Laboratorium Medik
Permasalahan terkait dengan profesi adalah segala masalah yang muncul dan
berhubungan dengan penyelenggaraan pekerjaan ahli teknologi laboratorium
medik. Permasalahan tersebut dapat berasal dari pribadi, fasilitas pelayanan
kesehayan, profesi kesehatan yang lain, atau pihak-pihak lain yang terkait dengan
pelayanan kesehatan.
Menurut Prof. dr. Rustadi Sosrosumihardjo, DMM, MS, Sp.PK (K) (2008),
beberapa hal yang mempunyai potensi masalah hukum di bidang pelayanan
laboratorium klinik adalah;
1. Permintaan pemeriksaan laboratorium tanpa indikasi.
Pemeriksaan laboratorium atas permintaan sendiri, informed consent
sebelum pengambilan darah/flebotomi, keterangan kepada pasien berlebihan,
persiapan bahan pemeriksaan, pemeriksaan laboratorium terhadap banyak
sampel, pemeriksaan seleksi calon karyawan, kemajuan ilmu dan teknologi.
2. Pemilihan jenis pemeriksaan laboratorium berdasarkan indikasi
karena akan menentukan jumlah pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan.
Apabila jumlah pemeriksaan berlebihan maka akan menimbulkan kerugian
pasien. Komunikasi yang efektif antara dokter klinik dan dokter spesialis patologi
klinik maupun dengan pasien akan menentukan pilihan jenis pemeriksaan agar
pemeriksaan laboratorium sesuai dengan indikasi.
C. POTENSI MASALAH HUKUM DI BIDANG PELAYANAN
LABORATORIUM KLINIK
Dasar pertanggungjawaban segi hukum perdata oleh ATLM yang melakukan praktik
pelayanan kesehatan di Balai Laboratorium Kesehatan didasarkan ketentuan pasal 1367
KUH Perdata yang menyebutkan sebagai berikut: “Seseorang harus memberikan
pertanggung-jawaban tidak hanya atas kerugian yang ditimbulkan dan tindakannya sendiri,
tapi juga atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakan orang lain yang berada dibawah
pengawasannya.”
Dengan demikian maka pada pokoknya ketentuan Pasal 1367 KUH Perdata mengatur
mengenai pembayaran ganti rugi oleh pihak yang menyuruh atau yang memerintahkan
sesuatu pekerjaan yang mengakibatkan kerugian pada pihak lain.
D. PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM AHLI TEKNOLOGI
LABORATORIUM MEDIK
Berdasarkan ketentuan ini maka para pihak harus mentaati perjanjian sebagaimana layaknya
mentaati undang-undang. Ini berarti bahwa hak dan kewajiban yang lahir dari perjanjian
penyembuhan tersebut harus dapat dipertahankan dan dilaksanakan oleh para pihak. Apabila
salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban karena adanya unsur kesalahan, yang dalam
hukum perikatan disebut dengan istilah wanprestasi, maka ia dapat dipertanggungjawabkan
atas kesalahannya tersebut. Hukum perikatan di samping melindungi seseorang secara
kontraktual melalui lembaga wanprestasi, juga memberikan perlindungan berdasarkan
perbuatan melawan hukum.
D. PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM AHLI TEKNOLOGI
LABORATORIUM MEDIK
Gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum oleh pasien dapat dilakukan dengan
mendasarkan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
maupun ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata.
Pasal 58 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang menentukan sebagai
berikut:
1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan
yang diterimanya.
2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.
Ketentuan ayat (1) tersebut sebenarnya menunjuk pada ketentuan mengenai pemberian ganti
rugi yang diatur di dalam KUH Perdata. Sebenarnya rumusan Pasal 58 Undang-undang
Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan tersebut di samping sebagai dasar hukum gugatan
berdasarkan wanprestasi juga dapat dipergunakan sebagai dasar hukum gugatan berdasarkan
perbuatan melawan hukum.
D. PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM AHLI TEKNOLOGI
LABORATORIUM MEDIK
Terjadinya transaksi terapeutik di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan alur atau
skema pelayanan. Transaksi terapeutik terjadi antara dokter dengan pasien. Pada kegiatan
pengambilan sampel darah atau flebotomi, seorang ATLM mempunyai kewenangan
melakukan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2015
tentang Izin Penyelenggaraan Praktik Ahli Teknologi Laboratorium Medik untuk kualifikasi
pendidikan D III A yaitu melakukan pengambilan dan penanganan spesimen darah serta
penanganan cairan dan jaringan tubuh lainnya.
Hubungan hukum yang terjadi secara langsung adalah dokter dengan pasien, sedangkan
antara ATLM dengan pasien tidak terjadi hubungan secara langsung karena bentuk
hubungan sudah dalam suatu pelimpahan wewenang dari dokter kepada ATLM.
D. PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM AHLI TEKNOLOGI
LABORATORIUM MEDIK
Dasar dari pertanggungjawaban hukum pidana oleh ATLM adalah, Pasal 1 KUHP
menyatakan “tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana, melainkan atas kekuatan
ketentuan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu
terjadi. Tanggung jawab hukum pidana, mengenal adanya unsur Kesengajaan (dolus)
danKelalaian (culpa) (Bambang Poernomo.1984).
Perihal pertanggungjawaban dalam hukum pidana oleh ahli teknologi laboratorium medik di
fasilitas pelayanan kesehatan dapat dilihat dari adanya peraturan yang harus diikuti oleh
ATLM. Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, secara
eksplisit tersirat dalam bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan kesehatan atau
melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga
kesehatan yang bersangkutan. Pelayanan kesehatan hanya dapat terselenggara jika tenaga
kesehatan yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan dan perizinan yang diatur dalam
perundang-undangan.
1) Teguran lisan
3) Pencabutan SIP-ATLM
1) Teguran lisan
3) Pencabutan SIP-ATLM
5. Sanksi Bagi ATLM Yang Berpraktik Tidak Mempunyai STR-TLM dan SIP-
TLM menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42
tahun 2015 tentang Izin Penyelenggaraan Praktik Ahli Teknologi
Laboratorium Medik