Anda di halaman 1dari 16

Makalah Koasistensi Bakteriologi dan Mikologi

Teknik Diagnosa Salmonella sp pada Ayam

OLEH

Cayse Ingelbert Dairo Lolang, S.K.H


NIM. 2209022057

Program Studi Profesi Dokter Hewan


Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan
Universitas Nusa Cendana
Kupang
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, sumber segala kasih dan

kebijaksanaan, karena atas rahmat-Nya yang berlimpah, penulis dapat menyelesaikan penulisan

makalah koasistensi bakteriologi dan mikologi dengan judul “Studi Pustaka Teknik Diagnosa

Laboratorium Salmonellosis”. Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

mata kuliah bakteriologi dan mikologi, Program Studi Profesi Kedokteran Hewan, Fakultas

Kedokteran dan Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana. Penulis menyadari bahwa

selama proses penulisan makalah terdapat peran, dukungan, doa, kritik dan saran dari berbagai

pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Untuk itu, melalui kesempatan ini, dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima

kasih kepada orang tua dan keluarga, teman-teman kelompok koasistensi 6B, dan para dosen

pengampu mata kuliah bakteriologi dan mikologi sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

yang diberikan.

Kupang, 10 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1. Etiologi..............................................................................................................................1
1.2. Epidemiologi Penyakit......................................................................................................1
1.3. Faktor Virulensi................................................................................................................3
1.4. Patogenesis........................................................................................................................3
1.5. Gejala Klinis.....................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................6
2.1. Teknik Diagnostik Laboratorik.........................................................................................6
2.1.1. Isolasi dan Kultur Salmonella....................................................................................6
2.1.2. Pewarnaan Gram........................................................................................................7
2.1.3. Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)............................................................................7
2.1.4. Uji Sulfide Indole Motility (SIM) Agar.....................................................................8
2.1.5. Uji Katalase...............................................................................................................8
2.1.6. Uji Simmons Citrate Agar (SCA)..............................................................................9
2.1.7. Uji Serologis..............................................................................................................9
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................11
3.1. Kesimpulan.....................................................................................................................11
DAFTAR PUSAKA......................................................................................................................12

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Etiologi

Salmonellosis disebabkan oleh Bakteri Salmonella, ada lebih dari 1800 serotipe

Salmonella ditemukan pada hewan dan manusia, termasuk hewan liar, reptilia, burung liar dan

insekta (Ditjenakkeswan, 2014). Beberapa serotipe tidak mempunyai inang yang spesifik dan

gejala yang ditimbulkan tidak khas misalnya Salmonella typhimurium (Ditjenakkeswan, 2014).

Di antara serotipe yang mempunyai inang spesifik adalah S.typhi; S.paratyhi A-B dan C; S.

sendai menyerang manusia; S. gallinarum dan S. pullorum pada unggas; S. abortus pada babi; S.

dublin menyerang Sapi; S. abortus ovis menyerang kambing dan domba dan S.abortus equi

menyerang kuda (Ditjenakkeswan, 2014).

Salmonella merupakan bakteri berbentuk batang langsing tidak membentuk spora, tidak

berkapsul, bersifat motil kecuali S. pullorum dan S. gallinarum dan bersifat Gram negatif

(Ditjenakkeswan, 2014). Bakteri Salmonella membentuk antigen somatik (0) yang termostabil

dan antigen flagellar (H) yang termolabil. Antigen H terdiri dari 2 fase yaitu tipe monofase (kode

huruf kecil; a.b sebagainya) dan tipe difase (kode angka l,Il dan sebagainya) (Ditjenakkeswan,

2014). Antigen yang dihubungkan dengan sifat virulensinya S.typhi diberi kode Vi, antigen ini

tidak tahan panas. Selain itu dikenal antigen S (Smooth), R (Rough), M (Mucoid) dan K

(Kapsular) (Ditjenakkeswan, 2014). Identifikasi secara serotipe ini disusun dalam suatu bagan

yang disebut “Kaufmann Whiteschema” (Ditjenakkeswan, 2014).

1.2. Epidemiologi Penyakit

Salmonellosis merupakan penyakit yang dapat menginfeksi spesies unggas (burung

puyuh, burung pipit, burung beo, kenari, dll) dan mamalia (simpanse, kelinci, marmut,

1
chinchilla, babi, anak kucing, rubah, anjing, babi, sapi, dan tikus liar) (Yeakel, 2022). Burung-

burung liar, rodentia, dan serangga, merupakan peluang vektor di sekitar lingkungan ternak

unggas yang harus disingkirkan guna meminimalisir transmisi penyakit. Di Indonesia,

Salmonellosis dari berbagai jenis hewan (sapi, kerbau, babi, kambing, ayam, angsa, anjing,

kucing) pernah dilaporkan. Demikian pula pada manusia. Tipe yang sudah ada di negara lain,

terdapat juga di Indonesia. Pada tahun 1981 terjadi letupan Salmonellosis pada kerbau di Tanah

Karo, Sumatera Utara yang dilaporkan oleh BPPV Medan (Dijtenakkeswan, 2014).

Penularan bisa terjadi secara vertikal (transovarian) tetapi dapat juga terjadi melalui

kontak langsung atau tidak langsung dengan unggas yang terinfeksi (pernafasan atau feses),

pakan, air, kotoran yang terkontaminasi, sebagai akibat dari sanitasi yang kurang baik. Infeksi

yang ditularkan melalui kontaminasi telur atau tempat penetasan biasanya mengakibatkan

kematian pada anak ayam pada beberapa hari pertama pasca-menetas hingga usia 2-3 minggu.

Penularan antar peternakan disebabkan oleh biosekuriti yang buruk (Yeakel, 2022). Penderita

Salmonellosis masih dapat mengekskresikan bakteri 3-4 bulan walau telah sembuh dari penyakit

(Ditjenakkeswan, 2014).

Hasil interaksi antara host dan Salmonella tergantung dari tingkat resistensi inang,

banyaknya infeksi patogen, dan jenis serotipe Salmonella. Timbulnya penyakit tidak selalu

terjadi walau bakteri sudah tertelan. Timbulnya penyakit juga dapat muncul cepat atau lama

pasca-infeksi. Infeksi yang munculnya lama dikarenakan karena bakteri dapat mengakibatkan

kolonisasi (tanpa penyakit) dari inang, tetapi dengan perubahan lingkungan usus, misalnya

disebabkan oleh stres, antibiotik (aktivitas yang mempengaruhi flora normal), sehingga penyakit

lambat untuk muncul

2
1.3. Faktor Virulensi

Beberapa faktor virulensi utama yang membuat Salmonella dapat bertahan dan

beradaptasi pada sel inang, yakni (Quinn dkk., 2011):

 Enterotoksin (Salmonella Enterotoxin) mempengaruhi aktivitas usus yang

menyebabkan sekresi cairan secara berlebihan ke dalam rongga usus

menimbulkan gejala diare.

 Endotoksin rantai O dari lipopolisakarida dapat memediasi respon inflamasi lokal

sehingga dapat mengakibatkan hemoragik pada lamina propia menimbulkan dan

diare berat.

 Salmonella enterica menggunakan banyak faktor virulensi untuk berkembang di

dalam inang, tetapi secara khusus menggunakan Sistem Sekresi Tipe III (T3SS)

yang dikodekan dalam patogenisitas Salmonella Pathogen Island 2 (SPI2) untuk

bertahan hidup dan replikasi intraseluler dalam sel fagosit dengan cara

mengganggu fusi fagosom dan lisosom.

 T3SS juga merupakan protein berbentuk jarum yang akan mentransfer faktor

virulensi dari bakteri ke sel induk.

 Mempunyai stress protein yang membuat bakteri tahan terhadap pH asam pada

lambung inang.

1.4. Patogenesis

Manifestasi klinis yang paling umum dari Salmonellosis adalah diare. Dalam kasus

tertentu (ditentukan oleh faktor inang, strain Salmonella, dan dosis) septisemia terjadi. Faktor

inang termasuk usia, status kekebalan, komposisi flora normal (memberikan resistensi untuk

kolonisasi), dan riwayat sakit (Moxley, 2013).

3
Salmonella fase stationary (fase awal) merupakan fase paling optimal untuk bakteri

menyebabkan penyakit, karena dalam kondisi ini, RNA polimerase mengandung faktor sigma

alternatif (RpoS) sebagai initiator transkripsi gen dan bertanggung jawab untuk toleransi asam

serta daya tahan hidup pada lambung dan sistem pencernaan. RNA polimerase yang

mengandung RPoS juga merupakan pengatur ekspresi gen virulensi pada plasmid (Moxley,

2013).

Sel target Salmonella ialah sel M dalam folikel limfatik pada usus kecil distal dan usus

besar bagian atas. Kurangnya flora kompetitif yang disebabkan oleh gizi buruk, stres, atau

antibiotik berpotensi mengurangi jumlah Salmonella pada sistem pencernaan. Adhesi ke sel M

merupakan langkah pertama dalam proses infeksi penyakit, dimediasi oleh satu atau lebih protein

adhesin, yaitu, Agf, Pef, dan Lpf, dll. Setelah adhesi, Salmonella diinternalisasi mengikuti

induksi membran ruffles dalam sel target, setelah diinjeksi oleh T3SS (Type III Secretion

System). Sel target rusak permanen akibat interaksi ini, mengalami apoptosis. Salmonella

kemudian berada di dalam sel target, limfo nodul, dan jaringan submukosa. Respon inflamasi

dimulai dengan pelepasan berbagai kemokin dari sel inang yang terkena, serta pelepasan sitokin

proinflamasi setelah interaksi inang dengan Lipopolisakarida (LPS) dinding sel, interaksi ini

mengakibatkan masuknya leukosit polymorphonuclear neutrophil (PMN) dan makrofag. PMN

sangat efisien dalam fagositosis dan pembunuhan Salmonella. Diare dianggap hasil dari sintesis

prostaglandin oleh PMN, serta aktivasi berbagai jalur persinyalan protein inositol dalam sel

inang. Hasil akhirnya adalah sekresi ion klorida dan air (Moxley, 2013).

Jika serotipe Salmonella yang menginfeksi memiliki sifat yang memungkinkan

penyebaran (memiliki produk gen terkait SPI-2, SPI-3, SPI-4, dan SPI-5 yang memungkinkan

pertumbuhan dalam makrofag; kemampuan pengkodean faktor virulensi agar dapat tumbuh

4
secara intraseluler dan pengkodean resistensi serum; Sistem enzim PhoQ/PhoP memungkinkan

resistensi terhadap sistem imun), septikemia dapat terjadi. Kemungkinan terjadinya hal ini

meningkat jika status kekebalan inang berkurang. Salmonella menyebar dan berkembang biak di

dalam sel fagositik (terutama makrofag) di dalam fagosom. Setelah penyebaran Salmonella

secara sistemik, septikemia dan syok endotoksik kemudian terjadi. Strain yang menghasilkan

bentuk penyakit ini lolos dari penghancuran oleh inang dan berkembang biak di dalam makrofag

hati dan limpa, serta secara intravaskular. Selama proses penyebaran, Salmonella juga dapat

berada di luar lingkungan intraseluler dan oleh karena itu berisiko terhadap pembentukan

kompleks serangan membran komplemen pada permukaannya. Salmonella invasif mampu

mengeluarkan siderofor, salmochelin yang menghilangkan besi dari protein pengikat besi.

Multiplikasi bakteri yang berlebihan menyebabkan endotoksemia, kerusakan pembuluh darah

yang parah, dan kematian (Moxley, 2013).

1.5. Gejala Klinis

Salmonellosis pada unggas termasuk Pullorum adalah penyakit yang terutama menyerang

unggas muda, misalnya anak ayam. Unggas dapat mati tanpa menunjukkan tanda KIinis yang

teramati ialah kurang nafsu makan, kehausan, kelesuan, sayap terkulai, gangguan syaraf dan

feses berwarna putih atau coklat kehijauan. Tipus unggas disebabkan oleh S. gallinarum,

biasanya menyerang unggas dara dan dewasa, menimbulkan banyak kematian yang kadang-

kadang tanpa disertai tanda Klinis terlebih dahulu. Umumnya hewan apatis, kurang nafsu makan,

pial berwarna merah tua dan disertai diare berwarna hijau. Unggas yang terserang oleh S.

typhimurium tidak selalu menunjukan gejala klinis, tetapi hewan penderita ini akan bertindak

sebagai sumber penularan (Ditjenakkeswan, 2014).

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Teknik Diagnostik Laboratorik

2.1.1. Isolasi dan Kultur Salmonella

Kultur bakteri merupakan teknik untuk memperoleh bakteri tertentu dari suatu

lingkungan ataupun jaringan hidup untuk dibiakkan ke dalam laboratorium dalam kondisi

terkontrol. Kultur bakteri umumnya digunakan untuk berbagai macam tujuan, salah satunya ialah

dalam diagnosa dan identifikasi penyakit yang disebabkan oleh bakteri tertentu.

Dalam isolasi dan kultur bakteri dibutuhkan media nutrisi bagi bakteri agar bakteri dapat

tetap bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama di luar habitat lingkungannya. Bakteri

Salmonella sendiri mempunyai beberapa media selektif yang umum digunakkan, yakni;

Salmonella Shigella Agar atau SSA (Erina, 2022), Xylose Lysine Deoxycholate Agar atau XLDA

(Suripto, 2022), Selenite Cystine Broth Agar (SCBA). Berdasarkan perubahan makroskopik

setelah media Salmonella diinkubasi, terdapat beberapa ciri umum dari media yang positif koloni

Salmonella, yakni; koloni bakteri akan terlihat transparan dan terdapat warna kehitaman di

tengah koloni. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.

A B
Gambar 1. A. Koloni Salmonella sp. yang tumbuh pada media agar XLD (Suripto, 2022) dan B.
Koloni Salmonella sp. pada media agar SSA (Erina, 2022).

6
2.1.2. Pewarnaan Gram

Merupakan uji untuk membedakan bakteri bergram positif dan bergram negatif, dengan

prinsip jika bakteri dapat mempertahankan warna Kristal Violet maka bakteri termasuk ke dalam

bakteri bergram positif, jika bakteri tidak dapat mempertahankan warna Kristal Violet setelah

dilarutkan dengan alkohol dan kemudian dapat menyerap warna Safranin maka bakteri

merupakan bakteri bergram negatif. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan komposisi dinding

antara bakteri bergram positif dan bergram negatif, dimana bakteri bergram positif mempunyai

komposisi peptidoglikan yang lebih tinggi sedangkan bakteri bergram negatif memiliki

komposisi lemak yang lebih tinggi (Tripathi dan Sapra, 2022).

2.1.3. Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)

Uji TSIA atau Triple Sugar Iron Agar merupakan media diferensial atau media uji yang

digunakan untuk mengidentifikasi bakteri Enterobacteriaceae, terutama bakteri Salmonella dan

Shigella. Uji ini mempunyai prinsip yakni dengan melihat kemampuan bakteri dalam

memfermentasi glukosa, laktosa, dan sukrosa menjadi hidrogen sulfat, namun untuk bakteri

Salmonella sendiri hanya bisa memfermentasi laktosa, tidak dengan glukosa dan sukrosa (El-

Zakfaly dan Kassim, 1983).

Interprestasi hasil positif dari uji ini yakni dengan munculnya endapan hitam pada

bagian dasar agar yang menunjukkan terjadinya fermentasi laktosa oleh Salmonella. Fermentasi

laktosa terjadi dikarenakan tidak adanya oksigen pada bagian dasar tabung untuk mengoksidasi

asam amino sehingga bakteri perlu memfermentasi laktosa sebagai sumber energi, sedangkan

bagian permukaan agar akan berubah menjadi warna merah dikarenakan adanya reaksi oksidasi

oleh oksigen pada permukaan agar terhadap asam amino (pepton). Hasil dari fermentasi pepton

7
menyebabkan pelepasan amonia (NH3) yang mengakibatkan indikator pH, phenol red, berubah

dari pink menjadi merah (Lehman, 2005).

2.1.4. Uji Sulfide Indole Motility (SIM) Agar

Merupakan media diferensial dan media uji untuk melihat kemampuan bakteri dalam

memproduksi sulfur H2S, pembentukan indol dari hasil penguraian asam amino, dan motilitas

sel dalam agar. Hasil positif pembentukan sulfur Salmonella ditandai dengan menghitamnya

medium, dikarenakan Salmonella memproduksi H2S (Barret dan Clark, 1987) sebagai hasil dari

respirasi sulfur ketika Salmonella berada pada lingkungan dengan tingkat oksigen rendah

(University of California, 2010). Hasil uji indol ditandai dengan terbentuknya cincin merah pada

permukaan media, namun Salmonella merupakan bakteri yang tidak dapat memetabolisme

tryptophan dikarenakan Salmonella tidak mempunyai enzim triptopanase, sehingga indol tidak

akan terbentuk pada uji indol (Nikaido dkk., 2012). Uji motilitas ditandai dengan melebarnya

zona difusi pertumbuhan dari garis inokulasi menunjukkan bahwa Salmonella merupakan bakteri

yang motil, terkecuali untuk S. pullorum dan S. gallinarum yang bukan merupakan spesies

Salmonella yang motil (Shivaprasad, 2000).

2.1.5. Uji Katalase

Merupakan uji untuk melihat kemampuan bakteri dalam memproduksi enzim katalase,

yakni dengan cara menetesi larutan hidrogen peroksida pada object glass, kemudian larutan

tersebut di-inokulasi bakteri Salmonella dan di-homogenkan dengan ose. Jika terdapat

gelembung atau gas dari larutan maka interpretasi menunjukkan bakteri positif memproduksi

enzim katalase. Salmonella sendiri merupakan bakteri yang positif terhadap uji katalase (Poojari

dkk., 2022). Fungsi dari katalase yakni untuk menguraikan hidrogen peroksida (by-product dari

metabolisme sel bakteri) yang dapat merusak organel-organel sel jika tidak diuraikan.

8
2.1.6. Uji Simmons Citrate Agar (SCA)

Uji SCA merupakan uji untuk membedakan antara famili Enterobacteriaceae dan

kelompok Aerogenes berdasarkan pemanfaatan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan

energi (Himedia, 2019). Hasil positif uji Simmons Citrate ditunjukkan dengan perubahan media

menjadi warna biru karena adanya indikator pH bromthymol blue. Menurut pernyataan Himedia

(2019) bahwa Salmonella akan menunjukkan reaksi positif pada uji Simmons Citrate Agar.

2.1.7. Uji Serologis

Uji serologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi Salmonella sp. salah satunya

adalah uji aglutinasi. Pengujian aglutinasi mencampurkan serum dengan antigen pada cawan

porselin/plate dengan perbandingan 1:1 masing-masing sebanyak 20 µm menggunakan

mikropipet, selanjutnya diaduk menggunakan Ose sehingga serum dan antigen Salmonella

pullorum tercampur secara merata kemudian di diamkan selama 2 menit (Nugroho, 2021).

Gambar 1. Uji Aglutinasi S. Pullorum. K, Kontrol. 1-6, nomor plate. a-s, sampel (vertikal).
Sampel dalam kotak merah, sampel positif. Sampel tanpa kotak negatif. (Nugroho, 2021)

Apabila dalam waktu kurang lebih 2 menit setelah diaduk terjadi reaksi aglutinasi, maka

serum tersebut tercatat sebagai sampel positif pullorum dan apabila tidak terjadi reaksi aglutinasi

9
maka serum tersebut tercatat sebagai sampel negatif pullorum (Thaha, 2016). Pembacaan reaksi

aglutinasi terjadi ketika terdapat penggumpalan antara antigen dan serum. Reaksi timbul karena

perikatan antara antibody dengan daerah ikatan yang banyak pada antigen akan menimbulkan

kristalisasi yang menunjukkan bahwa serum tersebut mengandung antibodi terhadap antigen

spesifik dan dicatat sebagai sampel positif. Adanya antibodi di dalam serum darah terjadi akibat

adanya infeksi secara alami atau pemberian vaksinasi.

10
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi pustaka teknik-teknik diagnosa dan uji biokimia pada

laboratorium terhadap Salmonellosis, dapat disimpulkan:

 Koloni bakteri Salmonella yang tumbuh pada media selektif Salmonella seperti

Salmonella Shigella Agar dan Xylose Lysine Deoxycholate Agar akan menimbulkan

koloni bakteri yang berwarna transparan dan terdapat kehitaman di tengah.

 Morfologi mikroskopik pada pewarnaan gram menunjukkan bakteri Salmonella

mempunyai bentuk Coccobacillus atau batang pendek dan berwarna merah muda.

 Uji Katalase terhadap Salmonella akan menimbulkan gelembung karena bakteri

mempunyai enzim katalase.

 Uji TSIA positif terhadap Salmonella akan menimbulkan ciri, warna merah pada bagian

permukaan, kehitaman dan kekuningan pada bagian dasar.

 Uji SIM positif terhadap Salmonella akan menimbulkan ciri, terdapat warna kehitaman

pada media, tidak membentuk indol dan tidak motil (S. Pullorum dan S. Gallinarum).

 Uji SCA positif terhadap Salmonella akan menimbulkan ciri, warna media akan berubah

menjadi warna biru dari warna hijau pada permukaan media.

 Uji Serologi positif terhadap Salmonella akan menimbulkan ciri aglutinasi pada serum

yang ditandai dengan adanya butiran pasir.

11
DAFTAR PUSAKA

Clark, M.A. dan Barret, E.L. 1987, The phs gene and hydrogen sulfide production by Salmonella
typhimurium, J. Bacteriol, 169 (6):2391-7.

Ditjennakkeswan (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan), 2014, Manual Penyakit
Hewan Mamalia, Jakarta, Kementrian Pertanian.

Lehman, D. 2005, Triple Sugar Iron Agar Protocols, American Society for Microbiology,
Washington, United States of America

El-Zakfaly, H.T. dan Kassim E.A. 1983, Effects of Storage Temperature, Light and Time on
Stability of Triple Sugar Iron Agar and its Productivity for Escherichia coli and
Salmonella typhimurium, Folia Microbiol, 28:446-451

Erina., Sutriana, A., Darmawi., Winaruddin., Sugito. dan Nasution, F.F.A. 2019, Isolasi
Salmonella sp Pada Air Tempat Pemeliharaan Kura-Kura Ambon (Cuora amboinensis),
JIMVET, 3(2):48-54.

Moxley, R. 2013, 'Enterobacteriaceae: Salmonella' Veterinary Microbiology, dalam McVey,


D.S., Kennedy, M., dan Chengappa, M.M's Veterinary Microbiology, 3rd Edition, Wiley-
Blackwell, State Avenue, Ames, Iowa, USA, pp 75-84

Nikaido, E., Giraud, E., Baucheron, Sylvie., Yamasaki, S., Wiedemann, A., Okamoto K., Takagi,
T., Yamaguchi, A., Cloeckaert, A. dan Nishino, K. 2012, Effects of indole on drug
resistance and virulence of Salmonella enterica serovar Typhimurium revealed by
genome-wide analyses, Gut Pathog, 4:5.

Nugroho, G.P., dkk. 2021, Identifikasi Salmonella pullorum pada Ayam Petelur Periode Grower
dengan Uji Aglutinasi dan Makroskopik di Peternakan Ayam Kabupaten Sidrap, Jurnal
Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis, 8(3):217-224.

Poojari, K., Akhila, D.S., Raj, M.J.R., Santosh, K.S., Kenjar, A. dan Ashwath, P. 2022,
Biocontrol of Escherichia Coli and Salmonella in poultry meat using phage cocktail, Iran
J Vet Res, 23(3):270-274.

Quinn, P.J., Markey, B.K., Leonard, F.C., FitzPatrick, E.S., Fanning, S. dan Hartigan, P.J. 2011,
Veterinary Microbiology and Microbial Disease, 2nd Edition, Wiley-Blackwell, Hoboken,
New Jersey.

Shivaprasad, H.L. 2000, Pullorum Disease and Fowl Typhoid, Revue Scientifique et Technique
de Office International des Epizooties, 19:405-424.

12
Suripto dan Alfani, C. 2022. Identification of Pathogenic Bacteria in Traditional Packaged
Donuts at Ampenan Market Using Xylose Lysine Deoxychoalate (XLD) Media, Jurnal
Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 5(2).

Thaha, A.H. 2016, Gambaran klinis dan prevalensi salmonellosis pada ayam ras petelur di Desa
Tanete Kec. Maritenggae Kabupaten Sidrap, Jurnal Ilmu dan Industri Perternakan,
3(1):160-168

Tripathi, N. dan Sapra, A. 2023, Gram Staining, Statpearls, Tampa, Florida, United States.

University of California. 2010, Clues to common food poisoning: Salmonella creates


environment in human intestines to foster its own growth, University of California,
Davis, California, United States of America.

Wang, X., Wang, H., Li, T., Liu, F.,Cheng, Y., Guo,X., Wen, G., Luo, Q., Shao, H., Pan, Z. dan
Zhang, T. 2020, Characterization of Salmonella spp. isolated from chickens in Central
China, BMC Veterinary Research, 16:299.

Yeakel, S.D. 2023, 'Pullorum Disease in Poultry', MSD Veterinary Manual, Diakses pada 12 Juni
2023, https://www.msdvetmanual.com/poultry/salmonelloses/pullorum-disease-in-
poultry#:~:text=Pullorum%20disease%20is%20caused%20by,pasted%20to%20the
%20vent%20area

13

Anda mungkin juga menyukai