DISUSUN OLEH :
1. ERIKA MARCHELIA SURANTI (29)
2. FERNANDA ARIFFAJAR RIFQI (30)
3. FRISKA SEPTIANA TRIPUKA (31)
4. GALIH DAMAR PANULUH (32)
A. Latar Belakang
Bahan pangan merupakan semua jenis bahan yang dapat digunakan sebagai bahan
makanan yang bersifat aman, memiliki palatabilitas dan menyehatkan bagi manusia. Makanan
merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, karena mengandung senyawa-senyawa
yang diperlukan oleh tubuh. Fungsi makanan diantaranya untuk pertumbuhan, memelihara dan
memperbaiki jaringan tubuh yang telah rusak, mengatur proses di dalam tubuh,
perkembangbiakan serta sebagai sumber energi. Senyawa utama yang menyusun bahan
makanan adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Salah satu jenis makanan
yang mengandung protein adalah telur.
Telur mempunyai beberapa keunggulan, yakni selain mengandung zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh, telur juga memiliki rasa yang enak, mudah dicerna, dan dapat diolah
menjadi berbagai macam produk makanan. Keunggulan telur ini akan bertahan lama apabila
ditunjang oleh kualitas telur itu sendiri. Menurut Sudaryani (2003 : 12) bahwa “Secara
keseluruhan kualitas telur tergantung pada kualitas telur bagian dalam (isi telur) dan kualitas
telur bagian luar (kulit telur)”. Telur tergolong bahan yang mudah mengalami kerusakan.
Kerusakan pada telur dapat terjadi secara fisik, kimia dan biologis. Kerusakan telur
secara biologis, terjadi karena adanya bakteri pencemar yang berada pada permukaan kulit
telur. Kerusakan telur yang disebabkan oleh bakteri dapat disebabkan oleh 2 faktor utama yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam, yaitu
telur telah terinfeksi pada waktu masih berada dalam tubuh induknya misalnya induk
menderita Salmonellosis sehingga telur mengandung bakteri Salmonellasp. Faktor eksternal
adalah faktor yang berasal dari luar meliputi masuknya bakteri ke dalam telur yang terjadi
setelah telur keluar dari tubuh induknya misalnya yang berasal dari kotoran kandang, udara,
peralatan dan tangan peternak.
Faktor lain yang menyebabkan kerusakan pada telur diantaranya: suhu lingkungan,
faktor penanganan dan kondisi penyimpanan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
penyimpanan telur diantaranya adalahkebersihan di sekitar tempat penyimpanan, lama
penyimpanan dan suhu penyimpanan. Menurut Sudaryani (2003 : 22) bahwa “Suhu optimum
penyimpanan telur antara 12-15o C dan kelembaban 70-80 %, di bawah atau di atas suhu
tersebut akan berpengaruh kurang baik terhadap kualitas telur”.
Bakteri Salmonella sp. Merupakan salah satu anggota dari famili Enterobacteriaceae.
Sebagian besar Salmonella sp. Merupakan mikrobia patogen penyebab sakit perut yang dapat
menyebabkan dehidrasi ekstrim, yang disebut dengan Salmonellosis. Habitat alami Salmonella
sp. Adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan makanan merupakan media
perantara penyebaran Salmonella sp. (Cliver dan Doyle, 1990).
Pada tahun 2001, Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan (BPMPP) Bogor, melakukan
pengujian cemaran Salmonella sp. Pada sampel daging ayam dan telur. Hasil pemeriksaan itu
melaporkan bahwa 17 dari 347 sampel daging ayam (4,9%) tercemar Salmonella sp.,
sedangkan pada telur (26 sampel) tidak ditemukan adanya cemaran. Laporan tersebut juga
menyatakan bahwa 7 dari 42 sampel daging ayam (16,67%) yang berasal dari Daerah Istimewa
Yogyakarta mengandung Salmonella sp.
Untuk mencegah infeksi Salmonella sp. Pada bahan makanan, maka harus dilakukan
deteksi dan isolasi untuk mengkontrol penyebab infeksi. Seperti bahwa syarat mutu karkas
dan daging ayam dalam SNI 7388:2009 menyatakan bahwa produk pangan tidak
diperbolehkan mengandung Salmonella sp., alasan dari dicanangkannya “zero tolerance” ini
adalah karena Salmonella sp. Merupakan bakteri patogen dan penyebab terjadinya food borne
disease.
Salmonella merupakan kelompok basil Gram negatif yang mempengaruhi hewan dan
manusia. Salmonella dapat menyerang manusia melalui makanan dan minuman. Infeksi
Salmonella merupakan endemik di negara–negara berkembang (Faseela et al., 2010). Infeksi
Salmonella pada manusia terlihat dalam dua jenis yaitu demam enterik baik tifoid atau
paratifod dan gastroenteritis yang non-tifoid (Zhang et al., 2008). Indonesia merupakan salah
satu negara dengan insiden demam tifoid, pada kelompok umur 5-15 tahun dilaporkan 180,3
per 100,000 penduduk. Demam tifoid dapat dicegah dan biasanya dapat diobati dengan
antibiotik (Ochiai et al, 2008). Pemberian antibiotik empiris yang tepat pada pasien demam
tifoid sangat penting, untuk mencegah komplikasi dan mengurangi angka kematian.
Kloramfenikol, ampisilin, dan kotrimoksazol merupakan antibiotik lini pertama yang telah
dipakai selama puluhan tahun sampai timbulnya resistensi yang disebut Multidrug Resistant
Salmonella Typhi (MDRST) (Sidabutar et al., 2010).
Seseorang bisa terinfeksi bakteri ini, sehingga mengidap Salmonellosis ketika
mengonsumsi makanan yang terkontaminasi feses hewan yang mengandung bakteri tersebut.
Makanan yang umumnya terkontaminasi bakteri Salmonella, contohnya daging, unggas,
makanan laut mentah, telur mentah, dan buah serta sayur-sayuran. Adanya bakteri
salmonella dalam makanan dapat menyebabkan menderita gastoenteritis. Hal ini dapat terjadi
dengan gejala mual, muntah, kram perut, diare, demam, sakit kepala, panas dingin, dan darah
di feses.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, didapatkan rumusan masalah berupa : Apakah dalam
telur ayam kampung mengandung bakteri Salmonella sp. didalamnya?
C. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui kandungan mikroorganisme
bakteri Salmonella sp. yang ada pada telur ayam kampung
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
C. Metode Analisis
Dalam menentukan kualitas bahan pangan diperlukan berbagai uji keamanan bahan
pangan, salah satunya adalah uji mikrobiologi. Menurut Fardiaz (1993 : 1) bahwa “Uji
mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting, karena selain dapat menduga daya
tahan simpan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau
indikator keamanan makanan. Ada berbagai macam uji mikroba yang digunakan diantaranya
adalah uji kuantitatif, uji kualitatif dan uji bakteri indikator.
Uji kuantitatif bertujuan untuk menekan kualitas dan daya tahan suatu makanan, uji
kualitatif bertujuan untuk menentukan tingkat keamanan suatu bahan pangan dan uji bakteri
indikator bertujuan untuk menentukan tingkat sanitasi bahan pangan. Pengujian yang
dilakukan pada setiap bahan pangan tidak sama tergantung dari berbagai faktor, diantaranya
adalah cara penanganan dan konsumsinya, cara peyimpanan dan pengepakan, jenis dan
komposisi serta berbagai faktor lainnya.
Untuk bahan pangan seperti telur biasanya dilakukan pengujian mikrobiologi, yaitu
dengan cara mengisolasi bakteri pada media selektif. Selanjutnya dilakukan serangkaian uji
biokimia yang meliputi uji fisiologis (uji motil), uji metil- red, uji voges-proskauer, uji TSIA,
uji KIA, uji sitrat dan uji fermentasi karbohidrat (glukosa, laktosa, sukrosa) sehingga
diperoleh data yang menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki oleh bakteri tersebut.
Media Simmons Citrate Agar atau Media SCA adalah salah satu media untuk uji biokoima
bakteri. Uji Biokimia bakteri bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat biokimia suatu bakteri.
Jika sifat-sifat biokomia bakteri telah diketahui, maka bakteri tersebut dapat dibedakan dengan
yang lain atau dapat mengetahui sebenarnya bakteri yang diteliti tersebut adalah bakteri apa.
Media Simmons Citrate Agar dikembangkan oleh Koser pada awal tahun 1920. Awalnya koser
mengunakan media cair yang serupa dengan Media Simmons Citrate Agar untuk membedakan
antara fecal coliform dan non fecal coliform.
Media Simmons Citrate Agar (SCA) adalah media yang digunakan untuk mengetahui
miroorganisme yang mampu menggunakan sitrat sebagai sumber karbon. SCA
mengandung Natrium sitrat dan Amonium fosfat yang masing-masing memiliki fungsi
sebagai sumber karbon dan sumber nitrogen. SCA sebenarnya merupakan media modifikasi
dari media Koser dengan penambahan bromthymol blue agar kemudahan dalam interpretasi
hasil. Bromthymol blue dalam media ini berfungsi sebagai indikator warna. Bromthymol blue
dalam media SCA akan berwarna hijau pada pH 6,9 dan apabila terjadi kenaikan pH hingga
7,6 media akan berwarna biru dalam jangka waktu 24-48 jam.
SCA berguna untuk membedakan bakteri Gram negatif Enterik bentuk bacil pada sampel
uji berupa air, makanan dan spesimen laboratorium.Sebagian besar bakteri enterik bersifat
patogen, dan apabila ditemukan pada sampel uji air minuman akan berbahaya untuk
kesehatan.
Bakteri yang mampu menggunakan sitrat (citrate) sebagai sumber energinya dapat
menghasilkan enzim citrate-permease. Enzim citrate-permease mengubah sitrat (citrate)
menjadi piruvat (Pyruvate). Piruvat kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan ATP di
dalam siklus Kreb. Jika ditumbuhkan dalam media Simmons Citrate Agar akan mengubah
warna media Simmons Citrate Agar menjadi warna biru. Hal tersebut disebabkan karena
bakteri yang memetabolisme sitrat (citrate) akan menghasilkan amonia (ammonia).
Bertambahnya amonia (ammonia) di dalam media akan meningkat pH dari media (media
bertambah basa). Di dalam media Simmons Citrate Agar terdapat bromthymol blue. Jika pH
media naik diatas pH 7.6, maka warna media akan berubah menjadi warna biru. Oleh karena
itu, jika bakteri mampu memetabolisme sitrat (citrate) maka media Simmons Citrate Agar akan
berubah menjadi warna biru.
BAB III
METODOLOGI
A. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah pengambilan sampel secara acak dengan
mengambil telur ayam kampung sebanyak 3 buah yang berasal dari tempat yang berbeda. Satu
sampel telur ayam kampung diambil dari hasil budidaya ayam milik salah satu siswa dan satu
sampel ayam kampung diambil dari warung terdekat.
B. Alat
1. Autoclave
2. Batang Pengaduk
3. Erlenmeyer
4. Tabung Durham
5. Inkubator
6. Kompor Listrik
7. Neraca Analitik Digital
8. Hot plate
9. Dispo 1 mL
10. Tabung Reaksi
11. Gelas Kimia
12. Oven
13. Gelas Ukur 1000 mL
14. Gelas Ukur 10 mL
15. Spatula
16. Jarum Ose
17. Vortex
C. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1) Tiga sampel telur ayam kampung
2) Aquades
3) 2,428 gram Simmon Citrate Agar (SCA)
4) 27 ml Selenite Cystine Broth (SCB) – langkah dilewati
5) 14 ml larutan Lactosa Broth (LB)
6) Alluminium foil
7) Kapas
B. Pembahasan
Praktikum kali ini adalah pengujian keberadaan bakteri Salmonella di tiga telur
ayam kampung yang diambil dari tempat berbeda. Media yang digunakan dalam praktikum
kali ini adalah Lactosa Broth (LB) dan Simmons Citrate Agar (SCA).
Alat disterilkan ke dalam autoklaf agar terbebas dari mikroba yang lain. Kemudian
pembuatan media dengan menimbang 0,65 gram Lactosa Broth kemudian dilarutkan dalam
50 mL akuades dan dihomogenkan.
Setelah sampel di inkubasi selama 24 jam, ternyata sampel positif coliform karena
terdapat gelembung udara. Selanjutnya dilakukan uji biokimia menggunakan media berupa
Simmons Citrate Agar (SCA). Pembuatan media dilakukan dengan menimbang 2,428 gram
SCA kemudian dilarutkan dalam 100 mL akuades dan dipanaskan diatas hot plate. Setelah
mendidih dipindahkan ke dalam erlenmeyer yang ditutup dengan kapas kemudian di
sterilisasi dengan autoclaf. Pindahkan kedalam tabung reaksi sebanyak 9 mL (dan
diposisikan miring dengan batas 1 cm dari mulut tabung reaksi). Tunggu 15 menit hingga
media menjadi padat.
Media yang sudah padat kemudian diinokulasikan dengan bakteri yang telah di
inkubasi dengan cara mengambil dengan ose yang telah dipanaskan selama 1 menit diatas
pemanas spiritus kemudian menusuk bagian miring media secara vertikal. Tutup media
yang telah diinokulasikan dengan bakteri lalu diinkubasikan selama 24-48 jam.
Media Simmons Citrate Agar digunakan untuk membedakan bakteri gram negatif
(-) yang mempu memetabolisme sitrat (citrate) dan yang tidak mampu memetabolisme
sitrat (citrate). Bakteri akan mengubah warna media dari hijau menjadi biru karena bakteri
memetabolisme sitrat dan menghasilkan amonia. Dalam media SCA terdapat Bromthymol
Blue yang menjadi dasar SCA berubah menjadi biru karena kenaikan pH lebih dari 7.6 yang
dihasilkan karena kenaikan amonia pada metabolisme bakteri. Sedangkan Salmonella
adalah salah satu bakteri gram negatif berbentuk batang (basil) yang akan mengubah warna
media SCA dari hijau menjadi biru.
Bakteri yang berada didalam tabung reaksi diambil 0,5 cm kemudian dipindahkan
diatas kaca preparat. Fiksasi bakteri diatas pemanas spiritus sampai terbentuk lapisan film.
Kemudian tetesi dengan kristal violet diamkan selama 3 menit dan didekantir menggunakan
akuades. Kristal violet untuk memberikan warna ungu pada mikroba sebagai pewarna
primer. Keringkan kaca preparat lalu tetesi dengan lugol dan didiamkan selama 1 menit.
Larutan lugol memiliki fungsi untuk melekatkan warna pada dinding sel bakteri sehingga
pada saat pencucian menggunakan alkohol maka warna pada bakteri tidak luntur.
Keringkan kembali kaca preparat lalu tetesi dengan pewarna safranin dan didiamkan
kembali selama 2 menit. Dekantir menggunakan akuades lalu dikeringkan. Pada bakteri
Gram negatif, penambahan safranin menyebabkan sel bakteri berwarna merah, karena
persenyawaan kompleks kristal violet-yodium larut dan dinding sel kemudian mengikat zat
warna kedua. Fungsi zat warna safranin hanyalah sebagai pembeda (kontras) terhadap zat
warna kristal violet. Tutup kaca preparat menggunakan penutup kaca preparat dan amati
ketiga sampel di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 kali.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari praktikum pengujian Salmonella pada telur ayam dapat diambil kesimpulan :
1) Setelah dilakukan inkubasi sampel dapat diketahui bahwa ketiga sampel positif
coliform karena terdapat gelembung udara pada tabung durham.
2) Setelah diinkubasikan ditunjukkan bahwa ketiga sampel tersebut terdapat bakteri
gram negatif karena terjadi perubahan warna dari hijau menjadi biru. Selain itu
terdapat titik titik putih yang mengindikasikan bahwa terdapat bakteri
3) Dari pengamatan dengan mikroskop didapatkan bahwa sampel 1 terdapat bakteri
Salmonella, sampel 2 tidak terdapat bakteri Salmonella, dan sampel 3 terdapat
bakteri Salmonella. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya bakteri berbentuk
basil/batang pada sampel 1 dan 3. Adanya bakteri Salmonella di dalam sampel
telur bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu dalam tubuh ayam dan di luar
tubuh ayam itu sendiri.
B. Saran
Dari praktikum ini saran yang kami berikan adalah:
1) Sebaiknya kestrilan alat diperhatikan agar tidak terkontaminasi dan juga pada saat
pembilasan sebaiknya dilakukan dengan teliti dan benar-benar kering agar bakteri
dapat terlihat di mikroskop
2) Kefokusan pada saat penggunaan mikroskop sebaiknya benar-benar diperhatikan
agar bakteri tampak dengan jelas
3) Bagi masyarakat sebaiknya dapat mengolah telur dengan baik dan benar. Pastikan
telur yang akan kita konsumsi benar-benar matang dan terbebas dari bakteri. Agar
terbebas dari bakteri Salmonella dan tubuh tetap sehat.
LAMPIRAN FOTO PRAKTIKUM
A. Sterilisasi alat dan medium
1. Alat dan bahan yang telah disiapkan disterilkan terlebih dahulu
3. Sedangkan alat yg dari logam seperti ose disterilkan pada pijaran api selama 1 menit.
2. Dipanaskan sampai mendidih di atas hot plate suhu 1000C dan diaduk secara
perlahan-lahan
3. Atur pH medium hingga mencapai 7.0 ± . Dapat menggunakan alat pH meter. Apabila
pH diatas 7.0 maka dapat ditambah larutan HCL sedikit demi sedikit. Dan sebaliknya
apabila pH lebih rendah dari 7.0 dapat ditambah larutan NaOH.
4. Setelah SCA larut semua kemudian diangkat dan dituangkan ke dalam erlemeyer dan
ditutup dengan almunium foil
3. Memanaskan kaca objek pada nyala api spritus sampai terbentuk lapisan film
4. Tetesi preparat dengan kristal violet lalu diamkan 3 menit. Kemudian bilas dengan
air akuades hingga kering
5. Menetekan lugol pada preparat lalu diamkan 1 menit kemudian bilas dengan air
akuades hingga kering
7. Meneteskan safranin lalu diamkan selama 2 menit. Bilas dengan akuades lalu
keringkan
8. Lakukan pengamatan dengan mikroskop. Hasil pewarnaan gram positif adalah violet
dan gram negatif adalah merah. Untuk salmonella akan menunjukkan warna merah
dengan bentuk batang.