Anda di halaman 1dari 17

NAMA : Brandon Javier Saviola

NIM : 19111101127
KELAS : S-02 B
MK : DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN
Dosen Pengajar : Prof. Dr. Odi R. Pinontoan, MS

 PENGENDALIAN VEKTOR & BINATANG PENGGANGGU

1. RUANG LINGKUP & DEFINISI PENGENDALIAN VEKTOR


Penyakit tular vector merupakan penyakit yang menular melalui hewan perantara(vektor).
Penyakit tular vector meliputi malaria, arbovirosis seperti dengue, chikungunya, Japanese B
Encephalitis (radang otak), filariasis limfatik (kaki gajah), pes (sampar) dan demam semak
(scrub typhus). Penyakit tersebut hingga kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi dan berpotensi menimbulkan
kejadian luar biasa (KLB), (Permenkes, 2010).
Perubahan iklim dapat meningkatkan resiko kejadian penyakit tular vector. Faktor resiko
lainnya adalah keadaan rumah dan sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang belum
memadai, perpindahan penduduk yang non-imun ke daerah endemis (Permenkes, 2010).
Masalah yang dihadapi dalam pengendalian vector di Indonesia antara lain kondisi
geografi dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman vector. Mengingat keberasaan
vector dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis, dan social budaya, maka pengendaliannya
tidak hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan saja tetapi memrlukan kerjasama lintas
sector dan program (Permenkes, 2010).
Vector yang membawa penyakit-penyakit serius yang ditularkan kepada manusia antara
lain serangga seperti lalat,nyamuk,binatang-binatang yang hidup di air (kerang), binatang yang
hidup di darat (anjing, kucing, babi). Penularan penyakit pada manusia melalui vector serangga
dikenal sebagai arthropod borne disease atau sering disebut sebagai vector borne disease.
Pemutusan ranti penularan dapat dilakukan dengan mempelajari cara penularan dari penyakit
yang ada. Untuk pencegahan penyebaran penyakit dapat dilakukan pengendalian vector yang
terdiri atas pengendalian lingkungan, pengendalian kimia, pengendalian biologi, pengendalian
genetic, dan pengendalian fisika.
Definisi
Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan suatu infections
agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan.

Macam-macam Vektor dan Binatang Pengganggu


Binatang pengganggu adalah binatang yang dapat menyerang atau menularkan penyakit
terhadap manusia, atau tumbuh-tumbuhan. Sebagian dari arthropoda dapat bertindak sebagai
vector. Arthropoda adalah salah satu filum. Arthropoda dibagi menjadi empat kelas:
1. Kelas Crustacea (10 kaki), misalnya udang
2. Kelas Myriapoda: chilopoda, misalnya kaki seribu dan diplopoda
3. Kelas Arachnoida (kaki 8), misalnya tungay
4. Kelas Hexapoda, misalnya nyamuk
Kelas Hexapoda (insect) dibagi menjadi 12 ordo:
1. Ordo adonata (capung)
2. Ordo arthropoda (belalang)
3. Ordo ispteran (rayap)
4. Ordo neuropteran (undur-undur)
5. Hemiptera (kutu busuk)
6. Anoplura (kutu kepala)
7. Hamoptera (sikoda)
8. Cokoptera( kecoak)
9. Lepidoptera (kupu-kupu)
10. Diphtera (nyamuk dan lalat)
11. Siphonaptera (pijal)
12. Hymenoptera (lebah)

Berikut ini adalah filum arthropoda yang bertindak sebagai vector


1. Kelas insektal hexapoda
a. Ordo diphtera
- Nyamuk Anopheles (malaria)
- Nyamuk Aedes aegypeti ( dengue haemorgic fever)
- Nyamuk culex (filariasis)
b. Ordo siphonaptera; pijal,tikus (Xenopsylla cheopis) sebagai vector penyakit pes (plaque)
c. Ordo anoplura, missalnya kutu kepala (pediculus humanus capitis)
2. Kelas Arachnoida, misalnya tidak dapat menularkan relapsing fever, mite dapat menularkan
scrub thpus, endemic thpus, dan scabies.
3. Kelas crustacean, dapat menularkan paragonsmiasis
4. Kelas myriapoda, dapat menularkan hymenolefnosis

Adapun dari kelas arachnoida yang bertindak sebagai binaatang pengganggu adalah
kalajengking. Binatang tikus yang bertindak sebagai penganggu dibagi menjadi dua golongan
1. Tikus besar (rat), conoth norvigicus (tikus roil), Rattus-rattus diadiri (tikus atap), Rattus-rattus
alexan drimus (tikus alexanfria), dan Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan).
2. Tikus kecil (mice), contoh musculus (tikus rumah).

2. Hubungan Vektor dan Binatang Penganggu dengan Kehidupan Manusia


Vektor dan biantang penganggu pada dasarnya dapat mempengaruhi kehidupan manusia
dengan berbagai cara. Berikut ini merupakan penyakit yang ditimbulkan berdasarkan jumlah
factor kehidupan yang terlibat.
1. Penyakit-penyakit dengan dua factor kehidupan (manusia-Arthropoda).
Keadaan ini disebut penyakit yang diakibatkan oleh pengaruh langsung arthropoda
terhadap manusia, bukan karena virus, bakteri, protozoa, cacing atau jamur.
2. Penyakit dengan tiga factor kehidupan (manusia-Arthropoda vector-kuman) keadaan ini
merupakan gambaran umum penyakit pada manusia di mana manusia sebagai host, dan
arthropoda berperan sebagai vector orang lainnya. Dalam pola ini terdapat vector yang akan
membawa bibit penyakit dari host ke host lainnya melalui udara, air, atau makanan sehingga
dikenl adanya penyebaran penyakit secara airborne infection, water borne infection, dan food
borne infection.
3. Penyakit-penyakit dengan empat factor kehidupan( manusia-arthropoda vector-kuman-
reservoir). Keadaan penyakit seperti ini disebut zoonosis, yaitu penyakit binatang yang dapat
menular kepada manusia.
Siklus Hidup Nyamuk
Siklus hidup nyamuk (Aedes sp, Culex sp, Anopheles sp) Nyamuk termasuk dalam
kelompok serangga yang mengalami metamorfosa sempurna dengan bentuk siklus hidup berupa
telur, larva, pupa dewasa.
1. Telur
Telur biasnaya diletakkan di atas permukaan air satu per satu atau berkelompok. Telur-
telur dari jenis Culex sp diletakkan berkelompok (raft). Dalam satu kelompok biasa terdapat
puluhan atau ratusan ribu nyamuk. Telur dapat bertahan hidp dalam waktu yang cukup lama
dalam bentuk dorman. Namun, bila air cukup tersedia, telur-telur itu biasanya menetas 2-3 hari
sesudah diletakkan.
2. Larva
Telur menetas menjadi larva. Berbeda dengan larva dari naggota Diptera yang seperti
lalat yang larvanya bertungkai, larva nyamuk memiliki kepala yang cukup besar serta toraks dan
abdomen yang cukup jelas. Larva dari kebanyakan nyamuk menggantungkan diri di permukaan
air. Untuk mendapatkan oksigen dan udara, larva-larva nyamuk Culex sp dan Aedes sp biasanya
menggantungkan tubuhnya membentuk sudut terhadap permukaan air.
Ada jenis larva nyamuk yang hidup dalam air dan bernapas melalui difusi kutin seperti
Mansonia sp. Yang memiliki tabung udara yang berbentuk pendek dan runcing yang
dipergunakan untuk menusuk akar tanaman air. Stadium larva memerlukan waktu kurang lebih
satu minggu.
3. Pupa
Sesudah melewati pergntian kulit keempat, maka terjadi pupasi. Pupa berbentuk agar
pendek, tidak makan, tetapi tetap aktif bergerak dalam air terutama bila diganggu. Bila
perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah dua tiga hari, maka kulit pupa akan pecah
dan nyamuk keluar serta terbang.
4. Dewasa
Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa berhenti sejenak di atas permukaan air untuk
mengeringkan tubuhnya terutama sayap-sayapnya dan sesudah mampu mengembangkan
sayapnya, nyamuk dewasa terbang mencari makan.
Perilaku Nyamuk
a. Bionomik nyamuk (kebiasaan hidup)
bionomic sangat penting dalam kegiatan tindakan pemberantasan. Pada hakekatnya serangga
sebagai makhluk hidup mempunyai bermacam-macam kebiasaan, adapun yang perlu diketahui
untuk pemberantasan/ pengendalian misalnya makan, dan lamanya hidup dan kebiasaan kegiatan
diwaktu malam dan perputasan menggigitnya.

b. Kebiasaan menggigit
waktu keaktifan mencari darah dari masing-masing nyamuk berbeda-beda, nyamuk yang aktif
pada malam hari mengigit, adalah anopheles dan culex sedangkan nyamuk yang aktif pada siang
hari mengigit yaitu Aedes.

c. Tempat beristirahat (resting places)


Biasanya setelah nyamuk betina menggigit orang/hewan, nyamuk tersebut akan beristirahat
selama 2-3 hari, misalnya pada bagian dalam rumah sedangkan diluar rumah seperti gua, lubang
lembab, tempat yang berwarna gelap dan lain-lain merupakan tempat yang disenangi nyamuk
untuk beristirahat.
1). Umur nyamuk tidak sama
2). Umumnya nyamuk kira-kira 2(dua) minggu/2-3 bulan
3). Umumnya nyamuk betina bertahan lebih lama daripada nyamuk jantan
4). Kebiasaan menghisap darah manusia dan lebih suka darah binatang dibandingkan
manusia.
5). Kebiasaan setelah menghisap darah
6). Aktivitas night biters, day-biters, endofagik dan eksofagik
7). Jarak Terbang
a). nyamuk betina mempunyai jarak terbang lebih jauh dibandingkan jantan
b). aedes aegypti jarak terbangnya pendek
c). Anopheles terbang sampai 1,6 km
d). Aedes vexans mencapai 30 km.
3. Metode Pengendalian Vektor

Konsep Dasar Pengendalian Vektor dan Binatang pengganggu


Pengendalian vector adalah usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan
populasi vector dengan maksud mencegah atau memberantas penyakit yang ditularkan vector
atau gangguan (nuisance) yang diakibatkan oleh vector.
Berikut ini beberapa metode yang diterapkan unutk mengendalikan vector dan binatang
pengganggu.
1. Cara Kimia
Cara kimia sebagai pengendalian menggunakan pestisida untuk vector dan binatang
pengganggu sehingga menimbulkan resistensi dan juga konstaminasi lingkungan.
2. Cara Fisika mekanika
Pada usaha penggunaan dan pemanfaatn factor-faktor iklim, kelembaban, suhu dan cara-
cara mekanis seperti pemasangan perangkap, jarring, pemanfaatn sinar/cahay, pemanfataan
kondisi panas/dingin serta suara.
3. Cara Fisiologi
Dengan memanipulasi bahan-bahan penarik atau penolak vector dan bianatang
pengganggu.
4. Cara pengaturan tata tanam
Pada bidang pertanian seperti penanaman padi dan palawija yang dengan berbagai factor
waktu penanaman, cara menanam dan tata lahan.
5. Cara Biologi
Dapat dilakukan dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan atau hewan, parasit, predator
maupun kuman pathogen.

Cara Mengganggu Keseimbangan Genetik


Bertujuan untuk mengurangi populasi vector dan bianatang pengganggu melalui teknik-
teknik pemandulan vector jantan. Penggunaan bahan kimia sebagai penghambat pembiakan dan
penghilangan, perbaikan sanitasi, peraturan perundangan.
Secara umum usaha pengendalian vector gabungan dari tiga usaha :
1. pencegahan (prevention)
2. Penekanan (suppression)
3. Pembasmian (eradication)

Pengolahaan Lingkungan Hidup ( Environmental Management)


1. Perubahan Lingkungan Hidup ( Environmental Modication)
2. Manipulasi Lingkungan Hidup ( Environmental Manipulation)

4. Jenis-jenis Pengendalian Vektor


Pengendalian Vector Malaria
1) Mekanisme penularan malaria
a) Penularan yang tidak alamiah
- Malaria bawaan (bayi baru lahir)
- Secara mekanik ( transfusi darah)
- Secara oral (melalui mulut, burung, monyet, ayam)
b) Penularan secara alamiah (gigitan nyamuk Anopheles)
2) Prinsip pengendalian vector malaria
Ditunjukan pada pemutusan rantai penukaran penyakit malaria.
Pengendalian Vektor Dengue Haermorrgahic Fever (DHF)
Berikut langkah-langkah dalam pengendalian vector:
1) Survilance vector. Tujuannya adalah memeproleh informasi tentang kepadatan dan
distribusi vector DHF.
2) Pemberantasan vector (fogging dengan racun serangga). Bertujuan untuk membunuh
vector dan agar rantai penularan segera dapat diputuskan.

Pengendalian Vektor Filariasis


Penyebab penyakit filariasis adalah cacing gelang (nematode), Wuchereria bancrofti
Brugi malayi. Berikut adalah mekanisme penyebaran filariasis:
1) Nyamuk menghisap darah yang mengandung microfilarial
2) Microfilarial yang terhisap bersama darah menembus dinding perut nyamuk, tinggal di
otot-otot dada kemudian berkembang menjadi larva selanjutnya pindah ke probasi
3) Pada saat nyamuk menghisap darah, larva masuk ke dalam darah orang tersebut.

Teknik pengendalian filariasis:


1) Berapa besarnya dosis racun serangga yang akan digunakan
2) Macam-macam serangga yang akan digunakan
3) Dimana racun serangga ini kan disemprotkan, didalam atau diluar rumah
4) Kapan penyemprotan ini dilaksanakan
5) Perlukah dilakukab tindakan dengan penyemprotan

Pengendalian Lalat
Lalat adalah serangga dari Ordo Dipthera. Berikut adalah teknik pengendalian lalat:
1) Usahakan perbaikan lingkungan
2) Usaha pengendalian secara biologis
3) Usaha pengendalian dengan racun serangga

Pengendalian Pinjal
Pengendalian pinjal dapat dibagi menjadi 2 golongan:
1) pemberantasan pada bianatang kesayangan (anjing dan kucing).
2) Pengendalian pada binatang mengerat

Pengendalian Binatang Penganggu Lainnya


- Kutu kepala (dengan cara cuci dengan air panas, dicukur serta secara kimia dengan obat).
- Kutu badan ( cuci pakaian dengan air panas, pakaian dicelupkan dan larutan DDT 10%,
lindane 1%, pyeritin dicampur alistrik untuk meminasakan telur-telur)
- Kutu kelamin ( mencukur semua rambut kemaluan,ketiak dengan air panas, pemakian DDT
10% ditaburkan pada daerah kelamin, ketiak selama 2-4 jam)
- Kutu busuk ( dengan cara digitest, dipukul serta dengan DDT 5% atau lindane 0,5%)
- Kecoa ( dengan memeprhatikan sanitasi lingkungan, pengumpulan makanan, dan
menggunakan chlorodane 2-3%).
- Tikus ( perbaikan sanitasi lingkungan, penyimpanan barang yang masih berguna,
pengumpualan sampah, pembuangan sampah)
5. Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)
Dilakukan dengan memakai metode PVT yang memiliki keunggulan yaitu:
- Dapat meningkatkan keefektifan dan efesiensi cara pengendalian
- Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dri satu penyakit tular
vector
- Melalui kerjasam lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal dan saling
menguntungkan
Konsep PVT merupakan pendekatan pengendalian vector menggunakan prinsip-prinsip
dasar manajemen dan pertimbangan penularan dan pengendalian penyakit.

Beberapa Penelitian tentang vector penyakit dan pengendaliannya


Penelitian dari pinontoan dan punuh (2017) di Minahasa Selatan Sulawesi Utara, dengan
variable penelitain yaitu pengetahuan, keberadaan kandang ternak, aktifitas malam hari,
penggunaan kelambu dan konstruksi dinding rumah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
factor keberadaan kandang ternak dan aktifitas malam hari merupakan factor protektif,
sedangkan pengetahuan, penggunaan kelambu dan konstruksi dinding rumah merupakan variable
yang dapat meningkatkan kejadian malaria.
Penelitian dari Djainal et al (2017) tentang kepadatan dan keragaman Nyajmuk
Anopheles sp pada wilayah endmis Malaria di Pulau Ternate Maluku Selatan bahwa daerah
terdapat populasi Anopheles sp sebesar 31,05%
 PENGENDALIAN DAMPAK RADIASI DAN KEBISINGAN

A Pengendalian Dampak Radiasi

Pengertian radiasi menurut Diwardojodan Ruslan yaitu suatu pancaran energi melalui suatu
materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik / cahaya (foton)
dalam sumber radiasi, sedangkan menurut Alit Swamardika, radiasi pada dasarnya merupakan
suatu cara perambatan energy dari sumber energi kelingkungannya tanpa membutuhkan panas.
Jika ditinjau dari massa, radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik dan radiasi
partikel yaitu:
 Radiasi elektromagnetik adalah radiasi yang tidak memiliki massa. Radiasi ini terdiri dari
gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak, sinar-X, sinar gamma dan
sinar kosmik.
 radiasi partikel adalah radiasi berupa partikel yang memiliki massa, misalnya partikel beta,
alfa dan neutron.
 Radiasi non-pengion adalah radiasi yang tidak dapat menimbulkan ionisasi. Termasuk ke
dalam radiasi non-pengion adalah gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya
tampak dan ultraviolet.
 Radiasi pengion adalah radiasi yang apabila menumbuk atau menabrak sesuatu, akan muncul
partikel bermuatan listrik yang disebut ion. Ion ini kemudian akan menimbulkan efek atau
pengaruh pada bahan, termasuk benda hidup. Radiasi pengion disebut juga radiasi atom atau
radiasi nuklir.

Sumber radiasi dapat dikelompokkan dalam dua golongan besar, yaitu yang berasal dari alam
dan yang buatan manusia:
a) Radiasi Latar Belakang (Alam).
b) Sumber Radiasi Buatan Manusia.

Pengendalian Radiasi Lingkungan

Cara mengendalikan atau memproteksi radiasi bisa dilakukan dengan cara


mempunyai apresiasi tentang keselamatan radiasi, mengerti tentang filosofi kesehatan
lingkungan, dapat menjadi kawan yang baik serta dapat memanfaatkan semaksimum
mungkin radiasi pengion dengan risiko (kerugian) yang sekecil-kecilnya.
Pengendalian radiasi dapat dilakukan secara teknik berupa pembatas fisik yang
diteraapkan atau diintegrasikan dalam tekni proteksi radiasi elektromagnetik, adalah sebagai
berikut :
1. Penggunaan sistem interlocks.
2. Pemakaian shielding tetap dalam desain fasilitas dan peralatan
3. Penggunaan remote manipulators.

Penggunaan preset timer dalam peralatan radiografi untuk mengendalikan waktu pajanan.
B Pengendalian Dampak Kebisingan

Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang
merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab “penyakit
lingkungan” yang penting.Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk
menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau
aktifitas-aktifitas alam.

Jenis Kebisingan
Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas:

a. Bising yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini relatif tetap dalam
batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut – turut. Misalnya mesin, kipas
angin, dan dapur pijar.
b. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini juga relatif
tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000,
dan 4000 hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas.
c. Bising terputus – putus (Intermitten). Bising ini tidak terjadi secara terus – menerus,
melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas, kebisingan di lapangan
terbang.
d. Bising Impulsif
Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat
cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya tembakan, suara ledakan
mercon, meriam.
e. Bising Impulsif Berulang
Sama dengan bising impulsif, hanya saja disini terjadi secara berulang – ulang.Misalnya
mesin tempa.

Faktor Yang Berhubungan Dengan Bahaya Kebisingan


Bahaya bising dihubungkan dengan beberapa faktor :

1. Intensitas
Intensitas bunyi yang ditangkap oleh telinga berbanding langsung dengan logaritma
kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang yang dapat didengar. Jadi,
tingkat tekanan bunyi diukur dengan skala logaritma dalam desibel (dB)
2. Frekuensi
Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia terletak antara 16 hingga 20.000
Hz. Frekuensi bicara terdapat dalm rentang 250 – 4.000 Hz. Bunyi frekuensi tinggi
adalah yang paling berbahaya
3. Durasi
Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan, dan kelihatannya
berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam. Jadi perlu untuk
mengukur semua elemen lingkungan akustik.Untuk tujuan ini digunakan pengukur bising
yang dapat merekam dan memadukan bunyi.
4. Sifat
Mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil, berfluktuasi,
intermiten).Bising impulsif (satu atau lebih lonjakan energi bunyi dengan durasi kurang 1
detik) sangat berbahaya.

Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan
dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan. Menurut
ISO derajat ketulian sebagai berikut :

 Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - < 25 dB, masih normal


 Jika peningkatan ambang dengar antara 26 – 40 dB, disebut tuli ringan
 Jika peningkatan ambang dengar antara 41 – 60 dB, disebut tuli sedang
 Jika peningkatan ambang dengar antara 61 – 90 dB, disebut tuli berat
 Jika peningkatan ambang dengar antara > 90 dB disebut tuli sangat berat
1. Gangguan Fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal metabolisme,
konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan
gangguan sensoris.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, emosi
dan lain –lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit, psikosomatik
seperti gastritis, penyakit jantung koroner, dan lain –lain.
3. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi
kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini
secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan
dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas kerja
4. Gangguan Keseimbangan
Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti kepala pusing, mual
dan lain –lain.
5. Gangguan terhadap pendengaran (Ketulian)
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan terhadap
pendengaran adalah gangguan yang paling seirus karena dapat menyebabkan hilangnya
pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat
sementara tapi bila bekerja terus menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan
menghilang secara menetap atau tuli.

Metode Pengendalian Kebisingan


Pengendalian kebisingan mutlak diperlukan untuk memperkecil pengaruhnya pada kesehatan
kita.Usaha pengendalian kebisingan harus dimulai dengan melihat komponen kebisingan, yaitu
Sumber radiasi, Jalur tempuh radiasi, serta Penerima (telinga).Antisipasi kebisingan dapat
dilakukan dengan intervensi terhadap ketiga komponen ini.
Beberapa upaya untuk mengurangi kebisingan di sumber antara lain (Tambunan, 2005):

 Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan  tingkat kebisingan yang lebih
rendah
 Mengganti “jenis proses” mesin (dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah) dengan
fungsi proses yang sama, contohnya pengelasan digunakan sbg penggantian proses
riveting.
 Modifikasi “tempat” mesin, seperti pemberian dudukan mesin dengan material-material
yang memiliki koefisien redaman getaran lebih tinggi.
 Pemasangan peredam akustik (acoustic barrier) dalam ruang kerja
 SANITASI PADA EPIDEMI DAN KEADAAN DARURAT
Secara umum, pengertian sanitasi adalah suatu upaya yang dilakukan oleh manusia untuk
mewujudkan dan menjamin kondisi lingkungan (terutama lingkungan fisik, yaitu tanah, air, dan
udara) yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.

Ruang Lingkup Sanitasi

Sanitasi berhubungan dengan sarana dan pelayanan pembuangan limbah kotoran manusia dan
juga pemeliharaan kondisi higienis melalui pengelolaan sampah dan limbah cair. Berikut ini
ruang lingkup sanitasi diantaranya yaitu:

 Penyediaan air bersih/air minum (water supply), meliputi pengawasan terhadap kualitas,
kuantitas, dan pemanfaatan air.
 Pengolahan sampah (refuse disposal), meliputi cara pembuangan sampah, peralatan
pembuangan sampah dan cara penggunaannya.
 Pengolahan makanan dan minuman (food sanitation), meliputi pengadaan, penyimpanan,
pengolahan, dan penyajian makanan.
 Pengawasan/pengendalian serangga dan binatang pengerat (insect and rodent control),
meliputi cara pengendalian serangan dan binatang pengerat.
 Kesehatan dan keselamatan kerja dengan melakukan kegiatan K3 meliputi ruang kerja
(seperti dapur), pekerjaan, cara kerja, dan tenaga kerja.

A. Pengadaan Air.
1. Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per orang per hari
2. Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
3. Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
4. 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang
5. Disumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari
pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter
6. Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahawa resiko pencemaran semacam itu sangat
rendah.
7. Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih dari
10.000 orang air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai
standar yang biasa diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,2–0,5 miligram perliter
dan kejenuhan dibawah 5 NTU)
8. Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum
9. Prasarana dan Perlengkapan

B. Pembuangan Kotoran Manusia


1. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
2. Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis kelamin
(misalnya jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan jamban permpuan)
3. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di kamp
pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya memakan waktu
tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
4. Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik pembagian sembako,
pusat – pusat layanan kesehatan dsb.
5. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30 meter dari
sumber air bawah tanah.
6. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah.
7. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik
sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya 1 (satu) Latrin/jaga untuk 6–10 orang

C. Pengelolaan Limbah Padat


1. Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat Masyarakat harus memiliki lingkungan
yang cukup bebas dari pencemaranakibat limbah padat, termasuk limbah medis.
2. Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana sebelum sempat
menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
3. Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik bekas pakai,
perban–perban kotor, obat–obatan kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman atau tempat–
tempat umum.
4. Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat empat pembakaran
limbah padat yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan secara benar dan aman, dengan
lubang abu yang dalam.
5. Terdapat lubang–lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat–tempat khusus
untukmembuang sampah di pasar–pasar dan pejagalan, dengan system pengumpulan
sampah secara harian.
6. Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu sedemikian rupa
sehingga problema–problema kesehatan dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.
7. 2 ( dua ) drum sampah untuk 80 – 100 orang
8. Tempat/lubang Sampah Padat
9. Masyarakat memiliki cara – cara untuk membuang limbah rumah tangga ehari–hari
secara nyaman dan efektif.

D. Pengelolaan Limbah Cair (pengeringan)


1. Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik engambilan/sumber air untuk
keperluan sehari–hari, didalam maupun di sekitar tempat pemukiman
2. Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran pembuangan air.
3. Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana – prasana pengadaan air dan sanitasi
tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.

Anda mungkin juga menyukai