

2. Dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate suhu 1000C dan diaduk secara
perlahan-lahan
3. Atur pH medium hingga mencapai 7.0 ± . Dapat menggunakan alat pH meter. Apabila
pH diatas 7.0 maka dapat ditambah larutan HCL sedikit demi sedikit. Dan sebaliknya
apabila pH lebih rendah dari 7.0 dapat ditambah larutan NaOH.

4. Setelah SCA larut semua kemudian diangkat dan dituangkan ke dalam erlemeyer dan
ditutup dengan almunium foil

5. Disterilisasi dengan mengunakan autoclave dengan suhu 1210C selama 15 menit


6. Tungkan media kedalam tabung durham masing-masing 7 mL kemudian tunggu
sampai mengeras dalam keadaan miring

D. Uji Biokimia SCA (Rabu)


1. Bakteri uji diinokulasikan ke dalam medium simmon citrate agar dengan cara
menggoreskan bagian miringnya dan menusuk bagian tegaknya.

2. Menginkubasikan pada suhu 370C selama 24 – 48 jam.


3. Mengamati perubahan yang terjadi yaitu hasil positif akan ditunjukan dengan adanya
perubahan warna dari hijau menjadi biru, sedangkan bila tidak terjadi perubahan
warna maka uji bersifat Negatif.

Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3

E. Pewarnaan Gram bertingkat


1. Membersihkan kaca objek dengan air sabun dan alkohol, hingga terbebas dari lemak
2. Mengambil sampel letakkan pada kaca objek

3. Memanaskan kaca objek pada nyala api spritus sampai terbentuk lapisan film

4. Tetesi preparat dengan kristal violet lalu diamkan 3 menit. Kemudian bilas dengan
air akuades hingga kering
5. Menetekan lugol pada preparat lalu diamkan 1 menit kemudian bilas dengan air
akuades hingga kering

6. Preparat dilunturkan dengan alkhohol kemudian bilas dengan air mengalir

7. Meneteskan safranin lalu diamkan selama 2 menit. Bilas dengan akuades lalu
keringkan
8. Lakukan pengamatan dengan mikroskop. Hasil pewarnaan gram positif adalah violet
dan gram negatif adalah merah. Untuk salmonella akan menunjukkan warna merah
dengan bentuk batang.

Anda mungkin juga menyukai