Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

DEMAM KARENA NYAMUK

Disusun oleh:
Rafly Alif ismail
1961050141

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan berkah
waktu, ilmu, tenaga, dan berbagai berkah lainnya yang telah membantu penulis untuk menyusun
dan menyelesaikan makalah yang berjudul, “Demam karena Nyamuk” tepat pada waktunya.
Penulis berterimakasih sebesar-besarnya kepada orangtua penulis yang selalu
memberikan dukungan dan bantuan dalam menulis makalah ini, begitu pula kepada dosen-dosen
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu oleh penulis yang telah memberikan ilmu dan
bimbingan kepada penulis.
Penulis menyadari akan kekurangan makalah ini, oleh karena itu penulis sangat berharap
akan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian dan berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi pemabaca.

Jakarta, 1 April 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Demam bukanlah hal yang diluar kebiasan pada penyakit yang disebabkan oleh nyamuk,
hal ini sudah menjadi lumrah dan diterapkan dalam ilmu kesehatan sebagai penanda atau gejala
suatu penyakit. Tentu saja penyebab demam berbeda-beda bergantung pada penyakit yang
diderita akan tetapi penyakit yang disebabkan oleh nyamuk sering menjadi penyebab akan
demam selain flu. Indonesia dengan kondisi geografis dan iklim tropis, didukung banyaknya
hutan tropis yang lebat sangat optimal bagi bagi nyamuk untuk berkembang biak dan
menyebarkan penyakit. Tidak meratanya fasilitas kesehatan, kebiasaan masyarakat yang
merugikan dan pemukiman yang terpencil menjadikan penyakit akibat nyamuk menyebar luas
dan sulit untuk dikendalikan.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi jumlah
pasien penyakit yang disebabkan oleh nyamuk akan tetapi jumlah tersebut tentu masih sangat
banyak dan bahkan menjadi penyakit musima, oleh karena itu penulis ingin memberikan
pemaparan akan hal ini terkait demam yang disebabkan oleh nyamuk dan berusaha memberikan
kesimpulan dari masalah ini.

1.2 Perumusan masalah

1. jenis-jenis nyamuk yang dapat menularkan penyakit.


2. Penularan nyamuk tersebut seperti apa.
3. Daur hidup nyamuk-nyamuk yang dapat menularkan penyakit kepada manusia.
4. Mekanisme infeksi.
5. Epidemiologi.
6. Pencegahan.
7. Peran nyamuk sebagai vektor penyebaran penyakit.
1.3 Tujuan penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan dari makalah ini adalah,
1. Mengetahui jenis dan daur hidup nyamuk yang menginfeksi manusia.
2. Mengetahui mekanisme terjadinya infeksi yang mengakibatkan demam.
3. Mengetahui peran nyamuk dalam penyebaran penyakit dan pencegahannya.

1.4 Manfaat penulisan


Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini,
1. Untuk mengetahui jenis dan daur hidup nyamuk yang menginfeksi manusia.
2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya infeksi yang mengakibatkan demam.
3. Untuk mengetahui peran nyamuk dalam penyebaran penyakit dan pencegahannya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Jenis-jenis nyamuk yang dapat menularkan penyakit

Nyamuk merupakan vektor biologi dari berbagai penyakit, baik itu akibat parasit
ataupun akibat virus. Nyamuk yang menularkan pada manusia sendiri biasanya adalah betina
karena nyamuk jantan biasanya menghisap buah bukan darah seperti betina baik itu darah
manusia maupun hewan. Beberapa jenis nyamuk yang menularkan penyakit ke manusia adalah
Anopeheles sp., Aedes sp., Mansonia sp., dan Culex sp. Beberapa penyakit yang sering ditularkan
adalah elefantiasis yang disebabkan oleh Wuchereia bancrofti yang ditularkan oleh nyamuk
Culex quinquefasciatus, Aedes dan Anopheles, demam berdarah dengue (DBD) yang disebabkan
oleh infeksi virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopticus, dan
malaria yang disebabkan Plasmodium malariae yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles.
2.2 Penularan nyamuk tersebut seperti apa
Awal mula terjadi infeksi P.malariae adalah saat probosis nyamuk Anopheles betina
menusuk dan menembus kulit, dan P.malariae yang ada pada abdomen nyamuk masuk kedalam
pembuluh darah. Infeksi terjadi karena P.malariae telah membelah diri dan berubah bentuk
menjadi bentuk infektif penularan ini disebut sebagai penularan sikliko-propagatif dimana parasit
membelah diri menjadi banyak dan berubah bentuk menjadi infektif dalam tubuh vektor.
2.3 Daur hidup nyamuk-nyamuk yang dapat menularkan penyakit kepada manusia

Nyamuk mengalami metamorphosis sempurna yaitu telur-larva-pupa-dewasa. Pada


stadium telur, larva , dan pupa hidup didalam air sedangkan pada saat dewasa hidup di darat atau
udara. Telur yang baru diletakan berwarna putih tetapi setelah 1-2 jam akan berubah menjadi
hitam. Pada genus Anopheles telur diletakan satu per satu terpisah di permukaan air, begitu pula
pada Aedes tetapi telur diletakan di dinding wadah air. Pada genus Culex dan Mansonia telur
diletakan saling berdekatan sehingga membentuk rakit (raft). Telur Culex diletakan di atas
permukaan air sedangkan telur Mansonia diletakan di balik daun tumbuh-tumbuhan air. Setelah
2-4 hari telur akan menetas menjadi larva yang akan selalu hidup didalam air, tempat perindukan
(breeding place) masing-masing spesies berbeda. Larva terdiri dari 4 stadium (instar),
pertumbuhan larva stadium I sampai dengan stadium IV berlangsung selama 6-8 hari pada Culex
dan Aedes, sedangkan pada Mansonia kira-kira 3 minggu. Kemudian larva berubah menjadi pupa
yang tidak makan tetapi masih memerlukan oksigen yang diambilnya melalui tabung pernapasan
(breathing trumpet). Untuk tumbuh menjadi dewasa diperlukan waktu 1-3 hari sampai beberapa
minggu. Pupa jantan menetas lebih dulu tetapi tidak pergi jauh dari tempat perindukan untuk
menunggu nyamuk betina untuk berkopulasi. Nyamuk betina kemudian menghisap darah untuk
pembentukan telur, tetapi ada beberap spesies yang tidak memerlukan darah untuk pembentukan
telur (autogen) misalnya Toxorhynchites amboinensis.
2.4 Mekanisme infeksi
Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia.
Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit
selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan
gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar.
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi
terhadap eritrosit. Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi
fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi
hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag. Pada malaria berat mekanisme
patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan
eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya
transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting. Sitoadherensi merupakan
peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian
endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak
terinfeksi sehingga terbentuk roset. Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah
eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang
bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi. 1. Demam Akibat
ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi Pelepasan merozoit pada tempat dimana sirkulasi
melambat mempermudah infasi sel darah yang berdekatan, sehingga parasitemia falsifarum
mungkin lebih besar daripada parasitemia spesies lain, dimana robekan skizon terjadi pada
sirkulasi yang aktif. Sedangkan plasmodium falsifarum menginvasi semua eritrosit tanpa
memandang umur, plasmodium vivax menyerang terutama retikulosit, dan plasmodium malariae
menginvasi sel darah merah matang, sifat-sifat ini yang cenderung membatasi parasitemia dari
dua bentuk terakhir diatas sampai kurang dari 20.000 sel darah merah /mm3. Infeksi falsifarum
pada anak non imun dapat mencapai kepadatan hingga 500.000 parasit/mm. 2. Anemia Akibat
hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan depresi sumsum tulang. Hemolisis
sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin serum, dan pada malaria falsifarum ia dapat
cukup kuat untuk mengakibatkan hemoglobinuria (blackwater fever). Perubahan autoantigen
yang dihasilkan dalam sel darah merah oleh parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis,
perubahan-perubahan ini dan peningkatan fragilitas osmotic terjadi pada semua eritrosit, apakah
terinfeksi apa tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin atau primakuin pada orang-orang
dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase herediter9 . Pigmen yang keluar kedalam
sirkulasi pada penghancuran sel darah merah berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limfa,
dimana folikelnya menjadi hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam sel kupffer hati dan
dalam sumsum tulang, otak, dan organ lain. Pengendapan pigmen dan hemosiderin yang cukup
mengakibatkan warna abu-abu kebiruan pada organ
2.5 Epidemiologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imun yang
lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria.
Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria adalah: 1. Ras atau
suku bangsa Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi sehingga
lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat menghambat perkembangbiakan P.
falciparum. 2. Kekurangan enzim tertentu Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat
Dehidrogenase (G6PD) memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat.
Defisiensi terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada
wanita. 3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan Plasmodium
yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya. Hanya pada daerah dimana orang-
orang mempunyai gametosit dalam darahnya dapat menjadikan nyamuk Anopheles terinfeksi.
Anak-anak mungkin terutama penting dalam hal ini. Penularan malaria terjadi pada kebanyakan
daerah tropis dan subtropics, walaupun Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Australia dan Israel
sekarang bebas malaria local, wabah setempat dapat terjadi melalui infeksi nyamuk local oleh
wisatawan yang datang dari daerah endemis . Malaria congenital, disebabkan oleh penularan
agen penyebab melalui barier plasenta, jarang ada. Sebaliknya malaria neonates, agak sering dan
dapat sebagai akibat dari pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan darah bayi selama
proses kelahiran.
2.6 Pencegahan
Pencegahan malaria dapat dilakukan dengan mudah, karena untuk pencegahannya
cukup dengan memastikan kebersihan lingkungan dan menerapkan PHBS. Pencegahan yang
dapat dilakukan dari lingkungan keluarga dan masyarakat adalah dengan: 1) menutup tempat
sampah 2) menimbun atau menutup tempat air menggenang 3) membersihkan selokan 4)
menggukanan semprotan anti nyamuk atau memakai lotion anti nyamuk 5) membuang sampah
pada tempatnya.
2.7 Peran nyamuk sebagai vektor penyebaran penyakit
Nyamuk berperan sebagai vektor biologis dimana terjadinya perubahan pada parasit
baik jumlah maupun bentuk. Terdapat beberapa bentuk penularan, yaitu: propagatif, sikliko-
propagatif, sikliko-developmental, dan transovarian. Pada penularan progatif terjadi pembelahan
diri menjadi lebih banyak, pada sikliko-propagatif terjadi perubahan bentuk dan pertambahan
jumlah, pada sikliko-developmental hanya terjadi perubahan bentuk, dan pada transovarian
parasit sudah didapatkan sejak vektor masih dalam bentuk telur/ditularkan oleh vektor ke
keturunannya. Banyak masyarakat yang menganggap gigitan nyamuk bukanlah hal yang
berbahaya dan tidak perlu disikapi secara serius apabila tidak terjadi manisfestasi klinik. Akan
tetapi tidak jarang orang yang tergigit oleh nyamuk tidak terinfeksi/sedang dalam masa inkubasi
dan gigitan nyamuk juga dapat menyebabkan reaksi alergi terhadap orang yang hipersensitivitas.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Demam dapat merupakan salah satu gejala klinik akibat infeksi gigitan nyamuk.
Karakteristik demam tersebut berbeda-beda, ada yang berlangsung terus-menerus dan ada yang
hilang-timbul. Hal ini dapat menjadi petunjuk akan penyakit apa yang diderita oleh orang
tersebut sehingga perawatan dan pengobatan yang diberikan dapat bekerja maksimal. Selain itu
peran diri sendiri dan masyarakat penting untuk mencegah dan mengurangi jumlah penyakit
yang sebabkan oleh infeksi akibat gigitan nyamuk.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi


Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, Hal: 1-15, 2000.
2. Nugroho A, Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, Hal:
38-52, 2000.
3. Sutanto, I., Ismid, I. S., Sjarifuddin, P. K., & Sungkar, S. (2008). Buku ajar
parasitologi kedokteran edisi keempat. Jakarta: BalaiPenerbit FK UI.
4. Asmara, I. G. Y. (2018). Infeksi Malaria Plasmodium knowlesi pada Manusia. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia, 5(4), 200-208.
5. Fitriany J, Sabiq A. Malaria. Jurnal Averrous.2018;(4)2.Hal:2-20

Anda mungkin juga menyukai