Anda di halaman 1dari 64

Bab 5

PENYEBARAN DAN INFEKSI VIRUS


Pendahuluan
Virus tidak bisa hidup pada diri mereka sendiri dan untuk kelangsungan hidup mereka virus
harus menyebar ke inang lain seperti manusia, hewan dan tumbuhan. Pada Bab 5 ini kita akan
mempelajari mengenai ruang lingkup penyebaran virus dan infeksi virus. Setelah mempelajari bab
ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan tentang penyebaran virus dan menjelaskan tentang
konsep infeksi virus.
Manfaat mempelajari Bab ini adalah membantu Saudara untuk dapat memahami lebih
dalam tentang bagaimana penyebaran virus pada manusia, hewan dan tumbuhan, serta identifikasi
penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus.
Agar memudahkan Saudara mempelajari Bab ini, maka materi yang akan dibahas kita bagi menjadi
2 topik, yaitu:
1. Penyebaran virus, yang membahas secara umum tentang mekanisme penyebaran virus
serta fase penyebaran virus dalam tubuh manusia.
2. Infeksi virus, membahas tentang pengertian infeksi virus, patogenesis penyakit,
gambaran umum infeksi virus pada manusia serta pencegahan dan terapi infeksi virus.
Selanjutnya agar Anda berhasil dalam mempelajari materi yang tersaji dalam Bab 5ini,
perhatikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pelajari setiap topik materi secara bertahap
2. Usahakan mengerjakan setiap latihan dengan tertib dan sungguh-sungguh.Kerjakan tes yang
disediakan dan diskusikan bagian-bagian yang sulit Anda pahami dengan teman sejawat atau
tutor, atau melalui pencarian di internet.
Topik 1 Penyebaran Virus
Penyebaran virus terjadi melalui cara-cara berikut yaitu (1) Penyebaran langsung dari orang

P
ke orang melalui kontak. Cara utama Penyebaran meliputi infeksi droplet atau aerosol (misalnya,
influenza, campak, smallpox); melalui kontak seksual (contohnya, papillomavirus, virus hepatitis B,
herpes simpleks tipe 2, dan human immunodeficiency virus); melalui kontak tangan-mulut, tangan-
mata, atau mulut-mulut (misalnya, virus herpes simpleks, rhinovirus, virus Epstein Barr), atau
melalui darah yang terkontaminasi (misalnya, virus hepatitis B, Human Immunodeficiency Virus).
(2) Penyebaran tak langsung melalui jalur fekal oral (misalnya, enterovirus, rotavirus, hepatitis A
infeksius) atau melalui muntahan (misalnya, virus Norwalk, rhinovirus). Penyebaran dari hewan ke
hewan, dengan manusia sebagal pejamu aksidental. Penyebaran dapat terjadi melalui gigitan
(rabies) atau melalui infeksi droplet atau aerosol dari daerah yang terkontaminasi hewan pengerat
(contohnya, arenavirus, hantavirus). (3) Penyebaran melalui vektor artropoda (misalnya, arbovirus,
sekarang terutama diklasifikasikan sebagai togavirus, flavivirus, dan bunyavirus).(Depkes RI
Pusdikes, 1996).
Ekologi adalah studi interaksi antara organisme hidup dan lingkungannya. Virus-virus yang berbeda
telah mengembangkan mekanisme yang cerdik dan seringkali rumit untuk bertahan hidup di alam
dan untuk menular dari satu inang ke inang berikutnya. Cara penyebaran yang digunakan oleh virus
tertentu tergantung pada sifat interaksi antara virus dengan inang. Pada umumnya penyebaran
virus sama dengan penyebaran bakteri yaitu melalui kontak langsung, kontak tidak langsung
(Jawetz, 2014).

A. PENYEBARAN VIRUS
Melalui Kontak Langsung
Cara-cara penyebaran melalui kontak langsung ini ada dua cara, yaitu:
1. Secara mutlak antara lain berbagai jenis penyakit kulit, bila kulit yang sakit dan
mengandung banyak virus kemudian kontak atau menyentuh kulit yang sehat maka virus
tersebut akan menular.Contohnya adalah
a. Pada penyakit kulit seperti Verruca vulgaris dan Moluscum contagiosum, penularan
terjadi karena pecahnya nodula kulit yang berisi virus.
b. Penyakit kelamin karena kohabitasi seperti Lymfogranuloma Venereum.
2. Secara droplet infection, ada dua macam:
a. Droplet infection perinhalasi, misalnya penyakit influenza, parainfluenza, campak
(morbilli), gondongan (mumps), rubeola, cacar (variola) dan cacar air (varicella).
b. Droplet infection peroral. misalnya penyakit polio, hepatitis infeksiosa, penyakit
karena virus Echo, Coxsackie dan mumps (Depkes RI Pusdikes, 1996).
Kontak tidak langsung
Cara-cara penularan melalui kontak tidak langsung menggunakan perantaraan suatu media dan
meliputi beberapa macam diantaranya:
1. Melalui debu. Contoh: variola, hepatitis infekeiosa, Q fever.
2. Makanan, minuman dan alat-alatnya. Contoh: Polio, Echo. Coxsackie, Hepatitis infeksiosa
3. Gigitan hospes reservoir : Virus berada di dalam air ludah hewan reservoar dan akan
menyebabkan penyakit pada mahluk yang digigitnya. Contoh :
a. Rabies, dengan hospes reservoar anjing, kucing,kera, kuda, sapi, domba, srigala.
b. Pseudorabies, hospes reservoarnya terutama babi.
c. B virus, melalui gigitan kera dan dapat menimbulkan radang otak.
4. Melalui hospes perantara : Secara epidemiologis ada dua hospes perantara yaitu :
a. Vektor mekanis:
Vektornya berupa serangga (Arthopoda). Di sini virus tidak mengalami
perkembangbiakan/perubahan bentuk di dalam tubuh vektor, Jadi virus hanya menempel saja
pada moncong, kaki dan sayap. Serangganya biasanya yang menghinggapi sampah, kotoran
manusia, sekret konjungtiva atau kulit yaitu lalat rumah, lipas dan semut. Misalnya: lalat dapat
menularkan penyakit polio. Echo, Coxsackie dan Hepatitis infectiosa.
b. Vektor sejati (obligat)
Biasanya serangga pengisap darah. Mikroorganisme akan masuk ke dalam tubuh vektor dan
berkembangbiak dengan perubahan bentuk sebelum ditularkan ke hospes lain. Dengan demikian
mikroorganisme dapat tumbuh dulu dalam tubuh vektor dan disebut masa tunas ekstrinsik, yang
lamanya bisa berbeda-beda tergantung Jenis mikroorganismenya. Arthopoda merupakan hospes
perantara sedangkan manusia hospes reservoar. Contohnya Dengue, (hospes perantaranya Aedes
aegypti, masa tunas ekstrinsik 11 hari), Chikungunya (hospes perantaranya Aedes aegypti, Culex
fatigans dan Mansonia), Urban yellow fever (hospes perantaranya Aedes aegypti)
Arthopoda merupakan hospes perantara, vertebrata hospes reservoar sedangkan manusia hospes
insidental. Contohnya adalah JBE/Japanese B. encephalitis(hospes reservoar: babi dan burung yang
hidup dekat air, Vektor: Culex tritaeniorhynchus), Jungle yellow fever (hospes reservoar: kera.
hospes perantara nyamuk Haemagogus).
Arthopoda merupakan hospes perantara dan hospes reservoar, vertebrata dan manusia
merupakan hospes insidental. Jadi sebenarnya virusnya adalah parasit dan serangga. Pada
serangga infeksi bisa secara turun temurun melalui penularan transovarial. Jadi arthopoda juga
merupakan carrier. Contohnya adalahColorado tick fever dan Rocky mountain spotted fever yang
disebar oleh sengkenit Dermacentor andersonii.
Pada vertebrata, invasi sebagian besar virus membangkitkan reaksi keras, biasanya pada durasi
pendek. Hasilnya bersifat menentukan. Inang bisa menyerah ataupun hidup dengan memproduksi
antibodi yang menetralisir virus. Tanpa melihat keadaan ini, virus biasanya aktif dalam waktu yang
pendek, walaupun bisa terjadi infeksi persisten atau

 Virologi 190
laten yang berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-tahun (hepatitis B, herpes simpleks,
cytomegalovirus, retrovirus). Pada vektor arthropoda virus, hubungannya biasanya agak berbeda.
Virus biasanya tidak menimbulkan atau hanya sedikit menimbulkan efek penyakit dan tetap aktif
dalam arthropoda selama hidupnya Dengan demikian, arthropoda, berbeda dengan vertebrata,
berperan sebagai inang permanen dan reservoar. (Indan, 2009).
Telah dikenal setidaknya tiga pola penyebaran yang berbeda pada virus yang ditularkan artropoda:
1. Siklus manusia-artropoda: Contoh: demam kuning urban (urban yellow fever),
demam dengue.

2. Siklus vertebrata tingkat rendah-artropoda dengan infeksi tangensial pada


manusia: Contoh: demam kuning hutan (jungle yellow fever), ensefalitis St. Louis.
Manusia yang terinfeksi merupakan pejamu "buntu!' Metode ini merupakan
mekanisme transmisi yang lebih lazim dijumpai.

3. Siklus artropoda-artropoda yang terkadang menginfeksi manusia dan vertebrata


derajat rendah: Contoh: Colorado tick fever, ensefalitis La Crosse.
Pada siklus ini, virus dapat ditularkan dari artropoda dewasa ke keturunannya melalui telur
(penyebaran transovarian). Dengan demikian, siklus tersebut dapat berlanjut dengan atau tanpa
intervensi pejamu vertebrata yang mengalami viremia. (Indan, 2009)
Pada vertebrata, invasi oleh kebanyakan virus menyebabkan reaksi yang hebat, dan biasanya
berlangsung singkat. Hasilnya bersifat mutlak. Pejamu dapat kalah atau tetap hidup berkat
pembentukan antibodi yang menetralkan virus. Tanpa mengindahkan hasil akhirnya, persinggahan
virus aktif biasanya berlangsung singkat, meskipun infeksi persisten atau laten yang menetap
selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun dapat terjadi (hepatitis B, herpes simpleks,
cytomegalovirus, retrovirus). Pada vektor artropoda virus, hubungan yang terjadi biasanya agak
berbeda. Virus menyebabkan kesakitan yang ringan atau tidak menimbulkan penyakit sama sekali
dan tetap aktif di dalam artropoda sepanjang siklus hidup alami artropoda tersebut. Dengan
demikian, artropoda, berkebalikan dengan vertebrata, berperan sebagai pejamu tetap dan
reservoar.
Mekanisme penyebaran virus bervariasi, tetapi rute yang paling umum terjadi melalui aliran darah
atau limfe. Adanya virus di dalam darah disebut viremia. Virion dapat berada bebas di dalam
plasma (mis, enterovirus, togavirus) atau berhubungan dengan tipe sel tertentu (mis, virus campak)
(Tabel 5.1). Beberapa virus bahkan bermultiplikasi di dalam sel tersebut. Fase viremia berlangsung
singkat pada banyak infeksi virus, Dalam beberapa kasus, terjadi penyebaran neuronal; inilah
rupanya cara virus rabies mencapai otak sehingga menyebabkan penyakit, dan cara virus herpes
simpleks berpindah ke ganglia untuk memulai infeksi laten, Virus cenderung menunjukkan
spesifisitas organ dan sel, tropisme menentukan pola penyakit sistemik yang terjadi selama infeksi
virus, Sebagai contoh, virus) Hepatitis B bersifat tropik terhadap hepatosit hati dan hepatitis adalah
penyakit utama yang disebabkan virus.
Tropisme jaringan dan sel oleh virus tertentu biasanya mencerminkan kehadiran reseptor
permukaan sel spesifik untuk virus tersebut. Reseptor adalah komponen permukaan sel tempat
bagian permukaan virus (kapsid atau selubung) dapat berinteraksi secara spesifik dan mengawali
terjadinya infeksi. Reseptor adalah konstituen sel yang berfungsi dalam metabolisme seluler
normal, tetapi juga mempunyai afinitas terhadap virus tertentu. Identitas reseptor seluler spesifik
diketahui untuk beberapa virus, tetapi tidak diketahui pada banyak kasus.
Faktor-faktor yang memengaruhi ekspresi gen virus merupakan determinan penting pada tropisme
sel. Bagian enhancer yang menunjukkan beberapa spesifisitas tipe-sel dapat mengatur transkripsi
gen virus. Sebagai contoh, enhancer JC polyomavirus jauh lebih aktif pada sel glia dibandingkan
pada jenis sel lainnya. Mekanisme lain mengenai tropisme jaringan melibatkan enzim proteoglikan.
Paramiksovirus tertentu tidak bersifat infeksius hingga selubung glikoprotein mengalami
pembelahan proteolitik. Siklus replikasi virus multipel tidak terjadi pada jaringan yang tidak
menunjukkan enzim pengaktif yang tepat (Jawetz, 2014).

192 Virologi 
Tabel 5. 1 Penyebaran virus melalui aliran darah
Berhubungan dengan tipe Contoh
sel Virus DNA Virus RNA
Limfosit Virus Epstein-barr, Mumps, Campak, Rubella,
Cytomegalovirus, Virus Human Immunodeficiency Virus
Hepatitis B, Virus JC,
Virus BK
Monosit-makrofag Cytomegalovirus Poliovirus, Human
Immunodeficiency Virus,
virus Campak
Netrofil Virus Influenza
Sel darah merah Parvovirus B19 Virus Colorado Tick Fever
Tidak ada (bebas dalam Togavirus, Picornavirus
plasma)
Sumber : Jawet, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. Jakarta. Penerbit EGC.
2014.
Penyebaran dapat ditentukan sebagian oleh gen spesifik. Penelitian dengan reovirus telah
menunjukkan bahwa besarnya penyebaran dari saluran gastrointestinal ditentukan oleh salah satu
protein kapsid luar.

B. VIRUS YANG MENYERANG MANUSIA


1. Polio
Poliomyelitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Virus
pembawa penyakit ini adalah sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV). Virus ini dapat
memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan
kadang kelumpuhan.
Virus polio termasuk genus enteroviorus, famili Picornavirus. Bentuknya adalah ikosahedral tanpa
sampul dengan genome RNA single stranded messenger molecule. Single RNA ini membentuk
hampir 30 persen dari virion, dan sisanya terdiri dari 4 protein besar (VP1-4) dan satu protein kecil
(Vpg). Penyebab virus polio terdiri atas tiga strain, yaitu strain 1 (brunhilde yang paling
paralitogenik atau paling ganas), strain 2 (lanzim yang paling jinak), strain 3 (leon). Penyakit polio
terbagi atas tiga jenis yaitu polio non-paralisis, spinal, dan bulbar.
Virus polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan
larutan klor. Suhu yang tinggi dapat cepat mematikan virus. Tetapi pada keadaan beku, dapat
bertahun-tahun masa hidupnya.
Cara Penyebarannya melalui kontak antar manusia. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut
ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses (fekal- oral). Atau
bisa juga melalui mulut dengan mulut (oral-oral). Cara Pencegahannya denganmenjaga lingkungan
tetap bersih agar terhindar dari virus ini, melakukan vaksinasi polio bagi para balita.
2. Herpes Simplex
Virus herpes adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi akut pada kulit. Ditandai dengan
adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan.
Ada dua tipe virus yang sering menginfeksi, yaitu HSV-Tipe I (Herves Simplex Virus Type 1) dan
HSV-Tipe II (Herves Simplex Virus Type 2). HSV-Tipe 1 biasanya menginfeksi daerah mulut dan
wajah (oral herpes), sedangkan HSV-Tipe 2 biasanya mengifeksi daerah genital dan sekitar anus.
Obat-obatan topikal sering dipakai, seperti: povidion iodine, idoksuridin (IDU), sitosin arabinosa
atau sitarabin, adenine arabinosa atau vidarabin. Pelarut organik: Alkohol 70%, eter, timol 40%,
dan klorofom. Obat-obatan antivirus seperti Acyclovir diindikasikan dalam manajemen infeksi HSV
primer dan pada pasien dengan imunosupresif.
Cara Penularannya melalui kontak fisik dengan penderita, seperti: hubungan seksual, berciuman
(bila herpes di mulut), maupun oral seks. Cara Pencegahannya denganselalu menjaga higienis
(kebersihan/kesehatan) organ genitalia (atau alat kelamin pria dan wanita secara teratur), setia
kepada pasangannya, dengan tidak berganti-ganti pasangan, jangan lupa menggunakan kondom,
bila pasangan kita sudah terinfeksiPMS (Penyakit Menular Seksual), mintalah jarum suntik baru tiap
kali menerima pelayanan medis yang menggunakan jarum suntik.

3. Virus Ebola
Ebola (Virus Kongo) adalah sejenis virus dari genus Ebolavirus, familia Filoviridae, dan juga nama
dari penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut. Penyakit Ebola sangat mematikan. Tingkat
kematian sampai 90%. Asal katanya adalah dari sungai Ebola di Kongo. Virus ini mulai menular dari
salah satu spesies kera di Kongo kemudian mulai menyebar ke manusia, jangka waktu manusia
mulai terjangkit virus ini sampai menemui ajalnya sekitar 1 minggu karena saking ganasnya virus
ini.
Virus ini masih berada di dataran Afrika dan kabarnya juga telah sampai ke Filipina. Suatu ketika
Negeri Eropa melakukan pengimporan kera dari Kongo, ketika mengetahui virus ini akhirnya
seluruh kera ini dimusnahkan agar tidak menyebar kemana-mana, dan sampai saat ini belum
ditemukan Vaksin yang dapat menyembuhkan penyakit ini.
Gejala:
a. Demam, sakit kepala, nyeri otot.
b. Mual, muntah, sakit perut.
c. Pendarahan di luar dan dalam anus.
d. Timbul bercak-bercak merah pada badan, muka, dan lengan.
e. Terjadi peradangan hati, ginjal rusak, dan penurunan jumlah trombosit secara drastis.
Cara Penyebarannya melalui kotak langsung dengan cairan tubuh atau kulit.Cara
Pencegahannya menghindari bepergian ke daerah yang dilanda wabah ebola atau daerah yang
memiliki riwayat wabah ebola, menghindari kontak dengan cairan tubuh pasien/orang yang
terinfeksi ebola seperti darah, feses, air liur, cairan muntahan, air kencing, bahkan
keringat, tidak berhubungan langsung (bersentuhan) dengan pasien ebola, bila terpaksa kontak
langsung, harus menggunakan pelindung diri (proteksi diri) seperti kaca mata, masker, pakaian
khusus, sepatu boot dan sarung tangan.

4. SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)


Kasus sindrom pernapasan akut parah, atau lebih dikenal dengan SARS (Severe Acute Respiratory
Syndrome) masih menempatkan berita utama di sebagian besar media masa dunia. Pada awalnya
peneliti di Cina mengatakan kalau penyebabnya adalah bakteri Chlamydia. Namun setelah itu
peneliti dari Hongkong dan beberapa peneliti dari negara lainnya menduga bahwa ada dua
kemungkinan penyebabnya, yaitu Coronavirus dan paramyxovirus. Setelah melalui masa yang
cukup lama, akhirnya WHO mengumumkan bahwa yang menjadi dalang SARS adalah Coronavirus.
Coronavirus adalah virus yang berbentuk bulat dan berdiameter sekitar 100-120 nm. Karena itu,
pencegahan infeksi Coronavirus akan efektif bila menggunakan masker yang berpori-pori lebih
kecil dari 100 nm.
Virus ini memiliki RNA positive sebagai genomnya, dan biasanya sering disebut virus RNA. Mutasi
virus terjadi pada saat replikasi dan virus RNA bermutasi sekitar 1 juta kali lebih cepat dari pada
virus DNA. Kalau virus DNA mempunyai kecepatan mutasi 10-8 sampai 10-11 nukleotida setiap kali
proses replikasi, virus RNA berkecapatan 10-3 sampai 10-4. Karena itu, tidak bisa dimungkiri bahwa
virus penyebab SARS adalah Coronavirus yang sudah bermutasi.
Selain menginfeksi manusia, Coronavirus juga menginfeksi binatang seperti babi, anjing, kucing,
tikus, kelinci, sapi, dan ayam. Pada binatang-binatang ini, infeksi virus ini umumnya juga
menyebabkan gejala gangguan pernapasan (pneumonia) seperti halnya pada manusia.
Berdasarkan antigennya Coronavirus dibagi atas tiga kelopmpok. Lebih terperinci lagi, hasil analisa
gen dan asam amino pembentuk protein N, protein S, dan protein M menunjukan bahwa
Coronavirus SARS terpisah dari ketiga kelompok ini. Artinya, Coronavirus yang menjadi penyebab
SARS adalah jenis Coronavirus yang baru yang merupakan hasil dari mutasi. Dan virus ini diberi
nama virus SARS.
Cara Penyebarannya melalui udara, seperti bersin dan batuk dari penderita SARS ke orang yang
ada di dekatnya.Cara Pencegahan dengan menjaga kekebalan tubuh agar tetap tinggi dan kuat,
yaitu dengan makan makanan bergizi dan tidur yang cukup untuk mempertinggi sel imunitas,
menjaga udara sekeliling bebas virus: Udara yang masuk ke dalam air conditioner (AC) terlebih
dahulu dilewatkan ke sistem yang bertemperatur tinggi (300 oC) agar semua virus dan bakteri
menjadi mati, baru dialirkan ke AC, sehingga diperoleh udara yang sesuai dengan temperatur yang
diinginkan, memakai masker di dekat orang yang terkena SARS, sebisa mungkin menjauhinya.
Masker yang efektif adalah masker yang berpori-pori lebih kecil dari 100 nm.
5. Flu Singapura (oleh Enterovirus 71)
Flu Singapura sebenarnya adalah penyakit yang di dunia kedokteran dikenal sebagaiHand, Foot,
and Mouth Disease (HFMD) atau penyakit jari, kaki, tangan, dan mulut (KTM).Penyakit KTM ini
adalah penyakit infeksi yang disebabkan virus RNA yang masuk dalam keluarga Picornaviridae
(Pico, Spanyol = kecil ) dan Genus Enterovirus (non Polio).
Enterovirus merupakan penyakit tangan, kaki, dan mulut, apabila diabaikan maka bisa menjadi
Radang Otak. Gejala serangan Enterovirus sangat mirip gejala flu biasa sehingga sulit dideteksi
seperti demam yang kadang disertai pusing dan lemas serta nyeri.Namun, penting untuk diketahui
oleh para orang tua, bahwa virus penyebab Flu Singapura secara umum ada dua macam, yakni
Enterovirus coxsackie A16 dan Enterovirus 71.Jika terinfeksi virus Enterovirus coxsackie A16, tidak
perlu khawatir karena tidak menyebabkan kematian dan dapat ditangani hanya dengan rawat
jalan.Namun, jika pengidap terinveksi Enterovirus 71, maka harus mendapatkan perawatan lebih
intensif. Sebab, virus ini lebih berbahaya dari sebelumnya. Bahkan, jika terjadi komplikasi dapat
menyebabkan penderita meninggal dunia. Gejala: Demam, batuk, pilek, pegal-pegal dan mudah
lelah, timbul bisul kecil dan bintik- bintik merah di kulit.
Cara Penyebarannya melalui kontak langsung, seperti: doplet, air liur, tinja, cairan dari vesikel atau
ekskreta, melalui kontak tidak langsung: dari barang-barang yang terkontaminasi oleh sekresi itu,
melalui hewan: lalat dan kecoak. Cara Pencegahan antara lain orangtua sebaiknya mencuci tangan
dengan bersih dan benar sebelum menyentuh bayi untuk menghindari bayi dari virus, dan
mengajarkan cuci tangan yang benar kepada anaknya, mencuci tangan terutama setelah
membersihkan hidung, menggunakan toilet, atau mengganti popok, membersihkan bagian tangan
dan kaki terutama bagian yang sering menjadi sarang kuman.

6. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)


AIDS adalah kumpulan kelainan tubuh yang disebabkan oleh kelemahan sistem kekebalan tubuh.
Lemahnya sistem kekebalan tubuh atau imunitas ini disebabkan oleh serangan HIV (Human
Immunodeficiency Virus) terhadap sel-sel pembentuk kekebalan, yaitu sel darah putih.Virus HIV
pertama kali ditemukan oleh ilmuwan dari Amerika Serikat, Michale S. Gottlieb dan Frederick P.
Siegel (1979). Pada mulanya, HIV dapat diisolasikan dan dibiakkan di dalam sel darah putih
penderita. Di dalam sel darah putih tersebut, setelah dua sampai tiga minggu, HIV dapat
menghasilkan virus baru.
Cara Penyebarannya melalui hubungan seksual, dari penderita AIDS ke pasangannya, melalui
transfusi darah, dari ibu penderita AIDS kepada anaknya yang masih dalam kandungan.Cara
Pencegahan dengan menghindari sentuhan langsung terutama dengan darah, sperma, air liur, air
seni, air mata, ataupun cairan lain dari tubuh penderita AIDS, wanita yang sedang hamil diharapkan
menjauhkan diri dari penderita AIDS, karena berbahaya bagi dirinya dan bayinya, hindari
pemakaian alat, pakaian, dan benda-benda lain yang digunakan oleh orang yang menderita AIDS
atau yang berisiko tinggi terhadap virus AIDS.
7. Demam Berdarah
Demam berdarah (DB) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang
ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini
disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap
serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi- silang dan wabah yang disebabkan beberapa
serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh
nyamuk Aedes aegypti.
Gejala:
a. Munculnya demam tinggi terus menerus, disertai adanya tanda perdarahan, contohnya
ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang.
b. Sakit perut, rasa mual, trombositopenia, hemokonsentrasi, sakit kepala berat, sakit pada
sendi (artralgia), sakit pada otot (mialgia). Sejumlah kecil kasus bisa menyebabkan
sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi.
c. Sesudah masa tunas atau inkubasi selama 3 - 15 hari orang yang tertular dapat mengalami
atau menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini :
1) Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.
2) Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4 - 7 hari, nyeri-nyeri pada
tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di
bawah kulit.
3) Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah dengue/DBD) gejalanya sama dengan
dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung (epistaksis atau mimisan),
mulut, dubur, dsb.
4) Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok / presyok.
Bentuk ini sering berujung pada kematian.
Cara Penyebaran :
a. Melalui virus yang mendapat virus dengue sewaktu digigit atau menghisap darah orang
yang sakit DBD, atau melalui orang yang tidak sakit DBD tapi dalam darahnya terdapat
virus Dengue (karena orang ini memiliki kekebalan terhadap virus Dengue.)
b. Melalui orang yang mengandung virus Dengue tapi tidak sakit, dapat pergi kemana-mana
dan menularkan virus itu kepada orang lain di tempat yang ada nyamuk Aedes aegypti.
c. Virus dengue yang terhisap akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh tubuh
nyamuk termasuk kelenjar liurnya. nyamuk tersebut menggigit atau menghisap darah
orang lain, virus itu akan dipindahkan bersama air liur nyamuk.
Cara Pencegahan:
a. Menghapuskan atau mengurangi vektor nyamuk demam berdarah.
b. Menguras bak mandi setiap seminggu sekali.
c. Mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang perkembangan jentik-jentik
nyamuk.
d. Menutup wadah yang dapat menampung air.
e. Melakukan kebiasaan baik, seperti makan makanan bergizi, rutin olahraga, dan istirahat
yang cukup.
f. Fogging atau pengasapan hanya akan mematikan nyamuk dewasa, sedangkan bubuk
abate akan mematikan jentik pada air.
g. Segera berikan obat penurun panas untuk demam apabila penderita mengalami demam
atau panas tinggi.

8. Campak
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat
menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata atau
konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan
Paramyxovirus.
Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa
menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam
kulit ada.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun,
terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita
campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini.
Gejala:
a. Panas badan, nyeri tenggorokan, hidung meler ( Coryza ), batuk ( Cough ), Bercak Koplik,
nyeri otot, mata merah (conjuctivitis ).
b. 2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik). Ruam
(kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala
diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun
papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di
depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam
menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai
memudar.
c. Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu
tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita
mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.
d. Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama beberapa hari
diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan
ada selama 4 hari hingga 7 hari.
Cara Penyebarannya melalui saluran hidung. Virus campak yang berasal dari cairan hidung dan
tenggorokan yang keluar dari penderita pada saat bersin, bantuk, dan bernapas.Cara
Pencegahannya dengan imunisasi serta menghindari penderita, karena campak dapat ditularkan
melalui saluran pernapasan. Virus campak yang berasal dari cairan hidung dan tenggorokan yang
keluar dari penderita pada saat bersin, bantuk, dan bernapas.
9. Cacar Air
Cacar air (Varisela, Chickenpox) adalah suatu infeksi virus menular, yang menyebabkan ruam kulit
berupa sekumpulan bintik-bintik kecil yang datar maupun menonjol, lepuhan berisi cairan serta
keropeng, yang menimbulkan rasa gatal.
Penyebabnya adalah virus Varicella zoster. Virus ini ditularkan melalui percikan ludah penderita
atau melalui benda-benda yang terkontaminasi oleh cairan dari lepuhan kulit.
Penderita bisa menularkan penyakitnya, mulai dari timbulnya gejala sampai lepuhan yang terakhir
telah mengering. Untuk mencegah penularan, sebaiknya penderita diisolasi (diasingkan).
Jika seseorang pernah menderita cacar air, maka dia akan memiliki kekebalan dan tidak akan
menderita cacar air lagi. Tetapi virusnya bisa tetap tertidur di dalam tubuh manusia, lalu kadang
menjadi aktif kembali dan menyebabkan herpes zoster.
Gejala:
a. Demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah.
b. Pada kasus yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing.
c. Beberapa hari kemudian timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang
pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut atau punggung lalu diikuti timbul di
anggota gerak dan wajah.
d. Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis.
Ruam kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk tak sengaja.
Jika lenting ini dibiarkan maka akan segera mengering membentuk keropeng (krusta)
yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap
(hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan pudar sehingga beberapa waktu
kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi.
e. Lain halnya jika lenting cacar air tersebut dipecahkan. Krusta akan segera terbentuk
lebih dalam sehingga akan mengering lebih lama. kondisi ini memudahkan infeksi
bakteri terjadi pada bekas luka garukan tadi. setelah mengering bekas cacar air tadi
akan menghilangkan bekas yang dalam. Terlebih lagi jika penderita adalah dewasa atau
dewasa muda, bekas cacar air akan lebih sulit menghilang.

Cara Penyebaran :
a. Sentuhan
b. Droplet : bila penderita cacar air, batuk, pilek dan jika bicara mengeluarkan semacam
liur tapi dalam ukuran super kecil. Droplet ini masuk ke tubuh orang sehat, terus tinggal
di tubuh tersebut selama 7 - 10 hari.
c. Bila selama periode itu, ia tetap sehat, virus tidak berkembang, atau berkembang
dengan pertumbuhan tertekan, sehingga pada beberapa orang, ia tidak merasa pernah
kena cacar air padahal dia sebenarnya sudah kena tapi nggak pernah muncul ke kulit.
d. Bila selama periode itu, si sehat jadi lemah, virus menyebar dan muncul ke permukaan
dan jadilah cacar air.
Cara Pencegahan:
a. Imunisasi tersedia bagi anak-anak yang berusia lebih dari 12 bulan. Imunisasi ini
dianjurkan bagi orang di atas usia 12 tahun yang tidak mempunyai kekebalan. Penyakit
ini erat kaitannya dengan kekebalan tubuh.
b. Kepada orang yang belum pernah mendapatkan vaksinasi cacar air dan memiliki resiko
tinggi mengalami komplikasi (misalnya penderita gangguan sistem kekebalan), bisa
diberikan immunoglobulin zoster atau immunoglobulin varicella-zoster. Vaksin varisela
biasanya diberikan kepada anak yang berusia 12-18 bulan.

10. Gondong
Gondong (Mumps, Parotitis epidemika) adalah penyakit menular, disebabkan oleh virus (Myxovirus
parotitidis), berlangsung cepat (akut) yang ditandai dengan pembesaran kelenjar ludah, terutama
kelenjar di bawah telinga (parotis).
Gejala:
a. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita gondong mengalami gejala: demam, sakit kepala,
nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan
adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut).
b. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali
dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami
pembengkakan.
c. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis.
d. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan
kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria akil balik adalanya terjadi pembengkakan
buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.
Cara Penyebarannya melalui kontak langsung, percikan ludah (droplet), muntahan, air seni
(kencing). Cara Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi MMR (Mumps, Morbili, Rubela)
yang diberikan melalui injeksi pada usia 15 bulan. Imunisasi MMR tidak menimbulkan panas dan
efek lainnya. Imunisasi dapat juga diberikan kepada remaja dan orang dewasa yang belum
menderita Gondong. (Chiu W, 1997).

C. VIRUS YANG MENYERANG HEWAN


1. Newcastle Disease (NCD)
Newcastle Disease (NCD) juga di kenal dengan sampar ayam atau Tetelo yaitu penyakit yang
disebabkan oleh Newcastle Disease Virus dari golongan Paramyxovirus. Virus ini biasanya
berbentuk bola, meski tidak selalu (pleomorf) dengan diameter 100-300 nm. Genome virus ND ini
adalah suatu rantai tunggal RNA. Virus ini menyerang alat pernapasan, susunan jaringan syaraf,
serta alat-alat reproduksi telur dan menyebar dengan cepat serta menular pada banyak spesies
unggas yang bersifat akut, epidemik (mewabah) dan sangat patogen.
Virus NCD dibagi dua tipe yakni tipe Amerika dan tipe Asia. Pembagian ini berdasarkan
keganasannya dimana tipe Asia lebih ganas dan biasanya terjadi pada musim hujan atau musin
peralihan, dimana saat tersebut stamina ayam menurun sehingga penyakit mudah masuk.
Gejala:
a. Ayam pingsan payah, mengantuk dengan kepala ditundukkan, sesak nafas, terdengar
suara mencicit seperti ayam tercekik.
b. Nafsu makan berkurang, berak putih seperti kapur dan padat tetapi lambat laun berubah
jadi encer dan hijau.
c. Ayam menjadi kurus dalam beberapa hari, ayam hilang keseimbangan atau selalu
memutar-mutar kepalanya, berjalan keliling, kepala diletakan diatas punggung juga
kelumpuhan.
d. Pial dan balung berwarna kebiruan.
Cara Penyebaran :
a. Melalui kontak langsung dari ayam sakit ke ayam lainnya.
b. Melalui kontak tidak langsung, melalui bahan, pekerja, atau alat yang tercemar virus
tersebut.
c. Virus NCD yang bereplikasi di saluran pencernaan akan menyebabkan adanya feses yang
tercemar oleh virus tersebut. Dalam hal ini, penularan virus NCD dapat terjadi melalui
oral akhibat ingesti feses yang mengandung virus tersebut ataupun secara tidak langsung
melalui pakan atau minuman yang tercemar atau per inhalasi akhibat menghirup partikel
feses yang telah mengering.
Cara Pencegahan:
a. Vaksinasi yang teratur sesuai dengan program yang dianjurkan yaitu:
1) Umur ayam antara Umur ayam antara 4-7 hari, vaksinasi dengan vaksin aktif melalui
tetes mata yaitu cukup tetes pada mata kiri atau kanan juga dilakukan vaksinasi
inaktif yang disuntikan pada kulit leher dengan menggunakan Spuit dengan dosis
0,2-0,25 CC pada waktu yang sama.
2) Umur ayam antara 18-21 hari dilakukan vaksinasi (revaksinasi) dengan vaksin aktif
galur lasota atau Clone melalui tetes mata atau air minum.
3) Setelah vaksinasi kedua, vaksinasi selanjutnya dapat dilakukan pada umur ayam tiga
bulan atau empat bulan atau setiap akan memasuki bulan peralihan.
b. Memelihara ayam dalam kandang terbatas serta menjaga kebersihan ayam, jangan
memasukkan ayam luar sebelum dikarantina atau divaksin dan dipastikan tidak
membawa penyakit.

2. Rabies
Rabies merupakan suatu penyakit hewan menular akut yang disebabkan oleh virus neurotropik
dari ssRNA virus; genus Lyssavirus; famili Rhabdoviridae. Virus Rabies termasuk dalam serotipe 1,
serotipe 2 (Lagos bat virus), serotipe 3 (Mokola rhabdovirus), dan serotype 4 (Duvenge
rhabdovirus).
Rabies menyerang sistem syaraf pusat hewan berdarah panas dan manusia. Bersifat zoonosis yaitu
dapat menular pada manusia lewat gigitan atau cakaran. atau dapat pula lewat luka yang terkena
air liur hewan penderita rabies Hewan yang terinfeksi dapat berubah menjadi lebih agresif atau
ganas dan dapat menyerang manusia. Rabies sangat berbahaya, bila ditemukan gejala klinis dan
penanganannya tidak benar biasanya diikuti kematian, baik pada hewan maupun manusia.
Gejala pada hewan:
a. Suka bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk.
b. Terjadi kelumpuhan tubuh, hewan tidak dapat mengunyah dan menelan makanan,
rahang bawah tidak dapat dikatupkan dan air liur menetes berlebihan.
c. Kejang berlangsung singkat dan kadang sering tidak terlihat.
d. Tidak ada keinginan menyerang atau mengigit. Kematian akan terjadi dalam beberapa
jam.
Gejala pada manusia:
a. Timbul gejala-gejala lesu, nafsu makan hilang, mual, demam tinggi, sakit kepala, dan
tidak bisa tidur.
b. Rasa nyeri di tempat bekas luka gigitan dan nampak kesakitan serta menjadi gugup,
bicara tidak karuan, dan selalu ingin bergerak
c. Rasa takut pada air yang berlebihan, peka suara keras dan cahaya serta udara.
d. Air liur dan air mata keluar berlebihan, pupil mata membesar.
e. Kejang-kejang lalu mengalami kelumpuhan dan akhirnya meninggal dunia. Biasanya
penderita meninggal 4-6 hari setelah gejala-gejala atau tanda-tanda pertama timbul.
Cara Penyebaran : melalui air liur yang mengandung virus rabies. Cara
Pencegahan:
a. Memelihara anjing dan hewan lainnya dengan baik dan benar. Jika tidak dipelihara
dengan baik dapat diserahkan ke Dinas Peternakan atau para pecinta hewan.
b. Mendaftarkan anjing ke Kantor Kelurahan atau Desa atau Petugas Dinas Peternakan
setempat.
c. Pada hewan virus rabies dapat ditangkal dengan vaksinasi secara rutin 1-2 kali setahun
tergantung vaksin yang digunakan, ke Dinas Peternakan, Pos Kesehatan Hewan atau
Dokter Hewan Praktek.
d. Semua anjing atau kucing yang potensial terkena, divaksin setelah umur 12 minggu, lau
12 bulan setelahnya, dilanjutkan dengan tiap 3 tahun dengan vaksin untuk 3 tahun,
untuk kucing harus vaksin inaktif.
e. Penangkapan/eliminasi anjing, kucing, dan hewan lain yang berkeliaran di tempat umum
dan dianggap membahayakan manusia.
f. Pengamanan dan pelaporan terhadap kasus gigitan anjing, kucing, dan hewan yang
dicurigai menderita rabies.
g. Penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit rabies.
h. Menempatkan hewan didalam kandang, memperhatikan serta menjaga kebersihan dan
kesehatan hewan.
i. Setiap hewan yang beresiko rabies harus diikat/dikandangkan dan tidak membiarkan
anjing bebas berkeliaran.
j. Menggunakan rantai pada leher anjing dengan panjang tidak lebih dari 2 meter bila tdak
dikandang atau saat diajak keluar halaman rumah.
k. Tidak menyentuh atau memberi makan hewan yang ditemui di jalan
l. Daerah yang sudah bebas rabies, haeus mencegah masuknya anjing, kucing atau hewan
sejenisnya dari daerah yang tertular rabies.
m. Pada area terkontaminasi dilakukan desinfeksi menggunakan 1:32 larutan (4 ounces per
gallon) dari pemutih pakaian untuk menginaktifkan virus dengan cepat.

3. Papillomatosis (Kutil pada Sapi)


Penyakit kutil (warts) atau papillomatosis pada sapi disebabkan oleh virus yang dikenal dengan
Bovine papillomavirus (BPV). Bovine papillomavirus (BPV) dikenal ada 6 strain yang masing-masing
menyebabkan lesi pada bagian tubuh yang berbeda. BPV1 biasanya menyebabkan lesi pada daerah
hidung, putting dan gland penis. BPV2 menyebabkan lesi pada kepala, leher. BPV3 pada kepala dan
daerah intradigital. BPV4 pada saluran pencernaan dan vesika urinaria. BPV5 dan BPV6
menyebabkan lesi pada puting.
Ada 4 bentuk dari pertumbuhan kutil yaitu tag shaped, pedunculated (stalked), sessile (squat), flat.
Papillomatosis sebenarnya bukanlah penyakit yang mematikan, seperti antrax atau SE tetapi lebih
menyebabkan kepada gangguan fisik dan keindahan. Penyakit kutil biasanya akan hilang sendirinya
tetapi dalam waktu yang lama. Kutil pada sapi bisa ditemukan diseluruh tubuh, tetapi yang paling
sering ditemui adalah pada daerah moncong, leher, daun telinga, pantat, kaki dan puting.
Cara Penyebarannya melalui kontak langsung, gigitan lalat (serangga), menular dari puting ke
puting atau dari sapi ke sapi melewati tangan pemerah atau melalui mesin perah. Cara Pencegahan
dengan menghindari pemerahan yang mengakibatkan trauma pada puting yang sakit juga bisa
mengendalikan penyebaran penyakit ini, menjaga kebersihan selama proses pemerahan, pemerah
yang menggunakan sarung tangan dan desinfektan celup putting yang baik dari golongan
Chlorhexidine bisa digunakan untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini.

D. VIRUS YANG MENYERANG TUMBUHAN


1. CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration)
Disebut juga “greening” kini namanya secara internasional telah dibakukan menjadi “Huang Lung
Bin” atau kira-kira berarti penyakit yang menyebabkan daun berwarna kuning. Penyakit ini
disebabkan oleh suatu bakteri perusak jaringan phloem yang tidak dapat dikulturkan disebut
Liberobacter asiaticum dan berbeda dengan yang berkembang di benua Afrika yaitu Liberobacter
africanum.
Gejala:
a. Belang-belang kuning (blotching) tidak merata mulai berkembang pada daun bagian
ujung yang ketuaannya sempurna, bukan pada daun muda atau tunas.
b. Belang-belang kuning (blotching) tidak merata mulai berkembang pada daun bagian
ujung yang ketuaannya sempurna, bukan pada daun muda atau tunas.
c. Kuncup yang berkembang lambat, pertumbuhannya mencuat ke atas, daun menjadi
lebih kecil dan ditemukan gejala khas CVPD yaitu blotching, mottle, belang-belang kuning
berpola tidak teratur pada helai daun yang agak berbeda dengan gejala defisiensi hara
Zn, Mn, Fe atau Mg.
Cara Penyebaran :
Penularan penyakit CVPD dilakukan oleh serangga vektor Diaphorina citri dari satu tanaman ke
tanaman lain setelah melalui:
a. periode makan akuisisi yaitu waktu yang diperlukan vektor untuk makan pada tanaman
sakit sampai mendapatkan patogen,
b. periode makan inokulasi yaitu waktu yang diperlukan vektor untuk makan pada tanaman
sehat sampai dapat menularkan patogen dan,
c. periode retensi yaitu selang waktu vektor masih dapat menularkan patogen. Selanjutnya
ditambahkan ketepatan vektor menusukkan stiletnya pada bagian tanaman sakit dan
proporsi vektor yang infektif mempengaruhi laju penularan penyakit CVPD.
Cara Pencegahan :
a. Melarang peredaran bibit yang tidak jelas asal usulnya.
b. Melarang memasukkan bibit jeruk dari daerah serangan endemis ke daerah lain.
c. Membersihkan dan sanitasi kebun terhadap inang lain dan membongkar tanaman sakit
serta memusnahkannya.
d. Menggunakan insektisida untuk mengendalikan vektornya.

2. Mosaik pada Tembakau


Virus mosaik tembakau (Tobacco mosaic virus, TMV) adalah virus yang menyebabkan penyakit
pada tembakau dan tumbuhan anggota suku terung-terungan (Solanaceae) lain. Gejala yang
ditimbulkan adalah bercak-bercak kuning pada daun yang menyebar, sepertimosaik. TMV adalah
virus pertama yang ditemukan orang.
Adolf Meyer (1883) menunjukkan pertama kali bahwa gejala mosaik ini dapat menular, seperti
penyakit bakteri. Keberadaan adanya substansi non-bakteri pertama kali ditunjukkan oleh Dmitri
Ivanovski, ahli biologi Rusia, pada tahun 1892. Daun sehat yang diolesi ekstak dauntembakau yang
menunjukkan gejala mosaik dapat tertular. Ketika ekstrak itu disaring dengan saringan
keramikyang sangat halus sehingga bakteri pun tidak dapat menembus dan dioleskan pada daun
sehat, daun itu pun tetap tertular. Ivanovski berpendapat ada substansi super kecil yang
bertanggung jawab atas gejala tersebut. Martinus Beijerinck mengonfirmasi hal ini. Isolasi pertama
kali dilakukan oleh Wendell M. Stanley (1935) dari Institut Rockefeller AS.
Gejala:
a. Agak tergantung pada tanaman inang dan dapat termasuk mosaik.
b. Bintik-bintik, nekrosis, pengerdilan, daun keriting, dan menguning dari jaringan tanaman.
Cara Penyebaran melalui tangan pekerja yang telah terkontaminasi oleh cairan tembakau yang
telah kena penyakit Mosaik. Cara Pencegahan dengantidak merokok sambil menangani tanaman,
karena cerutu, rokok, dan tembakau pipa bisa terinfeksi virus Mosaik tembakau, melakukan
sanitasi, memotong tanaman yang terinfeksi agar tidak menyebar, mensterilkan alat dan bahan
yang digunakan untuk memotong.

3. Penyakit Tungro
Tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus bentuk batang Rice Tungro
Bacilliform Virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV). Kedua jenis virus
tersebut tidak memiliki kekerabatan serologi dan dapat menginfeksi tanaman secara bersama-
sama.
Gejala:
a. Tanaman padi menjadi kerdil, daun berwarna kuning sampai kuning jingga disertai
bercak-bercak berwarna coklat.
b. Perubahan warna meluas mulai dari ujung ke bagian pangkal.
c. Terjadi penurunan jumlah malai per rumpun.
Cara Penyebaran dan ditularkan melalui wereng hijau. Nephotettix virescens merupakan wereng
hijau yang paling efisien sehingga perlu diwaspadai keberadaannya.Cara Pencegahan dengan
menanam varietas tahan, artinya mampu mempertahankan diri dari infeksi virus dan atau
penularan virus oleh wereng hijau, memusnahkan tanaman yang sudah terserang agar tidak
menyebar luas, menggunakan insektisida sistemik butiran (carbofuran), tidak membuat
persemaian di sekitar lampu untuk menghindari berkumpulnya wereng hijau di persemaian.
(Collier et al, 2006).

Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan jelas dengan hanya menuliskan
esensinya saja !
1) Jelaskan tiga pola penyebaran pada virus yang ditularkan artropoda !
2) Sebutkan lima macam virus yang menyerang manusia ?
3) Bagaimana cara penyebaran virus rabies dan Papilomavirus ?
4) Siapakah nama orang yang menunjukkan pertama kali bahwa gejala mosaik pada
tembakau dapat menular, seperti penyakit bakteri ?

Petunjuk Jawaban Latihan


Untuk membantu saudara dalam mengerjakan soal latihan tersebut silakan pelajari kembali
materi tentang
1) Penyebaran virus melalui kontak tidak langsung
2) Virus yang menyerang manusia
3) Virus yang menyerang hewan
4) Virus yang menyerang tumbuhan

Ringkasan
Pada umumnya penyebaran virus sama dengan penyebaran bakteri
A. kontak langsung
Cara-cara penyebaran melalui kontak langsung ini ada dua cara, yaitu (1) Secara mutlak antara lain
berbagai jenis penyakit kulit, bila kulit yang sakit dan mengandung banyak virus kemudian kontak
atau menyentuh kulit yang sehat maka virus tersebut akan menular
(2) Secara droplet infection, ada dua macamdroplet infection perinhalasi dan droplet infection
peroral.
B. Kontak tidak langsung
Cara-cara penularan melalui kontak tidak langeung menggunakan perantaraan suatu media dan
meliputi beberapa macam diantaranyamelalui debu, makanan, minuman dan alat-alatnya, gigitan
hospes reservoar, melalui hospes perantara.
Secara epidemiologis ada dua hospes perantara yaituvektor mekanis: Vektornya berupa serangga
(Arthopoda), vektor sejati (obligat) biasanya serangga pengisap darah.
Arthopoda merupakan hospes perantara dan hospes reservoar, vertebrata dan manusia
merupakan hospes insidental. Jadi sebenarnya virusnya adalah parasit dan serangga. Pada
serangga infeksi bisa secara turun temurun melalui penularan transovarial. Jadi arthopoda juga
merupakan carrier. Contoh : Colorado tick fever dan Rocky mountain spotted fever yang disebar
oleh sengkenit Dermacentor andersonii.
Pada vertebrata, invasi sebagian besar virus membangkitkan reaksi keras, biasanya pada durasi
pendek. Hasilnya bersifat menentukan. Inang bisa menyerah ataupun hidup dengan memproduksi
antibodi yang menetralisir virus. Tanpa melihat keadaan ini, virus biasanya aktif dalam waktu yang
pendek, walaupun bisa terjadi infeksi persisten atau laten yang berlangsung berbulan-bulan atau
bertahun-tahun (hepatitis B, herpes simpleks, cytomegalovirus, retrovirus). Pada vektor
arthropoda virus, hubungannya biasanya agak berbeda. Virus biasanya tidak menimbulkan atau
hanya sedikit menimbulkan efek penyakit dan tetap aktif dalam arthropoda selama hidupnya
Dengan demikian, arthropoda, berbeda dengan vertebrata, berperan sebagai inang permanen dan
reservoar.Cara penyebaran dan pencegahan virus, meliputi virus yang menyerang manusia, virus
yang menyerang hewan, virus yang menyerang tumbuhan.

Tes 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1. Beberapa virus ditandai dengan simetri heliks pada nukleokapsid mereka. Pernyataan
yang paling benar mengenai virus dengan simetri heliks adalah
A. Semua virus berselubung dengan simetri heliks diklasifikasikan dalam famili virus
yang sama
B. Nukleokapsid heliks terutama ditemukan dalam virus yang mengandung DNA
C. Semua virus manusia dengan nukleokapsid heliks memiliki suatu selubung
D. Partikel heliks kosong dalam jumlah berlebihan yang tidak berisi asam nukleat
lazim dihasilkan dalam sel terinfeksi
E. Nukleokapsid heliks terutama ditemukan dalam virus yang mengandung RNA

2. Sel-sel terinfeksi virus sering kali mengalami perubahan morfologis yang dinamakan efek
sitopatik. Pernyataan yang paling tepat mengenai perubahan sitopatik yang dicetuskan
virus adalah
A. Bersifat patognomonik untuk virus penginfeksi
B. Jarang menyebabkan kematian sel
C. Dapat berupa pembentukan sel raksasa
D. Hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron
E. Hanya dapat dilihat dengan mikroskop medan terang

3. Virus biasanya memulai infeksi dengan berinteraksi terlebih dahulu dengan reseptor
pada permukaan sel. Apa pernyataan yang paling tepat mengenai reseptor sel untuk
virus?
A. Reseptor sel untuk virus tidak memiliki fungsi seluler
B. Semua virus dalam satu famili menggunakan reseptor sel yang sama
C. Semua sel dalam pejamu yang rentan akan mengekspresikan reseptor virus
D. Keberhasilan infeksi suatu sel oleh suatu virus dapat melibatkan interaksi dengan
lebih dari satu jenis reseptor
E. Semua virus dalam satu famili menggunakan reseptor sel yang berbeda

4. Pemeriksaan apa yang dapat digunakan untuk mengetahui jumlah titer infeksius virus?
A. Assay plak
B. Mikroskop elektron
C. Hemaglutinasi
D. Polymerase Chain Reaction
E. Presipitasi

5. Pernyataan mana vang menunjukkan prinsip mengenai asam nukleat


A. Virus mengandung RNA sekaligus DNA
B. Sebagian mengandung genom bersegmen
C. Asam nukleat virus yang telah dimurnikan dari virus apa pun biasanya bersifat
infeksius
D. Ukuran-ukuran genom virus yang diketahui menginfeksi manusia kurang lebih
sama besar
E. Semua mengandung genom bersegmen

6. Dua mutan poliovirus telah diisolasi, satu (MutX) dengan mutasi pada gen X dan mutan
kedua (MutY) dengan mutasi pada gen Y. Jika sel diinfeksi oleh salah satu mutan saja,
tidak dihasilkan virus. Jika sebuah sel diinfeksi oleh kedua mutan sekaligus, apa yang
paling mungkin terjadi?
A. Penataan ulang segmen-segmen genom dapat terjadi sehingga terbentuk virus
jenis liar yang viabel
B. Genom mungkin mengalami transkripsi terbalik menjadi DNA dan dihasilkan kedua
jenis virus, MutX dan MutY
C. Komplementasi antara produk-produk gen mutan dapat terjadi sehingga
dihasilkan virus MutX atau MutY
D. Sel-sel akan mengalami transformasi dalam frekuensi tinggi karena mereka tidak
akan dibunuh oleh mutan-mutan poliovirus
E. Komplementasi antara produk-produk gen mutan dapat terjadi sehingga
dihasilkan kedua virus, MutX dan MutY

7. Virus apa yang memiliki genom RNA yang infeksius setelah dimurnikan?
A. Virus influenza
B. Poliovirus
C. Papillomavirus
D. Virus campak
E. Variola

8. Virus-virus yang termasuk dalam kelompok apa yang mungkin menyebabkan infeksi
laten?
A. Poxvirus
B. Filovirus
C. Herpesvirus
D. Virus influenza
E. Poliovirus

9. Beberapa virus menyandi polimerase RNA yang bergantung pada RNA virus. Pernyataan
apa yang mengandung prinsip tentang polimerase RNA?
A. Semua virus RNA memiliki molekul polimerase RNA di dalam partikel virus karena
enzim tersebut diperlukan untuk menginisiasi siklus infeksius berikutnya
B. Antibodi terhadap polimerase RNA virus akan menetralkan infektivitas virus
C. Virus RNA untai-negatif menyuplai polimerase RNA bergantung-RNA mereka sendiri
karena sel eukariota tidak memiliki enzim tersebut
D. Protein-protein polimerase RNA virus juga berperan sebagai protein struktural inti
mayor dalam partikel
E. Antibodi terhadap polimerase RNA virus akan mengaktifkan infektivitas virus

10. Pernyataan yang benar mengenai morfologi virus adalah:


A. Semua virus RNA berbentuk sferis
B. Sebagian virus memiliki kapsul
C. Semua virus dengan genom DNA mengandung inti primitif
D. Semua virus memiliki flagela
E. Virus berukuran lebih kecil dari bakteri

11. Banyak virus dapat ditumbuhkan di laboratorium. Pernyataan berikut yang salah
mengenai perbanyakan virus adalah
A. Sebagian virus dapat diperbanyak dalam medium bebas-sel
B. Sebagian virus mamalia dapat dikultur dalam telur ayam
C. Beberapa virus yang memiliki banyak pejamu dapat memperbanyak diri dalam
berbagai tipe sel
D. Sebagian virus manusia dapat ditumbuhkan dalam tikus
E. Semua virus hanya hidup pada sel hidup

12. Infeksi laboratoris dapat diperoleh saat bekerja dengan virus, kecuali praktik
laboratorium yang baik benar- benar ditaati. Di antara pilihan berikut, pernyataan apa
yang bukan merupakan praktik biosafety yang baik?
A. Penggunaan teknik aseptik
B. Penggunaan alat pelindung diri
C. Tidak memipet dengan mulut
D. Membilas limbah eksperimental melalui wastafel
E. Penggunaan disinfektan pada meja kerja.

13. Berikut adalah transmisi perinatal HIV adalah :


A. Melalui jarus suntik
B. Tranfusi darah
C. Hubungan seksual
D. Makanan
E. Pemberian ASI
14. Replikasi virus influenza pada sel inang berikatan melalui hemaglutinin dengan gula
asam sialat pada permukaan sel epitel biasanya terjadi pada :
A. Hidung
B. Mulut
C. Telinga
D. Hati
E. Ginjal

15. Cara transmisi virus polio adalah :


A. Fekal oral
B. Inhalasi
C. Droplet
D. Transfui darah
E. Vektor

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 1 yang terdapat di bagian akhir Bab 5 ini.

 Virologi 210
Topik 2 Infeksi Virus
Baik infeksi bakteri maupun infeksi virus, keduanya sama-sama disebabkan oleh mikroba.
Seperti namanya, infeksi bakteri adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, dan infeksi virus
adalah infeksi yang disebabkan oleh virus. Terkadang, kedua infeksi ini mempunyai tanda-tanda
yang sama pada orang yang terkena infeksi tersebut, seperti batuk-batuk, demam, hidung berair,
diare, radang, muntah, dan lemas. Akan tetapi, bakteri dan virus adalah dua mikroba yang berbeda
dan cara pengobatan untuk kedua jenis infeksi tersebut sama sekali berbeda.
Bakteri adalah mikroba yang termasuk keluarga Prokaryotes. Bakteri memiliki dinding sel yang tipis
tapi keras, dan membran yang seperti karet melindungi cairan di dalam sel tersebut. Bakteri dapat
berkembang biak sendiri, yaitu dengan cara pembelahan. Hasil penelitian fosil-fosil menyatakan
bahwa bakteri sudah ada sejak 3,5 miliar tahun yang lalu. Bakteri dapat hidup di berbagai keadaan
lingkungan, termasuk lingkungan-lingkungan yang ekstrem, seperti lingkungan yang sangat panas
atau sangat dingin, di lingkungan yang mengandung radioaktif, dan di dalam tubuh manusia.
Virus adalah mikroba yang tidak bisa hidup tanpa menempel pada inangnya. Virus baru bisa
berkembang biak bila menempel dengan makhluk hidup lain. Ukuran virus juga jauh lebih kecil
daripada bakteri. Setiap virus memiliki material genetik, antara RNA atau DNA. Biasanya, virus akan
menempel di suatu sel dan mengambil alih sel tersebut untuk mengembangbiakkan virus-virus lain
sampai akhirnya sel tersebut mati. Atau pada kasus lain, virus mengubah sel normal menjadi sel
yang berbahaya untuk kesehatan.
Sebagian besar virus bisa menyebabkan penyakit berbanding terbalik dengan bakteri. Virus juga
“pemilih”, alias menyerang sel tertentu secara spesifik. Misalnya, virus-virus tertentu menyerang
sel pada pankreas, sistem pernapasan, dan darah. Pada kasus tertentu, virus juga menyerang
bakteri. Durasi tanda-tanda terinfeksi virus biasanya terjadi sebentar tetapi akut, sedangkan tanda-
tanda terinfeksi bakteri biasanya terjadi selama 10-14 hari secara terus-menerus. Kalau memang
diperlukan, dokter biasanya meminta untuk tes darah atau tes urine untuk mengkonfimasi
diagnosis, atau melakukan tes kultur untuk mengidentifikasi tipe bakteri atau virus yang
menginfeksi Anda (Staf Pengajar FKUI, 1994).

A. PENGERTIAN INFEKSI VIRUS


Pengertian Infeksi virus adalah masuknya virus kedalam tubuh inang (manusia, hewan, tumbuh-
tumbuhan termasuk bakteri) melalui siklus lisis dan lisogenik sampai timbul gejala sakit. Virus
dapat menginfeksi inangnya dan menyebabkan berbagai akibat bagi inangnya. Ada yang
berbahaya, namun juga ada yang dapat ditangani oleh sel imun dalam tubuh sehingga akibat yang
dihasilkan tidak terlalu besar. Infeksi akut merupakan infeksi yang berlangsung dalam jangka waktu
cepat namun dapat juga berakibat fatal. Infeksi kronis
merupakan infeksi virus yang berkepanjangan sehingga ada risiko gejala penyakit muncul kembali.

Prinsip-Prinsip Infeksi Virus


Proses dasar infeksi virus adalah sildus replikatif virus. Respons seluler terhadap infeksi tersebut
dapat berkisar dari efek yang tidak terlihat pada sitopatologi disertai kematian sel sampai dengan
hiperplasia atau kanker. Penyakit virus adalah suatu abnormalitas berbahaya yang disebabkan oleh
infeksi virus pada organisme pejamu. Penyakit klinis pada seorang pejamu terdiri dari tanda dan
gejala yang jelas. Sindrom terdiri dari sekelompok tanda dan gejala yang spesifik. Infeksi virus yang
tidak menyebabkan gejala apapun pada pejamu disebut asimtomatik (subklinis). Pada
kenyataannya, sebagian besar infeksi virus tidak menyebabkan penyakit (Gambar 5.1).

Gambar 5.1 Konsep infeksi gunung es


Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg. Medical Microbiology 27th edition. United States. Penerbit
MC Graww Hill Education. 2016.

Prinsip-prinsip penting menyangkut infeksi virus adalah sebagai berikut: (1) banyak infeksi virus
bersifat subklinis; (2) infeksi yang sama dapat disebabkan oleh berbagai virus;
(3) virus yang sama dapat menyebabkan berbagai infeksi; (4) infeksi yang diakibatkan tidak
berhubungan dengan morfologi virus; dan (5) keluaran pada kasus apapun ditentukan oleh
faktor virus, pejamu, dan dipengaruhi oleh gen masing-masing.
Patogenesis virus adalah proses yang terjadi ketika virus menginfeksi pejamu. Patogenesis penyakit
adalah suatu bagian dari kejadian selama infeksi yang menyebabkan manifestasi penyakit pada
pejamu. Sebuah virus bersifat patogenik terhadap pejamu

212 Virologi 
tertentu jika dapat menginfeksi dan menyebabkan tanda-tanda penyakit pada pejamu tersebut.
Sebuah strain virus tertentu lebih virulen dibanding strain lainnya jika ia secara umum
menyebabkan penyakit yang lebih berat pada pejamu yang peka. Virulensi virus pada hewan yang
tidak mengalami luka (intak)sebaiknya tidak dikacaukan dengan sitopatogenisitas untuk sel yang
dikultur; virus sangat sitosidal secara in vitro, mungkin tidak berbahaya secara in vivo dan
sebaliknya, virus nonsitosidal mungkin menyebabkan penyakit berat.(Jawetz, 2014).

Tabel 5.2 Gambaran penting dua kategori umum infeksi virus akut (lokal dengan sistemik)
Infeksi Lokal Infeksi Sistemik
Contoh penyakit spesifik Pernapasan (rhinovirus) Campak
Lokasi Patologi Port d’entrée Tempat yang jauh
Masa inkubasi Relatif singkat Relatif lama
Viremia Tidak ada Ada
Durasi imunitas Bervariasi-mungkin singkat Biasanya seumur hidup
Peran antibodi sekretori Biasanya penting Biasanya tidak penting
(IgA) dalam resistensi
Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. Jakarta. Penerbit EGC.
2014.

B. PATOGENESIS PENYAKIT VIRUS


Untuk dapat menyebabkan penyakit, virus harus masuk ke dalam tubuh pejamu, berkontak dengan
sel yang rentan, bereplikasi, dan menyebabkan kerusakan sel. Pemahaman terhadap mekanisme
patogenesis virus pada tingkat molekuler diperlukan untuk merancang strategi antivirus yang
efektif dan spesifik. Banyak pengetahuan kita tentang patogenesis virus berdasarkan pada model
hewan, karena sistem tersebut dapat secara mudah dimanipulasi dan dipelajari.

Langkah-Langkah Patogenesis Virus


Langkah-langkah spesifik yang terlibat dalam patogenesis virus adalah sebagai berikut virus masuk
ke dalam sel, replikasi virus primer, penyebaran virus, kerusakan seluler, respons imun pejamu,
pemusnahan virus atau terjadinya infeksi persisten, dan pelepasan virus.

a. Proses masuk dan replikasi primer


Agar terjadi infeksi pada pejamu, virus pertama kali harus menempel dan masuk ke salah satu sel di
permukaan tubuh kulit, saluran pernapasan, saluran urogenital, atau konjungtiva. Sebagian besar
virus masuk ke pejamunya melalui mukosa saluran pernapasan atau gastrointestinal (Tabel 5.3).
Pengecualian terutama pada virus yang langsung dimasukkan ke aliran darah olehjarum (hepatitis
B, human immunodeficiency virus (HIV), melalui transfusi darah, atau melaui vektor serangga
(arbovirus). Virus biasanya bereplikasi
di port d’entree, Beberapa seperti virus influenza (infeksi pernapasan) dan norovirus (infeksi
gastrointestinal), menyebabkan penyakit di port d’entree dan biasanya tidak mengalami sistemik
lebih lanjut. Virus tersebut menyebar secara lokal melalui permukaan epitel, tetapi tidak terdapat
penyebaran ke tempat yang jauh. (CDC, 1998).

Tabel. 5.3 Jalur Infeksi virus pada manusia yang sering terjadi
Menyebabkan Infeksi
Menyebabkan Gejala Lokal
Jalur Masuk Kelompok Virus Sistemik Ditambah
pada port d’entree
Penyakit Organ Spesifik
Saluran Pernapasan Parvovirus B19
Adenovirus Sebagian besar jenis virus Virus
Herpesvirus Epstein Bar, virus herpes Virus Varicella
simpleks
Poxvirus Virus cacar
Picornavirus Rhinovirus Beberapa enteroviruses
Togavirus Virus Rubella
Coronavirus Sebagian besar jenis virus
Orthomyxovirus Virus influenza
Paramyxovirus Virus parainfluenza, virus Virus mumps,virus
sinsitial saluran campak
pernapasan
Mulut, Saluran Adenovirus Beberapa jenis virus Cytomegalovirus
Pencernaan Herpesvirus Virus Epstein Barr, virus Beberapa enterovirus,
herpes simpleks termasuk poliovirus, dan
Picornavirus virus hepatitis A
Reovirus Rotavirus
Kulit
Trauma Ringan Papillomavirus Sebagian besar tipe Virus
Herpesvirus herpes simpleks Virus
Poxvirus molluscum contangiosum,
virus ort
Injeksi Hepadnavirus Hepatitis B
Herpesvirus Virus Epstein Barr,
cytomegalovirus
Retrovirus Human immunodeficiency
virus Banyak spesies,
Gigitan Togavirus termasuk virus ensefalitis
eastern equine
Banyak spesies,
Flavivirus termasuk virus yellow
fever
Rhabdovirus Virus rabies

Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. Jakarta. Penerbit EGC. 2014.
b. Kerusakan sel dan penyakit klinis

Gambar 5.2 Mekanisme penyebaran virus melalui tubuh pada infeksi virus manusia Sumber :
Jawets, Melnick, & Adelberg. Medical Microbiology 27th edition. United States. Penerbit MC
Graww Hill Education. 2016. (Dimodifikasi dan direproduksi atas izin dari Mims
CA, White DO: Viral Pathogenesis and Immunology. Blackwell, 1984)

c. Pemulihan dari infeksi


Pejamu dapat meninggal atau sembuh dari infeksi virus. Mekanisme pemulihan mencakup baik
respons imun alami maupun adaptif. Interferon (INF) dan sitokin lainnya, imunitas humoral dan
yang diperantarai sel, dan faktor pertahanan pejamu lainnya mungkin ikut terlibat. Kepentingan
relatif masing-masing komponen berbeda sesuai dengan virus dan penyakitnya.
Pentingnya faktor pejamu dalam mempengaruhi keluaran infeksi virus digambarkan oleh sebuah
insiden yang terjadi pada tahun 1940 saat 45.000 personil militer diinokulasi dengan vaksin virus
yellow fever yang terkontaminasi virus hepatitis B. Walaupun personil militer tersebut terkena
pajanan yang sebanding, hepatitis klinis hanya terjadi pada 2% (914 kasus), dan di antaranya hanya
4% yang mengalami penyakit serius. Dasar genetik kepekaan pejamu tetap berperan sebagai
penentu pada sebagian besar infeksi virus. Pada infeksi akut,
pemulihan berhubungan dengan bersihan virus. Akan tetapi, ada kalanya pejamu terinfeksi virus
tersebut secara persisten. Infeksi jangka panjang tersebut dijelaskan di bawah ini.
d. Pelepasan virus
Tahap akhir dalam patogenesis adalah pelepasan virus yang infeksius ke lingkungan. Ini merupakan
tahap penting untuk menjaga infeksi virus berada dalam populasi pejamu. Pelepasan biasanya
terjadi dari permukaan tubuh yang terlibat dalam proses masuknya virus (Gambar 5.2) Pelepasan
terjadi pada tahapan penyakit yang berbeda-beda, bergantung pada agen tertentu yang terlibat.
Pelepasan virus menandakan bahwa individu yang terinfeksi bersifat infeksius terhadap orang lain.
Pada beberapa infeksi virus, seperti rabies, manusia merupakan tempat infeksi terakhir, dan tidak
terjadi pelepasan.
a. Respons imun pejamu
Akibat dari infeksi virus mencerminkan hubungan saling memengaruhi antara virus dan faktor
pejamu. Mekanisme pertahanan pejamu nonspesifik biasanya didapati sesaat setelah infeksi virus.
Di antara respons imun alami, yang paling dominan adalah induksi IFN(). Respons-respons tersebut
membantu menghambat pertumbuhan virus selama jangka waktu yang diperlukan untuk
menginduksi imunitas humoral spesifik dan imunitas seluler.
Baik komponen humoral maupun seluler dari respons imun terlibat dalam pengendalian infeksi
virus. Virus menimbulkan respons jaringan yang berbeda dengan bakteri patogen. Jika leukosit
polimorfonuklear membentuk respons seluler utama terhadap inflamasi akut yang disebabkan oleh
bakteri piogenik maka infiltrasi oleh sel mononuklear dan limfosit merupakan ciri reaksi inflamasi
lesi virus tanpa komplikasi.
Protein tersandi virus berperan sebagai target bagi respons imun. Sel terinfeksi virus dapat
dilisiskan oleh limfosit T sitotoksik akibat pengenalan polipeptida virus pada permukaan sel.
Imunitas humoral melindungi pejamu dari reinfeksi oleh virus yang sama. Antibodi penetral
langsung menyerang protein kapsid sehingga menghambat inisiasi infeksi virus, barangkali pada
tahap penempelan, masuk, atau pelepasan selubung. Antibodi IgA sekretori penting untuk
melindungi pejamu dari infeksi virus yang melalui saluran pernapasan dan pencernaan.
Karakteristik khusus virus tertentu dapat berpengaruh besar terhadap respons imun pejamu.
Beberapa virus menginfeksi dan merusak sel sistem imun. Contoh yang paling dramatis adalah
retrovirus manusia penyebab acquired immunodeficiency syndrome(AIDS) yang menginfeksi
limfosit T dan merusak kemampuannya untuk berfungsi.
Kepekaan pejamu dan respons terhadap infeksi ditentukan secara genetik, perbedaan ini biasanya
terdapat pada gen yang mengatur respons imun. Virus telah mengembangkan berbagai cara untuk
menekan atau menghindari respons imun pejamu sehingga dapat terhindar dari penghancuran.
Sering kali, protein virus yang terlibat dalam pengaturan respons pejamu tidak penting untuk
pertumbuhan virus pada kultur jaringan, kegunaannya hanya disadari saat eksperimen patogenesis
pada hewan. Selain menginfeksi sel sistem imun dan meningkatkan fungsinya (HIV), virus juga
dapat menginfeksi nefron yang mengekspresikan sedikit atau tidak ada MHC kelas I (herpesvirus),
atau dapat menyandi protein imunodulator yang menghambat fungsi MHC (adenovirus,
herpesvirus) atau
menghambat aktivitas sitokin (poxvirus, virus campak).Virus dapat bermutasi dan mengubah situs
antigeniknya pada protein virion (virus influenza, HIV) atau dapat menurunkan tingkat ekspresi
protein permukaan sel virus (herpesvirus). Sebagian besar virus mempunyai strategi anti-IFN.
Suatu jenis gangguan imunopatologik diobservasi pada orang yang diimunisasi dengan vaksin yang
mengandung campak yang dimatikan atau respiratory syncytial virus (tidak lagi digunakan).
Beberapa orang mengalami respon imun tidak biasa yang memberikan konsekuensi serius ketika
mereka terpajan oleh virus infektif yang terjadi secara alami. Demam berdarah dengue dengan
sindrom syok, yang teriadi pada orang yang telah mengalami minimal satu kali infeksi sebelumnya
dengan dengue serotipe lainnya, mungkin merupakan manifestasi yang terjadi secara alami dari
ictus imunopatologi yang sama.
Efek samping berbahaya lainnya dari respons imun adalah perkembangan autoantibodi. Jika
sebuah antigen menimbulkan antibodi yang secara kebetulan dikenali determinan antigenik pada
protein seluler di jaringan normal, maka kerusakan seluler atau kehilangan fungsi vang tidak
berhubungan dengan infeksi virus dapat terjadi. Saat itu besarnya masalah potensial ini pada
manusia belum diketahui. (Jawetz, 2014).

Perbandingan Patogenesis Penyakit Virus


A. Pada kulit dan sistem saraf pusat
Patogenesis mousepox, sebuah penyakit kulit, dan poliomielitis manusia, sebuah penyakit sistem
saraf pusat, diuraikan pada Gambar 5.3. Kedua virus bermultiplikasi di port d’entree sebelum
menyebar secara sistemik ke organ target. Pada mousepox, virus masuk ke dalam tubuh melalui
abrasi kecil pada kulit dan bermultiplikasi di sel epidermis. Pada saat yang bersamaan, virus
tersebut dibawa oleh pembuluh limfe menuju kelenjar limfe regional, tempat multiplikasi juga
terjadi. Beberapa partikel virus yang memasuki sirkulasi darah melalui pembuluh limfe eferen
ditangkap oleh makrofag hati dan limpa. Virus bermultiplikasi dengan cepat pada kedua organ
tersebut. Setelah pelepasan dari hati dan limpa, virus bergerak mengikuti peredaran darah dan
menempatkan diri pada lapisan epidermis basal kulit, di sel konjungtiva, dan di dekat folikel limfe
usus. Virus terkadang juga menempatkan diri pada sel epitel ginjal, paru, kelenjar submaksila, dan
pankreas. Lesi primer terbentuk di port d’entree virus. Lesi primer tampak sebagai pembengkakan
terlokalisasi yang bertambah besar dengan cepat, menjadi edematous, ulkus, lalu terbentuk
jaringan perut. Selanjutnya terjadi ruam generalisata yang berperan melepaskan sejumlah besar
virus ke lingkungan.
Pada poliomielitis, virus masuk melalui saluran pencernaan, bermultiplikasi di tempat awal
implantasi virus (tonsil, Plak Peyer) atau kelenjar limfe yang ada pada jaringan tersebut, dan mulai
tampak pada tenggorokan dan feses. Penyebaran virus sekunder terjadi melalui aliran darah ke
jaringan peka lainnya secara spesifik, kelenjar limfe lain dan sistem saraf pusat. Dalam sistem saraf
pusat, virus menyebar sepanjang serabut saraf. Jika terjadi multiplikasi tingkat tinggi bersamaan
dengan penyebaran virus melalui sistem saraf pusat maka terjadi kerusakan neuron motorik dan
paralisis. Pelepasan virus ke lingkungan tidak bergantung pada penyebaran virus sekunder ke
sistem saraf pusat. Penyebaran ke sistem
saraf pusat lebih mudah dicegah dengan adanya antibodi yang dipicu oleh infeksi sebelumnya atau
vaksinasi.

Gambar 5.3 Ilustrasi skematik patogenesis mousepox dan poliomielitis.


SSP, susunan saraf pusat
Sumber : Jawet, Melnick, & Adelberg. Medical Microbiology 27th edition. United States.
Penerbit MC Graww Hill Education. 2016.

Persistensi virus: infeksi virus kronik dan laten


Infeksi bersifat akut saat virus pertama kali menginfeksi pejamu yang rentan. Infeksi virus biasanya
sembuh sendiri. Namun, terkadang, virus menetap dalam jangka waktu lama di tubuh pejamu.
Interaksi virus-pejamu dalam jangka waktu panjang dapat terjadi dalam beberapa bentuk. Infeksi
kronik (juga disebut infeksi persisten) adalah infeksi yang replikasi virusnya dapat dideteksi secara
terus-menerus, biasanya dalam kadar rendah; dapat ringan atau tanpa gejala klinis yang jelas.
Infeksi laten adalah infeksi yang virusnya menetap tetapi tidak terlihat (tersembunyi atau samar)
pada sebagian besar periode waktu saat tidak ada virus baru yang dihasilkan.Virus infeksius dapat
dihilangkan selama masa pergolakan intermiten penyakit klinis. Sekuens virus dapat dideteksi oleh
teknik molekuler pada jaringan yang mengandung infeksi laten. Infeksi yang tidak terlihat atau
subklinis adalah infeksi yang tidak memperlihatkan tanda yang jelas akan kehadirannya.
Infeksi kronik yang terjadi akibat sejumlah virus dan persistensinya dalam kasus tertentu
bergantung pejamu ketika terinfeksi. Pada manusia, contohnya infeksi virus rubella dan
cytomegalovirus yang didapati kandungan secara khas menyebabkan persistensi virus
waktu yang terbatas, kemungkinan karena kapasitas logik yang bereaksi terhadap infeksi mulai
berkembang seiring pertumbuhan bayi. Bayi yang terinfeksi hepatitis B biasanya bersifat persisten
(karier kronik), sebagian besar karier bersifat asimtomatik. Pada infeksi kronik virus RNA, populasi
virus sering mengalami banyak perubahan genetik dan antigenik.
Herpesvirus secara khas menimbulkan infeksi laten, Herpesvirus simpleks memasuki ganglia
sensorik dan menetap selama fase non infeksius (Gambar 5.4). Saat lesi yang mengandung virus
infeksius tampak pada lokasi perifer (mis, vesikel demam), dapat terjadi reaktivasi periodik. Virus
cacar air (varicella-zoster) juga menjadi bersifat laten di ganglia sensorik. Rekurensi jarang dan
terjadi beberapa tahunkemudian, biasanya mengikuti distribusi saraf perifer (zoster). Anggota
famili herpesvirus lainnya juga menimbulkan infeksi laten, termasuk cytomegalovirus dan virus
Epstein-Barr. semuanya dapat direaktivasi dengan adanya imunosupresi. Maka dari itu, reaktivasi
infeksi herpesvirus dapat merupakan komplikasi serius bagi orang-orang yang mendapatkan terapi
imunosupresan.

Gambar 5.4 Infeksi laten oleh herpesvirus


Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg. Medical Microbiology 27th edition. United States.
Penerbit MC Graww Hill Education. 2016.

Infeksi virus persisten kemungkinan berperan jauh dalam penyakit manusia. Infeksi virus persisten
berhubungan dengan jenis kanker tertentu pada manusia serta penyakit degeneratif yang progresif
pada sistem saraf pusat manusia. Contoh berbagai jenis infeksi virus persisten ditampilkan dalam
Gambar 5.5 (dibawah ini).
Ensefalopati spongiform adalah sekelompok infeksi sistem saraf pusat yang kronik, progresif, fatal
yang disebabkan oleh agen non konvensional, dapat ditularkan yang disebut prion. Prion dianggap
bukan virus. Contoh paling baik dari jenis infeksi 'lambat" ini adalah
ensefalopati spongiform pada domba dan sapi ternak, kuru dan penyakit Creutzfeldt-Jakob
yang terjadi pada manusia.

Gambar 5.5 Berbagai jenis interaksi virus-pejamu


Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg. Medical Microbiology 27th edition. United States.
Penerbit MC Graww Hill Education. 2016.

Gambaran umum infeksi virus pernapasan akut


Banyak virus masuk ke tubuh manusia melalui saluran pernapasan, terutama dalam bentuk droplet
aerosol atau saliva. Ini adalah cara yang paling sering yang digunakan virus untuk masuk ke tubuh
pejamu. Infeksi dapat tetap terjadi walaupun mekanisme protektif pejamu berfungsi normal,
mencakup mukus yang melapisi sebagian besar permukaan, kerja silia, kumpulan sel limfoid,
makrofag alveolus, dan IgA sekretori. Banyak infeksi tetap terlokalisasi pada saluran pernapasan,
walaupun beberapa virus menimbulkan gejala penyakit khasnya setelah penyebaran sistemik
(misalnyacacar air, campak, rubella; Tabel 5.3, Gambar 5.2).
Gejala penyakit yang tampak pada pejamu bergantung pada apakah infeksi terpusat pada saluran
pernapasan atas atau saluran pernapasan bawah (Tabel 5.4). Walaupun diagnosis definitif
memerlukan isolasi virus, identifikasi sekuens gen virus, atau terlihatnya peningkatan titer antibodi,
penyakit virus spesifik sering dapat disimpulkan dengan mempertimbangkan gejala utama, usia
pasien, waktu, dan pola penyakit di komunitas masyarakat.
Beratnya infeksi pernapasan dapat berkisar dari tidak bergejala sampai dengan berat. Penyakit
yang paling berat biasanya ditemui pada bayi yang terinfeksi dengan paramiksovirus tertentu dan
pada orang tua atau dewasa yang terinfeksi oleh virus influenza secara kronik. (Staf Pengajar FKUI,
1994).

 Virologi 220
Virus Penyebab Tersering
Sindrom Gejala Utama Bayi Anak Dewasa
Commond cold Obstruksi hidung, Rhino Rhino Rhino
discharge hidung Adeno Adeno Corona
Faringitis Sakit tenggorokan Adeno Adeno Adeno
Herpes Coxsackie Coxsackie
Simpleks
Laringitis/croup Suara serak, batuk Parainfluenza Parainfluenza Parainfluenza
“menggonggong” Influenza Influenza Influenza
Tracheobronchitis Batuk Parainfluenza Parainfluenza Influenza
Influenza Influenza Adeno
Bronkiolitis Batuk, dispnea Sensitial Jarang Jarang
Pernapasan
Parainfluenza
Pneumoniae Batuk, nyeri dada Sinsitial Influenza Influenza
Pernapasan Parainfluenza Adeno
Influenza
Tabel 5.4 Infeksi virus saluran pernapasan
Sumber : Jawet, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. Jakarta. Penerbit EGC.
2014.

Gambaran umum infeksi virus saluran pencernaan


Banyak virus memulai infeksi melalui saluran pencernaan. Beberapa agen, seperti herpesvirus
simpleks dan virus Epstein-Barr, mungkin menginfeksi sel-sel di mulut. Virus terpajan dari saluran
pencernaan sampai elemen keras yang terlibat dalam pencernaan makanan asam, garam empedu
(deterjen), dan enzim proteolitik. Oleh sebab itu, virus yang dapat menginfeksi melalui jalur ini
adalah semua yang resisten terhadap asam dan garam empedu. Karena itu juga terdapat IgA
sekretori spesifik-virus dan inhibitor nonspesifik replikasi virus untuk mengatasinya.
Gastroenteritis akut adalah bentuk penyakit pencernaan untuk jangka pendek dengan gejala yang
berkisar dari ringan, diare encer sampai penyakit demam berat yang ditandai oleh muntah, diare,
dan lemas. Rotavirus, virus Norwalk, dan calicivirus adalah penyebab utama gastroenteritis. Bayi
dan anak-anak paling sering terkena.
Beberapa virus yang menyebabkan infeksi usus menggunakan protease pejamu untuk
memudahkan infeksi. Pada umumnya, pencernaan proteolitik mengganggu kapsid virus melalui
pembelahan parsial protein permukaan virus yang kemudian mempermudah kejadian khusus
seperti penempelan virus atau fusi membran.
Enterovirus, coronavirus, dan adenovirus juga menginfeksi saluran gastrointestinal, tetapi infeksi
tersebut sering bersifat asimtomatik. Beberapa enterovirus, khususnya poliovirus, dan virus
hepatitis A adalah penyebab penting penyakit sistemik tetapi tidak menimbulkan gejala
pencernaan.
Gambaran umum infeksi virus kulit
Kulit merupakan sawar yang kuat dan impermeabel terhadap masuknya virus. Namun, beberapa
virus dapat menerobos barier ini dan memulai infeksi pada pejamu (Tabel 5.2).Beberapa virus
mendapatkan jalan masuk melalui abrasi kecil pada kulit (poxvirus, papilomavirus, herpesvirus
simpleks), yang lainnya masuk melalui gigitan vektor artropoda (arbovirus) atau pejamu vertebrata
terinfeksi (virus rabies, herpesvirus B), dan yang lainnya lagi masuk melalui transfusi darah atau
manipulasi lainnya termasuk jarum yang terkontaminasi, seperti akupunktur dan tato (virus
hepatitis B, HIV).
Beberapa agen tetap terlokalisasi dan menimbulkan lesi di port d'entree (Papilomavirus dan
Moluskum kontangiosumsebagian besar menyebar ke tempat lain. Lapisan epidermis sama sekali
tanpa pembuluh darah dan serabut saraf, jadi virus yang menginfeksi sel-sel epidermis cenderung
tetap terlokalisasi. Virus yang masuk lebih dalam ke dermis pembuluh darah, limfe, sel dendritik,
dan makrofag serta biasanya menyebar dan menyebabkan infeksi sistemik.
Banyak ruam kulit generalisata yang disebabkan oleh otefilik. Virus terjadi karena virus menyebar
ke kulit melalui darah setelah bereplikasi pada beberapa tempat lain. Seperti itu berasal dari jalur
lain (mis, infeksi virus pernapasan), dan kulit menjadi terinfeksi dari bawah. Lesi pada ruam kulit
berupa makula, papula, vesikel yang disebabkan oleh dilatasi lokal pembuluh darah dermis,
berkembang menjadi papul jika terdapat edema dan infiltrasi seluler di daerah tersebut. Vesikel
terjadi jika epidermis terkena, dan menjadi pustul jika reaksi inflamasi mendatangkan leukosit
polimorfonuklear ke lesi tersebut. Kemudian terjadi ulserasi dan keropeng. Ruam hemoragik dan
petekie terjadi ketika terdapat keterlibatan
pembuluh darah dermis yang lebih berat.
Lesi kulit sering tidak berperan dalam transmisi virus. Virus infeksius tidak dikeluarkan dari ruam
makulopapular campak atau dari ruam yang berhubungan dengan infeksi arbovirus. Sebaliknya, lesi
kulit berperan penting dalam penyebaran poxvirus dan herpesvirus simpleks. Partikel virus
infeksius ditemukan dalam titer tinggi dalam cairan ruam vesikopustular tersebut, dan pertikel
tersebut dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan pejamu lain. Namun, dalam
kasus ini pun, virion yang ada di sekret orofaring dipercaya memiliki peran lebih penting untuk
menyebarkan penyakit dibandingkan dengan lesi kulit. (Jawetz, 2014).

Gambaran umum infeksi virus sistem saraf pusat


Invasi sistem saraf pusat oleh virus selalu merupakan hal yang serius. Virus dapat memperoleh
akses ke otak melalui dua rute: melalui aliran darah (penyebaran hematogen) dan melalui serabut
saraf perifer (penyebaran neuronal). Akses dari darah dapat terjadi dengan pertumbuhan melalui
endotel pembuluh darah serebral kecil, melalui transpor pasif melintasi endotel vaskuler, melintas
pleksus khoroideus ke cairan serebrospinal, atau melalui transpor di dalam monosit, leukosit, atau
limfosit yang terinfeksi. Ketika sawar darah otak ditembus, penyebaran yang lebih luas melalui
otak dan medula spinalis dapat terjadi.

222 Virologi 
Cenderung terdapat hubungan antara kadar viremia yang dicapai oleh virus neurotropik yang
ditularkan melalui darah dan neuroinvasivitasnya.
Jalan lain menuju sistem saraf pusat adalah melalui saraf perifer. Virion dapat masuk ke saraf
sensorik atau ujung saraf motorik dan berjalan melalui akson, melalui ruang endoneural, atau
melalui infeksi sel Schwann, Herpesvirus berjalan di akson menuju neuron ganglion radiks dorsal.
Jalur penyebaran virus tidak hanya melalui satu cara saja, tetapi dapat melalui lebih dari satu
metode, Banyak virus, termasuk herpes, togaviridae, flavivirus, enterovirus, rhabdoviridae,
paramikso dan bunyavirus, dapat menginfeksi sistem saraf pusat dan menyebabkan meningitis,
ensefalitis, atau keduanya, Ensefalitis yang disebabkan oleh herpesvirus simpleks merupakan
penyebab ensefasilitis sporadik pada manusia yang paling sering. Reaksi patologik terhadap infeksi
virus sitosidal sistem saraf pusat mencakup nekrosis, inflamasi, dan fagositosis oleh sel-sel glia.
Penyebab gejala pada beberapa infeksi sistem saraf pusat lainnya, seperti rabies, tidak jelas.
Ensefaitis pasca infeksi campak (sekitar satu per 1000 kasus) dan lebih jarang lagi setelah infeksi
rubella ditandai oleh diemilinasi tanpa degenerasi neuronal dan mungkin merupakan sebuah
penyakit autoimun.
Terdapat beberapa gangguan neurodegeneratif yang jarang, disebut infeksi virus lambat yang
secara keseluruhan bersifat fatal. Gambaran infeksi ini mencakup periode inkubasi yang lama
(bulan sampai tahun) yang diikuti oleh kaitan penyakit klinis dan keadaan umum yang memburuk
secara progresif, menyebabkan kematian dalam waktu beberapa minggu sampai bulan; biasanya
hanya sistem saraf pusat yang terkena. Beberapa infeksi virus lambat, seperti leukoensefalopati
multifokal progresif (JC polyomavirus) dan Subacute sclerosing panencephalitis (virus campak),
disebabkan oleh virus khusus. Sebaliknya, ensefalopati spongiform subakut, diwakili oleh sapi gila,
adalah penyakit yang di sebabkan oleh agen non konvensional yang disebut prion. Pada infeksi ini,
perubahan neuropatologik khas terjadi, tetapi tidak ada respon imun atau inflamasi yang
dicetuskan.

Gambaran umum infeksi virus kongenital


Beberapa virus menyebabkan penyakit pada janin manusia. Sebagian besar infeksi virus maternal
tidak menyebabkan viremia dan keterlibatan janin. Akan tetapi, jika virus menembus plasenta dan
terjadi infeksi intrauteri, kerusakan yang serius dapat terjadi pada janin. Tiga prinsip yang terlibat
dalam terjadinya kelainan kongenital adalah (1) kemampuan virus menginfeksi wanita hamil dan
ditularkan ke janin; (2) usia kehamilan saat terjadi infeksi; dan (3) kemampuan virus menyebabkan
kerusakan pada janin secara langsung, melalui infeksi pada janin, atau secara tidak langsung,
melalui infeksi pada ibu yang menyebabkan gangguan pada lingkungan bayi (mis, demam).
Rangkaian kejadian yang dapat terjadi sebelum dan sesudah invasi virus pada janin ditunjukkan
pada Gambar 5.6. (L Pereira, 1998).
Virus rubella dan cytomegalovirus merupakan agen utama yang bertanggung jawab pada defek
kongenital pada manusia. Infeksi kongenital juga dapat terjadi akibat infeksi herpesvirus simpleks,
varicella-zoster, hepatitis B, campak, dan mumps serta dengan HIV, parvovirus, dan beberapa
enterovirus (Tabel 5.5).
Infeksi intrauteri dapat menyebabkan kematian janin, kelahiran prematur, retardasi pertumbuhan
intrauteri, atau infeksi pascanatal persisten. Malformasi perkembangan, seperti kelainan jantung
kongenital, katarak, tuli, mikrosefali, dan hipoplasia anggota gerak dapat terjadi. Jaringan janin
berproliferasi dengan cepat. Infeksi dan multiplikasi virus dapat menghancurkan sel atau
mengganggu fungsi sel. Virus litik, seperti herpes simpleks, dapat menyebabkan kematian janin.
Virus yang kurang bersifat sitolitik, seperti rubella, dapat memperlambat kecepatan pembelahan
sel. Jika ini terjadi selama masa kritis perkembangan organ, dapat terjadi defek struktural dan
anomali kongenital. Banyak virus yang sama dapat menyebabkan penyakit serius pada neonatus
(Tabel 5.5). Infeksi seperti ini bisa didapat dari ibu selama persalinan (natal) melalui sekret genital,
feses, atau darah yang terkontaminasi. jarang terjadi, infeksi dapat diperoleh dalam beberapa
kasus pertama setelah kelahiran (pascanatal) dari ibu, anggota keluarga, personil rumah sakit atau
transfusi darah. (DJ Bonthius, 2007).

Gambar 5.6 Infeksi virus pada janin (atas ijin dari L Catalano dan J Sever)
Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. Jakarta. Penerbit EGC.
2014.
Tabel. 5.5 Terjadinya infeksi virus perinatal signifikan
Frekuensi Waktu Infeksi
Virus Pranatal (Dalam Natal Pascanatal Insiden Neonatal (Per
Rahim) (Selama (Setelah 1000 Kelahiran
Persalinan) Persalinan) Hidup)
Rubella + - Jarang 0,1 – 0,7
Cytomegalovirus + ++ + 5 – 25
Herpes simplex + ++ + 0,03 – 0,5
Varicella-zoster + Jarang Jarang Jarang
Hepatitis B + ++ + 0–7
Enterovirus + ++ + Tidak umum
HIV + ++ Jarang Bervariasi
Parvovirus B19 + - Jarang Jarang
Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. Jakarta. Penerbit EGC.
2014.

Efek usia pejamu


Usia pejamu adalah sebuah faktor dalam patogenisitas virus penyakit yang lebih berat sering
terjadi pada neonatus. Selain pematangan respons imun sesuai usia, juga tampak perubahan
terkait usia dalam kerentanan jenis sel tertentu terhadap infeksi virus. Infeksi virus biasanya dapat
terjadi pada kelompok usia, tetapi dapat mempunyai pengaruh besar pada kelompok usia tertentu.
Contohnya seperti rubella, paling berbahaya selama masa kehamilan; rotavirus, paling berbahaya
pada bayi dan ensefalitis St. Louis paling berbahaya pada orang tua.

A. PENCEGAHAN DAN TERAPI INFEKSI VIRUS


1. Kemoterapi Antivirus
Tidak seperti virus, bakteri dan protozoa tidak bergantung pada perlengkapan seluler pejamu
untuk replikasi, jadi proses yang spesifik terhadap organisme ini memberikan sasaran yang cepat
untuk perkembangan Obat antibakteri dan antiprotozoa. Oleh karena virus adalah parasit
intraseluler obligat, maka agen antivirus harus mampu secara selektif menghambat fungsi virus
tanpa merusak pejamu, mengembangkan obat yang seperti itu sangat sulit. Keterbatasan lainnya
adalah banyak siklus replikasi virus terjadi selama masa inkubasi dan virus tersebut telah menyebar
sebelum munculnya gejala, membuat sebuah obat relatif tidak efektif.
Terdapat kebutuhan akan adanya obat antiviral aktif terhadap virus yang vaksinnya tidak tersedia
atau tidak cukup efektif yang terakhir mungkin karena keragaman serotipe (mis, rhinovirus) atau
karena perubahan virus yang konstan (mis, influenza, HIV). Antivirus dapat digunakan untuk
mengobati infeksi yang terjadi ketika vaksin diprediksi tidak akan efektif. Antivirus diperlukan untuk
mengurangi morbiditas dan kerugian ekonomik
sehubungan dengan infeksi virus dan untuk menangani peningkatan jumlah pasien imunosupresif
yang mempunyai risiko tinggi mengalami infeksi.
Penelitian virologi molekuler berhasil mengidentifikasi fungsi spesifik virus yang dapat berperan
sebagai target untuk terapi antivirus. Stadium yang paling besar kemungkinannya merupakan
target pada infeksi virus mencakup penempelan virus ke sel pejamu; pelepasan selubung genom
virus; sintesis asam nukleat virus; translasi protein virus; dan perakitan serta pelepasan partikel
anak virus. Senyatanya, antivirus yang dapat membedakan proses replikasi pejamu dan proses
replikasi virus sangat sulit dikembangkan.
Akan tetapi, pada dekade terakhir telah dikembangkan sejumlah senyawa yang mempunyai
manfaat dalam terapi beberapa penyakit virus, terutama terhadap herpesvirus dan infeksi HIV
(Tabel 5.6). Contoh-contohnya diringkaskan di bawah ini. Antivirus memiliki mekanisme kerja yang
bervariasi. Sering kali obat tersebut harus diaktifkan oleh enzim di dalam sel sebelum ia dapat
bertindak sebagai inhibitor replikasi virus; Obat yang paling selektif diaktifkan oleh enzim penyandi
virus pada sel yang terinfeksi. Yang penting dilakukan pada masa mendatang adalah mempelajari
bagaimana meminimalkan munculnya varian virus yang resisten obat dan menciptakan antivirus
yang lebih spesifik berdasarkan pengetahuan molekuler dalam struktur dan replikasi kelas virus
yang beragam. (A Alcami, 2005).
Tabel 5.6 Contoh senyawa antivirus yang digunakan untuk terapi infeksi virus
Obat Analog Nukleosida Mekanisme Kerja Spektrum virus
Asiklovir Ya Viral polymerase Herpes simpleks, varicella
inhibitor zoster
Amantadin Tidak Menghambat
pelepasan selubung Influenza A
virus
Cidofovir Tidak Viral polymerase
inhibitor Reverse Cytomegalovirus, herpes
Didanosin (ddl) Ya transcriptase simpleks, poliomavirus
inhibitor Reverse HIV-1, HIV-2
transcriptase
Entecavir Ya inhibitor
Viral polymerase HBV
inhibitor Inhibitor
Foscarnet Tidak fusi HIV
(menghambat Herpesvirus, HIV-1, HBV
Fuzeon Tidak masuknya virus)
Viral polymerase HIV-1
inhibitor
Ganciclovir Ya HIV protease
Cytomegalovirus
Indinavir Tidak
inhibitor Reverse HIV-1, HIV-2
transcriptase inhibitor
Lamivudine Ya HIV protease inhibitor
(3TC) Inhibitor masuk HIV-1, HIV-2, HBV
(menghambat
Tidak pengikatan terhadap CCRS)
Lopinavir Reverse transcriptase HIV-1
Tidak inhibitor
Maraviroc Viral neuraminidase inhibitor HIV-1
Integrase inhibitor Mungkin
memblok capping mRNA
Tidak virus
Nevirapin HIV-1
HIV protease inhibitor
Tidak HIV protease inhibitor
Oseltamivir Reverse transcriptase Influenza A dan B
Tidak inhibitor
Raltegravir Ya Viral polymerase inhibitor HIV-1
Ribavirin Viral polymerase inhibitor Respiratory syncytial virus,
Viral polymerase influenza A dan B, Lassa
Tidak inhibitor Reverse fever, hepatitis C, lainnya
Ritonavir transcriptase inhibitor HIV-1, HIV-2
Tidak Reverse transcriptase
Saquinavir inhibitor HIV-1, HIV-2
Ya
Stavudin (d4T) HIV-1, HIV-2

Ya
Trifluridin Herpes simpleks,
Ya cytomegalovirus, vaccinia
Valasiklovir Herpesvirus
Ya
Vidarabin Herpesvirus, vaccinia, HBV
Ya
Zalcitabine (ddC) HIV-1, HIV-2, HBV

Ya
Zidovudine (AZT) HIV-1, HIV-2, HTV-1
Sumber : Jawet, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. Jakarta. Penerbit EGC.
2014.

a. Analog nukleosida
Mayoritas agen yang tersedia adalah analog nukleosida, Agen ini menghambat replikasi asam
nukleat dengan cara menghambat polimerase yang digunakan untuk replikasi asam nukleat. Selain
itu. beberapa analog juga dapat dimasukkan ke dalam asam nukleat dan menghambat sintesis
lebih lanjut mengganggu fungsinya.
Analog dapat menghambat enzim seluler sebagaimana enzim penyandi virus. Analog yang paling
efektif adalah yang dapat secara spesifik menghambat enzim penyandi virus, dengan hambatan
minimal terhadap enzim sel pejamu yang sejalan. Varian virus yang resisten terhadap obat
biasanya muncul suatu ketika, biasanya sangat cepat. Penggunaan kombinasi Obat antivirus dapat
menghambat munculnya varian yang resisten (mis, terapi "kombinasi tiga obat" yang digunakan
untuk terapi infeksi HIV). Contoh analog nukleosida adalah asiklovir (asikloguanosin), lamivudin
(3TC), ribavirin, vidarabin (adenin arabinosida), dan zidovudin (azidotimidin; AZT).

b. Analog nukleotida
Analog nukleotida berbeda dari analog nukleosida dalam hal grup fosfat yang terikat.
Kemampuannya menetap di dalam sel untuk periode waktu yang lama meningkatkan potensinya.
Contohnya adalah Sidofovir (HPMPC).

c. Nonnucleoside reverse transcriptase inhibitors


Nevirapin adalah anggota pertama kelas nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor. Agen ini
tidak membutuhkan fosforilasi untuk aktivitasnya dan tidak bersaing dengan nukleosida trifosfat.
Agen ini bekerja dengan berikatan secara langsung dengan reverse transcriptase dan mengganggu
situs katalitik enzim. Mutan resisten muncul secara cepat.

d. Inhibitor protease
Saquinavir adalah inhibitor protease pertama yang disetujui untuk terapi infeksi HIV. Ini adalah
agen peptidomimetik yang dirancang menggunakan model komputer sebagai sebuah molekul yang
cocok dengan situs aktif enzim protease HIV. Obat seperti ini menghambat protease virus yang
diperlukan pada tahap akhir siklus replikatif untuk memotong gag virus dan prekursor polipeptida
gag pol sehingga membentuk selubung virion matur dan mengaktifkan reverse transcriptase yang
akan digunakan pada siklus infeksi selanjutnya. Penghambatan protease menghasilkan partikel
virus noninfeksius. Contoh inhibitor protease adalah indinavir, ritonavir dan yang lainnya tidak
dicantumkan di sini. (ACIP, 2006).
e. Inhibitor fusi
Fuzeon adalah sebuah peptida besar yang menghalangi terjadinya peleburan antara virus dan
membran seluler yang terlibat dalam masuknya HIV- I ke dalam sel.

f. Jenis lain agen antivirus


Sejumlah jenis senyawa lain iuga memiliki beberapa aktivitas antivirus pada kondisi tertentu.
 Amantadin & rimantadin amin sintetik ini secara spesifik menghambat virus influenza A
dengan menghambat pelepasan selubung virus. Agen ini harus diberikan secara
profilaksis untuk memberikan efek protektif yang signifikan.
 Foscarnet (asam fosfonoformik)foscarnet, sebuah analog organik pirofosfat inorganik,
secara selektif menghambat polimerase DNA virus dan reverse transcriptase pada situs
pengikatan pirofosfat.
 Methisazon methisazon adalah inhibitor poxvirus yang menarik secara historis. Agen ini
adalah antiviral pertama yang digambarkan dan berkontribusi terhadap kampanye
untuk mengeradikasi cacar. Agen ini memblok tahap akhir replikasi virus. Menyebabkan
pembentukan partikel virus immatur dan noninfeksius. (Staf Pengajar FKUI, 1994)

2. Interferon
IFN adalah protein yang disandi pejamu yang merupakan anggota famili sitokin yang besar dan
menghambat replikasi virus. IFN dihasilkan sangat cepat (dalam hitungan jam) sebagai respons
terhadap infeksi virus atau penginduksi lainnya serta merupakan salah satu respons pertahanan
tubuh yang pertama dalam menghadapi infeksi virus. INF adalah sitokin pertama yang dikenali. IFN
merupakan suatu respons imun antivirus alami. IFN juga mengatur imunitas seluler dan humoral
serta mempunyai aktivitas pengaturan pertumbuhan Sel yang luas, tetapi di sini akan difokuskan
pada efek antivirusnya.

a. Sifat lFN
Terdapat banyak spesies IFN yang terbagi dålam tiga kelompok utama, yaitu IFN-a, IFN- p, IFN-Y
(Tabel 5.7). Baik IFN-a maupun IFN-p dianggap tipe I atau IFN virus, sedangkan IFN-Y adalah tipe Il
atau IFN imun. Famili IFN-a dikode oleh minimal 20 gen pada genom manusia: IFN-P dan IFN -y
dikode oleh masing-masing satu gen. Ketiga famili gen ini berbeda sehingga sekuens koding tidak
berhubungan erat. Ketiga kelas IFN memiliki ukuran yang hampir sama tetapi berbeda secara
antigenik. IFN-O dan IFN-F resisten terhadap pH rendah. IFN-F dan IFN-Y terglikosilasi, gula tidak
penting untuk aktivitas biologik, jadi klon yang dihasilkan bakteri bersifat aktif secara biologi
dendritik adalah penghasil IFN yang potensial tantangan virus yang sama, sel dendritik dapat mel
IFN 1000 kali lebih banyak dibandingkan fibroblas.

b. Sintesis IFN
IFN diproduksi oleh semua spesies vertebrata. sel normal secara umum tidak mensintesis IFN
Sampai sel tersebut terinduksi untuk melakukannya. Infeksi Virus
merupakan pengganggu poten yang menyebabkan induksi; virus RNA menginduksi IFN lebih kuat
dibandingkan dengan virus DNA. IFN juga dapat diinduksi oleh RNA untai ganda, endotoksin
bakteri, dan molekul kecil seperti tiloron. IFN-y tidak terinduksi oleh sebagian besar virus tetapi
terinduksi oleh stimulasi mitogen.
IFN kelas yang berbeda dihasilkan oleh jenis sel yang berbeda. IFN-α dan IFN- disintesis oleh
banyak jenis sel, tetapi IFN-y dihasilkan terutama oleh limfosit, khususnya sel T dan sel natural
killer (NK). Sel dendritik merupakan penghasil IFN poten; di bawah kondisi tantangan virus yang
sama, sel dendritik dapat mensekresi IFN 1000 kali lebih banyak dibandingkan dengan fibroblas.
Tipe
Sifat Alfa Beta Gamma
Nomenklatur saat ini IFN-α IFN- IFN-
Penamaan terdahulu Leukosit Fibroblas Interferon imun
Tipe interferon Tipe I Tipe I Tipe II
Jumlah gen yang ≥ 20 1 1
menyandi famili
Sumber sel utama Sebagian besar jenis Sebagian besar jenis Limfosit
sel sel
Agen penginduksi Virus ; dsRNA Virus ; dsRNA Mitogen
Stabilitas pada pH Stabil Stabil Labil
2,0
Glikosilasi Tidak Ya Ya
Intron dalam gen Tidak Tidak Ya
Homologi dengan 80–95% 30% <10%
IFN-α
Lokasi kromosom 9 9 12
gen
Ukuran protein yang 165 166 143
disekresikan (jumlah
asam amino)
Reseptor IFN IFNAR IFNAR IFNGR
Lokasi kromosom 21 21 6
gen reseptor IFN
Tabel 5.7 Sifat interferon manusia
Sumber : Jawet, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. Jakarta. Penerbit EGC.
2014.
c. Aktivitas antivirus dan efek biologik Iainnya
IFN pertama kali dikenal karena kemampuannya mengganggu infeksi virus pada sel yang dikultur.
IFN dapat dideteksi segera setelah terjadi infeksi virus pada hewan yang intak, dan kemudian
produksi virus berkurang (Gambar 5.7). Antibodi tidak tampak di dalam darah hewan hingga
beberapa hari setelah produksi virus berkurang. Hubungan sementara ini

 Virologi 230
menunjukkan bahwa IFN mempunyai peran utama dalam pertahanan nonspesifik pejamu terhadap
infeksi virus. Kesimpulan ini juga didukung oleh observasi bahwa orang-orang yang menderita
agamaglobulinemik biasanya sembuh dari infeksi virus primer sebagaimana halnya orang normal.
IFN tidak melindungi sel terinfeksi-virus yang menghasilkannya, dan IFN sendiri bukanlah agen
antivirus. Sebaliknya, IFN menginduksi keadaan antivirus sel lainnya dengan mendorong sintesis
protein lain untuk menghambat replikasi virus. Molekul IFN berikatan dengan reseptor permukaan
sel spesifik pada sel target. IFN-α dan IFN- mempunyai reseptor yang sama, sedangkan IFN-y
mengenali reseptor yang berbeda. Pengikatan resepor memicu fosforilasi tirosin dan aktivasi faktor
transkripsi (protein dan nukleus) memerantarai transkripsi gen-gen yang dapat menginduksi IFN
(yang terjadi dalam hitungan menit setelah pengikatan IFN). Ini mengakibatkan sintesis beberapa
enzim yang dipercaya menjadi instrumen dalam perkembangan antivirus.
Beberapa jalur yang tampak terlibat, termasuk yang berikut. (1) protein kinase dependen ds-DNA,
PKR yang memfosforilasi dan menginaktifkan faktor infiltrasi seluler elF-2 dan dengan demikian
mencegah pembentukan kompleks inisiasi yang diperlukan untuk sintesis protein virus; (2)
oligonukleotida sintetase, 2-5A sintetase yang mengaktifkan endonuklease seluler, RNase L yang
selanjutnya mendegradasi mRNA; (3) fosfodiesterase yang menghambat elongasi rantai peptida
dan (4) nitrat oksida sintetase yang diinduksi oleh IFN-Y di makrofag. Akan tetapi, penjelasan ini
gagal menyingkap mengapa kondisi antivirus ini bekerja secara selektif terhadap mRNA virus dan
tidak terhadap mRNA seluler. Fase replikasi virus yang lain juga dapat dihambat oleh INF.

Gambar 5.7 Ilustrasi kinetik sintesis interferon dan antibodi setelah infeksi
virus pernapasan
Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. Jakarta. Penerbit EGC.
2014.
IFN juga hampir selalu berfungsi spesifik terhadap spesies pejamu tertentu, tidak spesifik terhadap
suatu virus tertentu. Replikasi berbagai macam virus DNA dan RNA dapat dihambat. Ketika IFN
ditambahkan ke sel-sel sebelum terjadinya infeksi, terjadi inhibisi
replikasi virus yang bermakna, tetapi dengan fungsi sel yang hampir normal. IFN sangat poten, jadi
untuk kerjanya diperlukan jumlah yang sangat kecil. Kurang dari 50 molekul IFN per sel
diperkirakan cukup untuk menginduksi kondisi antivirus.

d. Mekanisme virus untuk menetralkan IFN


Virus memperlihatkan berbagai mekanisme untuk memblok aktivitas inhibitorik IFN pada replikasi
virus, proses yang penting untuk mengatasi lini pertahanan pejamu. Contoh: protein virus spesifik
dapat memblok induksi ekspresi IFN (herpesvirus, papilomavirus, filovirus, virus hepatitis C,
rotavirus); dapat memblok aktivasi protein kinase PKR (adenovirus, herpesvirus); dapat
mengaktifkan inhibitor seluler PKR (influenza, poliovirus); dapat memblok sinyal transduksi IFN
terinduksi (adenovirus, herpesvirus, virus hepatitis B); atau dapat menetralkan IFN-y dengan
bertindak sebagai reseptor IFN yang dapat larut (virus miksoma). (RE Randall, 2008).

e. Penelitian klinis
Pada awalnya, interferon diharapkan dapat menjadi jawaban untuk mencegah banyak penyakit
virus, seperti penyakit pernapasan yang kemungkinan disebabkan oleh berbagai jenis virus.
Namun, penggunaannya berubah menjadi tidak praktis karena supaya efektif maka dosis besar
harus diberikan sebelum terpajan oleh virus atau pada awal infeksi (sebelum munculnya tanda
klinis penyakit). Rekombinan IFN-α bermanfaat dalam mengontrol infeksi virus hepatitis B dan
hepatitis C pada hati, walaupun relaps setelah penghentian terapi umum terjadi. IFN topikal pada
mata dapat menangani keratitis herpetik dan mempercepat penyembuhan. Beberapa sediaan IFN
disetujui untuk penggunaan klinis. IFN menyebabkan banyak efek samping, yang paling umum
adalah sistemik dan hematologik. (CA Bonjardim, 2005).

3. Vaksin Virus
Tujuan vaksin virus adalah memanfaatkan respons imun pejamu untuk mencegah penyakit virus.
Beberapa vaksin telah terbukti sangat efektif dalam menurunkan insidens tahunan penyakit virus
(gambar 5.8). Vaksinasi merupakan metode yang paling cost-effective dalam pencegahan virus
yang berbahaya.
a. Prinsip umum
Imunitas terhadap infeksi virus berdasarkan pada kembangan respons imun terhadap antigen
spesifik yang berlokasi pada permukaan partikel virus atau sel-sel terinfeksi virus. Untuk virus yang
berselubung, antigen yang penting adalah glikoprotein yang ada di permukaan. Walaupun hewan
yang terinfeksi dapat mengembangkan antibodi terhadap protein selubung virion atau protein
nonstruktural yang terlibat dalam replikasi virus, tetapi respons imun tersebut dipercaya tidak
berperan atau mempunyai peran yang kecil dalam perkembangan resistensi terhadap infeksi.
Vaksin tersedia untuk pencegahan beberapa penyakit manusia yang penting. Vaksin yang sekarang
tersedia (Tabel 5.8) digambarkan secara detil pada bab yang berhubungan dengan famili virus
spesifik dan penyakit.

232 Virologi 
Patogenesis infeksi virus tertentu memengaruhi tujuan imunoprofilaksis. Imunitas mukosa (IgA
lokal) berperan penting dalam menahan infeksi virus yang bereplikasi dalam membran mukosa
(rhinovirus, virus influenza, rotavirus) atau menginvasi melalui mukosa (papilomavirus). Virus yang
mempunyai cara penyebaran viremia (polio, hepatitis A dan B, yellow fever, varicella, mumps,
campak) dikendalikan oleh antibodi serum. Imunitas seluler juga terlibat dalam perlindungan
terhadap infeksi sistemik (campak, herpes).
Karakteristik tertentu sebuah virus atau penyakit virus dapat menyulitkan pembuatan sebuah
vaksin yang efektf. Adanya banyak serotipe, seperti rhinovirus, dan reservoir hewan yang banyak,
seperti virus influeza, membuat produksi vaksin menjadi sulit. Rintangan lain meliputi integrasi
DNA virus ke DNA kromosom pejamu (retrovirus) dan infeksi sel sistem imun pejamu (HIV). (S
Virgin, 2007)

Gambar 5.8 Insiden tahunan berbagai penyakit virus di Amerika Serikat


Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg. Medical Microbiology 27th edition. United States.
Penerbit MC Graww Hill Education. 2016

Tabel. 5.8 Vaksin virus yang diizinkan di Amerika Serikat (2008)

Penggunaan Vaksin Jenis Substrat set


Umum Hepatitis A Mati Fibroblas diploid manusia (MRC-5)
Hepatitis B Subunit (HbaAg) Ragi (DNA rekombinan)
Influenza A dan B Mati Telur ayam yang mengandung embrio
Influenza A dan B Hidup Telur ayam yang mengandung embrio
Campak Hidup Fibroblas embrio ayam
Mumps Hidup Telur ayam yang mengandung embrio dan
fibroblas embrio ayam Ragi
Papiloma Poliovirus Subunit (L1) (DNA rekombinan) Sel
(IPV) Poliovirus Mati ginjal monyet (vero) Sel
(OPV) Rabies Hidup ginjal monyet
Mati Fibroblas diploid manusia (MRC-5) atau sel
Rotavirus diploid paru janin rhesus atau fibroblas ayam
Rubella Hidup Sel ginjal monyet (vero)
Varicella Hidup Fibroblas diploid manusia (WI-38)
Zoster Hidup Fibroblas diploid manusia (MRC-5)
Hidup Fibroblas diploid manusia (MRC-5)

Keadaan Adenovirus Hidup Fibroblas diploid manusia (WI-38)


khusus Japanese Mati Otak tikus
encephalitis
Cacar Hidup Limfe anak sapi
Yellow fever Hidup Telur ayam yang mengandung embrio
Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. Jakarta. Penerbit EGC.
2014.

b. Vaksin virus mati


Vaksin terinaktivasi (virus mati) dibuat dengan memurnikan sediaan virus hingga tingkat tertentu
dan kemudian mengvirus; formalin dalam dosis kecil cukup sering digunakan (Tabel 5.9). Untuk
beberapa penyakit, saat ini hanya tersedia vaksin virus mati saja.
Vaksin virus mati dibuat dari virion utuh yang secara umum merangsang perkembangan antibodi
sirkulasi terhadap protein selubung virus, memberikan beberapa tingkat resistensi. Beberapa
sediaan IFN disetujui untuk penggunaan IFN menyebabkan banyak efek samping.

Tabel 5.9 Perbandingan karakteristik vaksin virus mati dan hidup


Karakteristik Vaksin mati Vaksin hidup
Jumlah dosis Multipel Tunggal Tidak
Perlunya adjuvan Ya Lebih panjang Lebih
Durasi imunitas Lebih singkat tinggi
Efektivitas proteksi (lebih Lebih rendah
dekat menyerupai infeksi
alami) IgA dan IgG Ya
Imunoglobulin yang IgG
dihasilkan Ya
Imunitas mukosa yang Jelek
dihasilkan
Imunitas diperantai sel yang Jelek
dihasilkan
Virus virulen residual di Mungkin Tidak
dalam vaksin Kembalinya
virulensi Ekskresi virus Tidak Mungkin Mungkin
vaksin dan penularan ke Tidak
kontak nonimun
Gangguan oleh virus lain Mungkin Rendah
pada pejamu Tidak
Stabilitas pada suhu kamar
Tinggi
Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. Jakarta. Penerbit EGC.
2014.

Manfaat vaksin inaktivasi adalah tidak terdapat pengembalian virulensi ke keadaan semula oleh
virus vaksin dan vaksin tersebut tetap dapat dibuat walaupun virus yang dilemahkan tidak tersedia.
Kerugian vaksin virus mati:
1. Dibutuhkan ketelitian yang luar biasa dalam pembuatannya untuk memastikan bahwa
tidak ada sisa virus virulen hidup yang terdapat di dalam vaksin.
2. Imunitas yang terbentuk hanya bertahan dalam waktu singkat saja dan harus ditambah,
tidak hanya melibatkan masalah logistik untuk menjangkau orang yang memerlukan
imunisasi pengulangan, tetapi juga menimbulkan masalah tentang efek yang mungkin
terjadi (reaksi hipersensitivitas) dengan pemberian protein asing yang berulang.
3. Walaupun pemberian parenteral vaksin virus mati menstimulasi antibodi bersirkulasi
(IgM, IgG) ke tingkat yang memuaskan, terkadang tidak memberikan perlindungan yang
cukup karena resistensi lokal (IgA) tidak diinduksi secara adekuat pada pintu masuk
alaminya atau pada situs primer multiplikasi infeksi virus liar mis, nasofaring untuk virus
pernapasan, saluran cerna untuk poliovirus.
4. Respons imun seluler terhadap vaksin inaktif umumnya jelek.
5. Beberapa vaksin virus mati justru menginduksi hipersensitivitas terhadap infeksi
selanjutnya, kemungkinan disebabkan terhadap respons imun yang tidak seimbang
terhadap antigen permukaan virus yang gagal meniru infeksi dengan virus alami.
Gambar 5.9 Respon serum dan antibodi sekretori terhadap pemberian oral vaksin polio hidup yag
dilemahkan dan terhadap inokulasi intramuskular
vaksin polio yang mati
Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. Jakarta. Penerbit EGC.
2014.
c. Vaksin virus yang dilemahkan
Vaksin virus hidup menggunakan virus mutan yang antigennya hampir mirip dengan virus tipe liar,
tetapi beberapa tahapan dalam patogenesis penyakitnya dibatasi (Tabel 5.9).
Dasar genetik untuk melemahkan sebagian besar vaksin virus tidak diketahui, karena diseleksi
secara empiris melalui multiplikasi serial pada hewan atau kultur sel (biasanya dari spesies berbeda
pada pejamu alami). Seperti yang telah dipelajari bahwa gen virus yang terlibat dalam patogenesis
penyakit merupakan kandidat vaksin yang dilemahkan dan dapat dirancang di laboratorium.
Vaksin virus hidup yang dilemahkan mempunyai keuntungan menyerupai infeksi alami dilihat dari
segi imunitasnya. Virus tersebut bermultiplikasi di dalam pejamu dan cenderung untuk
merangsang produksi antibodi jangka panjang, untuk menginduksi respons imun seluler yang
bagus, dan untuk menginduksi produksi antibodi serta resistensi pada port d'entree infeksi
(Gambar 5.9).

Kerugian vaksin virus hidup yang dilemahkan:


1. Risiko kembalinya ke virulensi yang lebih besar selama multiplikasi di dalam vaksin.
Walaupun pengembalian tersebut belum terbukti menjadi masalah dalam praktik tetapi
ada potensinya.
2. Agen luar tak dikenal yang secara tersembunyi menginfeksi substrat kultur (telur, kultur
sel primer) dapat memasuki stok vaksin. Virus yang ditemukan di dalam vaksin
mencakup avian leukosis virus, simian polyomavirus SV40, dan simian cytomegalovirus. Masalah
kontaminan dari luar dapat dihindari dengan penggunaan sel normal secara serial yang
diperbanyak di dalam kultur (mis, lini sel diploid manusia) sebagai substrat untuk pengolahan virus
vaksin.
3. Penyimpanan dan masa hidup yang terbatas dari vaksin dilemahkan mendatangkan
masalah, tetapi ini yang dapat diatasi pada beberapa kasus dengan penggunaan
stabilizer virus (mis, MgCl2 untuk vaksin polio).
4. Gangguan oleh adanya koinfeksi yang terjadi secara alami, virus jenis liar dapat
menghambat replikasi virus vaksin dan menurunkan efektivitasnya. Ini telah diketahui
pada strain vaksin poliovirus yang dapat dihambat oleh infeksi enterovirus yang terjadi
bersamaan.

d. Penggunaan yang tepat vaksin masa kini


Satu fakta yang tidak dapat terlalu ditekankan: Sebuah vaksin yang efektif tidak melindungi
terhadap penyakit hingga vaksin tersebut diberikan dalam dosis yang tepat kepada individu yang
peka. Kegagalan untuk mencapai semua sektor populasi dengan imunisasi yang lengkap tercermin
dari berlanjutnya kejadian campak pada orang yang tidak divaksin. Anak usia prasekolah di daerah
miskin adalah kelompok yang paling tidak adekuat mendapatkan vaksinasi di Amerika Serikat.
Vaksin virus tertentu direkomendasikan untuk digunakan oleh masyarakat umum. Vaksin lain
direkomendasikan hanya digunakan oleh orang-orang yang berisiko khusus karena pekerjaan,
perjalanan, atau gaya hidup. Pada umumnya, vaksin virus hidup dikontraindikasikan untuk wanita
hamil.
Terdapat kemungkinan secara teoretis bahwa respons antibodi dapat berkurang atau terganggu
jika ada dua atau lebih vaksin virus hidup yang diberikan bersamaan. Akan tetapi, dalam
praktiknya, pemberian vaksin virus hidup secara bersamaan bersifat aman dan efektif. Vaksin polio
oral yang hidup trivalen atau yang dikombinasikan dengan vaksin hidup campak, mumps, dan
rubella bersifat efektif. Respons antibodi terhadap masing-masing komponen dari vaksin kombinasi
ini sebanding dengan respons antibodi terhadap vaksin individual yang diberikah secara terpisah.

e. Prospek masa depan


Biologi molekuler dan teknologi moderen dikombinasikan agar dapat menemukan pendekatan
baru untuk mengembangkan vaksin. Banyak pendekatan ini yang menghindari penggabungan asam
nukleus virus pada produk akhir, memperbaiki keamanan vaksin. Contoh-contoh dari apa yang
sedang terjadi pada bidang ini dapat terlihat pada daftar berikut. Keberhasilan akhir dari
pendekatan baru ini tetap akan dijelaskan.
1. Penggunaan teknik DNA Rekombinan untuk menyisipkan gen yang menyandi protein
tertentu ke dalam genom sebuah virus avirulen dapat diberikan sebagai vaksin (seperti
virus vaksin).
2. Yang dimasukkan ke dalam vaksin hanya komponen subvirus yang diperlukan untuk
menstimulasi antibodi protektif, dengan demikian meminimalkan terjadinya efek
samping terhadap vaksin.
3. Penggunan protein murni yang diisolasi dari virus murni atau yang disintesis dari gen
yang dikloning (vaksin virus hepatitis B rekombinan mengandung protein virus yang
disintesis pada sel ragi). Ekspresi gen-gen yang dikloning terkadang menghasilkan
partikel yang mirip dengan virus kosong.
4. Penggunaan peptida sintetik berhubungan dengan determinan antigenik protein virus
sehingga menghindari setiap kemungkinan untuk kembalinya virulensi karena tidak ada
asam nukleat virus walaupun respons imun yang diinduksi oleh peptida sintetik
dianggap lebih lemah daripada yang diinduksi oleh protein intak.
5. Perkembangan vaksin oral melalui tumbuhan transgenik yang mensintesis antigen dari
virus patogenik dapat memberikan cara baru yang cost effective dalam pemberian
vaksin.
6. Penggunaan vaksin DNA telanjang secara potensial sederhana, murah, dan aman yang
plasmid rekombinannya membawa gen untuk protein tertentu tersebut diinjeksikan ke
dalam pejamu dan DNA menhasilkan protein pengimunisasi.
7. Pemberian vaksin secara lokal untuk menstimulasi antibodi pada tempat masuk (seperti
vaksin aerosol untuk virus penyakit pernapasan). (G Ada, 2001).

Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman saudara mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan jelas dengan hanya
menuliskanesensinya saja !
1) Sebutkan 8 faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit virus ?
2) Apa yang dimaksud dengan patogenesis virus ?
3) Apa nama penyakit pencernaan untuk jangka pendek dengan gejala yang berkisar dari
ringan, diare encer sampai penyakit demam berat yang ditandai oleh muntah, dan
lemas. Rotavirus, virus Norwalk, dan Calicivirus adalah penyebab utama penyakit ini.
Bayi dan anak-anak paling sering terkena.
4) Sebutkan tiga macam interferon yang anda ketahui ?
Petunjuk Jawaban Latihan
Untuk membantu saudara dalam mengerjakan soal latihan tersebut silakan pelajari kembali materi
tentang :
1) Pengertian infeksi virus
2) Prinsip-prinsip infeksi virus
3) Gambaran infeksi virus saluran pencernaan
4) Pencegahan dan terapi infeksi virus
Ringkasan
Pengertian Infeksi Virus
Virus dapat menginfeksi inangnya dan menyebabkan berbagai akibat bagi inangnya. ada yang
berbahaya, namun juga ada yang dapat ditangani oleh sel imun dalam tubuh sehingga akibat yang
dihasilkan tidak terlalu besar. Infeksi akut merupakan infeksi yang berlangsung dalam jangka waktu
cepat namun dapat juga berakibat fatal. Infeksi kronis merupakan infeksi virus yang
berkepanjangan sehingga ada risiko gejala penyakit muncul kembali.
Penyakit virus timbul mengikuti satu dari ketiga pola umum; pengenalan agen baru, peningkatan
penyakit yang mendadak yang disebabkan oleh suatu agen endemik, dan invasi pada populasi
inang baru.Contoh terbaru dari merebaknya infeksi virus pada bagian dunia yang berbeda antara
lain adalah virus Ebola, penyakit paru-paru hantavirus, infeksi HIV, demam berdarah dengue,
demam Lassa, demam Rift valley, dan ensefalopati spongioform bovinum.
Prinsip-prinsip infeksi virus
Proses dasar infeksi virus adalah sildus replikatif virus. Prinsip-prinsip penting menyangkut infeksi
virus adalah sebagai berikut: (1) banyak infeksi virus bersifat subklinis;
(2) infeksi yang sama dapat disebabkan oleh berbagai virus; (3) virus yang sama dapat
menyebabkan berbagai infeksi; (4) infeksi yang diakibatkan tidak berhubungan dengan morfologi
virus; dan (5) keluaran pada kasus apapun ditentukan oleh faktor virus, pejamu, dan dipengaruhi
oleh gen masing-masing.
Langkah-langkah patogenesis virus
a. Proses masuk dan replikasi primer
b. Kerusakan sel dan penyakit
c. Pemulihan dari infeksi
d. Pelepasan virus
e. Respons imun pejamu
Perbandingan Patogenesis Penyakit Virus
a. Pada kulit & sistem saraf pusat : Infeksi bersifat akut saat virus pertama kali menginfeksi
pejamu yang rentan. Infeksi virus biasanya sembuh sendiri
b. Gambaran umum infeksi virus saluran pencernaan: Banyak virus memulai infeksi
melalui saluran pencernaan. Virus terpajan dari saluran pencernaan sampai elemen
keras yang terlibat dalam pencernaan makanan asam, garam empedu (deterjen), dan
enzim proteolitik.
c. Gambaran umum infeksi virus kulit: Kulit merupakan sawar yang kuat dan impermeabel
terhadap masuknya virus. Beberapa virus mendapatkan jalan masuk melalui abrasi kecil
pada kulit (poxvirus, papilomavirus, herpesvirus simpleks).
d. Gambaran umum infeksi virus sistem saraf pusat : Virus dapat memperoleh akses ke
otak melalui dua rute: melalui aliran darah (penyebaran hematogen) dan melalui serabut
saraf perifer (penyebaran neuronal).
e. Gambaran umum infeksi virus kongenital : Beberapa virus menyebabkan penyakit pada
janin manusia. Sebagian besar infeksi virus maternal tidak menyebabkan viremia dan
keterlibatan janin. Akan tetapi, jika virus menembus plasenta dan terjadi infeksi
intrauteri, kerusakan yang serius dapat terjadi pada janin.

Efek usia pejamu


Usia pejamu adalah sebuah faktor dalam patogenisitas virus Penyakit yang lebih berat sering
terjadi pada neonatus. Selain pematangan respons imun sesuai usia, juga tampak perubahan
terkait usia dalam kerentanan jenis sel tertentu terhadap infeksi virus.

Pencegahan dan Terapi Infeksi Virus


Pencegahan dan terapi infeksi virus meliputi :
1. Kemoterapi antivirus, terdiri dari analog nukleosida, analog nukleotida, nonnucleoside
reverse transcriptase inhibitors, inhibitor protease, inhibitor fusi, jenis lain agen
antivirus
2. Interferon (IFN)adalah protein yang disandi pejamu yang merupakan anggota famili
sitokin yang besar dan menghambat replikasi virus.
3. Vaksin virus adalah memanfaatkan respons tahunan penyakit virus. Vaksinasi
metode yang paling cost-effective dalam pencegahan virus yang berbahaya.
a. Prinsip umum vaksin virus : Imunitas terhadap infeksi virus berdasarkan pada
kembangan respons imun terhadap antigen spesifik yang berlokasi pada permukaan
partikel virus atau sel-sel terinfeksi virus.
b. Vaksin virus mati : Vaksin terinaktivasi (virus mati) dibuat dengan memurnikan
sediaan virus hingga tingkat tertentu dan kemudian mengvirus; formalin dalam dosis
kecil cukup sering digunakan.
c. Vaksin virus yang dilemahkan Vaksin virus hidup menggunakan virus mutan yang
antigennya hampir mirip dengan virus tipe liar, tetapi beberapa tahapan dalam
patogenesis penyakitnya dibatasi.
d. Penggunaan yang tepat vaksin masa kini. Satu fakta yang tidak dapat terlalu
ditekankan: Sebuah vaksin yang efektif tidak melindungi terhadap penyakit hingga
vaksin tersebut diberikan dalam dosis yang tepat kepada individu yang peka.
e. Prospek masa depan Biologi molekuler dan teknologi modern dikombinasikan agar
dapat menemukan pendekatan baru untuk mengembangkan vaksin. Banyak
pendekatan ini yang menghindari penggabungan asam nukleus virus pada produk
akhir, memperbaiki keamanan vaksin.

Tes 2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1. Interferon adalah bagian yang penting dari pertahanan pejamu terhadap infeksi virus.
Apa prinsip utama cara kerja interferon?

 Virologi 240
A. Interferon terdapat di dalam serum individu sehat, memberikan peran surveilans
virus
B. Interferon menyelubungi partikel virus dan menghambat penempelannya ke sel
C. Interferon menginduksi sintesis satu atau lebih protein seluler yang menghambat
translasi atau transkripsi
D. Interferon melindungi sel-sel terinfeksi virus yang menghasilkannya dari kematian sel
E. Interferon terdapat di dalam serum individu sehat, memberikan peran sebagai
antibodi terhadap virus

2. Seorang bayi perempuan berusia 9 bulan dibawa ke ruang gawat darurat karena demam
dan batuk persisten. Pada pemeriksaan fisik terdengar ronkhi di dada kirinya. Pada foto
thoraks tampak infiltrat di paru kirinya. Didiagnosis pneumonia. Apa penyebab yang
paling mungkin?
A. Rotavirus
B. Rhinovirus
C. Adenovirus
D. Repiratory syncytial virus
E. Coxackievirus

3. Manakah berikut ini yang merupakan prinsip dasar yang menyebabkan penyakit
virus?
A. Satu jenis virus menginduksi sindrom penyakit tunggal
B. Banyak infeksi virus bersifat subklinis dan tidak menyebabkan penyakit klinis Banyak
infeksi virus bersifat subklinis dan menyebabkan penyakit klinis
C. Jenis penyakit yang disebabkan oleh virus dapat diprediksi melalui morfologi virus
tersebut
D. Sebuah sindrom penyakit tertentu disebabkan virus tunggal
E. Banyak infeksi virus bersifat subklinis dan tidak menyebabkan penyakit klinis

4. Kulit adalah barier yang tidak dapat ditembus untuk masuknya virus, tetapi
beberapa virus mampu menerobos barier ini dan menginfeksi pejamu. Manakah berikut
ini yang merupakan contoh virus yang masuk melalui abrasi kulit?
A. Adenovirus
B. Rotavirus
C. Rhinovirus
D. Papilomavirus
E. Poliovirus

5. Seorang laki-laki 40 tahun mempunyai ciri-ciri HIV/ AIDS berupa kadar CD4 yang
rendah dan viral load yang tinggi. Pasien ini akan diberikan highly active antiretroviral
therapy (HAART). Salah satu Obat yang dipertimbangkan adalah analog nukleosida yang
menghambat reverse transcriptase virus dan aktif terhadap HIV dan HBV. Obat tersebut
adalah
A. Acyclovir
B. Amantadine
C. Ribavirin
D. Amoxicillin
E. Lamivudine

6. Mengenai pasien HIV/AIDS pada Pertanyaan 5, sebuah agen peptidomimetik yang


memblok pembelahan yang diperantarai virus dari prekursor protein struktural virus
dipilih sebagai Obat kedua. Obat tersebut adalah...
A. Acyclovir
B. Amantadine
C. Ribavirin
D. Saquinavir
E. Riboflavin

7. Seorang wanita berusia 63 tahun dirawat di rumah sakit untuk terapi leukemia.
Satu hari setelah mengalami menggigil, demam, batuk, sakit kepala, dan mialgia. la
mengatakan bahwa suaminya mempunyai penyakit yang mirip beberapa hari
sebelumnya. Terdapat kekhawatiran besar tentang Wabah virus pernapasan pada
stafbangsal kemoterapi dan pada pasien di bangsal. sebuah amin sintetik yang
menghambat virus influenza dengan memblok pelepasan selubung virus dipilih untuk
terapi profilaktik bagi stafdan para pasien. Obat tersebut adalah...
A. Acyclovir
B. Riboflavin
C. Ribavirin
D. Saquinavir
E. Amantadine

8. Manakah pernyataan berikut ini yang menyatakan manfaat vaksin virus mati
melebihi dari vaksin yang dilemahkan?
A. Vaksin virus mati menginduksi respons imun yang lebih luas daripada vaksin virus
hidup yang dilemahkan
B. Vaksin virus mati lebih menyerupai infeksi alami daripada vaksin virus hidup yang
dilemahkan
C. Vaksin virus mati tidak mempunyai risiko bahwa virus vaksin dapat ditularkan ke
kontak yang peka
D. Vaksin virus mati manjur terhadap infeksi virus pernapasan karena ia menginduksi
imunitas mukosa yang baik
E. Vaksin virus mati tidak berbahaya dibandingkan dengan vaksin yang dilemahkan.

9. Jenis vaksin hepatitis B apa yang saat ini digunakan di Amerika Serikat?
A. Vaksin peptida sintetik
B. Vaksin virus mati

242 Virologi 
C. Vaksin virus hidup yang dilemahkan
D. Vaksin subunit yang dihasilkan oleh DNA rekombinan
E. Vaksin polipeptida sintetik

10. Manakah kalimat berikut ini yang secara akurat menerangkan antibodi netralisasi virus?
A. Langsung berhadapan dengan penentu protein virus pada bagian luar partikel virus
B. Tampak pada pejamu lebih segera setelah infeksi virus dibandingkan dengan
interferon
C. Langsung berhadapan dengan sekuens asam nukleat virus
D. Diinduksi hanya oleh virus penyebab penyakit
E. Diinduksi oleh berbagai virus penyebab penyakit

11. Banyak virus menggunakan saluran pernapasan sebagai jalur masuk untuk memulai
infeksi. Manakah kelompok virus berikut yang tidak ?
A. Adenovirus
B. Coronavirus
C. Hepadnavirus
D. Paramiksovirus
E. SARS

12. Manakah vaksin virus berlisensi berikut adalah vaksin subunit yang dibuat menggunakan
teknologi DNA rekombinan?
A. Campak, mumps, rubella
B. Varicella
C. Hepatitis A
D. Papiloma
E. Polio

13. Penyebab infeksi kulit virus apa yang manifestasi kliniknya bersifat makulopapular ?
A. Molluscum countagonium
B. Dengue
C. Variola
D.Varicella zoster
E. Herpes simplex

14. Penyebab infeksi virus apa pada bayi yang menderita ikterus pada waktu lahir atau
setelah lahir ?
A. Hepatitis A virus
B. Hepatitis B virus
C. Arbovirus
D. Rubella virus
E. Echovirus

15. Virus rabies menghasilkan inklusion bodies dalam sitoplasma sel yang bernama ?
A. Pachen bodies
B. Guarnierri bodies
C. Negri bodies
D. Lilie bodies
E. Elementary bodies

Cocokkanlah jawaban saudara dengan Kunci Jawaban Tes 2 yang terdapat di bagian akhir Bab 5
ini.
Kunci Jawaban Tes
Test Formatif 1
1. C
2. C
3. D
4. A
5. B
6. E
7. B
8. E
9. C
10. E
11. A
12. D
13. E
14. A
15. A

Test Formatif 2
1. C
2. D
3. E
4. D
5. E
6. D
7. E
8. C
9. D
10. A
11. C
12. D
13. C
14. B
15. C
Glosarium
Abrasi : cedera, termasuk luka dangkal yang terjadi akibat goresan
antara kulit dengan permukaan kasar.
Adekuat : memenuhi syarat; memadai; sama harkatnya.
Analog : bersangkutan dengan analogi; sama; serupa.
Anomali : 1 ketidaknormalan; penyimpangan dari normal;
kelainan;2 penyimpangan atau kelainan, dipandang dari sudut konvensi gramatikal atau semantis
suatu bahasa; 3 penyimpangan dari keseragaman sifat fisik, sering menjadi perhatian ekplorasi
(misalnya anomali waktu-lintas, anomali magnetik).
Anoreksia : keadaan kehilangan selera makan.
Arthopoda : filum yang paling besar dalam dunia hewan dan mencakup
serangga, laba-laba, udang, lipan, dan hewan sejenis lainnya. Artropoda biasa ditemukan di laut, air
tawar, darat, dan lingkungan udara, termasuk berbagai bentuk simbiosis dan parasit.
Asimtomatik : Infeksi virus yang tidak menyebabkan gejala apapun (tidak
menyadari gejala apapun) pada pejamu/pasien.
Autoantibodi : antibodi patologik yang terbentuk akibat sistem imun tubuh tidak
dapat membedakan antara “self ” dan “nonself ”.
Bulbar : batang otak (otak tengah, pons, dan medula), penyakit yang
ditandai dengan kelemahan atau paralisis dari otot-otot yang dipersarafi oleh motor nukleus dari
batang otak bagian bawah (bulbar palsy), Calicivirus adalah penyebab utama gastroenteritis.
Cost-Effective : biaya yang efektif; menghasilkan yang terbaik dengan nilai uang
tertentu.
Defek : kesalahan atau kekurangsempurnaan yang berarti pada produk.
Definitif : sudah pasti (bukan untuk sementara).
Dilatasi : pengembangan (pemuaian) suatu ruangan, rongga, dan sebagainya.
Ekologi : merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme
hidup dan lingkungan mereka.
Fenomena : 1 hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat
diterangkan serta dinilai secara ilmiah (seperti fenomena alam); gejala: 2 sesuatu yang luar biasa;
keajaiban: 3 fakta; kenyataan.
Ganglia : merupakan kumpulan badan sel saraf yang membentuk simpul-
simpul saraf dan di luar sistem saraf pusat.
Gastroenteritis akut : bentuk penyakit pencernaan untuk jangka pendek dengan gejala yang
berkisar dari ringan; diare encer sampai penyakit demam berat yang ditandai oleh hepatosit sel
parenkimal utama pada hati yang berperan dalam banyak lintasan metabolisme, dengan bobot
sekitar 80% dari massa hati, dan inti sel baik tunggal maupun ganda.
Immunoglobulin : senyawa protein yang digunakan untuk melawan kuman penyakit
(virus, bakteri, racun bakteri dll.), ada di dalam darah, orang sering menyebutnya antibodi/
Antibodi merupakan suatu fraksi plasma
(serum) yang bereaksi secara khusus dengan antigen yang merangsang produksinya.
Imunodulator : senyawa tertentu yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan
tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik, dan terjadi induksi non spesifik baik mekanisme
pertahanan seluler maupun humoral.
Imunoprofilaksis : pencegahan terjadinya penyakit/infeksi dengan memproduksi
sistem imun atau meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu antigen baik secara aktif
maupun secara pasif, sehingga kelak jika ia terpajan pada antigen yang serupa tidak tejadi
penyakit.
Imunosupresan : kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun seperti
pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus
dan neonatus. Sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis dan digunakan sebagai antikanker.
Inflamasi : reaksi tubuh terhadap mikroorganisme dan benda asing yang
ditandai oleh panas, bengkak, nyeri, dan gangguan fungsi organ tubuh.
Inhibitor : zat yang berfungsi menghambat (menghentikan) reaksi, misalnya
dengan mengotori permukaan katalis.
Interferon : protein yang disandi pejamu yang merupakan anggota famili sitokin
yang besar dan menghambat replikasi.
Intermiten : berhenti untuk sementara waktu pada fase laten.
Intradigital : (anatomi) antara jari tangan atau kaki.
Keropeng : kerak (kotoran) yang mengering pada luka (kudis dan sebagainya).
Lesi : keadaan jaringan yang abnormal pada tubuh. Hal ini dapat terjadi
karena proses beberapa penyakit seperti trauma fisik, kimiawi, dan elektris; infeksi, masalah
metabolisme, dan autoimun.
Malaise : kondisi umum yang lemas, tidak nyaman, kurang fit atau merasa
sedang sakit. Malaise ini bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu gejala dari penyakit.
Morbiditas : tingkat yang sakit dan yang sehat dalam suatu populasi.
Mukus : lendir.
Multifokal : penyakit ini ditemukan di berbagai tempat sekaligus.
Mutan : Individu yang memperlihatkan perubahan sifat (fenotipe) akibat
mutasi.
Nefron : unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus
kontortus proximal, tubulus kontortus distal dan duktus koligentes.
Neuronal : penyebaran melalui serabut saraf perifer.
Nodula : suatu masa jaringan padat yang tebal.
Pajanan : peristiwa yang menimbulkan risiko penularan.
Patogenesis penyakit : suatu bagian dari kejadian selama infeksi yang menyebabkan
manifestasi penyakit pada pejamu.
Patogenesis virus : proses yang terjadi ketika virus menginfeksi pejamu.
Penyakit virus : suatu abnormalitas berbahaya yang disebabkan oleh infeksi virus
pada organisme pejamu.
Perinhalasi : cara penularan infeksi melalui udara pernafasan.
Petekie : merupakan perdarahan di kulit atau membran mukosa yang
diameternya kurang dari 2 mm.
Port d’entree : tempat masuknya bibit penyakit.
Prion : pembawa penyakit menular yang hanya terdiri dari protein.
Rekurensi : gejala penyakit yang timbul kembali (kambuh).
Reseptor : komponen permukaan sel tempat bagian permukaan virus (kapsid
atau selubung) dapat berinteraksi secara spesifik dan mengawali terjadinya infeksi.
Reservoar : tempat penampungan sementara.
Sawar : pertahanan.
Sekuens : sebuah seri huruf-huruf mewakilkan struktur primer dari molekul
DNA atau "strand" nyata atau hipotetis.
Sel glia : sel-sel yang mendukung tidak bersemangat dari sistem saraf.
Sitokin sitotoksik : senyawa yang dapat bersifat toksik untuk menghambat dan
menghentikan pertumbuhan sel.
Sporadik : suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya
penyakit) yang ada di suatu wilayah tertentu frekuensinya berubah- ubah menurut perubahan
waktu.
Transmisi : penyebaran penyakit.
Transovarial : penyebaran virus melalui sel telur.
Tropisme : pergerakan dalam pertumbuhan sel (umumnya pada sel tumbuhan)
yang menyebabkan pergerakan organ tumbuhan utuh menuju atau menjauhi sumber rangsangan
(stimulus).
Ulserasi : proses atau fakta adanya luka terbuka yang mungkin sulit untuk
sembuh.
Vektor : organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi
menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lain.
Vertebrata : semua hewan yang memiliki tulang belakang yang tersusun dari
vertebra. vertebrata dapat dimasukkan semua jenis ikan (kecuali remang, belut jeung, "lintah laut",
atau hagfish), amfibia, reptil, burung, serta hewan menyusui.
Vesika urinaria : kandung kemih merupakan kantong musculomembranosa yang
berfungsi untuk menampung air kemih (urin).
Vesikel : sebuah ruang pada sel yang dikelilingi oleh membran sel.
Viremia : adanya virus di dalam darah.
Virion : partikel virus lengkap, yang utuh secara struktural dan menular.
Xenograft : (xenotransplantasi) transplantasi organ atau jaringan dari spesies
yang berbeda.
Daftar Pustaka
Ada, G. (2001). Vaccines and vaccination. (pp.345:1042). [PMID: 115869581].N Engl : J Med.

Alcami A, Koszinowski UH. (2000). Viral mechanisms of immune evasion. Trends


Microbiology. (pp.8:410). [PMID: 10989308].

Bonjardim CA. (2005). Interferons (IFNs) are key cytokines in both innate and adaptive antiviral
immune responses and viruses counteract IFN action. Microbes and Infection. (pp. 7:569). [PMID:
15792636].

Bonthius DJ, Perlman S. (2007). Congenital viral infections of the brain : Lessons learned from
lymphocytic choriomeningitis virus in the neonatal rat. Pathogens (pp.3:e149). [PMID: 180525271].

Brooks F Geo,Carrol C Karen, Butel S Janet, Morse A Stephen, Adelberg's, Melnick, Jawetz. (2014).
Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Centers for Disease Control and Prevention. (2006). General recommendations on immunization.
Recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP). Rep;55(No. RR-
15).MMWR Morb Mortal Wkly.

Centers for Disease Control and Prevention. (2006). Recommended childhood and adolescent
immunization schedule UnitedStates. Rep:54 (Nos. 51 & 52).MMWR Morb Mortal Wkly.

Chiu W, Burnett RM, Garcea RL (editors). (1997). Structural Biology of Viruses. United Kingdom :
Oxford University Press.

Collier, Leslie & Oxford, John. (2006). Human Virology Second Edition. Hong Kong : Oxford
University Press.

Departemen Kesehatan RI Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. (1996).Virologi Umum Untuk


Akademi Analis Kesehatan. Jakarta : Depkes.

Entjang, Indan. (2009).Mikrobiologi dan Parasitologi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. FKUI.

(1994). Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa Aksara.

G. Johnson, Arthur et al. (2011).Essential Mikrobiologi dan Imunologi. Jakarta : Binarupa


Aksara.

Girones R. (2006). Tracking viruses that contaminate environments. Microbe (pp.1:19).


Pereira L, Maidji E, Mc Donagh S, Tabata T. (1998). Insights into viral transmission at the uterine-
placental interface. Trends Microbiol (PMID: 158173861).

Preventing emerging infectious diseases. (1998). A strategy for the 21st century. Overview of the
updated CDC plan. (Rep;47).MM WR Morb Mortal Wkly.

Randall RE, Goodbourn S. (2008). Interferons and viruses: An interplay between induction,
signalling, antiviral responses and virus countermeasures. (pp.89:1). (PMID: 180897271).J Gen
Virol.

Virgin S. Knipe DM et al (editors). (2007). Pathogenesis of viral infection. In: Fields Virology, 5th ed.
Lippincott Williams & Wilkins.

 Virologi 250

Anda mungkin juga menyukai