Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ILMU PENYAKIT PARASITIK

“PENYAKIT PARASIT ZOONOSIS PADA UNGGAS”

Anjelina Rosadalima Luka 1909010002


Padre Pio Kendok 1909010007
Maria Theresia Maan 1909010024
Jeanne M. M. Kapu 1909010047
Grasela M. F Liwu 1909010049
Laura Katharina Lengga Laga 1909010055
Sujanta P. Umbu Roma 1709010023
Elsi Enjels Sinamohina 1709010044
Aurelia Y. C. Dasor 1709010045

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan ini kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
" PENYAKIT PARASIT ZOONOSIS PADA UNGGAS ".
Makalah ini kami susun untuk menambah ilmu serta untuk memenuhi salah satu tugas
dalam mata kuliah ILMU PENYAKIT PARASITIK. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun dari pembaca.
Dengan tersusunnya makalah ini semoga bermanfaat, khususnya bagi kami dan pembaca
pada umumnya. Untuk itu kami sampaikan terima kasih apabila ada kurang lebihnya penulis
minta maaf.

Kupang ,24 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3

BAB I ..................................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................ 4

BAB II .................................................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 6

2.1 Leucocytozoonosis ........................................................................................................................ 6

2.2 Gurem atau kutu ayam .............................................................................................................. 11

BAB III ................................................................................................................................................ 15

PENUTUP............................................................................................................................................ 15

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 16

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir muncul penyakit zoonosis yang menyebabkan kematian
pada manusia. Penyakit ini menular secara alamiah dari hewan ke manusia. Untuk
mengantisipasi merebaknya wabah zoonosis diperlukan pemahaman secara menyeluruh
mengenai penyakit atau infeksi tersebut. Berdasarkan agens penyebabnya, zoonosis digolongkan
menjadi zoonosis yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, dan yang disebabkan oleh jamur.
Pada makalah yang dibuat ini akan membahas penyakit parasit zoonosis pada unggas. Penyakit
yang menyerang ternak unggas dapat disebabkan oleh dua hal yaitu :
1. Nonliving agent atau disebabkan oleh agen tidak hidup, yang ditimbulkan oleh faktor
luar seperti faktor lingkungan, faktor pakan, dan obat.
2. Living agent atau disebabkan oleh agen hidup seperti :
a. Penyakit unggas yang disebabkan oleh Jasad renik (mikrob) :
 Penyakit unggas akibat infeksi bakteri.
 Penyakit unggas yang ditimbulkan oleh infeksi virus.
 Penyakit unggas yang ditimbulkan akibat parasit (protozoa).
 Penyakit unggas yang ditimbulkan oleh keberadaan jamur, kapang.
b. Penyakit pada unggas yang ditimbulkan oleh keberadaan cacing dalam tubuh unggas
contoh : cacing gilik, pipih dan cacing pita.
c. Penyakit unggas yang timbul akibat keberadaan insekta. Contoh : kutu, lalat, dan lain-
lain.
Penyakit pada unggas adakalanya menyebar dan menular dengan sangat cepat dengan
tingkat kematian yang tinggi, misalnya penyakit yang disebabkan oleh mikrob. Ada pula
penyakit unggas yang menular secara lambat dengan tingkat kematian rendah, misalnya serangan
oleh parasit dan penyakit ektoparasit (parasit yang hidup diluar tubuh unggas).
A. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis-jenis parasit penyebab penyakit leucocytozoonosis dan gurem?
2. Bagaimana teknik diagnosa dari penyakit leucocytozoonosis dan gurem?

4
3. Bagaimana cara pengobatan dan pengendalian dari penyakit leucocytozoonosis dan
gurem?
B. Tujuan
1. Dapat mengetahui jenis-jenis parasit penyebab penyakit leucocytozoonosis, dan
gurem.
2. Dapat mengetahui teknik diagnosa dari penyakit leucocytozoonosis, dan gurem
3. Dapat mengetahui cara pengobatan dan pengendalian dari penyakit leucocytozoonosis,
dan gurem.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Leucocytozoonosis
Leucocytozoonosis merupakan penyakit parasitik pada unggas yang disebabkan oleh
protozoa dari genus Leucocytozoon. Leucocytozoon sp. diklasifikasikan sebagai protozoa dari
phylum apicomplexa, kelas sporozoa, ordo eucoccidiidae, famili plasmodiidae. Protozoa ini
hidup sebagai parasit di dalam sel darah putih. Di Asia Tenggara, terdapat dua spesies yang
paling sering ditemukan menyebabkan Leucocytozoonosis pada ayam, yaitu Leucocytozoon
caulleryi dan Leucocytozoon sabrazesi. Penyakit ini sering terjadi pada peternakan di negara
beriklim tropis terutama pada peternakan yang dekat dengan sumber air seperti kolam dan danau.
Hal tersebut dikarenakan sumber air merupakan habitat hidup bagi vektor perantara
Leucocytozoon sp. yaitu Simulium sp. dan Culicoides arakawae. Selain ayam, Leucocytozoon
juga dapat menginfeksi unggas air, dan kalkun.
 Etiologi
Klasifikasi Leucocytozoon menurut Votypka J. (2004) antara lain :
Subkingdom : Protozoa
Phylum : Apicomplexa
Class : Sporozoasida
Ordo : Eucoccidiorida
Subordo : Haemospororina
Family : Plasmodiidae, Genus: Leucocytozoon, Spesies: Leucocytozoon sp (L.
simondi, L. caullery, L. sabrazesi, L. smithi).
Leucocytozoonosis disebabkan oleh protozoa yang tergolong genus Leucocytozoon dan
famili Plasmodiidae. Penyakit ini serupa dengan malaria unggas, menyerang sel-sel darah dan
jaringan tubuh unggas seperti Haemoproteus dan Plasmodium. Leucocytozoon mirip dengan
Plasmodium, kecuali tidak adanya skison di dalam darah yang bersirkulasi (Tabbu, 2002)
Penyakit Leucocytozoonosis untuk pertama kali dilaporkan oleh Dr. Theobold Smith tahun
1895 pada sekelompok kalkun yang terserang di Asia bagian timur (Akoso, 1998). Penyakit ini
kemudian menyabar ke berbagai negara termasuk Indonesia. Wabah penyakit pernah dilaporkan

6
terjadi di India, Burma, Srilanka, Philipina, Singapore, Taiwan, Malaysia, Korea, Jepang dan
USA. Kejadian di Indonesia pertama kali dilaporkan di Sumatra (1912), kemudian meluas ke
Jawa, Bali, Sulawesi dan Maluku (Gustiar, 2011).
Jenis unggas yang rentan terhadap penyakit Leucocytozoonosis adalah ayam, kalkun, angsa,
itik dan burung liar (Gustiar, 2011). Beberapa penelitian menyebutkan di samping unggas
domestik unggas liar yang juga bisa terinfeksi oleh Leucocytozoon sp., yaitu burung Great Tits
oleh L. dubreuili (Hauptmanova et al, 2002), burung pipit oleh L. fringillinarum (Gill and
Paperna, 2005), Little Owls terinfeksi oleh L. ziemanni (Tome et al., 2005), burung liar lain oleh
L. marchouxi dan L. ziemanni (Ozmen dan Haligor, 2005).
Menurut Tabbu (2002) sekitar seratus spesies Leucocytozoon telah diidentifikasi, beberapa
spesies Leucocytozoon dapat menginfeksi lebih dari satu spesies unggas. Meskipun demikian,
berbagai spesies Leucocytozoon bersifat hospes spesifik. Leucocytozoon simondi dan
Leucocytozoon anseris menginfeksi itik dan angsa, Leucocytozoon smithi menginfeksi kalkun,
dan Leucocytozoon sabrezi, Leucocytozoon cauleryi, dan Leucocytozoon andrewsi menginfeksi
ayam. Kejadian Leukositozoonosis pada ayam, terutama disebabkan oleh Leucocytozoon
cauleryi dengan vektor insekta Culicoides arakawa, Culicoides circumscriptus, dan Culicoides
odibilis. Peneliti melaporkan bahwa di Indonesia, Leucocytozoon cauleryi yang menginfeksi
ayam disebabkan oleh Culicoides arakawa.
Kejadian Leucocytozoonosis cenderung bersifat musiman yang berhubungan erat dengan
peningkatan populasi vektor serangga, terutama pada pergantian musim hujan ke musim
kemarau atau sebaliknya (Tabbu, 2002). Kejadian penyakit juga sering terjadi pada peternakan
yang terletak di dekat danau, rawa, maupun sungai, atau ketika terjadi perubahan suhu udara
menjadi lebih hangat (Stadller dan Carpenter, 1996).
Lalat penggigit seperti Simulium sp. dan Culicoides sp. berperan sebagai vektor atau
pembawa penyakit Leucocytozoonosis. Lalat hitam (Simulium sp.) biasanya berkembang biak
pada air yang mengalir dan mencari makan pada siang hari, sedangkan serangga penggigit
bersayap dua (Culicoides sp.) berkembang biak di dalam lumpur atau kotoran ayam dan
menggigit pada malam hari. Lalat hitam (Simulium sp.) dan serangga penggigit bersayap dua
(Culicoides sp.) bertindak sebagai reservoir penyakit tersebut selama suatu musim atau periode
tertentu (Tabbu, 2002).

7
Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan Leucocytozoon sp. pada anak ayam baik ayam
pedaging maupun petelur dapat menimbulkan gejala klinis 0-40% dan tingkat kematiannya
mencapai 7-50%, sedangkan pada ayam dewasa dapat menimbulkan gejala klinis 7-40% dan
kematian 2-60 % (Purwanto dkk, 2009). Serangan penyakit Leucocytozoonosis juga dipastikan
akan mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan menurunkan produksi telur yang mencapai 25-
75% (Rifky dkk., 2010).

 Patogenesis
Penularan Leucocytozoonosis memerlukan bantuan vektor biologis Simulium sp. dan C.
arakawae. Kedua arthropoda tersebut akan menginjeksikan sporozoit Leucocytozoon sp. ke
dalam pembuluh darah inang. Sporozoit yang telah masuk ke dalam pembuluh darah kemudian
akan berkembang membentuk dua tipe skizon, yaitu skizon hepatic dan megaloskizon. Skizon
hepatic akan terbawa oleh aliran darah menuju hati dan berkembang di sel-sel kupffer hati.
skizon tersebut berukuran kecil dan akan berkembang membentuk merozoit. Kumpulan dari
merozoit yang berukuran kecil (20,2x18,5 μm sampai 300x248 μm dengan rata-rata 120x 100
μm) disebut cytomere.
Megaloskizon jumlahnya lebih banyak daripada hepatic skizon. Megaloskizon berkembang
pada sel-sel darah seperti sel limfoid dan sel makrofag. Megaloskizon yang terdapat pada sel–sel
darah akan beredar ke berbagai organ tubuh seperti otak, hati, paru-paru, ginjal, saluran
pencernaan, dan ginjal setelah 6 hari infeksi. Setelah 7 hari infeksi, Hepatic skizon dan
megaloskizon akan mengalami robek dan mengeluarkan merozoit yang telah berkembang di
dalam skizon. Merozoit tersebut akan beredar bersama darah mengikuti sirkulasi darah perifer.
Merozoit tersebut kemudian berkembang membentuk makrogamet dan mikrogamet
(gametogony). Mikrogamet dan makrogamet akan berkembang menjadi masak dan melakukan
fertilisasi membentuk oocyt di dalam saluran pencernaan vektor nyamuk. Oocyt kemudian
melakukan penetrasi ke dinding saluran pencernaan nyamuk dan memproduksi sporozoit.
Sporozoit tersebut akan menuju kelenjar ludah dan akan diinjeksikan ke dalam tubuh inang
ketika nyamuk menghisap darah inang. Proses sporogony ini memerlukan waktu kira-kira satu
minggu.
Infeksi kronik terjadi dari tahun ke tahun melalui unggas yang terinfeksi, walaupun
penyebaran hanya terjadi melalui vektor insekta. Para peneliti melaporkan bahwa vektor insekta

8
hanya bersifat infektif selama 18 hari, jika letupan penyakit berlangsung terus selama musim
serangga, maka kejadian tersebut mungkin disebabkan oleh adanya generasi penerus lalat hitam
yang menggigit unggas carrier (Tabbu, 2002).

 Gejala Klinis

Gejala yang terlihat umumnya adalah penurunan nafsu makan, haus, depresi, bulu kusut dan
pucat. Ayam kehilangan keseimbangan, lemah, pernapasan cepat dan anemia. Kejadian penyakit
berlangsung cepat. Ayam dapat mati atau sembuh dengan sendirinya. Angka kematian dapat
mencapai 10-80% (Akoso, 1998). Leucocytozoonosis yang menyerang pada ayam yang sedang
dalam pertumbuhan pada umumnya bersifat subklinik, sedangkan pada ayam yang sedang
produksi akan menurunkan produksi telur secara drastis, dan membutuhkan waktu sekitar dua
bulan untuk kembali ke tingkat produksi yang normal (Tabbu, 2000).
Ayam terinfeksi yang dapat bertahan akan mengalami infeksi kronis dan selanjutnya dapat
terjadi gangguan pertumbuhan dan produksi. Bentuk infeksi kronis biasanya tidak tampak tanda-
tanda perdarahan, namun ayam terlihat pucat (anemia) hanya dalam waktu yang pendek, diare
berwarna hijau, pertumbuhan maupun produksi akan menurun tajam, terkadang terlihat telur
yang kerabangnya lembek atau berbintik-bintik (Fadilah dan Polana, 2011).
Lesi yang menonjol adalah adanya pembesaran limpa, yang terjadi selama periode
gametogoni. Hati dan ginjal biasanya membengkak dan berwarna merah hitam. Perdarahan juga
terjadi dengan ukuran yang sangat bervariasi pada kulit, jaringan subkutan, otot dan berbagai
organ misalnya ginjal, thymus, pancreas, hati, otak, paru-paru, usus dan bursa Fabricius (Rifky
dkk., 2010). Perdarahanperdarahan dalam paru-paru, hati dan ginjal terutama disebabkan oleh

9
megalomeron-megalomeron eksoeritrosit yang menyebabkan perdarahan jika pecah. Perdarahan
besar pada luka di ginjal juga memungkinkan untuk masuk ke dalam rongga peritoneal (Levine,
1985). Ayam muda di bawah umur satu bulan (mulai umur 15 hari) lebih rentan terserang,
biasanya mulai terlihat setelah satu minggu terinfeksi, sedangkan unggas yang sembuh akan
betindak sebagai karier dan merupakan reservoir untuk infeksi unggas lain (Gustiar, 2011).

 Diagnosis
Diagnosa Leucocytozoonosis dapat dilakukan berdasarkan gejala klinis seperti lesi sfesifik
dan kelainan pasca mati, dan sejarah kejadian dalam kelompok (Akoso, 1998). Diagnosis ini
dapat diperkuat dengan pengujian secara langsung dan tidak langsung. Metode diagnosis secara
langsung untuk menunjukkan parasit malaria yaitu berdasarkan metode PCR dan mikroskopik,
sedangkan metode secara tidak langsung yang digunakan untuk menunjukkan infeksi malaria
yaitu dengan teknik serologi untuk melihat adanya agen atau antibodi terhadap Leucocytozoon
sp. (Rakan, 2010). Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) mengamplifikasi bagian spesifik
dari DNA, sedangkan pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan preparat apus darah untuk
membuktikan adanya gamet di dalam eritrosit (Tabbu, 2002). Preparat histologi dari hati dan
otak juga dapat digunakan sebagai diagnosa yaitu dengan menemukan skison pada sampel organ
seperti paru-paru, hati, limpa dan jantung melalui pemeriksaan sediaan histopatologi (Akoso,
1998).

 Pengobatan dan Pengendalian


a. Pengobatan. Dilakukan dengan memberikan pyrimethamine ( dosis 1 ppm),
sulfadimethoxine (dosis 10 ppm), Pemberian clopidol (dosis 125 ppm) diketahui efektif
untuk pencegahan. Pemberian dosis obat untuk pencegahan dan pengobatan mengikuti
petunjuk pada leaflet atau kemasan obat.
b. Pencegahan, Pengendalian, dan Pemberantasan. Untuk menghindari terjangkitnya
Leucocytozoonosis, sebaiknya peternak memperhatikan adanya genangan atau sumber air di
sekitar peternakan. Sumber air merupakan tempat bagi vektor untuk menetaskan telurnya.
Keberadaan vektor di sekitar kandang akan memperbesar kemungkinan kejadian infeksi
sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap vektor. Pengendalian vektor
dilakukan dengan cara menjaga kebersihan dan sanitasi kandang, penggunaan perangkap

10
cahaya (light trap) ataupun penggunaan zat-zat kimia seperti larvasida, atraktan (kimia
perangkap serangga) dan repelen (kimia pengusir serangga).

2.2 Gurem atau kutu ayam


 Etiologi
Ornithonyssus bursa adalah tungau kecil tapi bergerak sangat cepat, nyaris tak terlihat oleh
mata, dengan delapan kaki (kecuali larva yang memiliki enam kaki), berbentuk oval dengan
penutup tipis dan rambut pendek. Tungau ini tersebar secara luas ke seluruh daerah tropis dan
subtropis di dunia. Parasit ini, menghisap darah burung umum termasuk merpati, jalak, burung
gereja, unggas, dan beberapa burung liar.

Gambar Ornithonyssus bursa Ayam yang terserang gurem.

 Morfologi
Gurem (Ornithonyssus bursa) termasuk sub ordo Mesostigmata, sub kelas Ascari dan kelas
Arachnida. Spesies ini berkaki 4 pasang, panjang tubuhnya sekitar 0.7-1.0 mm dan lebarnya
0.25-0.49 mm. Bentuknya bulat lonjong dan warnanya kekuningan. Jika sudah menggigit dan
menghisap darah ayam, bagian tengahnya berwarna merah sedangkan bagian tepi tubuhnya
berwarna coklat kekuningan.
Hama ini sangat kecil dan sulit diberantas. Gurem menghisap darah, hidup bergerombol, dan
keluar pada malam hari. Gurem betina menghisap darah ayam sebanyak 0.077 mg atau jumlah
yang dihisap adalah 1.8 kali berat tubuh gurem. Sebelum menghisap darah ayam, berat tubuh
gurem adalah 0.043 mg.

11
 Siklus Hidup

Gurem betina bertelur dengan warna putih kekuningan akan menempelkan telurnya pada
rambut/bulu tempat predileksinya. Telur gurem akan menetas menjadi larva dalam waktu 3 hari,
kemudian mengalami pergantian kulit menjadi deutonimfa, menghisap darah dan akhirnya
menjadi gurem dewasa dalam waktu 4 hari. Kemudian kawin dan menghasilkan populasi yang
banyak.

 Patogenesitas
Gurem merupakan salah satu jenis tungau yang umumnya menyerang ayam buras, terutama
yang sedang mengeram. Bila jumlah gurem terlalu banyak maka ayam yang sedang tidak
mengeram pun akan diserang.
Kebanyakan kutu penggigit akan aktif bergerak pada tempat predileksinya sambil menggigit
bagian kulit yang menjadi makanannya dan akan menimbulkan iritasi serta terjadinya reaksi
alergi.

 Gejala klinis
Tungau ini mengganggu ayam buras pada semua umur yang dipelihara secara ekstensif.
Akibatnya, ayam kurang tidur, gelisah, stres, lesu, kurang darah, dan terganggu saat mengeram,
sehingga banyak telur tidak menetas. Gangguan gurem jika tidak mendapat penanganan dapat
menyebabkan penurunan produksi telur, bahkan bisa berhenti sama sekali. Lebih lanjut, bila
infestasi gurem cukup tinggi, pertumbuhan akan terhambat dan pada kulit ayam dipenuhi luka
gigitan yang mengakibatkan daya tahan terhadap penyakit menurun.

12
Pada awalnya ayam merasa gatal-gatal terutama pada bulu ekornya, ketika kondisi semakin
parah rasa gatal itu melanda seluruh permukaan tubuh. Tungau menyerang dengan cara
menghisap darah ayam hingga menyebabkan anemia dan kematian terutama pada anak ayam.

 Diagnosis
Diagnosa dapat dilakukan dengan menemukan kutu, telur atau nimpa pada tempat
predileksinya. Identifikasi dilakukan dibawah mikroskop cahaya dengan berdasarkan bentuk
morfologi menggunakan kunci taksonomi meskipun Ornithonyssus bursa adalah tungau yang
paling umum yang terkait dengan infestasi tungau rumah (O.bacoti), karena kedua spesies tungau
ini sangat mirip dan sangat sulit untuk dibedakan.

 Pengendalian dan pengobatan


a. Pengendalian gurem dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
o Menggunakan Coumaphos 0.25 % sebanyak 0.8-1 galon untuk 100 ekor ayam,
dengan cara semprotan (spray).
o Menggunakan Carbaryl dengan dosis 6.25 gr yang dilarutkan dalam 3 liter air untuk
33 ekor ayam dan efektif membunuh dalam waktu kurang dari 15 menit.
o Menggunakan Malathion dengan dosis serbuk Malathion 4-5 % setiap 0,5 kg ayam.
Jika dalam bentuk semprotan, dosisnya 0.5 % dicampur dengan 4 lt air untuk setiap
ekor ayam.
o Menggunakan Nikotin Sulfat 40 % pada tempat bertengger dan dinding kandang.
Dalam penggunaan dapat digunakan kuas cat, dengan takaran 225 gr untuk setiap 30
liter air dan diulangi 10 hari kemudian.
o Pemberantasan gurem dapat dilakukan penyemprotan dengan desinfektan (formalin
dan kalium permanganat/PK) atau minyak tanah.
b. Pencegahan
Pencegahan gurem dapat dilakukan dengan membersihkan kandang dan sarang dari
kotoran ayam. Jerami atau merang yang digunakan untuk sarang telur hendaknya selalu dalam
kondisi baru dan sebelumnya telah dijemur di bawah sinar matahari. Merang yang lembab
menjadi tempat yang sangat disenangi gurem. Apabila peternak mempunyai mesin tetas
sebaiknya telur-telur tersebut ditetaskan dengan mesin tetas, sehingga munculnya serangga

13
gurem dapat diperkecil. Jerami atau merang yang banyak dihinggapi gurem, segera dikeluarkan
dari sarang telur dan dibakar. Sarang telur selanjutnya disemprot dengan insektisida yang tidak
berbahaya bagi kesehatan ayam. Demikian pula kandang yang banyak guremnya perlu disemprot
dengan insektisida.
Cara pencegahan lainnya adalah dengan mengatur sirkulasi udara, sinar matahari harus
dapat masuk dalam kandang, kebersihan dan sanitasi kandang harus dijaga, sekeliling kandang
ditaburkan belerang atau penyemprotan cypermethrin sebulan sekali.
c. Pengobatan
Ayam yang terserang gurem dapat diobati dengan cara memandikannya dengan
campuran air sabun dan belerang. Setiap 10 liter air dimasukkan 50 gr sabun deterjen dan 100 gr
serbuk belerang. Selesai dimandikan, seluruh permukaan tubuh ayam diolesi salep belerang
secara merata. Bila perlu, bagian tubuh ayam disemprot dengan insektisida yang tidak berbahaya
supaya sisa-sisa gurem habis semua. Ayam yang terserang diobati dengan disemprot atau
dicelupkan kedalam larutan cypermethrin.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Leucocytozoonosis dilaporkan pada tahun 1895 pada sekelompok kalkun yang terserang
di Asia bagian timur, kemudian menyebar ke berbagai negara termasuk Indonesia. Biasanya
menyebabkan anemia, penurunan produksi telur pada ayam, perdarahan pada organ,
misalnya pada ginjal, thymus, pancreas, hati, otak, paru-paru, usus dan bursa fabricius.
Penyakit ini bisa menyebabkan infeksi kronis pada unggas yang infeksinya bertahan. Untuk
diagnosanya bisa menggunakan metode PCR dan teknik serologi. Pengobatan bisa dilakukan
dengan memberikan obat-obat yang efektif untuk pencegahan. Pengendalian vektor
dilakukan dengan cara menjaga kebersihan dan sanitasi kandang, penggunaan perangkap
cahaya (light trap) ataupun penggunaan zat-zat kimia seperti larvasida, atraktan (kimia
perangkap serangga) dan repelen (kimia pengusir serangga).
 Gurem (Ornithonyssus bursa) termasuk sub ordo Mesostigmata, sub kelas Ascari dan
kelas Arachnida. Biasanya menyebabkan ayam kurang tidur, gelisah, stres, lesu, anemia, dan
terganggu saat mengeram, sehingga banyak telur tidak menetas, terhambatnya pertumbuhan
dan luka gigitan pada kulit ayam yang mengakibatkan daya tahan terhadap penyakit
menurun. Diagnosa dapat dilakukan dengan menemukan kutu, telur atau nimpa pada tempat
predileksinya. Pengobatan dapat dilakukan dengan Infestasi kutu secara umum dapat diobati
dengan cara dibedaki, dimandikan atau disemprot dengan insektisida , air rendaman
tembakau acampuran pasir halus dengan Sodium floride. Pencegahan gurem dapat dilakukan
dengan membersihkan kandang dan sarang dari kotoran ayam.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://core.ac.uk/download/pdf/77622311.pdf

http://e-journal.uajy.ac.id/2665/3/2BL00949.pdf

http://wiki.isikhnas.com/images/d/dd/Manual_Penyakit_Unggas.pdf

https://www.researchgate.net/publication/344878733_Uji_Potensi_Ekstrak_Daun_Biduri_Calotr
opis_gigantea_sebagai_Akarisida_terhadap_Infestasi_Gurem_Ornithonyssus_bursa_pada_Ayam
_Buras

16

Anda mungkin juga menyukai