Anda di halaman 1dari 118

JENIS – JENIS VEKTOR PENYAKIT

Vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau


menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. Sedangkan menurut Nurmaini
(2001), vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatuinfectious
agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan.
Di Indonesia, penyakit – penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan
penyakit endemis pada daerah tertentu, seperti Demam BerdarahDengue (DBD),
malaria, kaki gajah, Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti. Disamping itu, ada penyakit saluran pencernaan seperti dysentery, cholera,
typhoid fever dan paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah.
Ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit, yaitu :

1. Cuaca
Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya
penyakit infeksi. Agen penyakit tertentu terbatas pada daerah geografis tertentu, sebab
mereka butuh reservoir dan vektor untuk hidup. Iklim dan variasi musim mempengaruhi
kehidupan agen penyakit, reservoir dan vektor. Di samping itu perilaku manusia pun
dapat meningkatkan transmisi atau menyebabkan rentan terhadap penyakit infeksi.
Wood tick adalah vektor arthropoda yang menyebabkan penularan penyakit yang
disebabkan ricketsia.

2. Reservoir
Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen dimana mereka sendiri tidak
terkena penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk arthropods borne disease adalah
hewan-hewan dimana kuman patogen dapat hidup bersama. Binatang pengerat dan
kuda merupakan reservoir untuk virus encephalitis. Penyakit ricketsia merupakan
arthropods borne disease yang hidup di dalam reservoir alamiah.seperti tikus, anjing,
serigala serta manusia yang menjadi reservoir untuk penyakit ini. Pada banyak
kasus,kuman patogen mengalami multifikasi di dalam vektor atau reservoir tanpa
menyebabkan kerusakan pada intermediate host.
3. Geografis
Insiden penyakit yang ditularkan arthropoda berhubungan langsung dengan
daerah geografis dimana reservoir dan vektor berada. Bertahan hidupnya agen
penyakit tergantung pada iklim (suhu, kelembaban dan curah hujan) dan fauna lokal
pada daerah tertentu, seperti Rocky Mountains spotted fever merupakan penyakit
bakteri yang memiliki penyebaran secara geografis. Penyakit ini ditularkan melalui
gigitan tungau yang terinfeksi.oleh ricketsia dibawa oleh tungau kayu di daerah tersebut
dan dibawa oleh tungau anjing ke bagian timur Amerika Serikat.

4. Perilaku Manusia
Interaksi antara manusia, kebiasaan manusia.membuang sampah secara
sembarangan, kebersihan individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab penularan
penyakit arthropoda borne diseases.

A. Jenis-jenis Vektor Penyakit


Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciri-
ciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya
karena hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang (Nurmaini,2001). Berikut jenis
dan klasifikasi vektor yang dapat menularkan penyakit :
Arthropoda yang dibagi menjadi 4 kelas :
1. Kelas crustacea (berkaki 10): misalnya udang
2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu
3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau
4. Kelas hexapoda (berkaki 6) : misalnya nyamuk .
Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu diperhatikan
dalam pengendalian adalah :

a. Ordo Dipthera yaitu nyamuk dan lalat


 Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria
 Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah
 Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur
b. Ordo Siphonaptera yaitu pinjal
 Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes

c. Ordo Anophera yaitu kutu kepala


 Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus exantyematicus.

Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai
binatang pengganggu antara lain:
 Ordo hemiptera, contoh kutu busuk
 Ordo isoptera, contoh rayap
 Ordo orthoptera, contoh belalang
 Ordo coleoptera, contoh kecoak
Sedangkan dari phylum chordata yaitu tikus yang dapat dikatakan sebagai binatang
pengganggu, dapat dibagi menjadi 2 golongan :
a. Tikus besar, (Rat) Contoh :
- Rattus norvigicus (tikus riol )
- Rattus-rattus diardiil (tikus atap)
- Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan)

b. Tikus kecil (mice),Contoh:


- Mussculus (tikus rumah)

Arthropoda [arthro + pous ] adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri dari
organ yang mempunyai lubang eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai bersatu, dan
termasuk di dalamnya kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas Crustacea, yang
kebanyakan speciesnya penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organisme
yang dapat menularkan penyakit pada manusia (Chandra,2003).

B. Peranan Vektor Penyakit


Secara umum, vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan
penular penyakit. Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk,
kecoa/lipas, lalat, semut, lipan, kumbang, kutu kepala, kutu busuk, pinjal, dll. Penularan
penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal
sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne
diseases.
Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat
melalui beberapa cara yaitu :

a. Dari orang ke orang


b. Melalui udara
c. Melalui makanan dan air
d. Melalui hewan
e. Melalui vektor arthropoda (Chandra,2003).

Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit dikenal
sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne
diseases. Istilah ini mengandung pengertian bahwa arthropoda merupakan vektor yang
bertanggung jawab untuk terjadinya penularan penyakit dari satu host (pejamu) ke host
lain. Paul A. Park & Park, membagi klasifikasi arthropods borne diseases yang sering
menyebabkan terjadinya penyakit pada manusia sebagai berikut :
Tabel 3.
No Arthropoda Penyakit Bawaan
1. Nyamuk Merupakan vektor dari penyakit Malaria, Filaria,
Demam kuning Demam berdarah,

Penyakit otak, demam haemorhagic


2. Lalat Merupakan vektor dari penyakit tipus dan demam
paratipus, diare,

disentri, kolera, gastro-enteritis, amoebiasis,


penyakit lumpuh, conjunctivitis, anthrax
3. Lalat Pasir Merupakan vektor penyakit leishmaniasis, demam
papataci dan bartonellosisi, Leishmania donovani,
4. Lalat Hitam Merupakan vektor penyakit Oncheocerciasis
5. Lalat tse2 Merupakan vektor dari penyakit tidur
6. Kutu Merupakan vektor dari penyakit tipus mewabah,
relapsing demam, parit
7. Pinjal penyakit sampar, endemic typhus
8. Sengkenit Penyakit Rickettsia (Rickettsia Rickettsii)
9. Tungau penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang
disebabkan

oleh Rickettsia tsutsugamushi,

A. Transmisi Arthropoda Borne Diseases


Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya
gejala penyakit disebut masa inkubasi atau incubation period, khusus pada arthropods
borne diseases ada dua periode masa inkubasi yaitu pada tubuh vektor dan pada
manusia.
1. Inokulasi (Inoculation)
Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh
manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membran mukosa disebut sebagai
inokulasi.
2. Infestasi (Infestation)
Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang
biak disebut sebagai infestasi, sebagai contoh scabies.
3. Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period
Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor
Disebut sebagai masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh parasit malaria dalam tubuh
nyamuk anopheles berkisar antara 10 – 14 hari tergantung dengan temperatur
lingkungan dan masa inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia berkisar antara 12 – 30
hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria.
4. Definitive Host dan Intermediate Host
Disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung dari apakah dalam
tubuh vektor atau manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus aseksual
pada tubuh vektor atau manusia, apabila terjadi siklus sexual maka disebut sebagai
host definitif, sebagai contoh parasit malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh
nyamuk, maka nyamuk anopheles adalah host definitive dan manusia adalah host
intermediate.
5. Propagative, Cyclo – Propagative dan Cyclo - Developmental
Pada transmisi biologik dikenal ada 3 tipe perubahan agen penyakit dalam tubuh
vektor yaitu propagative, cyclo – propagativedan cyclo - developmental, bila agen
penyakit atau parasit tidak mengalami perubahan siklus dan hanya multifikasi dalam
tubuh vektor disebut propagative seperti plague bacilli pada kutu tikus, dengue (DBD)
bila agen penyakit mengalami perubahan siklus dan multifikasi dalam tubuh vektor
disebut cyclo – propagative seperti parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles dan
terakhir bila agen penyakit mengalami perubahan siklus tetapi tidak mengalami proses
multifikasi dalam tubuh vektor seperti parasit filarial dalam tubuh nyamuk culex.

C. Pengendalian Vektor Penyakit


Peraturan Mentri No.374 tahun 2010 mendefinisikan bahwa pengendalian vektor
merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor
serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya
penularan penyakit di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan
vektor sehingga penularan penyakit yang dibawa oleh vektor dapat di cegah
(MENKES,2010).
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara
fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun
tempat perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat
mempertahankan dan mengembangkan kearifan loKal sebagai alternative. Beberapa
faktor yang menyebabkan tingginya angka kesakitan penyakit bersumber binatang
antara lain adanya perubahan iklim, keadaan social-ekonomi dan perilaku masyarakat.
Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko kejadian penyakit tular vektor. Faktor risiko
lainnya adalah keadaan rumah dan sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang
belum memadai, perpindahan penduduk yang non imun ke daerah endemis.
Masalah yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain
kondisi geografis dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor, belum
teridentifikasinya spesies vektor ( pemetaan sebaran vektor) di semua wilayah endemis,
belum lengkapnya peraturan penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor,
peningkatan populasi resisten beberapa vektor terhadap pestisida tertentu,
keterbatasan sumberdaya baik tenaga, logistik maupun biaya operasional dan
kurangnya keterpaduan dalam pengendalian vektor.
Dalam pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian
sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan
menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia.
Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan
populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi
yang sesuai, bahkan teknologi sederhana pun yang penting di dasarkan prinsip dan
konsep yang benar. Ada beberapa cara pengendalian vector penyakit yaitu :
1. Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)
Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan
social budaya, maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sector
kesehatan saja tetapi memerlukan kerjasama lintas sector dan program. Pengendalian
vektor dilakukan dengan memakai metode pengendalian vektor terpadu yang
merupakan suatu pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metoda
pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan,
rasionalitas, efektifitas pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan
kesinambungannya.

a. Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah


1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian
2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular
vektor
3. Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal dan saling
menguntungkan.

Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor


menggunakan prinsip-prinsip dasar management dan pertimbangan terhadap
penularan dan pengendalian peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan melalui
proses pengambilan keputusan yang rasional agar sumberdaya yang ada digunakan
secara optimal dan kelestarian lingkungan terjaga.

b. Prinsip-prinsip PVT meliputi:


4. Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor setempat,
dinamika penularan penyakit, ekosistem dan prilaku masyarakat yang bersifat spesifik
local( evidence based)
5. Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sector dan program
terkait, LSM, Organisasi profesi, dunia usaha /swasta serta masyarakat.
6. Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metoda non kimia
dan menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana
7. Pertimbangan vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi
yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
c. Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut:
1. Metode pengendalian fisik dan mekanik
Contohnya:
- modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan lumut,
penenman bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll)
- Pemasangan kelambu
- Memakai baju lengan panjang
- Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier)
- Pemasangan kawat

2. Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotic


- predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dll)
- Bakteri, virus, fungi
- Manipulasi gen ( penggunaan jantan mandul,dll)
3. Metode pengendalian secara kimia
- Surface spray (IRS)
- Kelambu berinsektisida
- larvasida

4. Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) yaitu dengan memanfaatkan kondisi


alam yang dapat mempengaruhi kehidupan vector. Ini dapat dilakukan dalam jangka
waktu yang lama
5. Pengendalian terapan (applied control) yaitu dengan memberikan perlindungan bagi
kesehatan manusia dari gangguan vektor. Ini hanya dapat dilakukan sementara.
a. Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation improvement)
b. Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) yaitu dengan
modifikasi/manipulasi lingkungan
c. Pengendalian secara biologis (biological control) yaitu dengan memanfaatkan musuh
alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi
d. Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) yaitu dengan karantina
e. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control) (Afrizal, 2010).

Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai
pegangan sebagai berikut :
a. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar
vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.
b. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap
tata lingkungan hidup. (Nurmaini, 2001)
http://metana3.blogspot.co.id/2012/12/jenis-jenis-vektor-penyakit.html

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat.
Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak
penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang, atau dirangsang oleh faktor-faktor
lingkungan. Contoh dramatis adalah keracunan Methyl Mercury yang terjadi pada
penduduk sekitar Minamata (Jepang) akibat mengkonsumsi ikan yang berasal dari
pantai yang tercemar mercury (air raksa). Dari bencana ini, 41 orang meninggal dan
juga terjadi cacat tubuh dari bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang mengkonsumsi
ikan yang terkontaminasi Mercury tersebut. Dengan alas an tersebut, interaksi antara
manusia dengan lingkungannya merupakan komponen penting dari kesehatan
masyarakat.
Sebagai vektor (penular) penyakit, arthropoda dapat memindahkan suatu
penyakit dari orang yang sakit terhadap orang yang sehat dimana dalam hal ini
arthropoda secara aktif menularkan mikroorganisme penyakit dari penderita kepada
orang yang sehat dan juga sebagai tuan rumah perantara dari mikroorganisme
tersebut, contoh : nyamuk, lalat, kutu, kecoa dsb. Arthropoda sebagai penyebab
penyakit dimana arthropoda dapat menyebabkan penyakit tanpa perantara penular
penyakit dalam artian secara langsung, bisa itu dari gangguan langsung maupun tidak
langsung serta kendala lainnya adapun penyakit yang ditimbulkan karena arthropoda
sebagai penyebab penyakit secara langsung diantaranya entomophoby, annoyance,
kehilangan darah, kerusakan alat indera, racun serangga, dermathosis, alergi, dan
miyasis.
Hama adalah organisme yang tak hanya mengganggu, tapi juga merusak dan
merugikan manusia. Umumnya digunakan untuk hewan, termasuk bibit penyakit.
Pengendalian hama harus diupayakan agar efektif dan aman terhadap lingkungan
Cara pengendalian hama tercepat dan terpraktis memang dengan pestisida.
Namun jika tidak dilakukan dengan ketentuan yang benar, akan menimbulkan banyak
kerugian dalam penggunaannya. Misal, serangga semakin resistan terhadap pestisida
dan adanya residu serta racun yang mengontaminasi lingkungan.
B. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Taksonomi Peranan Vektor dan Binatang Pengganggu terhadap
Kesehatan.
2. Untuk Memahami Taksonomi Nyamuk,Morfologi Nyamuk,dan Siklus Hidup Nyamuk
(Nyamuk Aedes Agypti)
3. Untuk Mengetahui Faktor yang Mempengaruhi Pengendalian Vektor Penyakit, dan
Jenis-Jenis Vektor
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peranan Vektor dan Binatang Pengganggu terhadap Kesehatan
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga yang
dikenal sebagai arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagaivektor-borne
diseases merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis
maupun epidemis dan menimbulkan bahaya kematian. Di Indonesia, penyakit-penyakit
yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada daerah tertentu
antara lain seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, kaki gajah dan sekarang
ditemukan penyakit virus Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti, disamping penyakit saluran pencernaan sepertidysentery, cholera, typhoid
fever dan paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah (Chandra,
2006). Sebagai contoh kecenderungan penyakit DBD di Indonesia semakin meningkat.
Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi
di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang.
Kasus tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (Depkes RI, 2004).
Keberadaan vektor dan binatang penggangu harus ditanggulangi, meskipun tidak
mungkin membasmi sampai keakar-akarnya. Kita hanya mampu berusaha mengurangi
atau menurunkan populasinya ke satu tingkat tertentu yang tidak mengganggu ataupun
membahayakan kehidupan manusia. Harapan tersebut dapat dicapai dengan adanya
suatu manajemen pengendalian, dengan arti kegiatan-kegiatan atau proses
pelaksanaan yang bertujuan untuk menurunkan densitas populasi vektor pada tingkat
yang tidak membahayakan (Nurmaini, 2001).
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal
sebagai arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagai vektor-borne
diseases. Ada 3 jenis cara transmisi arthropod-bome diseases, yaitu (Chandra, 2006):
1. Kontak Langsung
Arthropoda secara langsung memindahkan penyakit atau infestasi dari satu
orang ke orang lain melalui kontak langsung. Contohnya adalah scabies dan pediculus
(Chandra, 2006).
2. Transmisi Secara Mekanik
Agen penyakit ditularkan secara mekanik oleh arthropoda, seperti penularan
penyakit diare, typhoid, keracunan makanan dan trachoma oleh lalat. Secara
karakteristik arthropoda sebagai vektor mekanik membawa agen penyakit dari manusia
berupa tinja, darah, ulkus superfisial, atau eksudat. Kontaminasi bisa hanya pada
permukaan tubuh arthropoda tapi juga bisa dicerna dan kemudian dimuntahkan atau
dikeluarkan melalui ekskreta (Chandra, 2006).
Agen penyakit yang paling banyak ditularkan melalui arthropoda adalah enteric
bacteria yang ditularkan oleh lalat rumah. diantaranya adalah Salmonella typhosa,
species lain dari salmonella, Escherichia coli, dan Shigella dysentry yang paling sering
ditemui dan paling penting. Lalat rumah dapat merupakan vektor dari agen penyakit
tuberculosis, anthrax, tularemia, dan brucellosis (Chandra, 2006).
3. Transmisi Secara Biologi
Bila agen penyakit multiflikasi atau mengalami beberapa penularan
perkembangan dengan atau tanpa multiflikasi di dalam tubuh arthropoda.
B. Taksonomi Nyamuk,Morfologi Nyamuk,dan Siklus Hidup Nyamuk (Aedes Aegypti)
1. Taksonomi Nyamuk
Adapun taksonomi nyamuk Ae.aegypti (Adang iskandar, 1985) yaitu :
a. Phylum : Arthropoda
b. Kelas : Insekta
c. Ordo : Diptera
d. Family : culicidae
e. Sub family : Culicinae
f. Genus : Aedes
g. Species : Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti mempunyai badan kecil, berwarna hitam dengan bintik-
bintik putih. Hidup di dalam dan di sekitar rumah, nyamuk ini bersarang dan bertelur di
genangan air jernih, bukan di got atau selokan kotor. Bahkan, nyamuk ini sangat
menyukai bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung, perangkap semut
dan lainnya. Kebiasaan lainnya adalah suka hinggap pada pakaian yang bergantungan
di kamar dan menggigit atau menghisap darah pada siang hari.. Dalam hidupnya,
nyamuk ini mempunyai perilaku: mencari darah, istirahat dan berkembang-biak. Di saat
setelah kawin, nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur. Untuk itulah, nyamuk
betina akan menghisap darah manusia setiap 2–3 hari sekali, selama pagi sampai sore
hari pada waktu-waktu tertentu seperti pukul 08.00–12.00 dan 15.00–17.00. (Levi
Silalahi, 2004)
Untuk mendapatkan cukup darah, nyamuk betina sering menggigit lebih dari satu
orang. Nyamuk betina yang biasanya mencapai umur satu bulan ini mempunyai jarak
terbang sekitar seratus meter. Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina
memerlukan istirahat 2–3 hari untuk mematangkan telur. Tempat istirahat yang
disukainya adalah tempat-tempat lembab dan kurang terang, seperti kamar mandi,
dapur, wc, baju yang digantung di dalam rumah, kelambu, tirai, tanaman hias di luar
rumah. (Levi Silalahi, 2004).
2. Morfologi Nyamuk
a. Telur
Telur berwarna hitam dan setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat
mengeluarkan sekitar seratus butir telur dengan ukuran sekitar 0,7 milimeter perbutir.
Telur nyamuk ini tidak berpelampung, sehingga satu per satu akan menempel ke
dinding. Secara fisik, telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk lonjong dan mempunyai
anyaman seperti kain kasa. Telur tampak satu per satu teratur di pinggiran kaleng,
lubang pohon, alas pot bunga, dan lain sebagainya (Isna, 2008 )
Nyamuk akan bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih,
seperti tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari: Bak mandi, Wc,
Tempayan, Drum air, Bak menara (tower air) yang tidak tertutup, sumur gali. Selain itu,
wadah berisi air bersih atau air hujan: tempat minum burung, Vas bunga, Pot bunga,
Ban bekas, potongan bambu yang dapat menampung air, Kaleng, Botol, tempat
pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air walau
dengan volume kecil, juga menjadi tempat kesukaannya. Telur akan diletakkan dan
menempel pada dinding penampungan air, sedikit di atas permukaan air. Di tempat
kering (tanpa air), telur dapat bertahan sampai enam bulan. Pada umunya telur akan
menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur terendam. (Levi
Silalahi, 2004).
b. Jentik/Larva
Stadium larva /jentik biasanya berlangsung 6-8 hari. Larva nyamuk Ae. Aegypti
mempunyai ciri-ciri antara lain adanya corong udara pada segmen terakhir, pada
segmen abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas (palmatus
hairs), pada corong udara terdapat pectan, sepasang rambut serta jumbai akan
dijumpai pada corong (siphon),.setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale
sebanyak 8-21 atau berjejer 1 sampai 3, bentuk individu dari comb scale seperti duri,
sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang.
c. Pupa (kepompong)
Jentik nyamuk akan tumbuh menjadi pupa nyamuk. Pupa nyamuk ini biasanya
berada di bawah permukaan air. Pupa nyamuk yang masih dapat aktif bergerak di
dalam air tanpa makan, itu akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti baru setelah 1–2
hari. Pupa yang berbentuk terompet panjang dan ramping, sebagian kecil tubuhnya
kontak dengan permukaan air (Levi Silalahi, 2004)
d. Nyamuk Dewasa
Nyamuk dewasa dengan panjang 3–4 milimeter, mempuyai bintik hitam dan putih pada
badan dan kepala serta ring putih di kakinya (Levi Silalahi, 2004).
3. Siklus Hidup Nyamuk
Siklus hidup nyamuk sejak telur hingga menjadi nyamuk dewasa, sama dengan
serangga- serangga yang lain mengalami tingkatan (stadia) yang berbeda- beda.
Dalam siklus hidup nyamuk terdapat empat stadia, yaitu Stadium telur, Larva, Pupa,
dan dewasa. Stadium dewasa sebagai nyamuk yang hidup di alam bebas, sedang
ketiga stadia yang hidup dan berkembang di dalam air.
Telur nyamuk Aedes aegypti akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari.
Tempat yang sesui dengan kondisi optimum adalah didalam air dengan suhu 20-40 oC.
Sementara Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh
beberapa factor, seperti tempratur, tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan
yang ada di dalam tempat perindukan. Pada kondisi optimum larva berkembang
menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam
waktu 2-3 hari. Jadi pertumbuhan dan perkembangan dari telur, larva, pupa sampai
dewasa memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari.
Tempat Perkembangbiakan
Menurut Depkes RI (2005), tempat perkembangbiakan utama vektor demam
berdarah yaitu tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung
di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum,
biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat
berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah.
Sedangkan jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
 Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti drum,
tangki reservoir, tempayan, bak mandi dan ember.
 Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat
minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas seperti ban,
kaleng, botol, plastik.
 Tempat penampungan air alamiah seperti lobang pohon, lobang batu, pelepah
daun, tempurung kelapa dan potongan bambu.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Pengendalian Vektor Penyakit,dan Jenis-jenis


Vektor ( Aspek Epidemiologi )
 Faktor Yang Mempengaruhi
1. C u a c a
Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit
infeksi. Agen penyakit tertentu terbatas pada daerah geografis tertentu, sebab mereka
butuh reservoir dan vektor untuk hidup. Iklim dan variasi musim mempengaruhi
kehidupan agen penyakit, reservoir dan vektor. Di samping itu perilaku manusia pun
dapat meningkatkan transmisi atau menyebabkan rentan terhadap penyakit infeksi.
2. Vektor
Organisme hidup yang dapat menularkan agen penyakit dari suatu hewan ke hewan
lain atau manusia disebut dengan vektor,. arthropoda merupakan vektor penting dalam
penularan penyakit parasit dan virus yang spesifik. Nyamuk merupakan vektor penting
untuk penularan virus yang menyebabkan encephalitis pada manusia. Nyamuk
menghisap darah dari reservoir yang terinfeksi agen penyakit ini kemudian ditularkan
pada reservoir yang lain atau pada manusia.
Ricketsia merupakan parasit intrasellular obligate yang mampu hidup di luar jaringan
hewan dan dapat ditularkan di antara hewan oleh. Rat fleas, Body lice dan Wood tick
adalah vektor arthropoda yang menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan
ricketsia.
3. Reservoir
Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen dimana mereka sendiri tidak
terkena penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk arthropods borne disease adalah
hewan-hewan dimana kuman patogen dapat hidup bersama. Binatang pengerat dan
kuda merupakan reservoir untuk virus encephalitis. Penyakit ricketsia merupakan
arthropods borne disease yang hidup di dalam reservoir alamiah.seperti tikus, anjing,
serigala serta manusia yang mrnjadi reservoir untuk penyakit ini. Pada banyak
kasus,kuman patogen mengalami multifikasi di dalam vektor atau reservoir tanpa
menyebabkan kerusakan pada intermidiate host.
4. Geografis
Insiden penyakit yang ditularkan arthropoda berhubungan langsung dengan daerah
geografis dimana reservoir dan vektor berada. Bertahan hidupnya agen penyakit
tergantung pada iklim (suhu, kelembaban dan curah hujan) dan fauna lokal
Pada daerah tertentu, seperti Rocky Mountains spotted fever merupakan penyakit
bakteri yang memiliki penyebaran secara geografis. Penyakit ini ditularkan melalui
gigitan tangau yang terinfeksi.oleh ricketsia dibawa oleh tungau kayu di daerah tersebut
dan dibawa oleh tungau anjing ke bagian timur Amerika Serikat. Penyakit ini lebih
sering terjadi di timur Amerika Serikat dan sangat jarang di utara atau di barat.
Variasi musim juga mempengaruhi penyebaran penyakit melalui arthropoda. seperti
halnya virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes selama musim penghujan
karena merupakan saat terbaik bagi myamuk berkembang biak sehingga wabah
penyakit terjadi antara akhir tahun sampai awal tahun depan (bulan September sampai
bulan.Maret)
5. Perilaku Manusia
Interaksi antara manusia, kebiasaan manusia.membuang sampah secara
sembarangan, kebersihan individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab penularan
penyakit arthropods borne diseases.
 Jenis-Jenis Vektor
Vektor adalah jenis serangga dari filum Arthropoda yang dapat memindahkan/
menularkan suatu penyakit (infectiuous agent) dari sumber infeksi kepada induk
semang yang rentan (susceptible host). Binatang pengganggu dalam hal ini termasuk
filum Chordata yang umumnya merupakan binatang mengerat yang dapat merusak
tanaman, harta benda, makanan, dan yang lebih penting lagi dapat menjadi induk
semang (host) bagi beberapa penyakit tertentu. Induk semang adalah suatu media
yang paling baik untuk hidup dan berkembang biaknya bibit penyakit menular di dalam
tubuh host tersebut kemudian setelah dewasa/matang akan menularkan kepada host
lain melalui gigitan, sengatan, sekresi/kotoran dari host terinfeksi tersebut.
Arthropoda berarti kaki yang beruas-ruas/bersendi-sendi (arthron=sendi, poda=kaki).
Dari filum Arthropoda tersebut yang menjadi vektor adalah :
1. Ordo Dipthera, kelas Hexapoda (kaki enam), contohnya :
a) Nyamuk Anopheles sebagai vektor penyakit malaria
b) Nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit DHF
c) Nyamuk Culex fatigans sebagai vektor penyakit elephantiasis (kaki gajah)
d) Lalat rumah (musca domestica, domestic fly)sebagai vektor penyakit perut
e) Lalat Tse-tse sebagai vektor penyakit sleeping sickness (penyakit tidur abadi)
f) Lalat kuda (tomoxys calcitrans) sebagai vektor penyakit antraks
2. Ordo Siphonaptera. Contohnya pinjal tikus (xenopsylla cheopis) sebagai vektor
penyakit plague (pes).
3. Ordo Anoplura. Contohnya, kutu kepala (Pediculus humanus capitis) sebagai vektor
penyakit relapsing fever (demam balik-balik).
4. Kelas Aracnoidea.
a) Tick sebagai vektor penyakit relapsing fever
b) Mite sebagai vektor penyakit scrub thypus, endemic thypus, dan scabies.
5. Kelas Crustacea. Sebagai vektor penyakit paragonomiasis
6. Kelas Myriapoda. Sebagai vektor penyakit hymenolepsis.
7. Ordo Hemiptera.sebagai vektor pengganggu. Contohnya, kutu busuk (Cimex
rotudatus).
8. Ordo Isoptera. Sebagai vektor pengganggu jenis rayap.
9. Ordo Orthoptera. Sebagai vektor pengganggu jenis belalang.
10. Ordo Culeoptera. Sebagai vektor pengganggu jenis kecoa.
11. Ordo Arachnoidea. Sebagai vektor pengganggu jenis kalajengking.
Terdapat pula beberapa jenis tikus, terdapat 2 golongan:
1. Tikus besar / rat (rattus-rattus) terdiri dari :
a) Rattus norwegicus(tikus got/tikus riol)
b) Rattus diardii (tikus atap)
c) Rattus alexandricus (tikus Alexandria)
d) Rattus frugivorus (tikus buah-buahan)
2. Tikus kecil (mice/mouse) : Musculus (tikus rumah).

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk mengurangi
atau menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu dengan maksud
pencegahan atau pemberantasan penyakit yang ditularkan atau gangguan (nuisance)
oleh vektor dan binatang pengganggu tersebut.

1. Vektor penyakit merupakan vector yang berperan sebagai penular penyakit. Vektor
penyakit akibat serangga dikenal dengan arthropod - borne diseases atau sering juga
disebut sebagai vector – borne diseases
2. Jenis-jenis dan klasifikasi vector penyakit yaitu phylum Arthropoda yang terdiri dari
crustacea Kelas Myriapoda Kelas Arachinodea Kelas hexapoda dan phylum chodata
yaitu berupa tikus.
3. Peranan vektor penyakit adalah sebagai pengganggu dan penular penyakit dari host ke
pejamu (manusia).
B. SARAN
Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan
penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan
penyebaran vector adalah dengan 3 M :
 Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang
berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi.
 Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki
akses ke tempat itu untuk bertelur.
 Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan
dijadikan tempat nyamuk bertelur.
Beberapa cara alternatif pernah dicoba untuk mengendalikan vektor dengue ini,
antara lain mengintroduksi musuh alamiahnya yaitu larva
nyamukToxorhyncites sp. Predator larva Aedes sp. ini ternyata kurang efektif dalam
mengurangi penyebaran virus dengue.Sebuah penelitian melepas Aedes aegypti yang
terinfeksi bakteri lalat buah disebut Wolbachia. Bakteri membuat nyamuk kurang
mampu membawa virus demam berdarah sehingga membatasi penularan demam
berdarah jika meluas dalam populasi nyamuk. Pada prinsipnya Wolbachia dapat
menyebar secepat nyamuk jantan yang terinfeksi menghasilkan keturunan dengan
Wolbachia menginfeksi wanita.
Penggunaan insektisida yang berlebihan tidak dianjurkan, karena sifatnya yang
tidak spesifik sehingga akan membunuh berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat
secara ekologis.
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal, D. 2010. http://fkmutu.blogspot.com/2010/12/makalah-pengendalian-vektor-
penyakit.html diakses pada tanggal 5 Maret 2011
Chandra,budi. 2003.Vektor Penyakit Menular Pada Manusia. http://files.buku-
kedokteran.webnode.com/200000024-3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf . diakses
tanggal 4 maret 2011.
Nurmaini. 2001. Identifikasi vektor dan binatang pengganggu serta pengendalian
anopheles Aconitus secara sederhana.http://www.solex-un.net/repository/id/hlth/CR6-
Res3-ind.pdf. diakses tanggal 4 maret 2011.
Peraturan Mentri Republik Indonesia nomor 374/Mekes/PER/III/2010.tenteng
Pengendalian Vektor. http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian
Vektor%20.pdf. diakses tanggal 4 maret 2011.
Budiman dan Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks Kesehatan
Lingkungan.Jakarta : EGC
Soemirat Slamet, Juli.2009.Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
http://piahtoraya.blogspot.co.id/2015/06/pengendalian-vektor-dan-binatang_14.html

ektor & Binatang Pengganggu


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek
kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai, didukung,
ditopang, atau dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan. Contoh dramatis adalah keracunan Methyl
Mercury yang terjadi pada penduduk sekitar Minamata (Jepang) akibat mengkonsumsi ikan yang
berasal dari pantai yang tercemar mercury (air raksa). Dari bencana ini, 41 orang meninggal dan
juga terjadi cacat tubuh dari bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang mengkonsumsi ikan yang
terkontaminasi Mercury tersebut. Dengan alas an tersebut, interaksi antara manusia dengan
lingkungannya merupakan komponen penting dari kesehatan masyarakat.
Moeller (1992), menyatakan “In it broadsense, environmental health is the segment of public health
that is concerned with assessing, understanding, and controlling the impacts of people on their
environment and the impacts of the environment on them”. Pernyataan tersebut menunjukkan
bahwa kesehatan lingkungan merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang memberi
perhatian pada penilaian, pemahaman, dan pengendalian dampak manusia pada lingkungan dan
dampak lingkungan pada manusia.
Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari dinamika hubungan
interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat dengan berbagai perubahan komponen
lingkungan hidup manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehtan pada masyarakat
dan mempelajari upaya untuk penanggulangan dan pencegahannya. Menurut Notoatmodjo (1996),
kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang
optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula.

Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi dua, secara umum dan
secara khusus. Tujuan dan ruang lingkup secara umum, antara lain :
1. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan
kesejahteraan hidup manusia.
2. Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan manusia.
3. Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan institusi
pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit
menular.
Adapun tujuan dan ruang lingkup secara khusus meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian
terhadap lingkungan hidup manusia, yang diantaranya berupa :
1. Penyediaan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.
2. Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secra luas oleh
masyarakat.
3. Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas beracun
yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan penyebab terjadinya perubahan
ekosistem.
4. Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industry, rumah
sakit, dan lain-lain.
5. Kontrol terhadap arthropoda dan menjadi rodent yang menjadi vektor penyakit dan cara
memutuskan rantai penularan penyakitnya.
6. Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.
7. Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja.
8. Survei sanitasi untu perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan lingkungan.

Salah satu tujuan kesehatan lingkungan yaitu kontrol terhadap arthropoda. pengendalian terhadap
arthropoda ini penting dilakukan karena penularan penyakit pada manusia dapat terjadi melalui
perantara vektor penyakit. Sehingga perlu adanya kegiatan pengendalian dan pemberantasan
terhadap vektor penyakit.

B. Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui jenis-jenis vektor penyakit dan penyakit yang ditimbulkan.
2. Mengetahui cara pengendalian dan pemberantasan vektor dan binatang pengganggu.

C. Manfaat penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :


1. Menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca tentang pengendalian vektor penyakit dan
binatang pengganggu.
2. Sebagai referensi bagi pembaca

BAB II
VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU

Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai
arthropodborne disease atau sering disebut juga sebagai vectorborne disease.penyakit ini
merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan dapat
menimbulkan bahaya kematian.
Di Indonesia, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis
pada daerah tertentu, antara lain, demam berdarah dengue (DBD), malaria dan kaki gajah. Akhir-
akhir ini, muncul penyakit virus chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Selain itu, juga terdapat penyakit saluran pencernaan, seperti disentri, kolera, demam tifoid dan
paratifoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah.
Pemutusan rantai penularan (mode of transmission) dari arthropodborne disease dapat dilakukan
dengan mempelajari cara penularan dari penyakit yang ada. Contoh, pada penyakit kaki gajah atau
filariasis, pemutusan rantai penularan dilakukan melalui case finding, yaitu dengan mencari
penderita penyakit filariasis dan mengobatinya sampai sembuh karena transmisi biologis penyakit ini
bersifat cyclo-developmental atau parasit filarial berkembang biak dalam tubuh manusia bukan
dalam tubuh vektor nyamuk Culex. Sebaliknya, pada penyakit malaria pemutusan rantai penularan
dilakukan melalui manipulasi lingkungan agar populasi nyamuk Anopheles menjadi berkurang
karena transmisi biologis yang berlangsung bersifat cyclo-propagative atau parasit malaria
berkembang biak dalam tubuh vektor nyamuk Anopheles.
A. Aspek Epidemiologi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi :
1. C u a c a
Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi. Agen
penyakit tertentu terbatas pada daerah geografis tertentu, sebab mereka butuh reservoir dan vektor
untuk hidup. Iklim dan variasi musim mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir dan vektor.
Di samping itu perilaku manusia pun dapat meningkatkan transmisi atau menyebabkan rentan
terhadap penyakit infeksi.
2. V e k t o r
Organisme hidup yang dapat menularkan agen penyakit dari suatu hewan ke hewan lain atau
manusia disebut dengan vektor,. arthropoda merupakan vektor penting dalam penularan penyakit
parasit dan virus yang spesifik. Nyamuk merupakan vektor penting untuk penularan virus yang
menyebabkan encephalitis pada manusia. Nyamuk menghisap darah dari reservoir yang terinfeksi
agen penyakit ini kemudian ditularkan pada reservoir yang lain atau pada manusia.
Ricketsia merupakan parasit intrasellular obligate yang mampu hidup di luar jaringan hewan dan
dapat ditularkan di antara hewan oleh. Rat fleas, Body lice dan Wood tick adalah vektor arthropoda
yang menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan ricketsia.
3. Reservoir
Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen dimana mereka sendiri tidak terkena penyakit
disebut reservoir. Reservoir untuk arthropods borne disease adalah hewan-hewan dimana kuman
patogen dapat hidup bersama. Binatang pengerat dan kuda merupakan reservoir untuk virus
encephalitis. Penyakit ricketsia merupakan arthropods borne disease yang hidup di dalam reservoir
alamiah.seperti tikus, anjing, serigala serta manusia yang mrnjadi reservoir untuk penyakit ini. Pada
banyak kasus,kuman patogen mengalami multifikasi di dalam vektor atau reservoir tanpa
menyebabkan kerusakan pada intermidiate host.
4. Geografis
Insiden penyakit yang ditularkan arthropoda berhubungan langsung dengan daerah geografis
dimana reservoir dan vektor berada. Bertahan hidupnya agen penyakit tergantung pada iklim (suhu,
kelembaban dan curah hujan) dan fauna lokal
Pada daerah tertentu, seperti Rocky Mountains spotted fever merupakan penyakit bakteri yang
memiliki penyebaran secara geografis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan tangau yang
terinfeksi.oleh ricketsia dibawa oleh tungau kayu di daerah tersebut dan dibawa oleh tungau anjing
ke bagian timur Amerika Serikat. Penyakit ini lebih sering terjadi di timur Amerika Serikat dan sangat
jarang di utara atau di barat.
Variasi musim juga mempengaruhi penyebaran penyakit melalui arthropoda. seperti halnya virus
dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes selama musim penghujan karena merupakan saat
terbaik bagi myamuk berkembang biak sehingga wabah penyakit terjadi antara akhir tahun sampai
awal tahun depan (bulan September sampai bulan.Maret)
5. Perilaku Manusia
Interaksi antara manusia, kebiasaan manusia.membuang sampah secara sembarangan, kebersihan
individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab penularan penyakit arthropods borne diseases.

B. Jenis Vektor
Vektor adalah jenis serangga dari filum Arthropoda yang dapat memindahkan/ menularkan suatu
penyakit (infectiuous agent) dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan (susceptible
host). Binatang pengganggu dalam hal ini termasuk filum Chordata yang umumnya merupakan
binatang mengerat yang dapat merusak tanaman, harta benda, makanan, dan yang lebih penting
lagi dapat menjadi induk semang (host) bagi beberapa penyakit tertentu. Induk semang adalah
suatu media yang paling baik untuk hidup dan berkembang biaknya bibit penyakit menular di dalam
tubuh host tersebut kemudian setelah dewasa/matang akan menularkan kepada host lain melalui
gigitan, sengatan, sekresi/kotoran dari host terinfeksi tersebut.
Arthropoda berarti kaki yang beruas-ruas/bersendi-sendi (arthron=sendi, poda=kaki). Dari filum
Arthropoda tersebut yang menjadi vektor adalah :
1. Ordo Dipthera, kelas Hexapoda (kaki enam), contohnya :
a) Nyamuk Anopheles sebagai vektor penyakit malaria
b) Nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit DHF
c) Nyamuk Culex fatigans sebagai vektor penyakit elephantiasis (kaki gajah)
d) Lalat rumah (musca domestica, domestic fly)sebagai vektor penyakit perut
e) Lalat Tse-tse sebagai vektor penyakit sleeping sickness (penyakit tidur abadi)
f) Lalat kuda (tomoxys calcitrans) sebagai vektor penyakit antraks
2. Ordo Siphonaptera. Contohnya pinjal tikus (xenopsylla cheopis) sebagai vektor penyakit plague
(pes).
3. Ordo Anoplura. Contohnya, kutu kepala (Pediculus humanus capitis) sebagai vektor penyakit
relapsing fever (demam balik-balik).
4. Kelas Aracnoidea.
a) Tick sebagai vektor penyakit relapsing fever
b) Mite sebagai vektor penyakit scrub thypus, endemic thypus, dan scabies.
5. Kelas Crustacea. Sebagai vektor penyakit paragonomiasis
6. Kelas Myriapoda. Sebagai vektor penyakit hymenolepsis.
7. Ordo Hemiptera.sebagai vektor pengganggu. Contohnya, kutu busuk (Cimex rotudatus).
8. Ordo Isoptera. Sebagai vektor pengganggu jenis rayap.
9. Ordo Orthoptera. Sebagai vektor pengganggu jenis belalang.
10. Ordo Culeoptera. Sebagai vektor pengganggu jenis kecoa.
11. Ordo Arachnoidea. Sebagai vektor pengganggu jenis kalajengking.

Terdapat pula beberapa jenis tikus, terdapat 2 golongan:


1. Tikus besar / rat (rattus-rattus) terdiri dari :
a) Rattus norwegicus(tikus got/tikus riol)
b) Rattus diardii (tikus atap)
c) Rattus alexandricus (tikus Alexandria)
d) Rattus frugivorus (tikus buah-buahan)
2. Tikus kecil (mice/mouse) : Musculus (tikus rumah)

C. Transmisi Penyakit
Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat melalui beberapa
cara yaitu : :
1. Dari orang ke orang
2. Melalui udara
3. Melalui makanan dan air
4. Melalui hewan
5. Melalui vektor arthropoda

D. Arthropodborne Disease
Arthropodborne disease merupakan suatu istilah yang mengandung arti bahwa arthropoda
merupakan vektor yang bertanggung jawab atas terjadinya penularan penyakit dari satu host
(pejamu) ke host lain. Paul A. Ketchum membuat klasifikasi arthropodborne disease berdasarkan
kejadian penyakit epidermis di Amerika Serikat.

Viral Diseases Animals Affected Reservoir Vector


St. Louis
Encephalitis Humans Perching birds Mosquite (Calex
sp.)
Encephalitis
Western equire
encephalitis
Venezuelan aquine
encephalitis
Bacterial Diseases
Rocky mt. spotted
fever
Epidemic thypus
Horse and humans

Horses (rare in
humans)
Etiological Agen
Ricketsia ricketsii

Ricketsia
Prowazekii
Wild birds

Rodents and horses

Reservoir
Rodents, dogs, and
foves
Humans

Mosquito (Culex
and Culiseta sp.)
Mosquite (Calex
sp.)
Vector
Wood ticks
(Dermacentor sp.)
Body louse
(Pediculus vestimenti)
Endemic (murine)
Typhus fever Ricketsia typhi Rats and field mice Rat flea
(Xenopsylla cheopis)
Rat louse (Polyplax spinulosa)
Bubonic plague Yersimia pestis Rats and ground
Squirels Flea (Xenopsylla
cheopis)
Tabel 2.1 Beberapa arthropodborne disease pada manusia
Sumber : Ketchum PA, Microbiology Introduction for health Professional (dalam Chandra : 2006)
E. Transmisi Arthropodborne Disease
Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya gejala penyakit
disebut masa inkubasi atau incubation period, khusus pada arthropods borne diseases ada dua
periode masa inkubasi yaitu pada tubuh vektor dan pada manusia.
1. Inokulasi (Inoculation)
Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh manusia melalui
gigitan pada kulit atau deposit pada membrana mucosa disebut sebagai inokulasi.
2. Infestasi (Infestation)
Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak disebut sebagai
infestasi, sebagai contoh scabies.
3. Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period
Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor Disebut sebagai
masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles berkisar
antara 10 – 14 hari tergantung dengan temperatur lingkungan dan masa inkubasi intrinsik dalam
tubuh manusia berkisar antara 12 – 30 hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria.
4. Definitive Host dan Intermediate Host
Disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung dari apakah dalam tubuh vektor atau
manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus aseksual pada tubuh vektor atau manusia,
apabila terjadi siklus sexual maka disebut sebagai host definitif, sebagai contoh parasit malaria
mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk anopheles adalah host definitif dan
manusia adalah host intermediate.
5. Propagative, Cyclo – Propagative dan Cyclo - Developmental
Pada transmisi biologik dikenal ada 3 tipe perubahan agen penyakit dalam tubuh vektor yaitu
propagative, cyclo – propagative dan cyclo - developmental, bila agen penyakit atau parasit tidak
mengalami perubahan siklus dan hanya multifikasi dalam tubuh vektor disebut propagative seperti
plague bacilli pada kutu tikus, dengue (DBD) bila agen penyakit mengalami perubahan siklus dan
multifikasi dalam tubuh vektor disebut cyclo – propagative seperti parasit malaria dalam tubuh
nyamuk anopheles dan terakhir bila agen penyakit mengalami perubahan siklus tetapi tidak
mengalami proses multifikasi dalam tubuh vektor seperti parasit filarial dalam tubuh nyamuk culex.
Berikut ini ada 3 jenis cara transmisi arthropodbome diseases, yakni :
1. Kontak Langsung
Arthropoda secara langsung memindahkan penyakit atau infestasi dari satu orang ke orang lain
melalui kontak langsung. Contoh scabies, pediculus.
2. Transmisi Secara Mekanik
Agen penyakit ditularkan secara mekanik oleh arthropoda. seperti penularan penyakit diare, typhoid,
keracunan makanan dan trachoma oleh lalat, Secara karakteristik arthropoda sebagai vektor
mekanik membawa agen penyakit dari manusia berupa tinja, darah, ulcus superficial, atau eksudat.
kontaminasi bisa hanya pada permukaan tubuh arthropoda tapi juga bisa dicerna dan kemudian
dimuntahkan atau dikeluarkan melalui ekskreta.
Agen penyakit yang paling banyak ditularkan melalui arthropoda adalah enteric bacteria yang
ditularkan oleh lalat rumah. diantaranya adalah Salmonella typhosa, species lain dari salmonella, E.
coli, dan Shigella dysentry yang paling sering ditemui dan paling penting. Lalat rumah dapat
merupakan vektor dari agen penyakit tuberculosis, anthrax, tularemia, dan brucellosis.
3. Transmisi Secara Biologi
Bila agen penyakit multiflikasi atau mengalami beberapa penularan perkembangan dengan atau
tanpa multiflikasi di dalam tubuh arthropoda, ini desebut transmisi biologis, dikenal ada tiga cara
yaitu :
a) Propagative
Bila agen penyakit tidak mengalami perubahan siklus, tetapi multiflikasi di dalam tubuh vektor.
Contoh, plague bacilli pada rat fleas.
b) Cyclo-propagative
Agen penyakit mengalami perubahan siklus dan multiflikasi di dalam tubuh arthropoda. Contoh,
parasit malaria pada nyamuk anopheles.
c) Cyclo-developmental
Bila agen penyakit mengalami perubahan siklus, tetapi tidak mengalami multiflikasi di dalam tubuh
arthropoda. Contoh, parasit filaria pada nyamuk culex, dan cacing pita pada cyclops

Gambar 2.1 Transmisi secara biologis

F. Penyakit Penting yang Ditularkan Melalui Nyamuk (di Indonesia)


Untuk mengetahui lebih jelas mengenai penyakit – pemyakit endemis yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk di Indonesia adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Siklus cyclo-developmental penyakit filariasis

Gambar 2.3 Siklus cyclo-propagative penyakit malaria

Gambar 2.4 Siklus propagative penyakit DBD

Beberapa tahun terakhir ini, beberapa virus ditularkan oleh arthropoda secara biologis yang disebut
Arbo virus. Lebih dari 100 jenis telah dibedakan. Organisme ini adalah ultramikroskopik dan
merupakan parasit obligat pada sel-sel host. Sebagian besar menggunakan nyamuk sebagai vektor
alamiah. Yang paling penting adalah yang menyebabkan Yellow fever, Dengue hemorrhagic fever,
Enchephalitis, Colorado tick fever dan Sandfly fever, Arthropoda borne virus berkembang di daerah
tropis dan meluas ke daerah subtropis.

BAB III
ARTHROPODA DAN PENYEBARAN PENYAKIT
A. Nyamuk (Mosquito)
Nyamuk adalah vektor mekanis atau vektor siklik penyakit pada manusia dan hewan yang
disebabkan oleh parasit dan virus, nyamuk dari genus Psorophora dan Janthinosoma yang terbang
dan menggigit pada siang hari, membawa telur dari lalat Dermatobia hominis dan menyebabkan
myiasis pada kulit manusia atau ke mamalia lain. Species yang merupakan vektor penting penyebab
penyakit pada manusia antara lain penyakit :
1. Malaria
Vektor siklik satu-satunya dari malaria pada manusia dan malaria kera adalah nyamuk Anopheles,
sedangkan nyamuk Anopheles dan Culex keduaduanya dapat menyebabkan malaria pada burung.
Secara praktis tiap species Anopheles dapat diinfeksi secara eksperimen, tetapi banyak species
bukan vektor alami. Sekitar 110 species pernah dihubungkan dengan penularan malaria,
diantaranya 50 species penting terdapat dimana-mana atau setempat yang dapat menularkan
penyakit malaria..
Sifat suatu species yang dapat menularkan penyakit ditentukan oleh :
a. Adanya di dalam atau di dekat tempat hidup manusia.
b. Lebih menyukai darah manusia dari pada darah hewan, walaupun bila hewan hanya sedikit.
c. Lingkungan yang menguntungkan perkembangan dan memberikan jangka hidup cukup lama
pada Plasmodium untuk menyelesaikan siklus hidupnya.
d. Kerentanan fisiologi nyamuk terhadap parasit .
Untuk menentukan apakah suatu species adalah suatu vektor yang sesuai, maka dapat dicatat
persentase nyamuk yang kena infeksi setelah menghisap darah penderita malaria, prnentuan suatu
species nyamuk sebagai vektor dapat dipastikan dengan melihat daftar index infeksi alami, biasanya
sekitar 1-5%, pada nyamuk betina yang dikumpulkan dari rumah-rumah di daerah yang diserang
malaria.
2. Filariasis
Nyamuk Culex adalah vektor dari penyakit filariasis Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi. Banyak
species Anopheles, Aedes, Culex dan Mansonia, tetapi kebanyakan dari species ini tidak penting
sebagai vektor alami. Di daerah tropis dan subtropis, Culex quinquefasciatus (fatigans), nyamuk
penggigit di lingkungan rumah dan kota, yang berkembang biak dalam air setengah kotor sekitar
tempat tinggal manusia, adalah vektor umum dari filariasis bancrofti yang mempunyai periodisitas
nokturnal. Aedes polynesiensis adalah vektor umum filariasis bancrofti yang non periodisitas di
beberapa kepulauan Pasifik Selatan . Nyamuk ini hidup diluar kota di semak-semak (tidak pernah
dalam rumah) dan berkembang biak di dalam tempurung kelapa dan lubang pohon, mengisap darah
dari binatang peliharaan mamalia dan unggas, tetapi lebih menyukai darah manusia.
3. Demam Kuning
Demam kuning (Yellow Fever) penyakit virus yang mempunyai angka kematian tinggi, telah
menyebar dari tempat asalnya dari Afrika Barat ke daerah tropis dan subtropis lainnya di dunia,
Nyamuk yang menggigit pada penderita dalam waktu tiga hari pertama masa sakitnya akan menjadi
infektif selama hidupnya setelah virusnya menjalani masa multifikasi selama 12 hari. Vektor penyakit
ini adalah species nyamuk dari genus Aedes dan Haemagogus, Aedes aegypti adalah vektor utama
demam kuning epidemik, hidup disekitar daerah perumahan, berkembang biak dalam berbagai
macam tempat penampungan air sekitar rumah, larva tumbuh subur sebagai pemakan zat organik
yang terdapat didasar penampungan air bersih (bottom feeders) atau air kotor yang mengandung
zat organik.
4. Dengue Hemorrhagic Fever
Adalah penykit endemik yang disebabkan oleh virus di daerah tropis dan subtropis yang kadang-
kadang menjadi epidemik. Virus membutuhkan masa multifikasi selama 8-10 hari sebelum nyamuk
menjadi infektif, khususnya ditularkan oleh species Aedes, terutama A. aegypti. Penyakit ini
merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun terutama pada saat musim
penghujan.
5. Encephalitis Virus
Adalah penyakit endemik yang disebabkan oleh virus di daerah tropis dan subtropis yang kadang-
kadang menjadi epidemik. Virus membutuhkan masa multifikasi selama 8-10 hari sebelum nyamuk
menjadi infektif, khususnya ditularkan oleh species Aedes, terutama A. aegypti. Penyakit ini
merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun terutama pada saat musim
penghujan,

B. Lalat Rumah (Housefly)


Lalat rumah, Musca domestica, hidup disekitar tempat kediaman manusia di seluruh dunia. Seluruh
lingkaran hidup berlangsung 10 sampai 14 hari, dan lalat dewasa hidup kira-kira satu bulan.
Larvanya kadang-kadang menyebabkan myasis usus dan saluran kencing serta saluran kelamin.
Lalat adalah vektor mekanik dari bakteri patogen, protozoa serta telur dan larva cacing, Luasnya
penularan penyakit oleh lalat di alam sukar ditentukan. Dianggap sebagai vektor penyakit typhus
abdominalis, salmonellosis, cholera, dysentery bacillary dan amoeba, tuberculosis, penyakit sampar,
tularemia, anthrax, frambusia, conjunctivitis, demam undulans, trypanosomiasis dan penyakit
spirochaeta.
C. Lalat Pasir (Sandfly)
Lalat pasir ialah vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan bartonellosisi. Leishmania
donovani, penyebab Kala azar; L. tropica, penyebab oriental sore; dan L. braziliensis, penyebab
leishmaniasis Amerika, ditularkan oleh Phlebotomus. Demam papataci atau demam phlebotomus,
penyakit yang disebabkan oleh virus banyak terdapat di daerah Mediterania dan Asia Selatan,
terutama ditularkan oleh P. papatsii, yang menjadi infektif setelah masa perkembangan virus selama
7-10 hari. Bartonellosis juga terdapat di Amerika Selatan bagian Barat Laut sebagai demam akut
penyakit Carrion dan sebagai keadaan kronis berupa granulema verrucosa. Basil penyebab adalah
Bartonella bacilliformis, ditularkan oleh lalat pasir yang hidup di daerah pegunungan Andes.

D. Lalat Tsetse (Tsetse Flies)


Lalat tsetse adalah vektor penting penyakit trypanosomiasis pada manusia dan hewan peliharaan.
Paling sedikit ada tujuh species sebagai vektor infeksi trypanosoma pada hewan peliharaan, species
Trypanosoma rhodesiense yang menjadi, penyebab trypanosomiasis, adalah Glossina morsitans, G.
swynnertoni, dan G. Pallidipes. Vektor utama .pada Penyakit Tidur (Sleeping Sickness) di Gambia
adalah species G. palpalis fuscipes dan pada daerah - daerah tertentu adalah species G.
tachhinoides.

E. Lalat Hitam (Blackflies)


Adalah vektor penyakit Oncheocerciasis Di Afrika adalah species Simulium damnosum dan S.
neavei dan di Amerika adalah S. metallicum, S. ochraceum dan S. callidum. Species lain mungkin
adalah vektor yang tidak penting dan menularkan onchocerciasis pada ternak dan penyakit protozoa
pada burung.

F. Tuma Kepala, Tuma badan, dan Tuma Kemaluan (Head Lice, Body Lice, and Crab Lice)
Tuma badan adalah vektor epidemic typhus, epidemic relapsing fever di Eropa dan Amerika
Latin,.Tuma mendapat infeksi dari Reckettsia prowazeki, bila menghisap darah penderita. Rickettsia
berkembang biak dalam epitel lambung tengah tuma dan dikeluarkan bersama tinja. Tuma tetap
infektif selama hidupnya;. Manusia biasanya mendapat infeksi karena kontaminasi pada luka gigitan,
kulit yang lecet atau mukosa dengan tinja atau badan tuma yang terkoyak Bila oleh spirochaeta
Borrelia recurrentis, penyebab epidemic relapsing fever di Eropa, spirochaeta akan berkembang
biak di seluruh tubuh tuma, yang tetap infektif selama hidupnya,. Demam parit, suatu penyakit yang
disebabkan oleh Rickettsia juga ditularkan oleh tuma tetapi tidak fatal, pernah berjangkit sebagai
penyakit epidemik selama Peran Dunia pertama dan kemudian menjadi endemik di Eropa dan
Mexico.

G. Pinjal (Fleas)
Pinjal hanya penting dalam dunia kedokteran terutama yang berhubungan dengan penularan
penyakit sampar dan endemic typhus. Pinjal dapat juga bertindak sebagai hospes perantara parasit.

H. Reduviid Bugs (Kissing Bugs)


Berbagai species reduviid adalah vektor penting dari pada Trypanosoma cruzi, penyebab penyakit
Chagas dan T. Rangeli tetapi ternyata Trypanosoma cruzi tidak patogen bagi manusia. Kebanyakan
reduviid mampu menularkan jpenyaakit, tetapi hanya beberapa species saja yang merupakan vektor
yang efektif Vektor yang paling penting adalah Triatoma infestans, Panstrongylus megistus dan
Rhodnius prolixus.

I. Ticks (Sengkenit)
Sengkenit telah dikenal sebagai vektor penyakit sejak tahun 1893, ketika Smith dan Kilbourne
menemukan species Boophilus annulatus sebagai vektor penular “demam Texas” pada lembu. Pada
beberapa species tidak saja dapat menularkan penyakit melalui stadium metamorfosis dari pada
sengkenit, tetapi juga melalui telur, kepada generasi berikutnya. Bila penyakit ini menular di antara
binatang peliharaan akan menyebabkan kerugian keuangan yang besar.
J. Tungau (Mites)
Adalah vektor pada penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang disebabkan oleh Rickettsia
tsutsugamushi, tungau mengigit manusia menyebabkan luka bernanah disertai demam yang
remiten, lymphadenitis, splenomegaly dan suatu eritema yang merah sekali. Vektor utamanya
adalah Trombicula akamushi dan T. deliensis, tungau menularkan penyakit pada stadium larva
sedangkan larvanya adalah parasit pada tikus ladang di Jepang dan beberapa tikus rumah dan tikus
lading di Taiwan dan di Indonesia. Manusia merupakan hospes secara kebetulan, larvanya
melekatkan diri pada pekerja di ladang. Penyakit ini dapat ditularkan dari generasi ke generasi,
sehingga larva generasi kedua mampu menginfeksi manusia.

K. Cyclops
Cyclops adalah hospes perantara dari Dracunculus mendinensis, cacing cestoda Diplyllobothrium
latum dan cacing nematoda Gnathostoma spinigerum.

BAB IV
PENGENDALIAN VEKTOR
A. Metode Pengendalian
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk mengurangi atau menurunkan
populasi vektor atau binatang pengganggu dengan maksud pencegahan atau pemberantasan
penyakit yang ditularkan atau gangguan (nuisance) oleh vektor dan binatang pengganggu tersebut.
Menurut WHO (Juli Soemirat,2009:180), pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan bagi
beberapa macam penyakit karena berbagai alasan :
1. Penyakit tadi belum ada obatnya ataupun vaksinnya, seperti hamper semua penyakit yang
disebabkan oleh virus.
2. Bila ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum efektif, terutama untuk
penyakit parasiter
3. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia, sehingga sulit dikendalikan.
4. Sering menimbulkan cacat, seperti filariasis dan malaria.
5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat seperti insekta yang bersayap
Ada beberapa cara pengendalian vektor dan binatang pengganggu diantaranya adalah sebagai
berikut.
1. Pengendalian kimiawi
Cara ini lebih mengutamakan penggunaan pestisida/rodentisida untuk peracunan. Penggunaan
racun untuk memberantas vektor lebih efektif namun berdampak masalah gangguan kesehatan
karena penyebaran racun tersebut menimbulkan keracunan bagi petugas penyemprot maupun
masyarakat dan hewan peliharaan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1960-an yang menjadi titik tolak
kegiatan kesehatan secara nasional (juga merupakan tanggal ditetapkannya Hari Kesehatan
Nasional), ditandai dengan dimulainya kegiatan pemberantasan vektor nyamuk menggunakan
bahan kimia DDT atau Dieldrin untuk seluruh rumah penduduk pedesaan. Hasilnya sangat baik
karena terjadi penurunan densitas nyamuk secara drastis, namun efek sampingnya sungguh luar
biasa karena bukan hanya nyamuk saja yang mati melainkan cicak juga ikut mati keracunan (karena
memakan nyamuk yang keracunan), cecak tersebut dimakan kucing dan ayam, kemudian kucing
dan ayam tersebut keracunan dan mati, bahkan manusia jugs terjadi keracunan Karena menghirup
atau kontak dengan bahan kimia tersebut melalui makanan tercemar atau makan ayam yang
keracunan.
Selain itu penggunaan DDT/Dieldrin ini menimbulkan efek kekebalan tubuh pada nyamuk sehingga
pada penyemprotan selanjutnya tidak banyak artinya. Selanjutnya bahan kimia tersebut dilarang
digunakan. Penggunaan bahan kimia pemberantas serangga tidak lagi digunakan secara missal,
yang masih dgunakan secra individual sampai saat ini adalah jenis Propoxur (Baygon). Pyrethrin
atau dari ekstrak tumbuhan/bunga-bungaan.
Untuk memberantas Nyamuk Aedes secara missal dilakukan fogging bahan kimia jenis
Malathion/Parathion, untuk jentik nyamuk Aedes digunakan bahan larvasida jenis Abate yang
dilarutkan dalam air. Cara kimia untuk membunuh tikus dengan menggunakan bahan racun arsenic
dan asam sianida. Arsenik dicampur dalam umpan sedangkan sianida biasa dilakukan pada
gudang-gudang besar tanpa mencemai makanan atau minuman, juga dilakukan pada kapal laut
yang dikenal dengan istilah fumigasi. Penggunaan kedua jenis racun ini harus sangat berhati-hati
dan harus menggunakan masker karena sangat toksik terhadap tubuh manusia khususnya melalui
saluran pernafasan.
Penggunaan bahan kimia lainnya yang tidak begitu berbahaya adalah bahan attractant dan
repellent. Bahan Attractant adalah bahan kimia umpan untuk menarik serangga atau tikus masuk
dalam perangkap. Sedangkan repellent adalah bahan/cara untuk mengusir serangga atau tikus tidak
untuk membunuh. Contohnya bahan kimia penolak nyamuk yang dioleskan ke tubuh manusia
(Autan, Sari Puspa, dll) atau alat yang menimbulkan getaran ultrasonic untuk mengusir tikus (fisika).

2. Pengendalian Fisika-Mekanika
Cara ini menitikberatkan kepada pemanfaatan iklim/musim dan menggunakan alat penangkap
mekanis antara lain :
a. Pemasangan perangkap tikus atau perangkap serangga
b. Pemasangan jarring
c. Pemanfaatan sinar/cahaya untuk menarik atau menolak (to attrack and to repeal)
d. Pemanfaatan kondisi panas dan dingin untuk membunuh vektor dan binatang penganggu.
e. Pemanfaatan kondisi musim/iklim untuk memberantas jentik nyamuk.
f. Pemanfaatan suara untuk menarik atau menolak vektor dan binatang pengganggu.
g. Pembunuhan vektor dan binatang pengganggu menggunakan alat pembunuh (pemukul, jepretan
dengan umpan, dll)
h. Pengasapan menggunakan belerang untuk mengeluarkan tikus dari sarangnya sekaligus
peracunan.
i. Pembalikan tanah sebelum ditanami.
j. Pemanfaatan arus listrik dengan umpan atau attracktant untuk membunuh vektor dan binatang
pengganggu (perangkap serangga dengan listrik daya penarik menggunakan lampu neon).

3. Pengendalian Biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan dua cara, yakni :
a. Memelihara musuh alaminya
Musuh alami insekta dapat berupa pemangsanya ataupun mikroba penyebab penyakitnya. Untuk ini
perlu diteliti lebih lanjut pemangsa dan penyebab penyakit mana yang paling efektif dan efisien
mengurangi populasi insekta. Untuk ni perlu juga dicari bagaimana caranya untuk melakukan
pengendalian pertumbuhan pemangsa dan penyebab penyakit ini apabila populasi vektor sudah
terkendali jumlahnya.
b. Mengurangi fertilitas insekta
Untuk cara kedua ini pernah dilakukan dengan meradiasi insekta jantan sehingga steril dan
menyebarkannya di antara insekta betina. Dengan demikian telur yang dibuahi tidak dapat menetas.
Cara kedua ini masih dianggapa terlalu mahal dan efisiensinya masih perlu dikaji.

B. Pemantauan
Pengendalian vektor penyakit ini merupakan konsep yang relative baru. Pada awalnya orang
berpikir tentang pembasmian vektor. Akan tetapi kemudian tampak bahwa pembasmian itu sulit
dicapai dan kurang realistis dilihat dari sisi ekologis. Oleh karenanya pengendalian vektor saat ini
akan ditujukan untuk mengurangi dan mencegah penyakit bawaan vektor sejauh dapat dicapai
dengan keadaan social-ekonomi yang ada serta keadaan endemic penyakit yang ada.
Oleh karenanya pemantauan keadaan populasi insekta secara kontinu menjadi sangat penting.
Pengendalian secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan untuk jangka panjang, ditunjang
dengan pemantuan yang kontinu. Untuk ini diperlukan berbagai parameter pemantauan dan
pedoman tindakan yang perlu diambil apabila didapat tanda-tanda akan terjadinya kejadian luar
biasa/wabah.
Parameter vektor penyakit yang dipantau antara lain adalah :
1. Indeks lalat untuk kepadatan lalat
2. Indeks pinjal untuk kepadatan pinjal
3. Kepadatan nyamuk dapat dinyatakan sebagai Man Biting Rate (MBR), indeks container, indeks
rumah, dan/atau indeks Breteau
Tindakan khusus diambil apabila kepadatan insekta meningkat cepat dan dikhawatirkan akan terjadi
wabah karenanya. Tindakan sedemikian dapat berupa :
1. Intensifikasi pemberantasan sarang seperti perbaikan saluran drainase, kebersihan saluran dan
reservoir air, menghilangkna genangan, mencegah pembusukan sampah, dan lain-lain.
2. Mobilisasi masyarakat untuk berperan serta dalam pemberantasan dengan memelihara
kebersihan lingkungan masing-masing
3. Melakukan penyemprotan insektisida terhadap vektor dewasa didahului dengan uji resistensi
insekta terhadap insekta yang akan digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

http://files.buku-kedokteran.webnode.com/200000024-3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf di akses
pada tanggal 1 April 2011 8:51 pm
http://files.artikelkesehatan.webnode.com/200000024-11b8012b1b/Commnicable%20Disease.pdf di
akses pada tanggal 1 april 2011 8:40 pm
Budiman dan Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks Kesehatan
Lingkungan.Jakarta : EGC
Soemirat Slamet, Juli.2009.Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
http://pengertianvektor1.blogspot.co.id/2015/12/vektor-dan-binatang-pengganggu.html

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek
kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,
didukung, ditopang, atau dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan. Contoh dramatis adalah
keracunan Methyl Mercury yang terjadi pada penduduk sekitar Minamata (Jepang) akibat
mengkonsumsi ikan yang berasal dari pantai yang tercemar mercury (air raksa). Dari bencana
ini, 41 orang meninggal dan juga terjadi cacat tubuh dari bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu
yang mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi Mercury tersebut. Dengan alas an tersebut,
interaksi antara manusia dengan lingkungannya merupakan komponen penting dari kesehatan
masyarakat.
Moeller (1992), menyatakan “In it broadsense, environmental health is the segment of
public health that is concerned with assessing, understanding, and controlling the impacts of
people on their environment and the impacts of the environment on them”. Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa kesehatan lingkungan merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang
memberi perhatian pada penilaian, pemahaman, dan pengendalian dampak manusia pada
lingkungan dan dampak lingkungan pada manusia.
Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari dinamika
hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat dengan berbagai perubahan
komponen lingkungan hidup manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehtan pada
masyarakat dan mempelajari upaya untuk penanggulangan dan pencegahannya. Menurut
Notoatmodjo (1996), kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan
yang optimum pula.

B. Tujuan
 Mengetahui contoh binatang penggangu
 Mengetahui penyakit yang disebabkan oleh binatang penggangu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi binatang penganggu
Binatang yang dapat menganggu, mrnyerang atau pun menularkan penyakit terhadap
manusia, binatang maupun tumbuhan.
B. Contoh binatang penganggu dan Penyakit yang disebabkan :
a. Nyamuk (Mosquito)
Nyamuk adalah vektor mekanis atau vektor siklik penyakit pada manusia dan hewan
yang disebabkan oleh parasit dan virus, nyamuk dari genus Psorophora dan Janthinosoma yang
terbang dan menggigit pada siang hari, membawa telur dari lalat Dermatobia hominis dan
menyebabkan myiasis pada kulit manusia atau ke mamalia lain. Species yang merupakan vektor
penting penyebab penyakit pada manusia antara lain penyakit :
1. Malaria
Vektor siklik satu-satunya dari malaria pada manusia dan malaria kera adalah nyamuk
Anopheles, sedangkan nyamuk Anopheles dan Culex keduaduanya dapat menyebabkan malaria
pada burung. Secara praktis tiap species Anopheles dapat diinfeksi secara eksperimen, tetapi
banyak species bukan vektor alami. Sekitar 110 species pernah dihubungkan dengan penularan
malaria, diantaranya 50 species penting terdapat dimana-mana atau setempat yang dapat
menularkan penyakit malaria.
2. Filariasis
Nyamuk Culex adalah vektor dari penyakit filariasis Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi.
Banyak species Anopheles, Aedes, Culex dan Mansonia, tetapi kebanyakan dari species ini tidak
penting sebagai vektor alami. Di daerah tropis dan subtropis, Culex quinquefasciatus (fatigans),
nyamuk penggigit di lingkungan rumah dan kota, yang berkembang biak dalam air setengah
kotor sekitar tempat tinggal manusia, adalah vektor umum dari filariasis bancrofti yang
mempunyai periodisitas nokturnal. Aedes polynesiensis adalah vektor umum filariasis bancrofti
yang non periodisitas di beberapa kepulauan Pasifik Selatan . Nyamuk ini hidup diluar kota di
semak-semak (tidak pernah dalam rumah) dan berkembang biak di dalam tempurung kelapa dan
lubang pohon, mengisap darah dari binatang peliharaan mamalia dan unggas, tetapi lebih
menyukai darah manusia.
3. Demam Kuning
Demam kuning (Yellow Fever) penyakit virus yang mempunyai angka kematian tinggi, telah
menyebar dari tempat asalnya dari Afrika Barat ke daerah tropis dan subtropis lainnya di dunia,
Nyamuk yang menggigit pada penderita dalam waktu tiga hari pertama masa sakitnya akan
menjadi infektif selama hidupnya setelah virusnya menjalani masa multifikasi selama 12 hari.
Vektor penyakit ini adalah species nyamuk dari genus Aedes dan Haemagogus, Aedes aegypti
adalah vektor utama demam kuning epidemik, hidup disekitar daerah perumahan, berkembang
biak dalam berbagai macam tempat penampungan air sekitar rumah, larva tumbuh subur sebagai
pemakan zat organik yang terdapat didasar penampungan air bersih (bottom feeders) atau air
kotor yang mengandung zat organik.
4. Dengue Hemorrhagic Fever
Adalah penykit endemik yang disebabkan oleh virus di daerah tropis dan subtropis yang kadang-
kadang menjadi epidemik. Virus membutuhkan masa multifikasi selama 8-10 hari sebelum
nyamuk menjadi infektif, khususnya ditularkan oleh species Aedes, terutama A. aegypti.
Penyakit ini merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun terutama
pada saat musim penghujan.
5. Encephalitis Virus
Adalah penyakit endemik yang disebabkan oleh virus di daerah tropis dan subtropis yang
kadang-kadang menjadi epidemik. Virus membutuhkan masa multifikasi selama 8-10 hari
sebelum nyamuk menjadi infektif, khususnya ditularkan oleh species Aedes, terutama A.
aegypti. Penyakit ini merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun
terutama pada saat musim penghujan.

b. Lalat Rumah (Housefly)


Lalat rumah, Musca domestica, hidup disekitar tempat kediaman manusia di seluruh
dunia. Seluruh lingkaran hidup berlangsung 10 sampai 14 hari, dan lalat dewasa hidup kira-kira
satu bulan. Larvanya kadang-kadang menyebabkan myasis usus dan saluran kencing serta
saluran kelamin.
Lalat adalah vektor mekanik dari bakteri patogen, protozoa serta telur dan larva cacing,
Luasnya penularan penyakit oleh lalat di alam sukar ditentukan. Dianggap sebagai vektor
penyakit typhus abdominalis, salmonellosis, cholera, dysentery bacillary dan amoeba,
tuberculosis, penyakit sampar, tularemia, anthrax, frambusia, conjunctivitis, demam undulans,
trypanosomiasis dan penyakit spirochaeta
c. Lalat Pasir (Sandfly)
Lalat pasir ialah vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan bartonellosisi.
Leishmania donovani, penyebab Kala azar; L. tropica, penyebab oriental sore; dan L.
braziliensis, penyebab leishmaniasis Amerika, ditularkan oleh Phlebotomus. Demam papataci
atau demam phlebotomus, penyakit yang disebabkan oleh virus banyak terdapat di daerah
Mediterania dan Asia Selatan, terutama ditularkan oleh P. papatsii, yang menjadi infektif setelah
masa perkembangan virus selama 7-10 hari. Bartonellosis juga terdapat di Amerika Selatan
bagian Barat Laut sebagai demam akut penyakit Carrion dan sebagai keadaan kronis berupa
granulema verrucosa. Basil penyebab adalah Bartonella bacilliformis, ditularkan oleh lalat pasir
yang hidup di daerah pegunungan Andes.
d. Pinjal (Fleas)
Pinjal hanya penting dalam dunia kedokteran terutama yang berhubungan dengan
penularan penyakit sampar dan endemic typhus. Pinjal dapat juga bertindak sebagai hospes
perantara parasit.

e. Ticks (Sengkenit)
Sengkenit telah dikenal sebagai vektor penyakit sejak tahun 1893, ketika Smith dan
Kilbourne menemukan species Boophilus annulatus sebagai vektor penular “demam Texas” pada
lembu. Pada beberapa species tidak saja dapat menularkan penyakit melalui stadium
metamorfosis dari pada sengkenit, tetapi juga melalui telur, kepada generasi berikutnya. Bila
penyakit ini menular di antara binatang peliharaan akan menyebabkan kerugian keuangan yang
besar.
f. Tungau (Mites)
Adalah vektor pada penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang disebabkan oleh
Rickettsia tsutsugamushi, tungau mengigit manusia menyebabkan luka bernanah disertai demam
yang remiten, lymphadenitis, splenomegaly dan suatu eritema yang merah sekali. Vektor
utamanya adalah Trombicula akamushi dan T. deliensis, tungau menularkan penyakit pada
stadium larva sedangkan larvanya adalah parasit pada tikus ladang di Jepang dan beberapa tikus
rumah dan tikus lading di Taiwan dan di Indonesia. Manusia merupakan hospes secara
kebetulan, larvanya melekatkan diri pada pekerja di ladang. Penyakit ini dapat ditularkan dari
generasi ke generasi, sehingga larva generasi kedua mampu menginfeksi manusia.
C. Cara pengendalian
1. Pengendalian kimiawi
Cara ini lebih mengutamakan penggunaan pestisida/rodentisida untuk peracunan.
Penggunaan racun untuk memberantas vektor lebih efektif namun berdampak masalah gangguan
kesehatan karena penyebaran racun tersebut menimbulkan keracunan bagi petugas penyemprot
maupun masyarakat dan hewan peliharaan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1960-an yang menjadi
titik tolak kegiatan kesehatan secara nasional (juga merupakan tanggal ditetapkannya Hari
Kesehatan Nasional), ditandai dengan dimulainya kegiatan pemberantasan vektor nyamuk
menggunakan bahan kimia DDT atau Dieldrin untuk seluruh rumah penduduk pedesaan.
Hasilnya sangat baik karena terjadi penurunan densitas nyamuk secara drastis, namun efek
sampingnya sungguh luar biasa karena bukan hanya nyamuk saja yang mati melainkan cicak
juga ikut mati keracunan (karena memakan nyamuk yang keracunan), cecak tersebut dimakan
kucing dan ayam, kemudian kucing dan ayam tersebut keracunan dan mati, bahkan manusia jugs
terjadi keracunan Karena menghirup atau kontak dengan bahan kimia tersebut melalui makanan
tercemar atau makan ayam yang keracunan.
Selain itu penggunaan DDT/Dieldrin ini menimbulkan efek kekebalan tubuh pada
nyamuk sehingga pada penyemprotan selanjutnya tidak banyak artinya. Selanjutnya bahan kimia
tersebut dilarang digunakan. Penggunaan bahan kimia pemberantas serangga tidak lagi
digunakan secara missal, yang masih dgunakan secra individual sampai saat ini adalah jenis
Propoxur (Baygon). Pyrethrin atau dari ekstrak tumbuhan/bunga-bungaan.
Untuk memberantas Nyamuk Aedes secara missal dilakukan fogging bahan kimia jenis
Malathion/Parathion, untuk jentik nyamuk Aedes digunakan bahan larvasida jenis Abate yang
dilarutkan dalam air. Cara kimia untuk membunuh tikus dengan menggunakan bahan racun
arsenic dan asam sianida. Arsenik dicampur dalam umpan sedangkan sianida biasa dilakukan
pada gudang-gudang besar tanpa mencemai makanan atau minuman, juga dilakukan pada kapal
laut yang dikenal dengan istilah fumigasi. Penggunaan kedua jenis racun ini harus sangat berhati-
hati dan harus menggunakan masker karena sangat toksik terhadap tubuh manusia khususnya
melalui saluran pernafasan.
Penggunaan bahan kimia lainnya yang tidak begitu berbahaya adalah bahan attractant dan
repellent. Bahan Attractant adalah bahan kimia umpan untuk menarik serangga atau tikus masuk
dalam perangkap. Sedangkan repellent adalah bahan/cara untuk mengusir serangga atau tikus
tidak untuk membunuh. Contohnya bahan kimia penolak nyamuk yang dioleskan ke tubuh
manusia (Autan, Sari Puspa, dll) atau alat yang menimbulkan getaran ultrasonic untuk mengusir
tikus (fisika).
2. Pengendalian Fisika-Mekanika
Cara ini menitikberatkan kepada pemanfaatan iklim/musim dan menggunakan alat penangkap
mekanis antara lain :
 Pemasangan perangkap tikus atau perangkap serangga
 Pemasangan jarring
 Pemanfaatan sinar/cahaya untuk menarik atau menolak
 Pemanfaatan kondisi panas dan dingin untuk membunuh vektor dan binatang penganggu.
 Pemanfaatan kondisi musim/iklim untuk memberantas jentik nyamuk.
 Pemanfaatan suara untuk menarik atau menolak vektor dan binatang pengganggu.
 Pembunuhan vektor dan binatang pengganggu menggunakan alat pembunuh (pemukul, jepretan
dengan umpan, dll)
 Pengasapan menggunakan belerang untuk mengeluarkan tikus dari sarangnya sekaligus
peracunan.
 Pembalikan tanah sebelum ditanami.
 Pemanfaatan arus listrik dengan umpan atau attracktant untuk membunuh vektor dan binatang
pengganggu (perangkap serangga dengan listrik daya penarik menggunakan lampu neon).
3. Pengendalian Biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan dua cara, yakni :
a. Memelihara musuh alaminya
Musuh alami insekta dapat berupa pemangsanya ataupun mikroba penyebab penyakitnya.
Untuk ini perlu diteliti lebih lanjut pemangsa dan penyebab penyakit mana yang paling efektif
dan efisien mengurangi populasi insekta. Untuk ni perlu juga dicari bagaimana caranya untuk
melakukan pengendalian pertumbuhan pemangsa dan penyebab penyakit ini apabila populasi
vektor sudah terkendali jumlahnya.
b. Mengurangi fertilitas insekta
Untuk cara kedua ini pernah dilakukan dengan meradiasi insekta jantan sehingga steril
dan menyebarkannya di antara insekta betina. Dengan demikian telur yang dibuahi tidak dapat
menetas. Cara kedua ini masih dianggapa terlalu mahal dan efisiensinya masih perlu dikaji
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Binatang penggangu merupakan Binatang yang dapat menganggu, menyerang atau pun
menularkan penyakit terhadap manusia, binatang maupun tumbuhan. Pengendalian binatang
penggangu dapat dilakukan secara kimia, fisik, mekanika dan biologis.
B. Saran
Binatang penggangu sangat sering dijumpai dilingkungan sekitar, oleh karena itu
kesehatan dan kebersihan lingkungan harus tetap dijaga agar kita dapat terhindar dari penyakit
yang disebarkan oleh binatang penggangu tersebut. Serta pengendaliannya dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
http://rusdhyrsc17.blogspot.co.id/2012/09/contoh-binatang-pengganggu.html

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian
Di Indonesia penyakit ditularkan serangga dan masih merupakan masalah dalam kesehatan
masyarakat adalah ,laria, demam berdarah, penyakit kaki gajah, dan pes. Penyakit pes hanya
terdapat didaerah boyobali, sedang ketiga penyakit lainnya ditemukan hampir di seluruh wilayah
Indonesia.
Dalam siklus hidup nyamuk terdapat tingkatan-tingkatan dimana antara tingkat yang satu
dan yang lainnya sangat jauh berbeda. Berdasarkan hidupnya/lingkungannya, dikenal dua
tingkatan kehidupan nyamuk, yaitu :
1. Tingkatan didalam air berupa telur ke jentik ke kepompong.
2. Tingkatan di luar tempat berair, yaitu di udara dan dartan sebagai nyamuk jantn betina.

Beberapa pengertian dalam pengendalian vector :


a) Pengendalian adalah semua usaha yang di lakukan untuk menurunkan /menekan populasi atau
densitas vector dengan maksud mencegah penyakit yang ditularkan oleh vector atau gangguan-
gangguan yang di akibatkan oleh vector.
b) Binatang pengganggu adalah binatang yang dapat mengganggu, menyerang ataupun menularkan
penyakit terhadap manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan. Contoh : tikus, kecoa, ngengat.
c) Vector borne disease adalah penyakit-penyakit yang ditimbulkan/ditularkan dengan perantara
vector.
d) Vektor adalah antropoda yang dapat memindahkn/menularkan agent infection dari sumber
infeksi kepada host yang rentan.
e) Lingkungn fisik adalah lingkungan sekeliling manusia yang terdiri dari materi yng tidak hidup.
f) Lingkungan kimia adalah lingkungan yang terdiri dari unsure kimia yang menyusun ala mini,
termasuk juga dalam lingkungan ini adalah proses-proses kimia yang terjadi didalamnya.
g) Lingkungan biologi adalah lingkungan yang terdiri dari komponen-komponen makhluk hidup,
termasuk dalam lingkungan ini adalah manusia, hewan, tumbuhan dan jasad renik.
h) Nyamuk adlah serangga yang termasuk dalam kelas insekta, ordo diphtera, dan family culicdae.
i) Lalat adalah jenis serangga pengganggu yang tersuk dlam gemus Musca sp.
j) Modifikasi lingkungan adalah suatu transformasi fisik yang permanen (Jangka Panjang) terhadap
tanah, air dan tumbuhan untuk mencegah menurunkan habitat larvatanpa mengakibatkan
kerugian bagi manusia.
k) Manipulasi lingkungan adalah suatu pengkondisian sementara yang tidak menguntungkan
sebagai tempat berkembangbiak vector.
l) Indeks vector adalah populasi tertentu dari suatu vector yang tidak dapat menularkan penyakit.
Permasalahan pengendalian yang timbul sehubungan dengan vector yang ada dilingkungan
pemukiman sebenarnya dapat digolongkan menjadi tiga kategori:
a) Maslah yang nyata, yaitu keadaaan yang nyata-nyata menyimpang sebagai akibat dari adanya
vector itu. Contohnya : terjadinya kasus penyakit demm berdrh yang ditularkan oleh nyamuk,
atau kejadian meningkatnya populasi vector sedemikin rupa sehingga nyata-nyata merugikan dan
mengganggu kenyamanan pemukiman.
b) Masalah yang potensial, adalah masalah sebelumnya belum dampak nyata tetapi potensil untuk
timbul setiap saat atau pada waktunya nanti apabila kondisinya mendukung. Contohnya:
terdapatnya hama dan jumlah yang rendah di suatu wilayah pemukiman.
c) Masalah yang semu yang di timbulkan lebih oleh si pemukim itu sendiri. Disini terlibat apa yang
disebut “ nilai ambang toleransi “ pemukim terhadap keberadaaan vector di sekitarnya.

Dari uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa permasalahan vector dilingkungn pemukiman
timbul sebgai resultante dari factor-faktor berikut:
1) Tingkat bahaya, kerugian atau gangguan yang mungkin ditimbulkan oleh vector tersebut.
2) Tingakt populasi vector itu di lingkungan pemukiman.
3) Tingkat toleransi pemukim terhadap keberadaan vector di lngkungannya.

Bionomik Vektor

1. Siklus Hidup Nyamuk


Nyamuk adlah siklus hidupnya mempunyai tingkatan-tingkatan yang kadang-kadang antara
tingkatan yang satu dn tingkatan berikutnya terlihat snagat berbeda. Berdasarkan tempat
hidupnya dikenal dua tingkatan:
1) Tingakatan didalam air.
2) Tingktan di luar tempat berair (darat-udara)

Jadi, untuk kelangsungan hidup nyamuk sangat diperlukan air. Apabila tidak terdapat air, maka
siklus dhidup nyamuk akan terputus.
Tingkatan0tingkatan kehidupan nyamuk yang berada di dalam air ialah:
1) Telur.
2) Larva (jentik)
3) Kepompong (pupa).

2. Perilaku Nyamuk
Perilaku nyamuk berkaitan dengan gejala biologis dan ada variasi. Variasi tingkah laku akan
terjadi di dalam spesies tunggal baik di daerah yang sama maupun yang berbeda. Perilaku ini
sangat dipengarui oleh factor lingkungan yang dikenal sebagai rangsangan dari luar.
Rangsanagn dari luar ini misalnya, perubahan cuaca/iklim/musim atau perubahan lingkungan
baik alamiah maupun karena hasil samping kegiatan manusia.

3. Perilaku Mencari Makan (Darah)


a. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu
Nyamuk pada umumnya mencari darah pada malam hari, sebagian spesies nyamuk aktif mencari
darah siang hari seperti nyamuk Aedes aegypti.Nyamuk yang aktif mencari darah malam hari,
ternyata setiap spesies verbeda dan mempunyai sifat tertentu.Ada spesies yang aktif mulai dari
senja hingga menjelang tangah malam, ada pula yang aktif muali menjelang tengah mlam hingga
pgi hari, dan pula yang aktif dari senja hingga menjelang pagi.
b. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat
Apabila metode sama kita adakan penangkapan nyamuk baik di dalam atau di luar rumah,
maka dari hasil penangkapan I ni dapat diketahui ada dua golongan nyamuk:
1. Exophagic, yang lebih senang mencri darah di luar rumah.
2. Endophagic, golongan nyamuk yang lebih senang mencari darah di dalam rumah.
c. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah
Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita dapat membedakan sebagai berikut:
1. Anthropophilic, nyamuk senang dengan darah manusia.
2. Zoophilic, nyamuk senang dengan darah hewan.
3. Nyamuk yang tidak mempunyai pilihan tertentu.

d. Frekuensi Menggigit
Nyamuk betina hanya memerlukan darah untuk proses pertumbuhan telurnya. Tiap
beberapa hari sekali nyamuk akan mencari darah tergantung dari spesies dan sangat dipengaruhi
oleh temperature akan kelembaban.
4.Umur Populasi vector
Umur bervariasi tergantung dari spesies dan di pengaruhi keadaan lingkungan. Ada banyak
cara untuk mengukur umur populasi nyamuk.
Salah satu cara yang paling banyak persentase jumlah nyamuk “parous” dari jumlah yang
diperiksa.
5.Distribusi musiman
Distribusi musiman vector sangat penting untuk diketahui,data distribusi musiman ini apabila di
kombinasikan dengan data umum populasi vector akan menerangkan musim penularan yang
tepat.

6.Penyebaran Vektor
Penyebaran vector mempunya arti penting dalam epidemiologi penyakit yang ditular kan
serangga. Penyebaran nyamuk dapat berlangsung dengan dua cara yaitu:
1) Cara aktif, yang di gunakan nyamuk dengan menggunakan kekuatan terbang
2) Cara pasif, dengan perantaraan dan bantuan transportasi angin.
7. Perilaku Beristirahat
Beristirahat bagi nyamuk mempunyai dua macam yaitu:
1) Beristirahat yang sebenarnya, selama waktu menunggu proses perkembangan telur.
2) Beristirahat yang hanya sementara, yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari darah.
8. Perilaku berkembangbiak
Nyamuk betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat berkembang
biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya ada spesies yang senang dengan tempat-
tempat yang terkena sinar matahari langsung, tapi adapula yang senang dengan tempat-tempat
teduh.spesies yang satu memilih tempat perindukan cukup baik di air payau (campuran air tawar
dan air laut), spesies lainnya hanya mau berkembangbiak di air tawar aedes aegypti senang
meletakan telur di air tawar yang bersih dan tidak langsung menyentuh tanah, begitu selanjutnya
masih banyak variasi lain.

9. Pengaruh beberapa factor fisik

a) temperature

1) untuk proses metabolisme, temperature berkisar antara 32-35◦ C, apabila lebih tinggi,maka
proses fisiologis menjadi lambat.
2) proses perkembangan, akan oktimum pada suhu 25-27der C.
3) gonotropic cycle.
4) lama hidup nyamuk, bila temperature selalu lebih dari 27-30der C, umur nyamuk akan mejadi
lebih pendek

b) kelembaban
lembab nisbi mempengaruhi distribusi dan lama hidup nyamuk.hutan lebih peka perubahan
kelembaban dari pada tempat daerah kering
c) Curah Hujan
Curah hujan mempunyai pengaruh yang bervariasi tergantung banyaknya ujan dan kondisi
fisik tanah.
d) Sinar
Berpengaruh terhadap penyebaran dan untuk mendaoatkan makanan.

Ekologi Vektor
Ekologi Vektor adalah ilmu yang mempelajari hubungan (interaksi) anatara vector dan
sejenisnya, dengan makhluk lain yang tidak sejenis dan antara alam lingkungannya yang
nonbiologis.
Tujuan mempelajari ekologi vector pada ahhirnya harus bisa diperoleh satu atau lebih
hubungan kuantitatif dalam system tersebut.
1 . Habitat Larva
Nyamuk Aeddea aegypti yang membiak terutam pada habitat yang buatan manusia
(man_made), jenis air yang disukai adalah air jernih, sehingga dengan mengurangi sebanyak
mungkin container berisi air atau yang akan diisi air pada musim penghujan telah banyak
mengurangi nyamuk dewasa Aedes aegypti. Ontoh container air (water container) adalah kaleng-
kaleng bekas, botol, ban bekas, drum, tanggul bumbu, cekungan pada saluran air atap terbuat
dari seng, tempat minum burung, dan lain-lain.
2 Kontak Vektor pejamu (Host Vector Contact)
Menurut Hess & Hayes (1970), pengetahuan tentang pola kontak antara suatu vector dan
binatang vertebrata dari mana vector mengambil darah sebagai makanannya adalah penting
untuk memahami epidemiologi sesuatu penyakit ditularkan vector.
Penilaian kuantitatif tentang kontak antara pejamu dan vector pada suatu tempat dan waktu,
dapat bermanfaat untuk menduga kemungkinan bahaya epidemic penyakit ditularkan vector.
Besar kontak antara vector dengan pejamu tergantung kepada kebiasaan mencari makan dari
vector dan tersedianya pejamu pada tempat dan waktu kegiatan vector.
Salah satu aspek penting dari kebiasaan makan vector ialah kerusakan pejamu (host-
preference) yakni kecenderungan mencari darah mangsa kepada suatu vertebrata tertentu
walaupun terdapat pejamu alternative.
Frekuensi kontak vector pejamu dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan musim. Karena itu,
kontak pejamu mempunyai pola musiman, yang selanjutnya mempunyai nilai epidemiologi yng
penting.
3 Tempat Istirahat (Resting Place)
Berjenis-jenis spesies nyamuk beristirahat pada siang haru di tempat-tempat yang
sepi,gelap,dingin,dan basah. Perhitungan hati-hati di tempat istirahat,memberi gambaran tentang
kepadatan populasi nyamuk. Tempat istirahatnya bisa di dalam rumah, kandang kerbau, kandang
ayam, di bawah jembatan, didalam gua, dan lain-lain.
4 Jangkauan Terbang dan Penyebarannya (Dispersal and flight Range)
Penyabaran vector dari tempat pembiakannya adalah penting dari segi penyebaran penyakit
yang ditularkan vector. Penyebaran dilakukan dengan terbang, lari, atau secara positif dibawa
oleh pejamu.
Indeks yang digunakan adalah jarak terbang 90 (Flight Distance 90 = FD 90), yakni jarak
terbang dimana 90% dari vector yang dilepas dapat ditangkap embali. Jarak terbang50 (Flight
Distance 50 = FD 50) berarti jarak terbang d mana 50% dari vector yang dilepas dapat ditangkap
kembali. Lebih penting dari segi epidemiologi adalah jangkauan terbang efektif (Effective Flight
Range) yakni jarak dari habitat larva di mana vector betina berada dalam jumlah yang cukup
untuk mempertahankan transmisi penyakit.
5 Siklus Harian Musiman
Waktu mencari makan (feeding time) mempunyai pola makan harian yang di pengaruhi oleh
tenggelam dan terbitnya matahari, demikian juga waktu istirahat (resting time). Pemgumpulan
specimen vector perlu memerhatikan pala harian tersebut.
Pola kegiatan harian dapat dipengaruhi oleh perubahan musim, terutama turunnya hujan,
perubahan suhu, dan kelembaban relative. Hal ini dapat memengaruhi jumlah populasi.
Misalnya, jumlah telur yang pecah dari Aedes aegypti ketika musim dingin Bangkok lebih
rendah daripada ketika musim panas. Stadium larva dari culex p. fatigans di new Delhi ketika
musim dingin lebih lam berlangsungnya (21 hari) dari pada pada musim panas (11 hari).

Epidemiologi Vektor
Ada beberapa vector epidemiologi yang dapat memengaruhi terjadinya suatu penyakit, di
antaranya factor cuaca, vector, reservoir, georafis, dan factor perilaku. Berikut penjelasan
mengenai factor-faktor tersebut.
1. Cuaca
Iklim dan musim merupakan faaktor utama yang memengaruhi terjadinya penyakit infeksi.
Iklim dan variasi musim dapat memengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir, dan vector.
Selain itu, perilaku manusia juga dapat meningkatkan transmisi atau menyebabkan kerentanan
terhadap penyakit infeksi.
2 . Vektor
Organisme hidup yang dapat menularkan agen penyakit dari satu hewan ke hewan lain atau
ke manusia disebut vector.
Artropoda merupakan,vector penting di dalam penularan penyakit parasit dan virus yang
spesifik. Nyamuk merupakan vector penting untuk penularan virus yang menyebabkan
ansefalitas pada manusia.
Ricketsia merupak parasit intraseluler obligat yang mampu hidup diluar jaringan hewan
dan dapat ditularkan antara hewan oleh vector. Rat fleas, body lice, dan wood tick adalah vector
artropoda yang menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan ricketsia.
3. Reservoir
Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogn sementara hewan itu sendiri tidak terkena
penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk arthropodborne disease adalah hewan yang dapat
hidup bersama dengan pathogen. Pad banyak kasus, pathogen mengalami multiplikasi di dalam
vector atau reservoir tanpa menyebabkan kerusakan pada hospes intermediatnya.
4. Geografis
Insidensi penyakit yang ditularkan artropoda berhubungan langsung dengan geografis
tempat reservoir dan vector berada. Bertahan hidupnya agen penyakit bergantung pada iklim
(suhu, kelembaban, dan curah hujan) dan fauna local.
5. Perilaku Manusia
Interaksi antarmanusia, kebiasaan untuk membuang sampah secara sembarangan,
kebersihan individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab penularan penyakit bawaan
artropoda (arthropdborne-disease).

Transmisi Arthropodborne Disease


Masuknya gen penyakit ke dalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya gejala
penyakit disebut sebagai masa inkubasi atau incubation period. Khusus pada arthropdborne
disease terdapat dua periode masa inkubasi, periode pada tubuh vector dan periode oada
manusia. Beberapa istilah digunakan transmisi arthropodborne disease, antara:
1) Inokulasi (Inoculation)
2) Infestasi (Infestation)
3) Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period
4) Definitive Host dan Intermediate Host
Berikut ini tiga jenis cara penulaan arthropodborne disease.
1) Kontak Langsung
Artropoda secara langsung memindahkan penyakit atau infestasi dari satu orang ke orang lain
melalui kontak langsung. Contoh: scabies dan pedikulus.
2) Transmisi secara mekanis
Agen penyakit ditularkan secar mekanis oleh artropoda, misalnya penularan penyakit diare,
tifoid, keracunan makanan, dan trakoma oleh lalat. Agen penyakit yang paling banyak ditularkan
melalui artropoda adlah bakteri enteric yang ditularkan oleh lalat rumah. Lalat rumah dapat
menjadi vector agen penyakit tuberkolosis, antraks, tularemia, dan brucellosis.
3) Transmisi Secara Biologis
Agen penyakit mengalami perubahan siklus dengan atau tanpa multiplikasi di dalam tubuh
arthropoda, penularan semacam itu disebut sebagai transmisi biologis. Tiga cara transmisi
biologis:
a) Propagative
Agen penyakit tidak mangalami perubahan siklus,tetapi bermultiplikasi di dalam tubuh
vector. Contoh: plague bacilli pada pinjal tikus.
b) Cyclo-propagative
Agen penyakit mengalami perubahan siklus dan bermultiplikasi di dalam tubuh arthropoda.
Contoh: parasit malaria pada nyamuk anopheles.
c) Cyclo-devolopmental
Agen penyakit mengalami perubahan siklus, tetapi tidak bermultiplikasi didalam tubuh
arthropoda. Contoh: parasit filarial pada nyamuk Culex dan cacing pita pada Cyclops.

Jenis Vektor
Penyakit yang ditularkan melalui vector nyamuk
Beberapa virus ditularkan oleh artropoda secara biologis. Virus ini masuk dalam kelompok
Arbovirus. Lebi dari 100 jenis virus kelompok ini telah dapat dibedakan. Organisme ini bersifat
ultra mikroskopik dan merupakan parasit obligat pada sel-sel host. Virus paling penting adalah
virus yang menyebabkan yellow fever, dengue haemorhagic, ensefalitis, Colorado tickfever, dan
sandfly fever. Arthropoda virus berkembang di daerah tropis dan meluas ke daerah subtropics.
c. Penyebaran penyakit melalu vector
* Nyamuk
1 Malaria
2 Filariasis
3 Demam kuning
4 Dengue Haemorragic Fever
5 Ensefalitis Virus
* Lalat
1 Housefly (Lalat Ruamh)
2 Sandfly (Lalat Pasir)
3 Tsetse Flies (Lalat Tsetse)
4 Blackflies (Lalat Hitam)

*Tuma dan pinjal


1 Head lice, Body lice, dan Crab Lice (Tuma kepala, Tuma Badan, dan Tuma kemaluan)
2 Fleas (Pinjal)
3 Penyakit Sampar
4 Tifus Endemis
d. Penyakit Rickettsia
Contohnya:
- F Russian typhus
- Q fever

e. Penyakit Virus
Contoh:
- Colorado tick fever
- Demam Berdarah (hemorrhagic fevers)
- Louping ill
- Kyasanur forest disease
- Virus Powasson
- Russian spiring dan summer encephalitis
f. Penyakit bakteri dan spirokaeta
Contoh:
- Relapsing fever
- Tularemia
E. Strategi Pengendalian
Pengendalian Vektor
Prinsip-Prinsip Pengendalian Arthropoda
Ada beberapa prinsip yang perlu di ketahui dalam pengendalian arthropoda, antara lain:
a. Pengendalian lingkungan
b. Pengendalian kimia
c. Pengendalian biologi
d. Pengendalian genetik

Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan merupakan cara terbaikuntuk mengontrol arthropoda karenahasilnya
dapat bersifat premanen. Contoh, membersihkan tempat hidup arthropoda.

Pengendalian Kimia
Pada pengendalian ini, dilakukan penggunaan beberapa golongan insektisida, seperti golongan
organoklorin, golongan organofosfat, dan golongan karbamat.Namun, penggunaan isektisida ini
sering menimbulkan resistensi dan juga kontaminasi pada lingkungan.

Pengendalian Biologi
Pengendalian biologi ditujukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat pemakaian
insektisida yang berasal dari bahan-bahan beracun.Contoh pendekatan ini adalah pemeliharaan
ikan.

Pengendalian Genetik
Dalam pendekatan ini, ada beberapa teknik yang dapat digunakan, di antaranya setril technique,
citoplasmic incompatibility, dan choromosomal translocation.

Pengendalian Arthropoda
Berikut beberapa teknik pengendalian yang dapat diterapkan pada masing-masing arthropoda.

Pengendalian Nyamuk
Didalam upaya pengendalian nyamuk, beberapa metode yang digunakan, antara lain tindakan
anti larva, tindakan terhadap nyamuk dewasa, dan tindakan twwerhadap gigita nyamuk. Untuk
tindakan anti larva, metode berikut ini dapat diterapkan:
1. Pengwendalian lingkungan
2. Pengendalian kimia
Pengendalian kimia dapat dilaksanakan dengan menggunakan mineral oils; paris green;
insektisida sintesis, misalnya fenthion; cholorpyrofos; abate; dan malathion.
3. Pengendalian biologi

Sementara itu, didalam upaya pengendalianterhadap nymuk dewasa, beberapa metode


dibawahini dapat dilakukan.
1 Residual sprays
2 Space sprays
Penyemprotan ruang ini dapat mengunakan ekstrak pyrethrum taupun residual insektisida.
3 Pengendalian genetik
Cara-cara untuk melakukan pengendalian genetik diantaranya steril male technique;cytoplasmic
incomoatibility; chromosom translocation; dan sex distortion.

Untuk pengendalian nymuk dewasa, dapat dilakuan tindakan-tindakan berikut ini.


1. Pemasangan mosquito net (kelambu)
2. Pelaksanaan screening
3. Penggunaan repellent(kimia)
Repellent (penolak nyamuk) yang digunakan dapat mengandung zat kimia berikut:
diethyltoluamide, indalon, atau dimethyl karbote

Pengendalian Lalat Rumah


Didalam upaya pengendalain lalat rumah (housefly), beberapa metode berikut dapat dilakukan
diantranya, pengendalian lingkungan, pengendalian insektisida,fly papers, perlindungan tehadap
lalat, dan pendidikan kesehatan. Berkaitan dengan pengendalian yang menggunakan insektisida,
teknik-teknik berikut inidapat digunakan, yaitu.
1. Residual sprays
Bahan kimia yang dipakai dalam penyemprotan residual, antra lain DDT 5%, methoxchlor 5%,
lindane 0,5%, dan chlodane 2,5%
2. Baits
Untuk bait, bahan kimia yang dipakai, antara lain diazinon, malathion, dan dichlorvos.
3. Cords and ribbons
Cords dan ribbon dapat mengandung bahan diazon,fenthion, atau dimethoate
4. Space sprays
Didalam metode penyemprotan ruang, dapat digunakan pyrethrine, DDT, atau BHC.

Tabel: pengendalian lalat rumah dengan insektisida


Residual spray Dosis g/m2 Durasi bulan
DDT 1-2 26-12
Lindane 0,5 3
Malathion 2 3

5. Larvacid
Untuk larvasida, bahan kimia yang dapat dipakai, antara lain diazinon 0,5%,dichlorvos 2%, atau
dimethoate.

Pengendalian Lalat Pasir


Teknik-teknik yang biasa digunakan di dalam pengendalian lalat pasir (sandfiles)adalah
penggunaan insektisida dan pelaksanaan sanitasi lingkungan. DDT 1-2 g/m2 dan lidane 0,25
g/m2 dapat digunakan sebagai insektisida untuk mengendalikan populasi lalat pasir

Pengendalian Lalat Tsetse


Terdapat 4 teknik didalam pengendalian lalat tsetse, diantaranya penggunaan insektisida,
pembabatan tumbuhan (clearing of vegetation), game destruction atau lomba pesmunahan lalat
tsetsesecara besar-besaran dibenua Afrika, dan pengendalian genetik.DDT 25% dan Dieldrin 18-
20% dapat digunakan sebagai insektisida untuk mengendalikan populasi lalat pasir.

Pengendalian Tuma
Pengendalian tuma atau lice dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida, dalam hal ini
DDT dan Malathion (0,5%) atau denganmenerapkan persona higiene pada setiap individu.

Pengendalian Skabies
Penyebaran penyakit skabies dapat dikendaliakn melalui penggunaan bahan-bahan kimia, antra
lain benazly benzoate 25%, BHC 0,5%-10%, tetmosol 5%, dan sulfur ointment 2,5%-10%.

Pengendalian Pinjal
Untuk mencegah penyebaran penyakit yang disebabkan oleh pinjal(fleas), maka perlu dilakukan
tindakan pengendalian terhadap arthropoda tersebut. Upaya yang dapat dilakukan, antara lain
melalui penggunaan insektisida, dalam hal ini DDT, Diazinon 2%, Malathion 5%; penggunaan
repllent (misalnya, diethyl toluamide dan benzyl benzoate); dan pengendalian terhadap hewan
pengerat (rodent).

Pengendalian Sengkenit Dan Tungau


Insektisida, pengendalian lingkungan, dan perlindungan terhadap pekerja merupakan tindakan
yang tepat untuk mengendalikan penyebaran penyakit yang disebakan oleh sengkenit (ticks) dan
tungau (mites). Insekisida yang dapatdigunakan untuk mengendalikan populasi sengkenit dan
tungau ini, antara lain DDT, chlordane, dieldrin, lindane, dan malathion.

Pengendalian Cyclops
Untuk mengendalikan populasi cyclops, tiga metode berikut dapatdilakukan pengendalian fisik
melalui penyaringan dan pemasakan air (mineral sampai mencapai suhu 600C); pengendalian
kimia, yaitu dengan mengunakan khlorine 5ppm, lime (batu kapur), dan abate (1 mg/liter), dan
pengendalian biologis, yaitu melaluipemeliharaan ikan.

1 Falsafah dan Pertimbangan Dasar Pengendalian Kimia

Dalam konsep pengendalian hama, perlu diterapkan terlebih dahulu bahwa suatu populasi
hama tidak mungkin dapat diberantas habis (eradikasi total), kecuali di dalam suatu local yang
amat terbatas dan benar-benar terisolasi dari popoulasi-populasi lainnya.
Dalam hubungan ini, maka informasi menyeluruh tentang vector sasaran serta keadaan setempat
perlu dikuasai apabila hasil maksimal ingin dicapai. Idealnya, urutan langkah seperti berikut inila
yang harus diikuti:
1 . Mengetahui identitas hama sasaran.
2 . Mengetahui sifat dan cara hidup (biokologi) vector sasaran.
3 . Memilih alternative cara pengendalian.
4 . Memilih pestisida
5 . Menentukan cara aplikasinya.

1 Pengendalian Vektor dengan Non-Insektisida


Dalam garis besar pemberantas nonkimai dibagi menjadi tiga cara,yaitu:
a. Modifikasi lingkungan
Cara ini misalkan, dengan mengatur system irigasi,penimbunan tempat-tempat yang dapt
menampung air hingga mengenang mengalirka air yang mengenang hingga kering dan
sebagainya.
b Manipulasi lingkungan
Cara ini, keadaan lingkungan diubah sedemikian rupa sehingga menjadi tidak cocok unuk
perkembangan vector. Misalnya, pembersihan tanaman air yang mengapung (ganggang dam
lumut) dari lagoon, akan mengubah lagoon menjadi tidak cocok untuk perkembangan Anopheles
sundaicus.
c Mengurangi kontak antara vector dengan orang
Cara ini dapat di lakukan dengan bermacam-macam cara misalnya memakai kelambu,
memasang kasa pada ventilasi/jendela dan menggunakan ternak untuk membelokkan sasaran
binatang mencari darh untuk golongan vector zoofilik.

2 Pemberantasan Vektor secara Biologis


Dapat dibedakan atas:
a ) Menggunakan pathogen dan parasit
b ) Predator
c ) B.T.I.H-14 (bacillus thuringiensis H-14)

3 Pemberantasan Vektor secara Genetik


Salah satu cara pengendalian genetic ini adalah melepaskan nyamuk-nyamuk vector jantan
yang telah disterilkan. Jantan steril diharapakan dapat mengawinkan betina dialam.Karena betina
hanya dpat kawin sekali, maka jika kebetulan kawin dengan jantan steril betina tersebut tidak
menghasilkan keturunan.

3 .Pengendalian Vektor dengan Kimia (Insektisida)


Penggunaan insektisida yang tepat merupakan salah satu factor yang penting dalam
menentukan keberhasilan pengendalian vector. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan insektisida adalah ketepatan dala penentuan dan pengukuran dosis.Dosis yang
terlalu tinggi akan menyebabkan pemborosan insektisida disamping akan merusak lingkungan.
Dosis yang terlalu rendah mengakibatkan vector tidak mati dan mempercepat timbulnya
resistensi.

a .Dosis Insektisida
Dosis adalah jumlah insektisida dalam litar atau kilogram yang digunakan untuk
mengendalikan vector tiap satuan luas tertentu.Dosis bahan aktif adalah insektisida yang
dibutuhkan untuk keperluan satuan volume larutan.
b . Konsentrasi Insektisida
Terbagi tiga:
1 . Konsentrasi bahan aktif
2 . Konsentrasi formulasi
3 . Konsentrasi larutan atau konsentrasi insektisida
c . Alat Semprot
Alat untuk aplikasi insektisida terdiri dari macam-macam seperti knapsack sprayer (high
volume) biasanya dengan volume larutan konsentrsi sekitar 500 liter, mist blower (low volume),
swing fog (fogging), dn atomizer (ultra low volume) biasnya kurnag dari 5 liter.
Taksonomi Insektisida
Insektisid yang digunakan untuk kesehatan masyarakat dapat dibagi dalam kelompok sebgai
berikut:
a . Mineral, misalnya
b . Botanicl, misalnya
c . Chlorined hydrocarbon
d . Organophosphate
e . Carbamate
f . Fumigant

Beberapa insektisida yang penting dapat dikelompokkan sebagai berikut:


a ) Kelompok mineral
Minyak memiliki bagian yang toksik dan mudah menguap yang dapat menembus trachea
pada larva dan pupa dan menghasilkan pengaruh anesthesia. Minyak juga memiliki bagian yang
tidak memiliki efek toksik langsung,yang kurang menguap,namun menghambat pernapasan
secara mekanis.
b ) Kelompok botanical
Mempunyai tiga elemen, yakni karbon,hydrogen,dan oksigen.Mereka tidak mempunyai
elemen chlorine seperti halnya chlorinated hydrocarbon.
c ) Kelompok Chlorinated Hydrocarbon
Kelompok ini memiliki elemen-elemen chlorine,hydrogen,dan carbon.Kelompok ini cara
kerjanya adalah sebagai racun terhadap sususan saraf pusat.
d ) Kelompok Organophosphate
Organophosphate berasal dari H2PO4 (asam fosfat).
e ) Kelompok Carbamate
Carbamate adalah derivate CO2NH3, (Carbomic acid).
f ) Kelompok Fumigant
Fumigant adalah gas yang membunuh sel tubuh dan jaringan sesudah masuk ke tubuh
serangga melalui dinding tubuh dan alat pernapasan.

Manajemen Pengendalian Vektor


Program pengendalian vektor adalah sebagian dari program kesehatan masyarakat. Dintara hal-
hal yang perlu ada dalam perencanaan pengendalian bektor yaitu:
a ) Identifikasi Masalah
Data yang diperlukan adalah:
1 ) Data endemisitas penyakit ditularkan vector.
2 ) Data ekologi vector.
b ) Studi Kelayakan
Studi kelayakan merupakan studi pendahuluan untuk menepatkan dapatnya suatu
objek dikerjakan hingga selesai dengan mempertimbangkan car dan sumber yang
tersedia.
c ) Percobaan lapangan (Pilot Field Trial)
d ) Analisis Dampak
Perkiraan perlu dibuat tentang dampak negative dan dampak positif dari program
pengendalian vector yang direncanakan. Dampak negative isalnya risiko toksik.

binatang pengganggu
Serangga dan Binatang Pengganggu
—-Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang kemudian disebut sebagai vektor
misalnya : pinjal tikus untuk penyakit pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk
Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki Gajah/Filariasis.
Penanggulangan/pencegahan dari penyakit tersebut diantaranya dengan merancang rumah/tempat
pengelolaan makanan dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan pestisida untuk
mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan menutup) tempat
penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di rumah atau
dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi.
—-Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing dapat menularkan penyakit
rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara perpindahan bibit penyakit ke makanan
sehingga menimbulakan diare. Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang
dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri penyebab.
http://rojiarifin.blogspot.co.id/2011/12/binatang-pengganggu.html

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tikus adalah hewan mengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman
pertanian, perusak barang digudang dan hewan penggangu yang menjijikan di perumahan.
Belum banyak diketahui dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan
dan menularkan berbagai penyakit kepada manusia, ternak dan hewan peliharaan.
Tikus merupakan masalah rutin di pelabuhan terutama di kapal, karena itu
pengendaliannya harus dilakukan secara rutin. Hewan mengerat ini menimbulkan kerugian
ekonomi yang tidak sedikit, merusak bahan pangan, instalasi medik, instalasi listrik, peralatan
kantor seperti kabel-kabel, mesin-mesin komputer, perlengkapan laboratorium, dokumen/file dan
lain-lain, serta dapat menimbulkan penyakit. Beberapa penyakit penting yang dapat ditularkan ke
manusia antara lain, pes, salmonelosis, leptospirosis, murin typhus, untuk itu dibutuhkan
pengendalian tikus seperti pemberantasan dengan cara fumigasi.
Fumigasi adalah pengendalian hama dengan jalan memasukkan atau melepaskan fumigan
( Pestisida ) ke dalam ruangan tertutup atau kedapudara (gas tight) untuk beberapa waktu dalam
dosis dan konsentrasi yangdapat mematikan hama.
Ditinjau dari nilai estetika, keberadaan tikus akan menggambarkan lingkungan yang tidak
terawat, kotor, kumuh, lembab, kurang pencahayaan serta adanya indikasi penatalaksanaan /
manajemen kebersihan kapal yang kurang baik. Mengingat besarnya dampak negatif akibat
keberadaan tikus dan mencit di kapal, maka kapal harus terbatas dari hewan ini.
Sebagai langkah dalam upaya mencegah kemungkinan timbulnya penyebaran penyakit
serta untuk mencegah timbulnya kerugian sosial dan ekonomi yang tidak diharapkan, maka perlu
dilakukan pengendalian tikus di kapal dengan cara fumigasi.
A. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian dari tikus?
2. Bagaimanakah morfologi tikus?
3. Sebutkanlah jenis-jenis tikus?
4. Apa sajakah makanan yang dimakan tikus?
5. Bagaimanakah perkembangbiakan tikus?
6. Sebutkanlah tanda-tanda keberadaan tikus?
7. Apa sajakah penyakit yang di sebabkan oleh tikus?
8. Apakah pengertian dari fumigasi?
9. Bagaimana pelaksanaan pemberantasan tikus di kapal?
10. Apa sajakan alat dan bahan yang digunakan dalam fumigasi?
11. Bagaimanakah prosedur kerja fumigasi kapal?

B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari tikus
2. Mahasiswa dapat mengetahui morfologi tikus
3. Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis tikus
4. Mahasiswa dapat mengetahui makanan yang di makan oleh tikus?
5. Mahasiswa dapat mengetahui perkembangbiakan tikus
6. Mahasiswa dapat mengetahui tanda-tanda keberadaan tikus
7. Mahasiswa dapat mengetahui penyakit yang di sebabkan oleh tikus
8. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari fumigasi
9. Mahasiswa dapat mengetahui bentuk pelaksanaan pemberantasan tikus di kapal
10. Mahasiswa dapat mengetahui alat dan bahan yang digunakan dalam fumigasi
11. Mahasiswa dapat mengetahui prosedur kerja fumigasi kapal

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tikus
1. Pengertian Tikus
Tikus adalah binatang yang termasuk dalam ordo rodentia, sub ordo Myormorpha, family
muridae. family muridae ini merupakan family yang dominan dari ordo rodentia karena
mempunyai daya reproduksi yang tinggi, pemakan segala macam makanan (omnivorous) dan
mudah beradaptasi dengan lingkungan yang diciptakan manusia. jenis tikus yang sering
ditemukan dihabitat rumah dan ladang adalah jenis rattus dan mus.
Adapun klasifikasi dari tikus adalah sebagai berikut :
Dunia : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Subklas : Theria
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Sub family : Muridae
Genus : Rattus dan Mus
Species : Rattus tanezumi
Rattus norvegicus
Rattus exulans
Rattus tiomanicus
Rattus argentiventer
Rattus niniventer
Bandicota
Mus musculus

2. Morfologi Tikus
Secara umum morfologi tubuh tikus dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kepala dan badan
beserta bagian-bagiannya.
a. Kepala
Bentuk kepala tikus adalah kerucut atau kerucut terpton, dengan misai (kumis) pada
ujung moncongnya yang berfungsi sebagai alat peraba. Mata terletak di bagian tepi dari kepala
dan letaknya agak menonjol keluar, sehingga mempunyai sudut pandang yang lebar. Gigi tikus
terdirr dari gigi seri dan geraham, tidak mempunyai gigi taring sehingga terdapat celah di antara
gigi seri dan geraham yang berfungsi untuk mengeluarkan kotoran yang terbawa bersama
makanannya, atau untuk mengeluarkan makan yang tidak disukainya. Gigi seri tikus selalu
mengalami perpanjangan, sehingga perlu dikurangi dengan jalan mengeratkan gig serinya pada
benda-benda yang keras. Tidak heran bila ada benda-benda yang tidak biasa dimakan tetapi
digigit oleh tikus, hal itu untuk mengurani pertumbuhan gigi serinya. Gigi seri berfungsi untuk
memotong makanan, sedangkan geraham untuk mengunyah makanan.
b. Badan
Bentuk badan tikus adalah silindris memanjang kebelakang. Batas antara kepala dan
badan tidak begitu jelas sehingga dalam identifikasi jenis-jenis tikus, kepala dan badan digabung
dan dipisahkan dengan ekor. Badan (dan juga kepala) ditutupi oleh rambut yang warnanya
berbeda-beda tergantung jenisnya. Pada bagian bawah badan tikus betina yang sudah dewasa
terdapat puting susu yang jumlahnya bervariasi antara 2-6 pasang, tergantung dari jenisnya. Pada
bagian ujung belakang badan bagian bawah terdapat alat kelamin dan anus. Pada tikus jantan
dewasa terdapat organ kelamin berupa kantung yang merukapan tempat dihasiilkannya sperma.
Pada saat tikus belum dewasa kantung tersebut berada di dalam tubuh, kemudian berangsur-
angsur keluar sesuai dengan umur tikus.
Pada badan tikus terdapat anggota badan berupa 2 pasang kaki (tungkai) dan ekor. Pada telapak
kaki terdapat tonjolan-tonjolan yang berfungsi untuk membantu tikus dalam memanjat. Ekor
tikus gundul (tidak berambut), merupakan ciri yang membedakannya dengan bajing (ekor
berambut tebal) dan landak (ekor berduri).
3. Jenis-jenis Tikus
1. Tikus Rumah (Rattus tanezumi)
Tikus ini mempunyai panjang ujung kepala sampai ujung ekor 220-370 mm, ekor 101-
180 mm, kaki belakang 20-39 mm, ukuran telinga 13-23 mm, sedangkan rumus mamae 2+3=10.
Warna rambut badan atas coklat tua dan rambut badan bawah (perut) coklat tua kelabu. Yang
terrnasuk dalam jenis tikus rumah (rattus rattus) yaitu tikus atap (roof rat), tikus kapal (ship rat),
dan black rat. Jika dilihat dari jarak kedekatan hubungan antara aktifitas tikus dengan manusia,
tikus rumah merupakan jenis domestik, yaitu aktifitas dilakukan di dalam rumah manusia atau
disebut juga tikus komensal (comensal rodent) atau synanthropic.
Tikus rurnah merupakan binatang arboreal dan pemanjat ulung .
Kemampuan memanjat tembok kasar dan turun dengan kepala dibawab sangat lihai, dan hila
jatuh dari ketinggian 5,5 meter tidak akan menirnbulkan luka yang berarti bagi tikus. Makanan
yang dibutuhkan seekor tikus dalam sehari sebanyak 10- 15% dari berat badannya. Perilaku
makan tikus dengan memegang makanan dengan kedua kaki depan, dan kebiasaan mencicipi
makanan untuk menunggu reaksi makanan tersebut dalam perutnya. Hal ini perlu diperhatikan
apabila kita memberantas tikus dengan racun. Tikus mempunyai kebiasaan mencari makan dua
kali sehari yaitu pada 1-2 jam setelah matahari tenggelam dan pada l-2 jam sebelum fajar.
Umur tikus rumah rata-rata satu tahun dan mencapai dewasa siap kawin pada umur 2-3 bulan
baik pada tikus jantan maupun betina. Masa bunting selama 21-23 hari dan seek or tikus betina
dapat melahirkan 6-12 (rata-rata 8) ekor anak tikus. Setelah 24-48 jam melahirkan, tikus betina
siap kawin lagi atau disebutpost partum oestrus.
Dalam tubuh tikus, terdapat beberapa hewan lain (parasit) yang ada di dalam tubuh
(endoparasit) dan diluar/menempel di tubuh (ektoparasit) yang merupakan penular atau penyebab
banyak sekali jenis penyakit. Endoparasit tikus antara lain cacing, virus, jamur, protozoa, bakteri,
dan rickettsia yang mempunyai tempat hidup di bati dan ginjal tikus. Sedangkan ektoparasit tikus
meliputi: pinjal (fleas) : Xenopsylla cheopsis, Stivalus cognatus; kutu (lice) : Polyp/ax spinulosa,
Hoplopleura pasifica; larva tungau (chigger) ; tungau (mite);dan caplak(ticks).
2. Tikus Got (Rattus norvegicus)
Tikus got ini mempunyai panjang ujung kepala sampai ekor 300-400 mm, panjang
ekornya 170-230 mm, kaki belakang 42-47 mm, telinga 18-22 mm dan mempunyai rumus
mamae 3+3=12. Warna rambut bagian atas coklat kelabu, rambut bagian perut kelabu. Tikus ini
banyak dijumpai diseluruh air/roil/got di daerah kota dan pasar.
3. Tikus Ladang (Rattus exulans)
Tikus ladang mempunyai panjang ujung kepala sampai ekor 139-365 mm, panjang ekor
108-147 mm, kaki belakang 24-35 mm dan ukuran telinga 11-28 mm dan mempunyai rumus
mamae 2+2=8. Warna rambut badan atas coklat kelabu rambut bagian perut putih kelabu. Jenis
tikus ini banyak terdapat di semak-semak dan kebun/ladang sayur-sayuran dan pinggiran hutan
dan kadang-kadang masuk ke rumah.
4. Tikus Sawah (Rattus Argentiveter)
Tikus sawah (Rattus rattus argentiventer) merupakan hama yang dapat menimbulkan
kerugian bagi tanaman pertanian, yang dapat menyerang tanaman padi, jagung, kedelai, kacang
tanah dan ubi-ubian.
Panjang tikus sawah dari ujung kepala sampai ujung ekor 270-370 mm, panjang ekor 130-192
mm, dan panjang kaki belakang 32-39 mm, telinga 18-21 mm sedangkan rumus mamae 3+3=12.
Warna rambut badan atas coklat muda berbintik-bintik putih, rambut bagian perut putih atau
coklat pucat. Tikus jenis ini banyak ditemukan di sawah dan padang alang-alang.
R. rattus argentiventer (tikus sawah) adalah merupakan binatang pengerat.
Tanda karakteristik binatang pengerat ditentukan dari giginya. Gigi seri berkembang sepasang
dan membengkok, permukaan gigi seperti pahat. Selain itu terdapat diastema (bagian lebar tidak
bergigi yang memisahkan gigi seri dengan geraham), serta tidak mempunyai taring. Gigi lainnya
berada di bagian pipi terdiri dari 1 geraham awal (premolar) dan 3 geraham atau hanya 3
geraham (Anonim, 1989).
5. Tikus Wirok (Bandicota indica)
Panjang dari tikus wirok ini dari ujung kepala sampai ekor 400-580 mm, panjang ekornya
160-315 mm, kaki belakang 47-53 mm, telinga 29-32 mm seangkan rumus mamae 3+3=12.
Warna rambut badan atas dan rambut bagian perut coklat hitam, rambutnya agak jarang dan
rambut di pangkal ekor kaku seperti ijuk, jenis tikus ini banyak dijumpai di daerah berawa,
padang alang-alang dan kadang-kadang di kebun sekitar rumah.
6. Mencit (Mus musculus)
Mencit adalah binatang asli Asia, India, dan Eropa Barat.Mencit (Mus musculus) adalah
anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah
dan dikenal sebagai hewan pengganggu karena kebiasaannya menggigiti mebel dan barang-
barang kecil lainnya, serta bersarang di sudut-sudut lemari. Mencit percobaan (laboratorium)
dikembangkan dari mencit, melalui prosesseleksi. Sekarang mencit juga dikembangkan
sebagai hewan peliharaan.
Tikus ini mempunyai panjang ujung kepala sampai ekor kurang dari 175 mm, ekor 81-108
mm, kaki belakang 12-18 mm, sedangkan telinga 8-12 mm, sedangkan rumus mamae 3+2=10.
Warna rambut badan atas dan bawah coklat kelabu.
4. Makanan Tikus
Tikus merupakan hewan yang mempunyai preferensi makanan yang banyak, baik yang
berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Walaupun demikian biji-bijian seperti gabah, beras
dan jagung tampaknya lebih disukai daripada yang lain. Seekor tikus dapat merusak 283 bibit
padi per hariatau 103 batang padi bunting per hari. Setelah itu, tikus juga menyukai umbi-umbian
serperti ubi jalar dan ubi kayu. Makanan yang berasal dari hewan terutama adalah serangga dan
hewan-hewan kecil lainnya. Makanan dari hewan ini merupakan sumber untuk pertumbuhan dan
untuk memperbaiki bagian-bagian tubuh yang rusak, sedangkan makanan yang berasal dari
tumbuhan dimanfaatkan sebagai sumber tenaga.
Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa kebutuhan makanan seekor tikus
setiap hari kira-kira 10% dari bobot tubuhnya, tergantung dari kandungan air dan gizi dalam
makanannya.Tikus merupakan hewan yang aktif pada maam hari sehingga sebagian besar
aktivitas makannya dilakukan pada malam hari.Tikus memiliki sifat “neo-fobia”, yaitu takut atau
mudah curiga terhadap benda-benda yang baru ditemuinya. Dengan adanya sifat tikus yang
demikian, maka makanan akan dimakan adalah makanan yang sudah biasa ditemui. Dia akan
mencicipi dulu makanan yang baru ditemuinya.
Hal ini dapat mempengaruhi keberhasilan pengendalian secara kimia dengan
menggunakan umpan beracun, sehingga harus diusahakan agar umpan yang digunakan adalah
umpan yang disukai oleh tikus dan tempat umpanyang digunakan adalah benda-benda alami
yamg banyak terdapat di alam. Dan bila makanan yang dimakan tersebut membuat keracunan
dengan cepat maka dia akan mengeluarkan suara kesakitan dan tanda bahaya kepada teman-
temannya. Maka dari itu untuk penggunaan pestida kimia sebaiknya digunakan pestisida yang
membunuh secara perlahan, dimana tikus tersebut akan mati dalam beberapa hari, sehingga tikus
tersebut tidak merasa kapok dan tidak akan tahu kalau makanan yang dimakannya ternyata
beracun.
Dalam mencari makanan, tikus selalu pergi dan kembali melalui jalan yang sama,
sehingga lama-lama terbentuk jalan tikus. Hal ini disebabkan tikus akan merasa aman untuk
melewati jalan yang sama, daripada setiap saat harus membuat jalan baru. Jalan yang sama dapat
ditandai dengan gesekan benda-benda di sekitar jalan tersebut dengan misainya, dan juga karena
adanya air seni yang dikeluarkan pada jalan tersebut yang dapat diciuminya.
5. Indera Pada Tikus
1) Indera Penglihatan Tikus
Dilihat dari pengelihatannya menurut para ahli konon tikus ternyata tikus mempunyai
pengelihatan yang jelek, yaitu ternyata tikus adalah hewan yang buta warna, artinya ia hanya
dapat melihat benda-benda berwarna hitam dan putih. Akan tetapi, tikus tampaknya tertarik pada
warna-warna hijau, kuning dan hitam. Warna hijau dan kuning diduga merupakan warna daun
dan malai tanaman padi yang merupakan makanan utamanya di lapang. Sedangkan warna hitam
merupakan warna gelap yang terlihat pada malam hari. Kemampuan tikus dalam melihat benda-
benda yang ada di depannya dapat mencapai 10 meter.
2) Indera Penciuman Tikus
Organ penciuman tikus sangat baik, terutama untuk mencium bau makanannya. Tikus
jantan dapat mencium bau tikus betina yang sedang birahi untuk dikawininya.Tikus betina dapat
mencium bau anaknya yang keluar dari sarang berdasarkan air seni yang dikeluarkan oleh
anaknya.
3) Indera Pendengaran Tikus
Pendengaran tikus sangat baik. Tikus dapat mendengar suara-suara dengan frekuensi tinggi,
yang tidak dapat didengar oleh manusia. Berdasarkan suara-suara yang dikeluarkan oleh tikus,
dapat dibagi menjadi beberapa suara, yaitu :
 Suara-suara pada saat akan melakukan perkawina
 Suara-suara menandakan adanya bahaya
 Suara-suara pada saat menemukan makanan
 Suara-suara pada saat tikus mengalami kesakitan
6. Sarang Tikus
Sarang yang dibuat biasanya mempunyai lebih dari satu pintu, pintu utama untuk jalan keluar
dan masuk setiap hari, pintu darurat yang digunakan dalam keadaan yang membahayakan,
misalnya pada saat dikerjar oleh predator ataupun pada saat dilakukan gropyokan, dan pintu yang
menuju ke sumber air sebagai minumnya. Pintu darurat ini disamarkan dengan cara ditutupi
dengan daun-daunan.Selain itu, sarang tikus juga terdiri dari lorong yang berkelok-kelok;
semakin banyak anggota keluarga tikus, semakin panjang lorong yang dib Sarang tikus juga
dilengkapi dengan ruangan/kamar yang difungsikan untuk beranak dan kamar sebagai gudang
tempat meyimpan bahan makanan.
7. Perkembangbiakan
Tikus berkembang biak dengan sangat cepat, tikus menjadi dewasa dalam arti dapat
kawin mulai umur 3 bulan, masa bunting tikus betina sangat singkat, kira-kira 3 minggu. Jumlah
anak yang dihasilkan setiap kelahiran berkisar antara 4 – 12 ekor (rata-rata 6 ekor) tergantung
dari jenis dan keadaan makanan di lapangan. Dan setelah 2-3 hari setelah melahirkan tikus-tikus
tersebut sudah siap kawin lagi.
8. Tanda-tanda Keberadaan Tikus
Untuk mengetahui ada tidaknya tikus pada suatu tempat dan mencegah kemungkinan
bahaya dari makanan yang tercemar oleh tikus adalah sebagai berikut :
1. Droping
Adanya kotoran tikus yang ditemukan di tempat/ruangan yang diperiksa. Tinja tikus
mudah dikenal dari bentuk dan warna yang khas, tanpa disertai bau yang mencolok, tinja tikus
yang masih baru lebih terang dan mengkilap serta lebih lembut (agak lunak), makin lama maka
tinja akan semakin keras.
2. Run ways
Jalan yang biasa dilalui tikus dari waktu ke waktu disuatu tempat disebut run ways. Tikus
mempunyai kebiasaan melalui jalan yang sama, bila melalui lubang diantara eternit rumah, maka
jalan yang dilaluinya lambat laun menjadi hitam.
3. Grawing
Grawing merupakan bekas gigitan yang dapat ditemukan, tikus dalam aktivitasnya akan
melakukan gigitan baik untuk makan maupun membuat jalan misalnya lubang dinding.
4. Borrow
Borrow adalah lubang yang terdapat pada sekitar beradanya tikus seperti dinding, lantai,
perabotan dan lain-lain.
5. Bau
Tikus akan mengeluarkan bau yang disebabkan oleh tubuh tikus atau urinnya.
6. Tikus hidup
Tikus hidup akan berkeliaran walaupun hanya sebentar.
Ditemukannya Bangkai tikus baru atau lama di tempat yang diamati.
9. Penyakit yang Disebabkan Oleh Tikus
Tikus berperan sebagai tuan rumah perantara untuk beberpa jenis penyakit yang dikenal
Rodent Borne Disease. Penyakit-penyakit yang tergolong Rodent Borne Disease adalah :
1. Pes atau sampar atau plague atau la peste merupakan penyakit zoonosis yang timbul pada
hewan pengerat dan dapat ditularkan pada manusia. Penyakit tikus ini menular dan dapat
mewabah. Gejalanya antara lain adalah demam tinggi tanpa sebab, timbulnya bubo pada femoral,
inguinal dan ketiak juga sesak dan batuk.
2. Salmonellisis yang merupakan penyaklit yang disebabkan bakteri salmonella yang dapat
menginfeksi hewan dan juga manusia. Tikus yang terinfeksi bakteri ini akan dapat menyebabkan
kematian pada manusia dan salmonellisis dapat tersebar dengan melalui kontaminasi feses.
Gejalanya antara lain adalah gastroenteritis, diare, mual, muntah dan juga demam yang diikuti
oleh dehidrasi.
3. Leptospirosis merupakan infeksi akut disebabkan oleh bakteri leptospira yang menyerang
mamalia. Ini dapat menyerang siapapun yang memiliki kontak dengan berbagai benda maupun
hewan lain yang mengalami infeksi leptospirosis. Gejalanya antara lain adalah sakit kepala,
bercak merah di kulit, gejala demam dan juga nyeri otot.
4. Murine typhus adalah penyakit yang disebabkan oleg Rickettsian typhi atau R. mooseri yang
dapat dotuarkan melalui gigitan pinjal tikus. Gejalanya antara lain adalah kedinginan, sakit
kepala, demam, prostration dan nyeri di seluruh tubuh. Ada juga bintil-bintil merah yang timbul
di hari kelima hingga keenam.
5. Rabies merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf pusat dan memiliki gejala khas yaitu
penderita jadi takut terhadap air dan karena inilah rabies juga sering disebut hidrofobia. Tikus
menyebarkan penyakit ini melalui gigitan. Gejala awal dari rabies tidaklah jelas, umumnya
pasien merasa gelisah dan tidak nyaman. Gejala lanjut yang dapat diidentifikasi antara lain
adalah rasa gatal di area sekitar luka, panas dan juga nyeri yang lalu bisa saja diikuti dengan sakit
kepala, kesulitan menelan, demam dan juga kejang.
6. Rat-Bit Fever atau demam gigitan tikus disebabkan oleh gigitan tikus dan biasanya dialami
anak-anak di bawah 12 tahun dan penyakit ini memiliki mas inkubasi selama 1 hingga 22 hari.
Gejala yang ditimbulkan antara lain adalah sakit kepala, muntah, kedinginan dan demam. Bakteri
di dalam gigitan tikus merupakan penyebab dari penyakit tikus ini.
B. Fumigasi
1. Pengertian fumigasi
Fumigasi (dari bahasa Inggris fume yang berarti asap), adalah sebuah metode pengendalian
hama menggunakanpestisida. Dalam proses ini, sebuah area akan secara menyeluruh dipenuhi
oleh gas atau asap, membunuh semuahama didalamnya.
Fumigasi adalah peracunan tikus beserta ekstoparasinya dengan menggunakan gas beracun
(fumigan). Fumigasi adalah salah satu pengendalian tikus secara kimiawi, yaitu dengan
menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat membunuh tikus atau dapat menggangu aktivitas
untuk makan, minum, mencari pasangan, maupun reproduksinya. Fumigasi biasanya dilakukan
dirumah, gudang, kapal laut, atau sarang tikus didalam tanah. Fumigant ini tidak hanya
berbahaya bagi tikus dan ekstoparasitnya, tetapi juga berbahaya bagi manusia yang
mengaplikasikannya serta manusia dan hewan lainyang berada di sekitar tempat berlangsungnya
proses fumigasi tersebut.Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan fumigasi adalah
sebagai berikut:
1. Fumigant yang digunakan harus mempunyai berat molekul lebih dari 28, yaituberat molekul N
yang mendominasi udara (sampai 78%). Jika tidak demikian, gas yang dihasilkan akan melayang
dan hilang.
2. Memperhatikan kelembaban relatif di dalam tanah dan ukuran partikel tanahpada saringan tikus
didalam tanah. Kelembaban relatif udara di dalam tanah harus cukup tinggi sehingga fumigant
yang diaplikasikan dalam bentuk padat (phostoxin) dapat segera bereaksi dengan uap air (H2O
gas) sehinggaterbentuk gas beracun. Jika ukuran partikel tanah cukup besar, maka gasberacun
akan banyak yang terbuang melalui celah pori-pori tanah.
Ruangan yang akan difumigasi harus tertutup rapat dan tidak ada ventilasi yang terbuka yang
menghubungkan antara udara didalam dengan udara diluarserta tidak boleh ada seorang pun
yang ada didalam ruangan tersebut. Hal ini dimaksudkan karena bahan fumigant tesebut sangat
berbahaya baik bagi tikus maupun manusia.
2. Fumigasi Kapal
Serangan hama tidak biasa dalam kapal, sangat penting untuk mengambil alih situasi untuk
menghilangkan hama terutama tikus, sebagai bagian dari persyaratan hukum. Tikus, khususnya,
sangat mengkhawatirkan karena perkembangan drastis keberadaan mereka jika dibiarkan terus
berkembang biak.
Pada pertengahan 1300-an, hampir setengah dari penduduk Eropa meninggal dengan
pecahnya wabah pada periode yang disebut Black Death. Wabah pneumonia, penyebab oleh
bakteri Yersinia pestis. Biasanya, pneumonia disebabkan oleh penyebaran sekunder dari infeksi
lanjutan pada populasi tikus. Kutu bertindak sebagai vektor untuk bakteri ini dan akan
menginfeksi populasi tikus ketika memiliki makan darah.
Upaya yang dilakukan oleh KKP dalam program pemberantasan tikus, meliputi upaya
pemberantasan tikus di kapal yang dilakukan dengan fumigasi serta upaya pemberantasan tikus
dipelabuhan melalui metode mekanik (trapping), kimia (rodenticide, fumigant) maupun
peningkatan sanitasi lingkungan, Upaya tersebut diharapkan Indonesia bias bebas dari penyakit.
Pada fumigasi kapal, perlu untuk mengosongkan semua wilayah fumigasi dan area risiko,
dan memastikan upaya yang telah dilakukan untuk menutup semua celah dan retakan untuk
mencegah fumigan keluar setelah fumigasi dilakukan. Masuk kembali ke area fumigasi hanya
diperbolehkan bila telah dinyatakan aman dan bebas dari bahaya oleh staf fumigasi setelah
dilakukan proses areasi.
3. Pelaksanaan Pemberantasan tikus di kapal
Pelaksanaan pemberantasan tikus di kapal dilakukan dengan poisoning, trapping ataupun
fumigasi baik memakai fumigant HCN maupun CH3 Br. Untuk HCN digunakan dosis 2 gr per m3
ruang yang digas, dengan waktu kontak 2 jam, sedangkan untuk CH 3Br dosis adalah 4 gr per m3
ruang yang digas, dengan waktu kontak 4 jam (HAU, 1974). Sedangkan dalam pelaksanaan di
lapangan dipakai dosis 10 gr per m3 ruangan dengan waktu kontak 10 jam. Prinsip pelaksanaan
fumigasi gr per m3 ruangan dengan waktu kontak 10 jam. Prinsip pelaksanaan fumigasi ruang ka pal
tersebut dengan waktu kontak sesuai jenis fumigan yang digunakan. Selanjutnya kapal dibebaskan
dari gas dengan aerasi selama kurang lebih 1-2 jam, baru kapal dinyatakan aman dengan
menggunakan gas detector (Lamoureux, 1967).
Gas HCN CH3Br Dosis 2 gram / m3 4 gram / m3 Waktu kontak 2 jam 8 jam Sifat Sangat
berbahaya, non korosif, lebih ringan dari udara, berupa gas yang distabilkan dengan porous materials
(Cartoon disc) Sangat berbahaya, korosif, lebih berat dari udara Wujud : liqid dan gas. Kemasan
Kaleng 0,5; I; 1,5 dan 2 kg Tabung 25 dan 50 kg Antidote Amyl Nitrit dan Sodium thiosulfat Tidak
ada (WHO, 1984).
a) Fumigasi dengan HCN.
1. Kemasan
Aero HCN Discoids” berisi asam hydrocyanide murni, berkisar rata-rata 96 % sampai 98%,
terserap dalam bahan porous dan bersifat menyerap seperti bubur kayu atau karton dalam bentuk
lempengan tipis. Lempengan ini mudah disebar di lantai ruangan dan di tempat-tempat terpencil yang
biasanya terdapat banyak serangga. Kemasan produk disesuaikan untuk penggasan ruangan yang
kecil. Lempengan ini tidak pecah ataupun berantakan walaupun dilemparkan atau ditangani secara
kasar, sehingga lempengan tetap bersih, tidak meninggalkan kotoran atau debu di tempat yang
digas. Aero HCN Discoids berisi asam hydrocyanide murni dipasarkan dalam kaleng khusus kemasan
0,5 kgs, 1 kg, 1,5 kgs., 2 kg (WHO, 1972).
Bahaya dari HCN adalah gas yang sangat beracun. Lempengan harus disebar secara langsung
dari kalengnya dan diusahakan agar tidak memegang nya dengan tangan telanjang. HCN dapat di
serap melalui kulit ataupun melalui paru-paru.
Penyimpanan kaleng HCN harus di tempat yang dingin, kering dan berventilasi baik. Tidak
semua orang diperkenankan membuka kaleng lempengan HCN kecuali bagi yang telah
berpengalaman menggunakan asam hydrocyanide, dan diwajibkan untuk menggunakan gas mas ker,
dilengkapi dengan saringan khusus. Berat jenis HCN lebih ringan dari udara, sehingga dalam
operasionalnya, penyebaran gas dimulai dari dek paling atas selanjutnya turun ke dek dibawahnya
dan diakhiri pada dek dimana pintu keluar disiapkan. Untuk penyebaran lempengan HCN, tidak
dibenarkan memegang satu persatu, karena cara ini banyak makan waktu dan membiarkan seseorang
terkena gas yang berbahaya walaupun telah dilengkapi dengan masker dan canister khusus HCN.
Permukaaan kulit yang terkena asam hydrocyanide, harus dicuci dengan air sesegera mungkin guna
mencegah keracunan.
2. Dosis
Dosis HCN yang digunakan untuk penggasan tikus adalah 2 ounces/cubicfeet ruangan
denganexposure 2 sampai 3 jam. Jika terdapat tempat- tempat yang dapat menjadi sarang tikus,
disebabkan karena konstruksi atau muatan dari kapal, maka dipakai konsentrasi lebih tinggi,
umpamanya 3 sampai 4ounces setiap 1000 cubicfeet ruangan. (1 oz = 28,31 g; 1000 c.f. = 28,3 m3)
(WHO, 1972; WHO, 1971 ; WHO, 1999).
b) Fumigasi dengan CH3Br.
CH3Br merupakan gas cair, yang disimpan dalam tabung bertekanan. Untuk mengeluarkan
gas dari tabung tinggal membuka kran tabung tersebut. Di pasaran dijual CH3Br dalam kemasan 25
kgs., 50 kgs., dan 100 kgs. Berat jenis gas ini lebih besar dari udara, sehingga dalam pelaksanaannya
ruang yang digas adalah mulai dari dek terbawah berturut -turut kemudian kedek diatasnya dan
berakhir di dek paling atas. Mengingat gas ini tidak mempunyai antidote, maka cara pelaksanaan
harus sangat hati-hati. Biasanya gas ini karena tidak berbau, sengaja ditambahkan
2% chloropicrine sebagai warning agent.Chloropycrine bersifat sangat korosif terhadap metal (FAO,
1974). Dosis yang dianjurkan oleh DepKes cq DirJen PPM& PLP, adalah sebesar 4 gr per-m3
ruangan, dengan waktu kontak 4 jam (WHO, 1971; IMO, 1998).
c) Pemberian racun tikus dan pemasangan perangkap di kapal
Racun diletakkan di dalam dan di luar kapal yang diperkirakan menjadi jalan tikus, terutama
di tempat yang dicurigai sebagai sarang tikus. Setiap racun yang diletakkan, harus diberi tanda,
sebagai alas meletakkan racun tersebut. Pemasangan perangkap di kapal pada prinsipnya sama
dengan pemasangan rodentisida, yaitu ditempatkan di daerah “runways”, dan dipasang pada sore
hari, kemudian dilakukan pemeriksaan dipagi hari berikutnya.

4. Alat dan Bahan


Prosedur
1
.
Fumigasi dengan gas SO2
Belerang : dosis (1kg/20m³, 2 X lipat), lama waktu 6-8 jam

Alat
-
Pot belerang susun
-
Pot belerang tunggal/kecil
-
Timbangan
-
Palu
-
Gelas kimia

Bahan

Belerang

Spiritus 90%

Sumbu

Air (½ - ²/3) bagian
2
.
Fumigasi dengan HCN

Alat
-
Gas HCN
-
Pembuka kaleng (can operer)
-
Gas masker
-
Alat perekat
-
Sarung tangan (Gloves)
-
Batere (Flash Gloves)
-
Pengeras suara (mike)
-
Kotak P3K (First Aid Kit)
-
Alat pernapasan buatan (pnemolator)
-
Oksigen apparat
-
Peringatan adanya bahaya (Sign Poison)

-
Alat untuk memisahkan Oksigen dsan racun (Canister)
-
Temda
-
Blower
-
Alat pemadam kebakaran
-
Gunting
-
Tas plastik

Bahan

Gas HCN (lempengan)

Dosis (2 gr/m³)

Lama pengegasan (2-3 jam)
5. Cara Kerja
1
.
Kursus di kapal
-
Persiapan
-
Star fumigasi
-
Penyelesaian
-
Pengumpulan
a.
Trapping
-
Semua bilge pada palka dibuka
-
Semua corong palka, dapur, harus ditutup rapat
-
Semua jendela dikamar awak kapal, officer, dapur salon harus
ditutup rapat
-
Pintu yang satu dengan pintu yang lain didalam dibuka
-
Semua barang elektronik diusahakan jangan kontak langsung
dengan SO2
-
Semua peralatan
yang dari kuningan hendaknya hendaknya
dipolesii dengan air kapur/vaselin/stempet

-
Persediaan makanan khususnya makanan basah jangan kontak
langsung dengan SO2
-
Semua crew dan penumpang harus turun dari kapal kecuali
perwira kapal
-
Pot-pot belerang diletakkan sesuai dengan petunjuk
-
Belerang ditumbuk kecil-kecil dan dimasukkan dalam pot
-
Waktu fumigasi, kapal diusahakan standar didermaga
-
Persiapan memerlukan waktu 2-5 jam (tergantung besar/kecil dan
keadaan)
-
Kapal yang difumigasi menaikkan bendera V. E
b.
Start Fumigasi
-
Setelah persiapan selesai, pot-pot belerang diberi spiritus dan
diaduk sampai rata
-
Sumbu dipasang dan dinyalakan
-
Pintu terakhir yang dilewati harus ditutup dan rapat udara
-
Lama pembakaran 6-8 jam
-
Cara diletakkan pot, pot harus diletakkan jauuh dari barang yang
mudah terbakar
-
Untuk kamar-kamnar yang sempit, pot diletakkan di gang dan
pintu ruangan dibuka.
c.
Penyelesaian
-
Setelah waktu cukup, pintu-pintu dibuka
-
Memperhatikan arah angin
-
Dibuka pintu-pintu besar
-
Luar dahulu (bagian dalam)
-
Untuk mempercepat dibantu dengan menghidupkan blower

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tikus adalah binatang yang termasuk dalam ordo rodentia, sub ordo Myormorpha, family
muridae.
2. Secara umum morfologi tubuh tikus dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kepala dan badan
3. Jenis-jenis Tikus yaitu seperti berikut : tikus Rumah (Rattus tanezumi), Tikus Ladang (Rattus
exulans), tikus got, tikus wirok, tikus sawah dan mencit.
4. Tikus merupakan hewan yang mempunyai preferensi makanan yang banyak, baik yang berasal
dari tumbuhan maupun dari hewan.
5. Tikus berkembang biak dengan sangat cepat, tikus menjadi dewasa dalam arti dapat kawin mulai
umur 3 bulan, masa bunting tikus betina sangat singkat, kira-kira 3 minggu.
6. Tanda-tanda Keberadaan Tikus : Droping, Run ways, Grawing, borrow, bau dan tikus hidup.
7. Penyakit yang disebabkan oleh tikus: pes,salmonellisis, Leptospirosis, Murine typhus, rabies
dan Rat-Bit Fever
8. Fumigasi adalah salah satu pengendalian tikus secara kimiawi, yaitu dengan menggunakan
bahan-bahan kimia yang dapat membunuh tikus atau dapat menggangu aktivitas untuk makan,
minum, mencari pasangan, maupun reproduksinya.
9. Pada fumigasi kapal, perlu untuk mengosongkan semua wilayah fumigasi dan area risiko, dan
memastikan upaya yang telah dilakukan untuk menutup semua celah dan retakan untuk
mencegah fumigan keluar setelah fumigasi dilakukan.
10. Pelaksanaan pemberantasan tikus di kapal dilakukan dengan poisoning, trapping ataupun fumigasi
baik memakai fumigant HCN maupun CH3 Br.

B. Saran
Sebaiknya sebelum melakukan praktikum fumigasi, praktikan harus melindungi diri
dengan alat pelindung diri agar tidak menyebabkan praktikan atau orang sekitarnya merasakan
efek yang terlalu fatal apabila bahan yang digunakan terlalu bahaya seperti belerang. Selain itu,
untuk melakukan praktikum kita harus selektif untuk menggunakan bahan untuk fumigasi agar
hasil yang diinginkan sesuai dengan keinginan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, (1999). Laporan Tahunan Kantor Kesehatan Pelabuhan Surabaya tahun 1998 / 1999.
KKP Surabaya

Depkes, RI. (1989). Manual Kantor Kesehatan Pelabuhan . Jakarta : Dirjen


PPM&PLP.

Depkes RI. 2008. Pemasangan Perangkap Tikus. Medan : Kantor Kesehatan


Pelabuhan Medan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No . 630 tahun 1985 tentangOrganisasi dan Tata Kerja
Kantor Kesehatan Pelabuhan. Jakarta : Depkes RI.

Anonim. Fumigasi Karantina.http://www.rentokil.co.id/kostumer-komersial/fumigasi/fumigasi-


karantina/ ( Diakses pada tanggal 10 Mei 2015 )
http://sarmilahkesling.blogspot.co.id/2015/05/makalah-pengendalian-tikus-di-pelabuhan.html

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persoalan lingkungan yang selalu menjadi isu besar di hampir seluruh wilayah perkotaan adalah
masalah sampah sedangkan laju pertumbuhan ekonomi di kota dimungkinkan menjadi daya tarik luar
biasa bagi penduduk untuk hijrah ke kota (urbanisasi). Akibatnya jumlah penduduk semakin
membengkak, konsumsi masyarakat perkotaan melonjak, yang pada akhirnya akan mengakibatkan
jumlah sampah juga meningkat.

Pertambahan jumlah sampah yang tidak diimbangi dengan pengelolaan yang ramah lingkungan
akan menyebabkan terjadinya perusakan dan pencemaran lingkungan. Lebih jauh lagi, penanganan
sampah yang tidak komprehensif akan memicu terjadinya masalah estetika, sosial maupun kesehatan.

Dampak yang nyata dari sampah ini misalnya pada kota Pekanbaru. Masyarakat Kota Pekanbaru
setiap hari memproduksi sampah sebanyak 3.000 kubik. Besarnya volume sampah ini juga memberikan
peluang besar bagi hewan pengerat, seperti tikus berkembang dengan cepat. Mamalia ini juga tumbuh
besar. Karena persediaan makanannya yang banyak dari pembuangan limbah masyarakat itu.

Tikus merupakan hewan mamalia yang sering berasosiasi dengan manusia yang pada umumnya
bersifat parasitisme, tikus mendapatkan keuntungan sedangkan manusia sebaliknya. Di bidang
pertanian tikus merupakan salah satu hama penting yang menimbulkan kerugian besar, baik di lapang,
maupun tempat penyimpanan. Tikus memiliki palabilitas pakan yang luas pada tanaman pangan antara
lain serealia, kacang-kacangan, umbi-umbian, buah, sayuran dan peningkatan populasi tikus terjadi
dengan cepat apabila pakan selalu tersedia (Priyambodo 2003). Tinggi rendahnya populasi tikus dan juga
faktor lingkungan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat kerusakan pada semua stadia pertumbuhan
tanaman. Di Indonesia kurang lebih terdapat 150 jenis tikus dan sembilan jenis diantaranya Genus
Bandicota, Rattus dan Mus berperan sebagai hama pertanian dan vektor patogen pada manusia dan
binatang ternak.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui cleaning suplays dan cleaning equipment yang digunakan untuk pengendalian tikus di
tempat sampah.

1.2.2 Tujuan khusus


 Diketahui defenisi sampah.

 Diketahui upaya pengendalian tikus

 Diketahui metoda dalam pengendalian tikus

 Diketahui Cleaning suplays dan cleaning equipment dalam pengendalian tikus

 Diketahui pencegahan timbulnya tikus di tempat sampah

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Sampah
Berdasarkan undang-undang No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sahari-hari manusia
dan/ atau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah dimaksudkan adalah kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Menurut tchobanoglous (1993) sumber sampah pada masyarakat secara umum berhubungan
dengan penggunaan lahan dan wilayah. Ada bermacam macam klasifikasi sumber sampah antara lain :

 Pemukiman

 Perdagangan

 Institutional (perkantoran)

 Construction dan demolition (pembangunan dan penghancuran)

 Municipal service (bengkel di perkotaan)

 Tempat pengolahan sampah

 Industry

 Pertanian

2.2 Upaya Pengendalian Tikus

 Pengendalian Secara Fisik

Pengendalian tikus secara fisik untuk mempertahankan populasi tikus pada tingkat serendah-
rendahnya, yang meliputi: Perbaikan sanitasi lingkungan seperti, penyimpanan sampah, pengumpulan
sampah, pembuangan sampah yang saniter membuat bangunan kedap tikus, penyimpanan barang yang
masih berguna pada tempat yang terang, menukar posisi meubeler secara berkala dan membuat
bangunan selalu dalam keadaan bersih dan memasang perangkap tikus (Iskandar, A, 1995).

 Pengendalian Secara Kimia


Upaya pengendalian tikus secara kimia dilakukan dengan peracunan yang menggunakan umpan,
peracunan biasanya secara lambat maupun peracunan secara cepat dengan racun seperti: red squill,
warfarin, pivel fumarin dan dipachinone (Iskandar, A, dkk, 1995). Sedangkan untuk pemberantasan tikus
pada bangunan dan ruang tertutup, menggunakan bahan kimia khusus yaitu fumigan.
Fumigan adalah suatu kelompok khusus sederhana, merupakan senyawa yang mudah menguap dan
berada dalam bentuk gas pada temperatur lebih besar, digunakan untuk membasmi vektor penular
penyakit (Kusnoputranto, H, 2000). Saat ini jenis fumigan yang banyak digunakan adalah jenis fumigan
CH3Br untuk pemberantasan vektor khususnya tikus di kapal (Depkes RI, 1990).

 Pengendalian Secara Biologi


Pengendalian tikus secara biologi dengan memelihara hewan sebagai predator seperti kucing,
cerpelai dan ular. Di Indonesia pada umumnya memelihara kucing sebagai pengendalian secara biologi,
tetapi dalam hal ini, kucing tidak dapat mengatasi masalah populasi tikus, karena kucing dapat
membawa penyakit setelah memangsa tikus (Iskandar, A, 1995).

 Perkiraan Jumlah Tikus


Jumlah kehidupan tikus dapat diperkirakan, bila ditemukan 1 ekor tikus yang hidup sama dengan 20
ekor tikus yang ada. Tetapi perkiraan ini dapat lebih efektif lagi setelah dilakukan pengamatan yang
khusus, seperti yang biasa dilakukan oleh petugas di KKP dalam pemeriksaan sanitasi kapal yaitu,
ditemukan tanda-tanda kehidupan tikus dengan cara: menghitung tumpukan kotoran (excreta) dengan
perbandingan 1 tumpukan kotoran sama dengan 1 ekor tikus (Depkes RI, 2003).

2.3 Metoda dalam pengendalian tikus

Banyak metoda yang digunakan dalam mengendalikan tikus, pengendalian terpadu hama tikus
dapat dilakukan dengan empat tahap operasional dilapangan :

a. Inspeksi tikus & Initial Survey

b. Sanitasi

c. Rat Proofing

d. Rodent Killing (trapping program dan rodentisida program)

Kombinasi beberapa metoda akan memberikan hasil yang lebih baik dari pada hanya menggunakan satu
macam metoda. Pemilihan metoda yang digunakan disesuaikan dengan sasaran dan kondisi lingkungan.

a. Inspeksi Tikus & Initial Survey

Inspeksi tikus sangat penting dilakukan sebelum dilaksanakan program pengendalian tikus, inspeksi
yang baik akan memberikan hasil maksimal dalam pengendalian. Initial Survey, ditujukan untuk
menentukan kondisi awal atau tingkat serangan dan kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus sebelum
dilakukan program pengendalian tikus.

b. Sanitasi

Sanitasi sangat diperlukan dalam upaya suksesnya program pengendalian hama tikus. Untuk
mendapatkan hasil sanitasi yang baik, diperlukan pengelolaan sampah, menjaga kebersihan area, sistem
tata letak barang digudang dengan susunan berjarak dari dinding dan tertata diatas palet, dll.

Tikus menyukai tempat-tempat yang kotor dan lembab. Melakukan sanitasi berarti menghilangkan
tempat beristirahat, bersembunyi, berteduh dan berkembang biak bagi tikus, disamping juga
menghilangkan makanan tikus.

c. Rat Proofing / Exlucion

Untuk mengendalikan tikus disuatu lokasi diupayakan agar lokasi tersebut tertutup dari celah yang
memungkinkan tikus masuk dari luar. Tikus dapat leluasa masuk lewat bawah pintu yang renggang,
lewat lubang pembuangan air yang tidak tertutup kawat kasa, lewat shaft yang tidak bersekat atau
lewat jalur kabel telepon dan listrik dari bangunan yang tersambung disekitarnya.

d. Rodent Killing

Pengendalian dengan tikus dapat dilakukan dengan dua cara, sebagai berikut:

a) Pengendalian non kimia (trapping)

 Trapping adalah satu dari sekian cara yang paling efektif untuk mengendalikan tikus, kelebihan
penggunaan sistem trapping :

 Trapp sangat aman,karena tidak mengandung racun seperti halnya umpan.

 Cepat mendatangkan hasil.

 Menghindari tersebarnya bangkai tikus yang sangat sulit ditemukan.

 Cara penangkapan tikus dengan traping/ perangkap:

Apabila terdapat tanda-tanda keberadaan tikus, pada sore hari dilakukan pemasangan perangkap
yang tempatnya masing-masing lokasi sebagai berikut.Core perangkap diletakan di lantai pada lokasi
yang ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus, di Inner Bound perangkap diletakkan di pinggir saluran
air, taman, kolam, di dalam semak-semak, sekitar TPS, tumpukan barang bekas. Untuk menentukan
jumlah perangkap dipasang , digunakan rumus berikut:

Perangkap yang belum berisi tikus, dibiarkan sampai tiga malam untuk memberikan kesempatan
pada tikus yang ada untuk memasuki perangkap dan diperiksa setiap pagi harinya untuk mengumpulkan
hewan yang tertangkap.

Perangkap bekas terisi mencit dan tikusharus dicuci dengan air dan sabundan dikeringkan segera.
Pemasagan perangkap dalam upaya pemberantasan ini dilakukan selama tiga hari berturut-turut.

b) Pengendalian dengan kimia Rodentisida

 POISONING

Poisoning dimaksudkan sebagai peracunan tikus melalui umpan makanan beracun. Keberhasilan
poisoning ini tergantung pada bagaimana usaha agar tikus memilih dan menyukai umpan makanan yang
dipasang dan tidak memilih atau menyukai makanan lain yang ada disekitarnya.

Umpan makanan haruslah yang preference bagi tikus dan pemasangannya ditempat yang
tempatnya mudah didapatkan oleh tikus.

 RODENTISIDA

Rodentisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan tikus. Rodentisida yang
digunakan adalah rodentisida antikoagulan yang mempunyai sifat sebagai berikut :

 Tidak berbau dan tidak berasa.

 Slow acting, artinya membunuh tikus secara perlahan-lahan, tikus baru mati setelah memakan beberapa
kali.

 Tidak menyebabkan tikus jera umpan.


 Mematikan tikus dengan merusak mekanisme pembekuan darah.

Jenis bahan aktif rodentisida adalah boadfakum, kumatetralil atau bromadiolone, Sedangkan untuk
area khusus yang sangat sensitif dan memerlukan perlakuan khusus akan digunakan pengumpanan
dengan lem tikus yang khusus.

Pelaksanaan pengendalian hama tikus akan dilengkapi dengan laporan lapangansetiap


melaksanakan pekerjaan pada tahapan yang dimaksud dan diketahui serta ditanda tangani oleh
pejabat/petugas yang ditunjuk oleh perusahaan setempat.

2.4 Cleaning suplays dan cleaning equipment dalam pengendalian hama dan tikus

1) Bahan kimia pada pest control: permethrin, zeta


cypermethrin, propoxur,bifenthrin, deltamethrin, lambda cyhalotrin, thiomethoxam, imiddacloprid.

2) Bahan kimia pada rodent control: brodifacoum, coumatetralyl, bromadiolone.

Contoh produk/ bahan untuk pengendalian tikus:

Lem tikus Paper glue trap

Lem tikus:

Untuk tikus Curut/Mencit/Nying nying sebaiknya menggunakan system lem dikarenakan lebih
maksimal, dengan meletakkan di papan atau alas lainnya lem tikus tube ini akan kuat menahan tikus
berukuran besar karena terbuat dari lem berkalitas.

Paper glue trap :

Merupkan glue trap yang terbuat dari lem terbaik akan menangkap tikus tanpa ampun karena
lem yang ada selain dari lem terbaik juga di tutup dengan lembaran plastik sehingga kualitas kekuatan
lem tetap terjaga sampai akan di gunakan.
3) Alat rodent control: PVC bait station, Black box bait station, live trap, paper bait station adalah alat yang
digunakan untuk menempatkan umpan/ pakan tikus dan perangkap tikus

Rat trap monitoring: alat yang di pasang untuk mengendalikan tikus di area dalam dengan menggunakan
lem.

TRAPS

Jika trapping sudah tidak membuahkan hasil, racun dapat diganti setiap 5 – 7 hari

- Macam racun tikus ada 2:

 Multiple Dose Poisons: Warfarine 0,005 – 0,025%, funarine 0,025%, Pival 0,025%,
Chloropacinene (Rosol) 0,005%, Diphacinone 0,005%.

 Single Dose Poisons: Strychine (Sulfate) 0,8%, Zinc phospide 1 – 2%,Antu 1,5%, Norbomide 1%

2.5 Pencegahan timbulnya tikus di tempat sampah

a. Tempat sampah tersebut dari bahan yang anti tikus (fiber glass) tertutup dan tergantung
setinggi 45 cm diatas tanah.
b. Sampah dibuang ke tempat pengumpulan sampah sementara/ kontainer setiap hari
c. Tidak membuang sampah terutama sisa makan di sembarang tempat.
d. Halaman taman, tempat parkiran dibersihkan setiap hari.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Upaya Pengendalian Tikus :

 Pengendalian Secara Fisik

 Pengendalian Secara Kimia

 Pengendalian Secara Biologi

 Perkiraan Jumlah Tikus

Metoda dalam pengendalian tikus:

a. Inspeksi tikus & Initial Survey

b. Sanitasi

c. Rat Proofing

d. Rodent Killing (trapping program dan rodentisida program)

Cleaning suplays dan cleaning equipment dalam pengendalian tikus:

1. Bahan kimia pada pest control: permethrin, zeta


cypermethrin, propoxur,bifenthrin, deltamethrin, lambda cyhalotrin, thiomethoxam, imiddacloprid.

2. Bahan kimia pada rodent control: brodifacoum, coumatetralyl,bromadiolone.

3. Alat rodent control: PVC bait station, Black box bait station, live trap, paper bait station adalah alat yang
digunakan untuk menempatkan umpan/ pakan tikus dan perangkap tikus.
Rat trap monitoring: alat yang di pasang untuk mengendalikan tikus di area dalam dengan menggunakan
lem.

Macam racun tikus ada 2:

 Multiple Dose Poisons: Warfarine 0,005 – 0,025%, funarine 0,025%, Pival 0,025%,
Chloropacinene (Rosol) 0,005%, Diphacinone 0,005%.

 Single Dose Poisons: Strychine (Sulfate) 0,8%, Zinc phospide 1 – 2%,Antu 1,5%, Norbomide 1%.

Pencegahan timbulnya tikus di tempat sampah:

 Tempat sampah tersebut dari bahan yang anti tikus (fiber glass) tertutup dan tergantung setinggi 45 cm
diatas tanah.

 Sampah dibuang ke tempat pengumpulan sampah sementara/ kontainer setiap hari.

 Tidak membuang sampah terutama sisa makan di sembarang tempat.

 Halaman taman, tempat parkiran dibersihkan setiap hari.

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa dalam makalah kami masih terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/120429843/Tempat-Pengendalian-Tikus-docx

http://virtualhotelinstitute.com/page/40263/integrated-pest-management.html

http://www.rentokil.co.id/kostumer-perumahan/hewan-pengerat-dan-satwa-liar-lainnya/tikus-besar/

http://dwinovelamita.blogspot.co.id/2014/09/tata-graha-pengendalian-tikus_28.html

laporan pengamatan tikus


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tikus adalah makhluk yang sangat merugikan manusia. Selain merugikan perekonomian
karena menghabiskan atau merusak makanan, tanam-tanaman, barang-barang dan lain-lain harta
benda, tikus dapat pula menyebarkan berbagai jenis penyakit (Manual KKP,Dit.Epid. dan
Karantina, Ditjen P3M Depkes RI).
Adapun kerugian yang ditimbulkan oleh tikus dapat dilihat dari segi ekonomi, sosial
budaya, dan kesehatan.Dari segi ekonomi, tikus dapat merusak tanaman petani dan bahkan
merusak bangunan kediaman manusia.Dari segi sosial budaya dapt menurunkan martabat
manusia karena dengan banyaknya tikus menandakan bahwa nilai kesehatan penghuninya
rendah. Sedangkan dari segi kesehatan yaitu dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang
ditularkan melalui tikus tersebut salah satunya adalah tyfus,pes,dan lain-lain.
Tikus dapat dikatakan sebagai hewan yang paling dekat dengan manusia, karena mereka
tinggal disekitar bahkan serumah dengan manusia, makan makanan yang dimakan oleh manusia
bahkan berbagi penyakit dengan manusia.
Oleh karena itu, tikus perlu diberantas supaya tidak menimbulkan penyakit dan kerugian
material. Adapu cara pemberantasa tikus itu sendiri perlu diadakan survey dan identifikasi tikus.

B. TUJUAN
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka adapun tujuan dari praktikum identifikasi tikus
ini adalah “ untuk mengetahui cara identifikasi dan jenis tikus”
BAB II
DASAR TEORI
Tikus adalah satwa liar yang seringkali berasosiasi dengan kehidupan manusia. Asosiasi
tikus dengan manusia seringkali bersifat parasitisme, tikus mendapatkan keuntungan sedangkan
manusia sebaliknya. Tikus sering menimbulkan gangguan bagi manusia dibidang : kesehatan;
pertanian; peternakan; rumah tangga.
A. Morfologi Tikus

Klasisifikasi Tikus

No. Tingkatan Takson Golongan

1. Dunia Animalia
2. Phyllum (Filum) Chordata
3. Sub filum Vertebrata (Craniata)
4. Kelas Mammalia
5. Sub kelas Theria
6. Infra Kelas Eutheria
7. Ordo Rodentia
8. Sub ordo Myomorpha
9. Famili Muridae
10. Sub family Murinae

11. Genus Bandicota


Ordo Rodentia merupakan ordo dari kelas Mammalia yang terbesar karena memiliki
jumlah spesies terbanyak yaitu 2.000 spesies (40 %) dari 5.000 spesies untuk seluruh kelas
Mammalia. Dari 2.000 spesies Rodentia, hanya kurang lebih 150 spesies tikus yang ada di
Indonesia dan hanya 8 spesies yang paling berperan sebagai host (vektor) dari agent patogen
terhadap manusia dan hama pertanian. Delapan spesies tsb : Rattus norvegicus (tikus
riol/got/selokan/kota), Rattus-rattus diardii (tikus rumah/atap), Mus musculus (mencit
rumah), Rattus exulans (tikus ladang), Bandicota indica (tikus wirok), Rattus tiomanicus (tikus
pohon), Rattus argentiventer (tikus sawah), Mus caroli (mencit ladang)

No Morfologi Tikus roil Tikus atap Mencit rumah Tikus ladang

1. Tekstur rambut Kasar dan Agak kasar Lembut dan Lembut dan
agak panjang halus halus
2. Bentuk hidung Kerucut Kerucut Kerucut Kerucut
terpotong
3. Bentuk badan Silindris, Silindris Silindris Silindris
membesar
kebelakang
4. Warna badan Coklat hitam Coklat hitam Coklat hitam Coklat kelabu
bagian kelabu kelabu kelabu
punggung
5. Warna badan Coklat Coklat hitam Coklat hitam Putih kelabu
bagian perut kelabu kelabu kelabu
(pucat)
6. Warna ekor Cokelat Cokelat Cokelat hitam Cokelat hitam
bagian atas hitam hitam
7. Habitat Gudang, Rumah, Rumah gudang Sawah,
selokan, gudang ladang
rumah
8. Bobot tubuh 150-600 60-300 8-30 30-85
(gr)
9. Pjg kepala + 150-250 100-210 55-100 80-150
badan (mm)

10. Panjang ekor 160-210 120-250 70-110 110-180


(mm)
11. Lebar daun 18-24 19-23 9-12 16-20
telinga (mm) (berambut)

12. Pjg tlpk kaki 40-47 30-37 12-18 22-28


blkg (mm)
13. Lebar gigi 3.5 3 1.5 2
pengerat (mm)
14. Jlh puting susu 6 (3+3) =12 5 (2+3) =10 5 (3+2) =10 4 (2+2)=8
(pasang)

R.norvegicus, R.rattus dan M.musculus mempunyai distribusi geografi yg menyebar


diseluruh dunia sehingga disebut sebagai hewan kosmopolit. Sisanya hanya sekitar Asia dan
Asia Tenggara saja. Tikus wirok, tikus riul, tikus sawah dan mencit ladang termasuk hewan
terestrial yg dicirikan dengan ekor relatif pendek thdp kepala dan badan serta tonjolan pada
telapak kaki yg relatif kecil dan halus. Tikus pohon, tikus rumah (atap), tikus ladang dan mencit
rumah termsuk hewan arboreal yg dicirikan dgn ekor yg panjang serta btonjolan pd telapak kai
yg besar dan kasar.

Salah satu ciri terpenting dari Ordo Rodentia (hewan pengerat) adalah kemampuannya
untuk mengerat benda-benda yg keras. Maksud mengerat untuk mengurangi pertumbuhan gigi
serinya terus menerus. Pertumbuhan gigi seri yg terus menerus disebabkan oleh tidak adanya
penyempitan pada bagian pangkalnya sehingga terdapat celah yg disebut diastema. Diastema
berfungsi untuk membuang kotoran yg ikut terbawa dgn pakannya masuk kedalam mulut.
Rodentia tidak mempunyai gigi taring, sehingga ada cekah antara geraham dan gigi seri
(diastema).
Rumus gigi tikus :
1 0 0 3
------------- ---- x 2, jumlahnya 16
1 0 0 3

I C Pm M

Ket : I (incisiva) = gigi seri


C (canina) = gigi taring
Pm (pre-molar) = gigi geraham depan
M (molar) = gigi geraham belakang
Kerabat dekat tikus : bajing, landak, marmut, kelinci serta tikus putih dan mencit putih (
telah kehilangan pigmen-albino). Cecurut dan tupai bukan kerabat tikus tetapi mirip tikus.
Penyakit yang ditularkan melalui tikus : Pes (plague), Salmonellosis, Leptospirosis, Murine
Typhus, Rickettsial pox, Lassa, Rodent-borne Haemorrhagic Fevers, Lymphocytic
choriomeningitis, Rabies, Rat-bite fever, Trichinosis.
Dalam pengendalian tikus dibutuhkan pengetahuan dasar untuk pengendalian tikus dan
metode pengendalian. Pengetahuan dasar untuk pengendalian tikus meliputi Identifikasi, Biologi
dan perilaku tikus, Tanda keberadaan tikus, Rodentisida, Resistensi tikus terhadap rodentisida,
Bahaya rodentisida bagi manusia. Metode pengendalian tikus meliputi : Sanitasi, Kultur teknis,
Fisik mekanis, Biologis atau hayati, serta Kimiawi.
Dengan telah dapatnya kita mengenal tikus maka belum cukuplah pengetahuan kita kalau
tidak dilengkapi dengan bahaya ataupun pengaruh-pengaruh yang dapat ditimbulkannya. Tikus
dapat manimbulkan permasalahan dalam kehidupan manusia baik langsung maupun tidak
langsung.
Tikus dapat manimbulakn berbagai gangguan dan kerugian, antara lain dalah :
1. Menimbulkan karugian ekonomi karena tikus memakan bahan-bahan makanan
yang dihasilkan manusia.
2. Menimbulkan kerusakan pada perabot rumah tangga dan juga kerusakan pada
bangunan atau gudang penyimpanan bahan makanan.
3. Dibidang kesehatan tikus-tikus tersebut berperan sebagai tuan rumah perantara
untuk beberapa jenis penyakit yang dikenal sebagai Rodent – borne diseases.

B. Penyakit-Penyakit Yang Tergolong Rodent Borne Diseases, Adalah :


a. Penyakit Pes (Plague)
Di dalam siklus penyakit ini tikus berperan sebagai “host”. Epizootic umumnya terjadi
pada Rattus rattus diardii (Politzer, 1954). Apabila tikus banyak yang mati, pinjal yang dalam
hidupnya memerlukan darah kemudian pindah ke manusia. Bila pinjal-pinjal tersebut
mengandung baksil per yaitu Yersinia (Pasteurella) pestis, (Goldenberg, 1968), maka bisa
menular kepada manusia. Pes ini pada manusia disebut pes bubo ”bubonic plague” dan
disamping itu ada pula yang disebut pes paru-paru ”pneumonic plague atau lung plague” dan pes
septichaemia – ”septichaemic plague” (Baltazard et.al., 1956). Bila pes bubo ini dibiarkan saja
(tidak diobati), bisa menjalar ke paru-paru, timbullah pes paru-paru skunder (secondary lung
plague) yang sangat ditakuti, karena bisa menular melalui udara. Pes inilah yang biasanya
menyebabkan epidemi dan menimbulkan banyak korban. Pada keadaan yang luar biasa dimana
baksil pes telah meracuni seluruh pembuluh darah, bisa menyebabkan pes septichaemi. Penderita
bisa meninggal secara tiba-tiba dalam keadaan yang sangat mengerikan. Mungkin inilah yang
menyebabkan kenapa penyakit pes zaman dahulu disebut ”penyakit setan atau black death”.
Sebelum penyakit pes tersebut pindah ke manusia melalui perantaraan pinjal tikus (Xenophsylla
spp, Nosopsyllus fasciatus, dan pinjal tikus lainnya) dari ”host”nya yang terkenal (di Indonesia)
yaitu R.r diardi. Di dalam tubuh tikus penyakit pes tersebut dapat bersiklus secara abadi pada
tubuh beberapa jenis binatang lainnya (”rodent”) (Kartman dan Prince, 1956; Quan, et.al., 1954).
Jenis-jenis binatang pengerat ini tidak semuanya akan mati bila kena penyakit
pes. Binatang tersebut berfungsi sebagai pembawa (”carrier atau vehicle”) baksil pes. Di
Indonesia R. exulans telah diketahui sebagai pembawa penyakit pes di daerah Boyolali (Tumer,
et.al., 1974), sedangkan di Amerika dikenal jenis-jenis lainnya yaitu : Citellus variegates dan C
beechevi (Stark, et.al., 1967). Hal inilah antara lain yang menyebabkan mengapa bidang
kesehatan banyak menaruh perhatian kepada binatang mengerat dan melakukan penelitian-
penelitian.
Penyakit pes yang abadi pada berjenis-jenis binatang pengerat di alam terbuka yang
umumnya jauh dari kehidupan manusia disebut “sylvatic plague” atau “campestral plague”
(Politzer, 1954). Tempat-tempat di alam dimana binatang mengerat selalu mengandung bibit
penyakit disebut “foci” (jamak) atau ”focus” (tunggal). Mengetahui sumber dan pergerakan
penyakit-penyakit tersebut ke manusia sangat menarik bagi para “epidemiologist” sedangkan
mengetahui jenis-jenis binatang yang terlibat beserta situasi habitatnya sangat menarik bagi para
“mammalogist” dan “animal ecologist”. Pekerjaan untuk mengetahui dimana ada foci tersebut
disebut “foci detection” dan data yang diperoleh sangat berguna untuk melakukan program
pemberantasan penyakit pes. Inilah salah satu kegunaan dari binatang pengerat tersebut,
disamping sebagai binatang percobaan di laboratorium juga digunakan dalam evaluasi kegiatan
di lapangan (melakukan pooling test).

b. Leptospirosis
Penyakit ini di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda banyak menimpa pekerja-
pekerja pada tempat-tempat penggalian tanah, terutama tanah-tanah yang lembab ataupun yang
berair, seperti misalnya got-got dan tambang-tambang. Pada saat itu tikus yang menularkan
penyakit ini adalah R. novergicus. Terakhir penyakit ini memperlihatkan dirinya kembali di
kecamatan Kayu Agung, kabupaten Ogan Komering Ilir, sekitar tahun 1970. Dengan adanya
sistem adanya ”trapping” yang meluas ditemukan banyak R. exulans yang terjangkit
Leptospirosis. Di Malaysia ”host”nya yang terkenal adalah R. novergicus dan R.
argentiventer (Harrison, 1962). Leptospira berkembang biak pada ginjal tikus. Kemidian
Leptospira ini dikeluarkan melalui urine dan akan tetap hidup untuk beberapa waktu lamanya di
tanah yang lembab/basah ataupun di air. Penularan kepada manusia terjadi melalui selaput lendir
atau luka di kulit. Pada dewasa ini penyakit tersebut sudah tidak begitu kelihatan lagi namun
diduga penyakit tersebut masih berkembang biak terus di hutan diantararodentia liar.
c. Scrub typhus
Seperti halnya pada penyakit pes, ” scrub typhus” tidak hanya melibatkan tikus. Penyakit
ini disebabkan oleh Rickettsia yang hidup pada salah satu vektor (”mite”) yang
bernama Trombicula akamushi atau T. deliensis (Harrison, 1962). Di Malaysia sudah diketahui
bahwa vektor penyakit ini hidup pada R. Argentiventer sedangkan di Singapura yang biasa
dikenal sebagai ”host” adalah R.r diardi. Kedua jenis Trombiculaini pada stadium dewasa hidup
bebas di tanah, tetapi stadium larvanya hidup dari darah tikus.
Bila seekor Trombicula mengidap Rickettsia, maka panyakit ini akan berkembang biak
dan terbawa pada telur dan anak-anaknya. Larva yang baru diteteskan dalam keadaan lapar dapat
mencari host baru, mungkin saja larvanya yang membawaRickettsia ini mengisap darah manusia
kerena tidak menemukan tikus. Pada waktu ituRickettsia ditularkan pada manusia yang akhirnya
menderita penyakit Scrub typhus
d. Murine typhus
Penyebab penyakit ini adalah Rickettsia mooseri, (Mackie, et. Al., 1946). Penyakit ini
sangat dekat hubungannya dengan penyakit Pes hingga mungkin sekali infeksinya terjadi secara
bersamaan, karena mempunyai vektor dan host yang sama terkenalnya yaitu X. Cheopis dan R. r
diardii (Harrison, 1962).
e. Rat bite fever
Penyakit ini adalah sejenis demam yang disebabkan oleh Spirillium minus yang masuk
melalui gigitan tikus, (Mickie, et.al., 1946). Penyakit ini walaupun dinyatakan ada di Indonesia,
tetapi belum banyak diketahui dan diperhatikan.

BAB III
METODOLOGI

A. WAKTU dan lokasi praktikum


Hari / Tanggal : rabu, 23 mei 2012
Waktu : 13.00-13.30 (WITA)
Lokasi praktikum : Workshop Kampus Jurusan Kesehatan Lingkungan

B. CARA KERJA
I. Alat
 Timbangan
 Jangka
 Penggaris
 Pipet
 Balep
 Kantong plastik
 Timer

II. Bahan
 Clorofom
 Kertas putih
 Alat tulis menulis
 Kapas

III. CARA KERJA


 Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
 Amati warna bulu, jenis bulu, dan mata tikus yang akan diperiksa.
 Lakukan pembiusan pada tikus dengan cara masukkan tikus kedalam kantong plastik/toples
lalu pipet 2-3 ml clorofom kedalam kantong plastik/toples tersebut, setelah itu diamkan sekitar
5-10 menit.
 Amati tikus yang ada dalam kantong plastik/toples selama pembiusan berlangsung jangan
sampai tikus kaku (susah pengukurannya).
 Keluarkan tikus dari kantong plastik/toples dan timbang. Catat hasil pengukuran.
 Sisir bulu tikus (untuk mengetahui ada atau tidaknya pinjal).
 Letakkan tikus diatas kertas putih yang telah disiapkan. Amati jenis kelamin dan jumlah tetek
tikus yang diperiksa. Catat
 Ukur berapa panjang seluruhnya (total length) dari ujung moncong sampai panjang ekor
disingkat TL.
 Ukur panjang kepala dan badan (head & body) dari ujung moncong sampai ke anus yang
disingkat HB.
 Ukur panjang ekor (tail) dari pangkal ekor/anus sampai ujung ekor yang disingkat T.
 Ukur panjang telapak kaki belakang (hind foot) dari tumit sampai ujung kuku/cakar yang
disingkat HF.
 Ukur panjang telinga (ear) dari lekukan dibelakang telinga sampai ujung daun telinga yang
disingkat E.
 Ukur tengkorak (skull) dari ujung tulang hidung sampai tonjolan dibelakang kepala yang
disingkat Sk.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Setelah melakukan praktikum, maka diperoleh hasil sebagai beriku :
1. Warna bulu punggung : coklat, hitam, kelabu.
2. Warna bulu dada : coklat pucat
3. Bentuk badan : silindris membersar kebelakang
4. Warna bulu ekor : coklat kehitaman
5. Bentuk moncong : tumpul / krucut terpotong
6. Panjang badan + kepala ( H&B) : 225(mm)
7. Panjang Ekor : 180 (mm)
8. Panjang keseluruhan (TL) : 400 (mm)
9. Tengkorak (SK) : 45 (mm)
10. Panjang telinga (E) : 20 (mm)
11. Bentuk mata : Sipit
12. Panjang Telapak Kaki (HF) : 43 (mm)
13. Jenis Bulu : agak kasar dan panjang
14. Habitat : roil, dan rumah.

B. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa jenis tikus yang diamati
adalah termeuk ke dalam spesies rattus-rattus nokrvegicus (tikus roil/got).
Hal ini dapat dilihat dari ciri yang mencolok yaitu: bentuk badan yang silindris
membesar, yang merupakan ciri utama tikus ini, selain itu juga dapat dilihat dari bentuk hidung
yang tumpul (kerucut terpotong), dan proporsi tubuh (berat badan, panjang A&B, TL, SK, HF,
dan E) yang lebih besar .
Selain ciri morfologi tersebut, penentuan jenis juga didasarkan pada habitat tempat
tinggalnya yaitu pada saluran air (got), sehingga dengan ini kami menjadi sangat yakin untuk
menentukan spesies tikus ini sebagai rattus-rattus norvegicus.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Jenis tikus yang telah teridentifikasi yakni spesies rattus-rattus norvegicus
2. Metode identifikasi yang digunakan yaitu metode pengamatan dan pengukuran.

B. SARAN
1. Sebaiknya jangan menumpuk sampah di area dekat rumah, agar tidak menjadi sarang perindukan
tikus,
2. Simpanlah makanan ditempat yang tidak terjangkau oleh tikus (rapat tikus)
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad, Hamsir.Dkk. 2011. Pengendalian Vector dan Binatang Pengganggu B. politeknik


kesehatan kementrian kesehatan Makassar jurusan kesehatan ingkungan.
2. Serdi.Efektifitas Peangkap Tikus Dengan Variasi Umpan Dalam Pngendalian Tikus
Selokan (Rattus Norvegicus) Di Pelabuhan Laut Makassar.Jurusan Kesehatan
Lingkungan Makassar.2000.
3. Sayid Sudarna, 2010, Pengendalian Hama Tikus, http://sayid-
sudarna.blogspot.com/2010/02/pengendalian- hama-tikus.html, Diakses 28 mei 2012.
http://mawaddah-nurjannah.blogspot.co.id/2012/05/laporan-pengamatan-tikus.html

Tikus adalah mamalia yang termasuk dalam suku Muridae. Spesies tikus yang paling dikenal
adalah mencit (Mus spp.) serta tikus got (Rattus norvegicus) yang ditemukan hampir di semua
negara dan merupakan suatu organisme model yang penting dalam biologi; juga merupakan hewan
peliharaan yang populer.

Jenis[sunting | sunting sumber]

 Mencit (Mus sp.)


 Tikus rumah (Rattus rattus)
 Tikus got (Rattus norvegicus)
 Tikus sawah (Rattus argentiventer)
 Tikus Wirok (Bandicota sp.)
 Celurut (shrew), yang sering disebut sebagai "tikus", sesungguhnya bukanlah termasuk
golongan hewan pengerat, melainkan hewan pemangsa serangga (insektivora).

Pengendalian[sunting | sunting sumber]

 Umbi gadung merupakan tumbuhan yang efektif untuk mengendalikan hama tikus. Perlakuan
rodentisida gadung blok dan beras yang dicampur ekstrak gadung lebih efektif dalam menarik
tikus untuk mengonsumsi dibandingkan dengan umpan ekstrak gadung dengan konsentrasi
25%.[1]
 Rempah-rempah juga efektif sebagai repelen pada tikus. Pada pengujian repelensi di arena,
campuran dari cabai rawit merah, bawang putih dan merica merupakan repelen yang efektif
untuk mengusir tikus, sedangkan untuk perlakuan di laboratorium bawang putih merupaka
repelen yang paling efektif.[2]
 Penggunaan perangkap untuk pengendalian tikus rumah pada habitat permukiman merupakan
metode yang sederhana mudah untuk diaplikasikan dan aman serta tidak berisiko terhadap
lingkungan.[3]
 Memelihara jangkrik dapat dilakukan untuk mengusir tikus. Suara jangkrik akan sangat
mengganggu pendengaran tikus, karena tikus tidak suka area ramai serta bising.

Referensi[sunting | sunting sumber]

Apodemus sylvaticus

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Mammalia

Ordo: Rodentia

Superfamili: Muroidea

Famili: Muridae
Illiger, 1811

Subfamilia

 Deomyinae
 Gerbillinae
 Lophiomyinae
 Leimacomyinae
 Murinae
https://id.wikipedia.org/wiki/Tikus
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tikus adalah hewan mengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian,
perusak barang digudang dan hewan penggangu yang menjijikan di perumahan. Belum banyak diketahui
dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan dan menularkan berbagai
penyakit kepada manusia, ternak dan hewan peliharaan. Rodensia komensal yaitu rodensia yang hidup
didekat tempat hidup atau kegiatan manusia ini perlu lebih diperhatikan dalam penularan penyakit.
Penyakit yang ditularkan dapat disebabkan oleh infeksi berbagai agen penyakit dari kelompok virus,
rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing. Penyakit tersebut dapat ditularkan kepada manusia secara
langsung oleh ludah, urin dan fesesnya atau melalui gigitan ektoparasitnya (kutu, pinjal, caplak dan
tungau).

Tikus merupakan masalah rutin di Rumah Sakit, karena itu pengendaliannya harus dilakukan
secara rutin. Hewan mengerat ini menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit, merusak bahan
pangan, instalasi medik, instalasi listrik, peralatan kantor seperti kabel-kabel, mesin-mesin komputer,
perlengkapan laboratorium, dokumen/file dan lain-lain, serta dapat menimbulkan penyakit. Beberapa
penyakit penting yang dapat ditularkan ke manusia antara lain, pes, salmonelosis, leptospirosis, murin
typhus.

Ditinjau dari nilai estetika, keberadaan tikus akan menggambarkan lingkungan yang tidak
terawat, kotor, kumuh, lembab, kurang pencahayaan serta adanya indikasi
penatalaksanaan/manajemen kebersihan lingkungan Rumah sakit yang kurang baik. Mengingat
besarnya dampak negatif akibat keberadaan tikus dan mencit di Rumah Sakit, maka Rumah Sakit harus
terbatas dari hewan ini.

Sebagai langkah dalam upaya mencegah kemungkinan timbulnya penyebaran penyakit serta
untuk mencegah timbulnya kerugian sosial dan ekonomi yang tidak diharapkan, maka perlu disusun
pedoman teknis pengendalian tikus dan mencit di Rumah Sakit..

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan tikus?

2. Apa saja jenis-jenis tikus yang ada di Indonesia?

3. Apa makanan tikus?


4. Apa saja indra yang dimiliki tikus?

5. Apa yang dimaksud dengan sarang tikus?

6. Bagaimanakah perkembangan tikus ?

7. Apakah tanda-tanda keberadaan tikus?

8. Penyakit apa sajakah yang dapat disebabkan oleh tikus?

9. Bagaimana cara pengendalian tikus?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian tikus.

2. Mengetahui jenis-jenis tikus.

3. Untuk mengetahui makanan tikus

4. Untuk mengetahui indra yang dimiliki tikus

5. Untuk mengetahui mengenai sarang/ tempat hidup tikus

6. Untuk mengetahui perkembangan tikus

7. Mengetahui tanda-tanda keberadaan tikus.

8. Mengetahui penyakit yang disebabkan oleh tikus.

9. Mengetahui cara pengendalian tikus.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tikus
Tikus adalah binatang yang termasuk dalam ordo rodentia, sub ordo Myormorpha, family
muridae. family muridae ini merupakan family yang dominan dari ordo rodentia karena mempunyai
daya reproduksi yang tinggi, pemakan segala macam makanan (omnivorous) dan mudah beradaptasi
dengan lingkungan yang diciptakan manusia. jenis tikus yang sering ditemukan dihabitat rumah dan
ladang adalah jenis rattus dan mus.

adapun klasifikasi dari tikus adalah sebagai berikut :

Dunia : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Subklas : Theria

Ordo : Rodentia

Sub ordo : Myomorpha

Famili : Muridae

Sub family : Muridae

Genus : Rattus dan Mus

Species : Rattus tanezumi

Rattus norvegicus

Rattus exulans

Rattus tiomanicus

Rattus argentiventer

Rattus niniventer

Bandicota

Mus musculus
B. Jenis-jenis Tikus

1. Tikus Rumah (Rattus tanezumi)

Tikus ini mempunyai panjang ujung kepala sampai ujung ekor 220-370 mm, ekor 101-180 mm, kaki
belakang 20-39 mm, ukuran telinga 13-23 mm, sedangkan rumus mamae 2+3=10. Warna rambut badan
atas coklat tua dan rambut badan bawah (perut) coklat tua kelabu. Yang terrnasuk dalam jenis tikus
rumah (rattus rattus) yaitu tikus atap (roof rat), tikus kapal (ship rat), dan black rat. Jika dilihat dari jarak
kedekatan hubungan antara aktifitas tikus dengan manusia, tikus rumah merupakan jenis domestik,
yaitu aktifitas dilakukan di dalam rumah manusia atau disebut juga tikus komensal (comensal rodent)
atau synanthropic.

Tikus rurnah merupakan binatang arboreal dan pemanjat ulung . Kemampuan memanjat tembok
kasar dan turun dengan kepala dibawab sangat lihai, dan hila jatuh dari ketinggian 5,5 meter tidak akan
menirnbulkan luka yang berarti bagi tikus. Makanan yang dibutuhkan seekor tikus dalam sehari
sebanyak 10- 15% dari berat badannya. Perilaku makan tikus dengan memegang makanan dengan
kedua kaki depan, dan kebiasaan mencicipi makanan untuk menunggu reaksi makanan tersebut dalam
perutnya. Hal ini perlu diperhatikan apabila kita memberantas tikus dengan racun. Tikus mempunyai
kebiasaan mencari makan dua kali sehari yaitu pada 1-2 jam setelah matahari tenggelam dan pada l-2
jam sebelum fajar.

Umur tikus rumah rata-rata satu tahun dan mencapai dewasa siap kawin pada umur 2-3 bulan baik
pada tikus jantan maupun betina. Masa bunting selama 21-23 hari dan seek or tikus betina dapat
melahirkan 6-12 (rata-rata 8) ekor anak tikus. Setelah 24-48 jam melahirkan, tikus betina siap kawin lagi
atau disebutpost partum oestrus.

Dalam tubuh tikus, terdapat beberapa hewan lain (parasit) yang ada di dalam tubuh (endoparasit)
dan diluar/menempel di tubuh (ektoparasit) yang merupakan penular atau penyebab banyak sekali jenis
penyakit. Endoparasit tikus antara lain cacing, virus, jamur, protozoa, bakteri, dan rickettsia yang
mempunyai tempat hidup di bati dan ginjal tikus. Sedangkan ektoparasit tikus meliputi: pinjal (fleas) :
Xenopsylla cheopsis, Stivalus cognatus; kutu (lice) : Polyp/ax spinulosa, Hoplopleura pasifica; larva
tungau (chigger) ; tungau (mite);dan caplak(ticks).

2. Tikus Got (Rattus norvegicus)

Tikus got ini mempunyai panjang ujung kepala sampai ekor 300-400 mm, panjang ekornya 170-230
mm, kaki belakang 42-47 mm, telinga 18-22 mm dan mempunyai rumus mamae 3+3=12. Warna rambut
bagian atas coklat kelabu, rambut bagian perut kelabu. Tikus ini banyak dijumpai diseluruh air/roil/got di
daerah kota dan pasar.

3. Tikus Ladang (Rattus exulans)


Tikus ladang mempunyai panjang ujung kepala sampai ekor 139-365 mm, panjang ekor 108-147
mm, kaki belakang 24-35 mm dan ukuran telinga 11-28 mm dan mempunyai rumus mamae 2+2=8.
Warna rambut badan atas coklat kelabu rambut bagian perut putih kelabu. Jenis tikus ini banyak
terdapat di semak-semak dan kebun/ladang sayur-sayuran dan pinggiran hutan dan kadang-kadang
masuk ke rumah.

4. Tikus Sawah (Rattus Argentiveter)

Tikus sawah (Rattus rattus argentiventer) merupakan hama yang dapat menimbulkan kerugian bagi
tanaman pertanian, yang dapat menyerang tanaman padi, jagung, kedelai, kacang tanah dan ubi-ubian.

Panjang tikus sawah dari ujung kepala sampai ujung ekor 270-370 mm, panjang ekor 130-192 mm, dan
panjang kaki belakang 32-39 mm, telinga 18-21 mm sedangkan rumus mamae 3+3=12. Warna rambut
badan atas coklat muda berbintik-bintik putih, rambut bagian perut putih atau coklat pucat. Tikus jenis
ini banyak ditemukan di sawah dan padang alang-alang.

R. rattus argentiventer (tikus sawah) adalah merupakan binatang pengerat. Tanda karakteristik
binatang pengerat ditentukan dari giginya. Gigi seri berkembang sepasang dan membengkok,
permukaan gigi seperti pahat. Selain itu terdapat diastema (bagian lebar tidak bergigi yang memisahkan
gigi seri dengan geraham), serta tidak mempunyai taring. Gigi lainnya berada di bagian pipi terdiri dari 1
geraham awal (premolar) dan 3 geraham atau hanya 3 geraham (Anonim, 1989).

5. Tikus Wirok (Bandicota indica)

Panjang dari tikus wirok ini dari ujung kepala sampai ekor 400-580 mm, panjang ekornya 160-315
mm, kaki belakang 47-53 mm, telinga 29-32 mm seangkan rumus mamae 3+3=12. Warna rambut badan
atas dan rambut bagian perut coklat hitam, rambutnya agak jarang dan rambut di pangkal ekor kaku
seperti ijuk, jenis tikus ini banyak dijumpai di daerah berawa, padang alang-alang dan kadang-kadang di
kebun sekitar rumah.

6. Mencit (Mus musculus)

Mencit adalah binatang asli Asia, India, dan Eropa Barat. Mencit (Mus musculus) adalah
anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan
dikenal sebagai hewan pengganggu karena kebiasaannya menggigiti mebel dan barang-barang kecil
lainnya, serta bersarang di sudut-sudut lemari. Mencit percobaan (laboratorium) dikembangkan dari
mencit, melalui proses seleksi. Sekarang mencit juga dikembangkan sebagai hewan peliharaan.

Tikus ini mempunyai panjang ujung kepala sampai ekor kurang dari 175 mm, ekor 81-108 mm, kaki
belakang 12-18 mm, sedangkan telinga 8-12 mm, sedangkan rumus mamae 3+2=10. Warna rambut
badan atas dan bawah coklat kelabu.
C. Makanan Tikus

Tikus merupakan hewan yang mempunyai preferensi makanan yang banyak, baik yang berasal
dari tumbuhan maupun dari hewan. Walaupun demikian biji-bijian seperti gabah, beras dan jagung
tampaknya lebih disukai daripada yang lain. Seekor tikus dapat merusak 283 bibit padi per hariatau 103
batang padi bunting per hari. Setelah itu, tikus juga menyukai umbi-umbian serperti ubi jalar dan ubi
kayu. Makanan yang berasal dari hewan terutama adalah serangga dan hewan-hewan kecil lainnya.
Makanan dari hewan ini merupakan sumber untuk pertumbuhan dan untuk memperbaiki bagian-bagian
tubuh yang rusak, sedangkan makanan yang berasal dari tumbuhan dimanfaatkan sebagai sumber
tenaga.

Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa kebutuhan makanan seekor tikus setiap
hari kira-kira 10% dari bobot tubuhnya, tergantung dari kandungan air dan gizi dalam makanannya.Tikus
merupakan hewan yang aktif pada maam hari sehingga sebagian besar aktivitas makannya dilakukan
pada malam hari.Tikus memiliki sifat “neo-fobia”, yaitu takut atau mudah curiga terhadap benda-benda
yang baru ditemuinya. Dengan adanya sifat tikus yang demikian, maka makanan akan dimakan adalah
makanan yang sudah biasa ditemui. Dia akan mencicipi dulu makanan yang baru ditemuinya.

Hal ini dapat mempengaruhi keberhasilan pengendalian secara kimia dengan menggunakan
umpan beracun, sehingga harus diusahakan agar umpan yang digunakan adalah umpan yang disukai
oleh tikus dan tempat umpanyang digunakan adalah benda-benda alami yamg banyak terdapat di alam.
Dan bila makanan yang dimakan tersebut membuat keracunan dengan cepat maka dia akan
mengeluarkan suara kesakitan dan tanda bahaya kepada teman-temannya. Maka dari itu untuk
penggunaan pestida kimia sebaiknya digunakan pestisida yang membunuh secara perlahan, dimana
tikus tersebut akan mati dalam beberapa hari, sehingga tikus tersebut tidak merasa kapok dan tidak
akan tahu kalau makanan yang dimakannya ternyata beracun.

Dalam mencari makanan, tikus selalu pergi dan kembali melalui jalan yang sama, sehingga lama-
lama terbentuk jalan tikus. Hal ini disebabkan tikus akan merasa aman untuk melewati jalan yang sama,
daripada setiap saat harus membuat jalan baru. Jalan yang sama dapat ditandai dengan gesekan benda-
benda di sekitar jalan tersebut dengan misainya, dan juga karena adanya air seni yang dikeluarkan pada
jalan tersebut yang dapat diciuminya.

D. Indera Pada Tikus

1) Indera Penglihatan Tikus

Dilihat dari pengelihatannya menurut para ahli konon tikus ternyata tikus mempunyai
pengelihatan yang jelek, yaitu ternyata tikus adalah hewan yang buta warna, artinya ia hanya dapat
melihat benda-benda berwarna hitam dan putih. Akan tetapi, tikus tampaknya tertarik pada warna-
warna hijau, kuning dan hitam. Warna hijau dan kuning diduga merupakan warna daun dan malai
tanaman padi yang merupakan makanan utamanya di lapang. Sedangkan warna hitam merupakan
warna gelap yang terlihat pada malam hari. Kemampuan tikus dalam melihat benda-benda yang ada di
depannya dapat mencapai 10 meter.

2) Indera Penciuman Tikus

Organ penciuman tikus sangat baik, terutama untuk mencium bau makanannya. Tikus jantan
dapat mencium bau tikus betina yang sedang birahi untuk dikawininya.Tikus betina dapat mencium bau
anaknya yang keluar dari sarang berdasarkan air seni yang dikeluarkan oleh anaknya.

3) Indera Pendengaran Tikus

Pendengaran tikus sangat baik. Tikus dapat mendengar suara-suara dengan frekuensi tinggi, yang
tidak dapat didengar oleh manusia. Berdasarkan suara-suara yang dikeluarkan oleh tikus, dapat dibagi
menjadi beberapa suara, yaitu :

 Suara-suara pada saat akan melakukan perkawina

 Suara-suara menandakan adanya bahaya

 Suara-suara pada saat menemukan makanan

 Suara-suara pada saat tikus mengalami kesakitan

E. Sarang Tikus

Sarang yang dibuat biasanya mempunyai lebih dari satu pintu, pintu utama untuk jalan keluar
dan masuk setiap hari, pintu darurat yang digunakan dalam keadaan yang membahayakan, misalnya
pada saat dikerjar oleh predator ataupun pada saat dilakukan gropyokan, dan pintu yang menuju ke
sumber air sebagai minumnya. Pintu darurat ini disamarkan dengan cara ditutupi dengan daun-
daunan.Selain itu, sarang tikus juga terdiri dari lorong yang berkelok-kelok; semakin banyak anggota
keluarga tikus, semakin panjang lorong yang dib Sarang tikus juga dilengkapi dengan ruangan/kamar
yang difungsikan untuk beranak dan kamar sebagai gudang tempat meyimpan bahan makanan.

F. Perkembangbiakan

Tikus berkembang biak dengan sangat cepat, tikus menjadi dewasa dalam arti dapat kawin
mulai umur 3 bulan, masa bunting tikus betina sangat singkat, kira-kira 3 minggu. Jumlah anak yang
dihasilkan setiap kelahiran berkisar antara 4 – 12 ekor (rata-rata 6 ekor) tergantung dari jenis dan
keadaan makanan di lapangan. Dan setelah 2-3 hari setelah melahirkan tikus-tikus tersebut sudah siap
kawin lagi.
G. Tanda-tanda Keberadaan Tikus

Untuk mengetahui ada tidaknya tikus pada suatu tempat dan mencegah kemungkinan bahaya dari
makanan yang tercemar oleh tikus adalah sebagai berikut :

1. Droping

Adanya kotoran tikus yang ditemukan di tempat/ruangan yang diperiksa. Tinja tikus mudah dikenal dari
bentuk dan warna yang khas, tanpa disertai bau yang mencolok, tinja tikus yang masih baru lebih terang
dan mengkilap serta lebih lembut (agak lunak), makin lama maka tinja akan semakin keras.

2. Run ways

Jalan yang biasa dilalui tikus dari waktu ke waktu disuatu tempat disebut run ways. Tikus mempunyai
kebiasaan melalui jalan yang sama, bila melalui lubang diantara eternit rumah, maka jalan yang
dilaluinya lambat laun menjadi hitam.

3. Grawing

Grawing merupakan bekas gigitan yang dapat ditemukan, tikus dalam aktivitasnya akan melakukan
gigitan baik untuk makan maupun membuat jalan misalnya lubang dinding.

4. Borrow

Borrow adalah lubang yang terdapat pada sekitar beradanya tikus seperti dinding, lantai, perabotan dan
lain-lain.

5. Bau

Tikus akan mengeluarkan bau yang disebabkan oleh tubuh tikus atau urinnya.

6. Tikus hidup

Tikus hidup akan berkeliaran walaupun hanya sebentar.

7. Ditemukannya Bangka tikus baru atau lama di tempat yang diamati.

H. Penyakit yang Disebabkan Oleh Tikus

Tikus berperan sebagai tuan rumah perantara untuk beberpa jenis penyakit yang dikenal Rodent
Borne Disease. Penyakit-penyakit yang tergolong Rodent Borne Disease adalah :
1. Pes atau sampar atau plague atau la peste merupakan penyakit zoonosis yang timbul pada hewan
pengerat dan dapat ditularkan pada manusia. Penyakit tikus ini menular dan dapat mewabah. Gejalanya
antara lain adalah demam tinggi tanpa sebab, timbulnya bubo pada femoral, inguinal dan ketiak juga
sesak dan batuk.

2. Salmonellisis yang merupakan penyaklit yang disebabkan bakteri salmonella yang dapat menginfeksi
hewan dan juga manusia. Tikus yang terinfeksi bakteri ini akan dapat menyebabkan kematian pada
manusia dan salmonellisis dapat tersebar dengan melalui kontaminasi feses. Gejalanya antara lain
adalah gastroenteritis, diare, mual, muntah dan juga demam yang diikuti oleh dehidrasi.

3. Leptospirosis merupakan infeksi akut disebabkan oleh bakteri leptospira yang menyerang mamalia. Ini
dapat menyerang siapapun yang memiliki kontak dengan berbagai benda maupun hewan lain yang
mengalami infeksi leptospirosis. Gejalanya antara lain adalah sakit kepala, bercak merah di kulit, gejala
demam dan juga nyeri otot.

4. Murine typhus adalah penyakit yang disebabkan oleg Rickettsian typhi atau R. mooseri yang dapat
dotuarkan melalui gigitan pinjal tikus. Gejalanya antara lain adalah kedinginan, sakit kepala, demam,
prostration dan nyeri di seluruh tubuh. Ada juga bintil-bintil merah yang timbul di hari kelima hingga
keenam.

5. Rabies merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf pusat dan memiliki gejala khas yaitu penderita
jadi takut terhadap air dan karena inilah rabies juga sering disebut hidrofobia. Tikus menyebarkan
penyakit ini melalui gigitan. Gejala awal dari rabies tidaklah jelas, umumnya pasien merasa gelisah dan
tidak nyaman. Gejala lanjut yang dapat diidentifikasi antara lain adalah rasa gatal di area sekitar luka,
panas dan juga nyeri yang lalu bisa saja diikuti dengan sakit kepala, kesulitan menelan, demam dan juga
kejang.

6. Rat-Bit Fever atau demam gigitan tikus disebabkan oleh gigitan tikus dan biasanya dialami anak-anak di
bawah 12 tahun dan penyakit ini memiliki mas inkubasi selama 1 hingga 22 hari. Gejala yang ditimbulkan
antara lain adalah sakit kepala, muntah, kedinginan dan demam. Bakteri di dalam gigitan tikus
merupakan penyebab dari penyakit tikus ini.

I. Pengendalian Tikus

1) Pengendalian Non Kimiawi

a. Sanitasi dan Higienis Lingkungan

Tikus akan berkembang biak dan hidup dengan baik pada situasi dimana mereka dengan mudah
mendapatkan makanan, air, tempat berlindung dan tempat tinggal yang tidak terganggu. Beberapa hal
yang dapt dilakukan untuk meminimalisasi gangguan tikus :
 Minimalisasi tempat bersarang/harborages antara lain : eliminasi rumput/semak belukar

 Meletakkan sampah dalam garbage/tempat sampah yang memiliki konstruksi yang rapat

 Meniadakan sumber air yang dapat mengundang tikus, karena tikus membutuhkan minum setiap hari

b. Pencegahan secara fisik dan mekanis

 Secara fisik dilakukan dengan eksklusi atau struktur kedap tikus untuk mencegah tikus dapat masuk ke
dalam bangunan antara lain dengan menutup semua akses keluar-masuk tikus (celah, lubang) pada
bangunan, mengeliminasi sarang atau tempat persembunyian tikus serta memangkas ranting pohon
yang menjulur kebagunan, tidak membuat taman terlalu dekat dengan struktur bangunan.

 Secara mekanik dilakukan dengan membuat pelindung (Proofing) sehingga tikus tidak dapat masuk ke
dalam rumah, ruangan dan tempat penyimpanan contohnya dengan memasang plat besi pada pohon.
Pengendalian secara mekanis lainnya juga dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan perangkap
antara lain perangkap lem, perangkap jepit, perangkap massal dan perangkap elektrik. Perangkap
merupakan cara yang paling disukai untuk membunuh atau menangkap tikus pada keadaan dimana tikus
yang mati disembarang tempat sulit dijangkau dan dapat menimbulkan bau yang tidak sedap serta sulit.

c. Perangkap

 Perangkap Lem Tahapan Pemasangan:

1. Gunakan kertas berperekat yang tersimpan dalam kotak seng untuk lokasi kerja yang terdapat
pengolahan makanan, sediaan farmasi atau area sensitif lainnya.

2. Tempatkan pada lokasi tertentu dekat dinding atau tanda lalu-lintas tikus banyak terdapat masing-
masing berjarak 10 – 25 meter dengan lubang pintu sejajar dengan dinding.

3. Tempelkan sticker petunjuk dan kartu cek list di atas perangkap lem.

4. Lakukan pencatatan jumlah tikus yang tertangkap untuk setiap periode.

 Perangkap Tikus Elektrik (Rat Zapper) Tahapan Pemasangan:

1. Pemasangan perangkap tikus elektrik dilakukan untuk ”Food area” yaitu lokasi yang berdekatan dengan
makanan atau ruang produksi, gudang makanan atau area sensitif lainnya.

2. Penggunaan peralatan tsb dipergunakan untuk kasus khusus apabila telah digunakan jenis perangkap
yang lain dan tidak efektif.

3. Perangkap tikus elektrik tsb menggunakan energi listrik dari baterai dengan dilengkapi tombol on/off.
4. Pada saat pemasangan perangkap elektrik tsb kondisi tombol “on”

 Tempelkan sticker petunjuk di atas perangkap elektrik.

 Lakukan pemeriksaan setiap hari oleh teknisi atau minta bantuan pemilik atau penanggungjawab lokasi,
bunuh tikus yang terperangkap dan bersihkan perangkap dengan dengan air panas serta ganti umpan
tanpa racun bila perlu untuk siap dipasang kembali.

 Apabila terdapat tikus yang tertangkap di dalam perangkap elektrik, dilakukan pembersihan bangkai
tikus dengan mempergunakan lap basah di sensor perangkap elektrik dalam kondisi perangkap”off” atau
tidak ada aliran listrik.

 Lakukan pencatatan jumlah tikus yang tertangkap untuk setiap periode.

2) Pengendalian Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi dilakukan semata-mata atas pertimbangan bahwa pengendalian secara
mekanis tidak memberikan hasil yang optimal atau tidak memberikan hasil yang sesuai dengan harapan
pelanggan dan atau untuk aplikasi di luar bangunan. Pengendalian secara kimiawi tidak digunakan pada
lokasi yang terdapat aktifitas pengolahan/produksi makanan / farmasi/ area sensitif lainnya.
Penempatan racun pada industri makanan hanya dilakukan di luar ruangan yang tidak berhubungan
dengan produksi dan dilakukan untuk jangka waktu terbatas dan dibawah pengawasan yang ketat.
Pengendalian dengan cara kimiawi dilakukan dengan menggunakan umpan yang mengandung
rodentisida (racun tikus). 3.2.1. Alat-alat untuk aplikasi rodentisida

a. Tamper Resistant

Merupakan tempat racun padat yang yang dapat melindungi dari pengaruh lingkungan (a.l. hujan ).

1. Kotak umpan ber-kunci (Tamper Resistant) dipergunakan untuk pengumpanan di dalam ruangan umum
dan ruangan terbuka.

2. Tempatkan sticker petunjuk dan kartu cek list di atas setiap Kotak umpan berkunci

3. Penempatan Tamper Resistant diletakkan jauh dari jangkauan anak-anak

4. Setiap tempat racun umpan harus diberi nomor seri/pengenal/No. penempatan untuk memudahkan
monitoring dan pencatatan.

b. Racun Minuman

Racun minuman merupakan pilihan terbaik dalam pengendalian tikus ,jika ketersediaan makanan di
lokasi pemasangan banyak. Aplikasi racun minuman dapat dilakukan bersamaan dengan umpan racikan
dengan hasil yang lebih baik. WARNING. Hati-hati dalam aplikasi racun minuman, karena sifat racun
minuman yang mudah menguap sehingga dapat menyebabkan kontaminasi.

c. Penanganan Bangkai

Tikus Pasca Pengendalian Tikus Kumpulkan tikus yang terperangkap / mati, musnahkan dengan cara
membakar dan dikubur dengan kedalaman sekurang-kurangnya 50 cm, begitu pula dengan setiap bahan
sisa atau sisa pembungkus umpan racun.

d. Peralatan Keselamatan Dan Pakaian Kerja

Dalam melaksanakan aktivitas pengendalian tikus, kelengkapan keselamatan kerja yang harus dipenuhi
meliputi :

1. Sarung tangan karet apabila berhubungan dengan rodentisida, bangkai tikus.

2. Masker penutup hidung dan mulut apabila berhubungan dengan bangkai tikus

3. Helmet apabila bekerja di area kolong bangunan atau daerah berbahaya atau bila ditentukan oleh
pemilik/penanggungjawab lokasi

4. Sepatu safety dan safety glass dan tanda pengenal lainnya bila ditentukan oleh
pemilik/penanggungjawab lokasi

5. Pakaian kerja yang dipergunakan khusus melakukan pekerjaan.

6. Pakai Tanda Pengenal Perusahaan yang masih berlaku

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tikus adalah binatang yang termasuk dalam ordo rodentia, sub ordo Myormorpha, family
muridae. family muridae ini merupakan family yang dominan dari ordo rodentia karena mempunyai
daya reproduksi yang tinggi, pemakan segala macam makanan (omnivorous) dan mudah beradaptasi
dengan lingkungan yang diciptakan manusia. jenis tikus yang sering ditemukan dihabitat rumah dan
ladang adalah jenis rattus dan mus.
Jenis-jenis Tikus , tikus Rumah (Rattus tanezumi), tikus Got (Rattus norvegicus) ,tikus Ladang (Rattus
exulans), tikus Sawah (Rattus Argentiveter) ,tikus Wirok (Bandicota indica), Mencit (Mus musculus).

Pengendalian Tikus

1. Teknik Budidaya

Pengendalian dengan cara ini adalah melakukan penanaman padi secara serentak agar serangan hama
tidak mengarah hanya pada beberapa petak sawah saja.

2. Cara Biologis

Pengendalian secara biologis antara lain membiarkan berbagai hewan predator tikus seperti ular sawah
dan burung hantu hidup di sekitar aral persawahan.

3. Cara Fisik

Pengendalian tikus secara fisik dilakukan dengan cara pemasangan perangkap.

4. Cara Mekanis

Pengendalian secara mekanis adalah melakukan upaya goropyokan, yaitu memburu tikus dengan
menghancurkan atau membongkar sarang-sarang tikus yang ada di sekitar areal persawahan.

B. Saran

Tikus merupakan salah satu vector penyakit yang merugikan manusia. Oleh karena itu diperlukan
adanya tindakan pengendalian agar masalah yang ditimbulkan oleh adanya tikus dapat diminimalisir
terutama masalah yang beerkaitan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

http://sugarresearch.org/wp-content/uploads/2009/09/pengendalian-tikus.pdf

http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20Tikus.pdf

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/blb/article/view/2601/2553

http://ariexmilanibrahimovic.blogspot.com/2012/12/trapping-tikus.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Tikus. Diakses tanggal 25 November 2011

http://id.wikipedia.org/wiki/Tikus_rumah. Diakses tanggal 25 November 2011

http://metana3.blogspot.com/2012/12/jenis-jenis-vektor-penyakit.html. Diakses tanggal 27 Oktober


2013

http://nistyadya.blogspot.co.id/2013/12/makalah-pengendalian-vektor-jenis-jenis.html

Vektor & Binatang Pengganggu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan
manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang, atau
dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan. Contoh dramatis adalah keracunan Methyl Mercury yang
terjadi pada penduduk sekitar Minamata (Jepang) akibat mengkonsumsi ikan yang berasal dari pantai
yang tercemar mercury (air raksa). Dari bencana ini, 41 orang meninggal dan juga terjadi cacat tubuh
dari bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi Mercury
tersebut. Dengan alas an tersebut, interaksi antara manusia dengan lingkungannya merupakan
komponen penting dari kesehatan masyarakat.

Moeller (1992), menyatakan “In it broadsense, environmental health is the segment of public health
that is concerned with assessing, understanding, and controlling the impacts of people on their
environment and the impacts of the environment on them”. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa
kesehatan lingkungan merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang memberi perhatian pada
penilaian, pemahaman, dan pengendalian dampak manusia pada lingkungan dan dampak lingkungan
pada manusia.

Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari dinamika hubungan interaktif
antara sekelompok manusia atau masyarakat dengan berbagai perubahan komponen lingkungan hidup
manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehtan pada masyarakat dan mempelajari upaya
untuk penanggulangan dan pencegahannya. Menurut Notoatmodjo (1996), kesehatan lingkungan pada
hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif
terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula.
Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi dua, secara umum dan secara
khusus. Tujuan dan ruang lingkup secara umum, antara lain :

1. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan
kesejahteraan hidup manusia.
2. Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan manusia.
3. Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan institusi
pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit
menular.
Adapun tujuan dan ruang lingkup secara khusus meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian
terhadap lingkungan hidup manusia, yang diantaranya berupa :
1. Penyediaan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.
2. Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secra luas oleh
masyarakat.
3. Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas beracun
yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan penyebab terjadinya perubahan
ekosistem.
4. Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industry, rumah
sakit, dan lain-lain.
5. Kontrol terhadap arthropoda dan menjadi rodent yang menjadi vektor penyakit dan cara
memutuskan rantai penularan penyakitnya.
6. Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.
7. Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja.
8. Survei sanitasi untu perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan lingkungan.

Salah satu tujuan kesehatan lingkungan yaitu kontrol terhadap arthropoda. pengendalian terhadap
arthropoda ini penting dilakukan karena penularan penyakit pada manusia dapat terjadi melalui
perantara vektor penyakit. Sehingga perlu adanya kegiatan pengendalian dan pemberantasan
terhadap vektor penyakit.

B. Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui jenis-jenis vektor penyakit dan penyakit yang ditimbulkan.
2. Mengetahui cara pengendalian dan pemberantasan vektor dan binatang pengganggu.

C. Manfaat penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :


1. Menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca tentang pengendalian vektor penyakit dan
binatang pengganggu.
2. Sebagai referensi bagi pembaca

BAB II

VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU


Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai
arthropodborne disease atau sering disebut juga sebagai vectorborne disease.penyakit ini merupakan
penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan dapat menimbulkan
bahaya kematian.

Di Indonesia, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada
daerah tertentu, antara lain, demam berdarah dengue (DBD), malaria dan kaki gajah. Akhir-akhir ini,
muncul penyakit virus chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Selain itu,
juga terdapat penyakit saluran pencernaan, seperti disentri, kolera, demam tifoid dan paratifoid yang
ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah.

Pemutusan rantai penularan (mode of transmission) dari arthropodborne disease dapat dilakukan
dengan mempelajari cara penularan dari penyakit yang ada. Contoh, pada penyakit kaki gajah atau
filariasis, pemutusan rantai penularan dilakukan melalui case finding, yaitu dengan mencari penderita
penyakit filariasis dan mengobatinya sampai sembuh karena transmisi biologis penyakit ini bersifat
cyclo-developmental atau parasit filarial berkembang biak dalam tubuh manusia bukan dalam tubuh
vektor nyamuk Culex. Sebaliknya, pada penyakit malaria pemutusan rantai penularan dilakukan melalui
manipulasi lingkungan agar populasi nyamuk Anopheles menjadi berkurang karena transmisi biologis
yang berlangsung bersifat cyclo-propagative atau parasit malaria berkembang biak dalam tubuh vektor
nyamuk Anopheles.

A. Aspek Epidemiologi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi :
1. C u a c a
Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi. Agen
penyakit tertentu terbatas pada daerah geografis tertentu, sebab mereka butuh reservoir dan vektor
untuk hidup. Iklim dan variasi musim mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir dan vektor.
Di samping itu perilaku manusia pun dapat meningkatkan transmisi atau menyebabkan rentan
terhadap penyakit infeksi.
2. V e k t o r
Organisme hidup yang dapat menularkan agen penyakit dari suatu hewan ke hewan lain atau
manusia disebut dengan vektor,. arthropoda merupakan vektor penting dalam penularan penyakit
parasit dan virus yang spesifik. Nyamuk merupakan vektor penting untuk penularan virus yang
menyebabkan encephalitis pada manusia. Nyamuk menghisap darah dari reservoir yang terinfeksi
agen penyakit ini kemudian ditularkan pada reservoir yang lain atau pada manusia.
Ricketsia merupakan parasit intrasellular obligate yang mampu hidup di luar jaringan hewan dan
dapat ditularkan di antara hewan oleh. Rat fleas, Body lice dan Wood tick adalah vektor arthropoda
yang menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan ricketsia.
3. Reservoir
Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen dimana mereka sendiri tidak terkena penyakit
disebut reservoir. Reservoir untuk arthropods borne disease adalah hewan-hewan dimana kuman
patogen dapat hidup bersama. Binatang pengerat dan kuda merupakan reservoir untuk virus
encephalitis. Penyakit ricketsia merupakan arthropods borne disease yang hidup di dalam reservoir
alamiah.seperti tikus, anjing, serigala serta manusia yang mrnjadi reservoir untuk penyakit ini. Pada
banyak kasus,kuman patogen mengalami multifikasi di dalam vektor atau reservoir tanpa
menyebabkan kerusakan pada intermidiate host.
4. Geografis
Insiden penyakit yang ditularkan arthropoda berhubungan langsung dengan daerah geografis
dimana reservoir dan vektor berada. Bertahan hidupnya agen penyakit tergantung pada iklim (suhu,
kelembaban dan curah hujan) dan fauna lokal
Pada daerah tertentu, seperti Rocky Mountains spotted fever merupakan penyakit bakteri yang
memiliki penyebaran secara geografis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan tangau yang
terinfeksi.oleh ricketsia dibawa oleh tungau kayu di daerah tersebut dan dibawa oleh tungau anjing
ke bagian timur Amerika Serikat. Penyakit ini lebih sering terjadi di timur Amerika Serikat dan sangat
jarang di utara atau di barat.
Variasi musim juga mempengaruhi penyebaran penyakit melalui arthropoda. seperti halnya virus
dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes selama musim penghujan karena merupakan saat
terbaik bagi myamuk berkembang biak sehingga wabah penyakit terjadi antara akhir tahun sampai
awal tahun depan (bulan September sampai bulan.Maret)
5. Perilaku Manusia
Interaksi antara manusia, kebiasaan manusia.membuang sampah secara sembarangan, kebersihan
individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab penularan penyakit arthropods borne diseases.

B. Jenis Vektor
Vektor adalah jenis serangga dari filum Arthropoda yang dapat memindahkan/ menularkan suatu
penyakit (infectiuous agent) dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan (susceptible
host). Binatang pengganggu dalam hal ini termasuk filum Chordata yang umumnya merupakan
binatang mengerat yang dapat merusak tanaman, harta benda, makanan, dan yang lebih penting
lagi dapat menjadi induk semang (host) bagi beberapa penyakit tertentu. Induk semang adalah
suatu media yang paling baik untuk hidup dan berkembang biaknya bibit penyakit menular di dalam
tubuh host tersebut kemudian setelah dewasa/matang akan menularkan kepada host lain melalui
gigitan, sengatan, sekresi/kotoran dari host terinfeksi tersebut.
Arthropoda berarti kaki yang beruas-ruas/bersendi-sendi (arthron=sendi, poda=kaki). Dari filum
Arthropoda tersebut yang menjadi vektor adalah :
1. Ordo Dipthera, kelas Hexapoda (kaki enam), contohnya :
a) Nyamuk Anopheles sebagai vektor penyakit malaria
b) Nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit DHF
c) Nyamuk Culex fatigans sebagai vektor penyakit elephantiasis (kaki gajah)
d) Lalat rumah (musca domestica, domestic fly)sebagai vektor penyakit perut
e) Lalat Tse-tse sebagai vektor penyakit sleeping sickness (penyakit tidur abadi)
f) Lalat kuda (tomoxys calcitrans) sebagai vektor penyakit antraks
2. Ordo Siphonaptera. Contohnya pinjal tikus (xenopsylla cheopis) sebagai vektor penyakit plague
(pes).
3. Ordo Anoplura. Contohnya, kutu kepala (Pediculus humanus capitis) sebagai vektor penyakit
relapsing fever (demam balik-balik).
4. Kelas Aracnoidea.
a) Tick sebagai vektor penyakit relapsing fever
b) Mite sebagai vektor penyakit scrub thypus, endemic thypus, dan scabies.
5. Kelas Crustacea. Sebagai vektor penyakit paragonomiasis
6. Kelas Myriapoda. Sebagai vektor penyakit hymenolepsis.
7. Ordo Hemiptera.sebagai vektor pengganggu. Contohnya, kutu busuk (Cimex rotudatus).
8. Ordo Isoptera. Sebagai vektor pengganggu jenis rayap.
9. Ordo Orthoptera. Sebagai vektor pengganggu jenis belalang.
10. Ordo Culeoptera. Sebagai vektor pengganggu jenis kecoa.
11. Ordo Arachnoidea. Sebagai vektor pengganggu jenis kalajengking.

Terdapat pula beberapa jenis tikus, terdapat 2 golongan:


1. Tikus besar / rat (rattus-rattus) terdiri dari :
a) Rattus norwegicus(tikus got/tikus riol)
b) Rattus diardii (tikus atap)
c) Rattus alexandricus (tikus Alexandria)
d) Rattus frugivorus (tikus buah-buahan)
2. Tikus kecil (mice/mouse) : Musculus (tikus rumah)

C. Transmisi Penyakit
Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat melalui beberapa
cara yaitu : :
1. Dari orang ke orang
2. Melalui udara
3. Melalui makanan dan air
4. Melalui hewan
5. Melalui vektor arthropoda

D. Arthropodborne Disease
Arthropodborne disease merupakan suatu istilah yang mengandung arti bahwa arthropoda
merupakan vektor yang bertanggung jawab atas terjadinya penularan penyakit dari satu host
(pejamu) ke host lain. Paul A. Ketchum membuat klasifikasi arthropodborne disease berdasarkan
kejadian penyakit epidermis di Amerika Serikat.

Viral Diseases Animals Affected Reservoir Vector


St. Louis
Encephalitis Humans Perching birds Mosquite (Calex
sp.)
Encephalitis
Western equire
encephalitis
Venezuelan aquine
encephalitis
Bacterial Diseases
Rocky mt. spotted
fever
Epidemic thypus
Horse and humans

Horses (rare in
humans)
Etiological Agen
Ricketsia ricketsii

Ricketsia
Prowazekii
Wild birds

Rodents and horses

Reservoir
Rodents, dogs, and
foves
Humans

Mosquito (Culex
and Culiseta sp.)
Mosquite (Calex
sp.)
Vector
Wood ticks
(Dermacentor sp.)
Body louse
(Pediculus vestimenti)
Endemic (murine)
Typhus fever Ricketsia typhi Rats and field mice Rat flea
(Xenopsylla cheopis)
Rat louse (Polyplax spinulosa)
Bubonic plague Yersimia pestis Rats and ground
Squirels Flea (Xenopsylla
cheopis)
Tabel 2.1 Beberapa arthropodborne disease pada manusia

Sumber : Ketchum PA, Microbiology Introduction for health Professional (dalam Chandra : 2006)
E. Transmisi Arthropodborne Disease
Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya gejala penyakit
disebut masa inkubasi atau incubation period, khusus pada arthropods borne diseases ada dua
periode masa inkubasi yaitu pada tubuh vektor dan pada manusia.
1. Inokulasi (Inoculation)
Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh manusia melalui
gigitan pada kulit atau deposit pada membrana mucosa disebut sebagai inokulasi.
2. Infestasi (Infestation)
Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak disebut sebagai
infestasi, sebagai contoh scabies.
3. Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period
Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor Disebut sebagai
masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles berkisar
antara 10 – 14 hari tergantung dengan temperatur lingkungan dan masa inkubasi intrinsik dalam
tubuh manusia berkisar antara 12 – 30 hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria.
4. Definitive Host dan Intermediate Host
Disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung dari apakah dalam tubuh vektor atau
manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus aseksual pada tubuh vektor atau manusia,
apabila terjadi siklus sexual maka disebut sebagai host definitif, sebagai contoh parasit malaria
mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk anopheles adalah host definitif dan
manusia adalah host intermediate.
5. Propagative, Cyclo – Propagative dan Cyclo - Developmental
Pada transmisi biologik dikenal ada 3 tipe perubahan agen penyakit dalam tubuh vektor yaitu
propagative, cyclo – propagative dan cyclo - developmental, bila agen penyakit atau parasit tidak
mengalami perubahan siklus dan hanya multifikasi dalam tubuh vektor disebut propagative seperti
plague bacilli pada kutu tikus, dengue (DBD) bila agen penyakit mengalami perubahan siklus dan
multifikasi dalam tubuh vektor disebut cyclo – propagative seperti parasit malaria dalam tubuh
nyamuk anopheles dan terakhir bila agen penyakit mengalami perubahan siklus tetapi tidak
mengalami proses multifikasi dalam tubuh vektor seperti parasit filarial dalam tubuh nyamuk culex.
Berikut ini ada 3 jenis cara transmisi arthropodbome diseases, yakni :
1. Kontak Langsung
Arthropoda secara langsung memindahkan penyakit atau infestasi dari satu orang ke orang lain
melalui kontak langsung. Contoh scabies, pediculus.
2. Transmisi Secara Mekanik
Agen penyakit ditularkan secara mekanik oleh arthropoda. seperti penularan penyakit diare, typhoid,
keracunan makanan dan trachoma oleh lalat, Secara karakteristik arthropoda sebagai vektor
mekanik membawa agen penyakit dari manusia berupa tinja, darah, ulcus superficial, atau eksudat.
kontaminasi bisa hanya pada permukaan tubuh arthropoda tapi juga bisa dicerna dan kemudian
dimuntahkan atau dikeluarkan melalui ekskreta.
Agen penyakit yang paling banyak ditularkan melalui arthropoda adalah enteric bacteria yang
ditularkan oleh lalat rumah. diantaranya adalah Salmonella typhosa, species lain dari salmonella, E.
coli, dan Shigella dysentry yang paling sering ditemui dan paling penting. Lalat rumah dapat
merupakan vektor dari agen penyakit tuberculosis, anthrax, tularemia, dan brucellosis.
3. Transmisi Secara Biologi
Bila agen penyakit multiflikasi atau mengalami beberapa penularan perkembangan dengan atau
tanpa multiflikasi di dalam tubuh arthropoda, ini desebut transmisi biologis, dikenal ada tiga cara
yaitu :
a) Propagative
Bila agen penyakit tidak mengalami perubahan siklus, tetapi multiflikasi di dalam tubuh vektor.
Contoh, plague bacilli pada rat fleas.
b) Cyclo-propagative
Agen penyakit mengalami perubahan siklus dan multiflikasi di dalam tubuh arthropoda. Contoh,
parasit malaria pada nyamuk anopheles.
c) Cyclo-developmental
Bila agen penyakit mengalami perubahan siklus, tetapi tidak mengalami multiflikasi di dalam tubuh
arthropoda. Contoh, parasit filaria pada nyamuk culex, dan cacing pita pada cyclops

Gambar 2.1 Transmisi secara biologis

F. Penyakit Penting yang Ditularkan Melalui Nyamuk (di Indonesia)


Untuk mengetahui lebih jelas mengenai penyakit – pemyakit endemis yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk di Indonesia adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Siklus cyclo-developmental penyakit filariasis

Gambar 2.3 Siklus cyclo-propagative penyakit malaria

Gambar 2.4 Siklus propagative penyakit DBD

Beberapa tahun terakhir ini, beberapa virus ditularkan oleh arthropoda secara biologis yang disebut
Arbo virus. Lebih dari 100 jenis telah dibedakan. Organisme ini adalah ultramikroskopik dan
merupakan parasit obligat pada sel-sel host. Sebagian besar menggunakan nyamuk sebagai vektor
alamiah. Yang paling penting adalah yang menyebabkan Yellow fever, Dengue hemorrhagic fever,
Enchephalitis, Colorado tick fever dan Sandfly fever, Arthropoda borne virus berkembang di daerah
tropis dan meluas ke daerah subtropis.

BAB III
ARTHROPODA DAN PENYEBARAN PENYAKIT
A. Nyamuk (Mosquito)
Nyamuk adalah vektor mekanis atau vektor siklik penyakit pada manusia dan hewan yang
disebabkan oleh parasit dan virus, nyamuk dari genus Psorophora dan Janthinosoma yang terbang
dan menggigit pada siang hari, membawa telur dari lalat Dermatobia hominis dan menyebabkan
myiasis pada kulit manusia atau ke mamalia lain. Species yang merupakan vektor penting penyebab
penyakit pada manusia antara lain penyakit :
1. Malaria
Vektor siklik satu-satunya dari malaria pada manusia dan malaria kera adalah nyamuk Anopheles,
sedangkan nyamuk Anopheles dan Culex keduaduanya dapat menyebabkan malaria pada burung.
Secara praktis tiap species Anopheles dapat diinfeksi secara eksperimen, tetapi banyak species
bukan vektor alami. Sekitar 110 species pernah dihubungkan dengan penularan malaria,
diantaranya 50 species penting terdapat dimana-mana atau setempat yang dapat menularkan
penyakit malaria..
Sifat suatu species yang dapat menularkan penyakit ditentukan oleh :
a. Adanya di dalam atau di dekat tempat hidup manusia.
b. Lebih menyukai darah manusia dari pada darah hewan, walaupun bila hewan hanya sedikit.
c. Lingkungan yang menguntungkan perkembangan dan memberikan jangka hidup cukup lama
pada Plasmodium untuk menyelesaikan siklus hidupnya.
d. Kerentanan fisiologi nyamuk terhadap parasit .
Untuk menentukan apakah suatu species adalah suatu vektor yang sesuai, maka dapat dicatat
persentase nyamuk yang kena infeksi setelah menghisap darah penderita malaria, prnentuan suatu
species nyamuk sebagai vektor dapat dipastikan dengan melihat daftar index infeksi alami, biasanya
sekitar 1-5%, pada nyamuk betina yang dikumpulkan dari rumah-rumah di daerah yang diserang
malaria.
2. Filariasis
Nyamuk Culex adalah vektor dari penyakit filariasis Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi. Banyak
species Anopheles, Aedes, Culex dan Mansonia, tetapi kebanyakan dari species ini tidak penting
sebagai vektor alami. Di daerah tropis dan subtropis, Culex quinquefasciatus (fatigans), nyamuk
penggigit di lingkungan rumah dan kota, yang berkembang biak dalam air setengah kotor sekitar
tempat tinggal manusia, adalah vektor umum dari filariasis bancrofti yang mempunyai periodisitas
nokturnal. Aedes polynesiensis adalah vektor umum filariasis bancrofti yang non periodisitas di
beberapa kepulauan Pasifik Selatan . Nyamuk ini hidup diluar kota di semak-semak (tidak pernah
dalam rumah) dan berkembang biak di dalam tempurung kelapa dan lubang pohon, mengisap darah
dari binatang peliharaan mamalia dan unggas, tetapi lebih menyukai darah manusia.
3. Demam Kuning
Demam kuning (Yellow Fever) penyakit virus yang mempunyai angka kematian tinggi, telah
menyebar dari tempat asalnya dari Afrika Barat ke daerah tropis dan subtropis lainnya di dunia,
Nyamuk yang menggigit pada penderita dalam waktu tiga hari pertama masa sakitnya akan menjadi
infektif selama hidupnya setelah virusnya menjalani masa multifikasi selama 12 hari. Vektor penyakit
ini adalah species nyamuk dari genus Aedes dan Haemagogus, Aedes aegypti adalah vektor utama
demam kuning epidemik, hidup disekitar daerah perumahan, berkembang biak dalam berbagai
macam tempat penampungan air sekitar rumah, larva tumbuh subur sebagai pemakan zat organik
yang terdapat didasar penampungan air bersih (bottom feeders) atau air kotor yang mengandung
zat organik.
4. Dengue Hemorrhagic Fever
Adalah penykit endemik yang disebabkan oleh virus di daerah tropis dan subtropis yang kadang-
kadang menjadi epidemik. Virus membutuhkan masa multifikasi selama 8-10 hari sebelum nyamuk
menjadi infektif, khususnya ditularkan oleh species Aedes, terutama A. aegypti. Penyakit ini
merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun terutama pada saat musim
penghujan.
5. Encephalitis Virus
Adalah penyakit endemik yang disebabkan oleh virus di daerah tropis dan subtropis yang kadang-
kadang menjadi epidemik. Virus membutuhkan masa multifikasi selama 8-10 hari sebelum nyamuk
menjadi infektif, khususnya ditularkan oleh species Aedes, terutama A. aegypti. Penyakit ini
merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun terutama pada saat musim
penghujan,

B. Lalat Rumah (Housefly)


Lalat rumah, Musca domestica, hidup disekitar tempat kediaman manusia di seluruh dunia. Seluruh
lingkaran hidup berlangsung 10 sampai 14 hari, dan lalat dewasa hidup kira-kira satu bulan.
Larvanya kadang-kadang menyebabkan myasis usus dan saluran kencing serta saluran kelamin.
Lalat adalah vektor mekanik dari bakteri patogen, protozoa serta telur dan larva cacing, Luasnya
penularan penyakit oleh lalat di alam sukar ditentukan. Dianggap sebagai vektor penyakit typhus
abdominalis, salmonellosis, cholera, dysentery bacillary dan amoeba, tuberculosis, penyakit sampar,
tularemia, anthrax, frambusia, conjunctivitis, demam undulans, trypanosomiasis dan penyakit
spirochaeta.

C. Lalat Pasir (Sandfly)


Lalat pasir ialah vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan bartonellosisi. Leishmania
donovani, penyebab Kala azar; L. tropica, penyebab oriental sore; dan L. braziliensis, penyebab
leishmaniasis Amerika, ditularkan oleh Phlebotomus. Demam papataci atau demam phlebotomus,
penyakit yang disebabkan oleh virus banyak terdapat di daerah Mediterania dan Asia Selatan,
terutama ditularkan oleh P. papatsii, yang menjadi infektif setelah masa perkembangan virus selama
7-10 hari. Bartonellosis juga terdapat di Amerika Selatan bagian Barat Laut sebagai demam akut
penyakit Carrion dan sebagai keadaan kronis berupa granulema verrucosa. Basil penyebab adalah
Bartonella bacilliformis, ditularkan oleh lalat pasir yang hidup di daerah pegunungan Andes.

D. Lalat Tsetse (Tsetse Flies)


Lalat tsetse adalah vektor penting penyakit trypanosomiasis pada manusia dan hewan peliharaan.
Paling sedikit ada tujuh species sebagai vektor infeksi trypanosoma pada hewan peliharaan, species
Trypanosoma rhodesiense yang menjadi, penyebab trypanosomiasis, adalah Glossina morsitans, G.
swynnertoni, dan G. Pallidipes. Vektor utama .pada Penyakit Tidur (Sleeping Sickness) di Gambia
adalah species G. palpalis fuscipes dan pada daerah - daerah tertentu adalah species G.
tachhinoides.

E. Lalat Hitam (Blackflies)


Adalah vektor penyakit Oncheocerciasis Di Afrika adalah species Simulium damnosum dan S.
neavei dan di Amerika adalah S. metallicum, S. ochraceum dan S. callidum. Species lain mungkin
adalah vektor yang tidak penting dan menularkan onchocerciasis pada ternak dan penyakit protozoa
pada burung.

F. Tuma Kepala, Tuma badan, dan Tuma Kemaluan (Head Lice, Body Lice, and Crab Lice)
Tuma badan adalah vektor epidemic typhus, epidemic relapsing fever di Eropa dan Amerika
Latin,.Tuma mendapat infeksi dari Reckettsia prowazeki, bila menghisap darah penderita. Rickettsia
berkembang biak dalam epitel lambung tengah tuma dan dikeluarkan bersama tinja. Tuma tetap
infektif selama hidupnya;. Manusia biasanya mendapat infeksi karena kontaminasi pada luka gigitan,
kulit yang lecet atau mukosa dengan tinja atau badan tuma yang terkoyak Bila oleh spirochaeta
Borrelia recurrentis, penyebab epidemic relapsing fever di Eropa, spirochaeta akan berkembang
biak di seluruh tubuh tuma, yang tetap infektif selama hidupnya,. Demam parit, suatu penyakit yang
disebabkan oleh Rickettsia juga ditularkan oleh tuma tetapi tidak fatal, pernah berjangkit sebagai
penyakit epidemik selama Peran Dunia pertama dan kemudian menjadi endemik di Eropa dan
Mexico.

G. Pinjal (Fleas)
Pinjal hanya penting dalam dunia kedokteran terutama yang berhubungan dengan penularan
penyakit sampar dan endemic typhus. Pinjal dapat juga bertindak sebagai hospes perantara parasit.

H. Reduviid Bugs (Kissing Bugs)


Berbagai species reduviid adalah vektor penting dari pada Trypanosoma cruzi, penyebab penyakit
Chagas dan T. Rangeli tetapi ternyata Trypanosoma cruzi tidak patogen bagi manusia. Kebanyakan
reduviid mampu menularkan jpenyaakit, tetapi hanya beberapa species saja yang merupakan vektor
yang efektif Vektor yang paling penting adalah Triatoma infestans, Panstrongylus megistus dan
Rhodnius prolixus.

I. Ticks (Sengkenit)
Sengkenit telah dikenal sebagai vektor penyakit sejak tahun 1893, ketika Smith dan Kilbourne
menemukan species Boophilus annulatus sebagai vektor penular “demam Texas” pada lembu. Pada
beberapa species tidak saja dapat menularkan penyakit melalui stadium metamorfosis dari pada
sengkenit, tetapi juga melalui telur, kepada generasi berikutnya. Bila penyakit ini menular di antara
binatang peliharaan akan menyebabkan kerugian keuangan yang besar.

J. Tungau (Mites)
Adalah vektor pada penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang disebabkan oleh Rickettsia
tsutsugamushi, tungau mengigit manusia menyebabkan luka bernanah disertai demam yang
remiten, lymphadenitis, splenomegaly dan suatu eritema yang merah sekali. Vektor utamanya
adalah Trombicula akamushi dan T. deliensis, tungau menularkan penyakit pada stadium larva
sedangkan larvanya adalah parasit pada tikus ladang di Jepang dan beberapa tikus rumah dan tikus
lading di Taiwan dan di Indonesia. Manusia merupakan hospes secara kebetulan, larvanya
melekatkan diri pada pekerja di ladang. Penyakit ini dapat ditularkan dari generasi ke generasi,
sehingga larva generasi kedua mampu menginfeksi manusia.

K. Cyclops
Cyclops adalah hospes perantara dari Dracunculus mendinensis, cacing cestoda Diplyllobothrium
latum dan cacing nematoda Gnathostoma spinigerum.

BAB IV
PENGENDALIAN VEKTOR
A. Metode Pengendalian
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk mengurangi atau menurunkan
populasi vektor atau binatang pengganggu dengan maksud pencegahan atau pemberantasan
penyakit yang ditularkan atau gangguan (nuisance) oleh vektor dan binatang pengganggu tersebut.
Menurut WHO (Juli Soemirat,2009:180), pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan bagi
beberapa macam penyakit karena berbagai alasan :
1. Penyakit tadi belum ada obatnya ataupun vaksinnya, seperti hamper semua penyakit yang
disebabkan oleh virus.
2. Bila ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum efektif, terutama untuk
penyakit parasiter
3. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia, sehingga sulit dikendalikan.
4. Sering menimbulkan cacat, seperti filariasis dan malaria.
5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat seperti insekta yang bersayap
Ada beberapa cara pengendalian vektor dan binatang pengganggu diantaranya adalah sebagai
berikut.
1. Pengendalian kimiawi
Cara ini lebih mengutamakan penggunaan pestisida/rodentisida untuk peracunan. Penggunaan
racun untuk memberantas vektor lebih efektif namun berdampak masalah gangguan kesehatan
karena penyebaran racun tersebut menimbulkan keracunan bagi petugas penyemprot maupun
masyarakat dan hewan peliharaan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1960-an yang menjadi titik tolak
kegiatan kesehatan secara nasional (juga merupakan tanggal ditetapkannya Hari Kesehatan
Nasional), ditandai dengan dimulainya kegiatan pemberantasan vektor nyamuk menggunakan
bahan kimia DDT atau Dieldrin untuk seluruh rumah penduduk pedesaan. Hasilnya sangat baik
karena terjadi penurunan densitas nyamuk secara drastis, namun efek sampingnya sungguh luar
biasa karena bukan hanya nyamuk saja yang mati melainkan cicak juga ikut mati keracunan (karena
memakan nyamuk yang keracunan), cecak tersebut dimakan kucing dan ayam, kemudian kucing
dan ayam tersebut keracunan dan mati, bahkan manusia jugs terjadi keracunan Karena menghirup
atau kontak dengan bahan kimia tersebut melalui makanan tercemar atau makan ayam yang
keracunan.
Selain itu penggunaan DDT/Dieldrin ini menimbulkan efek kekebalan tubuh pada nyamuk sehingga
pada penyemprotan selanjutnya tidak banyak artinya. Selanjutnya bahan kimia tersebut dilarang
digunakan. Penggunaan bahan kimia pemberantas serangga tidak lagi digunakan secara missal,
yang masih dgunakan secra individual sampai saat ini adalah jenis Propoxur (Baygon). Pyrethrin
atau dari ekstrak tumbuhan/bunga-bungaan.
Untuk memberantas Nyamuk Aedes secara missal dilakukan fogging bahan kimia jenis
Malathion/Parathion, untuk jentik nyamuk Aedes digunakan bahan larvasida jenis Abate yang
dilarutkan dalam air. Cara kimia untuk membunuh tikus dengan menggunakan bahan racun arsenic
dan asam sianida. Arsenik dicampur dalam umpan sedangkan sianida biasa dilakukan pada
gudang-gudang besar tanpa mencemai makanan atau minuman, juga dilakukan pada kapal laut
yang dikenal dengan istilah fumigasi. Penggunaan kedua jenis racun ini harus sangat berhati-hati
dan harus menggunakan masker karena sangat toksik terhadap tubuh manusia khususnya melalui
saluran pernafasan.
Penggunaan bahan kimia lainnya yang tidak begitu berbahaya adalah bahan attractant dan
repellent. Bahan Attractant adalah bahan kimia umpan untuk menarik serangga atau tikus masuk
dalam perangkap. Sedangkan repellent adalah bahan/cara untuk mengusir serangga atau tikus tidak
untuk membunuh. Contohnya bahan kimia penolak nyamuk yang dioleskan ke tubuh manusia
(Autan, Sari Puspa, dll) atau alat yang menimbulkan getaran ultrasonic untuk mengusir tikus (fisika).

2. Pengendalian Fisika-Mekanika
Cara ini menitikberatkan kepada pemanfaatan iklim/musim dan menggunakan alat penangkap
mekanis antara lain :
a. Pemasangan perangkap tikus atau perangkap serangga
b. Pemasangan jarring
c. Pemanfaatan sinar/cahaya untuk menarik atau menolak (to attrack and to repeal)
d. Pemanfaatan kondisi panas dan dingin untuk membunuh vektor dan binatang penganggu.
e. Pemanfaatan kondisi musim/iklim untuk memberantas jentik nyamuk.
f. Pemanfaatan suara untuk menarik atau menolak vektor dan binatang pengganggu.
g. Pembunuhan vektor dan binatang pengganggu menggunakan alat pembunuh (pemukul, jepretan
dengan umpan, dll)
h. Pengasapan menggunakan belerang untuk mengeluarkan tikus dari sarangnya sekaligus
peracunan.
i. Pembalikan tanah sebelum ditanami.
j. Pemanfaatan arus listrik dengan umpan atau attracktant untuk membunuh vektor dan binatang
pengganggu (perangkap serangga dengan listrik daya penarik menggunakan lampu neon).

3. Pengendalian Biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan dua cara, yakni :
a. Memelihara musuh alaminya
Musuh alami insekta dapat berupa pemangsanya ataupun mikroba penyebab penyakitnya. Untuk ini
perlu diteliti lebih lanjut pemangsa dan penyebab penyakit mana yang paling efektif dan efisien
mengurangi populasi insekta. Untuk ni perlu juga dicari bagaimana caranya untuk melakukan
pengendalian pertumbuhan pemangsa dan penyebab penyakit ini apabila populasi vektor sudah
terkendali jumlahnya.
b. Mengurangi fertilitas insekta
Untuk cara kedua ini pernah dilakukan dengan meradiasi insekta jantan sehingga steril dan
menyebarkannya di antara insekta betina. Dengan demikian telur yang dibuahi tidak dapat menetas.
Cara kedua ini masih dianggapa terlalu mahal dan efisiensinya masih perlu dikaji.

B. Pemantauan
Pengendalian vektor penyakit ini merupakan konsep yang relative baru. Pada awalnya orang
berpikir tentang pembasmian vektor. Akan tetapi kemudian tampak bahwa pembasmian itu sulit
dicapai dan kurang realistis dilihat dari sisi ekologis. Oleh karenanya pengendalian vektor saat ini
akan ditujukan untuk mengurangi dan mencegah penyakit bawaan vektor sejauh dapat dicapai
dengan keadaan social-ekonomi yang ada serta keadaan endemic penyakit yang ada.
Oleh karenanya pemantauan keadaan populasi insekta secara kontinu menjadi sangat penting.
Pengendalian secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan untuk jangka panjang, ditunjang
dengan pemantuan yang kontinu. Untuk ini diperlukan berbagai parameter pemantauan dan
pedoman tindakan yang perlu diambil apabila didapat tanda-tanda akan terjadinya kejadian luar
biasa/wabah.
Parameter vektor penyakit yang dipantau antara lain adalah :
1. Indeks lalat untuk kepadatan lalat
2. Indeks pinjal untuk kepadatan pinjal
3. Kepadatan nyamuk dapat dinyatakan sebagai Man Biting Rate (MBR), indeks container, indeks
rumah, dan/atau indeks Breteau
Tindakan khusus diambil apabila kepadatan insekta meningkat cepat dan dikhawatirkan akan terjadi
wabah karenanya. Tindakan sedemikian dapat berupa :
1. Intensifikasi pemberantasan sarang seperti perbaikan saluran drainase, kebersihan saluran dan
reservoir air, menghilangkna genangan, mencegah pembusukan sampah, dan lain-lain.
2. Mobilisasi masyarakat untuk berperan serta dalam pemberantasan dengan memelihara
kebersihan lingkungan masing-masing
3. Melakukan penyemprotan insektisida terhadap vektor dewasa didahului dengan uji resistensi
insekta terhadap insekta yang akan digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

http://files.buku-kedokteran.webnode.com/200000024-3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf di akses
pada tanggal 1 April 2011 8:51 pm
http://files.artikelkesehatan.webnode.com/200000024-11b8012b1b/Commnicable%20Disease.pdf di
akses pada tanggal 1 april 2011 8:40 pm
Budiman dan Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks Kesehatan
Lingkungan.Jakarta : EGC
Soemirat Slamet, Juli.2009.Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
http://juanna-kesling.blogspot.co.id/2011/05/vektor-binatang-pengganggu.html

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat.
Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak
penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang, atau dirangsang oleh faktor-faktor
lingkungan. Contoh dramatis adalah keracunan Methyl Mercury yang terjadi pada
penduduk sekitar Minamata (Jepang) akibat mengkonsumsi ikan yang berasal dari
pantai yang tercemar mercury (air raksa). Dari bencana ini, 41 orang meninggal dan
juga terjadi cacat tubuh dari bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi Mercury tersebut. Dengan alasan tersebut,
interaksi antara manusia dengan lingkungannya merupakan komponen penting dari
kesehatan masyarakat.
Moeller (1992), menyatakan “In it broadsense, environmental health is the
segment of public health that is concerned with assessing, understanding, and
controlling the impacts of people on their environment and the impacts of the
environment on them”. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kesehatan
lingkungan merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang memberi perhatian
pada penilaian, pemahaman, dan pengendalian dampak manusia pada lingkungan dan
dampak lingkungan pada manusia.
Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari
dinamika hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat dengan
berbagai perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang diduga dapat
menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat dan mempelajari upaya untuk
penanggulangan dan pencegahannya. Menurut Notoatmodjo (1996), kesehatan
lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang
optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang
optimum pula.
Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi dua,
secara umum dan secara khusus. Tujuan dan ruang lingkup secara umum, antara lain :
1. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada
kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
2. Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan manusia.
3. Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan
institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam
atau wabah penyakit menular.
Adapun tujuan dan ruang lingkup secara khusus meliputi usaha-usaha
perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang diantaranya
berupa :
1. Penyediaan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.
2. Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secra
luas oleh masyarakat.
3. Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan
gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan penyebab
terjadinya perubahan ekosistem.
4. Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan,
industry, rumah sakit, dan lain-lain.
5. Kontrol terhadap arthropoda dan menjadi rodent yang menjadi vektor penyakit dan
cara memutuskan rantai penularan penyakitnya.
6. Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.
7. Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja.
8. Survei sanitasi untu perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan
lingkungan.
Salah satu tujuan kesehatan lingkungan yaitu kontrol terhadap arthropoda.
pengendalian terhadap arthropoda ini penting dilakukan karena penularan penyakit
pada manusia dapat terjadi melalui perantara vektor penyakit. Sehingga perlu adanya
kegiatan pengendalian dan pemberantasan terhadap vektor penyakit.
B. Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui cara pengendalian dan pemberantasan vektor dan binatang pengganggu.
C. Manfaat penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca tentang pengendalian vektor
penyakit dan binatang pengganggu.
2. Sebagai referensi bagi pembaca

BAB II
PEMBAHASAN
A. Metode Pengendalian
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk mengurangi
atau menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu dengan maksud
pencegahan atau pemberantasan penyakit yang ditularkan atau gangguan (nuisance)
oleh vektor dan binatang pengganggu tersebut.
Menurut WHO (Juli Soemirat,2009:180), pengendalian vektor penyakit sangat
diperlukan bagi beberapa macam penyakit karena berbagai alasan :
1. Penyakit tadi belum ada obatnya ataupun vaksinnya, seperti hamper semua penyakit
yang disebabkan oleh virus.
2. Bila ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum efektif,
terutama untuk penyakit parasiter
3. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia, sehingga sulit
dikendalikan.
4. Sering menimbulkan cacat, seperti filariasis dan malaria.
5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat seperti insekta
yang bersayap
Ada beberapa cara pengendalian vektor dan binatang pengganggu diantaranya adalah
sebagai berikut.
1. Pengendalian kimiawi
Cara ini lebih mengutamakan penggunaan pestisida/rodentisida untuk
peracunan. Penggunaan racun untuk memberantas vektor lebih efektif namun
berdampak masalah gangguan kesehatan karena penyebaran racun tersebut
menimbulkan keracunan bagi petugas penyemprot maupun masyarakat dan hewan
peliharaan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1960-an yang menjadi titik tolak kegiatan
kesehatan secara nasional (juga merupakan tanggal ditetapkannya Hari Kesehatan
Nasional), ditandai dengan dimulainya kegiatan pemberantasan vektor nyamuk
menggunakan bahan kimia DDT atau Dieldrin untuk seluruh rumah penduduk
pedesaan. Hasilnya sangat baik karena terjadi penurunan densitas nyamuk secara
drastis, namun efek sampingnya sungguh luar biasa karena bukan hanya nyamuk saja
yang mati melainkan cicak juga ikut mati keracunan (karena memakan nyamuk yang
keracunan), cecak tersebut dimakan kucing dan ayam, kemudian kucing dan ayam
tersebut keracunan dan mati, bahkan manusia jugs terjadi keracunan Karena
menghirup atau kontak dengan bahan kimia tersebut melalui makanan tercemar atau
makan ayam yang keracunan.
Selain itu penggunaan DDT/Dieldrin ini menimbulkan efek kekebalan tubuh
pada nyamuk sehingga pada penyemprotan selanjutnya tidak banyak artinya.
Selanjutnya bahan kimia tersebut dilarang digunakan. Penggunaan bahan kimia
pemberantas serangga tidak lagi digunakan secara missal, yang masih dgunakan secra
individual sampai saat ini adalah jenis Propoxur (Baygon). Pyrethrin atau dari ekstrak
tumbuhan/bunga-bungaan.
Untuk memberantas Nyamuk Aedes secara missal dilakukan fogging bahan
kimia jenis Malathion/Parathion, untuk jentik nyamuk Aedes digunakan bahan
larvasida jenis Abate yang dilarutkan dalam air. Cara kimia untuk membunuh tikus
dengan menggunakan bahan racun arsenic dan asam sianida. Arsenik dicampur dalam
umpan sedangkan sianida biasa dilakukan pada gudang-gudang besar tanpa mencemai
makanan atau minuman, juga dilakukan pada kapal laut yang dikenal dengan istilah
fumigasi. Penggunaan kedua jenis racun ini harus sangat berhati-hati dan harus
menggunakan masker karena sangat toksik terhadap tubuh manusia khususnya melalui
saluran pernafasan.
Penggunaan bahan kimia lainnya yang tidak begitu berbahaya adalah bahan
attractant dan repellent. Bahan Attractant adalah bahan kimia umpan untuk menarik
serangga atau tikus masuk dalam perangkap. Sedangkan repellent adalah bahan/cara
untuk mengusir serangga atau tikus tidak untuk membunuh. Contohnya bahan kimia
penolak nyamuk yang dioleskan ke tubuh manusia (Autan, Sari Puspa, dll) atau alat
yang menimbulkan getaran ultrasonic untuk mengusir tikus (fisika).
2. Pengendalian Fisika-Mekanika
Cara ini menitikberatkan kepada pemanfaatan iklim/musim dan menggunakan alat
penangkap mekanis antara lain :
a. Pemasangan perangkap tikus atau perangkap serangga
b. Pemasangan jarring
c. Pemanfaatan sinar/cahaya untuk menarik atau menolak (to attrack and to repeal)
d. Pemanfaatan kondisi panas dan dingin untuk membunuh vektor dan binatang
penganggu.
e. Pemanfaatan kondisi musim/iklim untuk memberantas jentik nyamuk.
f. Pemanfaatan suara untuk menarik atau menolak vektor dan binatang pengganggu.
g. Pembunuhan vektor dan binatang pengganggu menggunakan alat pembunuh
(pemukul, jepretan dengan umpan, dll)
h. Pengasapan menggunakan belerang untuk mengeluarkan tikus dari sarangnya
sekaligus peracunan.
i. Pembalikan tanah sebelum ditanami.
j. Pemanfaatan arus listrik dengan umpan atau attracktant untuk membunuh vektor
dan binatang pengganggu (perangkap serangga dengan listrik daya penarik
menggunakan lampu neon).
3. Pengendalian Biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan dua cara, yakni :
a. Memelihara musuh alaminya
Musuh alami insekta dapat berupa pemangsanya ataupun mikroba penyebab
penyakitnya. Untuk ini perlu diteliti lebih lanjut pemangsa dan penyebab penyakit
mana yang paling efektif dan efisien mengurangi populasi insekta. Untuk ni perlu juga
dicari bagaimana caranya untuk melakukan pengendalian pertumbuhan pemangsa dan
penyebab penyakit ini apabila populasi vektor sudah terkendali jumlahnya.
b. Mengurangi fertilitas insekta
Untuk cara kedua ini pernah dilakukan dengan meradiasi insekta jantan
sehingga steril dan menyebarkannya di antara insekta betina. Dengan demikian telur
yang dibuahi tidak dapat menetas. Cara kedua ini masih dianggapa terlalu mahal dan
efisiensinya masih perlu dikaji.
B. Pemantauan
Pengendalian vektor penyakit ini merupakan konsep yang relative baru. Pada
awalnya orang berpikir tentang pembasmian vektor. Akan tetapi kemudian tampak
bahwa pembasmian itu sulit dicapai dan kurang realistis dilihat dari sisi ekologis. Oleh
karenanya pengendalian vektor saat ini akan ditujukan untuk mengurangi dan
mencegah penyakit bawaan vektor sejauh dapat dicapai dengan keadaan social-
ekonomi yang ada serta keadaan endemic penyakit yang ada.
Oleh karenanya pemantauan keadaan populasi insekta secara kontinu menjadi sangat
penting.
Pengendalian secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan untuk jangka
panjang, ditunjang dengan pemantuan yang kontinu. Untuk ini diperlukan berbagai
parameter pemantauan dan pedoman tindakan yang perlu diambil apabila didapat
tanda-tanda akan terjadinya kejadian luar biasa/wabah.
Parameter vektor penyakit yang dipantau antara lain adalah :
1. Indeks lalat untuk kepadatan lalat
2. Indeks pinjal untuk kepadatan pinjal
3. Kepadatan nyamuk dapat dinyatakan sebagai Man Biting Rate (MBR), indeks
container, indeks rumah, dan/atau indeks Breteau
Tindakan khusus diambil apabila kepadatan insekta meningkat cepat dan
dikhawatirkan akan terjadi wabah karenanya. Tindakan sedemikian dapat berupa :
1. Intensifikasi pemberantasan sarang seperti perbaikan saluran drainase, kebersihan
saluran dan reservoir air, menghilangkna genangan, mencegah pembusukan sampah,
dan lain-lain.
2. Mobilisasi masyarakat untuk berperan serta dalam pemberantasan dengan
memelihara kebersihan lingkungan masing-masing
3. Melakukan penyemprotan insektisida terhadap vektor dewasa didahului dengan uji
resistensi insekta terhadap insekta yang akan digunakan.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk mengurangi
atau menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu dengan maksud
pencegahan atau pemberantasan penyakit yang ditularkan atau gangguan (nuisance)
oleh vektor dan binatang pengganggu tersebut.
Ada beberapa cara pengendalian vektor dan binatang pengganggu diantaranya
adalah sebagai berikut.
1. Pengendalian kimiawi
2. Pengendalian Fisika-Mekanika
3. Pengendalian Biologis
Pengendalian vektor penyakit ini merupakan konsep yang relative baru. Pada
awalnya orang berpikir tentang pembasmian vektor. Akan tetapi kemudian tampak
bahwa pembasmian itu sulit dicapai dan kurang realistis dilihat dari sisi ekologis. Oleh
karenanya pengendalian vektor saat ini akan ditujukan untuk mengurangi dan
mencegah penyakit bawaan vektor sejauh dapat dicapai dengan keadaan social-
ekonomi yang ada serta keadaan endemic penyakit yang ada. Oleh karenanya
pemantauan keadaan populasi insekta secara kontinu menjadi sangat penting.
B.Saran
Pengendalian harus dilakukan secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan
untuk jangka panjang, ditunjang dengan pemantuan yang kontinu.

DAFTAR PUSTAKA
http://files.buku-kedokteran.webnode.com/200000024-
3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf di akses pada tanggal 1 April 2011 8:51 pm
http://files.artikelkesehatan.webnode.com/200000024-
11b8012b1b/Commnicable%20Disease.pdf di akses pada tanggal 1 april 2011 8:40 pm
Budiman dan Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks Kesehatan
Lingkungan.Jakarta : EGC
Soemirat Slamet, Juli.2009.Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
http://elpansyaputra.blogspot.co.id/2015/09/makalah-pengendalian-vektor.html

PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU


“SURVEI TIKUS”

A. Pengenalan Tikus
Tikus merupakan binatang pengerat yang sudahmenjadi musuh masyarakat karena sebagai
faktor penyakitdan identik dengan image kotor. Selain itu tikus seringmerusak property rumah
kita karena sifat pengeratnya danmenjadi musuh para petani karena sering merusak
tanaman/sawah mereka. Berbagai tindakan sering kita lakukan untukmembasmi tikus ini seperti
dengan jebakan, lem ataupundengan racun.
Tikus adalah mamalia yang termasuk dalam suku Muridae. Spesies tikus yang paling
dikenal adalah mencit (Mus spp.) serta tikus got (Rattus norvegicus) yang ditemukan hampir di
semua negara dan merupakan suatu organisme model yang penting dalambiologi. (Wikipedia,
2010).
a. Klasifikasi Tikus
 Dunia : Animalia
 Filum : Chordata
 Sub Filum : Vertebrata
 Kelas : Mammalia
 Subklas : Theria
 Ordo : Rodentia
 Sub ordo : Myomorpha
 Famili : Muridae
 Sub famili : Murinae
 Genus : Bandicota, Rattus, dan Mus
Insect dan rodent, baik disadari atau tidak, kenyataanya telah menjadi saingan bagi manusia.
Lebih dari itu insect dan rodent, pada dasarnya dapat mempengaruhi bahkan mengganggu
kehidupan manusia dengan berbagai cara. Dalam hal jumlah kehidupan yang terlibat dalm
gangguan tersebut, erat kaitanya dengan kejadian/penularan penyakit.hal demikian dapat dilihat
dari pola penularan penyakit pest yang melibatkan empat faktor kehidupan, yakni Manusia,
pinjal, kuman dan tikus. Beranjak dari pola tersebut, upaya untuk mempelajari kehidupan tikus
menjadi sangat relefan. Salah satunya adalah mengetahui jenis atau spesies tikus yang ada,
melalui identifikasi maupun deskripsi.
Untuk keperluan ini dibutuhkan kunci identifikasi tikus atau tabel deskripsi tikus, yang
memuat ciri–ciri morfologi masing – masimg jenis tikus. Ciri–ciri morfologi tikus yang lazim
dipakai untuk keperluan tersebut di antaranya adalah : berat badan ( BB ), panjang kepala
ditambah badan (H&B), ekor (T), cakar (HF), telinga (E), tengkorak (SK) dan susunan susu (M).
Disamping itu, lazim pula untuk diketahui bentuk moncong, warna bulu, macam bulu ekor, kulit
ekor, gigi dan lain-lain. Insect atau ektoparasit yang menginfestasi tikus penting untuk diketahui,
berkaitan dengan penentuan jenis vektor yang berperan dalam penularan penyakit yang tergolong
rat borne deseases.
b. Indera Pada Tikus
1. Indera Penglihatan Tikus
Dilihat dari pengelihatannya menurut para ahli konon tikus ternyata tikus mempunyai
pengelihatan yang jelek, yaitu ternyata tikus adalah hewan yang buta warna, artinya ia hanya
dapat melihat benda-benda berwarna hitam dan putih. Akan tetapi, tikus tampaknya tertarik pada
warna-warna hijau, kuning dan hitam. Warna hijau dan kuning diduga merupakan warna daun
dan malai tanaman padi yang merupakan makanan utamanya di lapang. Sedangkan warna hitam
merupakan warna gelap yang terlihat pada malam hari. Kemampuan tikus dalam melihat benda-
benda yang ada di depannya dapat mencapai 10 meter
2. Indera Penciuman Tikus
Organ penciuman tikus sangat baik, terutama untuk mencium bau makanannya. Tikus jantan
dapat mencium bau tikus betina yang sedang birahi untuk dikawininya.Tikus betina dapat
mencium bau anaknya yang keluar dari sarang berdasarkan air seni yang dikeluarkan oleh
anaknya.
3. Indera Pendengaran Tikus
Pendengaran tikus sangat baik. Tikus dapat mendengar suara-suara dengan frekuensi tinggi, yang
tidak dapat didengar oleh manusia. Berdasarkan suara-suara yang dikeluarkan oleh tikus, dapat
dibagi menjadi beberapa suara, yaitu :
 Suara-suara pada saat akan melakukan perkawinan
 Suara-suara menandakan adanya bahaya
 Suara-suara pada saat menemukan makanan
 Suara-suara pada saat tikus mengalami kesakitan
c. Sarang
Sarang yang dibuat biasanya mempunyai lebih dari satu pintu, pintu utama untuk jalan keluar
dan masuk setiap hari, pintu darurat yang digunakan dalam keadaan yang membahayakan,
misalnya pada saat dikerjar oleh predator ataupun pada saat dilakukan gropyokan, dan pintu yang
menuju ke sumber air sebagai minumnya. Pintu darurat ini disamarkan dengan cara ditutupi
dengan daun-daunan.Selain itu, sarang tikus juga terdiri dari lorong yang berkelok-kelok;
semakin banyak anggota keluarga tikus, semakin panjang lorong yang dib Sarang tikus juga
dilengkapi dengan ruangan/kamar yang difungsikan untuk beranak dan kamar sebagai gudang
tempat meyimpan bahan makanan.

d. Perkembangbiakan
Tikus berkembang biak dengan sangat cepat, tikus menjadi dewasa dalam arti dapat kawin
mulai umur 3 bulan, masa bunting tikus betina sangat singkat, kira-kira 3 minggu. Jumlah anak
yang dihasilkan setiap kelahiran berkisar antara 4 – 12 ekor (rata-rata 6 ekor) tergantung dari
jenis dan keadaan makanan di lapangan. Dan setelah 2-3 hari setelah melahirkan tikus-tikus
tersebut sudah siap kawin lagi.
Jenis-jenis tikus antara lain:
1. Mencit (Mus sp.)
2. Tikus rumah (Rattus rattus)
3. Tikus got (Rattus norvegicus)
4. Tikus sawah (Rattus argentiventer)
5. Wirok (Bandicota sp.)
6. Tikus Pohon (Rattus Tiomanicus)
7. Mencit Rumah (Mus-musculus)
8. Mencit Ladang (Mus-Caroli)
Celurut (shrew), yang sering disebut sebagai “tikus”, sesungguhnya bukanlah termasuk golongan
hewan pengerat, melainkan hewan pemangsa serangga (Insectivora).Tikus rumah (Rattus rattus)
adalah hewan pengerat biasa yang mudah dijumpai di rumah-rumah dengan ekor yang panjang
dan pandai memanjat serta melompat. Hewan ini termasuk dalam subsuku Murinae dan berasal
dari Asia. Namun demikian, ia lalu menyebar ke Eropa melalui perdagangan sejak awal
penanggalan modern dan betul-betul menyebar pada abad ke-6. Selanjutnya ia menyebar ke
seluruh penjuru dunia. Tikus rumah pada masa kini cenderung tersebar di daerah yang lebih
hangat karena di daerah dingin kalah bersaing dengan tikus got.
Tidak seperti saingannya, tikus got, tikus rumah adalah perenang yang buruk dan bangkainya
sering ditemukan di sumur-sumur. Namun demikian, ia lebih gesit dan pemanjat ulung, bahkan
berani “terbang”. Warnanya biasanya hitam atau coklat terang, meskipun sekarang ada yang
dibiakkan dengan warna putih atau loreng. Ukurannya biasanya 15-20 cm dengan ekor ± 20cm.
Hewan ini nokturnal dan pemakan segala, namun menyukai bulir-bulir. Betinanya mampu
beranak kapan saja, dengan anak 3-10 ekor/kelahiran. Umurnya mencapai 2-3 tahun dan
menyukai hidup berkelompok.

Jumlah kelahiran tikus dapat dipengaruhi oleh:


1. Kondisi Iklim
2. Pakan yang terlimpah
3. Tempat tinggal yang aman
Ada tidaknya tikus dapat dilihat dari:
1. Bekas gigitan
2. Alur jalan
3. Bekas kaki
4. Kubang terowongan
5. Kotoran
6. Bekas telapak

B. Jenis -Jenis Survei


Jenis - jenis survei sebagai berikut :
1. Sample survey : dilakukan pada sebagian populasi (sample).
2. Sensus : survei yang tidak menggunakan sample.
3. Public opinion poll : mengajukan pertanyaan kepada responden tentang suatu pendapat umum.
4. Cross sectional survei : membandingkan dua kelompok orang atau lebih untuk melihat
perbedaan yang ada pada kelompok tersebut.
5. Survei longitudinal : melihat perubahan atau perkembangan yang terjadi dalam perjalanan
waktu, dibedakan menjadi dua :
a. Studi panel ( panel studies ).
merupakan jenis penelitian yang dilaksanakan dalam waktu yang berlainan, namun tetap
menggunakansampel yang sama.
b. Waktu berjalan (time series) merupakan jenis penelitian yang dilaksanakan dalam waktu yang
berlainan dan belum tentu menggunakan sampel yang sama dalam sebuah populasi yang sama.
c. Cohort-study merupakan penelitian yang dilakukan pada sekelompok orang yang
memilikikebudayaan, latar belakang, atau pengalaman yang sama.

C. Tujuan dan Manfaat Survei Tikus


1. Tujuan
a. Untuk mengetahui jenis umpan dan cara penagkapannya.
b. Untuk mengetahui keberadaan tikus pada berbagai habitat.
c. Dapat mengidentifikasi jenis tikus.
d. Melakukan pengambilan ektoparasit.
2. Manfaat
a. Dapat meningkatkan pengetahuan bionomik tikus/rodensia dan ketrampilan teknis survei
tikus/rodensia.
b. Dapat memberikan gambaran tentang biologi, ekologi dan tingkat masalah yang
ditimbulkannya.

D. Surveylans Tikus
a. Pemetaan
Survei lingkungan macam apa pun seyogyanya dimulai dengan perijinan, dan survei/pengamatan
lokasi survei. Dalam pengamatan lokasi survei, kegiatan pemetaan sebaiknya dilakukan. Peta
yang dihasilkan menggambarkan tataletak/tataruang yang sebenarnya, terutama untuk
menentukan sederetan titik penting tempat pengambilan sampel dan tempat penting lainnya,
yaitu jalan, danau, sungai, jalan setapak, bangunan, pepohonan, hutan semak, dan lain-lain.
Mempelajari peta iklim umum dan bioma tempat survei dilakukan merupakan hal yang perlu
dipertimbangkan dalam survei tikus. Karena akan memberikan nilai tambah dalam
menginterpertasikan keterkaitan populasi tikus dengan lingkungannya.
b. Pengukuran faktor lingkungan
Telah diketahui bahwa faktor lingkungan baik abiotik dan biotik berpengaruh terhadap ukuran
dan penyebaran populasi tikus. Oleh karena pengukuran faktor lingkungan perlu dilakukan,
seperti pengukuran faktor abiotik (suhu, kelembaban, sinar, angin, dan pH (tanah/air)) dan biotik
(tumbuhan dan binatang). Pengamatan tumbuhan meliputi struktur vegetasi (bentuk kehidupan,
ukuran, manfaat daun, dan tekstur daun) dan rimbunan tanaman (semak, tumbuhan polowijo,
dll), sedangkan pengamatan binatang meliputi jenis, kebiasaan makan, jumlah dan habitat.

c. Pelaksanaan survei tikus


Kegiatan dalam pelaksanaan survei tikus tergantung dari tujuan yang akan dicapai. Tetapi
kegiatan utama yang dilakukan adalah
1) Penangkapan tikus
Penjebakan/pemerangkapan di lapangan merupakan cara baik untuk mendapatkan sampel tikus.
Perbedaan tipe perangkap yang digunakan sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan.
Perangkap hidup lebih baik daripada perangkap mati. Perangkap hidup tidak merusak tubuh
(kulit dan atau tulang) dari tikus yang terperangkap, dan tikus akan tetap hidup. Sebaliknya
dengan perangkap mati, tikus yang terbunuh harus segera ditangani, karena cepat membusuk.
2) Pencatatan dan pelabelan
Sampel tikus yang tertangkap merupakan data penting yang perlu dikoleksi sebagai spesimen,
terutama dari daerah/habitat yang berbeda. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam
mengkoleksi yaitu; label/etikat harus dibuat dengan kertas kaku atau tebal, tulisan dengan huruf
balok dan ditulis dengan tinta yang tidak dapat terhapus. Hal penting yang perlu dicatat adalah;
a) Nama jenis
b) Lokasi/habitat
c) Tangal (hari, bulan, tahun)
d) Berat badan (gram)
e) Panjang kepala dan badan (mm)
f) Panjang ekor (mm)
g) Panjang kaki belakang (mm
h) Lebar telinga (mm)
i) jenis kelamin
j) Organ reproduksi, seperti testis, seminal vesikel, uterus, dan embrio
k) Rumus mamae
l) Kolektor
d. Pembuatan specimen awetan
Spesimen awetan tikus merupakan bukti ilmiah jenis tikus yang berhasil ditangkap di suatu
lokasi penelitian, sehingga pembuatan specimen awetan tikus merupakan kegiatan yang harus
dilakukan. Spesimen awetan bermanfaat untuk koleksi dan referensi dan bahan konfirmasi jenis
tikus ke lembaga ilmiah lain apabila identifikasi mengalami kendala.
e. Penyimpanan/pengiriman spesimen
Spesimen awetan jenis tikus meruapakan koleksi ilmiah yang sangat peting, sehingga
penyimpanannya perlu mendapat perhatian ekstra, sehingga awetan tersebut dapat bertahan
selama-lamanya. Tempat penyimpanan specimen awetan merupakan tempat yang bebas dari
segala sesuatu yang dapat merusak specimen awetan tersebut. Untuk pengiriman spesimen ke
lembaga ilmiah lain untuk tujuan konfirmasi, sumbangan atau keperluan lain, specimen awetan
sebaiknya ditempatkan pada kotak kemasan yang menjamin specimen tersebut tidak mengalami
kerusakan di perjalanan.

E. Prosedur Survei
Prosedur survei tikus sebagai berikut :
1. Bahan
a. Insectisida aerosol
b. Chloroform
c. Umpan tikus
d. Tikus hidup
2. Alat
a. Kunci Identifikasi tikus (genera rattus)
b. Tabel deskripsi tikus (famili muridae)
c. Spuit (suntikan)
d. Rat Trap / Cage Trap (perangkap tikus hidup)
e. Mistar 50 cm dan 30 cm
f. Timbangan
g. Kantong plastik volume 50 kg
h. Sisir tikus/sikat sepatu
3. Cara Kerja
a. Pre Biting
1) Pasanglah berbagai makanan ditempat-tempat yang akan dipasang perangkap tikus (sesuai
dengan kaidah sampling). Hindarkan kemungkinan termakan oleh binatang.
2) Biarkan selama sehari semalam, kemudian amati jenis makanan yang paling banyak dimakan
oleh tikus.
3) Ulangi cara diatas, hingga diperoleh data yang cuckup meyakinkan.
4) Interpretasi data diatas ialah : makanan yang paling banyak dimakan oleh tikus, berarti paling
disukai.
b. Trapping
1) Semua perangkap yang akan dipakai, dicuci terlebih dahulu, dengan memasukanya pada air
panas, untuk menghilangkan lemak/bau khas tikus. Gunakan perangkap tikus hidup (Cage Trap)
2) Pasanglah perangkap dibeberapa tempat (sesuai dengan kaidah sampling), dengan menggunakan
umpan berdasarkan data dari Pre Biting. Waktu pemasangan dilakukan sore hari.
3) Pada pagi hari berikutnya, semua perangkap diambil. Pisahkan antara perangkap yang kosong
dan perangkap yang ada tikusnya.
4) Catatan : Dalam upaya penangkapan, rupanya perlu diingat bahwa tikus tergolong hewan yang
berperilaku cerdik, sehingga perangkap dibiarkan di tempat minimal 2–3 hari, tetapi setiap hari
perangkap harus diperiksa. Seandainya yang tertangkap binatang lain seperti cecurut, garangan,
tupai dan lain-lain, perangkap harus segera dicuci bersih dan disikat. Kadangkala binantang non
target tersebut juga diperlukan, sebab ada kemungkinan binatang ini juga berperan sebagai inang
ektoparasit tertentu. Perangkap yang ada tikusnya dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi
tikusnya dan ektoparasitnya.
c. Identificating
1) Perangkap yang ada tikusnya dimasukan pada kantong plastik, kemudian kantong diikat rapat.
2) Ambil chloroform dengan spuit, kemudian disuntikan kedalam kantong tersebut.
3) Diamkan beberapa saat hingga tikus mati, kemudian kantong dibuka, dengan mulut kantong
tidak berhadapan dengan kita.
4) Bila perlu, semprotkan insectisida aerosol kedalam kantong untuk membunuh ektoparasit yang
tidak mati oleh chloroform.
5) Perangkap dikeluarkan dari kantong, dan tikus yang mati dikeluarkan dari perangkap.
6) Lakukan penyisiran (dengan sikat sepatu) terhadap tikus tersebut untuk mendapatkan
ektoparasit.
7) Ektoparasit yang diperoleh, dimasukan pada botol yang diberi bahan pengawet (misal : alkohol),
unutk identifikasi pada waktu yang lain.
8) Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan dan pengukuran terhadap tikus tersebut dengan kunci
identifikasi.dapat pula dilakukan pengukuran terutama terhadap berat badan (BB), Panjang
kepala ditambah badan (H&B), ekor (T), Cakar (HF), telinga (E), tengkorak (SK), dan susunan
susu (M).
9) Interpretasi data diatas, sesuai dengan kunci identifikasi, atau mencocokan pada tabel deskripsi
tikus.

F. Perangkap Tikus
Berikut beberapa perangkap tikus yaitu :
1. Live-trap (perangkap hidup)
Live-trap atau perangkap hidup adalah tipe perangkap yang dapat menangkap tikus dalam
keadaan hidup di dalam perangkap. Tipe perangkap ini terbagi menjadi 2 yaitu, single live -
trap adalah perangkap yang hanya dapat menangkap 1 ekor tikus, dan multiple live - trap adalah
perangkap yang dapat menangkap lebih dari satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Kedua
tipe perangkap ini banyak digunakan untuk mengendalikan tikus rumah di permukiman maupun
di kebun.
Gamabr 9. Live trap
2. Snap-trap (perangkap yang dapat membunuh tikus),
Snap-trap adalah tipe perangkap yang dapat membunuh tikus pada saat ditangkap. Perangkap
jenis ini sangat berbahaya karena dapat membunuh hewan bukan sasaran, apabila menyentuh
umpan dan juga berbahaya bagi manusia yang beraktivitas di sekitar perangkap. Selain itu, jenis
perangkap ini banyak menimbulkan jera perangkap, sehingga kurang menarik bagi tikus.

Gambar 10. Snap-trap


DAFTAR PUSTAKA

Astuti NT dkk. 2007. Survei Tikus Dengan Berbagai Metode Di Komplek


Perkantoran Selamanik Banjarnegara. Ed. 005. No 2. Pdf.
(http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/blb/article/view/2583/2344)
Samsudrajat A. 2008. Pemasangan Perangkap, Pemeriksaan (Identifikasi), Dan
Penyisiran Tikus (Penangkapan Ektoparasit). Pdf.
(http://agus34drajat.files.wordpress.com/2011/03/laporan-identifikasi-tikus.pdf)
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Arie. 2012. Pengendalian Vektor “Trapping Tikus”

http://ariexmilanibrahimovic.blogspot.com/2012/12/trapping-tikus.html
http://pembunuhdokter.blogspot.co.id/2015/08/makalah-pengendalian-vektor-dan.html

Anda mungkin juga menyukai