Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH INDIVIDU

KESEHATAN TERNAK

PENYAKIT PADA TERNAK UNGGAS YANG DISEBABKAN


OLEH BAKTERI PULLORUM

NAMA : MIRNAWATI
NIM : I11116 531
KELAS : A2 (GANJIL)

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah yang berjudul “Penyakit Pada Ternak Unggas Yang Disebabkan Oleh
Bakteri Pullorum ”.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dan Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Makassar, 22 September 2018

Mirnawati
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit infeksius yang paling berpengaruh terhadap produksi unggas
komersial adalah salmonellosis (Salmonella pullorum, Salmonella gallinarum,
Salmonella typhimurium, Salmonella enteritidis). Agen patogen tersebut dapat
bertahan hidup diluar tubuh inang, yang dapat menginfeksi unggas domestik dan
unggas liar baik secara vertikal maupun secara horizontal, dan unggas yang terserang
biasanya tidak menunjukkan gejala klinis. Akibatnya, agen patogen tersebut sulit
dikendalikan sehingga penerapan biosekuriti yang ketat diperlukan untuk mencegah
masuknya patogen tersebut ke dalam peternakan ayam komersial (Bachieri et al.,
2001).
Salah satu penyakit utama salmonellosis pada ayam pedaging adalah penyakit
pullorum. Penyakit pullorum merupakan penyakit menular pada ayam yang
menimbulkan kerugian ekonomi yang besar, menyebabkan kematian yang sangat
tinggi terutama pada anak ayam umur 1-10 hari. Pada ayam dewasa umumnya
penyakit ini tidak memperlihatkan tandatanda klinis yang jelas dan tidak
menyebabkan kematian namun sebagai reservoir, sehingga dapat menularkan kepada
ayam yang sehat secara vertikal dan horizontal (Shane, 2005).
1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apa yang menjadi penyebab penyakit Pullorum?


1.2.2. Bagaimana cara penyebaran penyakit Pullorum?
1.2.3. Bagaimana cara pencegahan pernyakit Pullorum?
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari Makalah ini yaitu untuk mengetahui penyebab penyakit Pullorum
pada unggas, mengentahui rantai peneyebaran dan mengetahui cara
pencegagahannya.
Manfaat dari Makalah ini yaitu untuk mengetahui penyebab penyakit
Pullorum pada unggas, mengentahui rantai peneyebaran dan mengetahui cara
pencegagahannya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. ETIOLOGI

Penyakit pullorum adalah penyakit unggas yang ditularkan melalui telur,


terutama pada ayam dan kalkun yang ditandai dengan berak putih dan kematian
tinggi pada unggas muda. Unggas dewasa bertindak sebagai karier. Penyakit
pullorum terutama menyerang ayam dsn kalkun umur dibawah satu bulan serta
unggas lain . Penyakit pullorum tersebar dimana-mana di dunia (SHIVAPRASAD,
1997; CHARLTON et al., 2000).
Pullorum disebabkan oleh bakteri Salonella pullorum, yaitu suatu bakter
bersifat gram negartif, tidak bergerak, berbentuk batang, fakultatif aerob dan tidak
berspora, dan mampu bertahan lama di tanah hingga satu tahun. Bakteri mempunyai
ukuran lebar 0.3-0.5 mikron dan panjang 1-2.5 mikron, umumnya terdapat dalam
bentuk tunggal dan jarang membentuk rantai lebih dari dua sel. Pertumbuhan
optimum pada temperature 37°c.
Salmonella pullorum adalah bakteri berbentuk batang pendek, tidak berspora
dan unggas/ayam sebagai host spesifiknya . Salmonella pullorum ditemukan pertama
kali tahun 1899, uji aglutinasi tabung untuk mendeteksi ayam karier ditemukan pada
tahun 1913, sedang uji aglutinasi dengan darah (whole blood test) ditemukan pada
tahun 1931 (CHARLTON et al., 2000). Di Indonesia S. pullorum diisolasi pertama
kali pada tahun 1971 (POERNOMO, 1971). Struktur antigen O (somstik) S. pullorum
= 1, 9, 12, 122, 123 . Kita mengenal S. pullorum strain standar : 1, 9, 12, 123 , (122
minor), S. pullorum strain varian : 1, 9, 12, 122 , (123 minor) dan S. pullorum strain
intermediate : 1, 9, 12,, 122, 123.
S pullorum termasuk dalam keluarga bakteri enterobacteriae dan sangat tingi
adaptasinya terhadap host (inangnya). Bakteri tersebut tergolong dalam serogroup D
sesuai dengan skema kauffman-whiite. Umumnya strain dari S pulorum sama pada
level kromosom. Lebih lanjut dijelaskan berbeda dengan S enteristis yang juga masuk
dalam kelompok D, perbedaaanya terletak pada lokasi multilokus enzim. Garis
keturunan S pulorum nampak lebih cepat berkembang dibandingkan dengan S
galinarum.
Tabel 1. Klasifikasi S Pullorum
Filum Proteobacteria
Section γ proteobacteria
Kelas Zymobacteria
Ordo Enterobacteriales
Famili Enterobacteriaceae
Genus Salmonella
Spesies Salmenolla enterica
Serovar Gallinarum
Biovar Pullorum
Sumber Madigan,T. (2000)
Baik gallinarum dan pullorum tumbuh cepat pada media beef agar atau beef
broth atau media nutrien lainnya. Bakteri tersebut adalah aerobik dan anaerobik
fakultatif dan tumbuh baik pada suhu 37 OC. S pullroum kadang-kadang juga gagal
untuk tumbuh pada media selktif yang sudah pasti seperti Salmonella –shigela tetapi
tumbuh secara nyata diatas agar bismuth sulphite dan MacConkay agar.
Kedua samonella tersebut baik tumbuh pada medium nonselektiv, tapi pada
medium selektiv yang kaya nutrien akan mengandung bahan-bahan yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Untuk efisiensi digunakan medium
selektif dan non selektif karena beberapa medium kompek mempunyai efek
inhibitory tertentu dan bakteri ini bervariasi dalam koloninya.
Terjadinya Salmonellosis pada ternak tergantung beberapa faktor yaitu antara
lain jenis serotipe Salmonella, umur unggas, dosis infeksi, rute infeksi, jenis unggas,
dan menajemen pengelolaan. S. pullorum seperti Salmonella sp . yang lain cenderung
lebih sering menginfeksi unggas muda dibawah umur satu bulan dibandingkan
unggas tua dan menyebabkan bakteriamia . S. pullorum mempunyai struktur antigen
yang sama dengan S. gsllinarum yang hanya dapat dibedakan dengan uji biokimianya
yaitu dulcitol dan ornithin dicarboxyease (SHIVAPRASAD, 1997) .
2.2. Epidermiologi

A. Spesies Rentan
Hewan-hewan yang rentang adalah ayam dan kalkun, selain itu juga burung
gereja, itik, angsa, merpati, burung puyuh, termasuk juga burung liar. Mamalia dapat
pula terkena infeksi seperti kelinci, bahkan juga manusia, namun tipe Salmonella
yang berbeda.
B. Pengaruh Lingkungan
Factor-faktor yang predisposisi seperti udara kotor sistem sanitasi yang tidak
serasi, penyediaan makanan yang tidak baik dan penyakit penyakit-penyakit lain pada
waktu bersamaan.
C. Sifat Penyakit
Banyak menyerang pada anak ayam yang baru menetas denagan angka
mortbiditas mencapai lebih dari 40% dan angka mortilitas tinggi dapat mencapain85-
100%. Pullorum lebih banyak menyerang pada anak ayam yang baru menetas
terutama pada umur minggu ke-2 dan ke-3, namun penyakit juga dapat menyerang
pada segala umur ayam.
D. Cara Penularan
Secara umum cara penularan penyakit ini melalui beberapa cara yaitu:
1. Feco-oral route
2. Horizontal : sakit menular ke ayam yang peka
3. Vertikal : melalui telur yang terinveksi
4. Perinhalasi melalui debu infeksi pada mesin tetas
5. Karier (3-4 bulan) dan infeksi menjadi ancaman
6. Predileksi pada ovarium
Secara kongenital/vertical melalui induk ke anak sat telur di ovarium, oviduk
tau kloaka. Secara horizontal kemudian melalui oral, melalui pakan , air minum dan
litter yang terkontaminasi dengan udara melalui debu, bulu-bulu, anak ayam dan
pecahan cangkang. Penyataan ini didukung oleh SHIVAPRASAD, 1997; DODSON
et al., 1999; BERCHIERI et al., (2001) Penyakit pullorum dapat ditularkan secara
vertikal melalui telur dan induk kepada anaknya atau secara horizontal dengan kontak
langsung atau tidak langsung melalui air minum, pakan, alat-alat dsn vektor (serangga
dan tikus).
Penularan secara vertikal dapat terjadi karena adanya infeksi alami dalam
peternakan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi adanya infeksi Salmonella
pullorum antara lain : 1) manajemen pemeliharaan meliputi jumlah ayam yang
dipelihara dalam satu kandang dan keberadaan lalat dan tikus pada kandang dan
gudang pakan; 2) manajemen kesehatan meliputi pengobatan ketika terjadi kasus dan
intensitas pemberian vitamin dan antibiotika; 3) manajemen pakan meliputi
pemberian pakan dan penyimpanan pakan; 4) biosekuriti peternakan meliputi
intensitas desinfeksi kandangan, pengunjung, dan truk pakan atau telur (Diyantoro et
al., 2017).
Meskipun ayam merupakan hospes alami Salmonela pullorum, kalkun juga
merupakan hospes yang penting. Sehubung dengan tingkat adaptasi yang tinggi dari
bakteri tersebut pada ayam dan dengan derajat adaptasi yang lebih rendah pada
kalkun, maka patogenitas Salmonela pullorum pada hospes yang lain akan sangat
terbatas. Pada ayam dan kalkun, infeksi bakteri tersebut biasanya berlangsung lama.
Infeksi pulloru pada spesies unggas lainnya bersifat rendah dan tidak penting
untukjangka waktu yang panjang.
Ayam yang tergolong tipe ringan relative lebih resisten terhadap pullorum
dibandingkan ayam tipe berat. Jenis ayam yang mempunyai temperature tubuh tinggi,
terutama pada umur sekitar satu minggu relative lebih tahan tahan terhadap tantanagn
Salmonela pullorum dibandingkan dengan ayam yang mempunyai temperature tubuh
rendah. Beberapa penelitian melaporkan bahwa persentase ayam betina yang
memeberikan reaksi terhadap uji pullorum lebih tinggi dibandingkan dengan ayam
jantan. Hal ini mungkin disebabka oleh karena adanya infeksi local pada folikel
ovarium .
Infeksi alami pada hewan lain merupakan akibat dari kontak langsung
atautidak langsung denagan ayam sakit. Jenis burung yang yang dapat terinfeksi
secara alami adalah itik, ayam mutiara, burung merak, burung puyuh, burung gereja,
burung kenari, kutilang, dan sejenis burung kaka tua. Walaupun hospes dari
Salmonella pullorum sangat luas, m]namun karena pullorum hamper dapat
ditanggulangi secara baik, maka diperkirakan unggas lain dan mamalia hanya
memainkan peranan yang kecil dalam epidemiologi penyakit tersebut. Kadang-
kadang dapat ditemukan adanya Salomonella pulorum pada manusia berhubungan
dengan makanan.
Telur tetas yang terinfeksi oleh bakteri Salmonella pullorum mempunyai
peranaan yang yang penting dalam penularan penyakit ini. Sekitar dari telur yang
berasal dari ayam yang terinfeksi penyakit tersebut mengandung Salmonella
pullorum, terutama oleh adanya pencemaran ovum selama proses ovulaso. Meskipun
bakteri tersebut dapat menembus kerabang telur setelah telur keluar dari ayam, rute
infeksi kepada abak ayang yang tidak mempunyai peranan yang penting dalam
penularan penyakit pullorum.
Penularan penyakit yang terjadi selama periode penetasan dari anak ayam
yang terinfeksi kepada anak ayam yang tidak terinfeksi dapat mengakibatkan
peneybaran penyakit yang estensif yang dapat ditanggulangi dengan cara fumigasi
pada incubator.
Penularan penyakit ini dapat juga terjadi dalam satu flok akibat adanya
kanibalisme dari ayam yang terinfeksi, memakan teluryang terinfeksi dan masuknya
Salmonella pullorum melalui luka. Penularan Salmonella pullorum mungkin terjadi
melalui pakan yang tercemar bakteri, walaupu peranannya sangat kecil. Kuman
tersebut dapat bertahan lama pada litter yang kering dan berdebu dibandingkan
dengan litter yang basah akan meningkatkan ph dari air yang terkandung dalam litter
dapat membunuh Salmonella pulorum. Sehubungan penularan Salmonella pullorum
melalui telur dari ayam carier, maka penularan dapat juga terjadi melalui setter,
hatcher dan kotak DOC. Disamping itu, penularan keman tersebut juga dapat terjadi
melalui kandang/peralatan pakan dan minum, karung pakan dan produk asal unggas
yang digunakan sabagai pakan yang tercemar bakteri Salmonella pullorum. Siklus
infeksi Salmonella pullorum dapat terjadi melalui induk ayam -> telur-> DOC ->
induk ayam.
2.3. Pengenalan Penyakit
A. Gejala Klinis
·         Anak ayam : Nafsu makan berkurang. Kotoran encer berwarna putih berlendir dan
banyak melekat pada daerah anus. Ayam terlihat pucat, lemah, kedinginan dan suka
bergerombol mencari tempat hangat. Sayap tampak kusut dan menggantung, jengger
pucat dan berkerut berwarna keabu-abuan.
·         Ayam dewasa : Menurunnya kesuburan dan daya tetas, depresi, anemia dan
kotoran encer warna kuning.
Perubahan Pasca Mati :
1.   hati membesar, haemorrhagi, gumpalan darah di rongga perut.
2.   jantung dilatasi, noduli putih keabuan
3.   perikardium : bengkak, perikarditis, cairan fibrinous
4.   limfa, ginjal membesar, jejas nekrotis.
5.   reproduksi betina : folikel keriput, kuning telur memadat dan mengkeju
6.   reproduksi jantan : abses kecil pada testes, penebalan
B. Patologi
Pathogenesis dari penyakit ini adalah sebagai berikut:
1. bakteri masuk secara oral berinteraksi dengan sel epitel dan sel makro pada saluran
pencernaan dan berkolaborasi kemudian menetrasi mukosa epitel usus halus sehingga
terjadi kemoktasis heterofil dan magrofag dan terjadi peradangan.
2. Invasi bakteri diluar saluran pencernaan selanjutnya berkembang biak dalam sistem
retikuloendotil (hati,limpa).
3. Bakterimia
C. Diagnosa
Perbedaan biasa terjadi dalam literatur veteriner antara penyebab infeksi oleh
dua macam serovar host adapted yang nonmotil yaitu S. Pullorum dan S. Gallinarum,
dan bakteri salmonella yang lainnya. Meskipun S. pullorum adalah nonmotil pada
medium normal laborat, dia juga dapat menginduce dan menghasilkan flagella dan
bersifat motil. Pemisahan antara kedua jenis salmonella tersebut dibuat karena
penting membedakannya dalam epidemiology, host range, virulence, diagnosis, dan
pengukuran kontrol. Kedua macam serovar tersebut memiliki virulence yang tinggi
pada kalkun dan ayam. Kauffman/White masih menunjukkan bahwa kedua serovar
tersebut masih termasuk dalam satu serotype yaitu S. gallinarum.
Dalam bentuk akut, penyakit pulorum nyata pengaruhnya pada ayam-ayam
muda dan agent tersebut dapat di ketahui melalui semuai organ, jaringan dan feses.
Sedangkan pada ayam dewasa menjadi carrier. Sebaliknya untuk penyakit typhoid
nampak dapat diketahui pada ayam yang dewasa. Bagaimanapun yang terjadi pada
ayam muda secara klinis tidak dapat dibedakan dengan penyakit pulorum. Pada
unggas carrier, bakteri biasanya ditemukan di hati dan feses. Untuk mengetahuinya,
unggas sebaiknya tidak diberi obat antimikroba selama 2-3 minggu sebelumnya. 12
Contoh dapat diperoleh dari unggas hidup, karkas segar atau beku, telur, feses segar,
pakan, atau barang-barang lain yang terkontaminasi. Olesan kloaka bisa diambil dari
unggas hidup. Contoh aspetik juga dapat diambil dari limpa, hati, ginjal, empedu,
paru-paru, jantung, ove, testes, saluran pencernaan. Permukaannya di layukan dengan
spatula panas dan contoh diperoleh dengan menyisipkan olesan kapas. Penampakan
dari infkesi dalam secara serologi pada reaktor unggas yang tampak normal
membutuhkan banyak kultur yang homogen baik dengan swab ataupun tanpa swab
(olesan). Kumpulan jaringan tersebut dikumpulkan dari beberapa unggas.
Sample dari litter dan feses untuk mendapatkan pulorum akan lebih sulit
dibandingkan dengan salmonella lainnya. Olehkarena itu seharusnya sample
diperoleh dari litter yang basah atau kering dan olesan terbuka dari minumannya.
Pakan yang akan diuji salmonella akan lebih representativ jika diambil samplenya
dari beberapa tempat yang mewakili seperti ukuran partikel, yang diambil secara
sasepti dari penyimpanan atau kendaraannya.
2.4. Pengendalian

A. pengobatan
Pengobatan tidak direkomendasikan, akan tetapi untuk mengurangi
pengaruhnya maka saat ini sudah dilakukan pengobatan-pengobatan yang efektif
yaitu obat propilactic dan teurapetic. Sulfonamid termasuk sulfadiazine,
sulfamerazine, sulfathiazole, sulfamethazine dan silfaquionoxalin. Dosis untuk
sulfadiazine, sulfamerazine, sulfathiazole maksimum diberikan 0,75% dari pakan
tepung starter digunakan 5-10 hari setelah hewan masuk. Pada 5 hari pertma juga
biasa diberikan sulfamerazine sebanyak 0,5%, dan sulfaquinoxaline digunakan 0,1%
dalam pakan yang dapat digunakan untuk 2-3 hari.
Obat furazolidone dalam dosis 0,04% selama 10-14 hari memiliki efektifitas
yang tinggi dalam mencegah kematian anak ayam. Dan beberapa antibiotik lainnya
yang bisa digunakan untuk mencegah infeksi pullorum.
B. Pencegahan
Pencegahan dan pengawasan yang biasa dilakukan adalah dengan
menggunakan prosedur manajemen, penguranagn hewan carrier, uji serologis dan
vaksinasi. Prosedur manajemen yang dilakukan untuk mengurangi kejadi pullorum
sebagai berikut :
1. Ayam yang dihasilkan dari sumber yang bebas dari pullorum
2. Tidak ada pencampuran kelompok unggas yang bebas pullorum dengan kelompok
unggas yang dinyatakan bebas fowl typoid.
3. Sanitasi kandang dan lingkungan
4. Menggunakan pakan berbentuk pellet atau crumble untuk mengurangi infeksi
salmonella dalam pakan
5. Menggunakan program biosecurity untuk meminimalkan masuknya salmonella
dari luar seperti : burung liar, tikus, kelinci, anjing, dan kucing. Pengontrolan
serangga, menggunakan air minum portable, menggunakan 18 footwear dan pakaian
yang selalu distrerilisasi sat masuk kandang, perlengkapan, truk prosesing dan
perlatan lain juga harus disterilkan dari infeksi salmonella.
Usaha pencegahan lainnya yaitu pengurangan hewan carriers dan melakukan
uji tes serologis pada kelopok hewan yang diduga terinfeksi salmonella pullorum.
Beberapa metode serologis telah semakin berkembang dengan semakin ditemukannya
factor virulens pada agen penyebabnya.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari Makalah ini yaitu penyakit Pullorum  pada unggas
disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum.
3.2. Saran
Saran yang diberikan untuk Makalah ini yaitu sebaiknya menggunakan
referensi yang lebih banyak lagi sehingga lebih menarik.
DAFTAR PUSTAKA

Berchieri Jr., A., C.K. Murphy, K. Marston And P.A. Barrow. 2001 . Observatio n on
the persistense and vertical transmission of Salmonella enterica serovars
pullorum and gallinarum in chickens: Effect of bacterial and host genetic
background . Avian Pathol. 30:221-231 .
Charlton Br., A.J . Bermudez, M. Boulianne, D.A. Halvorson, J .S . Jeffrey, L.J .
Newman, J.E . Sander And P.S . Wakenell. 2000. Avian Disease Manual.
5`I' Ed. The American Asociation ofAvian Pathologist Kennet Square,
Pensylvania 19: 48. p. 243.
Diyantoro, Wibawan. I.W.T, Pribadi, E.S. 2017. Seroprevalensi dan Faktor Risiko
Penularan Mycoplasma gallisepticum pada Peternakan Ayam Petelur
Komersial di Kabupaten Blitar. Jurnal Veteriner 18 (2) : 211–220.
Dodson, S.V., J .J . Maurer, P.S . Holt And M.D. Lee-. 1999. Temporal changes in
the populations genetics of Salmonella Pullorum . Avian Dis. 43(4): 685-95 .
Poernomo, S. 1971 . Salmonella Pullorum Pada Anak-Anak Ayam. Bulletin Lpph
1(1) : 11-20.
Shivaprasad, H.L . 1997. Pullorum Disease And Fowl Typhoid. In: Diseases Of
Poultry. 10'h Ed. Calnek (Ed.) . Iowa, State University Press . Ames. Iowa.
USA. pp. 82-96.
Madigan, M. T., J. M. Martinko and J. Parker. 2000. Brock : Biology of
Microorganisms. 9 ed. Prentice Hall. Upper saddle River, NJ.

Anda mungkin juga menyukai