DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6 & 7
Hari : Selasa-Jumat
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
BIODATA MAHASISWA PBL
NO FOTO NAMA NIM ALAMAT NO WA
1.
Jl.Husni Basri
RT01/RW01
Putri Alya kel.Sukamulya,
PO.71.34.2.20.020 0895333875659
Diani kec.Sematang
Borang, Kota
Palembang
2.
3.
Palem Srigading
Rezki Puan Indah 2 Blok I no
PO.71.34.2.20.022 085266373023
Azizah 19, Kenten Laut,
Kota Palembang
iv
4.
Jl.Gotong Royong
III Perum Graha
Sherina
PO.71.34.2.20.023 Kencana Asri M.7 082182468126
Ananda
RT31/RW02,
Kota Palembang
5.
Griya Sejahtera II
Blok.D No.14
Tara Permata RT.02 RW.05,
PO.71.34.2.20.025 081271269590
Irawan Kel. Gunung Ibul
Kec. Prabumulih
Timur
6.
Perumahan
Sukajadi Permai 2
Tarisa
PO.71.34.2.20.026 Blok C No.5 085966105980
Merlinski
RT16/RW05,
Kota Palembang
7.
Jl. Brigjen Hasan
Kasim Nomor 35
Tri Rahma
C, kel.Bukit
Okta PO.71.34.2.20.027 082122735591
Sangkal,
Ramadhan
kec.Kalidoni,
Kota Palembang
v
8. Jl.Kutilang Blok
E2 No.16
RT003/RW001,
Yessynia
PO.71.34.2.20.028 kel.Patih Galung, 085384469125
Agel
kec.Prabumulih
Barat, Kota
Prabumulih
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek
Belajar Lapangan yang dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi
DyatNitaLis. Laporan Praktek Belajar Lapangan ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Sitohistoteknologi pendidikan di
Program Studi Sarjana Terapan Teknologi Laboratorium Medis.
Penyusun
vii
DAFTAR ISI
viii
3.3 Sitologi ................................................................................................... 18
3.3.1 Tiga Jenis Pemeriksaan Sitologi .......................................................... 18
3.3.2 Macam – Macam Fiksasi ..................................................................... 20
3.3.3 Pewarnaan Sitologi............................................................................... 21
3.4 Histopatologi .......................................................................................... 22
3.4.1 Pewarnaan Heamatoxylin Eosin ( HE ) ............................................... 24
3.5 Pengarsipan ............................................................................................ 25
3.6 Limbah Patologi Anatomi ...................................................................... 25
3.7 Peralatan ................................................................................................. 26
3.8 Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Patologi Anatomi ................. 38
3.9 Pemantapan Mutu Eksternal Laboratorium Patologi Anatomi .............. 42
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 45
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 45
4.2 Saran ....................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pewarnaan Hematoxylin dan Eosin...................................................... 15
Gambar 2 Pewarnaan Papanicolaou ...................................................................... 16
Gambar 3 Centrifuge ............................................................................................ 26
Gambar 4 Waterbath ............................................................................................. 27
Gambar 5 Tissue Embending Center .................................................................... 29
Gambar 6 Cooling Plate ........................................................................................ 30
Gambar 7 Hot Plate ............................................................................................... 31
Gambar 8 Mikrotom .............................................................................................. 31
Gambar 9 Mikroskop ............................................................................................ 34
Gambar 10. Sediaan histologi yang terwarnai dengan baik(A), buruk(B) ............ 40
Gambar 11. Sediaan kolon yang diwarnai H&E memperlihatkan mucin yang
berwarna biru. Untuk menghilangkan warna biru pada mucin dapat dilakukan
dengan cara menurunkan pH pada Hematoxylin .................................................. 40
Gambar 12. Sediaan kulit yang diwarnai H&E. gambar kiri menunjukkan pH
Eosin terlalu tinggi, gambar kanan menunjukkan Eosin yang sesuai dapat
membedakan serat kolagen dan jaringan saraf...................................................... 41
Gambar 13. Sediaan ginjal yang diwarnai H&E. Sel dengan kromatin padat
terdapat pada glomerulus. Sel dengan kromatin halus terdapat pada tubulus....... 41
Gambar 14. Pewarnaan Papanicolou yang tidak baik ........................................... 42
Gambar 15. Pewarnaan Papanicolou yang baik .................................................... 42
Gambar 16. Ketebalan 6 micron (kiri) ketebalan 3 micron (kanan) pada sediaan
lung adenocarcinoma ............................................................................................ 43
Gambar 17. Lipatan pada preparat ........................................................................ 44
x
DAFTAR TABEL
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut PERMENKES RI Nomor 411/MENKES/PER/III/2010 menyebutkan
bahwa Laboratorium patologi anatomi merupakan laboratorium yang
melaksanakan pembuatan preparat histopatologi, pulasan khusus sederhana,
pembuatan preparat sitologik, dan pembuatan preparat dengan teknik potong
beku. Pelayanan laboratorium Patologi Anatomi menerima spesimen berupa
jaringan dan/atau cairan tubuh yang didapat dari tubuh pasien dan bermakna klinis
bagi diagnosis suatu penyakit. Pelayanan laboratorium patologi anatomi berperan
sebagai baku emas dalam penegakkan diagnosis yang berbasis perubahan
morfologi sel dan jaringan sampai pemeriksaan imunologik dan molekuler khusus
yang bersumber dari sel maupun jaringan. Patologi Anatomi berperan dalam
mendeteksi kelainan akibat perubahan pada jaringan tubuh dan melakukan
penapisan dari suatu penyakit. Peran laboratorium Patologi Anatomi semakin
meluas mencakup penentuan pilihan terapi dan prediksi prognosis yang sejalan
dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
Spesimen sitologi diambil dengan tujuan jaringan memeriksa pada tingkat sel.
Spesimen sitologi didapat dari sel yang terlepas (exfoliatif) atau sel yang terlepas
dari jaringan. Jenis spesimen yang paling umum yang diterima di laboratorium
patologi anatomik adalah spesimen cervical Pap Smear, hal ini dikarenakan Pap
1
2
Misi
1. Memberikan pelayanan Patologi Anatomik yang lengkap, cepat dan
akurat
2. Menjadi mitra dalam pelayanan kesehtan dan penelitian yang terpercaya
dan dapat diandalkan.
1.9 Susunan Direksi
Tempat
Jenis Tanggal
No. Nama Tanggal Pendidikan Jabatan
Kelamin Bergabung
Lahir
Spesialis Patologi
Anatomik
Kebumen, Konsultan Penanggun Jawab
1 dr. Wresnindyatsih Perempuan (SpPAK) 4 Januari 2014
2-8-1971 Utama
Magister
Kesehatan(M.Kes)
Penanggungjawab
Baturaja, Spesialis Patologi
2 dr. Nita Hertati Perempuan 4 Januari 2014 keuangan dan
18-2-1971 Anatomik (SpPA)
ADM
Penanggungjawab
Palembang, Spesialis Patologi pelayanan dan
3 dr. Listinawati Perempuan 4 Januari 2014
6-9-1972 Anatomik (SpPA)
SDM
Palembang, Sarjana
10 Ariono Laki-laki Mei 2017 Administrasi
9-10-1988 Komputer(S.Kom)
Diploma
Palembang,
11 Yusmaryani Perempuan Administrasi Agustus 2018 Teknisi
23-3-1976
(AmD)
Spesimen sitologik didapat dari sel yang terlepas (exfoliatif) atau sel yang
terlepas dari jaringan. Jenis spesimen yang paling umum yang diterima di
laboratorium patologi anatomik adalah spesimen cervical Pap Smear, hal ini
dikarenakan Pap Smear merupakan salah satu program pemerintah dalam
7
2.2 Sitologi
Sitologi merupakan salah satu bidang yang berkaitan dengan ilmu yang
mempelajari tentang morfologi selsel secara individual atau sel yang berasal dari
fragmen jaringan yang diamati secara mikroskopis. Sedangkan sitopatologi
merupakan cabang sitologi yang khusus mempelajari tentang kelainan morfologi
akibat jejas atau faktor lainnya (mikroorganisma atau kanker).
Sediaan sitologik dapat dibuat dari berbagai sumber dalam tubuh (urin,
puting, dahak, vagina, sinus, dll) kerokan diperoleh (mukosa bukal, lambung,
saluran pernapasan) dan dari cairan yang terkumpul di dalam tubuh (pleura,
peritoneal, perikardial) bahkan dari aspirasi benjolan tubuh yang terlihat atau
teraba.
2.3 Histologi
Histologi merupakan cabang ilmu biologi anatomi yang di dalamnya
mempelajari susunan struktur sel yang memiliki fungsi fisiologis sama tersusun
dalam suatu jaringan kompleks. Jaringan pada umumnya tersusun atas tiga
komponen yaitu sel, substansi intreseluler dan cairan. Substansi intraseluler
merupakan hasil produksi sel, cairan merupakan komponen yang menonjol karena
65-70% susunan kimia jaringan tubuh tersusun atas air (Mescher, 2016).
8
2.5 Fiksasi
Fiksasi jaringan adalah suatu usaha untuk mempertahankan komponen-
komponen sel atau jaringan agar tidak mengalami perubahan dan tidak mudah
rusak. Proses fiksasi ini diharapkan setiap molekul pada jaringan yang hidup tetap
berada pada tempatnya dan tidak ada molekul baru yang timbul. Pada prosesnya
ini tentu tidak akan berjalan dengan sempurna, apabila timbul molekul asing baru
pada jaringannya disebut artefak. Tujuan fiksasi ini agar jaringan tersebut tetap
utuh. Fiksasi harus dilakukan sesegera mungkin setelah pengangkatan jaringan
atau setelah kematian agar tidak terjadi autolisis (Anil & Rejendran, 2008)
Sedangkan untuk membuat suatu sediaan yang baik, sel dan jaringan yang
akan diamati diharapkan sangat mirip dengan kondisi ketika masih hidup. Oleh
karena itu bagian penting dari pada teknik pembuatan sediaan histologik dan
sitologik adalah bagaimana caranya agar sel dan jaringan dapat tetap terjaga
secara alami. Untuk mencapai hal ini, maka jaringan yang diambil dari tubuh atau
sel yang dibuat dengan teknik apusan harus segera diawetkan pada suatu cairan
yang disebut dengan teknik fiksasi. Walaupun pada kasus-kasus apusan, Teknik
fiksasi dapat dilakukan dengan mengeringkan di suhu ruang atau dengan
pemanasan. Menurut definisi, fiksatif mengubah komposisi kimia dan fisik asli
dari jaringan. Selain mengubah sifat kimia sel dan jaringan yang digunakan,
fiksasi dapat juga menyebabkan perubahan fisik pada komponen seluler dan
ekstraselular. Mekanisme kerja dari fiksasi pada dasarnya adalah mengawetkan
bentuk sel dan organel sehingga mendekati bentuk Ketika masih di tubuh. Dengan
pemberian cairan fiksasi, maka akan mengubah komposisi jaringan.
Tujuan umum dari fiksasi jaringan adalah menjaga komponen sel dan
jaringan seperti ketika sel itu masih dalam kondisi hidup. Dalam proses fiksasi
dan langkah-langkah selanjutnya dalam pembuatan sediaan jaringan tentu ada
perubahan substansial pada komposisi dan tampilan komponen sel dan jaringan.
Dan ini kadangkala proses ini menghasilkan sediaan yang cukup jauh dari
keadaan yang ideal. Namun jika dilakukan dengan hati-hati, kita diharapkan dapat
menghasilkan sediaan yang secara karakteristik kimia maupun struktur yang baik
11
Sebagian dan Tingkat penetrasi zat pengikat tergantung pada karakteristik difusi
dan variasi dari materi satu ke materi lainnya. Ketiga yaitu Dimensi spesimen
merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan. Hal ini berhubungan dengan
waktu optimal jaringan terfiksasi dari seluruh sisi dan juga proses difusi dari
larutan yang digunakan dalam pematangan jaringan. Selain itu, kita mengetahui
bahwa ukuran ketebalan dari kaset jaringan adalah 5 mm. Jaringan diharapkan
dapat bergerak bebas di dalam kaset dan tidak ada kontak antara jaringan dan
kaset itu sendiri. Ketika jaringan itu menempel dengan kaset, maka proses fiksasi
dan pematang jaringan akan menjadi lama karena dimensi spesimen menjadi
berkurang. Keempat yaitu Rasio antara volume larutan fiksasi terhadap spesimen
menjadi hal yang harus diperhatikan. Hal ini berhubungan dengan penurunan
konsentrasi larutan fiksasi dan kecepatan penetrasi. Makin sedikit larutan fiksasi
yang digunakan, maka konsentrasi akhir ketika terjadi kondisi isotonic akan
menurun dengan drastic, dan tentunya akan mengurangi kecepatan penetrasi. Lain
halnya ketika larutan fiksasi besar perbandingannya terdapat spesimen, maka
konsentrasi akhir ketika isotonic tidak bergitu bermakna dan kecepatan penetrasi
terjaga. Perbandingan yang telah teruji adalah 1:20 untuk spesimen:larutan fiksasi.
Namun jika Anda ingin fiksasi menjadi lebih baik dilihat dari waktu dan kualitas,
maka rasio yang disarankan adalah 1:50. Kelima Tingkat keasaman suatu larutan
(pH) dapat menjadi penting ketika larutan yang digunakan dalam fisasi
mengandung formaldehid. pH yang diberikan diharapkan sesuai dengna pH sel
yaitu 6,8-7,2. Ketika kondisi larutan fiksasi mengandung Formaldehidakan
membentuk asam format dan menghasilkan larutan asam yang akan bereaksi
dengan hemoglobin dan menghasilkan pigmen artefak (asam Hematin
Formaldehid). Namun ketika larutan fiksasi memiliki pH basa, maka
kemungkinan yang terjadi adalah sel yang mengalami pembengkakan. Pada kasus
tertentu asam kadang-kala diperlukan seperti penggunaan asam asetat maupun
asam pikrat (Bouin). Hal ini biasa dilakukan ketika waktu fiksasi diharapkan lebih
cepat dibanding penggunaan formalin atau karena penggunaan lainnya seperti
peningkatan kekontrasan, namun perlu diperhatikan ketika pemberian larutan
13
yang bersifat asam dalam waktu yang lama, akan membuat sel mengkerut dan
lebih rentan terhadap kerusakan fisik.
Terdapat beberapa cara agar fiksasi terjadi secara optimal diantaranya
yaitu, ketika kondisi jaringan masih segar, segeralah masukkan jaringan ke dalam
cairan seperti formalin. Jangan biarkan jaringan mengering di udara. Pastikan
semua jaringan terrendam dalam larutan fiksasi, pastikan ketebalan jaringan tidak
melebihi 4 mm.
Terdapat 2 macam jenis fiksasi, yaitu fiksasi basah fiksasi coating, fiksasi
kering dan fiksasi khusus. Fiksasi basah merupakan tindakan fiksasi dimana
sediaan sitologik masih dalam kondisi basah atau lembab. Metode ini adalah
metode yang ideal untuk menjaga suatu sediaan sitologik baik sitologi ginekologi
ataupun sitologi non-ginekologi. Fiksatif Coating merupakan fiksasi yang
dilakukan untuk pengganti fiksatif basah. Fiksasi ini dilakukan dengan
memberikan aerosol (penyemprotan) pada spesimen sitologi yang dibuat secara
konvensional maupun dengan metode berbasis cairan. Fiksasi ini terdiri dari
alkohol dan polietilen glicol yang berfungsi sebagai pelapis dari sediaan sitologik.
Fiksasi kering merupakan fiksasi yang dilakukan pada sediaan sitologik yang
dilakukan dengan mengeringkan sediaan tersebut di udara terbuka (udara kering)
atau dengan bantuan pemanasan hingga kering (penggunaan hotplate dengan suhu
maksimum 50°C). Sediaan sitologik harus diproses dan dikeringkan dengan
segera untuk menghindari munculnya artefak. Salah satu keuntungan dari fiksasi
ini adalah pembuatan dan pewarnaan yang cepat (2-3 menit). Sedangkan fiksasi
khusus dibagi menjadi 2, fiksasi carnoy dan fiksasi cair. Fiksasi camoy adalah
fiksasi yang dikhususnya untuk spesimen yang hemoragik. Fiksasi cair Fiksasi ini
merupakan fiksasi yang baik ketika akan membuat "cell block" ataupun dalam
pengamatan sel dalam kondisi segar (penggunaan di parasit, mikologi dan lain
sebagainya). (Khristian & Inderiati. 2017).
potong kasar dan potong halus. Kedua tahap ini harus dilakukan secara teliti jika
tidak dapat menyebabkan artefak pada pita jaringan yang dapat mempersulit
proses pengamatan.
A. Potong Kasar
Proses potong kasar atau trimming merupakan proses awal pemotongan
blok jaringan yang bertujuan untuk membuang kelebihan paraffin yang menutupi
jaringan sehingga permukaan jaringan dapat terbuka dan bisa dihasilkan pita
jaringan yang utuh. Dikatakan potong kasar, dikarenakan pada proses ini
mikrometer diatur pada ketebalan yang cukup tinggi yaitu pada 15-30μm. Pada
proses ini perlu dilakukan dengan teliti karena jika tidak dapat mengakibatkan
artefak pada pita jaringan. Pastikan blok jaringan sudah diseting di belakang pisau
sehingga blok tidak langsung terpotong tebal, karena dapat menyebabkan blok
pecah dan merusak jaringan di dalamnya.
B. Potong Halus
Proses potong halus ini bertujuan untuk menghasilkan pita jaringan
dengan ketebalan tertentu. Blok jaringan yang akan dipotong harus didinginkan
terlebih dahulu untuk memberikan suhu yang stabil pada blok paraffin dan
jaringan. Ketebalan pita jaringan untuk jaringan hasil pembedahan rutin ialah 3-4
μm. Idealnya hasil pemotongan yang baik akan saling menempel satu sama lain
membentuk pita dengan ketebalan yang sama. Namun pita yang terbentuk dapat
memiliki ketebalan yang bervariasi meskipun dipotong pada skala yang sama.
Variasi ketebalan pita jaringan ini dipengaruhi banyak factor seperti suhu, sudut
penempatan pisau, dan kecepatan pemotongan, juga pengalaman teknisi. Perlu
dilakukan pelatihan berulang-ulang untuk dapat konsisten meghasilkan pita
jarigan yang baik secara dan efisien.
diagnosis medis dan sering kali merupakan standar emas ; misalnya, ketika ahli
patologi melihat biopsi dari dugaan kanker , bagian histologis cenderung diwarnai
dengan H&E.
b. Jaringan Histektomi
Prosedur Pengangkatan seluruh bagian rahim baik tubuh rahim
hingga leher rahim (serviks)
c. Jarinngan Kolostomi
Tindakan Pembuatan lubang dibagian perut Sebagai saluran
Pembuangan Kotoran/Feses. Prosedur Kolostomi biasanya dilakukan pada
pasien yang tidak dapat buang air besar (BAB) dengan normal. akibat
adanya masalah di usus besar anus/rektum.
d. Jaringan Kistektomi
Pengangkatan Kista dari Ovarium. Dalam beberapa kasus,
Ovarium mungkin perlu diangkat Juga hai ini disebut juga dengan
Ooforektomi
e. Jaringan Lapartomi
Prosedur bedah dengan membuat sayatan di dinding perut
dilakukan untuk men diagnosis serta mengobati masalah pada organ di
dalam perut, seperti masalah pencernaan dan gangguan di organ hati,
pankreas, limfa, dan empedu
3.3 Sitologi
Ilmu yang mempelajari sel yang berasal dari caran tubuh, asites, pleura, cairan
kista, pus, sputum, darah, urine, apusan Pap smear, FNAB / FNAC.
a. Kriteria :
1) Untuk usia yang 30 tahun ke atas
2) Sudah pernah melakukan hubungan seksual
19
a. Prosedur Kerja
1) Lakukan pencocokan sampel dengan lembar formulir.
2) Dilihat secara makroskopis, dan mendeskipsikan cairan dalam bentuk
narasi.
3) Cairan dipindahkan ketabung centrifuge
4) Centrifuge selama 15-30 menit kecepatan 1.500 rpm.
5) Buang supernatant, dan homogenkan sedimen
6) Sedimen dibuat sediaan apus
Jika kualitas warna baik, lanjutkan poses mounting, jika belum baik
lakukan pewarman ulang baru lakuan proses mounting.
1. Papanicolaou
Setelah pewarnaan lakukan tahap mounting lalu lanjut pemeriksaan di
mikroskop.
2. MDT
Setelah proses pewarnaan telah selesai, dilakukan proses pembacaan
terlebih dahulu dimikroskop, jika sudah baik lanjut ke tahap mounting.
3.4 Histopatologi
Salah satu pelayanan pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi dari sampel
berupa jaringan operasi/biopsy, kerokan. Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat
perubahan morfologi sel dan jaringan.
5) Ethanol ( 1 jam )
6) Ethanol ( 1 jam )
7) Xylol (1 jam )
8) Xylol (1 jam )
9) Xylol (1 jam )
10) Parrafin Cair ( 1 jam )
11) Parrafin Cair ( 1 jam )
12) Parrafin Cair ( 1 jam )
d. Penanaman Jaringan/ Blok parrafin ( Tissue Embedding ) :
1) Tuangkan parrafin cair ½ kedalam base mold
2) Posisikan jaringan sesuai yang diharapkan/ orientasi
3) Dinginkan dasar dan basemold sehingga posisi tidak berubah
4) Tutup dengan kaset jaringan
5) Tuangkan parrafin cair Kembali hingga batas base mold dengan
kuat tertutup
- Diletakan diatas woling plate untuk di dinginkan
- Mikrotomi ( Pemotongan Jaringan )
- Atur Posisi Kaset di mikrotom dan posisikan tuas pemotong
dengan ketebalan
Catatan :
3.5 Pengarsipan
Arsip dikatagorikan menjadi 2 yaitu :
1. Arsip Kering
1) Arsip Dokumen soft copy dan hard copy ( Min – 10 th )
2) Arsip Blok Parrafin ( Min 5 th )
3) Arsip Slide ( Min 5 th )
Arsip disusun Berdasarkan dari nomor terkecil ke terbesar
disimpan ke tempat khusus.
2. Arsip Basah
Berupa sisa jaringan yang disimpan kedalam container khusus dan
diberi label nomor ( min 3 bulan ) label berisi tanggal,No. PA, No. Urut,
Dan Kode Sampel.
3.7 Peralatan
A. Centrifuge
Centrifuge yang digunakan di Laboratorium Patologi Anatomi
Dyatnitalis bermerk Gemmy PLC 05.
Gambar 3 Centrifuge
B. Waterbath
Gambar 4 Waterbath
Waterbath adalah peralatan laboratorium yang terbuat dari wadah berisi air
panas. Alat ini digunakan untuk menginkubasi sampel dalam air pada suhu
konstan selama periode waktu yang lama. Sebagian besar waterbath memiliki
antarmuka digital atau analog untuk memungkinkan pengguna mengatur suhu
yang diinginkan, tapi beberapa water bath memiliki suhu yang dikontrol oleh arus
yang melewati sensor(anggap saja mikrokontroller). Pemanfaatan water bath
meliputi pemanasan reagen, peleburan substrat atau inkubasi kultur sel.
a. Prinsip Kerja Mengubah energi listrik menjadi energi panas. Energi panas
tersebut disalurkan ke air pada bak, yang kemudian akan digunakan untuk
memanaskan
b. Cara Kerja :
1) Buka penutup waterbath, lalu isi dengan menggunakan air suling atau
aquadest, jangan menggunakan air sumur atau air PDAM. Isikan pada
chamber waterbath. Pastikan air yang diisikan ciukup tidak kurang dan
tidak juga berlebihan.
2) Hubungkan waterbath kesumber daya atau listrik, kemudian nyalakan
tombol power keposisi on.
3) Lakukan pengaturan suhu sesuai dengan kebutuhan dan lakukan pula
pada pengaturan waktu pemanasan. Tekan tombol start dan biarkan
proses pemanasan berjalan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
4) Setelah proses berakhir,tambahkan air suling jika dirasa sudah melewati
28
batas minimum
5) Kosongkan water bath jika sudah tidak digunakan. Hati-hati ketika
membuang air dari pipa outlet,dikhawatirkan masih panas dan
membahayakan sekitar
6) Matikan power dan cabut sumber daya pada waterbath jika tidak
digunakan dalam waktu yang cukup lama. Tutup supaya chamber tetap
bersih.
a. Cara Perawatan Waterbath :
1) Untuk perawatan, bersihkan alat hanya dengan lap bersih yang
dibasahi air kemudian lap dengan kain kering setiap selesai
menggunakan alat
2) Box kontrol jangan sampai tersiram atau kemasukkan air karena
dapat berakibat tersengat tegangan listrik (berbahaya) atau alat akan
menjadi rusak.
3) Cara rutin air dapat diganti atau ditambahi +/-2 bulan sekali.
b. Cara Penyimpanan Waterbath :
1) Sebagai media pemanas digunakan air suling (jangan
menggunakan air sumur, karena menyebabkan korosi
2) Selesai digunakan (jika menggunakan listrik) matikan arus listrik
dan dicabut dari arus listrik.
3) Jika hendak disimpan air (media pemanas) dikosongkan
c. Kalibrasi :
Paling tidak dilakukan dua kali per tahun (2x/tahun).
Termometer waterbath harus dicek oleh pertugas yang bertanggung
jawab untuk hal ini atau seorang yang diberi tugas oleh Kepala
Laboratorium dengan menggunakan thermometer terkalibrasi. Interval
uji penyimpanan (deviasi) harus didokumentasikan atau dicatat pada
buku peralatan.
D. Cooling Plate
E. Hot Plate
Gambar 8 Mikrotom
G. Mikroskop
Gambar 9 Mikroskop
a. Tahap pra-analitik
Pada tahap pra-analitik ini mencakup beberapa kegiatan, antara lain:
fiksasi specimen, pengiriman specimen, dientifikasi specimen, data klinik
yang adekuat, dan pencatatan.
b. Tahap analitik
Pada tahap analitik mencakup beberapa kegiatan, antara lain: Intra-
operative frozen section, final diagnose, kualitas potongan histologi,
spesimen hilang selama prosessing, blok dan slide labeling, IHK, TAT dan
frekuensi pengulangannya.
c. Tahap pasca-analitik
Pada tahap analitik mencakup beberapa kegiatan, antara lain: Kesalahan
penulisan, kesalahan verifikasi, kesalahan pengiriman hasil, laporan tidak
lengkap.
d. Turn Around Time (TAT)
Turn Around Time yang perlu diperhatikan meliputi: Frozen section,
biopsi, dan spesimen besar.
1. Pemantauan Mutu Internal Histopatologi
a. Dilakukan pembuatan slide unstained (jaringan yang digunakan yaitu
appendik) yang akan digunakan sebagai control mutu internal.
f. Jika hasil pulasan slide belum mencapai mutu yang diharapkan, akan
dilakukan perubahan – perubahan sampai diperoleh hasil yang
diharapkan.
2. Hasil Standar Mutu Yang Diharapkan Untuk Sediaan Histopatologi
a. Slide dan kaca penutup bersih, bening, tanpa bercak – bercak buram.
b. Media “mounting” tidak berlebihan.
c. Seluruh jaringan tertutup kaca penutup.
d. Tidak dijumpai gelembung udara atau lipatan.
e. Jaringan tidak pecah – pecah/ retak – retak.
f. Orientasi jaringan benar (untuk organ berongga)
g. Potongan tipis, menampilkan sel yang salin menutupi atau bertumpuk.
h. Potongan dengan ketebalan merata.
i. Tidak ada kontaminasi jaringan lain.
j. Pulasan inti dan sitoplasma jelas kontrasnya.
k. Tidak dijumpai butir – butir udara/cairan di atas jaringan
(dehidrasi pasca pulasan sempurna).
3. Penilaian Kualitas Hematoksilin Eosin
a. Nukleus: zat warna dapat mewarnai nukleus menjadi biru dan dapat
menunjukkan membran nukleus, nukleoli, kromatin, dan nukleus yang
vakuolar dan hiperkromatis.
c. Pada potongan usus, usus buntu dan paru-paru: dapat mewarnai mucin
pada sel epitel, apakah berwarna biru atau terang tergantung pada pH
40
B
Gambar 10. Sediaan histologi yang terwarnai dengan baik(A), buruk(B)
Gambar 11. Sediaan kolon yang diwarnai H&E memperlihatkan mucin yang berwarna
biru. Untuk menghilangkan warna biru pada mucin dapat dilakukan dengan cara
menurunkan pH pada Hematoxylin
41
Gambar 12. Sediaan kulit yang diwarnai H&E. gambar kiri menunjukkan pH Eosin terlalu
tinggi, gambar kanan menunjukkan Eosin yang sesuai dapat membedakan serat kolagen
dan jaringan saraf
Gambar 13. Sediaan ginjal yang diwarnai H&E. Sel dengan kromatin padat terdapat pada
glomerulus. Sel dengan kromatin halus terdapat pada tubulus
e. Dehidarasi baik.
f. Tertutupoleh 1 kaca penutup.
g. Mounting tidak berlebihan, namun menutupi seluruh permukaan sel.
c) Tanpa lipatan
4.2 Saran
Demikian laporan Praktik Belajar Lapangan (PBL) ini kami buat untuk
memenuhi nilai kami, besar harapan kami laporan ini agar bermanfaat bagi
pembaca. Apabila ada keterbatasan kata atau kurangnya referensi mohon
dimaafkan. Oleh karena itu saran dan kritik sangan membangun agar laporan ini
dapat disusun menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, M. A. (2016). Fiksasi 2 Minggu Pada Gambaran Histologi Organ Ginjal,
Hepar, Dan Pankreas Tikus, Skripsi
Siang Yong Tan, Y. T. (2015, Oktober). Penemu Pap Smear Retrieved from
SingaporeMedicalJournal:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC46139
36/
Zuraida & Alamnur, M. M., 2019. Perbandingan Hasil Preparat Patologi Anatomi
jringan Kelenjar Getah Bening antara Proses Autometic dan Manual. Jurnal
Ilmiah Analis Kesehatan, pp. 82-87.
LAMPIRAN