Kelompok D7
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
2013/2014
Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
PENDAHULUAN
Demam berdarah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
yang jumlah penderitanya cederung meningkat dan penyebarannya semakin
meluas.Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-
anak. DBD menyerang khususnya pada musim peralihan dan musim hujan karena
terdapat banyak genangan-genangan air yang menjadi tempat perkembangannya
nyamuk yang menjadi vector terinfeksi virus dengue.Demam berdarah dengue, suatu
penyakit demam berat yang sering mematikan, disebabkan oleh virus, ditandai oleh
gangguan permeabilitas kapiler, dan hemostasis tubuh, dan pada kasus berat
menebabkan sindrom syok.
Tujuan penulisan makalah ini ialah untuk membahas mengenai penyakit demam
berdarah dengue. Dalam tulisan ini diulas mengenai cara anamnesis pasien,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penyebab, proses perjalanan virus dalam
tubuh, gejala klinis dan penatalaksanaan penyakit demam berdarah dengue serta
pencegahan penyakit dengan pemberantasan vektornya.
PERBAHASAN
Anamnesis
Dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan
terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut
sebagai aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan
dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh
selain dari pasiennya sendiri.
Jika kita mencurigai adanya keluhan utama berupa demam sejak 5 hari yang lalu,
demam dirasakan tinggi, timbul secara mendadak; demam naik turun disertai adanya
pegal-pegal dan mual; mimisan 1 hari yang lalu dan ditemukan adanya bintik merah
di ekstremitas. Hal ini merupakan gejala klinis pada penyakit Demam Berdarah
1
Dengue (DBD), hendaklah kita lakukan anamnesis dengan baik. Diantaranya kita
dapat melakukan anamnesis sebagai berikut.
Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
2
Yang meliputi tanda-tanda vital yaitu : suhu badan, respiratory rate, denyut nadi,
dan tekanan darah. Hasil dari pemeriksaan fisik tersebut :
Suhu : 37,5○C
Respiratory rate : 20 x / menit
Nadi : 90 x/ menit
Tekanan darah : 110/80 mmHg
2. Uji tourniquet
Uji ini merupakan manisfestasi pendarahan kulit paling ringan dan dapat dinilai
sebagai uji presumtif oleh karena uji ini positif pada hari-hari pertama demam.Di
daerah endemis DBD, uji tourniquet dilakukan kepada yang menderita demam
lebih dari 2 hari tanpa alasan yang jelas .Pemeriksaan ini harus dilakukan sesuai
standar yang ditetapkan oleh WHO. Pemeriksaan dilakukan dengan terlebih
dahulu menetapkan tekanan darah pasien. Selanjutnya diberikan tekanan antara
sistolik dan diastolic pada alat pengukur yang diletakan dilengan atas siku,
tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan
selama 5 menit, perhatikan timbulmya petekie di bagain volar lengan bawah. Uji
dinyatakan positif apabila pada satu inci persegi didapatkan 10 atau lebih 10
petekie (WHO1997). Pada DBD uji ini biasanya menunjukan hasil positif. Namun
dapat berhasil negative atau positif lemah pada keadaan syok.
Dengan melakukan IPPA pada pemeriksaan demam berdarah bisa didapati adanya
hepatomegali. Nyeri tekan sering kali terasa dan pada palpasi didapati konsistensi
hepar yang kenyal. Namun pada DBD dapat disertai atau tanpa hepatomegali.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit,
dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambarn
limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksiantigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transciptase
Polymersae Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini test
3
serologis yang mendeteksiadanya antibody spesifik terhaap dengue berupa antibodi
total, IgM, maupun IgG.
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
a. Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat dietmui
limfositosisrelative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma
biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.
b. Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
c. Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya penigkatan
hematokrit ≥20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3
demam.
d. Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, ataua
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarhan atau kelainan pembekuan
darah.
e. Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
f. SGOT/SGPT (serum lain aminotarnsferase) : dapat meningkat
g. Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
h. Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
i. Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : bila akan diberikan
transfuse darahatau komponen darah
j. Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue
IgM : terdeteksi muali hari ke 35, meningkat sampai minggu ke 3 , menghilan
gsetelah 60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-
14, pada infeksisekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
k. Uji HI (Hemaglutinasi Inhibisi) : dilakukan pengambilan bahan pada hari
pertama, serta saat pulang dari perawatan,uji ini digunakan untuk kepentingan
surveilans.
Etiologi
1. Virus
4
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang
termaksud dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan
merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal.
Terdapat empat serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue dan
banyak ditemukan di indonesia terutama tipe DEN-3 yang merupakan serotype
terbanyak. Keempat serotipe virus dengue dapat dibedakan dengan metode serologi.
Terdapat reaksi silang antara serotipe dengan dengue dengan Flavivirus lain seperti
Yellow fever, Japanese encephalitis, dan West Nile virus. Infeksi pada manusia oleh
salah satu serotipe diatas menghasilkan imunitas sepanjang hidup oleh terhadap
infeksi ulang oleh serotipe yang sama tetapi hanya menjadi perlindungan sementara
dan parsial terhadap seroptipe yang lain.
2. Vektor
Virus demam berdarah ditularkan melalui hospes perantara nyamuk aedes aegypti
termasuk kelas insekta, ordo diptera dan famili Tribus culicini dan merupakan spesies
nyamuk tropis dan subtropis.
Ciri-ciri nyamuk aedes aegyepti adalah : 1) sayap dan badannya putih belang-belang
atau bergaris-garis putih ; 2) berkembang biak di air yang jernih yang tidak beralaskan
tanah seperti bak mandi, WC, tempayan, drum dan barang-barang penampungan air
sperti kaleng; 3) jarak terbang 100m ; 3) nyamuk betina bersifat “multi biters”
(menggigit beberapa orang sebelum nyamuk itu kenyang sudah berpindah tempat) ; 4)
tahan dalam suhu panas dan kelemban tinggi.
Nyamuk aedes ini memiliki daur hidup metamorfosis sempurna yang terdiri dari:
telur → larva → pupa → dewasa. Perilaku aedes bertelur di tempat perindukan berair
jernih yang berdekatan rumah penduduk. Kebiasaan menghisap darah pada siang hari
baik di dalam ataupun di luar rumah. Jarak terbang biasanya pendek mencapai jarak
rata – rata 40m. Umur nyamuk dewasa kira – kira 10 hari.
5
Gambar 1 Daur hidup nyamuk Aedes aegypti
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi dengan hewan mamalia seperti
tikus, kelinci, anjing, kalilawar dan primate serta dapat bereplikais pada nyamuk
genus aedes (stegomyia) dan toxorhynchites.
Epidemiologi
Demam berdarah menjadi endemis di banyak negara tropis dan subtropis. Di asia
penyakit ini sering menyerang di cina selatan, Pakistan, india dan semua Negara di
asia tenggara. Di Indonesia kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun
1968. Penyakit DBD ditemukan di 200 kota di 27 provinsi dan telah mejadi KLB.
Mortalitasnya kemudian menurun mencapai 2 % pada tahun 1999.
Terdapat beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan transmisi biakan virus
dengue yaitu :
6
1. Lingkungan
2. Vektor
Vektor utama penyakit DBD ialah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan
nyamuk Aedes albopictus (di daerah pedesaan).
Patofisiologi
7
paling penting dalam penaganan kasus demam berdarah dengue. Jika asupan cairan
oral pasien tidak dapat dipertahankan, maka diperlukan cairan asupan dari intervena
untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. Ada 5 porotokol
penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa :
1. Protokol I : penaganan tersangka DBD tanpa syok yang biasa digunakan pada
instalasi gawat darurat dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi
rawat degan cara dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hamatokrit (Ht) dan
trombosit bila Hb, Ht, trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,
pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan kepoliklinik
dalam waktu 24 jam. Atau bila keadan penderita memburuk segera kembali
keunit gawat darurat namun bila Hb. Ht normal namun <100.000 dianjurkan
untuk dirawat.
2. Protokol II : pemberian cairan pada penderita DBD dewasa rawat tanpa
pendarahan spontan dan masif serta tanpa syok maka diruangan diberikan cairan
infus kristaloid dengan jumlah seperti ini : 1500 + (20 X (BB dalam Kg – 20).bila
Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian cairan
tetap seperti rumusan diatas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap 12
jam.
3. Protokol 3: penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20% menununjukan
bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini pemberian
cairan kirstaloid sebanyak 6-7 mL/kg/jam dalam pantauan selama 3-4 jam
pemberian cairan. Bila terdapat tanda-tanda perbaikan dengan gejala hematokrit
turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil cairan urin meningkat maka
pemberian cairan dikurangi menjadi 5mL/kg/jam dan bila dalam 2 jam kedepan
mengalami perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 3mL/kg/jam dan
bila keadaan menunjukan keadaan pembaikan maka pemberian cairan dapat
dihentikan 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian cairan awal 6-7mL/kg/BB/jam keadaan tetap tidak
membaik, yang ditandai dengan hematokrit, nadi meningkat, produksi urin
mneurun maka harus menaikan jumlah cairan infus menjadi 10mL/kg/BB/jam
dan dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dapat dikurangi menjadi
5mL/kgBB/jam namun bila belum mengalami perbaikan maka dapat
8
ditambahkan pemberian caiaran menjadi 15mL/kg/BB/jam namun bila
perkembangan kondisinya menjadi buruk dan didapat tanda-tanda syok maka
pasien ditangani sesuai protokol sindrom syok dan bila sudah teratasi maka
pemberian cairan dimulai dari tahap awal.
Protokol 4 : Penatalaksanaan spontan pada DBD dewasa adalah pendarahan
hidung, pendarahan saluran cerna, pendarahan saluran kencing, pendarahan otak
atau pendarahan tersembunyi dengan jumlah pendarahan sebanyak 4-5ml/kg/jam.
Pada keadaan sperti ini jumlah dan kecepatan cairan tetap sama seperti keadaan
DBD tanpa syok lainya.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratorium didapatkan
tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi darah diberikan
sesudah indifikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi pembekuan darah.
PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10g/dl. Transfusi trombosit diberikan
bila pasien DBD dengan pendarahan spontan dengan trombosit <100.000/mm3
disertai atau tanpa KID.
Protokol 5 : tatalaksana sindrom syok dangue pada dewasa yang pertama yang
harus dingat adalah renjatan yang pertama kali segera diatasi dan oleh karena itu
pengantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Kematian
dapat terjadi bila pemberian cairan intravena terlambat diberikan.
Pada kasus ini cairan DSS cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan.
Selain trasnfusi cairan, penderita juga harus diberikan oksigen 2-4 liter/menit.
Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah
perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalaium
dan klorida serta ureum dankreatinin.
Pada fase awal kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kg/jam dan eveluasi setelah
15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi jumlah cairan dikurangi menjai
7ml/kg/jam. Bila dalam waktu 1- 2 jam keadaan tetap stabil maka cairan dapat
diberikan 3ml/kg/jam. Bila 24-28 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital
dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan harus
dihentikan karena bila reabsobsi cairan plsama yang mengalami ektravasasi telah
terjadi, ditandai dengan terjadinya penurunan hematokrit, cairan invus terus
diberiakn maka keadaan hiperolemi, edema paru dan ginjal akan terjadi.
Pengawasan dini kemungkinan terjadi renjatan berulang harus dilakukan dalam
kurun waktu 48 jam pertama sejak renjatan terjadi karena 20% cairan kristaloid
9
bertahan dalam darah oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah
teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran,
tekanan darah, frekuensi nadi, jantung dan pernafasan.
Bila fase renjatan belum teratasi maka dapat diberikan cairan kirstaloid
ditingkatkan menjadi 20-30% ml/kg/jam dan kemudian dievaluasi setelah 30-20
menit, dan perhatikan nilai hematokrit, bila Ht meningkat maka perembesan
plasma masih berlangsung pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila
nilai ht menurun berarti pendarahan (internal bleeding), maka penderita diberikan
transfusi darah segar 10ml/kg dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
Komplikasi
2. Edema Paru
Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh
meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena
meningkatnya tekanan vena pulmonalis.Edema Paru Kardiogenik
10
menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru
dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri
melebihi keluaran ventrikel kiri.
3. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang
tidak disertai syok. Kecuali kejang, gejala ensefalopati lain tidak atau jarang
menyertai DBD. Tingginya presentasi enselopati dengue pada golongan umur
1-4 tahun memerlukan peningkatan kewaspadaan.Pada ensefalopati cenderung
terjadi edema otak danalkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan diganti
dengan cairan yang tidak mengandung HC03- danjumlah cairan harus segera
dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl
(0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan
dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan
saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi
hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula
darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik),
koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian
oksigen yang adekuat.Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan
neomisin dan laktulosa.Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak
diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat
diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada
masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.
Diagnosis
11
secara klinis. Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demamsecara tiba-tiba,
disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgias dan arthralgias)
dan ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang dan biasanya
mucul dulu pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga
menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan
kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare.Demam berdarah
umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam yang lebih
kecil terjadi pada akhir masa demam. Gejala klinis demam berdarah menunjukkan
demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Sejumlah kecil kasus bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai
tingkat kematian tinggi. Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang
kadang disertai bintik- bintik perdarahan di faringsdan konjungtiva. Penderita juga
sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan
dan nyeri seluruh perut. Perlu diperhatikan bahwa terjangkitnya Demam Berdarah
Denguetidak selalu ditandai dengan munculnya bintik-bintik merah pada kulit.
Mendiagnosis secara dini dapat mengurangi resiko kematian daripada menunggu
akut.Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul
gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tukang belakang, dan
persaaan lelah.1Demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan kriteria WHO tahun
1997 diagnosis ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut:
3. Uji bendung positif- Petekie, ekimosis, purpura.-
4. Perdarahan mukosa ( tersering epitaksis, atau pendarahan gusi), pendarahan
dari tempatlain-
5. Hematemesis atau melena
6. Trombositoprenia (jumlah trombosit < 100.000/mikroliter)
7. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jeniskelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nialihematokrit sebelumnya.-
12
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. Selain itu perbedaan yang
paling utama adalah pada demam dengue tidak ditemukan manifestasi perdarahan
pada pasien. Pada kulit pasien dengan demam dengue hanya tampak ruam kemerahan
saja sementara paien demam berdarah dengue akan tampak bintik bintik perdarahan.
Selain perdarahan pada kulit, penderita demam berdarah dengue juga dapat
mengalami perdarahan dari gusi, hidung, ususdan lain lain. Derajat beratnya DBD
secara klinis dibagi sebagai berikut:
1. Derajat I (ringan), terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala
klinis lain yang tidak spesifik, dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu
uji turniket yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II (sedang), gejala yang ada pada tingkat I ditambah pula dengan
perdarahan kulitdan manifestasi perdarahan lain dengan ditandai oleh denyut
nadi yang cepat dan lemah,hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab
dan penderita gelisah.
3. Derajat III, ditemukan tanda-tanda renjatandan pendarahan spontan
Pendarahan bisa terjadi di kulit atau tempat lain.
4. Derajat IV, syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapatdiperiksa, hal ini biasaq disebut dengue shock syndrome atau biasa
disingkat DSS. Fasekritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam.
Setelah demam selama 2 - 7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan
tanda-tanda gangguan sirkulasi darah. Penderita berkeringat, gelisah, tangan
dan kakinya dingin, dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi.
Diagnosis klinis perlu disokong pemeriksaan serologi. Serologi dan reaksi
berantai polymerase tersedia untuk memastikan diagnose demam berdarah
jika terindikasi secara klinis.
2. Diagnosis Diferential (Differential diagnosis)
Demam Dengue
13
seseorang terinfeksi virus DBD. Demam dengue merupakan akibat paling
ringan yang ditimbulkan virus dengue. Orang yang tidak mengerti sering
menyebutnya sebagai gejala demam berdarah. Hal ini dikarenakan gejalanya
yang hampir serupa, seperti demam tinggi mendadak, sakit kepala berat,
nyeri persendian dan otot, mual, muntah dan dapat timbul ruam.
Biasanya,ruam timbul saat penderita mulai merasa sakit. Ruam pertama kali
muncul disekitar dada, tubuh dan perut. Selanjutnya, menyebar ke anggota
gerak (tangan dan kaki), lalu ke muka. Biasanya, ruam akan hilang tanpa
bekas. Demam Dengue
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan
gejalaserupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam,
nyeri kepala, pusing,nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epitaksis.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat.Sifat
demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga
malamhari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa
demam, bradikardiarelative, lidah yang berselaput, hepatomegali,
splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor,
koma, delirium, atau psikosis. Roseola jarang terjadi pada orang Indonesia.
Malari
14
Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesua
n, malaise, sakitkepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri
sendi dan tulang, demam ringan anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan
kadang-kadang dingin.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan: periode
dingin (15-60 menit): mulai menggigil, diikuti dengan periode panas:
penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam,
diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian periode berkeringat: penderita
berkeringat banyak dantemperature turun, dan penderita merasa sehat.Anemia
dan splenomegali juga merupakan gejala yang sering dijumpai pada malaria.
Chikungunya
Leptospirosis
15
merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai
demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain. Pada
pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau
sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang
meninggi. Pada urine dijumpai protein uria, lekosituria dan torak (cast). Bila
organ hati terlibat,bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan
transaminase.
Kesimpulan
Demam berdarah merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh vektor nyamuk
Aedes aegypti betina dan Aedes albopictus betina yang tersebar di banyak negara
tropis. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang infeksinya disebabkan oleh
virus DBD berjenis flavivirus (terdapat 4 gen). Infeksi pertama menimbulkan DD, dan
pada infeksi sekunder heterologous menyebabkan DBD yang apabila tidak tertangani
dengan baik akan mengarah ke DSS. Untuk mengetahui dengan pasti tentang
demam berdarah dengue perlu dilakukan diagnosa banding dan diagnosa
laboratorium dengan pemeriksaan hematokrit dan trombosit. Selain itu
masyarakat juga dianjurkan untuk mengenal gejala kliniks dari demam
berdarah. Belum ada obat dan vaksin yang langsung mematikan virus ini, namun
dengan diagnosa dan penanganan yang tepat, maka penyakit dapat ditangani dengan
baik sampai penyakit ini sembuh (self limiting disease).
Daftar Pustaka
1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta : InternaPublishing; 2009.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2006.
h. 1709-13.
3. Tendean M. Masalah dengue di Indonesia. J Kedokteran Medik 2009 Sep-
Des; 16(42): 23-37.
4. Widodo D. Demam tifoid. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta :
InternaPublishing; 2009. h. 2797-9.
16
5. Zein U. Leptospirosis. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta :
InternaPublishing; 2009. h.2807-10.
6. Hasan R, Husein A. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.607-21.
7. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan
pediatri tropis. Ed ke 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI;
2002.h.155-75.
8. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobilogi medis dan infeksi. Ed ke-
3. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2009;h.60-65.
9. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Morfologi, Daur Hidup dan
Perilaku Nyamuk. Dalam : Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.h.250.
17