Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyamuk merupakan salah satu vektor penular penyakit, diantaranya


Demam Berdarah Dengue (DBD), Filariasis (kaki gajah) dan Malaria. Nyamuk
sangat merugikan bagi masyarakat perkotaan maupun pedesaan dari tahun ke
tahun kasus penyakit yang ditularkan oleh nyamuk selalu meningkat dan banyak
menyebabkan kematian. Di Indonesia jumlah kasus penyakit yang ditularkan
oleh nyamuk diantaranya Demam Berdarah Dengue (DBD) dilaporkan
sebanyak 129.650 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 1.071 orang, penyakit
Chikungunya dilaporkan sebanyak 2.282 kasus, penyakit Filariasis (kaki gajah)
sebany ak 13.032 kasus, penyakit Malaria dilaporkan sebanyak 217.025
positif Malaria (Kementrian Kesehatan RI, 2015).

Makalah ini membahas mengenai morfologi, siklus hidup, patogenitas,


perilaku nyamuk dewasa penyebab penyakit filariasais, demam berdah dan malaria
serta membahasa bagai mana cara pengendalian vektor nyamuk tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana morfologi dari vektor nyamuk penyebab filariasis, demam
berdarah, dan malaria?
2. Bagaimana siklus hidup dari vektor nyamuk penyebab filariasis, demam
berdarah, dan malaria?
3. Bagaimana patogenitas dari vektor nyamuk penyebab filariasis, demam
berdarah, dan malaria?
4. Bagaimana prilaku nyamuk dewasa penyebab filariasis, demam berdarah,
dan malaria?
5. Bagaimana pengendalian dari vektor nyamuk penyebab filariasis, demam
berdarah, dan malaria?

1
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui morfologi dari vektor nyamuk penyebab filariasis,
demam berdarah, dan malaria?
1. Untuk mengetahui siklus hidup dari vektor nyamuk penyebab filariasis,
demam berdarah, dan malaria?
2. Untuk mengetahui patogenitas dari vektor nyamuk penyebab filariasis,
demam berdarah, dan malaria?
3. Untuk mengetahui prilaku nyamuk dewasa penyebab filariasis, demam
berdarah, dan malaria?
4. Untuk mengetahui pengendalian dari vektor nyamuk penyebab filariasis,
demam berdarah, dan malar

2
BAB II
KEPUSTAKAAN
Vektor nyamuk penyebab demam berdarah, malaria dan
filariasis
2.1. Aedes aegypti sebagai vektor Demam Berdarah Dengue (DBD)
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue
penyebab penyakit demam berdarah. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi
hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Aedes aegypti merupakan pembawa
utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus
persebaran dengue di desa-desa dan perkotaan (Anggraeni, 2011).
Aedes aegypti berpotensi untuk menularkan penyakit demam berdarah
dengue (DBD). DBD adalah suatu penyakit yang ditandai dengan demam
mendadak, perdarahan baik di kulit maupun di bagian tubuh lainnya serta dapat
menimbulkan syok dan kematian. Penyakit DBD ini terutama menyerang anak-
anak termasuk bayi, meskipun sekarang proporsi penderita dewasa meningkat.
Penyebab penyakit demam berdarah ialah virus Dengue yang termasuk dalam
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Terdapat empat serotipe dari virus Dengue,
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, yang semuanya dapat menyebabkan
DBD. Virus ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk betina
terinfeksi melalui pengisapan darah dari orang yang sakit. Tempat perindukan
Aedes aegypti dapat dibedakan atas tempat perindukan sementara, permanen, dan
alamiah. Tempat perindukan sementara terdiri dari berbagai macam tempat
penampungan air (TPA) yang dapat menampung genangan air bersih. Tempat
perindukan permanen adalah TPA untuk keperluan rumah tangga dan tempat
perindukan alamiah berupa genangan air pada pohon. (Suhendro, 2006).
2.1.1. Siklus Hidup Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosa sempurna, yaitu dari
bentuk telur, jentik, kepompong dan nyamuk dewasa. Stadium telur, jentik, dan
kepompong hidup di dalam air (aquatik), sedangkan nyamuk hidup secara
teresterial (di udara bebas). Pada umumnya telur akan menetas menjadi larva dalam
waktu kira-kira 2 hari setelah telur terendam air. Nyamuk betina meletakkan telur
di dinding wadah di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding

3
perindukannya. Nyamuk betina setiap kali bertelur dapat mengeluarkan telurnya
sebanyak 100 butir. Fase aquatik berlangsung selama 8-12 hari yaitu stadium jentik
berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (pupa) berlangsung 2-4 hari.
Pertumbuhan mulai dari telur sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung selama
10-14 hari. Umur nyamuk dapat mencapai 2-3 bulan (Ridad dkk., 1999).
2.1.2. Morfologi Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil daripada ukuran
nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus) (Djakaria, 2006). Nyamuk Aedes aegypti
dikenal dengan sebutan black white mosquito atau tiger mosquito karena tubuhnya
memiliki ciri yang khas, yaitu dengan adanya garis-garis dan bercak-bercak putih
keperakan di atas dasar warna hitam. Sedangkan yang menjadi ciri khas utamanya
adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih keperakan di kedua sisi lateral
dan dua buah garis lengkung sejajar di garis median dari punggungnya yang
berwarna dasar hitam (lyre shaped marking) (Soegijanto, 2006).
2.1.3. Patogenitas Aedes aegypti
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat
menggigit dan menghisap darah . setelah masuk kedalam tubuh manusia virus
dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kufferhepar enditel pembuluh darah,
nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukan
sel monosit dan makrofak mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan
menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan
membentuk komponen prantara dan komponen struktur virus setelah komponen
struktur di rakit, virus di lepaskan dari dalam sel infeksi ini menimbulkan reaksi
imuitas protektif terhadap serotive virus tersebut tetapi tidak ada cross protective
terhadap serotive virus lainnya. Secara invitro antibody terhadap virus dengue
mempunyai 4 fungsi biologis yaitu, netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody
dependent cell- mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE . berdasarkan perannya,
terdiri dari antibody netralisasi yang memiliki serotipe spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus, dan antibody non-netralising serotype yang mempunyai
peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam
pathogenesis DBD dan DSS.

4
2.1.4. Perilaku Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti jantan hanya menghisap cairan tumbuh-tumbuhan
atau sari bunga untuk keperluan hidupnya, sedangkan yang betina menghisap darah.
Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia dari pada darah binatang. Darah
diperlukan untuk pemasakan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan,
telur yang dihasilkan dapat menetas. Setelah berkopulasi, nyamuk betina menhisap
darah dan 3 hari kemudian akan bertelur sebanyak kurang lebih 100 butir. Nyamuk
akan menghisap darah setelah 24 jam kemudian dan siap bertelur lagi. Setelah
menghisap darah, nyamuk ini beristirahat didalam atau kandang-kandang diluar
rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakan nya. Tempat hinggap yang di
senangi adalah benda-benda terngantung seperti kelambu,pakaian,tumbuh-
tumbuhan, ditempat ini nyamuk menunggu pemasakan telur.
2.1.5. Peliraku mengigit nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia (anthropothilic) dari pada
darah binatang dan nyamuk jantan hanya tertarik pada cairan mengandung gula
sepertipada bunga. Aedes aegypti biasanya menggigit nyamuk ini kebiasaan
menghisap darah pada jam 08.00-12.00 WIB dan sore hari antara 15.00-17.00 WIB
malam harinya lebih suka bersembunyi di sela-sela pakaian yang tergantung atau
gordeng, terutama di ruang gelap atau lembap. Mereka mempunyai kebiasaan
menggigit berulang kali. Nyamuk ini memamng tidak suka air kotor seperti air got
atau lumour kotor tapi hidup didalam dan disekitar rumah.

2.2 Anopheles sebagai vektor malaria


Malaria menyebar melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang sudah
terinfeksi oleh parasit. Nyamuk betina membutuhkan darah untuk perkembangan
telurnya. Darah dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein dalam proses
pematangan telurnya). Perilaku mengkonsumsi darah inilah yang meningkatkan
potensi nyamuk sebagai vektor penyakit. Nyamuk ini tertarik oleh karbon dioksida,
bau tubuh dan panas tubuh hewan ataupun manusia.

5
Infeksi malaria bisa terjadi cukup dengan satu gigitan nyamuk. Setelah
terjadi gigitan, parasit akan masuk ke dalam aliran darah dan menyerang sel darah
merah..
Nyamuk betina membutuhkan darah untuk perkembangan telurnya. Darah
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein dalam proses pematangan
telurnya). Perilaku mengkonsumsi darah inilah yang meningkatkan potensi nyamuk
sebagai vektor penyakit. Nyamuk ini tertarik oleh karbon dioksida, bau tubuh dan
panas tubuh hewan ataupun manusia. Kesukaan memilih inang mempengaruhi
perilaku menghisap darah. Beberapa nyamuk lebih menyukai darah manusia
(Anthrozoophilic) dan lainnya lebih menyukai darah hewan (Zooanthrophilic) atau
bahkan menyukai keduanya. Cu. quinquefasciatus, Ae. aegypti dan Anopheles
albopictus merupakan beberapa spesies yang tergolong anthrozoophilic sedangkan
Cu. tritaeniorhynchus merupakan salah satu nyamuk yang tergolong
zooanthrophilic (Brown, 1969).

Nyamuk yang menjadi vektor di Jawa dan Bali Anopheles sundaicus,


Anopheles aconitus, Anopheles balabanencis dan Anopheles maculatus. Di daerah
pantai banyak terdapat Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus, sedangkan
Anopheles balabanencis dan Anopheles maculatus ditemukan di daerah non
persawahan. Anopheles aconitus, Anopheles barbirostris, Anopheles tessellatus,
Anopheles nigerimus dan Anopheles sinensis di Jawa dan Sumatera tempat
perindukan di sawah kadang di genangan-genangan air yang ada di sekitar
persawahan. Di Kalimantan yang dinyatakan sebagaivektor adalah Anopheles.
Balabanensis dan Anopheles letifer. Malaria berkaitan erat dengan keadaanwilayah,
di kawasan tropika seperti Indonesia penularan penyakit ini sangat rentan,karena
keadaan cuaca yang mempunyai kelembaban tinggi akan memberikan habitatyang
sesuai untuk pembiakan nyamuk yang menjadi vektor penularan kepada penyakit
ini (Gunawan, 2000).

6
2.2.1. Morfologi dan Klasifikasi Nyamuk Anopheles

a. Morfologi nyamuk Anopheles sp.

Morfologi nyamuk menurut Horsfall (1995) :

Gambar 1. Struktur morfologi nyamuk Anopheles sp. betina

Nyamuk memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki panjang
dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada
Ordo Diptera dan Famili Culicidae. Nyamuk dewasa berbeda dari Ordo Diptera
lainnya karena nyamuk memiliki proboscis yang panjang dan sisik pada bagian tepi
dan vena sayapnya. Tubuh nyamuk terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, dada dan
perut. Nyamuk jantan berukuran lebih kecil daripada nyamuk betina (O’connor,
1999). Nyamuk memiliki sepasang antena berbentuk filiform yang panjang dan
langsing serta terdiri atas lima belas segmen. Antena dapat digunakan sebagai kunci
untuk membedakan kelamin pada nyamuk dewasa. Bulu antena nyamuk jantan
lebih lebat daripada nyamuk betina. Bulu lebat pada antena nyamuk jantan disebut
plumose sedangkan pada nyamuk betina yang jumlahnya lebih sedikit disebut
pilose (Brown, 1979). Palpus dapat digunakan sebagai kunci identifikasi karena
ukuran dan bentuk palpus masing-masing spesies berbeda. Sepasang palpus terletak

7
diantara antena dan proboscis.(Brown, 1979). Palpus merupakan organ sensorik
yang digunakan untuk mendeteksi karbon dioksida dan mendeteksi tingkat
kelembaban. Proboscis merupakan bentuk mulut modifikasi untuk menusuk.
Nyamuk betina mempunyai proboscis yang lebih panjang dan tajam, tubuh
membungkuk serta memiliki bagian tepi sayap yang bersisik (Brown, 1979). Pada
stadium dewasa palpus nyamuk jantan dan nyamuk betina mempunyai panjang
yang hampir sama dengan panjang probosisnya. Perbedaannya adalah pada
nyamuk jantan ruas palpus bagian apikal berbentuk gada (club form), sedangkan
pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Sayap pada bagian pinggir (costa dan
vena I) ditumbuhi sisik – sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran
belang – belang hitam putih. Bagian ujung sayap tumpul, bagian posterior abdomen
tidak seruncing nyamuk Aedes dan juga tidak setumpul nyamuk Mansonia, tetapi
sedikit melancip (Hoedojo, 1996). Perut nyamuk tediri atas sepuluh segmen,
biasanya yang terlihat segmen pertama hingga segmen ke delapan, segmen-segmen
terakhir biasanya termodifikasi menjadi alat reproduksi. Nyamuk betina memiliki
8 segmen yang lengkap, akan tetapi segmen ke sembilan dan ke sepuluh
termodifikasi menjadi cerci yang melekat pada segmen ke sepuluh. (Nukmal,
2011). Nyamuk Anopheles dewasa mudah dibedakan dari jenis nyamuk yang lain,
nyamuk ini memiliki dua palpusmaxilla yang sama panjang dan bergada pada yang
jantan. Scutellum bulat rata dan sayapnya berbintik. Bintik sayap pada Anopheles
disebabkan oleh sisik pada sayap yang berbeda warna (Borror, 1996).

b. Klasifikasi Nyamuk Anopheles sp.

Klasifikasi nyamuk Anopheles menurut Borror (1996) adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Invertebrata

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Culcidae

Genus : Anophelini

8
Spesies : Anopheles sp.

2.2.2. Siklus Hidup Nyamuk Anopheles

Nyamuk termasuk serangga yang mengalami metamorfosis sempurna


(holometabola) karena mengalami empat tahap dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan. Tahapan yang dialami oleh nyamuk yaitu tahap telur, larva, pupa
dan dewasa. Telur nyamuk akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari pada
suhu 20-40°C. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh
suhu, tempat keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di tempat
perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu
4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari sehingga
waktu yang dibutuhkan dari telur hingga dewasa yaitu 7-14 hari (Hoedojo, 1998).
Nyamuk meletakkan telur di tempat yang berair, pada tempat yang keberadaannya
kering telur akan rusak dan mati. Kebiasaan meletakkan telur dari nyamuk berbeda–
beda tergantung dari jenisnya. Nyamuk Anopeles meletakkan telurnya dipermukaan
air satu persatu atau bergerombol tetapi saling lepas karena telur Anopheles
mempunyai alat pengapung (Borror, 1996)

2.2.3. Perilaku Nyamuk Anopheles

a. Perilaku Menggigit ( feeding )

Waktu keaktifan mencari darah dari masing - masing nyamuk berbeda–


beda, nyamuk yang aktif menggigit pada malam hari adalah Anopheles dan Culex
sedangkan nyamuk yang aktif pada siang hari menggigit yaitu Aedes.

Khusus untuk Anopheles, nyamuk ini suka menggigit di luar rumah. Pada umumnya
nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina (Nurmaini, 2003). Sesuai
dengan buku Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor dari Depkes RI (2001),
bahwa nyamuk yang aktif menghisap darah pada malam hari umumnya mempunyai
dua puncak akitivitas, yaitu puncak pertama terjadi sebelum tengah malam dan
yang kedua menjelang pagi hari, namun keadaan ini dapat berubah oleh pengaruh
suhu dan kelembaban udara. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Damar (2004) di Desa Serumbung Kabupaten Magelang, nyamuk Anopheles
aconitus aktifitas mengigitnya berlangsung pada pukul 19.00-21.00. Pada

9
penelitian oleh Mujayanah (2008) di Kelurahan Sukamaju Kecamatan Teluk
Betung Barat, nyamuk Anopheles lebih aktif mengigit pada pukul 22.00 dan 04.00.

b. Perilaku Istirahat (Resting)

Nyamuk betina akan beristirahat selama 2 -3 hari setelah menggigit


orang/hewan. Nyamuk memiliki dua macam perilaku istirahat yaitu istirahat yang
sesungguhnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat
sementara yaitu pada nyamuk sedang aktif menggigit (Brown, 1979). Nyamuk
Anopheles biasanya beristirahat di dalam rumah seperti di tembok rumah sedangkan
diluar rumah seperti gua, lubang lembab, dan tempat yang berwarna gelap
(Nurmaini, 2003).

Menurut hasil penelitian Hiswani (2004), ada beberapa spesies yang


hinggap di daerah – daerah lembab seperti di pinggir-pinggir parit, tepi sungai, di
dekat air yang selalu basah dan lembab (Anopheles aconitus) tetapi ada pula spesies
yang istirahat dan hinggap di dinding rumah penduduk (Anopheles sundaicus). Hal
yang sama pernah dikemukan oleh hasil penelitian dari Fatma (2002) dan
Mujayanah (2008), bahwa nyamuk Anopheles sundaicus bersifat eksofagik yaitu
suka menggigit hospes di luar rumah, ditunjukkan dengan jumlah Anopheles yang
ditemukan di luar rumah dua kali lebih banyak dibandingkan di dalam rumah.
Nyamuk Anopheles pada senja hari di Dusun Selesung Pulau Legundi kurang begitu
aktif diduga karena penduduk masih banyak melakukan aktifitas pada senja hari.
Aktifitas penduduk inilah yang menghambat aktifitas nyamuk Anopheles sehingga
proses penghisapan menurun, tetapi akan meningkat pada saat manusia sedang tidur
(Jannah, 1999).

c. Perilaku Berkembang Biak (Breeding Place )

Nyamuk memiliki tiga tempat untuk melakukan perkembangbiakan yaitu


tempat berkembang biak (breeding places), tempat untuk mendapatkan
umpan/darah (feeding places) dan tempat untuk beristirahat (resting places).
Nyamuk mempunyai tipe breeding places yang berlainan seperti Culex dapat
berkembang biak pada semua jenis air, sedangkan Aedes hanya dapat berkembang
biak di air yang cukup bersih dan tidak beralaskan tanah langsung, Mansonia

10
senang berkembang biak di kolam-kolam, rawa-rawa danau yang banyak terdapat
tanaman air, dan Anopeheles memiliki bermacam breeding places sesuai dengan
jenis nyamuk Anopheles sebagai berikut : (Brown, 1979 ).

1. Anopheles sundaicus, Anopheles subpictus dan Anopheles vagu senang


berkembang biak di air payau.

2.Tempat yang langsung mendapat sinar matahari disenangi nyamuk Anopheles


sundaicus dan Anopheles mucaltus dalam berkembang biak.

3. Breeding palces yang terlindung dari sinar matahari disenangi Anopheles vagus
dan Anopheles barbirotris untuk berkembang biak.

4. Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk Anopheles vagus,
Anopheles indefinitus, Anopheles leucosphirus untuk tempat berkembang biak.

5. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi Anopheles
aconitus, Anopheles vagus, Anopheles barbirotus,Anopheles anullaris untuk
berkembang biak.

2.2.4. Pola menggigit nyamuk Anopheles sp.

Nyamuk Anopheles maculatus bersifat zoofilik, menyenangi darah hewan


(kerbau) dan aktifitas menggigit nyamuk Anopheles maculatus ini tertinggi antara
pukul 21.00 sampai pukul 24.00 WIB, dan aktifitas menggigit orang antara pukul
20.00–23.00 (Sutisna, 2004). Hal ini serupa dengan hasil penelitian oleh
Setyaningrum (2008) Nyamuk Anopheles sp. Kecamatan Hanura mempunyai
puncak menggigit yaitu pada pukul 23.00 ketika penduduk tertidur dan tidak
melakukan aktifitas. Distribusi An. annularis meliputi wilayah Afganistan,
Pakistan, India, Filipina, Sri Lanka, Cina, dan Indonesia (Snow, 2002). Habitatnya
pada air yang mengalir lambat atau air yang tidak mengalir, tetapi juga menyukai
air yang mengandung garam (Snow, 2002).

Menurut Lestari (1999) di bukit baru Jambi Anopheles annularis ditemukan


aktif menggigit dari pukul 23.00 – 01.00 malam. Distribusi Anopheles vagus ini
meliputi wilayah India, Hongkong, Pakistan, Sri Lanka dan Indonesia (Takken,

11
2008). Habitatnya pada tempat – tempat air agak keruh yang tertutup sinar
matahari, air sawah yang aliran airnya lambat (Takken, 2008).

2.2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketertarikan Nyamuk Terhadap Inang

Pada setiap jenis nyamuk mempunyai perilaku berbeda dalam mencari


hospesnya. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi nyamuk Anopheles dalam mencari hospes adalah faktor suhu,
kelembaban, karbondioksida, aroma, dan visual.

1. Suhu

Suhu merupakan faktor penting dalam penemuan hospes. Daya tarik


nyamuk Anopheles sp. terhadap subyek yang dipanaskan di bawah suhu udara
dalam laboratorium dan percobaan lapangan menyatakan bahwa suhu adalah faktor
penting dalam pencarian sasaran (Brown, 1951). Brown (1951) melaporkan jika
salah satu tangan manusia didinginkan sampai suhu 22˚C dan tangan yang lainnya
pada suhu 30˚C, maka tangan yang lebih dingin kurang menarik untuk digigit
nyamuk Anopheles sp.

2. Kelembaban

Kelembaban dapat mempengaruhi dan merangsang nyamuk Anopheles sp.


Untuk menggigit hospesnya. Akan tetapi menurut Russell (1963) di lapangan tidak
ada bukti yang menunjukkan pentingnya tingkat kelembaban bagi orientasi kepada
hospes, jadi disimpulkan bahwa kelembaban mungkin merupakan sebagian dari
faktor penting yang berasal dari hospes dan merupakan daya tarik nyamuk pada
jarak dekat.

3. Karbon dioksida

Pengaruh karbon dioksida terhadap perilaku menggigit masih banyak


diperdebatkan. Menurut Takken (2008) pada pemasangan New Jersey light trap,
dengan menambahkan karbon dioksida selama dua jam dapat meningkatkan jumlah
nyamuk Anopheles sp. yang tertangkap menjadi empat kali. Karbon dioksida yang
merupakan sisa metabolisme tubuh dieksresikan melalui saluran pernafasan,

12
sehingga nyamuk lebih banyak hinggap di bagian kepala daripada anggota tubuh
lain (Gilles, 2002).

4. Aroma

Aroma sebagai salah satu rangsangan yang menuntun serangga dalam


mencari makanannya. Aroma darah saat dilaporkan mempunyai daya tarik terhadap
nyamuk Ae. aegypti empat kali lebih besar daripada air, dan plasma darah lima kali
lebih besar daripada air (Brown, 1957).

5. Visual

Respon visual mempengaruhi nyamuk dalam memilih hospes. Bentuk dan


pemantulan cahaya serta gerakan hospes ternyata merupakan faktor penting, sebab
mampu menuntun nyamuk yang aktif mencari darah pada siang hari untuk datang
kepada hospes. Walaupun faktor visual telah dibuktikan mempengaruhi nyamuk
tetapi tidak semua nyamuk tergantung kepada faktor tersebut (Sardjito, 2008).

2.3 . Culex dan Mansonia sebagai vektor filariasis

Semua jenis nyamuk bisa menjadi vektor penular penyakit kaki gajah. Salah
satunya dari genus Culex dan Mansonia. Kedua dari genus nyamuk tersebut adalah
nyamuk yang dapat menularkan penyakit kaki gajah (filariasis). Hal ini terjadi saat
nyamuk menghisap darah pengidap filariasis sehingga larva cacing filariasis masuk
dan berkembang biak ditubuhnya lalu nyamuk menularkan larva tersebut kepada
manusia dengan cara menggigitnya.

Spesies Culex quinquefasciatus bertindak sebagai vektor Wuchereria


bancrofti tipe perkotaan, spesies dari genus Mansonia sebagai penular Brugia
malayi. Vektor yang mengambil peran penting di wilayah Indonesia timur yaitu
Mansonia dan Anopheles barbirostis, tersebar di Nusa Tenggara Timur dan
Kepulauan Maluku Selatan berperan sebagai penular Brugia timori. Berbagai
spesies Mansonia yang bersifat subperiodik nokturna juga merupakan vektor dari
Brugia malayi (Sandjaja, 2007).

13
2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi culex sp.

a. Klasifikasi Culex sp.


Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Classis : Insecta
Subclassis : Pterygota
Ordo : Diptera
Suborda : Nematocera
Famili : Culicidae
Subfamilia : Culianeae
Genus : Culex
b. Morfologi atau Anatomi Culex sp.
Nyamuk Culex sp. mempunyai ukuran kecil sekitar 4-13 mm dan tubuhnya
Rapuh Pada kepala terdapat probosis yang halus dan panjangnya melebihi
panjang kepala. Probosis pada nyamuk betina digunakan sebagai alat untuk
menghisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan digunakan untuk menghisap
zat-zat seperti cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan juga keringat.
Terdapat palpus yang mempunyai 5 ruas dan sepasang antena dengan jumlah
ruas 15 yang terletak di kanan dan kiri probosis. Pada nyamuk jantan terdapat
rambut yang lebat (plumose) pada antenanya, sedangkan pada nyamuk betina
jarang terdapat rambut (pilose) (Sutanto, 2011).
Sebagian besar thoraks yang terlihat (mesonotum) dilingkupi bulu-bulu halus.
Bagian belakang dari mesonotum ada skutelum yang terdiri dari tiga
lengkungan (trilobus). Sayap nyamuk berbentuk panjang akan tetapi
ramping,pada permukaannya mempunyai vena yang dilengkapi sisik-sisik
sayap (wing scales) yang letaknya menyesuaikan vena. Terdapat barisan rambut
atau yang biasa disebut fringe terletak pada pinggir sayap. Abdomen memiliki
10 ruas dan bentuknya menyerupai tabung dimana dua ruas terakhir mengalami
perubahan fungsi sebagai alat kelamin. Kaki nyamuk berjumlah 3 pasang,
letaknya menempel pada torax. setiap kaki terdiri atas 5 ruas tarsus 1 ruas femur
dan 1 ruas tibia (Hoedojo, 2008).

14
2.3.2. Siklus hidup nyamuk Culex sp.
Nyamuk Culex sp. memiliki siklus hidup sempurna mulai dari telur, larva,
pupa, dan imago (dewasa) antara lain sebagai berikut :
1. Telur
Seekor nyamuk betina dapat menempatkan 100-400 butir telur pada tempat
peindukan. Sekali bertelur menghasilkan 100 telur dan biasanya dapat bertahan
selama 6 bulan. Telur akan menjadi jentik setelah sekitar 2 hari. Masing masing
spesies nyamuk memiliki perilaku dan kebiasaan yang berbeda satu sama lain.
Di atas permukaan air, nyamuk Culex sp. menempatkan telurnya secara
menggerombol dan berkelompok untuk membentuk rakit. Oleh karena itu
mereka dapat mengapung di atas permukaan air (Borror, 1992).
2. Larva
Telur akan mengalami penetasan dalam jangka waktu 2-3 hari sesudah terjadi
kontak dengan air. Faktor temperatur, tempat perkembangbiakan, dan
keberadaan hewan pemangsa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
larva. Lama waktu yang diperlukan pada keadaan optimum untuk tumbuh dan
berkembang mulai dari penetasan sampai menjadi dewasa kurang lebih 7-14
hari (Sogijanto, 2006).
Salah satu ciri dari larva nyamuk Culex adalah memiliki siphon. Siphon dengan
beberapa kumpulan rambut membentuk sudut dengan permukaan air. Nyamuk
Culex mempunyai 4 tingkatan atau instar sesuai dengan pertumbuhan larva
tersebut, yaitu :
1. Larva instar I, berukuran paling kecil yaitu 1 – 2 mm atau 1 – 2 hari setelah
menetas. Duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernafasan pada
siphon belum jelas.
2. Larva instar II, berukuran 2,5 – 3,5 mm atau 2 – 3 hari setelah telur menetas.
Duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.
3. Larva instar III, berukuran 4 – 5 mm atau 3 – 4 hari setelah telur menetas.
Duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat kehitaman.
4. Larva IV, berukuran paling besar yaitu 5 – 6 mm atau 4 – 6 hari setelah telur
menetas, dengan warna kepala (Astuti, 2011).
3. Pupa

15
Stadium paling akhir dari metamorfosis nyamuk yang bertempat di dalam air
adalah pupa. Tubuh pupa berbentuk bengkok dan kepalanya besar. Sebagian
kecil tubuh pupa kontak dengan permukaan air, berbentuk terompet panjang
dan ramping, setelah 1 – 2 hari akan menjadi nyamuk Culex (Astuti, 2011).
Pada stadium ini tidak membutuhkan nutrisi dan berlangsung proses
pembentukan sayap sampai mampu terbang. Stadium kepompong terjadi dalam
jangka waktu mulai satu sampai dua hari. Pada saat pupa menjalani fase ini pupa
tidak melakukan aktivitas konsumsi sama sekali dan kemudian akan keluar dari
larva dan menjadi nyamuk yang sudah bisa terbang dan meninggalkan air.
Nyamuk memerlukan waktu 2-5 hari untuk menjalani fase ini sampai menjadi
nyamuk dewasa (Wibowo, 2010).
4. Dewasa
Ciri-ciri nyamuk Culex dewasa adalah berwarna hitam belang-belang putih,
kepala berwarna hitam dengan putih pada ujungnya. Pada bagian thorak
terdapat 2 garis putih berbentuk kurva (Astuti, 2011).
Nyamuk jantan dan betina akan melakukan perkawinan setelah keluar dari
pupa. Seekor nyamuk betina akan melakukan aktivitas menghisap darah dalam
waktu 24-36 jam setelah dibuahi oleh nyamuk jantan. Untuk proses pematangan
telur sumber protein yang paling penting adalah darah. Perkembangan nyamuk
mulai dari telur sampai dewasa membutuhkan waktu sekitar 10 sampai 12 hari
(Wibowo, 2010).
2.3.3. Patogenitas Culex sp.
Patogenitas untuk nyamuk ini penderita awalnya digigit nyamuk
Culex yang telah menghisap darah pengidap filariasis. Dalam tubuh nyamuk
microfilaria tidak berkembang biak tetapi hanya berubah bentuk dari larva
intisar 1 menjadi larva intisar 3 dalam beberapa hari. Didalam tubuh
manusia larva intisar 3 menuju limfe dan selanjutna tumbuh menjadi cacing
dewasa.
2.3.4. Perilaku nyamuk dewasa Culex sp.
a. Perilaku istirahat
perilaku istirahat untuk nyamuk memiliki dua arti yaitu istirahat yang
sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat

16
sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang mencari darah. Pada umumnya
nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab, dan aman untuk beristirahat.
Nyamuk lebih suka hinggap di tempat-tempat yang dekat tanah (Hiswani,
2004).
Nyamuk akan melakukan istirahat selama 2 sampai 3 hari sesudah
menggigit orang atau hewan. Kebiasaan beristirahat setiap jenis nyamuk
berbedabeda satu dengan lainnya. Nyamuk Culex sp mempunyai kesukaan
beristirahat di dalam rumah. Spesies nyamuk ini sering kali ditemukan berada
di dalam rumah, sehingga sering disebut sebagai nyamuk rumahan (Wibowo,
2010). Tempat istirahat (resting places) nyamuk Culex di dalam rumah pada
waktu siang hari. Nyamuk Culex akan memilih tempat-tempat yang gelap dan
lembab di dalam rumah untuk beristirahat, seperti di balik perabotan rumah
tangga yang berwarna gelap dan pakaian yang digantung (Novianto, 2007).
Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), tempat beristirahat yang disenangi
nyamuk Culex adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti
kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah, nyamuk ini beristirahat di baju-
baju yang digantung, kelambu, dan tirai. Di luar rumah nyamuk ini beristirahat
pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah (Depkes RI, 2004).
b. Perilaku Menggigit (Feeding Habit)
Nyamuk Culex sp senang menghisap darah manusia dan hewan khususnya pada
malam hari. Unggas, kambing, kerbau, dan sapi adalah binatang peliharaan
yang sering menjadi sasaran gigitan nyamuk Culex sp. Culex adalah spesies
nyamuk yang mempunyai sifat antropofilik dan zoofilik, karena suka
melakukan aktivitas menghisap darah di malam hari baik di dalam maupun di
luar rumah (Thenmozhi, 2009).
Nyamuk Culex sp disebut nocturnal atau memiliki kebiasaan menggigit
manusia dan hewan utamanya pada malam hari. Waktu yang biasanya
digunakan oleh nyamuk Culex sp untuk menghisap darah adalah beberapa jam
sesudah terbenamnya matahari hingga sebelum matahari terbit. Pada pukul
01.00-02.00 merupakan puncak dari aktivitas menggigit nyamuk Culex sp
(Tiawsirisup, 2006).

17
Kebiasaan cara makan nyamuk cukup unik, karena hanya betina dewasa
yang menghisap darah manusia dan hewan. Nyamuk jantan tidak menghisap
darah, tetapi menghisap madu tanaman. Nyamuk betina memerlukan darah
yang cukup untuk bertelur. Sebagian besar spesies domestik terbang cukup
dekat dengan titik asal. Jarak terbang betina biasanya lebih jauh daripada jantan.
Kekuatan dan arah angin berpengaruh dalam penyebaran atau migrasi nyamuk.
Kebanyakan nyamuk tetap dalam satu atau dua kilometer dari sumber makan
mereka. Nyamuk tidak dapat terbang cepat, hanya sekitar 4 kilometer per jam.
Frekuensi menghisap darah dipengaruhi oleh suhu serta kelembaban yang
disebut dengan siklus gonotrofik. Untuk iklim tropis biasanya siklus ini
berlangsung sekitar 48 – 96 jam (Nalim, 1989).
Nyamuk Culex memiliki kepadatan 5,25 ekor/orang/jam di dalam rumah.
Kepadatan di luar rumah adalah 5,64 ekor/orang/jam. Hal ini menunjukkan
bahwa setiap 1 jam terdapat sekitar 5-6 nyamuk yang mengigit manusia baik di
dalam maupun di luar rumah (Dinkes Kab. Pekalongan, 2011).
Berbagai petunjuk memungkinkan nyamuk untuk menghisap darah manusia
atau hewan. Mereka dapat mendeteksi karbon dioksida yang dihembuskan oleh
tuan rumah mereka walaupun berada jauh. Nyamuk juga merasakan bahan
kimia tubuh, seperti asam laktat dalam keringat. Beberapa orang lebih menarik
perhatian nyamuk dibandingkan yang lain. Seseorang tidur di ruangan yang
dipenuhi nyamuk mungkin bangun dengan puluhan gigitan nyamuk, sementara
orang tidur di samping mereka tidak ada. Demikian pula, orang bereaksi
berbeda terhadap gigitan nyamuk, beberapa menunjukkan tanda yang sangat
sedikit digigit, sementara yang lain menunjukkan kemerahan besar, bengkak,
dan gatal. Ini adalah reaksi alergi terhadap air liur nyamuk Setiap orang
mempunyai reaksi berbeda terhadap gigitan nyamuk. Nyamuk terbang lebih
dekat dengan target yang gelap. Setelah menemukan mangsa, nyamuk
menyuntikkan air liur ke luka.
2.3.5 Morfologi Mansonia sp.
Nyamuk dewasa Mansonia pada saat hinggap tidak membentuk sudut 90˚
bentuk tubuh besar, kaki dan sayap di tutupi warna gelap dan panjang serta
memiliki sayap yang asimetis.

18
2.3.6 Siklus hidup Mansonia sp.
Nyamuk termasuk dalam kelompok serangga yang
mengalamimetamormofosa sempurna dengan bentuk siklus hidup berupa
telur, larva, pupa hingga dewasa.
Stadium Telur
Telur berwarna putih ketika pertama kali diletakkan, kemudian semakin gelap
dalam satu atau dua jam benkutnya Mansonia sp meletakkan telurnya
saling berdekatan membentuk rakit dibawah permukaan daun tanaman air.
Pada kondisi yang hangat, biasanya di negara tropis telur akan menetas
setelah 2-3 hari di air. Gambar Telur Mansonia sp dapat dilihat dibawah ini

Gambar Telur Mansonia sp

Stadium Larva
Telur menetas menjadi larva. Berbeda dengan larva dari anggota Diptera yang
lain seperti lalat yang larvanya tidak bertungkai, larva nyamuk memiliki kepala
yang cukup besar serta toraks dan abdomen yang cukup jelas. Larva dari
kebanyakan nyamuk menggantungkan diri di permukaan air.
Larva nyamuk Mansonia sp memiliki sifon (corong udara) yang pendek dan
ujungnya seperti bentuk duri/tanduk (runcing), Sifon tersebut terdapat pada
segmen VIII. Larva ini menempel pada akar tumbuhan air., Mansonia sp
memiliki tabung udara yang berbentuk pendek dan runcing yang dipergunakan
untuk menusuk akar tanama air. Pada waktu istirahat larva Mansonia sp
membentuk sudut dengan permukaan air. Gambar larva Mansonia sp dapat
dilihat dibawah ini

19
Gambar Larva Mansonia sp
Stadium Pupa
Setelah melewati pergantian kulit keempat, maka terjadi pupasi. Pupa Mansonia
sp berbentuk agak pendek, tidak makan, tetapi tetap aktif bergerak dalam air
terutama bila diganggu. Mereka berenang naik turun dari bagian dasar ke
permukaan air. Pupa Mansonia sp mempunyai alat pernafasan menyerupai
trompet berbentuk panjang dan bergerigi. Gambar pupa Mansonia sp dapat
dilihat dibawah ini

Gambar pupa Mansonia sp

Stadium Dewasa
Pada saat hinggap nyamuk Mansonia sp tidak membentuk sudut 90º. atau bias
dikatakan sejajar dengan tempat hinggap. Secara morfologi nyamuk ini mempunai
bentuk tubuh besar dan panjang, bentuk sayap asimetris, Sayapnya bintik-bintik
Warna tubuh terdiri dari hitam atau coklat bercampur putih. Gambar nyamuk
dewasa Mansonia sp dapat dilihat dibawah ini

20
Gambar Nyamuk dewasa Mansonia sp

2.3.7. Patogenitas Mansonia sp.

Patogenitas untuk nyamuk ini penderita awalnya digigit nyamuk Mansonia


yang telah menghisap darah pengidap filariasis. Dalam tubuh nyamuk
microfilaria tidak berkembang biak tetapi hanya berubah bentuk dari larva
intisar 1 menjadi larva intisar 3 dalam beberapa hari. Didalam tubuh manusia
larva intisar 3 menuju limfe dan selanjutna tumbuh menjadi cacing dewasa.
2.3.8 Perilaku nyamuk dewasa Mansonia sp.
Nyamuk mansonia berada di wilayah hutan dan rawa endemik, lingkungan
kotor dan area peternakan ikan yang tidak terpakai. Nyamuk mansonia
bersifat agresif dan menghisap darah saat manusia berada dalam aktivitas
malam hari khususnya di luar rumah.

2.4 Penegndalian vektor nyamuk


Pengendalian vektor adalah semua usaha yang dilakukan untuk menurunkan atau
menekan populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan kesehatan
masyarakat (Kusnoputranto, 2000).
Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode yang tepat, yaitu :

Secara Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan


Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), misalnya sarang nyamuk dengan cara

21
mengeringkan genangan air yang menjadi tempat berkembangbiaknya, membakar
sampah yang menjadi tempat lalat bertelur dan tempat-tempat persembunyian serangga
pengganggu. Termasuk dalam pengendalian serangga adalah mencegah terjadinya
kontak antara serangga dengan manusia, misalnya dengan memasang kawat kasa atau
kawat nyamuk (insect-screen) di jalan angin, pintu atau jendela rumah (Soedarto, 1992).

Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan
penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan
penyebaran vektor.

Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M+1T (Wikipedia, 2008), yaitu:

1. Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang
berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak
mandi.
2. Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki
akses ke tempat itu unutk bertelur.
3. Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan
tempat nyamuk bertelur.
4. Telungkupkan barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan
dijadikan tempat nyamuk bertelur.

Secara Biologi

Pengendalian secara biologi adalah pengendalian serangga dengan


menggunakan predator (binatang pemangsa serangga), menyebarkan parasit penyebab
penyakit pada serangga dengan tujuan untuk menurunkan populasinya secara alami tanpa
mengganggu ekologi (Soedarto, 1992). Contoh Predator tersebut terdiri dari Ikan pemakan
larva yaitu ikan kepala timah, cupang dan gambus yang sudah semakin banyak digunakan
untuk mengendalikan nyamuk Ae. aegypti di kumpulan air yang banyak atau di kontainer
air yang besar, bakteri penghasil endotoksin yaitu Bacillus Thuringies serotipe H-14 (Bt: H-
14) dan Bacillus sphaericus(Bs) adalah efektif untuk mengendalikan nyamuk.

Secara Kimia

Bahan kimia yang banyak digunakan dalam pemberantasan Ae. aegypti ialah
golongan organophospat. Malathion digunakan untuk memberantas nyamuk dewasa,
sedangkan temephos digunakan untuk jentiknya. Malathion digunakan dengan cara
pengasapan (fogging), karena kebiasaan beristirahat Ae. aegypti ialah pada benda yang
bergantungan. Temephos yang biasa digunakan berebentuk butiran pasir (sandgranules)

22
dan ditaburkan di tempat penampungan air. Penggunaan larvasida ini dalam posisi 1 ppm
mampu mencegah infestasi jentik Ae. aegypti selama 2 - 3 bulan. Pengaruh residu
temephos ini disebabkan karena bahan aktifnya dilepas secara perlahan (slow release)
dan menempel pada pori – pori dinding sebelah dalam dari tempat penampungan air.

Upaya lain dalam memutus mata rantai kehidupan nyamuk yakni dengan
perangkap telur (ovitrap). Ovitrap adalah alat pemancing nyamuk untuk bertelur di
dalamnya. Ketika telur berkembang menjadi nyamuk dewasa, nyamuk akan terperangkap
di dalam ovitrap, dan akhirnya mati (Anonimous, 2008). Ovitrap dapat berupa bejana,
misalnya, cangkir (cup) kaleng (seperti bekas kaleng susu atau gelas plastik) yang dinding
sebelah dalamnya di cat hitam, dan ember kemudian diberi air secukupnya. Ke dalam
bejana tersebut dimasukkan paddle berupa potongan kayu, bilah bambu atau kain yang
tenunannya kasar dan berwarna gelap sebagai tempat meletakkan telur bagi nyamuk.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Nyamuk merupakan salah satu vektor penular penyakit, seperti Demam


Berdarah Dengue (DBD), Filariasis (kaki gajah) dan Malaria. Di Indonesia banyak
sekali nyamuk yang menjadi vektor diantaranya Aedes aegypti yang merupakan
vektor penular demam berdarah, Anopheles sebagi vektor malaria, Mansonia dan
Culex vektor kaki gajah.

3.2 Saran

Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan
penulisan makalah di kemudian hari.

24
DAFTAR PUSTAKA

Staf Pnegajar Dapartemen Parasitology, FKUI. 2008. Parasitology Kedokteren


Edisi Keempat: Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia/article/download/17851/10977/

journal.poltekkes-mks.ac.id/ojs2/index.php/Sulolipu/article/view/824/472

(Anonim). 2008. Pengendalian Vektor Nyamuk. Dapat diakses dilaman: https://


www.psychologymania. com/2012/10/pengendalian-vektor-nyamuk.htm (online :
3 November 2019)

Masrizal. 2013. Filariasis. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 7, No. 1

25

Anda mungkin juga menyukai