Yang dimaksud dengan permasalahan terkait dengan profesi adalah segala masalah
yang muncul dan berhubungan dengan penyelenggaraan pekerjaan ahli teknologi
laboratorium medik. Permasalahan tersebut dapat berasal dari pribadi, fasilitas pelayanan
kesehayan, profesi kesehatan yang lain, atau pihak-pihak lain yang terkait dengan pelayanan
kesehatan. Bagian ini memberikan gambaran umum mengenai berbagai permasalahan
tersebut sehingga memungkinkan bagi para penyelenggara pendidikan teknologi
laboratorium medik dapat mendiskusikannya dari berbagai sudut pandang, baik dari segi
profesionalisme, etika, disiplin, dan hukum.
1. Melakukan pekerjaan laboratorium medik tidak sesuai dengan kompetensinya.
2. Melakukan pekerjaan tanpa izin (tanpa STR dan SIK)
3. Bertengkar dengan tenaga kesehatan lain atau dengan tenaga non-kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan
4. Tidak melakukan informed consent dengan semestinya
5. Tidak mengikuti Prosedur Operasional Standar atau Standar Pelayanan Minimal
yang jelas
6. Tidak membuat dan menyimpan catatan pekerjaan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
7. Membuka rahasia medis pasien kepada pihak yang tidak berkepentingan dan
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
8. Melakukan tindakan yang tidak seharusnya kepada pasien, misalnya pelecehan
seksual, berkata kotor,dan lain-lain
9. Memberikan keterangan/kesaksian palsu di pengadilan
10. Tidak menangani pasien dengan baik sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Organisasi Profesi PATELKI
11. Melakukan tindakan yang tergolong malpraktik
12. Tidak memperhatikan keselamatan diri sendiri dalam melakukan tugas
profesinya
13. Melanggar ketentuan instansi tempat bekerja (hospital by laws, laboratory by
laws, peraturan kepegawaian, dan lain-lain)
14. Melakukan pekerjaan laboratorium medik melebihi batas kewajaran dengan
motivasi yang tidak didasarkan pada keluhuran profesi dengan tidak
memperhatikan kesehatan pribadi
15. Tidak mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi laboratorium
medik
16. Melakukan kejahatan asuransi kesehatan secara sendiri atau bersama dengan
pasien (misalnya pemalsuan hasil pemeriksaan, dan tindakan lain untuk
kepentingan pribadi)
17. Pelanggaran disiplin profesi
18. Melakukan tindakan yang melanggar hukum (termasuk ketergantungan obat,
tindakan kriminal/perdata, penipuan, dan lain-lain)
19. Merujuk pasien dengan motivasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi
20. Melakukan kolusi dengan perusahaan tertentu untuk keuntungan pribadi
Menurut Prof. dr. Rustadi Sosrosumihardjo, DMM, MS, Sp.PK (K) (2008), beberapa hal
yang mempunyai potensi masalah hukum di bidang pelayanan laboratorium klinik adalah;
1. Permintaan pemeriksaan laboratorium tanpa indikasi, pemeriksaan laboratorium atas
permintaan sendiri, informed consent sebelum pengambilan darah/flebotomi,
keterangan kepada pasien berlebihan, persiapan bahan pemeriksaan, pemeriksaan
laboratorium terhadap banyak sampel, pemeriksaan seleksi calon karyawan, kemajuan
ilmu dan teknologi.
2. Pemilihan jenis pemeriksaan laboratorium berdasarkan indikasi karena akan
menentukan jumlah pemeriksaan laboratorium yang dilakukan tidak berlebihan dan
tidak pula kekurangan. Apabila jumlah pemeriksaan berlebihan maka akan
menimbulkan kerugian pasien terutama berkaitan dengan pembiayaan, dana
dikeluarkan oleh pasien untuk sesuatu hal yang sebagian tidak bermanfaat untuk
dirinya, sedangkan ia sedang dalam keadaan sakit atau pasien terkena tindakan
pengambilan sampel. Komunikasi yang efektif antara dokter klinik dan dokter spesialis
patologi klinik maupun dengan pasien akan menentukan pilihan jenis pemeriksaan
agar pemeriksaan laboratorium sesuai dengan indikasi.
3. Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium dilakukan berdasarkan indikasi klinis pasien
yang ditetapkan oleh tenaga medis. Sesuai dengan regulasi pelayanan kesehatan di
laboratorium harus atas permintaan tertulis dengan keterangan klinis yang jelas dari
tenaga medis atau bidan. Permintaan pemeriksaan laboratorium atas permintaan
sendiri oleh pasien, berarti indikasi ditetapkan bukan oleh dokter klinik atau dokter
spesialis patologi klinik. Prinsip penghormatan otonomi pasien bukan berarti pasien
berhak menentukan pemeriksaan laboratorium, kecuali suatu pemeriksaan rutin yang
sebelumnya telah ada indikasi dari tenaga medis agar pemeriksaan tetap terarah.
4. Informed consent merupakan suatu proses pemberian persetujuan kepada pasien
setelah dilakukan penjelasan dari pemberi pelayanan kesehatan. Pada dasarnya
informed consent diperlukan apabila terjadi pengrusakan jaringan, misalnya proses
pengambilan darah (flebotomi) yang akan terjadi adalah merusak jaringan baik melalui
vena, kapiler maupun arteri. Proses informed consent dimulai sejak pemberitahuan
dokter klinik kepada si pasien untuk pemeriksaan laboratorium dan menjelaskan
tujuannya, kemudian kedatangan pasien itu ke laboratorium dan petugas laboratorium
memberikan penjelasan mengenai tindakan pengambilan sampel dan risiko yang
mungkin terjadi, sampai dengan kesediaan pasien untuk dilakukan pengambilan darah.
Adanya kesediaan pasien itu berarti informed consent telah ada.. Informed consent
dapat diberikan secara tertulis dan dapat diberikan secara lisan. Untuk pengambilan
darah, informed consent cukup diberikan secara lisan.
5. Kegiatan komunikasi dengan pasien terjadi pada saat pemberian keterangan kepada
pasien sewaktu pengambilan darah dan pengeluaran hasil laboratorium. Tujuan dari
pemberian keterangan kepada pasien adalah memberikan kejelasan dan pemahaman
mengenai sesuatu yang sedang dialami pasien atau tindakan yang diperlakukan
terhadap dirinya tanpa ketidaknyamanan. Keterangan yang bersifat teknis atau analitis
dapat diberikan oleh tenaga berkompetensi teknis seperti ahli teknologi laboratorium
medik dan keterangan medis diberikan oleh tenaga medis atau klinisi dalam batas
kewenangan yang diberikan kepadanya. Agar menimbulkan kenyamanan pada diri
pasien maka keterangan harus sesuai dengan yang diperlukan dan tidak melebihi
kewenangannya. Tenaga kesehatan atau tenaga medis melakukan tugas sesuai
kompetensi dan kewenangannya.
6. Mutu hasil pemeriksaan laboratorium lebih banyak ditentukan oleh proses pra analitik.
Salah satunya adalah persiapan bahan pemeriksaan. Bahan pemeriksaan yang bermutu
baik adalah bahan yang apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium akan memberikan
hasil laboratorium yang dapat dimanfaatkan bagi pasien untuk tujuan penetapan
diagnosis, prognosis, dan pemantauan pengobatan (kepentingan medis). Agar tujuan
ini tercapai maka sebagai persyaratan sampel yang diperiksa mampu mewakili
keadaan dalam tubuh pasien atau sampel representatif.
7. Banyaknya sampel tidak boleh menjadi alasan melakukan pemeriksaan laboratorium
secara tidak benar atau hanya mengejar hasil. Banyak atau sedikitnya sampel tetap
diperiksa dan diperlakukan secara individu, masing-masing diperiksa secara terpisah.
Sebagai contoh pada Medical Check Up (MCU), tujuannya mendapatkan kondisi
seseorang dengan ada kelainan pada data dasar laboratorium. Pada kegiatan MCU
terdapat banyak sampel dalam waktu bersamaan. Harus ada manajemen yang
terkendali selain itu dapat dilakukan kerjasama dengan laboratorium lain agar tiap
sampel dapat diperiksa dan dengan hasil yang tetap terjaga mutunya.
8. Tujuan pemeriksaan seleksi calon karyawan tentunya berbeda dari program MCU,
pada seleksi calon karyawan bertujuan mendapatkan seseorang tanpa kelainan pada
data dasar laboratorium. Pada kegiatan ini dilakukan cara untuk memastikan bahwa
sampel yang diperiksa benar berasal dari calon karyawan yang bersangkutan dan
bukan dari orang lain.
9. Ketepatan diagnosis mampu ditingkatkan dengan adanya kemajuan ilmu dan
teknologi, namun harus diimbangi dengan peningkatan kemampuan profesi tenaga
kesehatan di dalamnya. Sebagai contoh adalah adanya metode diagnostik molekuler
seperti PCR hingga microarray, tenaga kesehatan harus dapat melaksanakan dan
menginterpretasi metode diagnostik molekuler. Metode diagnostik molekuler
membantu kita untuk memahami proses penyakit di tingkat molekuler, sehingga
diagnosis dan penatalaksanaan pasien menjadi lebih tepat. Namun perlu
dipertimbangkan adanya masalah etik dan hukum yang, khususnya dalam melakukan
genetic testing atau susceptibility testing untuk mengetahui kecenderungan seseorang
akan menderita penyakit tertentu. Sebelum memutuskan melaksanakan tes harus
mempertimbangkan empat prinsip dasar moral bioetika.