Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Virus merupakan suatu jasad hidup terkecil (20-300 nm) yg ditemukan dan
diakui sebagai jasad penyebab infeksi oleh Beyerinck pd th 1898. Virus berbeda
dengan bakteri, salah satu perbedaan antara virus dan bakteri terletak dari susunan
kimiawi yang hanya terdiri dari RNA atau DNA saja. Salah satu contoh virus yang
terdiri dari RNA saja adalah famili dari golongan Otrhomyxoviridae dan
Paramyxoviridae. Kedua virus ini biasa menginvasi saluran pernafasan manusia.
Namun, ada juga yang menyerang kulit salah satunya adalah virus dari golongan
Paramyxoviridae yaitu Morbili virus yang menyebabkan penyakit campak.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai virus golongan
Otrhomyxoviridae dan Paramyxoviridae.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan virus Otrhomyxoviridae?
2. Apa saja golongan virus Otrhomyxoviridae?
3. Bagaimanakah gejala klinik dan cara diagnostik dari penyakit akibat virus
Otrhomyxoviridae?
4. Apa yang dimaksud dengan virus Paramyxoviridae?
5. Apa saja golongan virus Paramyxoviridae?
6. Bagaimanakah gejala klinik dan cara diagnostik dari penyakit akibat virus
Paramyxoviridae?
1.3 Tujuan
1 Untuk mengetahui apa dimaksud dengan virus Otrhomyxoviridae.
2 Untuk mengetahui golongan virus Otrhomyxoviridae.
3 Untuk mengetahui gejala klinik dan cara diagnostik dari penyakit akibat virus
4
5

Otrhomyxoviridae.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan virus Paramyxoviridae.
Untuk mengetahui golongan virus Paramyxoviridae.

Untuk mengetahui gejala klinik dan cara diagnostik dari penyakit akibat virus
Paramyxoviridae.

1.4 Manfaat
1 Kita dapat mengetahui apa yan dimaksud dengan virus Otrhomyxoviridae.
2 Kita dapat mengetahui golongan virus Otrhomyxoviridae.
3 Kita dapat mengetahui gejala klinik dan cara diagnostik dari penyakit akibat
virus Otrhomyxoviridae.
Kita dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan virus Paramyxoviridae.
Kita dapat mengetahui golongan virus Paramyxoviridae.
Kita dapat mengetahui gejala klinik dan cara diagnostik dari penyakit akibat

4
5
6

virus Paramyxoviridae.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1

OTRHOMYXOVIRIDAE

2.1.1. Pengertian
Orthoviridae merupakan virus dari genus Orthomyxovirus.

Virus ini

memiliki afinitas terhadap mucin dan mucoprotein. Oleh karena itu, virus ini
disebut myxovirus.

Gambar 2.1
Virus Influenza
Orthomyxovirus adalah virus RNA yang meliputi enam golongan, yaitu :
Influenzavirus A
Influenzavirus B
Influenzavirus C
Isavirus
Thogotovirus dan
Quaranjavirus.
Tiga golongan pertama diatas merupakan

virus yang menyebabkan

influenza pada vertebrata, termasuk burung (flu burung), manusia, dan mamalia
lainnya.
Isaviruses menginfeksi salmon, sedangkan thogotoviruses menginfeksi
vertebrata dan invertebrata, seperti nyamuk dan kutu laut.
Tiga genus Influenzavirus, yang menginfeksi vertebrata diindentifikasi
sebagai berikut:

Influenzavirus A menginfeksi manusia, mamalia lain, dan burung, dan


menyebabkan semua pandemi flu

Virus Influenza B menginfeksi manusia dan segel

Influenzavirus C menginfeksi manusia, babi dan anjing.


Penyakit influenza menyerang alat pernapasan, dapat bersifat sporadis,

epidemis (membentuk wabah dalam satu daerah), atau pandemis (wabah pada
beberapa negara dalam waktu bersamaan).
3

Gambar 2.2. Influenza A dan Influenza B

2.1.2. Sifat Virus Influenza


1. Dapat diinaktivasi pada suhu 56o C selama 30 menit, atau dengan penyinaran
ultra violet, eter, formalin atau fenol. Virus ini dapat tahan terhadap
pemanasan dengan penambahan MgSO4.
2. Daya infeksi virus dapat bertahan pada suhu simpan sampai -70oC.
3. Pembiakan virus paling mudah dalam telur berembrio dan paling sulit dalam
biakan jaringan.
Jika untuk pertama kali virus diisolasi dari hapus tenggorok harus ditanam
secara intraamnion pada telur berembrio, maka virusnya berada dalam
keadaan 0 fase (original phase), artinya virus tersebut paling ganas untuk
manusia tetapi tidak ganas untuk tikus meskipun disuntikan secara intra
celebral.
Jika virus tadi disuntikkan secara intra amnion lalu disuntikkan lagi secara
intra alantois, maka virus tersebut berubah ke dalam fase D (Derived Phase),
artinya virus menjadi tidak ganas untuk manusia, tetapi menjadi sangat ganas
untuk tikus jika disuntikan secara intra celebral dan menyebabkan
encephalitis.
4. Virus influenza dapat mengadakan mutasi spontan.

5. Setiap virus influenza mengandung 2 antigen, yaitu :


a. V antigen, yaitu virus antigen, mengandung hemaglutinasigen yang berada
dalam tubuh virus, yang terdiri dari protein murni dan bersifat strain atau
spesies spesifik.
b. S antigen (soluble antigen), merupakan antigen ikatan komplemen yang
berada pada permukaan tubuh virus terdiri dari RNA dan bersifat spesifik,
artinya S antigen dari masing-masing tipe A sama, tetapi berbeda dengan
tipe C dan tipe B.
6. Pada envelope, terdapat enzim neuramidase, yang dapat menyebabkan selaput
lendir pernapasan bawah menjadi lebih encer sehingga virus mudah turun ke
bawah dan menyebabkan kerusakan pada paru-paru. Karena itu virus bersifat
pneumotropik.
7. Virus influenza dapat mengadakan hemaglutinasi dengan beberapa jenis
eritrosit, yaitu:
a. Jika virus baru diisolasi dari penderita lalu ditanam intra amnion, dapat
mengadakan hemaglutinasi dengan eritrosit manusio golongan O atau
dengan eritrosit cavia.
b. Jika sudah disuntik intra alantois, maka dapat menimbulkan hemaglutinasi
dengan eritrosit cavia.
Hemaglutinasi terdiri dari 3 tahap, yaitu:
a. Absorpsi virus pada reseptor eritrosit.
b. Aglutinasi dari virus eritrosit kompleks.
c. Elusi virus secara spontan.
Eritrosit yang sudah melepaskan virusnya, tidak dapat menggumpalkan
virus baru, walaupun virus sejenis. Karena reseptor eritrosit untuk mengikat virus
sudah dirusak oleh enzim neuramidase. Tetapi virus yang sudah dilepaskan oleh
eritrosit yang rusak, masih dapat diikat oleh eritrosit yang baru.

2.1.3. Cara Penularan


Penularan pada manusia terjadi lewat droplet infection per inhalasi. Virus
hanya bisa diisolasi dari hapus tenggorok atau air cucian tenggorok 1-3 hari
sebelum gejala pertama timbul sampai 1-3 hari setelah gejala pertama timbul.
Masa tunas penyakitnya 1-2 hari.

2.1.4. Gejala Klinik


Gejala klinik tidak dapat dibedakan antara tipe A, B, dan C, yaitu demam,
menggigil, sakit kepala, lemas, tidak nafsu makan, nyeri otot, tulang dan sendi,
serta batuk pilek yang tidak khas.
Komplikasi terjadi karena penderita sangat lemah, daya tahan tubuh sangat
menurun, akibatnya kuman-kuman yang bersifat komensal dalam tubuh menjadi
ganas.

2.1.5. Cara Diagnosa


1. Isolasi
Isolasi dari apus tenggorok pada anak-anak atau dari air cucian tenggorok
pada orang dewasa.
Air cucian tenggorok diberi penstrep untuk membunuh bakteri dalam mulut,
lalu ditanamkan intra amnion sebanyak 0,1-0,2 mL pada telur berembrio,
inkubasi selama 2x24 jam pada suhu 37oC.
Telur kemudian dibongkar, cairan amnion diambil lalu ditanam lagi secara
intra amnion paling sedikit 6-7 kali berturut-turut. Setelah itu cairan tersebut
dititrasi secara HA dengan eritrosit cavia (marmot) atau eritrosit manusia
golongan darah O. Bila sudah mencapai titer 1/16, passase secara intra

alantois, kemudian titrasi dengan HA menggunakan eritrosit ayam sampai


mendapatkan titer 1/32. Setelah mencapai titer yang tinggi, tentukan tipe
virusnya menggunakan cara HI. Virus yang akan ditentukan tipenya tadi,
dibuat konsentrasi 4 unit HA.
Caranya sebagai berikut:
1) Sediakan antigen virus (x) dalam konsentrasi 4 unit HA eritrosit ayam 0,5
%, larutan pengencer NaCl buffer, antiserum spesifik.
2) Lakukan pengenceran antiserum. Lalu ditambahkan antigen yang sedang
dicari tipenya dalam konsentrasi 4 unit HA pada tiap pengenceran serum.
Lalu tambahkan eritrosit ayam 0,5 %.
3) Lakukan pula kontrol antiserum, kontrol eritrosit, dan kontrol antigen,
dimana hasilnya harus negatif pada kontrol antiserum dan kontrol eritrosit,
dan harus positif pada kontrol antigen 1 unit HA.
4) Lalu baca pengenceran berapa terjadinya penghambatan haemaglutinasi
(HI) dan dapat ditentukan jenis virus yang diisolasi tadi.

2. Sero-diagnostik
Sero diagnostik perlu dilakukan oleh karena isolasi sangat tergantung pada
waktu. Caranya sebagai berikut:
a. Lakukan HI untuk serum I dan II bersama-sama dengan terlebih dahulu
menghilangkan non spesifik inhibitor dari serumnya, yaitu dengan
mengolah serum:
1) Dipanaskan pada suhu 56Oc selama 30 menit
2) Dengan tripsin 0,25 %.
3) Dengan kalium atau Natrium periodat pada molar tertentu.
4) Dengan RDE (Receptor Destroying Enzyme) yang berasal dari filtrat
cholera.

5) Atau diolah secara alabama, yaitu kombinasi pengolahan dengan


tripsin 0,25 % dan Kalium atau Natrium periodat pada molar
tertentu.

2.1.6. Cara Pencegahan


Satu-satunya cara adalah dengan vaksinasi. Vaksin influenza pada umumnya
mengandung virus yang dimatikan atau inactivated vaccin. Syarat-syarat
untuk vaksinasi:
1. Vaksin harus polivalen artinya harus mengandung bermacam-macam
virus, yaitu:
a. Harus mengandung tipe virus yang paling akhir menyebabkan wabah
di negara yang akan divaksinasi.
b. Mengandung virus tipe lain, misalnya tipe B atau C.
2. Terutama untuk live attenuated vaccin, vaksinasi akan berhasil jika virus
tersebut belum masuk ke negara lain.
Golongan masyarakat yang mempunyai resiko paling besar untuk ditulari
dan resiko kematian yang paling besar, yaitu:

a. Golongan anak-anak di bawah umur


b. Wanita hamil, karena selain akan menimbulkan keguguran juga akan
menimbulkan kematian.
c. Golongan orang tua yang menderita penyakit gula, TBC, atau kanker.
d. Golongan masyarakat yang pekerjaan sehari-harinya berhubungan
dengan masyarakat lagi, misalnya:
- Tenaga medis dan paramedis
- Tenaga pengajar
- Karyawan perusahaan yang melayani masyarakat
- Karyawan pemadam kebakaran

2.2

PARAMYXOVIRIDAE
Virus golongan famili paramyxoviridae mempunyai 3 macam genus, yaitu:

genus paramyxovirus, morbili virus, dan pneumovirus. Virus ini termasuk ke


dalam golongan virus yang hanya terdiri dari satu susunan kimiawi yaitu RNA.
Jika dibandingkan dengan Otrhomyxoviridae maka Paramyxoviridae lebih
heterogen, artinya lebih bermacam-macam antara lain ada virus yang menyerang
selaput lendir, kelenjar ludah dan ada pula yang menimbulkan kelainann di kulit.
Morfologinya lebih bermacam-macam karena virus ini memiliki afinitas terhadap
mucin dan mucoprotein juga sensitif terhadap eter.
2.2.1 Genus Paramyxovirus
Paramyxovirus merupakan salah satu genus dari Paramyxoviridae. virus ini
dapat menyerang manusia maupun hewan. Pada manusia virus ini mengakibatkan
Parainfluenza dan Mumps sedangkan pada hewan menyababkan New Castle
Desease.

2.2.1.1 Parainfluenza Virus

Gambar 2.3. Parainfluenza Virus

1) Virus Parainfluenza memiliki persamaan dan perbedaan dengan virus


influenza
Persamaan
Morfologi
Sensitivitas terhadap eter

Perbedaan
Ukuran lebih besar
Membentuk badan

inklusi

dalam

sitoplasma sel, sedangkan Influenza


Dapat di stabilisasi dengan MgSO4 1M

dalam inti sel


Tidak bisa dibiakkan dalam telur ber
embrio, tapi paling baik tumbuh dalam
biakkan jaringan. bila tidak timbul cpe,
bisa dilakukan hemadsorpsi dengan

eritrosit marmut.
Mempunyai afinitas terhadap mucin
Tidak bisa mutasi maupun elusi spontan
Mempunyai
daya
Hemaglutinasi Disamping mengadakan hemaglutinasi,
eritrosit tertentu dalam konsentrasi Parainfluenza
tertentu

dapat

mengadakan

hemolisis eritrosit
Dianatara
berbagai
Parainfluenzavirus,

ada

tipe
satu

jenis

antigen yang sama, yaitu antigen


komplemen yang tidak dimiliki oleh
virus Influenza

10

Gambar 2.4. Parainfluenza Struktur

2) Parainfluenza virus memiliki 4 macam tipe yaitu :


a. Parainfluenza tipe I ( virus Sendai )
Virus ini dapat menimbulkan radang paru-paru pada bayi yang berumur
kurang dari 2 minggu. Pada orang dewasa virus ini menimbulkan gejala
pernafasan dengan reinfeksi terjadi pada orang yang mempunyai antibodi dari
infeksi terdahulu.
b. Parainfluenza tipe II
Virus ini biasanya menyarang anak-anak dibawah usia 5 tahun dengan gejala
infeksi alat pernafasan bagian atas. Virus ini tumbuh dalam sel hela, paruparu dan amnion. Virus dapat menggumpalkan eritrosit manusia golongan
darah O dan eritrosit ayam. Sifat antigen dari virus ini sama seperti antigen
virus Mumps sehingga seseorang yang terjangkit virus ini selain akan
membentuk zat antibodi terhadap Parainfluenza juga membentuk zat antibodi
terhadap virus Mumps.
c. Parainfluenza tipe III

11

Virus ini biasanya menyebabkan perdangan alat pernafasan bagian atas dan
bawah. Selain itu virus ini juga menyerang ternak yairu sapi dan
menyebabkan penyakit Shipping fever dengan suatu sindroma pernafasan.
d. Parainfluenza tipe IV
Virus ini hanya menimbulkan rasa lelah dan rasa tidak nafsu makan pada
anak kecil.
3) Cara Diagnosis
a. Dengan mengambil apus tenggorok atau air cucian tenggorok yang ditanam
pada biakkan jaringan manusia. Bila cpe tidak terbentuk lakukan hemabsorpsi
dengan eritrosit cavia.
b. Dengan melihat kenikan titer zat anti ikatan komplemen
2.2.1.2 Mumps ( Parotitis Epidemica)
Mumps merupakan suatu penyakit menular akut yang ditandai dengan
pembengkakan kelenjar ludah dirahang bagian bawah dan bisa terjadi pada satu
sisi saja.
1)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Sifat-Sifat virus
Mempunyai S dan V antigen seperti influenza.
Bisa hemaglutinasi tetapi tidak menyebabkan hemolisis
Elusi tidak spontan.
Sensitif terhadap eter
Bisa di inaktivasi dengan pemanasan.
Bila sudah di stabilisasi dengan MgSO4 virus menjadi tahan panas
Virus membentuk inclusion bodies dalam sitoplasma

2)
a.
b.
c.

Cara Penularan
Droplet infection per-inhalasi
Droplet Infection per-oral
Transplacental.

3) Gejala Klinik

12

Masa tunas virus berlangsung antara 2-5 minggu dengan gejala lesu, tidak ada
nafsu makan, terjadi pembentakan kelenjar ludah dan disertasi demam.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dalam virus ini adalah moningitis aseptica,
peradangan kelenjar alat kelamin yang mengakibatkan kemandula bagi wanita
maupun pria, dan peradangan pada ginjal.

Gambar 2.5. Penyakit Mumps


4) Cara Diagnosis
Pemeriksaan labolatorium yang diperlukan untuk mendiagnosis virus Mumps
adalah :
a. Isolasi
Bahan Isolasi yang digunakan adalah air ludah, muntahan penderita, urine,
dan liquor. Nahan isolasi ini ditanam pada telur berembrio secara intraamnion atau
intraalantois. Dapat juga ditanam pada biakkan jaringan ginjal kera.
b. Sero diagnostik
Pemeriksaan ini ditentukan dengan melihat kenaikan titer zat antibodi ikatan
komplemen atau zat anti hemaglutinin.
5) Cara pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan cara memberikan pengebalan aktif selama 3
tahun yaitu vaccin live attenuated. Vaksin diberikan pada anak-anak kurang dari
1 tahun dan orang dewasa yang belum pernah mendapat infeksi.
2.2.1.3 New Castle Disease (NCD)

13

Virus ini menyerang unggas terutama pada alat pernafasan kadang-kadang


juga menyerang alat pencernaan. Virus ini menyebabkan pneumoencephalitis
pada anak ayam dan influenza pada burung. Virus dapat ditularkan ke manusia
melalui kotoran dan memakan unggas yang terinfeksi virus sehingga
menimbulkan peradangan mata.

Gambar 2.6. Struktur NCD


1) Sifat sifat Virus
a. Bisa menyebabkan hemaglutinasi eritrosit manusia golongan darah O dan
eritrosit ayam
b. Bisa tumbuh di telur berembrio dan di biakkan jaringan embrio ayam
c. Sifat antigennya sama dengan virus Mumps, sehingga sesorang yang
terjangkiti virus ini selain akan membentuk zat antibodi terhadap virus NCD
juga akan membentuk zat antibodi terhadap virus Mumps.
2) Cara Diagnosis
a. Isolasi
Bahan isolasi yang digunakan adalah cairan yang keluar dari mata kemudian
diatanam pada telur berembrio sercara intraamnion
b. Sero diagnostik
Pemeriksaan ini ditentukan dengan melihat kenaikan titer zat antibodi ikatan
komplemen,zat anti hemaglutinin, atau zat antinetralisasi
3) Cara Pencegahan
Cara pencegahan virus ini adalah dengan memberikan vaksin pada unggas
2.2.2

Morbili Virus
14

Virus Morbilli menimbulkan penyakit yang disebut Campak, penyakit ini


menyerang anak-anak dan juga ibu-ibu yang ditandai dengan demam yang sangat
tinggi (39-41o C) selama 6-7 hari, kemudian bersamaan dengan turunnya demam
timbul bercak- bercak merah pada kulit yang kemudia diikuti dengan
pengelupasan kulit.

Gambar 2.7. Struktur Morbili virus


1)
a.
b.
c.
d.

Sifat-Sifat Virus
Sensitif terhadap eter
Dapat distabilisasi dengan MgSO4
Virus membentuk inklusion bodies pada inti dan sitoplasma
Dapat menimbulkan hemaglutinasi eritrosit, tapi tidak dapat menimbulkan

elusi spontan.
e. Menyebabkan hemolisis
f. Tumbuh pada biakkan jaringan ginjal kera atau sel hela dan menimbulkan cpe
g. Jika disuntikkan pada kera dapat menimbulkan gejala yang sama seperti pada
manusia
2) Cara Penularan
a. Droplet Infection per-inhalasi
b. Transplacental
3) Gejala Klinik
Masa tunas virus ini adalah 10 hari dengan gejala demam sangat tinggi, batuk
pilek, mata merah dan bercak koplik. Lalu bersamaan dengan timbulnya demam
timbul bercak merah pada kulit. Bercak merah ini akan menjadi coklat kehitam15

hitaman kemudian kulitnya akan mengelupas dan terjadi peradangan pada kelenjar
limfa di seluruh tubuh yang akan menyebabkan penurunan daya tahan tubuh.
Penurunan daya tahan tubuh ini mengakibatkan infeksi sekunder oleh bakteri
patogen atau bakteri flora normal, dan juga infeksi sekunder oleh virus lain.

Gambar 2.8. Campak Pada Anak


4) Cara Diagnosis
a. Pada umumnya dilihat dari gejala klinik yang ditandai dengan demam tinggi
yang disertai bercak koplik, bersamaan dengan turunnya demam timbul
bercak merah pada kulit.
b. Isolasi
Bahan isolasi yang digunakan adalah apus tenggorok, darah, apus mata bila
c.

mata terlihat merah. Bahan isolasi tersebut ditanam pada biakkan jaringan.
Sero Diagnostik
Pemeriksaan ini ditentukan dengan melihat kenaikan titer zat antibodi ikatan
komplemen,zat anti hemaglutinin, atau zat anti netralisasi

2.2.3

Pneumovirus (Respiratory Syncital Virus)


Virus sinsisial pernafasan (RSV) ini sering menyebabkan penyakit baik pada

alat pernafasan bagian atas, maupun pada bagian bawah. Menjangkiti anak-anak
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun.

16

Berbeda dengan paramyxovirus lainnya, virus ini tidak dapat membentuk


kekebalan, karena tidak dapat membentuk zat antihemaglutinin.

Gambar 2.9. Struktur RSV


1) Gejala Klinik
Gejala klinik dapat berupa : bronchiolitis atau pneumonia. Dan dilaporkan di
negara-negara yang mengalami musim dingin bahwa kira-kira 12.000 bayi tiap
tahun memerlukan perawatan rumah sakit karena bronchiolitis dan penumonia
yang disebabkan oleh virus ini.

Gambar 2.9. RSV menyerang Bronkus


2) Cara Diagnosa
a. Isolasi
Bahan isolasi yang digunakan adalah apus tenggorok, ditanam pada biakkan
jaringan yang berasal dari manusia. Virus ini tidak tumbuh pada telur
berembrio dan tidak patogen terhadap tikus
b. Sero diagnostik
17

Yaitu dengan melihat kenaikan titer zat anti netralisasi. Dan metode pilihan
untuk diagnosa biasanya adalah tes antibodi fluoresensi.

BAB III
SIMPULAN
3.1 SIMPULAN
1. Orthoviridae merupakan virus dari genus Orthomyxovirus.

Virus ini

memiliki afinitas terhadap mucin dan mucoprotein. Oleh karena itu, virus ini
disebut myxovirus.
2. Orthomyxovirus adalah virus RNA yang meliputi enam golongan, yaitu :

Influenzavirus A

Influenzavirus B

Influenzavirus C

Isavirus

Thogotovirus dan

Quaranjavirus.
3. Gejala klinik tidak dapat dibedakan antara tipe A, B, dan C, yaitu demam,
menggigil, sakit kepala, lemas, tidak nafsu makan, nyeri otot, tulang dan
sendi, serta batuk pilek yang tidak khas. Cara diagnosis dilakukan dengan
isolasi dan sero-diagnostik.
4. Virus ini termasuk ke dalam golongan virus yang hanya terdiri dari satu
susunan kimiawi yaitu RNA. Paramyxoviridae lebih heterogen, artinya lebih

18

bermacam-macam antara lain ada virus yang menyerang selaput lendir,


kelenjar ludah dan ada pula yang menimbulkan kelainann di kulit.
5. Virus golongan famili paramyxoviridae mempunyai 3 macam genus, yaitu:
genus paramyxovirus, morbili virus, dan pneumovirus.
6. Virus ini umumnya menyerang anak-anak, namun

tidak

menutup

kemungkinan dapat menyerang orang dewasa. Cara diagnosis yang dilakukan


adalah melihat gejala klinik yang khas, isolasi, penanaman pada biakan
jaringan dan hewan percobaan juga secara sero-diagnostik.

19

DAFTAR PUSTAKA

Santosa, Nugroho Iman. 1989. Virologi Khusus. Jakarta: Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan Departemen Kesehatan RI

20

Anda mungkin juga menyukai