Anda di halaman 1dari 68

GAMBARAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTH (STH)

PADA KOTORAN KUKU PETUGAS PENGANGKUT SAMPAH


DI CIPONDOH KOTA TANGERANG

Karya Tulis Ilmiah

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Program Diploma III Teknologi Laboratorium Medis

Disusun Oleh :

FAJAR EVILIANI
P27903118018

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2021
GAMBARAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTH (STH)
PADA KOTORAN KUKU PETUGAS PENGANGKUT SAMPAH
DI CIPONDOH KOTA TANGERANG

Karya Tulis Ilmiah

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Program Diploma III Teknologi Laboratorium Medis

Disusun Oleh :

FAJAR EVILIANI
P27903118018

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2021
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
LEMBAR PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini telah diujikan


pada Sidang Karya Tulis Ilmiah

Program Pendidikan Diploma III Jurusan Teknologi


Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Banten

GAMBARAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTH (STH)


PADA KOTORAN KUKU PETUGAS PENGANGKUT SAMPAH
DI CIPONDOH KOTA TANGERANG

Disusun Oleh:

FAJAR EVILIANI
P27903118018

Telah diperiksa dan disetujui


pada Sidang Karya Tulis Ilmiah
Pembimbing I Pembimbing II

Bagus M. Ihsan, S. Si, M.Kes Cecep Dani S, SKM, M.Sc


NUP. 063241092010519 NIP. 197308061998031002

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknologi Laboratorium Medis

dr. Citra Trisna, MARS


NIP. 197504152005012004
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
LEMBAR PENGESAHAN
KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini telah diujikan


pada Sidang Karya Tulis Ilmiah

Program Pendidikan Diploma III Jurusan Teknologi


Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Banten
Tanggal: 28 Mei 2021

GAMBARAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTH (STH)


PADA KOTORAN KUKU PETUGAS PENGANGKUT SAMPAH
DI CIPONDOH KOTA TANGERANG

Disusun Oleh:

FAJAR EVILIANI
P27903118018

Penguji:
Tanda Tangan
Ketua Penguji : Hanny Siti Nuraeni, S.ST, M.Biomed ( )
NIP. 198702282010122001

Anggota Penguji I : Cecep Dani S, SKM, M.Sc ( )


NIP. 197308061998031002

Moderator : Bagus M. Ihsan, S. Si, M.Kes ( )


NUP. 063241092010519
Judul : Gambaran Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) Pada
Kotoran Kuku Petugas Pengangkut Sampah Di Cipondoh Kota
Tangerang

Nama : Fajar Eviliani

Nim : P27903118018

ABSTRAK

Petugas pengangkut sampah merupakan salah satu populasi berisiko kecacingan


karena selain sering melakukan kontak dengan sampah dan lingkungan kotor,
petugas pengangkut sampah juga masih kurang dalam memperhatikan pola hidup
bersih dan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) dalam bekerja. Infeksi cacing
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit cacing berbahaya yang
ditularkan melalui tanah atau STH. lumbricoides salah satunya A. lumbricoides.
Untuk mengetahui ada tidaknya telur STH pada kotoran kuku petugas pengangkut
sampah yang memakai alat pelindung diri dengan yang tidak memakai alat
pelindung diri di Cipondoh Kota Tangerang. Desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif. Dengan uji laboratorium metode flotasi,
pemeriksaan terhadap sampel potongan kuku petugas pengangkut sampah
dilakukan dengan menggunakan Nacl 0,9%. Peneliti ingin mengetahui Gambaran
Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) pada kotoran kuku petugas pengangkut
sampah di Cipondoh Kota Tangerang. Teknik sampling yang digunakan adalah
random sampling, dengan jumlah 38 sampel, yang didapatkan pada perhitungan
rumus Cross Sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hasil positif
menunjukkan presentase 26% pada 10 Petugas pengangkut sampah di sebabkan
karena petugas kurang menjaga kebersihan dan masih ada yang memiliki higiene
yang kurang baik. Hampir seluruh jenis telur cacing STH yang ditemukan pada
kotoran kuku petugas pengangkut sampah di Cipondoh, Kota Tangerang adalah
telur Ascaris lumbricoides (80%) dan Sebagian kecilnya telur Hookworm dengan
frekuensi 2 (20%).

Kata Kunci: Petugas Pengangkut Sampah, Soil Transmitted Helminth (STH), Di


Cipondoh, Kota Tangerang.
Title : Description of Helminth Soil Transmitted Infection (STH) On Nail
Droppings Dustman In Cipondoh, Tangerang City

Name : Fajar Eviliani

Nim : P27903118018

ABSTRACT

Dustman are one of the population at risk of disdary because in addition to


frequent contact with garbage and dirty environments, Dustman are also still
lacking in paying attention to clean lifestyle and the use of PPE (Personal
Protective Equipment) in work. Worm infection is an infectious disease caused by
dangerous worm parasites transmitted through soil or STH. lumbricoides are one
of them A. lumbricoides. To find out whether or not STH eggs are on the nail
droppings of garbage transporters who wear personal protective equipment with
those who do not wear personal protective equipment in Cipondoh, Tangerang
City. The research design used in this study is descriptive. With laboratory tests of
flotation method, the examination of nail cut samples of garbage transporting
officers was conducted using Nacl 0.9%. Researchers want to know the Picture of
Soil Transmitted Helminth Infection (STH) on the nail droppings of Dustman in
Cipondoh, Tangerang City. The sampling technique used is random sampling,
with a total of 38 samples, which is obtained in the calculation of Cross Sectional
formulas. The results showed that the positive results showed a percentage of 26%
in 10 Dustman because the officers did not maintain cleanliness and there were
still some who had poor hygiene. Almost all types of STH worm eggs found in the
nail droppings of garbage transporters in Cipondoh, Tangerang city are Eggs
Ascaris lumbricoides (80%) and A small percentage of Hookworm eggs with a
frequency of 2 (20%).

Keywords: Dustman, Soil Transmitted Helminth (STH), In Cipondoh, Tangerang


City.
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karna berkat dan
rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan Judul
“Gambaran Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) Pada Kotoran Kuku Petugas
Pengangkut Sampah Di Cipondoh Kota Tangerang”. Salawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, peneliti mendapatkan banyak
sekali bimbingan pengetahuan serta keterampilan dalam berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Khayan, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kemenkes Banten.
2. dr. Citra Trisna, MARS selaku Ketua Jurusan Teknologi Laboratorium
Medis Politeknik Kesehatan Kemenkes Banten.
3. Bapak Bagus M. Ihsan, S. Si, M.Kes selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan saran serta
dukungan untuk meyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
4. Bapak Cecep Dani S, SKM, M.Sc selaku pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan saran serta
dukungan untuk meyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
5. Ibu Hanny Siti Nuraeni, S.ST, M.Biomed selaku ketua penguji yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan saran serta dukungan untuk
meyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
6. Tim Dosen Teori maupun Instruktur Praktikum Parasitologi yang telah
memberikan bimbingan di kelas serta dukunganya.
7. Mamah, papah dan kakak saya yang telah memberikan doa dan dukungan
baik moral maupun material dalam menyelesaikan Karya Tulis ilmiah

i
8. Keluarga Besar Almarhumah H. Rusiati dan Keluarga Besar Almarhum
Bapak Sanut yang telah memberikan doa serta dukungannya dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
9. Teman-teman angkatan 11 yang telah memberikan support dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
10. Teman dekat saya Fitra Jaya yang telah memberikan doa dan dukungan
serta membantu saya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
11. Kepada teman-teman selaku partner penelitian saya yang telah
memberikan support untuk membantu saya dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah.
12. Akang teteh angkatan 10 yang telah membimbing saya dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
13. Dan teman-teman semua yang saya tidak bisa sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan selalu diberikan
perlindungan dan Hidayah-Nya , Aamiin.

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis menyadari sepenuhnya


bahwa Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dan
memperbaiki guna menyempurnakan rencana kerja yang akan
dilaksanakan dan studi lebih mendalam kedepannya. Akhir kata, peneliti
berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi semua pihak.

Tangerang, Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..............................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian..................................................................................................2
D. Manfaat Penelitian................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................4
A. Landasan Teori......................................................................................................4
B. Kerangka Pemikiran............................................................................................20
C. Kerangka Konsep.................................................................................................21
D. Definisi Operasional............................................................................................21
BAB III METODE PENELITIAN..................................................................................22
A. Desain Penelitian.................................................................................................22
B. Lokasi dan Waktu Penelitian...............................................................................22
C. Populasi dan Sampel Penelitian...........................................................................22
D. Instrumen Penelitian............................................................................................24
E. Pengumpulan Data...............................................................................................24
F. Cara Kerja............................................................................................................25
G. Analisis Data........................................................................................................25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................................26
A. Hasil Penelitian....................................................................................................26

iii
B. Pembahasan.........................................................................................................33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................38
A. Kesimpulan...........................................................................................................38
B. Saran .....................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................39
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.......................................................................................41
LAMPIRAN...................................................................................................................42
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Definisi Operasional................................................................................21

Tabel 2. Data Distribusi Hasil Pemeriksaan Telur Cacing STH pada Petugas
pengangkut sampah di Cipondoh Kota Tangerang...............................................27

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Telur Cacing STH pada Petugas pengangkut


sampah di Cipondoh Kota Tangerang....................................................................29

Tabel 4. Frekuensi STH yang terdapat pada kotoran kuku Petugas


pengangkut sampah di Cipondoh Kota Tangerang................................................31

Tabel 5. Persentase jenis telur cacing STH yang terdapat pada kotoran kuku
Petugas pengangkut sampah di Cipondoh Kota Tangerang...................................31

Tabel 6. Frekuensi STH pada Petugas pengangkut sampah yang


menggunakan alat pelindung diri di Cipondoh Kota Tangerang............................32

Tabel 7. Frekuensi STH pada Petugas pengangkut sampah yang menjaga


kebersihan kuku di Cipondoh Kota Tangerang......................................................32

Tabel 8. Frekuensi STH pada Petugas pengangkut sampah yang memotong


kuku di Cipondoh Kota Tangerang........................................................................32

Table 9. Frekuensi STH pada Petugas pengangkut sampah yang mencuci


tangan pada di Cipondoh Kota Tangerang.............................................................33

Table 10. Frekuensi STH Petugas pengangkut sampah pada lama jam
bekerja di Cipondoh Kota Tangerang.....................................................................33

Table 11. Frekuensi STH Petugas pengangkut sampah pada lama masa
bekerja di Cipondoh Kota Tangerang.....................................................................33

Tabel 12. Foto-foto Penelitian................................................................................42

Tabel 13. Hasil Pemeriksaan..................................................................................45

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Cacing Ascaris lumbricoides.................................................................4

Gambar 2. Telur Ascaris lumbricoides...................................................................7

Gambar 3. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides.......................................................7

Gambar 4. Cacing Trichuris trichiura.....................................................................8

Gambar 5. Telur Trichuris trichiura......................................................................10

Gambar 6. Siklus Hidup Trichuris trichiura.........................................................11

Gambar 7. Cacing Ancylostoma duodenale.............................................................14

Gambar 8. Cacing Necator americanus................................................................14

Gambar 9. Telur Ancylostoma duodenale dan Necator americanus ....................15

Gambar 10. Siklus Hidup Hookworm....................................................................16

Gambar 11. Kerangka Pemikiran..........................................................................20

Gambar 12. Kerangka Konsep..............................................................................21

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Persetujuan


Lampiran 2. Lembar Pengesahan
Lampiran 3. Lembar Bimbingan Pembimbing I
Lampiran 4. Lembar Bimbingan Pembimbing II
Lampiran 5. Formulir Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 6. Informed consent
Lampiran 7. Kuisoner

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Petugas pengangkut sampah merupakan salah satu populasi berisiko
kecacingan karena selain sering melakukan kontak dengan sampah dan
lingkungan kotor, petugas pengangkut sampah juga masih kurang dalam
memperhatikan pola hidup bersih dan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri)
dalam bekerja (Entianopaet al, 2017).
Hal ini terbukti dari hasil pengamatan dan wawancara di lapangan
terhadap 90 responden, 76,7% responden mempunyai perilaku sering kali
tidak memakai sarung tangan, alas kaki dan 70% diantaranya terdeteksi
mengalami infeksi cacing tambang. Penggunaan sarung tangan yang rutin
saat bekerja (kontak dengan tanah) dapat memutuskan rantai penularan
Strongyloides stercoralis dan Hookworm melalui penetrasi ke kulit tangan,
serta dapat mencegah telur Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura
masuk ke sela-sela kuku atau menempel di bagian tangan tertentu yang
nantinya dapat ikut termakan saat melakukan aktivitas makan (Saleh et al.,
2017).
Parasit cacing yang paling sering menyebabkan kecacingan adalah
kelompok Soil Transmitted Helminth (STH) (Ruberanziza et al., 2019).
Infeksi cacing merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
cacing berbahaya yang ditularkan melalui tanah atau STH. lumbricoides salah
satunya A. lumbricoides. Menurut (Kamila et al., 2018). Infeksi STH
merupakan penyakit endemik dan kronik yang diakibatkan oleh masuknya
parasit ke dalam tubuh manusia melalui mulut atau melalui kulit dengan
tingkat prevalensi yang tinggi.
Adapun cara penularannya selain dari feses, dapat ditularkan melalui
fecaloral yaitu dari kotoran kuku yang terkontaminasi oleh cacing tersebut
(Souisa, 2019). Saat tubuh terinfeksi, cacing A. lumbricoides hidup didalam
usus halus dengan mengambil sari-sari makanan sehingga mengakibatkan

1
2

gangguan pada pencernaan dan gangguan aktifitas kerjabila kronis (Amran,


2017). Sehingga harus didasarkan pada aspek kebersihan personal yang baik.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti
dilapangan tempat pembuangan sampah di wilayah Cipondoh Kota
Tangerang di dapatkan pada petugas mobil armada pengangkut sampah
sebagian ada yang menggunakan APD (sarung tangan) dan ada juga yang
tidak menggunakan APD menunjukkan sebagian dari petugas pengangkut
sampah masih ada yang memiliki higiene yang kurang baik.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dewi et al., (2018)
melaporkan terdapat 8 responden (33,33%) dari 24 responden pada sampel
kuku petugas kebersihan pasar di kecamatan Mataram. Penelitian yang
dilakukan (Sari, 2017) menunjukkan (100%) petugas pengangkut sampah
yang memiliki higiene yang kurang baik terdapat (62,5%) positif kecacingan
dan dari 100% petugas pengangkut sampah yang tidak menggunakan alat
pelindung diri secara lengkap saat bekerja terdapat 25,9% positif kecacingan.
Berdasarkan Latar Belakang di atas maka peneliti tertarik melakukan
penelitian “Gambaran Infeksi STH Pada Kotoran Kuku Petugas Pengangkut
Sampah Di Cipondoh Kota Tangerang”.

B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat telur STH pada kotoran kuku petugas pengangkut
sampah yang memakai alat pelindung diri dengan yang tidak memakai alat
pelindung diri di Cipondoh Kota Tangerang ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui ada tidaknya telur STH pada kotoran kuku
petugas pengangkut sampah yang memakai alat pelindung diri dengan
yang tidak memakai alat pelindung diri di Cipondoh Kota Tangerang ?
3

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengggunaan APD (sarung tangan) terhadap
kontaminasi telur STH pada potongan kotoran kuku tangan petugas
pengangkut sampah di Cipondoh Kota Tangerang.
b. Untuk mengidentifikasi telur cacing pada kotoran kuku petugas
pengangkut sampah dengan metode flotasi.
c. Untuk mengetahui telur A.lumbricoides pada kotoran kuku petugas
pengangkut sampah di Cipondoh Kota Tangerang.
d. Untuk mengetahui telur T.trichiura pada kotoran kuku petugas
pengangkut sampah di Cipondoh Kota Tangerang.
e. Untuk mengetahui telur Hookworm Pada Kotoran Kuku Petugas
Pengangkut Sampah Di Cipondoh Kota Tangerang.

D. Manfaat
1. Manfaat Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan penulis informasi serta dapat
dijadikan bahan untuk kegiatan pemeriksaan parasitologi yang terkait
dengan telur STH.
2. Manfaat Bagi Institusi
Menambah bacaan atau informasi serta dapat dijadikan bahan untuk
kegiatan pemeriksaan parasitologi yang terkait dengan telur STH.
3. Manfaat Bagi Masyarakat
Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai infeksi telur STH
yang disebabkan oleh personal hygiene yang buruk, sehingga
masyarakat dapat menerapkan perilaku hidup sehat atau tidak
terinfeksi oleh telur STH.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A) Landasan Teori
1) Soil-Transmitted Helminth (STH)
1) Sejarah Soil-Transmitted Helminth (STH)
Soil Transmitted Helminth atau cacing yang ditularkan melalui
tanah adalah cacing yang dalam siklus hidupnya memerlukan stadium
hidup di tanah untuk berkembang menjadi bentuk infeksi bagi manusia.
Tanah yang terkontaminasi oleh telur cacing semakin meluas terutama
di sekitar rumah pada penduduk yang mempunyai kebiasaan membuang
tinja di sembarang tempat, hal ini akan memudahkan terjadinya
penularan pada masyarakat. Tanah merupakan hospes perantara atau
tuan rumah sementara tempat perkembangan telur-telur atau larva
cacing sebelum dapat menular dari seorang terhadap orang lain. Jenis-
jenis STH antara lain Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Hookworm, dan Strongyloides stercoralis. (Safar, 2010).
2) Jenis – Jenis Soil-Transmitted Helminth (STH)
(a) Ascaris lumbricoides (cacing gelang)

Gambar 1. Cacing A. lumbricoides dewasa (Sumber : CDC, 2018).

Ascaris lumbricoides yang secara umum dikenal sebagai cacing


gelang ini tersebar luas di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan
subtropis yang kelembapan udaranya tinggi. Di Indonesia infeksi cacing

4
5

ini endemis di bagian seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan


subtropis yang kelembapan udaranya tinggi. Di Indonesia infeksi cacing
ini endemis di banyak daerah dengan jumlah penderita lebih dari 60%.
Tempat hidup cacing dewasa adalah di dalam usus halus manusia, tetapi
kadang kadang cacing ini dijumpai bermigrasi diusus lainnya. (Safar,
2010)
1) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides
2) Morfologi
A. lumbricoides merupakan nematoda parasit yang paling
banyak menyerang manusia dan cacing ini disebut juga cacing
bulat atau cacing gelang. Cacing dewasa berwarna agak kemerahan
atau, putih kekuningan bentuknya silindris memanjang, ujung
anterior tumpul memipih dan ujung posteriornya agak meruncing
(Irianto, 2013).
Cacing dewasa jantan berukuran panjang 15-31cm dengan
diameter 2mm-4mm. Sedangkan cacing betina panjangnya 29-35
cm, kadang-kadang sampai mencapai 49cm, dengan diameter 3-
6mm. Untuk dapat membedakan cacing betina dengan cacing
jantan ujung ekornya (ujung posterior), dimana cacing jantan ujung
ekornya melengkung ke arah ventral. Cacing jantan mempunyai
sepasang spikula yang bentuknya sederhana dan silindris, sebagai
alat kopulasi, dengan ukuran panjang 2-3,5mm dan ujungnya
meruncing (Irianto, 2013).
Cacing betina memiliki vulva yang letaknya di bagian
6

ventral sepertiga dari panjang tubuh dari ujung kepala. Vagina


bercabang membentuk pasangan saluran genital. Saluran genital
terdiri dari seminal reseptakulum, oviduk, ovarium dan saluran
berkelok-kelok menuju bagian posterior yang berisi telur (Irianto,
2013).
Ascaris lumbricoides mempunyai dua jenis telur, yaitu telur
yang sudah dibuahi (fertilized eggs) dan telur yang belum dibuahi
(unfertilized eggs).F. eggs berbentuk lonjong, berukuran 45-70
mikron x 35-50 mikron, mempunyai kulit telur yang tidak
berwarna. Kulit telur bagian luar tertutup oleh lapisan albumin
yang permukaanya bergerigi (mamillation), dan berwarna coklat
karena menyerap zat warna empedu. Sedangkan dibagian kulit
dalam telur terdapat selubung vitelin yang tipis, tetapi kuat
sehingga telur cacing Ascaris dapat bertahan sampai satu tahun di
dalam tanah. F. eggs mengandung sel telur (ovum) yang tidak
bersegmen sedangkan dikedua kutup telur terdapat rongga udara
yang tampak sebagai daerah yang terang berbentuk bulan sabit.
U. eggs (telur yang tak dibuahi) dapat ditemukan jika
didalam usus penderita hanya terdapat cacing betina saja. Telur
yang tak dibuahi ini bentuknya lebih lonjong dan lebih panjang
dari ukuran fertilized eggs dengan ukuran sekitar 80x55 mikron:
telur ini tidak mempunyai rongga udara di kedua kutubnya. Dalam
tinja penderita kadang kadang ditemukan telur Ascaris yang telah
hilang lapisan albuminnya, sehingga sulit dibedakan dari telur
cacing lainnya. Terdapat telur yang berukuran besar menunjukkan
ciri khas telur cacing Ascaris. (Soearto, 2011).
7

a b

Gambar 2. Telur A. Lumbricoides


a) Telur fertile (dibuahi) b) Telur infertile (tidak dibuahi)
(Sumber : CDC, 2018)

3) Siklus Hidup
Telur yang belum infektif keluar bersama tinja (feses). Setelah 20-
24 hari, maka telur ini menjadi infektif, dan bila telur ini tertelan, di
dalam usus halus dari telur ini tertelan, di dalam usus halus dari
telur ini keluar larva dan menembus dingding usus halus mengikuti
peredaran darah melalui saluran vena hati, vena kava inferior
menuju jantung kanan, terus ke paru-paru. Di paru-paru, larva ini
menebus alveoli dan melalui faring, esophagus, dan ventrikulus
maka sampailah larva ke dalam usus tempat mereka menetap dan
menjadi dewasa serta mengadakan kopulasi. Dalam siklus hidup
seperti diatas kadang-kadang ada juga larva bermigrasi dan tiba
diotak, limfa atau ginjal, bahkan ada kalanya larva tersebut masuk
ke fetus (janin) melalui flasenta. Namun, larva tersebut tidak akan
menjadi dewasa. (Irianto, 2009).

Gambar 3. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides


(Sumber : CDC, 2018).
8

4) Patogenitas
Penularan umumya dapat terjadi melalui makanan,
minuman, dan mainan dengan perantaraan tangan yang
terkontaminasi telur A. lumbricoides yang infektif. Infeksi sering
terjadi pada anak daripada dewasa. Hal ini disebabkan anak sering
10 berhubungan dengan tanah yang merupakan tempat
berkembangnya telur Ascaris. Didapat juga laporan bahwa dengan
adanya usaha untuk meningkatkan kesuburan tanaman sayuran
dengan mempergunakan feses manusia, menyebabkan sayuran
sumber infeksi Ascaris (Irianto, 2013).
5) Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dengan menemukan telur dalam
tinja penderita atau larva pada sputum dan dapat juga dengan
menemukan cacing dewasa keluar bersama tinja atau melalui
muntah pada infeksi berat (Safar, 2009).
6) Pencegahan
Untuk pencegahan terutama dengan menjaga hygiene dan
sanitasi, tidak buang air besar tidak sembarang tempat, melindungi
makanan dari pencemaran kotoran, mencuci bersih tangan sebelum
makan, dan tidak memakai tinja manusia sebagai pupuk tanaman
(Safar, 2009).
(b) Trichuris trichiura (cacing cambuk)

Gambar 4. Cacing dewasa T.trichiura (Sumber : CDC, 2013).


9

T. trichiura mempunyai bentuk badan mirip cambuk, sehingga cacing


ini di sebut sebagai cacing cambuk (whip worm). Infeksi dengan trichuris
disebut trikuriasis. Cacing cambuk tersebar luas didaerah tropis yang
berhawa panas dan lembab dan hanya dapat ditularkan dari manusia ke
manusia. Meskipun banyak cacing Trichuris yang menginfeksi hewan,
Trichuris trichiura bukanlah parasite zoonosis. (Soedarto, 2011)
1) Klasifikasi
Kelas : Nematoda
Subkelas : Aphasmidia
Ordo : Enoplida
Superfamily : Trichiuroidea
Familia : Trichuridae
Genus : Trichuris
Spesies : Trichuris trichiura ( Irianto, 2013)
2) Morfologi
Cacing T. trichiura dewasa berbentuk seperti cambuk, bagian
anteriornya merupakan 3/5 dari bagian tubuh yang berbentuk langsing
seperti ujung cambuk, sedangkan 2/5 bagian 12 posteriornya lebih
tebal seperti gagang cambuk. Ukuran cacing betina lebih relatif besar
dibandingkan cacing jantan (Irianto, 2013).
Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum dengan
bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa
usus. Cacing dewasa hidup di kolon asedens dan sekum dengan
bagian anteriornya seperti masuk kedalam mukosa usus. Seekor
cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000-
20000 butir. (Susanto, 2012)
10

a b

Gambar 5. Telur T. trichiura


a) Telur dibuahi b) Telur matang
(Sumber : CDC, 2013).

3) Siklus Hidup
Cacing dewasa betina sehari dapat bertelur kira-kira 3000-10000
butir telur.telur yang terbawa feses tidak berembrio dan telur ini tidak
menular. Telur tersebut baru menular setelah terjadi proses
pemasakan di tanah. Bila telur yang menular itu tertelan oleh
manusia, maka setelah 20 jam di dalam tubuh tuan rumah, yaitu di
dalam duodenum menetaslah larva. (Irianto, 2009).
Telur cacing ini mengalami pematangan dan menjadi infektif
di tanah dalam waktu 3-4 minggu lamanya. Jika manusia tertelan telur
cacing yang infektif, maka di dalam usus halus dingding telur pecah
dan larva ke luar menuju sekum lalu berkembang menjadi cacing
dewasa. Dalam waktu satu bulan sejak masuknya telur infektif ke
dalam mulut, cacing telah menjadi dewasa dan cacing betina sudah
mulai mampu bertelur. T. trichiura dewasa dapat hidup beberapa
tahun lamanya di dalam usus manusia. (Soedarto, 2011)
11

Gambar 6. Siklus hidup T. triciura


(Sumber : CDC, 2013).

4) Patogenitas dan Gejala Klinis


Kerusakan mekanik di mukosa usus oleh cacing dewasa dan
respon alergi yang disebabkan oleh jumlah cacing yang banyak, lama
infeksi, umur dan status kesehatan umum hospes. Infeksi berat dan
menahun terutama pada anak-anak, cacing tersebar di kolon dan
rektum dapat terjadi prolapses rekti : menyebabkan pendarahan pada
tempat perlekatan dan dapat menimbulkan anemia karena terjadinya
malnutrisi dan kehilangan darah akibat kolon rapuh, juga cacing
menghisap darah. Gejala klinis terjadinya diare diselingi sindrom
disentri, anemia, prolapses rektal dan berat badan menurun. Secara
klinik pada infeksi lama (kronis) dapat menimbulkan anemia
hipokromik (Muslim, 2009).
5) Diagnosis
Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan tinja dengan
mikroskop, akan ditemukan telur parasit yang berbentuk tong
(Prianto, 2010).
6) Pencegahan
Menurut (Irianto, 2009: 67) pencegahan utama adalah
kebersihan, sedangkan infeksi di daerah yang sangat endemik dapat
dengan menggunakan:
12

a) Membuang tinja pada tempatnya sehinggaa tidak membuat


pencemaran oleh telur cacing.
b) Mencuci tangan sebelum makan.
c) Pendidikan terhadap masyarakat terutama anak-anak tentang
sanitasi dan hygiene.
d) Mencuci bersih sayur-sayuran atau memasaknya sebelum
dimakan.
c). Cacing Tambang (Hookworm)
Manusia adalah hospes definitif dari cacing tambang. Penyakit yang
disebabkan oleh Necator americanus yaitu Nekatoriasis, dan penyakit
yang disebabkan oleh Ancylostoma duodenale yaitu Ankilostomiasis
(Muslim, 2009). Penyakit penyakit yang ditimbulkannya dimana
ankilostomiasis, merupakan penyakit cacing yang paling lama.
a) Ancylostoma duodenale
b) Necator americanus
A. duodenale dan N. americanus dewasa hidup di dalam usus halus,
terutama di jejenum dan duodenum manusia dengan cara mengigit
membrane mukosa menggunakan giginya, dan mengisap darah yang keluar
dari luka gigitan. (Soedarto, 2011)
1) Klasifikasi A. duodenale dan N. americanus adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum :Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Phasmidia
Ordo : Rhabditia
Sub ordo : Strongylata
Superfamilia : Strongyloidea
Familia : Ancylostomatidae
Genus : Ancylostoma
Spesies : Ancylostoma duodenale (Irianto, 2013)
13

Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub-kelas : Phasmidia
Ordo : Rhabditida
Sub-ordo : Strongylata
Superfamilia : Strongyloidea
Familia : Ancylostomamatidae
Genus : Necator
Spesies : Necator americanus (Irianto, 2013)
2) Morfologi
Cacing tambang dewasa berbentuk silindris berwarna putih
keabuan. Ukuran panjang cacing betina antara 9 sampai 13 mm,
sedangkan cacing jantan berukuran panjang antara 5 sampai 11 mm. di
ujung posterior tubuh cacing jantan terdapat bursa kopulatriks (bursa
copulatrix) suatu alat bantu kopulasi. (Safar, 2010) Ancylostoma
duodenala dan Necator americanus dewasa dapat dibedakan morfologinya
berdasar bentuk tubuh, rongga mulut dan bentuk bursa kopulatriksnya.
Dengan pemeriksaan mikroskopis atas tinja, bentuk telur berbagai cacing
tambang sukar dibedakan. (Susanto, 2012)
Tubuh cacing Ancylostoam duodenale dewasa mirip huruf C.
rongga mulutnya memiliki dua pasang gigi dan satu pasang tonjolan.
Cacing betina mempunyai Spina kaudal. (Irianto, 2009) Ukuran tubuh N.
americanus dewasa lebih kecil dan lebih langsing disbanding badan A.
duodenale. Tubuh bagian anterior cacing melengkung berlawanan dengan
lengkungan bagian tubuh lainnya sehinnga bentuk tubuh yang mirip huruf
S. Di bagian rongga mulut terdapat dua pasang alat pemotong (cutting
plate). Berbeda dengan A. duodenale, dibagian kaudal badan cacing betina
tidak terdapat spina kaudal (caudal spine). (Irianto, 2013).
Pada pemeriksaan tinja di bawah mikroskop sinar, bentuk telur
berbagai spesies cacing tambang mirip satu sama lainnya, sehingga sukar
14

dibedakan. Telur cacing tambang berbentuk lonjong, tidak berwarna,


berukuran sekitar 65 x 40 mikron. Telur cacing tambang yang berdingding
tipis dan tembus sinar ini mengandung embrio yang mempunyai empat
blastomer. Cacing tambang mempunyai dua stadium larva, yaitu larva
rhabditiform yang tidak infektif dan larva filariform yang infektif. Kedua
jenis larva ini mudah dibedakan karena larva rabditiform bentuk tubuhnya
agak gemuk dan panjang sekitar 250 mikron, sedangkan larva filariform
yang berbentuk langsing panjang tubuhnya sekitar 600 mikron.Selain itu
bentuk rongga mulut (buccal cavity) larva rabditiform tampak jelas,
sedangkan pada filariform tidak sempurna, sudah mengalami kemunduran.
Usofagus larva rabditiform pendek ukurannya dan membesar dibagian
posterior sehingga berbentuk bola (bulbus esophagus). Usofagus larva
filariform lebih panjang disbanding ukuran panjang larva rabditiform.
(Soedarto, 2011).

Gambar 7. Cacing A. doudenale


(Sumber : Muslim, 2015).
15

Gambar 8. Cacing N. americanus

Gambar 9. Telur N.americanus dan A.dudenale


(Sumber : Muslim, 2015).
3) Siklus Hidup
Telur keluar bersama tinja. Di alam luar telur ini dapat matang dan
menghasilkan larva rhabditiform, selama 1-2 hari di bawah kondisi yang
baik dengan suhu optimal 23-33⁰C. Larva yang baru menetas (berukuran
275 x 16 μ) aktif memakan sisa-sisa pembusukan organik dan cepat
bertambah besar (500-700 dalam 5 hari). Kemudian berganti kulit untuk
kedua kalinya dan berbentuk langsing menjadi larva filariform yang
infeksius. (Irianto,2009).
Larva filarirorm aktif menembus kulit luar tuan rumah melalui folikel-
folikel rambut, pori-pori atau kulit yang rusak. Umunya daerah infeksi
ialah pada dorsum kaki atau disela jari kaki. Larva masuk bermigrasi ke
saluran vena menuju ke jantung kanan, dari sana masuk ke saluran paru
paru, member jantung paru-paru sampai ke alveoli. Dari situ mereka naik
ke bronchi dan trakea, tertelan dan masuk ke usus. Peredaran larva dalam
sirkulasi daerah dan migrasi paru-paru berlangsung selama satu minggu.
Selama periode ini mereka mereka bertukar kulit untuk ketiga kalinya.
Setelah berganti kulit empat kali dalam jangka waktu 13 hari cacing akan
dewasa. Yang betina bertelur 5-6 minggu setelah infeksi. Infeksi per oral
jarang terjadi, tapi larva dapat masuk ke dalam tubuh melalui air minum
dan makanan yang terkontaminasi (Irianto,2013).
16

Gambar 10. Siklus hidup Hookworm


(Sumber : CDC, 2013).
1) Patologi dan Gejala Klinis
Gejala klinis ditimbulkan oleh adanya larva dan cacing dewasa. Setelah
larva masuk dapat terjadi gatal-gatal biasa, semakin hebat dan dapat terjadi
infeksi sekunder (lesi berubah vesikular dan akan terbuka). Dapat terjadi
Ground itch, yaitu gejala ruam papuloeritemosa (disekitar masuknya larva
filariform) berkembang menjadi vesikel akibat banyaknya larva filariform
masuk kulit. Larva keparu akan menimbulkan gneumonitis (gejala
tergantung jumlah larva). Cacing dewasa dapat menimbulkan nekrosis,
gangguan gizi, kehilangan darah. Infeksi akut dengan jumlah cacing yang
banyak akan menyebabkan lemah badan, sakit perut, lesu, pucat dan
kadang disertai diare dengan tinja merah sampai hitam. Gejala klinik
sering dihubungkan dengan jumlah telur di tinja (5/mg tinja= gejala (-),
<20/mg tinja= gejala ada, > 50/gr tinja= infeksi berat). (Muslim, 2009).
2) Diagnosis
Menemukan telur dalam feses dan menemukan larva (pembiakan
Harada-Mori). Hal penting pada pemeriksaan laboratorium :
1. Telur cacing tambang dalam feses sering dikacaukan dengan telur
Ascaris lumbricoides bentuk dekortikasi.
2. Feses yang dibiarkan >24 jam (tanpa diawetkan), telur yang ada
didalamnya dapat berkembang dan menetas menjadi larva rabditiform.
3. Larva rabditiform cacing tambang harus dibedakan dengan S.
17

stercoralis dan Trichostrongylus sp (pembiakan larva metode Harada-


Mori).
4. Telur cacing tambang mudah rusak dengan pewarnaan permanen. Telur
lebih mudah di lihat pada sediaan basah (Muslim, 2015).
3) Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan menggunakan alas kaki
(sendal/sepatu) dan pencegahan penularan infeksi cacing tambang dengan
menghindari defekasi disembarang tempat (Muslim, 2015).

2. Sampah
1. Definisi Sampah
Semua benda atau produk sisa yang tidak bermanfaat dan tidak
dikehendaki oleh pemiliknya sebagai barang yang tidak berguna,
Akibat dari kurangnya perhatian terhadap sampah yaitu:
a. Kerendahan Mutu Lingkungan
Peningkatan angka kepadatan vector penyakit (lalat, tikus,
kecoa), Pencemaran terhadap tanah, udara dan air, Menurunya
nilai estetika. Timbulnya penyakit menular: Diare, penyakit kulit,
penyakit typhus, DHF, Thypoid dan cacingan.

3. Tinjauan Umum Infeksi Kecacingan


1. Infeksi Kecacingan
Penyakit kecacingan yang diakibatkan oleh infeksi Soil
Transmitted Helminth merupakan salah satu penyakit yang masih
menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Infeksi kecacingan ini
dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
kecerdasan dan produktivitas penderita sehingga secara ekonomi
banyak menyebabkan kerugian, karena adanya kehilangan
karbohidrat dan protein serta kehilangan darah yang pada akhirnya
dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia. Prevalensi
infeksi kecacingan di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun
18

2006, yaitu sebesar 32,6%, terutama pada golongan penduduk


yang kurang mampu dari sisi ekonomi. Kelompok ekonomi lemah
ini mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit kecacingan karena
kurang adanya kemampuan dalam menjaga higiene dan sanitasi
lingkungan tempat tinggalnya

4. Faktor faktor yang mempengaruhi Kecacingan:


a. Faktor-faktor menurut (Lamara, 2013), terdapat beberapa faktor hygiene
yaitu :
1) Kebiasaan memakai alas kaki tanah yang baik untuk pertumbuhan
larva adalah tanah yang gembur dengan suhu optimum untuk
cacing tambang 28°C - 32°C sedangkan untuk Ancylostoma
duodenale lebih kuat. Oleh karena itu untuk menghindari
terinfeksi cacing tersebut, perlu memakai sandal atau sepatu.
2) Kebiasaan mencuci tangan kebiasaan makan tanpa mencuci tangan
dapat menyebabkan terinfeksinya telur cacing.
3) Kebiasaan memotong kuku memelihara kebersihan dengan baik
sangat perlu dilakukan seperti memotong kuku dan mencuci
tangan sebelum makan. Kebersihan perorangan sangat penting
dalam upaya pencegahan penyakit, kuku tangan maupun kuku
kaki sebaiknya selalu dipotong pendek untuk menghindari
penularan cacing dari tangan kemulut.
4) Kebiasaan memakai sarung tangan kebiasaan memakai sarung
tangan pada saat bekerja untuk menghindari penularan cacing dari
tangan kemulut.
b. Macam-macam personal hygiene menurut Amalia (2015) yaitu :
1. Perawatan kaki
2. Perawatan kuku kaki dan tangan
3. Perawatan rongga mulut dan gigi
4. Perawatan rambut
5. Perawatan mata, telinga dan hidung
19

6. Perawatan kulit seluruh tubuh

Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan


saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan
pekerja itu sendiri dan orang disekelilingnya. Peraturan APD dibuat oleh
pemerintah sebagai pelaksanaan ketentuan perundang-undangan tentang
keselamatan kerja. Alat pelindung diri secara lengkap terdiri dari :
a. Sarung tangan berfungsi sebagai pelindung agar tangan dan kuku
terhindar dari masuknya tanah.
b. Pelindung kaki (sepatu boot) berfungsi untuk menghindari kaki dari
kontak langsung dengan tanah (Yuliana dkk, 2016).

5. Metode Identifikasi Infeksi Kecacingan


Untuk mengidentifikasi adanya telur cacing STH menggunakan
metode flotasi. Metode Flotasi (pengapungan) menggunakan larutan jenuh
yang didasarkan atas berat jenis telur sehingga akan mengapung ke
permukaan tabung dan ditutup dengan cover gelas sehingga telur cacing
naik ke permukaan larutan (Apriana, 2020).

A. Kerangka Pemikiran
Model pendahuluan dari sebuah masalah penelitian merupakan refleksi
dari hubungan variabel-variabel yang diteliti. Kerangka konsep dibuat
berdasarkan literatur dan teori yang sudah ada (Shi dalam Swarsana, 2012).
20

Inform Concent & Kuisoner


Faktor Yang
Mempengaruhi:
Personal
Hygiene
Sampel Petugas Pengangkut Sampah

Kulit Kuku Feses

Potongan Kuku

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium


Metode Sedimentasi Metode Flotasi

Ascaris lumbricoides Tricuris trichiura Hookworm

Negatif Positif

Keterangan :

Variabel yang diperiksa

Variabel yang tidak diperiksa

Gambar 11. Kerangka pemikiran


21

B. Kerangka Konsep

Petugas pengangkut Pemeriksaan telur


sampah memakai cacing Soil
APD dan yang tidak Transmitted
memakai APD Helmint (STH)

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 12. Kerangka Konsep

C. Defenisi Operasional
Tabel 1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Variabel Metode Alat Hasil Skala


Ukur Ukur Ukur Ukur
1. Petugas Petugas pengangkut Observasi ID Card Skor : Nominal
pengangkut sampah sangat rentan Ya : 1
sampah terkena penyakit-penyakit Tidak: 0
yang penularannya
melalui tanah salah
satunya adalah
kecacingan.

2. Telur cacing Soil Transmitted Helminths Flotasi Mikroskop +/- Nominal


Soil (STH) merupakan cacing
Transmitted golongan nematoda usus yang
menginfeksi manusia yang
Helmint (STH) menelan telurnya melalui rute
fekal oral. Cacing ini terdiri
dari beberapa jenis yaitu
Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura, Necator americanus
dan Ancylostoma duodenale.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif. Dengan uji laboratorium metode flotasi, pemeriksaan terhadap
sampel potongan kuku petugas pengangkut sampah dilakukan dengan
menggunakan Nacl 0,9%. Penelitian ingin mengetahui Gambarani Infeksi
Soil Transmitted Helminth (STH) pada kotoran kuku petugas pengangkut
sampah di Cipondoh Kota Tangerang.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan pada tempat pembuangan sampah
Wilayah Cipondoh di 10 Kelurahan selanjutnya melakukan
pemeriksaan sampel dan pengambilan data di Laboratorium
Parasitologi Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Banten.
2. Waktu Penelitian Penelitian
Ini dilakukan pada Februari – Maret 2021.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi penelitian adalah petugas pengangkut sampah mobil
armada 50 orang dan pengangkut sampah gerobak 10 orang yang
menggunakan APD (sarung tangan) dan yang tidak, sampel diambil pada
10 Kelurahan Cipondoh Kota Tangerang yang berjumlah total 60 orang.

22
23

2. Sampel
Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling, dengan
jumlah 38 sampel, yang didapatkan pada perhitungan rumus Cross
Sectional. Besaran sampel dihitung berdasarkan rancangan besar
populasi yang sudah diketahui menggunakan rancangan proporsi sampel.
Besar populasi (N) diketahui, maka dicari dengan menggunakann rumus
berikut:

(1,96)2 . 0,5 (1 - 0,5) . 60


n=
(60 – 1) . (0,1)2 + (1,96)2 . 0,5 (1- 0,5)

57,624
n=
1,5504

n = 37,16 = 38

Keterangan:
N = Jumlah Populasi
n = jumlah sampel
Z21-α/2 = nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan
tingkat kemaknaan α (untuk α = 0,05 adalah 1,96)
p = proporsi kejadian di populasi (jika tidak diketahui 0,5)
q = 1-p (Proporsi yang tidak menggunakan APD)
d = tingkat kepercayaan yang diinginkan (d= 10%)
24

D. Instrumen Penelitian
1. Informed consent
2. Kuisoner wawancara
3. Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan terdiri dari : Cover glass, Pot Sampel,
Pipet tetes, Tabung reaksi, Rak tabung, Pinset, Mikroskop, Beaker
glass, Batang pengaduk, Pemotong kuku, Label dan Oven.
4. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan terdiri dari: Potongan kuku jari tangan,
NaCl 0,9%.

E. Pengumpulan Data
Data penelitian dilakukan secara langsung pengambilan
sampel pada petugas pengangkut sampah mobil armada dan
pengangkut sampah yang menggunakan gerobak pada 10
Kelurahan UPT Pengelolaan Sampah Wilayah Timur Cipondoh
Kota Tangerang. Tahap pertama dilakukan survei data terlebih
dahulu, Sosialisasi dan wawancara secara langsung kepada petugas
pengangkut sampah mengenai nama, usia, jenis kelamin.
Selanjutnya memberikan surat persetujuan Informed consent
sebagai bukti responden bersedia berperan dalam penelitian.
Setelah responden menyetujui, pengambilan sampel dilakukan
dengan cara memotong kuku dengan menggunakan pemotong
kuku.
25

F. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dilakukan memotong kuku jari tangan dengan menggunakan alat
memotong kuku, kemudian dimasukkan ke dalam pot sampel.
3. Dikumpulkan potongan kuku yang sudah terkumpul selanjutnya
dimasukkan ke dalam beaker glass.
4. Ditunggu kuku sampai terendam sempurna lalu menghomogenkan
menggunakan batang pengaduk.
5. Didiamkan selama 30 menit supaya kotoran dalam kuku luntur.
6. Diambil supernatannya lalu menuangkan ke dalam tabung reaksi
hingga mulut tabung reaksi (sampai penuh).
7. Ditutup tabung reaksi dengan cover glass.
8. Didiamkan selama 30 menit supaya telur cacing naik ke permukaan
Larutan NaCl 0,9%.
9. Dipindahkan cover glass dari mulut tabung tersebut diatas objek
glass yang bersih dan kering.
10. Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 10x
dan melanjutkan dengan perbesaran lensa objektif 40x.
11. Diliat hasil pemeriksaan berupa telur cacing Soil Transmitted
Helminths (STH) yang ditemukan dalam sediaan kotoran kuku,
positif jika terdapat telur cacing dalam sediaan, kemudian data
disajikan dalam bentuk tabel.

G. Analisis Data
Analisa data dalam penelitian ini dianalisa dan disajikan dalam
bentuk tabel.
26

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian pada pemeriksaan Soil Transmitted
Helminth (STH) pada kotoran kuku petugas pengangkut sampah yang
dilakukan di laboratorium Parasitologi Jurusan Teknologi Laboratorium
Medis Poltekkes Kemenkes Banten, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Data Distribusi Hasil Pemeriksaan Telur Cacing STH pada


Petugas pengangkut sampah di Cipondoh Kota Tangerang.
Kode Sampel Usia Lama Ascaris Trichuris Hookworm
Masa lumbricoides trichiura
Bekerja
Responden 01 34 ≥ 5 tahun - - -
Responden 02 60 ≥ 5 tahun - - -
Responden 03 42 < 5 tahun - - -
Responden 04 30 ≥ 5 tahun (+) - -
Responden 05 38 ≥ 5 tahun (+) - -
Responden 06 36 <5 tahun - - -
Responden 07 34 < 5 tahun - - -
Responden 08 47 <5 tahun - - -
Responden 09 65 ≥ 5 tahun - - -
Responden 10 40 <5 tahun - - -
Responden 11 65 ≥ 5 tahun - - -
Responden 12 50 ≥ 5 tahun - - -
Responden 13 55 ≥ 5 tahun - - -
27

Responden 14 36 <5 tahun - - -


Responden 15 40 ≥ 5 tahun (+) - -
Responden 16 36 <5 tahun - - -
Responden 17 36 <5 tahun - - -
Responden 18 28 ≥ 5 tahun - - -
Responden 19 35 ≥ 5 tahun - - (+)
Responden 20 27 <5 tahun - - -
Responden 21 65 ≥ 5 tahun - - (+)
Responden 22 27 <5 tahun (+) - -
Responden 23 23 ≥ 5 tahun - - -
Responden 24 40 ≥ 5 tahun - - -
Responden 25 35 ≥ 5 tahun - - -
Responden 26 38 ≥ 5 tahun (+) - -
Responden 27 41 < 5 tahun - - -
Responden 28 50 <5 tahun - - -
Responden 29 40 ≥ 5 tahun - - -
Responden 30 43 <5 tahun - - -
Responden 31 33 <5 tahun (+) - -
Responden 32 40 <5 tahun - - -
Responden 33 22 <5 tahun - - -
Responden 34 29 <5 tahun - - -
Responden 35 24 <5 tahun - - -
Responden 36 26 <5 tahun - - -
Responden 37 65 ≥ 5 tahun (+) - -
Responden 38 68 ≥ 5 tahun (+) - -

Berdasarkan Tabel 2, menunjukan bahwa terdapat kontaminasi telur


cacing STH pada kotoran kuku petugas pengangkut sampah dengan kode sampel
04, 05, 15, 19, 21, 22, 26, 31, 37, dan 38. Dimana jenis telur cacing STH yang
mendominasi ditemukan yaitu telur Ascaris lumbricoides dan Hookworm.

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Telur Cacing STH pada Petugas pengangkut sampah
di Cipondoh Kota Tangerang.
28

No Kode Foto ( Perbesaran 10x dan Keterangan


Sampel 40x )
1. 04 Telur Ascaris
lumbricoides:
1. Bentuk Fertil
2. Berbentuk oval
3. Berwarna kuning
kecoklatan
4. Ukuran : panjang
45-75 µm dan
lebar 35-50 µm
5. Telur berisi
embrio
6. Dinding 3 lapis :
lapisan luar tebal
berkelok-kelok
(lapisan albumin),
lapisan kedua dan
ketiga relative
halus (lapisan
hialin dan vitelin)
2. 05 Telur Ascaris
lumbricoides:
1. Bentuk Infertil
2. Berbentuk oval
memanjang
3. Berwarna kuning
kecoklatan
4. Ukuran : panjang
88-94 µm dan
29

lebar 40-45 µm
5. Telur berwarna
granula refraktil
6. Dinding 2 lapis :
lapisan luar yang
tebal berkelok-
kelok sangat
kasar atau tidak
teratur (lapisan
albumin), lapisan
kedua relative
halus (lapisan
hialin)
3. 19 Telur Hookworm
1. Berbentuk oval
atau lonjong
2. Tidak berwarna
3. Berukuran:
panjang ± 60 µm
dan lebar
± 40 µm.
4. Telur cacing
tambang yang
berdinding tipis
dan tembus sinar
ini mengandung
embrio yang
mempunyai 4
blastomer.
30

Tabel 4. Frekuensi STH yang terdapat pada kotoran kuku Petugas


pengangkut sampah di Cipondoh Kota Tangerang
Hasil Pemeriksaan Frekuensi Persentase %
+ 10 26
- 28 74
Jumlah 38 100

Berdasarkan Tabel 4, Diatas menunjukkan bahwa sebagian kecil


26% kuku pada Petugas pengangkut sampah di Cipondoh Kota Tangerang
terinfeksi Telur Soil Transmitted Helminth.

Tabel 5. Persentase jenis telur cacing STH yang terdapat pada kotoran
kuku Petugas pengangkut sampah di Cipondoh Kota Tangerang
Jenis Frekuensi Persentase %
Telur Ascaris lumbricoides 8 80
Telur Tricuris trichiura 0 0
Telur Hookworm 2 20
Jumlah 10 100

Berdasarkan Tabel 5, Diatas menunjukkan bahwa sebagian kecil


jenis telur cacing STH yang ditemukan pada Petugas pengangkut sampah
di Cipondoh Kota Tangerang adalah telur Ascaris lumbricoides (80%),
dan Telur Hookworm (20%).

Table 6. Frekuensi STH pada Petugas pengangkut sampah yang


menggunakan alat pelindung diri di Cipondoh Kota Tangerang
31

STH pada Kotoran Kuku Petugas Total


Ascaris Hookworm Tricuris Negatif
lumbricoides trichiura
APD Ya 0 0 0 28 28
Lengkap Tidak 8 2 0 0 10
Total 8 2 0 28 38

Berdasarkan Tabel 6, Diatas menunjukkan bahwa sebanyak 74%


petugas pengangkut sampah menggunakan APD dan 26% tidak
menggunakan APD.

Table 7. Frekuensi STH pada Petugas pengangkut sampah yang menjaga


kebersihan kuku di Cipondoh Kota Tangerang
STH pada Kotoran Kuku Petugas Total
Ascaris Hookworm Tricuris Negatif
lumbricoide trichiura
s
Kebersihan Kuku Baik 0 0 0 12 12
Petugas Buruk 8 2 0 16 26
Pengangkut
Sampah
Total 8 2 0 28 38
Berdasarkan Tabel 7, Diatas menunjukkan bahwa sebanyak 32%
petugas pengangkut sampah baik pada kebersihan kukunya dan 68%
buruk.

Table 8. Frekuensi STH pada Petugas pengangkut sampah yang


memotong kuku di Cipondoh Kota Tangerang
STH pada Kotoran Kuku Petugas Total
Ascaris Hookwor Tricuris Negatif
lumbricoides m trichiura
Kebiasaan Ya 5 0 0 22 29
Memotong Kuku Tidak 3 0 0 6 9
Seminggu Sekali
Total 8 2 0 28 38

Berdasarkan Tabel 8, Diatas menunjukkan sebanyak 76% petugas


32

pengangkut sampah memotong kuku seminggu sekali dan 24% buruk.

Table 9. Frekuensi STH pada Petugas pengangkut sampah yang mencuci


tangan di Cipondoh Kota Tangerang
STH pada Kotoran Kuku Petugas Total
Ascaris Hookworm Tricuris Negatif
lumbricoides trichiura
Kebiasaan mencuci Ya 6 0 0 22 30
tangan dengan sabun Tidak 2 0 0 6 8
sebelum makan
Total 8 2 0 28 38

Berdasarkan Tabel 9, Diatas menunjukkan bahwa 79% hampir


semua petugas sampah mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir dan 21% tidak.

Table 10. Frekuensi STH Petugas pengangkut sampah pada lama jam
bekerja di Cipondoh Kota Tangerang
STH pada Kotoran Kuku Petugas Total
Ascaris Hookworm Tricuris Negatif
lumbricoides trichiura
Lama Jam ≥ 8 jam 3 2 16 21
Bekerja dalam 0
Sehari <8 jam 5 0 0 12 17
Total 8 2 0 28 38

Berdasarkan Tabel 10, Diatas menunjukkan bahwa pada lama jam


bekerja lebih banyak dalam sehari ≥ 8 jam menunjukkan persentase 55%
dan 45% pada < 8 jam.

Table 11. Frekuensi STH Petugas pengangkut sampah pada lama masa
33

bekerja di Cipondoh Kota Tangerang


STH pada Kotoran Kuku Petugas Total
Ascaris Hookworm Tricuris Negatif
lumbricoides trichiura
Lama ≥5 2 1 0 17 20
Masa tahun
Bekerja <5 tahun 6 1 0 11 18
Selama ini
Total 8 2 0 28 38

Berdasarkan Tabel 11, Diatas menunjukkan bahwa pada lama masa


bekerja petugas pengangkut sampah didominasi oleh petugas ≥ 5 tahun
bekerja dengan persentase 53% dan pada < 5 tahun menunjukkan
persentase 47%.
B. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hasil positif


menunjukkan persentase 26% pada 10 Petugas pengangkut sampah di
sebabkan karena petugas kurang menjaga kebersihan, pengunaan alat
pelindung diri dan masih ada yang memiliki higiene yang kurang baik.
Penelitian ini menggunakan metode flotasi dengan larutan NaCl jenuh
sebagai bahan pengapungan yang didasarkan pada prinsip telur cacing
mengapung dipermukaan disebabkan karena berat jenis telur cacing lebih
ringan dari pada berat jenis larutannya (Soedarto 2011).
Metode flotasi dalam prakteknya lebih efisien dibanding dengan
sedimentasi, karena pada metode ini menghasilkan sediaan yang lebih
bersih dari pada prosedur sedimentasi. Teknik flotasi untuk pemeriksaan
kuku dengan larutan NaCl jenuh memiliki prinsip berat jenis larutan yang
digunakan harus lebih besar dari berat jenis telur cacing yang berkisar
antara 1,10 – 1,20 [Natadisastra & Ridad. 2009]. Berdasarkan beberapa
waktu operasional yang ada, peneliti akan menggunakan waktu tersebut
untuk mengetahui teknik yang lebih efektif dalam menemukan jumlah
34

telur STH dengan metode flotasi menggunakan NaCl jenuh (Sumanto &
Hamidy 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Gambaran Infeksi Soil
Transmitted Helminth (STH) Pada Kotoran Kuku Petugas Pengangkut
Sampah Di Cipondoh Kota Tangerang pada 38 sampel kuku yang
diperiksa 10 sampel terinfeksi telur cacing Soil Transmitted Helminth
sedangkan 28 sampel tidak terinfeksi STH. Hal ini menunjukkan bahwa
telur Soil Transmitted Helmint bisa masuk ke dalam tubuh melalui
makanan minuman ataupun kurang menjaga kebersihan diri misalnya tidak
mencuci tangan dengan sabun. dan sampel 28 responden didapatkan hasil
negatif karena responden menggunakan alat pelindung diri, menggunakan
sepatu boot dan menjaga kebersihan setelah melakukan pekerjaan. 10
petugas tidak pernah menggunakan sarung tangan ketika bekerja, ketika
ditanya kenapa alasan tidak menggunakannya mereka menjawab bahwa
sudah terbiasa dan rasa tidak nyaman mengambil sampah apabila
menggunakan sarung tangan. Infeksi kecacingan merupakan penyakit yang
sering terjadi di masyarakat tetapi kurang mendapat perhatian dari
berbagai sektor (neglected disease). Petugas pengangkut sampah memiliki
risiko tertular penyakit karena bekerja pada lingkungan yang berisiko.
Agen penyakit yang berasal dari sampah adalah virus, bakteri, jamur, dan
parasit sehingga agen tersebut akan menghasilkan penyakit apabila
sampah yang kita hasilkan menumpuk, antara lain dermatitis, infeksi
kecacingan, penyakit diare, kolera, dan sebagainya. Pada penelitian Islami
et al (2014) menujukkan hasil pemeriksaan sampel yang dilakukan di
laboratorium, mendapatkan hasil bahwa dari 59 sampel terdapat pada 31
(52,5%) sampel yang terinfeksi dan terdapat 28 (47,5%) sampel yang tidak
terinfeksi pada petugas pengangkut sampah di Dinas Kebersihan
Kabupaten Wakatobi.
Menurut islami, 2014 mengatakan infeksi kecacingan pada
35

pengangkut sampah yang menggunakan Alat Pelindung Diri dengan


petugas pengangkut sampah yang tidak menggunakan Alat pelindung diri
ditularkan melalui makanan, minuman, atau melalui kulit dengan tanah
sebagai media penularannya yang disebabkan oleh berbagai macam
cacing. Penggunaan Alat Pelindung Diri secara tidak lengkap
memungkinkan masuknya telur atau larva infeksius melalui berbagai
organ tubuh seperti tangan, kaki, dan mulut. Ascaris lumbricoides dan
Trichiuris trichiura dapat menginfeksi pekerja yang mengelola sampah
dengan cara menelan telur cacing yang melekat pada tangan akibat tidak
memakai alat pelindung seperti sarung tangan.
Perilaku higiene petugas pengangkut sampah di Cipondoh Kota
Tangerang dikategorikan baik karena hasil skor kuesioner dan observasi
yang melebih nilai rata-rata sehingga berdampak pada seluruh pekerja
tidak terkena infeksi kecacingan, meskipun ada beberapa hal yang harus
ditekankan terkait variabel pemakaian alat pelindung diri terutama sarung
tangan. Pemakaian sarung tangan atau alat pelindung diri hanya berjumlah
10 yang dilakukan oleh petugas pengangkut sampah, sedangkan untuk
penggunaan sepatu boot dilakukan oleh 9 petugas dan lainnya tidak
menggunakannya. Beberapa hal yang menjadi faktor mengapa tidak
menggunakan sarung tangan atau sepatu boot karena rasa tidak nyaman
ketika mengambil sampah dan mereka telah terbiasa tidak
menggunakannya. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang
dilakukan oleh Islami et al (2014) yang menghasilkan dari 45 sampel dari
petugas pengangkut sampah yang tidak menggunakan APD secara
lengkap. Hasil positif yang didapatkan dikarenakan kurang menjaga
kebersihan pada diri sendiri, tidak menggunakan alat pelindung diri saat
bekerja dan kurang menjaga lingkungan. Hal hal yang bisa menyebabkan
kuku positif terinfeksi oleh telur Ascaris lumbricoides, dan telur
Hookworm.
36

Penggunaan APD secara tidak lengkap memungkinkan masuknya


telur atau larva infeksius melalui berbagai organ tubuh seperti tangan, kaki
dan mulut. Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura dapat
menginfeksi petugas pengangkut sampah dengan cara menelan telur
cacing yang melekat pada tangan akibat tidak memakai alat pelindung
seperti sarung tangan. Hookworm atau cacing tambang dapat menginfeksi
petugas dengan cara larva cacing menembus kulit yang berkontak
langsung dengan sampah akibat tidak menggunakan APD seperti sarung
tangan atau sepatu. Enterobius Vermicularis dapat menginfeksi petugas
pengangkut sampah melalui makanan yang terkontaminasi karena petugas
pengangkut sampah tidak menggunakan sarung tangan dan melalui
inhalasi udara (Pohan, 2009) yang mengandung telur jika petugas
pengangkut sampah tidak menggunakan masker.
Dari hasil pemeriksaan mikroskopis pada sampel potongan kuku
petugas pengangkut sampah menunjukkan bahwa kejadian kontaminasi
pada petugas pengangkut sampah di Cipondoh Kota Tangerang ditemukan
jenis telur cacing Ascaris lumbricuides. Tingginya infeksi Ascaris
lumbricoides didukung karena iklim tropis, udara lembab, keadaan
hygiene dan sanitasi, (Natadisastra dan Agoes, 2009). Hal ini sejalan
dengan keadaan yang ada di tempat pembuangan sementara yang lembab.
Berdasarkan Penelitian jenis telur yang ditemukan adalah Ascaris
lumbricoides menurut peneliti dikarenakan responden kurang menjaga
kebersihan lingkungan, tidak membuang sampah pada tempatnya, berada
di iklim tropis yang lembab, kebersihan perorangan dan sanitasi yang
kurang baik, tingkat pengetahuan pendidikan yang kurang dan sosial
ekonomi yang rendah. Telur cacing Ascaris lumbricoides bisa hidup dalam
lingkungan yang sesuai (Tanah liat, kelembaban tinggi, dan suhu yang
berkisar antara 25°-30°C), Telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk
infeksius dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Infeksi STH banyak
37

ditemukan pada daerah yang beriklim tropis dan subtropis seperti Asia
Tenggara, karena telur dan larvanya lebih dapat berkembang di tanah yang
hangat dan basah. Siklus hidup Ascaris lumbricoides Siklus terjadi dalam
3 stadium yaitu stadium telur, larva, dan dewasa. Siklus ini biasanya
membutuhkan fase di luar tubuh manusia (hospes) dengan atau tanpa tuan
rumah perantara (Natadisastra, 2012). Telur cacing yang telah dibuahi dan
keluar bersama tinja penderita akan berkembang menjadi infektif jika
terdapat di tanah yang lembab dan suhu yang optimal dalam waktu kurang
lebih 3 bulan.
Masa kerja petugas pengangkut sampah didominasi oleh pekerja
yang lebih dari 5 tahun bekerja dengan presentase 53%. Semakin lama
seseorang bekerja menjadi petugas pengangkut sampah, semakin lama
paparan penyakit infeksi kecacingan yang diterima oleh petugas tersebut.
Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2013).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian gambaran infeksi Soil Transmitted
Helminth (STH) pada kotoran kuku petugas pengangkut sampah di
Cipondoh, Kota Tangerang:
1. Sebagian kecil 26% responden positif terinfeksi oleh telur cacing
Soil Transmitted Helminth pada kuku petugas pengangkut sampah.
2. Hampir seluruh jenis telur cacing STH yang ditemukan pada
kotoran kuku petugas pengangkut sampah di Cipondoh Kota
Tangerang adalah telur Ascaris lumbricoides (80%) dan Sebagian
kecilnya telur Telur Hookworm dengan frekuensi 2 (20%).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan:
1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti
bagaimana cara penularan telur cacing Soil Transmitted
Helminth secara langsung dan tidak langsung.
2. Bagi institusi menjadikan karya tulis ilmiah ini sebagai bahan
untuk menambah referensi bagi pembelajaran di Poltekkes
Kemenkes Banten khususnya bidang parasitologi.

38
DAFTAR PUSTAKA

Azizah dan Fajaria Nurcandra, 2018. Hubungan Higiene Perorangan Dan


Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Gangguan Kulit Pada
Petugas Pengangkut Sampah Kota Tangerang Selatan Tahun 2018.

BREBES TAHUN 2019. JURNAL ILMU KESEHATAN BHAKTI


HUSADA, 10(2), 115–121.

Direktorat Jenderal PP&PL Kemenkes RI, 2012. Profil Pengendalian


Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2012. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hlm: 112-113.

Duwita SS. 2018. Hubungan Personal Hygiene Dengan Penyakit Kecacingan


Pada Pekerja Pengangkut Sampah Kecamatan Salak Kabupaten
Pakpak Bharat Tahun 2018. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.

Irianto, K. 2013. Parasitologi Medis (Mecal Laboratory). Bandung: Alfabeta

Islami L N, Sulastrianah, Udu W O S A, 2015, Hubungan Penggunaan APD


dengan Kejadian Infeksi Cacing pada Pekerja Sampah. Medula. 2 :
109-110.

Islami, L N, Sulastrianah, dan Udu W O S A. 2014. Hubungan Penggunaan


Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Infeksi Cacing Pada Pekerja
Sampah. Medula Vol. 2.

Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Vol.11 2014 Hal 150-155 :


Tasikmalaya.

Mulasari dan Maani, 2013, Hubungan Antara Kebiasaan Penggunaan Alat


Pelindung Diri dan Personal Hygiene dengan Kejadian Infeksi
Kecacingan pada Petugas Sampah di Kota Yogyakarta Jurnal Ekologi
Kesehatan, 12 : 161-170.

Mulasari SA and Maani D. 2013. Hubungan antara Kebiasaan Penggunaan


Alat Pelindung Diridan Personal Hygiene dengan Kejadian Infeksi
Kecacingan pada Petugas Sampah di Kota Yogyakarta. Jurnal Ekologi
Kesehatan 12(2).

Muslim, H.M. 2015. Buku Ajar Helmintologi, Akademi Analis Kesehatan


39
40

Borneo Lestari : Banjarbaru.

Nasir, A. Abdul Muhith & ldeputri, M.E. 2011. Buku Ajar Metodologi
Penelitian Kesehatan, Mulia Medika: Jogjakarta.

Natadisastra, D dan Agoes. 2009. Parasitologi Kedokteran ditinjau dari


Organ Tubuh Yang di Serang. Jakarta: EGC.

Nurhalina, D. 2018. GAMBARAN INFEKSI KECACINGAN PADA


SISWA SDN 1-4 DESA

Ruhimat, U, Herdiayana. 2014. Gambaran Telur Nematoda Usus Pada Kuku


Kaki Petugas Sampah di Tempat Pembuangan akhir (TPA) Sampah
Ciangir Kelurahan Kota Baru Kecamatan Cibereum Kota Tasikmalaya.

Sarayati, S. 2016. Analisis Faktorr Perilaku Anak. ADLN Pepustakaan


Universitas Airlangga.
Soedarto. 2011 Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : CV Sagung
Seto.
Wong, D, dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap dari penulis adalah Fajar Eviliani,


dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 April 2000 sebagai
anak kedua dan mempunyai saudara perempuan. Pada
tahun 2006 penulis mendapat pendidikan Taman Kanak-
kanak di TK Ketapang Tangerang. Pada tahun 2007
penulis mendapat pendidikan Sekolah Dasar di SDN Petir
04 Kota Tangerang dengan mengikuti ekstra kulilkuler
Paduan Suara dan Pramuka lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis
melanjutkan pendidikan di SMP Setia Gama Jakarta dengan mengikuti ekstra
kulikuler Marching Band, PMR (Palang Merah Remaja) dan Pramuka lulus pada
tahun 2015. Pada tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan di SMK Kesehatan
Banten mengambil jurusan Keperawatan dan mengikuti berbagai ekstra kulikuler
Tari Saman dan Pramuka lulus pada tahun 2018. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Banten dengan Program Diploma
III jurusan Teknologi Laboratorium Medis (TLM). Karya Tulis Ilmiah yang
disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar ahli Madya Teknologi
Laboratorium Medis (Amd. Kes) adalah Gambaran Infeksi Soil Transmitted
Helminth (STH) Pada Kotoran Kuku Petugas Pengangkut Sampah Di Cipondoh
Kota Tangerang.
Selama menempuh pendidikan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Banten
penulis pernah melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan Praktek Belajar
Lapangan (PBL) Secara Luring di Serang, Banten. Untuk Praktek Belajar
Lapangan penulis mendapatkan lahan Rumah Sakit di Serang yaitu RSUD
Dr.Drajat Prawiranegara yang dilaksanakan selama 21 hari. Selain pendidikan
formal penulis juga mengikuti organisasi HIMA (Himpunan Mahasiswa) jurusan
Teknologi Labratorium Medis bidang Sosial Politik (Sospol) dalam masa jabatan

41
42

2018/2019 dan 2019/2020.


LAMPIRAN

Lampiran 1: tabel 12. Foto-foto Penelitian

Proses Pengambilan Sampel Potongan Kuku Pada Petugas

Pengisian Inform Concent dan Kuesioner Penelitian

Dokumentasi petugas yang menggunakan apd dan yang tidak


43

Sterilisasi kering Bahan penelitian yang digunakan untuk melakukan


instrumentasi glass penelitian.
Suhu 1800 oC Selama
2 jam

Alat yang digunakan untuk melakukan penelitian.


44

Proses pengerjaan Metode Flotasi dengan menggunakan instrument gelas dan


pengamatan di bawah mikroskop perbesaran 10x dan 40x.

Lampiran 2: table 13. Hasil Pemeriksaan


45

No Kode Foto ( Perbesaran 10x dan Keterangan


Sampel 40x )

1 04 Telur Ascaris
lumbricoides
Fertile (telur yang
dibuahi)

2 05 Telur Ascaris
lumbricoides
Infertil (telur tidak
dibuahi)

3 19 Telur Hookworm
46

4 21 Telur Hookworm

Berdasarkan gambar diatas telur cacing yang ditunjukkan sesuai dengan ciri-ciri
cacing Ascaris lumbricoides dan Hookworm.

Tangerang, Mei 2021


Penanggung Jawab Lab Parasitologi

Shufiyani, S.S
POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN JURUSAN
TEKNOLOGI LABOR ATO RI UM MEDIS PRODI D I I I
TEKNOLOGI LABOR ATO RI UM MEDIS
Jl. Dr.Sitanala Komp. SPK , Neglasari, Tangerang

KARTU BIMBINGAN KARYA TULIS


ILMIAH

Lampiran 3. Lembar Bimbingan Pembimbing I

I IDENTITAS LOG BOOK KTI


1. Nama Mahasiswa : FAJAR EVILIANI
2. NIM Mahasiswa : P27903118018
3. Judul KTI : GambaranInfeksi Soil Transmitted Helminth (STH)
Pada Kuku Petugas Pengangkut Sampah Di Cipondoh
Kota Tangerang

4. Nama Pembimbing : Bagus M. Ihsan, S. Si, M.Kes

Petunjuk Pengisian :
Isilah log book KTI dengan lengkap dan ditulis tangan sesuai dengan jadwal konsultasi.
NO TANGGAL MATERI CATATAN PEMBIMBING PARAF
1. Rabu Pengajuan Perbaikan judul setelah itu
13/01/21 judul KTI disetujui untuk pelaksaannya

2. Jumat Konsultasi Sumber jurnal pendukung bisa


15/01/21 Bab I diambil dari 5 tahun terakhir

3. Senin Perbaikan Perbaikan tujuan khusus


18/01/21 Bab I

4. Selasa Konsultasi Perbaikan kerangka pemikiran


19/01/21 Bab I-II
5. Selasa Konsultasi Perbaikan tabel
26/01/21 Bab III

6. Rabu Konsultasi dan Perbaikan pada jadwal penelitian


27/01/21 Perbaikan
Bab II-III

7. Senin Konsultasi ppt dan Persiapan latihan presentasi


01/02/21 sidang proposal unutuk sidang

8. Jumat Revisi Daftar Pustaka Menyesuaikan dengan panduan


12/02/21 terutama tahun

9. Selasa Penelitian Bimbingan mikroskopis cacing


16/02/21 STH

10 Rabu Penelitian Bimbingan mikroskopis cacing


. 17/02/21 STH

11 Senin Konsultasi Abstrak, Ditambahkan penjelasan hasil


17/05/21 Hasil dan Pembahasan pada pembahasan

12 Rabu Konsultasi ppt dan Persiapan latihan presentasi


26/05/21 sidang proposal unutuk sidang
Lampiran 4. Lembar Bimbingan Pembimbing II

I IDENTITAS LOG BOOK KTI


1. Nama Mahasiswa : FAJAR EVILIANI
2. NIM Mahasiswa : P27903118018
3. Judul KTI : GambaranInfeksi Soil Transmitted Helminth (STH)
Pada Kuku Petugas Pengangkut Sampah Di Cipondoh
Kota Tangerang

4. Nama Pembimbing : Cecep Dani S, SKM, M.Sc

Petunjuk Pengisian :
Isilah log book KTI dengan lengkap dan ditulis tangan sesuai dengan jadwal konsultasi.

NO TANGGAL MATERI CATATAN PEMBIMBING PARAF


1. Kamis Konsultasi Bab I-II Sumber jurnal pendukung bisa
21/01/21 diambil dari 5 tahun terakhir

2. Jumat Perbaikan Bab I Perbaikan pada Alinea


22/01/21

3. Selasa Konsultasi Bab I-III Perbaikan data kecacingan


26/01/21

4. Jumat Perbaikan Bab I-II Perbaikan Latar Belakang


29/01/21

5 Sabtu Perbaikan Bab II Perbaikan Devisi Operasional


30/01/21
6. Senin Perbaikan Bab III Perbaikan Populasi Sampel
01/02/21

7. Kamis Perbaikan Bab I Perbaikan tahun terupdate


7 11/02/21

8. Selasa Konsultasi Abstrak, Pembuatan Naskah Jurnal Penelitian


18/05/21 Bab IV dan Bab V

9. Kamis Konsultasi Penambahan Jurnal pendukung


19/05/21 Pembahasan

10 Senin Konsultasi Hasil dan Penambahan Metode Penulisan pada


24/05/21 Pembahasan Naskah Junal

11 Selasa Konsultasi Abstrak, Ditambahkan penjelasan hasil


25/05/21 dan Pembahasan pada pembahasan

12 Rabu Konsultasi Hasil Ditambahkan pada hasil penelitian


26/05/21 telur cacing STH
Lampiran 5
FORMULIR PERMOHONAN IZIN PENELITIAN
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

A BIODATA CALON PENELITI


NO ID PENELITI
P27903118018
(NIM/NIP)
NAMA FAJAR EVILIANI
ALAMAT Jln. Ketapang Raya No. 132 Rt. 01 Rw.03 Kelurahan
Ketapang, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang,
Banten.
JABATAN Mahasiswa
NOMOR HP 0813-1691-0623
NAMA PEMBIMBING 1. Bagus M. Ihsan, S. Si, M.Kes
2. Cecep Dani S, SKM, M.Sc
B SPESIFIKASI PENELITIAN
JUDUL PENELITIAN Gambaran Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH)
Pada Kotoran Kuku Petugas Pengangkut Sampah Di
Cipondoh Kota Tangerang
TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui ada tidaknya telur Soil-
Transmitted Helminth (STH) Pada Kotoran Kuku
Petugas Pengangkut Sampah Yang Memakai
Alat Pelindung Diri Dengan Yang Tidak
Memakai Alat Pelindung Diri Di Cipondoh Kota
Tangerang
BIDANG ILMU Mikrobiologi
RUANG LINGKUP Parasitologi
C RENCANA WAKTU PENELITIAN
TANGGAL MULAI 15 Februari
TANGGAL SELESAI 19 Februari
D SARANA PENELITIAN
Fasilitas ruang laboratorium yang akan digunakan

Ruang laboratorium sitohistoteknologi

Jenis Instrumen laboratorium yang akan digunakan untuk penelitian


1. Mikroskop
2. Oven

Kebutuhan alat gelas


NO NAMA ALAT SPESIFIKASI JUMLAH KETERANGAN
1. Rak Tabung 4
2. Tabung reaksi 38
3. Beaker glass 50 ml 4
4. Batang 1
pengaduk
5. Pipet tetes 1

Anda mungkin juga menyukai