Anda di halaman 1dari 45

MIKOLOGI (TEORI)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI

PENYEBAB MIKOSIS OPPORTUNISTIK

DISUSUN :
1. Dian anggraini (P27903218007)

2. Sekti novika sari (P27903218028)

3. Yuliana Homsah (P27903218037)

JURUSAN ANALIS KESEHATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jamur dianggap sebagai tanaman yang sangat bervariasi baik dalam bentuk, sifat dan siklus
hidupnya.Namun sekarang para ahli botani mencoba mendefinisikan jamur tersebut berdasarkan
ciri-ciri umum yang dimilikinya. Jamur adalah organisme eukariotik (mempunyai inti sejati)
tidak mempunyai klorofil, mempunyai spora, struktur somatik atau talus berupa sel tunggal
(uniseluler) dan umumnya berupa filamen atau benang-benang bercabang (multisesuler),
berkembang biak secara seksual dan aseksual, dinding sel umumnya terdiri dari kitin dan
selulosa atau keduanya. Selain itu jamur juga dapat diartikan organisme yang tidak mempunyai
klorofil sehingga ia tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi makan sendiri atau
dengan kata lain jamur tidak bisa memanfaatkan karbondioksida sebagai sumber karbonnya.
Oleh karena itu jamur memerlukan senyawa organik baik dari bahan organik mati maupun dari
organisme hidup sehingga jamur dikatakan heterotrof. Jamur ini ada yang hidup dan memperoleh
makanan dari bahan organik mati seperti sisa-sisa hewan atau tumbuhan, dan dapat pula yang
hidup dan memperoleh makanan dari organisme hidup. Jamur hidup dan memperoleh makanan
dari bahan organik mati dinamakan saprofit, sedangkan yang hidup dan memperoleh makanan
dari organisme hidup dinamakan parasit.

Tubuh jamur terdiri atas dua tipe utama: uniseluler dan multiseluler. Tubuh uniseluler terdiri atas
hanya satu sel, misalnya khamir (yeast). Tubuh multiseluler terdiri atas banyak sel-sel
memanjang yang disebut hifa (hyphae) yang terjalin satu sama lain membentuk talus vegetatif
yang disebut miselium (mycelium). Hifa dapat dibedakan menjadi bersekat (septate) dan tidak
bersekat (aseptate atau coenocytic). Dalam hal hifa membentuk sekat, bagian hifa yang dibatasi
oleh sekat merupakan sel. Beberapa kelompok jamur tertentu dapat mengalami dimorfisme, yaitu
pada kondisi tertentu berbentuk uniseluler dan pada kondisi lainnya berbentuk multiseluler
(membentuk hifa semu atau pseudohyphae). Hifa dapat bercabang dan hifa cabang dapat saling
bertemu dan kemudian menyatu melalui proses anastomosis. Meselium dapat tersusun longgar
maupun tersusun padat (disebut plektenkima, plectenchymma), tetapi bukan merupakan jaringan
sebagaimana pada tumbuhan dan binatang. Plektenkima dapat berupa prosenkima (tersusun agak
longgar), pseudoparenkima (tersusun rapat, dinding hifa tidak menebal), dan presudosclerenkima
(tersusun rapat dan dinding hifa menebal). Meskipun telah tersusun padat, plektenkima tidak
mengalami diferensiasi fungsi sebagaimana yang terjadi pada jaringan.

Plektenkima membentuk struktur khusus jamur berupa sklerotia (sclerotia), pseudoslerotia


(pseudosclerotia), jalinan miselial (myceliar strand) dan rizomorf (rhizomorph), serta stromata.
Sklerotia merupakan jalinan padat hifa untuk mempertahankan diri.Bila jalinan padat hifa
tersebut bercampur dengan jaringan tumbuhan mati tempat tumbuh jamur maka disebut
pseudoskleroria. Jalinan miselial terjadi bila jamur menghadapi kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan atau menghadapi persaingan dengan koloni sesama spesies maupun lain spesies.
Pada jamur spesies tertentu, jalinan miselial tersebut tumbuh lebih rapat dan lebih memanjang,
tampak seperti akar, disebut rizomorf. Stromata merupakan susunan hifa memadat sebagai dasar
untuk membentuk organ perkembangbiakan.

Sifat hidup jamur terbagi atas 3 bagian, yakni:


1.      Saprofit yakni sebagai organisme saprofit fungi hidup dari benda-benda atau bahan-bahan
organik mati. Saprofit menghancurkan sisa-sisa  bahan tumbuhan dan hewan yang kompleks
menjadi bahan yang lebih sederhana. Hasil penguraian ini kemudian dikembalikan ke tanah
sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah.
2.      Parasit yakni fungi parasit menyerap bahan organik dari organisme yang masih hidup yang
disebut inang. Fungi semacam itu dapat bersifat parasit obligat yaitu parasit sebenarnya dan
parasit fakultatif yaitu organisme yang mula-mula bersifat parasit , kemudian membunuh
inangnya, selanjutnya hidup pada inang yang mati tersebut sebagai saprofit.
3.      Simbion yakni jamur dapat bersimbiosis dengan organisme lain. Simbiosis dengan laga
menghasilkan liken atau lumut kerak, sedangkan simbiosis dengan akar tumbuhan konifer
menghasilkan mikoriza.
Penyakit yang disebabkan jamur pada manusia disebut mikosis. Mikosis dibagi menjadi empat,
yakni:
1. Mikosis superfisial merupakan mikosis yang menyerang kulit, kuku, dan rambut terutama
disebabkan oleh 3 genus jamur, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton.
2.Mikosis sistemik merupakan mikosis yang menyerang alat-alat dalam, seperti jaringan sub-
cutan, paru-paru, ginjal, jantung, mukosa mulut, usus, dan vagina.
3. Mikosis subkutan yakni infeksi terbatas pada dermis, jaringan bawah kulit atau struktur yang
berdekatan.
4. Mikosis  oportunistik  adalah infeksi jamur yang baik umum di semua lingkungan atau bagian
dari biota normal. Dimana daya tubuh inang mengalami penurunan sehingga jamur yang hanya
flora normal menjadi pathogen.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mikosis Oppurtunistik

Mikosis oportunistik
Mikosis oportunistik adalah infeksi yang disebabkan jamur pada individu dengan status imun
yang turun ( imuno compromise ). Misalnya pada penderita: Carcinoma, lymfoma, leukemia,
diabetes mellitus, AIDS. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme
yang biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
normal, tetapi dapat menyerang orang dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk. Mereka
membutuhkan "kesempatan" untuk menginfeksi seseorang. Infeksi Oportunis, ada beberapa
infeksi yang disebabkan oleh jamur yaitu Kandidiasis, Aspergilosis,Histoplasmosis,dan
Kriptokokosis. Mikosis oportunistik/Opportunistic mycoses (OM) yang mempengaruhi kulit dan
mukosa maupun organ internal yang disebabkan oleh ragi dan jamur. Sebuah prasyarat bahwa
infeksi tersebut dpat terjadi sebagai akibat lemahnya sistem kekebalan sel inang. Kandidiasis
adalah infeksi endogen. OM lainnya adalah infeksi eksogen disebabkan oleh jamur yang secara
alami menghuni tanah atau tanaman. Di lingkungan jamur biasanya menyerang melalui saluran
pernapasan. Yang paling penting adalah aspergillosis, kriptokokosis, dan mucormycoses. Selain
Candida dan ragi yang lain, phaeohyphomycetes dan hyalohyphomycetes, yang hanya sangat
sedikit patogen, juga dapat menyebabkan infeksi sistemik. Semua OM memiliki fokus infeksi
primer, biasanya pada saluran pernapasan atas atau bawah. Fokus patogen dapat menyebarkan
hematogen dan / atau lymphogenously menginfeksi organ tambahan. Fokus infeksi harus
hilangkan dengan pembedahan jika memungkinkan. Agen antimikotik yang digunakan adalah
kemoterapi. Pasien yang terinfeksi biasanya immunocompromised (imunitas lemah) (kondisi
abnormal di mana kemampuan seseorang untuk melawan infeksi menurun. Hal ini dapat
disebabkan oleh proses penyakit, obat-obatan tertentu, atau kondisi yang hadir saat lahir. Istilah
yang mungkin terkait: Bakteremia), prognosis biasanya kurang.
2.2 Jenis – Jenis Jamur Penyebab Mikosis Oppurtunistik

1) Candidiasis

Merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida , Setidaknya 70% dari semua infeksi
Candida pada manusia disebabkan oleh Candida albicans, sisanya oleh Candida parapsilosis,
Candida tropicalis, Candida guilliermondii, Candida krusei, dan beberapa spesies Candida
langka lainnya. Candida yang paling patogen adalah Candida albicans  dan paling sering
ditemukan . Genus ini  hidup sebagai saprofit dan merupakan flora normal kulit dan selaput
mukosa, saluran pencernaan, vagina dialam ditemukan pada air , tanah.Infeksi terjadi melalui
kontak, tertelan,dan lesi/ traumatic. Candidiasis dapat mengenai kulit, kuku atau organ tubuh,
seperti ginjal, jantung, dan paru- paru. Candidiasis dapat pula terjadi pada selaput lendir mulut
dan vagina. Candidiasis pada mukosa mulut dan vagina sering kali terjadi karena pengobatan
antibakteri yang lama, yang menyebabkan berkurangnya flora normal didaerah tersebut.(Iindah
entjang,2001:160)
Jamur ini berbentuk dimorfik yaitu berbentuk hifa / speudohifa ditemukan pada penyakit atau
bentuk patogen dan berbentuk ragi / yeast merupakan bentuk istirahat sebagai saprofit. Kandida
berada pada jaringan yang mati dan melakukan invasi kebawah permukaan kulit atau mukosa
yang luka, terjadinya invasi ke jaringan bawah kulit dipengaruhi oleh faktor virulensi, kolonisasi
pada kulit serta terjadinya penurunan daya tahan tubuh. Faktor virulensi berperan dalam
terjadinya adhesi candida pada endotel dan epitel, sekresi enzim memudahkan invasi jaringan
dan kemampuan mengatasi imunitas inang, candida mampu membentuk pseudohifa dan enzim
proteinase aspartat untuk menembus sel jaringan inang.
Terdapat beberapa bentuk gambaran klinik yaitu:
1. Kandidiasis kulit, terdiri dari : Kandidiasis intertriginosa, Paronikia, Diaper   diseases
(kanididiasis popok) dan Granuloma kandida
2. Kandidiasis mukokutan terdiri dari :
o Pada mulut : thrush, glosistis, stomatis, chelitis, perleche
o Vaginitis
o Bronkhus dan paru –paru
o Saluran pencernaan
o Kandidiasis mukokutan kronik

Infeksi Candida dapat terjadi,apabila ada faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen.
Faktor predisposisi utama seperti diabetes mellitus, imunodefisiensi, pemberian antimikroba
(yang mengubah flora bakteri normal), dan kortikosteroid. Candida dapat mengenai mulut,
vagina, kuku, bronki, dan paru-paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septikemia, meningitis.
Pada dasarnya, faktor predisposisi ini digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu:
1)     Faktor endogen meliputi:
Perubahan fisiologik ( kehamilan, kegemukan, pengaruh pemberian obat-obatan seperti
antibiotika, kortikosteroid atau sitostatika), umur (orangtua dan bayi lebih mudah terkena infeksi
karena status imunologiknya tidak sempurna), dan imunologik (imunodefisiensi).
2)     Faktor eksogen meliputi:
Iklim panas dan kelembaban (menyebabkan banyak keringat terutama pada lipatan-lipatan kulit),
kebersihan kulit, kebiasaan berendam kaki dalam air terlalu lama, kontak dengan penderita.
Kedua faktor eksogen dan endogen ini dapat berperan menyuburkan pertumbuhan Candida atau
dapat mempermudah terjadinya invasi candida ke dalam jaringan tubuh.
* Mulut
Infeksi mulut (sariawan), terutama pada bayi, terjadi pada selaput mukosa pipi dan tampak
sebagai bercak-bercak putih yang sebagian besar terdiri atas pseudomiselium dan epitel yang
terkelupas, dan hanya terdapat erosi yang minimal pada selaput. Pertumbuhan Candida lebih
subur bila disertai kortikosteroid, antibiotik, kadar glikosa tinggi, dan imunodefisiensi (Jawetz et
al,1996).
* Genetalia Wanita
Vulvovaginitis menimbulkan iritasi, gatal yang hebat, dan pengeluaran sekret. Pada kasus yang
berat terdapat pula rasa panas, nyeri sesudah miksi, dan dispaneuria. Fluor albus pada
Candidiasis vagina berwarna kekuningan. Tanda yang khas ialah disertai gumpalan-gumpalan
berwarna putih kekuningan, berasal dari massa yang terlepas dari dinding vulva atau vagina
terdiri atas bahan nekrotik, sel-sel epitel dan jamur (Djuanda,Adhi et al.,dalam Anne,2000).
Hilangnya pH asam merupakan predisposisi timbulnya vulvovaginitas Candida.
* Kulit
Infeksi kulit terutama terjadi pada bagian tubuh yang basah dan hangat. Infeksi paling sering
terdapat pada orang yang gemuk dan diabetes. Daerah-daerah yang terkena menjadi merah dan
mengeluarkan cairan dan dapat membentuk vesikel-vesikel (Siregar.,dalam Anne,2000).
* Kuku
Sedikit gatal dan nyeri bila ada infeksi sekunder, kuku akan berwarna hitam coklat, menebal,
tidak bercahaya, biasanya dari pangkal kuku hingga ke distal (Siregar.,dalam Anne,2000)
* Paru-paru dan organ lain
Infeksi Candida dapat menyebabkan invasi sekunder pada paru-paru, ginjal, dan organ lain yang
sebelumnya telah menderita penyakit lain (misalnya TBC dan kanker).

A.   Diagnosis
Bahan pemeriksaan berasal dari swab vagina, sputum, LCS, sekret mata dan mukosa mulut.
Pemeriksaan langsung dengan pulasan gram dan KOH 10% secara mikroskopik tampak spora
yang berbentuk oval, pada pulasan gram bersifat gram positif. Ditemukan Blastospora,
Klamidospora, Pseudohifa.
-       Infeksi fisual pada mukosa koral untuk identifikasi adanya lesi
-       Pemeriksaan hapusan pada lesi dengan mikroskop untuk mengidentifikasi adanya candida
albicans.
-       Pengkajian tentang riwayat penyakit dan kesehatan dapat sangat membantu
-      Jika di duga infeksi telah menyebar ke esophagus dan lambung dapat dilakukan pemeriksaan
endoskopi.
B.   Pengobatan dan pencegahan
Candidiasis di mulut dapat di obati dengan anti jamur berbentuk obat kumur atau gel. Lama
waktu pengobatan berkisaran 1-2 minggu.Candidiasis di sekitar kelamin dapat di obati dengan
anti jamur berbentuk cream, supositoria, serta tablet.
Tindakan pencegahan yang paling penting adalah menghindari gangguan keseimbangan pada
flora normal dan gangguan daya tahan inang. Infeksi kandidiasis tidak menular karena sebagian
besar individu dalam keadaan normal sudah mengandung organisme tersebut (Jawetz et al,
2009).
Usaha pencegahan terhadap timbulnya kandidiasis meliputi penanggulangan faktor predisposisi
dan penanggulangan sumber infeksi yang ada. Penanggulangan faktor predisposisi misalnya
tidak menggunakan antibiotika atau steroid yang berlebihan, tidak menggunakan pakaian ketat,
mengganti kontrasepsi pil atau AKDR dengan kontrasepsi lain yang sesuai, memperhatikan
higiene. Penanggulangan sumber infeksi yaitu dengan mencari atau mengatasi sumber infeksi
yang ada, baik dalam tubuhnya sendiri atau diluarnya (Darmani, 2001).

C.   Morfologi
Hasil pewarnaan Gram memperlihatkan bahwa C. albicans awalnya bentuk ragi oval Gram
positif dengan diameter sekitar 5 µm. Gram positif pseudohyphae sering diamati dan sesekali
bentuk miselia bersepta. Candida dikenal sebagai jamur dimorfik karena mampu membentuk sel
ragi dan hifa semu atau disebut jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua
bentuk yang berbeda. Sel ragi atau blastospora/baltokonidia merupakan sel bulat atau oval
dengan atau tanpa tunas. Hifa semu terbentuk dengan cara elongasi sel ragi yang membentuk
rantai yang rapuh. (Inge Sutanto,2009:327). Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor
eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong atau bulat
lonjong dengan ukuran 2-5 μ x 3-6 μ hingga 2-5,5 μ x 5-28 μ (Jawetz et al, 2009). Biasanya
dijumpai Clamidospora yang tidak ditemukan pada spesies Candida yang lain dan merupakan
pembeda pada spesies tersebut hanya Candida albicans yang mampu menghasilkan
Clamydospora yaitu spora yang dibentuk karena hifa, pada tempat-tempat tertentu
membesar,membulat, dan dinding menebal, letaknya di terminal lateral.(Jawetz, 2012).

D. Kultur
Jamur Candida albicans dapat dibiakkan pada berbagai media pertumbuhan antara lain pada
PDA (Potatto Dextrose Agar), agar tajin (Rice Cream Agar), agar dengan 0,1% glukosa, SDA
(Sabaroud Dextrose Agar) dan CMA (Corn Meal Agar).
Candida albicans dapat tumbuh pada media kultur padat agar Sabouraud Dekstrosa yang
dieramkan pada suhu kamar, terbentuk koloni-koloni lunak berwarna krim,agak mengkilat,
halus, berbentuk bulat atau oval yang biasa disebut dengan khamir dengan ukuran 3,5-6 x 6-
10µm, bau seperti ragi (Jawetz, 2012). Hanya sel-sel bertunas pada biakan 24 jam Candida
albicans akan membentuk germ tube dalam 2-3 jam bila diletakkan dalam serum pada 37 oC
(Jawetz et al, 1986). Candida albicans tumbuh pada pH 4,6 atau lebih dalam kaldu nutrisi yang
mengandung 5% glukosa (Collins and Hardt,1980).

Salah satu karakteristik yang paling penting diferensial Candida albicans adalah kemampuan
untuk membentuk chlamydospores pada media tertentu. Pada media CMA dapat membentuk
Clamydospora(Jawetz, 2012).  Corn meal Agar merangsang sporulasi Candida albicans, dan
berguna dalam menekan pertumbuhan jamur tertentu lainnya (Baron and Finegold, 1990).
Produksi Chlamydospora merupakan ciri diagnostik yang penting yang digunakan dalam
identifikasi Candida albicans (Duncan and Floeder, 1963).
Bisa juga tumbuh pada medium cair seperti glucose yeast, extract pepton, C. albicans tumbuh di
dasar tabung. Setelah 48 jam inkubasi pada media agar akan bentuk bulat, keputihan, koloni agak
kasar. Mereka dibedakan dari khamir lainnya berdasarkan morfologi dan karakteristik biokimia.
Sabouraud Chloramphenicol Agar direkomendasikan untuk isolasi yeast dan mold, khususnya
jika sampel terkontaminasi oleh bakteri. Fungsi bahan-bahan dalam agar ini yaitu pepton sebagai
sumber makanan untuk pertumbuhan, glukosa adalah sumber energi dan chloramphenicol
merupakan antibiotik spektrum luas untuk menghambat perkembangan mikroflora yang
mengkontaminasi (Biokar Diagnostik, 2000). Konsentrasi dekstrosa tinggi dan pH asam dalam
formulasinya mempengaruhi selektivitas jamur (Jarett and Sonnenwirth, 1980).
Membedakan Candida albicans yang paling patogen dari spesies Candida lainnya yaitu setelah
inkubasi dalam serum selama sekitar 90 menit pada suhu 37ºC, sel-sel ragi Candida albicans
akan mulai membentuk hifa sejati atau tabung benih dan pada media yang kekurangan nutrisi
Candida albicans menghasilkan chlamydospora bulat dan besar. Candida albicans meragikan
glukosa dan maltosa, menghasilkan asam dan gas, asam dari sukrosa, dan tidak bereaksi dengan
laktosa. Peragian karbohidrat ini, bersama dengan sifat-sifat koloni dan morfologi, membedakan
Candida albicans dari spesies Candida lainnya (Simatupang, 2009).

E. Isolasi dan identifikasi Candida albicans


Penanaman dilakukan dengan cara mengambil sedikit sampel dengan ose steril kemudian
dihapuskan atau disebarkan ke seluruh permukaan media agar Sabouraud Dekstrosa (SDA).
Biakan diinkubasi pada suhu kamar selama 7 hari. Hasil dianggap positif Candida bila pada
biakan tumbuh koloni jamur yang berwarna putih sampai krem dengan permukaan menimbul
dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan larutan LPCB tampak adanya sel ragi dengan
atau tanpa hifa semu. Hasil dinyatakan negatif bila pada biakan tidak tumbuh koloni jamur
sampai umur biakan 10 hari atau lebih. Setelah biakan dinyatakan positif Candida, pemeriksaan
dilanjutkan dengan melakukan serangkaian pemeriksaan untuk identifikasi spesiesnya (Mulyati
et al, 2002).
Isolat Candida albicans yang akan diidentifikasi dilakukan peremajaan dengan cara membiak
ulang ke dalam medium pembenihan agar Sabouraud Dekstrosa (SDA) dan diinkubasi pada suhu
kamar selama 48 – 72 jam. Isolat siap untuk diidentifikasi (Mulyati et al, 2002).
Biakan pada media chromagar dengan menghapuskan suspensi Candida dengan ose steril di atas
permukaan medium Chromagar. Biakan diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37ºC. Identifikasi
spesies ditentukan berdasarkan perbedaan warna koloni yang terjadi, seperti Candida albicans
berwarna hijau, Candida tropicalis berwarna ungu tua sampai biru ke abu-abuan dan Candida
krusei berwarna merah jambu sampai ungu kemerahan (Mulyati et al, 2002).

2) Aspergilosis

Aspergilosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur Aspergillus. Jamur ini terdapat
dialam bebas, sehingga sporanya sering diisolasi dari udara. Aspergilus termasuk jamur
kontaminan. Spesies yang sering dianggap penyebab penyakit adalah : A. Fumigatus, A. niger,
A. flavus. Cara infeksi tergantung lokasi yang diinfeksi ada beberapa bentuk yaitu : Aspergilosis
kulit,  Aspergilosis sinus, Aspergilosis paru, Aspergilosis sistemik. Aspergillus adalah suatu
jamur yang termasuk dalam kelas Ascomycetes yang dapat ditemukan dimana–mana khususnya
di alam. Aspergillus tumbuh sebagai saprofit pada tumbuh-tumbuhan yang membusuk dan
terdapat pula pada tanah, debu organik, makanan dan merupakan kontaminan yang lazim
ditemukan di rumah sakit dan laboratorium.
Aspergillus adalah jamur yang membentuk filamen-filamen panjang bercabang, dan dalam
media biakan membentuk miselia dan konidiospora. Aspergillus berkembang biak dengan
pembentukan hifa atau tunas dan menghasilkan konidiofora pembentuk spora. Sporanya tersebar
bebas di udara terbuka sehingga inhalasinya tidak dapat dihindarkan dan masuk melalui saluran
pernapasan ke dalam paru.
Aspergillus sp. dapat tumbuh dengan cepat, memproduksi hifa aerial yang membawa struktur
konidia yang khas yaitu konidiofora yang panjang dengan vesikel-vesikel terminal dimana
phialid menghasilkan rantai konidia basipetal. Spesies ini diidentifikasi menurut perbedaan
morfologis dalam struktur ini, yang meliputi ukuran, bentuk, tekstur dan warna konidia (Jawetz,
2012).

2.1 Infeksi
Bentuk paling parah aspergillosis disebut aspergillosis paru invasif. Kondisi ini terjadi ketika
infeksi menyebar dengan cepat dari paru-paru melalui aliran darah ke otak, jantung, ginjal, atau
kulit. Aspergillosis paru invasif umumnya terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh
melemah karena penyakit tertentu atau saat menjalani kemoterapi. Tanda dan gejala tergantung
pada organ yang terkena, tetapi secara umum meliputi:
a.    Demam dan menggigil
b.    Batuk berdarah
c.    Pendarahan parah dari paru-paru
d.    Sesak napas
e.    Nyeri dada dan nyeri sendi
f.    Mimisan
g.    Pembengkakan wajah pada satu sisi
h.    Lesi kulit
Hemoptisis adalah gejala yang paling umum dari aspergilloma. Gejala lain termasuk suhu tinggi
dan batuk. Gejala CNA mencakup batuk terus-menerus yang membawa lendir, hemoptisis, suhu
tinggi, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, keringat malam, dan badan terasa
tidak enak badan. Gejala IPA dapat bervariasi tergantung pada keberadaan dalam tubuh infeksi
menyebar. Mereka mungkin termasuk suhu tinggi, batuk yang membawa lendir, hemoptisis,
mengi, nyeri dada, dangkal, napas cepat, sakit kepala, dan kelelahan.
Buruk aspergillosis dikendalikan dapat menyebar melalui aliran darah untuk menyebabkan
kerusakan organ luas. Gejalanya meliputi demam, menggigil, shock, delirium, kejang, dan
pembekuan darah. Orang dapat mengembangkan gagal ginjal , gagal hati (menyebabkan
penyakit kuning), dan kesulitan bernapas. Kematian dapat terjadi dengan cepat.
Aspergillosis dari saluran telinga menyebabkan gatal dan kadang-kadang nyeri. Cairan menguras
semalam dari telinga dapat meninggalkan noda di atas bantal. Aspergillosis sinus menyebabkan
perasaan kemacetan dan kadang-kadang nyeri atau keluarnya. Hal ini dapat melampaui sinus.
Sebuah bola jamur di paru-paru dapat menyebabkan gejala dan dapat ditemukan hanya dengan
sinar-X dada, atau mungkin menyebabkan berulang batuk darah, nyeri dada, dan kadang-kadang
parah, bahkan fatal, pendarahan. Infeksi Aspergillus invasif cepat di paru-paru sering
menyebabkan batuk, demam, nyeri dada, dan kesulitan bernapas.
Selain gejala, sebuah X-ray atau computerized tomography (CT) scan daerah yang terinfeksi
memberikan petunjuk untuk membuat diagnosis. Bila mungkin, dokter mengirimkan sampel
material yang terinfeksi ke laboratorium untuk mengkonfirmasi identifikasi jamur.

2.2 Diagnosis
Bahan pemeriksaan berasal dari sputum, sekret hidung, nanah, kerokan kulit, kerokan kuku,
biopsi jaringan dll. Pemeriksaan langsung dari bahan pemeriksaan ditemukan hifa bersekat,
bercabang dengan atau tanpa spora, ditemukan bangunan aspergilus vesikel, sterigmata.

2.3 Morfologi
Aspergillus mempunyai hifa selebar 2,5-8 µm, bercabang seperti pohon atau kipas dan miselium
bercabang, sedangkan hifa yang muncul diatas permukaan merupakan hifa fertil, koloninya
berkelompok, konidiofora berseptat atau nonseptat yang muncul dari sel kaki, pada ujung hifa
muncul sebuah gelembung, keluar dari gelembung ini muncul sterigma, pada sterigma muncul
konidium–konidium yang tersusun berurutan mirip bentuk untaian mutiara, konidium–konidium
ini berwarna (hitam, coklat, kuning tua, hijau) yang memberi warna tertentu pada jamur.

2.4 Biakan dan Sifat Pertumbuhan


Fungi ini biasanya diisolasi dari tanah, sisa tumbuhan, dan udara di dalam ruangan maupun luar
ruangan. Koloninya berwarna putih pada Agar Dekstrosa Kentang (PDA) 25 °C dan berubah
menjadi hitam ketika konidia dibentuk. Aspergillus dapat tumbuh optimum pada suhu 35-37 °C,
dengan suhu minimum 6-8 °C, dan suhu maksimum 45-47 °C. Selain itu, dalam proses
pertumbuhannya fungi ini memerlukan oksigen yang cukup (aerobik). Pada media Sabaroud agar
dapat tumbuh  cepat pada suhu ruang membentuk koloni  mold yang granuler, berserabut dengan
beberapa warna sebagai salah satu ciri identifikasi.  Aspergilus fumigatus koloni berwarna hijau
atau abu-abu, Aspergilus niger koloni berwarna hitam dan Aspergilus flavus koloni berwarna
putih atau kuning.

2.4 Diagnosa Laboratorium


A.  Pemeriksaan dan Identifikasi laboratorium pada jamur Aspergillus sp
Tes molekuler dan imunologi menghasilkan diagnosis yang lebih baik dan lebih cepat untuk
aspergilosis, tetapi pemeriksaan mikroskopis dan kultur tetap menjadi pemeriksaan yang paling
umum dan sangat diperlukan. Identifikasi umum dari spesies aspergillus didasarkan pada
karakteristik morfologi dari koloni dan pemeriksaan.
Metode mikroskopis seperti pengecatan gram dan histopatologi konvensional memberikan bukti
keberadaan Aspergillus sp pada jaringan. Blankofor atau Calcofluor dicampurkan dengan 10%-
20% potassium hidroklorida (KOH), memberi warna dinding sel jamur dan meningkatkan
kemungkinan ditemukannya jamur.
Untuk melihat apakah ada infeksi jamur perlu dibuat preparat langsung dari kerokan kulit,
rambut, atau kuku. Sediaan dituangi larutan KOH 10-40% dengan maksud melarutkan keratin
kulit atau kuku sehingga akan tinggal kelompok hifa. Sesudah 15 menit atau sesudah dipanasi di
atas api kecil, jangan sampai menguap, dilihat di bawah mikroskop, dimulai dengan pembesaran
10 kali.
Adanya elemen jamur tampak berupa benang-benang bersifat kontur ganda. Selain itu, tampak
juga bintik spora berupa bola kecil sebesar 1-3µ.
a)   Kulit
Bahan diambil dan dipilih dari bagian lesi yang aktif, yaitu daerah pinggir. Terlebih dahulu
dibersihkan dengan alcohol 70%, lalu dikerok dengan scalpel sehingga memperoleh skuama
yang cukup. Letakkan di atas gelas obyek, lalu dituangi dengan KOH 10%.
b)   Rambut
Rambut yang dipilih adalah rambut yang terputus-putus atau rambut yang warnanya tak mengilat
lagi, tuangi KOH 20%, lihat adanya infeksi endo atau ektotrik.

c)    Kuku
Bahan yang diambil adalah masa detritus dari bagian bawah kuku yang  sudah rusak atau dari
bahan kukunya sendiri, selanjutnya dituangi dengan KOH 20-40% dan dilihat di bawah
mikroskop, dicari hifa atau spora.
Dengan preparat langsung ini, sebenarnya diagnosis suatu dermatomikosis sudah dapat
ditegakkan. Penentuan etiologi spesies diperlukan untuk keperluan penentuan prognosis,
kemajuan terapi dan epidemiologis.

B. Pemeriksaan Penunjang

a.  Pemeriksaan Mikroskopis Langsung


Bahan yang dapat digunakan adalah sputum, bronchial washing, aspirasi tracheal dari pasien
dengan penyakit paru dan biopi jaringan dari pasien disseminated. Sebelum pemeriksaan
dilakukan, spesimen diberi KOH 10% dan tinta Parker kemudian diberi pewarnaan gram, khusus
untuk biopsy jaringann diberi pewarnaan khusus untuk jamur yaitu Gomori methenamine silver
atau Periodic acid-Schiff. Dari hasil pemeriksan dijumpai adanya cabang dichotomus dan hypha
bersepta.
b.       Pemeriksaan Kultur
Spesimen berasal dari sputum, bronchial washing dan aspirasi tracheal, kemudian diinokulasi
pada agar Saboroud dextrose. Koloni tumbuh cepat, dapat berwarna putih, kuning, kuning
kecoklatam, coklat kehitaman atau hijau.
c.       Tes Kulit
Tes kulit menggunakan antigen aspergillus hanya berhasil untuk mendiagnosis alergen
aspergillosis.

d.       Pemeriksaan Serologis


Pemeriksaan berupa immunodiffusion (ID), indirect haemaglutination dan enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA). Pada pasien invasive aspergilosis, ditemukan titer yang tinggi
dari antigen galactomannan, yang merupakan komponen utama dari dinding sel aspergillus.
e.       Diagnostik Molekuler
Dengan PCR, mendeteksi DNA aspergillus dalam darah, serum dan cairan bronchoalveolar
lavage. Metode pemeriksaan Nucleic acid sequence-based amplificatiob (NASBA) assay juga
telah mengalam perkembangan, digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi genus
aspergillus dengan RNA sequences yang spesifik dari spesimen darah.
Pada foto toraks dan CT, paru aspergillosis bermanifestasi klasik sebagai tanda halo , dan,
kemudian, tanda bulan sabit udara . Pada pasien hematologi dengan aspergillosis invasif, yang
galactomannan uji dapat membuat diagnosis dengan cara non-invasif. Positif palsu tes
Aspergillus Galactomannan telah ditemukan pada pasien pengobatan intravena dengan beberapa
antibiotik atau cairan yang mengandung glukonat atau asam sitrat seperti beberapa platelet
transfusi, nutrisi parenteral atau PlasmaLyte .
Pada mikroskop , spesies Aspergillus yang andal ditunjukkan oleh noda perak , misalnya,
Gridley noda atau Gomori methenamine perak. ini memberikan dinding jamur warna abu-abu-
hitam. hifa spesies Aspergillus berkisar diameter 2,5-4,5 um. Mereka memiliki septate hifa ,
tetapi ini tidak selalu jelas. Aspergillus hifa cenderung memiliki dikotomis percabangan yang
progresif dan terutama pada sudut akut dari sekitar 45 °.

2.5 Pengobatan
Untuk mengobati aspergilloma, anak bisa diberikan suntikan obat anti-jamur yang disebut
amfoterisin B. Hal ini biasanya akan membunuh aspergillus tersebut. Kadang-kadang obat anti-
jamur tambahan, yang disebut vorikonazol, dapat digunakan dan ini biasanya diberikan dalam
bentuk tablet. Anak dapat dirawat di rumah sakit sehingga kesehatan mereka dapat dimonitor
dengan baik. Mereka juga akan menerima bantuan dengan napas mereka, jika diperlukan.
Kondisi ini diobati dengan suntikan obat anti-jamur amfoterisin disebut kuat atau vorikonazol.
Perawatan medis saat agresif invasif Aspergillosis termasuk vorikonazol dan liposomal
amfoterisin B dalam kombinasi dengan bedah debridement . Untuk kurang agresif alergi temuan
bronchopulmonary aspergillosis menyarankan penggunaan steroid oral untuk jangka waktu lama,
sebaiknya selama 6-9 bulan di aspergillosis alergi paru-paru. Itrakonazol diberikan dengan
steroid, karena dianggap memiliki "hemat steroid" efek, menyebabkan steroid untuk menjadi
lebih efektif, memungkinkan dosis yang lebih rendah.
Obat lainnya yang digunakan, seperti amfoterisin B , caspofungin (dalam terapi kombinasi saja),
flusitosin (dalam terapi kombinasi saja), atau itraconazole , digunakan untuk mengobati ini
infeksi jamur . Namun, sebagian tumbuh infeksi resisten terhadap triconazoles.
Jika mereka juga memiliki sistem kekebalan yang lemah, mereka dapat diberikan pengobatan
tambahan untuk membantu memperkuat itu. Pembedahan mungkin diperlukan untuk kasus-kasus
aspergilloma yang gagal untuk merespon pengobatan anti-jamur, atau jika gejala hemoptisis
dianggap mengancam nyawa. Salah satu pilihan pengobatan adalah reseksi bedah paru-paru,
untuk menghapus bagian yang terinfeksi dari jaringan paru-paru. Embolisasi arteri bronkial
(BAE) juga merupakan pengobatan bedah umum untuk hemoptisis yang mengancam jiwa.
Tujuan dari BAE adalah untuk memblokir aliran darah dari arteri. Sebuah kecil, tabung fleksibel
(kateter) dipandu ke paru-paru dan kemudian solusi seperti jelly diturunkan kateter untuk
memblokir situs pecah dan mencegah perdarahan lebih lanjut.

2.6 Pencegahan
Pencegahan Aspergillosis melibatkan pengurangan paparan melalui lingkungan pengendalian
infeksi. Profilaksis anti jamur dapat diberikan kepada pasien berisiko tinggi. Posaconazole sering
diberikan sebagai profilaksis pada pasien immunocompromised berat.
Sulit untuk menghindari jamur Aspergillus tersebar di lingkungan. Bagi orang yang sistem
kekebalannya melemah, mungkin ada beberapa cara untuk menurunkan kemungkinan terkena
infeksi Aspergillus parah.
a.Lindungi diri Anda dari lingkungan. Sangat penting untuk dicatat bahwa meskipun tindakan ini
dianjurkan, belum terbukti untuk mencegah aspergillosis.
b.Cobalah untuk menghindari daerah-daerah dengan banyak debu seperti lokasi konstruksi atau
penggalian. Jika tidak dapat menghindari daerah-daerah tersebut, gunakanlah masker.
c.Hindari kegiatan yang melibatkan kontak dekat dengan tanah atau debu, seperti pekerjaan
halaman atau berkebun. Jika hal ini tidak mungkin,
- Memakai sepatu, celana panjang, dan kemeja lengan panjang ketika melakukan kegiatan di luar
ruangan seperti berkebun, pekerjaan halaman, atau mengunjungi daerah berhutan.
- Pakailah sarung tangan jika menangani bahan-bahan seperti tanah, lumut, atau pupuk.
d.Untuk mengurangi kemungkinan terkena infeksi kulit, luka kulit dibersihkan dengan sabun dan
air, terutama jika telah terkena tanah atau debu.
e.Obat anti jamur. Jika Anda berada pada risiko tinggi untuk mengembangkan aspergillosis
invasif (misalnya, jika Anda telah memiliki transplantasi organ atau transplantasi sel induk ),
penyedia layanan kesehatan segera meminta obat untuk mencegah aspergillosis.
3) Histoplasmosis

Histoplasmosis adalah mikosis oportunistik (MO) yang umum pada orang HIV-positif. Infeksi
ini disebabkan oleh jamur Histoplasma capsulatum. Jamur ini berkembang dalam tanah yang
tercemar dengan kotoran burung, kelelawar dan unggas, sehingga ditemukan dalam di kandang
burung/unggas dan gua. Histoplasma capsulatum adalah saprofit tanah dimorfik yang
menyebabkan histoplasmosis, infeksi mikotik di paru yang sering terjadi pada manusia dan
hewan. Di alam, H. capsulatum tumbuh sebagai kapang berhubungan dengan tanah dan habitat
burung, diperkaya oleh substrat alkali nitrogen pada kotoran hewan. H. capsulatum dan
histoplasma dan histoplasmosis, yang dimulai dengan inhalasi konidia, terjadi di seluruh dunia.
Namun insidennya sangat bervariasi dan kebanyakan kasus terjadi di Amerika Serikat. H.
capsulatum mendapatkan nama tersebut dari gambaran sel ragi pada potongan histopatologik;
namun, baik protozoa maupun saprofit tersebut tidak mempunyai kapsul. Infeksi menyebar
melalui spora (debu kering) jamur yang dihirup saat napas, dan tidak dapat menular dari orang
yang terinfeksi. Jamur ini dapat tumbuh dalam aliran darah orang dengan sistem kekebalan tubuh
yang rusak, biasanya dengan jumlah CD4 di bawah 150. Setelah berkembang, infeksi dapat
menyebar pada paru, kulit, dan kadang kala pada bagian tubuh yang lain. Histoplasmosis adalah
penyakit yang didefinisi AIDS.

3.1  Siklus Hidup
Fungi ini termasuk fungi dimorfik. Fungi dimorfik adalah fungi yang dapat memiliki dua bentuk,
yaitu kapang dan yeast. Fungi ini termasuk kedalam Ascomycota parasit yang dapat
menghasilkan spora askus (spora hasil reproduksi seksual). Jamur ini berkembang biak secara
seksual dengan hifa yang bercabang-cabang ada yang berkembang menjadi askogonium (alat
reproduksi betina) dan anteridium (alat reproduksi jantan), dari askegonium akan tumbuh saluran
untuk menghubungkan keduanya yang disebut saluran trikogin. Dari saluran inilah inti sel dari
anteridium berpindah ke askogonium dan berpasangan. Kemudian masuk ke askogonium dan
membelah secara mitosis sambil terus tumbuh cabang yang dibungkus oleh miselium dimana
terdapat 2 inti pada ujung-ujung hifa. Dua inti itu akan membelah secara meiosis membentuk 8
spora dan disebut spora askus yang akan menyebar, jika jatuh di tempat yang sesuai maka akan
tumbuh menjadi benang hifa yang baru.
Gambar siklus masuknya H.capsulatum pada tubuh manusia

Gambar dimorfik H.capsulatum

3.2   Morfologi dan identifikasi


Ciri dan Morfologi Jamur Histoplasma capsulatum
Jamur Histoplasma capsulatum merupakan jamur yang bersifat dimorfik bergantung suhu. Pada
suhu 35 – 37oC jamur ini membentuk koloni ragi sedangkan pada suhu lebih rendah/suhu kamar
(25 – 30 oC) membentuk koloni filamen (kapang) berwarna coklat tetapi gambarannya
bervariasi. Banyak isolat tumbuh lambat dan spesimen memerlukan inkubasi selama 4 - 12
minggu sebelum terbentuk koloni. Hialin hifa bersepta menghasilkan mikrokonidia (2 – 5 µm)
dan makrokonidia berdinding tebal berbentuk sferis yang besar dengan penonjolan materi
dinding sel pada daerah perifer (8 – 16 µm)
Dalam jaringan atau in vitro pada medium kaya pada suhu 37 oC, hifa dan konidia berubah
menjadi sel ragi kecil, oval (2 x 4 µm). Dalam jaringan, merupakan parasit intraseluler fakultatif
(Gambar 2). Di laboratorium, dengan strain perkawinan yang tepat, siklus seksual dapat
diperlihatkan, menghasilkan Ajellomyces capsulatus, suatu telomorf yang menghasilkan
askospora.

Gambar morfologi H.capsulatum

3.3 Identifikasi Jamur Histoplasma capsulatum


a.    Spesimen
Spesimen biakan termasuk sputum, urine, kerokan dari lesi superficial, aspirat sumsum tulang
dan sel darah buffy coat. Preparat darah, preparat sumsum tulang, dan specimen biopsy dapat
diperiksa secara mikroskopik. Pada histoplasmosis diseminata, biakan sumsum tulang sering
positif.
b.    Pemeriksaan Mikroskopik
Sel ovoid kecil dapat diamati dalam makrofag pada potongan histology yang diwarnai dengan
pewarnaan fungi (missal, perak metenamin Gomori, Schiff-asam periodic atau calcofluor white)
atau pada apusan sumsum tulang atau darah yang diwarnai Giemsa.
c.    Biakan
Spesimen biakan dalam medium yang kaya, seperti agar darah glukosa sistein pada suhu 37 oC
dan agar Sabouraud atau agar kapang inhibitorik pada suhu 25 – 30 oC (Gambar 6). Pada plat
agar darah (37oC), tumbuh sebagai fase budding yeast (bentuk yeast like),berupa koloni
berkeriput (wrinkled), seperti adonan (pasty). Pada saboroud dextrose agar (25 oC), tumbuh
dengan koloni putih,seperti kapas (cottony) yang dapat berubah kuning atau coklat sesuai
penuaan. Miselium di hasilkan dengan 2 macam spora :
1)    macroconidia bulat,kecil,halus,muncul pada cabang lateral pendek, atau melekat langsung
pada dasar.
2)    microconidia atau clamydosphore bulat, berdinding tebal dan tertutup oleh projeksi
(tuberculate) menyerupai knop (knop like projection)
Biakan harus diinkubasi minimal selama 4 minggu. Harus hati-hati terhadap hasil laboratorium
jika mencurigai histoplasmosis karena metode biakan darah khusus, seperti medium kaldu fungi
atau sentrifugasi lisis, dapat digunakan untuk meningkatkan penemuan H. capsulatum.

Gambar makrokonidia dan mikrokonidia H.capsulatum


Gambar koloni H.capsulatum pada media SDA

d.    Serologi
Uji Compelment Fixation (CF) untuk antibody terhadap histoplasmin atau sel ragi menjadi
positif dalam 2 – 5 minggu setelah infeksi. Titer CF meningkat selama penyakit progresif
kemudian turun sampai kadar sangat rendah ketika penyakit tidak aktif. Titer yang lebih besar
atau sama dengan 1 ; 32 merupakan petunjuk kuat adanya infeksi; titer 1 ; 8 atau 1 ; 16
merupakan isyarat adanya infeksi. Peningkatan titer empat kali lipat atau lebih antara serum akut
dan konvalesen merupakan bukti infeksi yang meyakinkan
Pada uji imunodifusi (ID), prespitin terhadap dua antigen spesifik H. capsulatum terdeteksi;
Adanya antibody terhadap antigen H sering menandakan histoplasmosis aktif, sementra antibody
terhadap antigen M dapat timbul dari uji kulit berulang atau pajanan di masa lalu. Salah satu uji
paling sensitive adalah radioassay atau immunoassay enzim untuk antigen H. capsulatum dalam
sirkulasi. Hampir semua pasien dengan histoplasmosis diseminata menunjukkan uji positif untuk
antigen dalam serum atau urine; kadar antigen turun setelah pengobatan yang sukses dan timbul
kembali saat relaps. Walaupun terjadi reaksi silang dengan mikosis lain. Uji untuk antigen ini
lebih sensitive daripada uji antibody konvensional pada penderita AIDS dengan histoplasmosis.
e.    Uji Kulit
Uji kulit histoplasmin menjadi positif segera setelah infkesi tetap positif selama bertahun-tahun.
Uji tersebut dapat menjadi negative pada histoplasmosis diseminata progresif. Uji kulit berulang
merangsang antibody serum pada individu yang sensitive, yang menganggu interpretasi
diagnostik uji serologi.
3.4 Patogenitas dan patologi
Inhalasi mikrokonidia merupakan stadium awal infeksi manusia. Konidia mencapai alveoli,
bertunas, dan berproliferasi sebagai ragi. Infeksi awal adalah bronkopneumonia. Ketika lesi paru
awal bertambah usianya. terbentuk sel raksasa disertai dengan pembentukan granuloma dan
nekrosis sentral. Pada saat pertumbuhan spora, sel ragi masuk ke dalam sistem retikuloendotelial
melalui sistem limfatik paru dan limfonodi hilus. Penyebaran dengan keterlibatan limpa khas
menyertai infeksi paru primer. Pada hospes normal, respons imun timbul pada sekitar 2 minggu.
Lesi paru awal sembuh dalam 2 sampai 4 bulan tetapi dapat mengalami kalsifikasi menyerupai
kompleks Ghon tuberkulosis, atau mungkin ditemukan kalsifikasi buckshot yang melibatkan
paru dan limpa. Tidak seperti tuberkulosis, reinfeksi dengan H. capsulatum terjadi dan dapat
menimbulkan respons hospes yang berlebihan pada beberapa kasus

Gambar patogenitas H.capsulatum

3.5   Gejala klinik


Jamur ini dapat tumbuh dalam aliran darah orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rusak,
biasanya dengan jumlah CD4 di bawah 150. Setelah berkembang, infeksi dapat menyebar pada
paru, kulit, dan kadang kala pada bagian tubuh yang lain. Histoplasmosis adalah penyakit yang
didefinisi AIDS.
Secara umum histoplasmosis tanpa gejala dan hanya ditandai dengan gejala hypersensitive
terhadap histoplasmin. Berupa tumor pernafasan akut yang jinak, dengan variasi mulai dari
penyakit yang ringan pada saluran pernafasan sampai dengan tidak dapat melakukan aktivitas
karena tidak enak badan, demam, kedinginan, sakit kepala, myalgia, nyeri dada dan batuk
nonproduktif, kadang-kadang timbul erythema multiforme dan erythema nodosum. Ditemukan
adanya pengapuran kecil-kecil tersebar pada paru-paru, pengapuran pada kelenjar limfe, hiler
dan limpa merupakan gejala lanjut dari penyakit ini.
Infeksi terjadi dengan inhalasi spora, terutama mikrokonidia, spora yang cukup kecil untuk
mencapai alveoli pada inhalasi, yang kemudian berlanjut dengan bentuk budding. Dengan
berlanjutnya waktu, reaksi granuloma terjadi. Nekrosis perkijuan atau kalsifikasi dapat
menyerupai tuberkulosis. Diseminasi transien dapat meninggalkan granuloma kalsifikasi pada
limpa. Pada orang dewasa, massa bulat atau jaringan parut dengan atau tanpa kalsifikasi sentral
dapat menetap pada paru, yang disebut histoplasmoma. Dapat pula terbentuk infiltrat paru dan
pembesaran kelenjar hilus. Bila infeksi terjadi dengan jumlah spora yang besar maka terdapat
gambaran yang mirip dengan tuberkulosis miliaris. Infeksi ini biasanya sembuh dengan atau
tanpa meninggalkan perkapuran dalam paru. Pada beberapa keadaan, dapat berlangsung
progresif hingga mengenai sebagian atau seluruh paru, deseminata, dengan atau tanpa riwayat
histoplasmosis primer akut paru, potensial fatal hingga dapat menyebabkan kematian. Infeksi
kedua kali dapat menimbulkan reaksi jaringan yang lebih kuat sehingga menimbulkan rongga
atau kaverna dengan gejala batuk darah.
Kebanyakan orang yang terinfeksi tidak memiliki gejala-gejala. Saat gejalannya datang, sangat
bermacam-macam gejalanya, tergantung kepada bentuk dari penyakitnya. Infeksi paru-paru
dapat menjadi short-term (acute) dan relatif ringan, atau dapat juga menjadi long-term (kronis)
dan serius. Gejala-gejala infeksi paru-paru akut adalah kelelahan, demam, dingin, sakit di dada,
dan batuk kering. Infeksi paru-paru kronis dapat seperti tuberculosis dan terjadi di sebagian besar
orang yang telah sakit paru-paru. Hal ini dapat berkembang berbulan-bulan atau bertahun-tahun
dan melukai paru-paru. Gejala yang ditimbulkan tidak khas dan menyerupai gejala penyakit paru
lain seperti demam, batuk, sesak napas, dan lain-lain. Penyakit yang menahun mirip dengan
gejala tuberkulosis shingga sulit dibedakan dari penyakit tersebut. Di alat dalam lain, gejala yang
ditimbulkan juga tidak khas dan menyerupai penyakit pada alat tersebut sehingga seringkali
penyakit ini tidak dapat dikenal secara dini.
Dari paru, jamur dapat menyebar secara hematogen ke alat lain, terutama sistem retikulo-endotel,
sehingga menimbulkan pembengkakan hati, limpa, dan kelenjar getah bening. Walaupun
demikian, pada Histoplasmosis diseminata, penderita tidak selalu menunjukkan gejala paru
ataupun sangat minimal, seperti juga yang terjadi pada pasien ini. Suatu bentuk infeksi yang akut
dan fatal serta cepat dijumpai pada anak-anak dan penderita imunosupresi, termasuk penderita
AIDS. Demam, anemia, leukopesia, berat badan menurun, sering dijumpai pada penyebaran H.
capsulatum diseminata. Jika tidak terdiagnosa, dapat menimbulkan kematian. Penyakit paru
fulminan dapat menyerupai infeksi pneumonia oleh Pneumocystis carinii. Fungemia sering
dijumpai dan kadang organisme intraselular ini dapat terlihat bersirkulasi pada pemeriksaan
sediaan apus darah tepi biasa di dalam monosit1,2,3.
Secara klinis histoplasmosis terbagi menjadi histoplasmosis asimptomatik, histoplasmosis
pulmoner akut, histoplasmosis pulmoner kronik dan histoplasmosis diseminata.
1.    Histoplasmosis Asimptomatik
Histoplasmosis asimptomatik biasanya terjadi di daerah endemis. Sebanyak 50 – 85% orang
yang tinggal di daerah endemis pernah terinfeksi jamur tersebut.
2.    Histoplasmosis Pulmoner Akut
Bentuk yang paling sering ditemukan, dapat primer (infeksi awal atau sekunder (infeksi Wang).
Bentuk primer seringkali asimptomatik, masa tunasnya pada bayi dan anak kecil ialah 10 - 23
hari, banyak dijumpai di daerah endemis. Satu-satunya tanda infeksi adalah uji kulit histoplasmin
positif. Bila timbul gejala akan menyerupai influenza yaitu panas mendadak, malaise, nyeri otot
sakit kepala, batuk nonproduktif, dapat disemi rhonkhi yang difus dan hepatosplenomegali
ringan. Pemeriksaan radiologis menunjukkan infiltrat kecil-kecil tersebar di paru dan
pembesaran kelenjar pada hilus. Kelainan ini bersifat ringan dan sembuh sendiri
Pada anak-anak berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Bentuk sekunder, gejalanya serupa
dengan yang primer, pada pemeriksaan radiologis tampak nodul-nodul milier tersebar di paru
menyerupai tuberkulosis miliaris. Dalam beberapa bulan kelainan ini dapat menghilang sendiri
dengan atau tanpa perkapuran. Uji tuberkulin negatif sedangkan uji kulit histoplasmin positif
3.    Histoplasmosis Pulmoner Kronik
Dijumpai pada orang dewasa setengah umur, perokok dan mempunyai riwayat penyakit
obstruksi paru kronis, belum pernah ditemukan pada anak-anak. . Gejalanya demam, batuk
kronik dengan produksi sputum, malaise, lelah, berat badan turun, nyeri dada dan hemoptisis.
Pada pemeriksaan radiologis paru terlihat kavitasi pada lobus atas dan fibrosis yang progresif
pada bagian bawah paru.
4.    Histoplasmosis Diseminata
Suatu penyakit yang akut pada bayi, anak kecil dan penderita dengan imunospresi. Morbiditas
dan mortalitas tinggi. Bentuk yang fatal ini jarang terjadi. Kelainan dimulai dengan infeksi paru
akut, demam, batuk, sesak napas dan cepat menjadi progesif serta menyerang banyak organ.
Penderita tampak sakit berat, mual, muntah, sakit perut dan diare. Ditemukan rhonkhi, limfa-
denopati, hepatosplenomegali, anemia, leukopenia dan trombositopenia. Bila tidak diobati,
kelainan akan memburuk dan dapat terjadi kegagalan pernapasan, perdarahan gastro-intestinal
yang tidak dapat dikontrol, koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) dan/atau sepsis, akhimya
dapat menimbulkan kematian. Gambaran radiologis paru terlihat infiltrate interstitial difus atau
bentuk retikulonodular yang dengan cepat menjadi acute respiratory distress syndrome.
Kelainan ini dapat dijumpai pula pada penderita leukemia atau keganasan sistem limfatik dan
hemopoetik lainnya, path pemberian kemoterapi, obat imunosupresif atau steroid, serta pada
penderita AIDS yang menunjukkan gejala demam yang tidak dapat diterangkan sebabnya
disertai hepatosplenomegali dan pansitopeniat. Kelainan yang bersifat subakut atau kronis dapat
di tern ukan pada penderita dewasa, biasanya dengan gejala ulserasi pada mulut, faring, laring
dan saluran pencernaan, insufisiensiadrenal, endokarditis, osteomielitis, arthritis dan meningitis (

3.6      Diagnosis
Diagnosis histoplasmosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan laboratorium
mikologi. Pemeriksaan laboratorium mikologi dilakukan dengan pemeriksaan secara langsung
dan membiakkan specimen klinik yang berasal dari pasien yang diduga terinfeksi. Selain itu
dapat pula dilakukan dengan pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antigen dan antibody yang
sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Bahan klinik yang dibutuhkan unutk pemeriksaan laboratorium mikologi tergantung pada organ
yang terkena. Pada histoplasmosis patu dapat dilakukan pemeriksaan sputum baik secara
langsung dengan pulasan Giemsa dan menanam sputum pada agar Sabouraud dekstrosa (ASD).
Bahan klinik lain yang dapat digunakan pada histoplasmosis paru adalah bilasan bronkus, yang
cara pemeriksaannya sama dengan pemeriksaan sputum. Pada histoplasma diseminata bahan
klinik yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium dalah darah, cairan otak, usap ulkus,
kerokan kulit dan bahan biopsi jaringan. Perlakuan terhadap bahan klinik di atas sama dengan
pemeriksaan sputum yaitu diwarnai dengan pulasan Giemsa dan dibiakkan pada media ASD.
Pemeriksaan bahan biopsi juga dapat dilakukan dengan membuat sediaan tekan jaringan dan
memulasnya dengan Giemsa dan HE.
Bahan klinik yang paling sering memberikan hasil positif baik pada pemeriksaan langsung
maupun biakan adalah biopsy jaringan sumsum tulang. Biakan darah juga memberikan hasil
positif yang tinggi. Pemeriksaan langsung dapat dilakukan dengan mewarnai bahan klinik
dengan pulasan Giemsa atau dengan memeriksa sediaan histopatologi yang diwarnai HE, atu
GMS. Pada pemeriksaan langsung dengan pulasan Giemsa dan pulasan HE, H. capsulatum
tampak sebagai sel ragi intraseluler yang dikelilingi oleh halo hialin yang tidak terwarnai dan
sitoplsma yang terpulas di dalams el makrofag/monosit. Pada biakan specimen klinik pada ASD
yang diinkubasi pada suhu kamar jamur tumbuh sebagai koloni filament/kapang dan membentuk
mikrokonida dan makrokonidia yang penting sebagai petanda identifikasi. Untuk menumbuhkan
jamur dalam bentuk ragi, inkubasi biakan dilakukan pda suhu 37 oC. Pertumbuhan jamur H.
capsulatum pada biakan memerlukan waktu yang lama karena pertumbuhannya lambat. Biakan
dinyatakan negative setelah ditemukan pertumbuhan dalam waktu enam minggu. Karena itu
hasil pemeriksaan langsung menjadi sangat penting. Bila pemeriksaan langsung memberikan
hasil positif maka pengobatan dapat segera dimulai.
Deteksi antigen penting untuk membantu menegakkan diagnosis pada histoplasma akut, terutama
pada penderita AIDS. Bahan klinik yang dapat digunakan adal serum, cairan otak, urin dan
bilasan bronkus. Urin merupakan bahan klinik yang paling sering memberikan hasil positif,
sedangkan BAL positif sering ditemukan pada penderita AIDS.
Deteksi antibodi berperan penting dalam menegakkan diagnosis histoplasmosis. Dengan
menggunakan teknik imuno difusi, dapat dideteksi antigen M dan H. Antigen M dibentuk pada
infeksi akut namun juga sering ditemukan pada infeksi kronik. Antigen dapat bertahan selama
bertahun-tahun. Antigen H jarang ditemukan, biasanya ditemukan bersama antigen M.
3.7   Pengobatan
1.   Pada Manusia
Pengobatan histoplasmosis dibedakan antara pengobatan pada penderita imunokompeten non
AIDS dan pengobatan pada penderita AIDS. Pada kelompok non AIDS pengobatan juga
dibedakan antara histoplasmosis diseminata yang mengancam nyawa dan bentuk yang lebih
ringan. Pada bentuk diseminata yang mengancam nyawa pengobatan dimulai dengan pemberian
amfotersin B secara intravena dengan dosis 0,7 – 1 mg/hari tiap hari selama 1 – 2 minggu. Dosis
total diberikan sebanyak 2500 mg untuk orang dewasa. Untuk anak-anak disesuaikan dengan
umur dan berat badan. Kemudian diteruskan dengan itrakonazol 200 – 400 mg/hari sampai
paling sedikit 6 bulan. Pada bentuk yang lebih ringan dapat diberikan itrakonazol 200 – 400 mg
selama paling sedikit 6 bulan. Pada histoplasmosis paru kronik dengan kavitas diperlukan
pengobatan selama lebih dari satu tahun untuk mencegah relaps.
Pada penderita AIDS dengan histoplasmosis ringan sampai sedang dapat diberikan itrakonazol
200 mg tiga kali/hari untuk tiga hari pertama dilanjutkan denga 2 x 200 mg selama 12 minggu.
Prinsip pengobatan histoplasmosis diseminata adalah pemberian terapi induksi untuk
mendapatkan perbaikan klinis diikuti terapi supresif untuk mencegah relaps. Terapi induksi
menggunakan amfoterisin B 0,5 – 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari – 2 minggu tergantung respons
penderita. Kemudian diikuti terapi supresif dengan itrakonazol 400 mg/hari selama kurang lebih
3 bulan.
2.     Pada Hewan
Pada kasus terjadinya Epizootic Lymphangitis pada kuda, pengobatn yang dapat dilakuakan
yaitu dengan pemberian Iodide Sodium secara intravena, atau dengan pemberian Potassium
Iodide secara peoral, namun terjadinya penyakit terulang kembali atau kambuh pada beberapa
bulan kemudian dapat terjadi. Secara invitro sensitifitas organisme terhadap Amphotericin B,
Nystatin, dan Clotrimazole telah dilaporkan. Pada kebanyakan kasusu hewan yang terinfeksi
oleh penyakit ini tidak diijinkan untuk dilakukan pengobatan, dan hewan yang terinfeksi segera
dimusnahkan dengan eutanasia.
3.     Obat Anti Jamur Untuk Penderita Histoplasmosis
a.    Amfoterisin B
Amfoterisin B yang ditemukan dan diisolasi dan strain Str.nodosus pada tahun 1956 merupakan
antibiotika kelompok makrolida poliena yang memiliki 7 ikatan rangkap konyugasi pada posisi
trans dan 3-amino-3,6-dideoksimanosa yang berhubungan melalui ikatan glikosida. Sesuai
dengan namanya sifat amfoter diberikan oleh gugus karboksil pada cincin utama dan gugus
amino pada mikosamin.Kelarutannya dalam air yang kecil pada pH netral menyulitkan
pemberian per iv hingga perlu solubilisasi melalui dispersi koloid dalam deoksikolat atau
pembentukan derivat N-asil maupun ester dan gugus karboksi.
b.    Imidazol dan Triazol
Berbeda dengan amfoterisin B yang diproduksi secara alamiah, kelompok anti jamur azol
merupakan senyawa sintetik yang diklasifikasi sebagai imidazol (mikonazol dan ketokonazol)
atau triazol (itrakonazol dan flukonazol) bergantung kepada jumlah kandungan atom nitrogennya
ada 2 atau 3. Struktur kimia dan profil farmakologis ketokonazol dan itrakonazol sama,
flukonazol unik karena ukuran molekulnya yang kecil dan lipofilisitasnya yang lebih kecil.
Efek antijamur azol terutama ditujukan pada ergosterol yang merupakan sterol utama dalam
membran sel jamur. Inhibisi sin- tesis sterol melalui interaksi dengan demetilase C14A suatu
enzim yang bergantung pada sitokrom P-450 yang dibutuhkan untuk pengubahan lanosterol
menjadi ergosterol. Kekurangan ergosterol menyebabkan fluiditas membran sehingga
menurunkan aktivitas enzim yang berkaitan dengan membrane dan mengakibatkan peningkatan
permeabilitas serta hambatan pertumbuhan dan perbanyakan sel. Efek antijamur lain dan azol
mencakup inhibisi respirasi endogen, interaksi toksin dengan fosfolipia membran dan transfer
morfigenetik ragi menjadi bentuk misel. Sebagai perbandingan amfoterisin B terikat irreversibel
pada ergosterol dan flusitosin menghambat sintesis protein.
Interaksi azol dengan demetilase C14A dalam sel jamur juga menyokong efek toksis utama azol
pada sel mammalia, misalnya secara klinis ketokonazol menyebabkan kelainan endokrin pada
manusia karena inhibisi enzim sitokrom P-450 yang dibutuhan untuk sintesis hormon steroid
adrenal dan gonad. Akan tetapi efek tidak diharapkan ini malah dimanfaatkan untuk mengurangi
produksi hormon steroid pada sindroma Cushing atau kanker prostat. Suatu perbedaan penting
antara imidazol dan triazol adalah affinitas triazol yang lebih besar terhadap enzim sitokrom P-
450 dan jamur dibandingkan dengan dan manusia.
3.8    Pencegahan
Sulit untuk mencegah pajanan terhadap jamur yang menyebabkan histoplasmosis, terutama di
daerah di mana penyakit tersebar luas. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk
menghindari terjadinya Histoplasmosis antara lain :
1.    Hindari tempat yang berkembangnya jamur, terutama daerah yang dipenuhi dari ekskresi
burung dan kelelawar.
2.    Mengeluarkan atau membersihkan koloni kelelawar atau kandang burung dari gedung
ataupun perumahan.
3.    Melakukan desinfeksi pada daerah yang mengalami kontaminasi.
4.    Meminimalisir terbangnya debu yang kemungkinan terkontaminasi dengan spora jamur
dengan cara menyemprotkan dengan air daerah yang berpotensi sebagai sumber penularan
penyakit, seperti kandang ayam sebelum dibersihkan dilakukan penyemprotan dengan air untuk
menghindari terbangnya debu yang mengandung spora jamur.
5.    Saat bekerja di tempat yang beresiko sebagai tempat penyebaran penyakit, pekrja hendaknya
menggunakan pakaian khusus dan menggunakan masker wajah yang berfungsi untuk menyaring
debu yang masuk saat bernafas, sebaiknya gunakan masker dengan diameter kurang lebih 1
milimicron.

4) Kriptokokosis

Kriptokokosis alias cryptococcosis atau infeksi kriptokokus adalah penyakit yang disebabkan


oleh menghirup jamur bernama Cryptococcus neoformans. Orang yang sehat jarang memiliki
penyakit ini tapi beberapa orang lain dapat terkena dampak yang lebih serius, terutama orang
dengan gangguan sistem kekebalan tubuh dan tidak memiliki kemampuan melawan infeksi
jamur ini. Jamur ini biasanya ditemukan di dalam tanah. Jika Anda secara tidak sengaja
menghirup jamur tersebut maka paru-paru Anda akan terinfeksi. Infeksi dapat hilang dengan
sendirinya, berdiam pada paru-paru, atau menyebar ke seluruh tubuh (disseminasi).Infeksi ini
paling sering terlihat pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Cryptococcus
adalah infeksi jamur yang paling umum dan mengancam kehidupan khususnya pada orang
dengan AIDS.
Cryptococcus neofarmans adalah jamur seperti ragi (yeast like fungus) yang ada dimana-mana di
seluruh dunia. Jamur ini menyebabkan penyakit jamur sistemik yang disebut cryptococcosis,
dahulu dikenal dengan nama Torula histolitica. Jamur ini paling dikenal sebagai penyebab utama
meningitis jamur dan merupakan penyebab terbanyak morbiditas dan mortalitas pasien dengan
gangguan imunitas. Cryptococcus neofarmans dapat ditemukan pada kotoran burung (terutama
merpati), tanah, binatang juga pada kelompok manusia (colonized human). Gejalanya seperti
meningitis klasik yang melibatkan meningitis secara difus. Dengan adanya AIDS, insiden
cryptococcal meningitis meningkat drastis. Di Amerika, meningitis ini termasuk lima besar
penyebab infeksi oportunistik pada pasien AIDS. Infeksi pertama biasanya melalui inhalasi
sehingga terbentuk focus primer pada paru yang biasanya asimptomatik dan sembuh spontan.
Dari focus primer ini dapat terjadi penyebaran hematogen ke tulang, visera dan otak. Infeksi otak
dapat menimbulkan penyakit yang progresif dan fatal.

4.1 Morfologi
Cryptococcus neoformans di dalam jaringan atau cairan spinal berbentuk bulat atau lonjong
dengan diameter 4-12μm, sering bertunas, dan dikelilingi oleh simpai yang tebal. Pada agar
Sabouraud dengan suhu kamar koloni yang terbentuk berwarna kecoklatan,mengkilat, dan
mukoid. Biakan tidak meragi karbohidrat tapi mengasimilasi glukosa, maltosa, sukrosa, dan
galaktosa (tetapi laktosa tidak), Urea dihidrolisis. Berbeda dari kriptokokus non patogen C.
neoformans tumbuh baik pada suhu 370C pada sebagian besar pembenihan laboratorium yang
tersedia, asalkan tidak mengandung siklo heksamida. Pencampuran serotip A da D atau B dan C
menyebabkan timbulnya misellium dan basidiospora Filobasidiella neoformans var neoformans
atau Filobasidiella neoformans var gartii. Semua spesies Cryptococcus merupakan jamur non-
fermentasi aerob. Pembagian spesies berdasarkan dari asimilasi berbagai macam karbohidrat dan
KNO3. C. neoformans merupakan jenis Cryptococcus yang paling terkenal diantara jenis
kriptokokus yang lain (sifat yang patogen).
Jika Cryptococcus neoformans dilihat dibawah mikroskop akan terlihat ragi yang berbentuk oval
atau bulat, bagian tersebut sering dihubungkan sebagai basidiomycete-nya ragi. Beberapa
memiliki goresan pada permukaannya ketika pucuk sel muda betina sedang melakukan
reproduksi. Basidiomycete fungi pada bagian ini dapat memproduksi spora, hal tersebut terjadi
pada bagian khusus jamur yang disebutbasidium. Produksi spora ini sebagai hasil dari reproduksi
seksual dari C. Neoformans. Reproduksi sel C. Neoformans dimulai ketika dua sel masing
masing membawa satu komplemen informasi genetic (sering disebut haploid), kedua sel saling
bertemu dan terjadi penggabungan. Potensi untuk bergabung berdasarkan keteraturan bagian dari
masing-masing tipe yang membawadua materi genetic “a” dan “α”. Siklus reproduksi seksual
dan juga penggabungan sel melibatkan pembagian seperti dalam mitosis sel dimana terjadi
produksi benang yang disebut hifa. Dan pada akhirnya hifa yang memiliki struktur unik, dan
basidium telah terbentuk. Basidium yang menopang spora (terkadang disebut basidiospora) pada
akhirnya akan terbentuk. Untuk itu dibutuhkan dua haploid didalam basidium harus bergabung,
peristiwa ini sering disebut karyogami, yaitu pembentukan satu diploid nucleus. Pembelahan
meiosis dan mitosis akan berjalan unuk membentuk spora. Spora marupakan haploid yang
digunakan dalam pembentukan sel C. neoformans sehingga reproduksi terus berlanjut.

Gambar siklus hidup C.neoformans

4.2 Penularan
Spora dari jamur yang menyebabkan kriptokokus dihasilkan di permukaan tanah (soil) dan
terbawa dan tersebar kemana-mana oleh angin, lalu terhirup manusia dan menimbulkan
infeksi.Cryptococcus neoformans suka hidup di lingkungan yang tercemar kotoran burung atau
kelelawar. Kriptokokosis atau penyakit yang disebut infeksi jamur Cryptococcus neoformans
terjadi bila seseorang makan buah-buahan atau minum susu yang telah tercemari atau
terkontaminasi dengan kotoran burung yang mengandung jamur tersebut. Mastitis pada lembu
bisa pula akibat infeksi jamur Cryptococcus neoformans sehingga terminum susu lembu yang
mengidap mastitis bisa pula mengundang infeksi jamur tersebut.

4.3 Pemeriksaan laboratorium


Spesimen harus dikumpulkan sesuai simtom pasien. Spesimen yang sering dikumpulkan
terutama cairan serebrospinal, cairan tubuh, sputum, bronchoalveolar lavage (BAL),bilas
bronchial, jaringan biopsi, dan kultur darah bila dibutuhkan. Bila ditemukan hasil positif atau
isolasi dari ekstra pulmoner, harus pula dilakukan pemeriksaan pada cairan serebrospinal untuk
menyingkirkan keterlibatan meningen asimptom. Punksi lumbal dilakukan pada pasien yang
diketahui atau dicurigai terinfeksi C.neoformans, karena sifatnya yang neurotropism.
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gambaran klinis meningitis akut pyogenik; sehingga
dibutuhkan pemeriksaan CT scan atau MRI disamping punksi lumbal. Walaupun pada penyakit
yang sudah menyebar luas, pada pemeriksaan laboratorium rutin, (misalnya hitung lekosit,
hematokrit, laju endap darah) masih didapatkan hasil normal. Evaluasi cairan spinal sangat
penting untuk diagnosis penyakit sistem saraf pusat. Pada lesi kutaneus sebaiknya dilakukan
biopsi dan dievaluasi dengan pewarnaan jamur dan kultur. Darah dan cairan serebrospinal harus
dikultur dan dilakukan pemeriksaan antigen kriptokokal. Konsentrasi glukosa pada cairan
serebrospinal seringkali turun, sementara protein pada cairan serebrospinal seringkali meningkat.
Hitung lekosit pada cairan serebrospinal 20/μL atau lebih tinggi, dengan limfosit yang
predominan. Analisis cairan serebrospinal dapat ditemukan normal, terutama pada pasien dengan
AIDS yang tidak dapat menimbulkan respon inflamasiyang adekuat atau pada infeksi dini. Pada
pasien-pasien ini, seringkali ditemukan hasil positif dengan pemeriksaan tinta India dan antigen
kriptokokus dari cairan serebrospinal.

1.Pewarnaan
Sediaan langsung dengan sediaan basah tinta India/Nigrosin didapatkan bila hitung sel jamur
lebih dari 105sel/ml dari cairan serebrospinal. Pada pasien HIV positif dengan hitung sel 107-
109 sel/ml, dengan pemeriksaan mikroskopis akan didapatkan hasil positif pada 90% kasus. Pada
sediaan jaringan, pewarnaan mucicarmine dan pewarnaan alcian biru dapat digunakan selain
pewarnaan periodic acid Schiff (PAS) atau pewarnaan metenamin perak-sitrat. Pada sediaan tinta
India, C. neoformans memiliki bentuk jamur budding bundar dengan diameter 5-20μm
dikelilingi kapsul jelas (pada sediaan dengan tinta India). Kadang-kadang varian yang
membentuk pseudohifa yang kecil dan pendek dapat terlihat pada sampel. Pemeriksaan dengan
tinta India memiliki sensitivitas yang baik (80-98%) dan spesifisitas yang baik pada populasi
yang belum menerima ARV dan fluoconazole, tetapi sensitivitas pemeriksaan akan lebih rendah
pada pasien yang telah menerima terapi fluoconazole yang datang pada awal sakit dan memiliki
jumlah jamur rendah dalam cairan serebrospinal. Hasil negatif dengan pemeriksaan tinta India
tidak berarti mengeksklusi kemungkinan adanya infeksi kriptokokus. Dengan pemeriksaan tinta
India yang baik, 25-50% pada pasien dengan meningitis kriptokokus, akan didapatkan hasil
positif dari cairan serebrospinalnya. Diagnosis pada apusan harus dikonfirmasi dengan kultur

Gambar pewarnaan pada C.neoformans

2.Kultur
Kultur C. neoformans merupakan baku emas untuk diagnosis kriptokokosis. Kultur dapat
memakan waktu sampai 2 minggu. Untuk pemeriksaan kepekaan antifungal pada C.neoformans
dibutuhkan laboratorium dan personel yang terlatih, karena membutuhkan interpretasi hasil
dengan konsultasi dengan klinisi. C neoformans bereproduksi melalui budding dan membentuk
sel bundar seperti jamur dengan diameter 3-6 μm. pada media kultur, akan terbentuk kapsul
polisakarida besar mengelilingi setiap sel. C neoformans membentuk koloni halus, cembung,
berwarna kuning atau kecoklatan pada media padat pada suhu 20-37°C. Jamur ini diidentifikasi
dengan gambaran mikroskopik, hasil test biokimia dan kemampuan untuk tumbuh pada
suhu37°C, karena kebanyakan strain Cryptococcus non patogen tidak tumbuh pada temperature
ini. Kultur darah sangat berguna terutama pada kondisi diseminata. Pada SDA, baik pada25°C
dan 37°C, koloni akan timbul dalam 48 jam, dapat lebih panjang tergantung dari jumlah jamur.
Bila kloramfenikol berada dalam media, pertumbuhan jamur akan lambat. Koloni jamur
memiliki tekstur lembut dan creamy atau berlendir bila terdapat material kapsul. Jamur ini akan
bereaksi positif terhadap urease (agar urea Christensen atau kaldu yang mengandung urea2,9%),
reaksi nitrat negatif dan tidak memfermentasi gula dan membentuk pigmen coklat pada agar bird
seed. Specimen untuk cairan serebrospinal terlebih dahulu disentrifus, sementara pada pasien
AIDS dan dengan pneumonia kriptokokus, sensitivitas kultur akan lebih baik menggunakan bilas
bronkoalveolar akan lebih baik daripada specimen biopsi transbronkial.C neoformans terutama
dapat diisolasi dan specimen klinis pada agar dekstrose Saboraud, dengan maupun tanpa
antibiotic untuk mensupresi pertumbuhan bakteri. C.neoformans tumbuh pada 37°C, bereaksi
positif dengan inositol dan memproduksi urease.
Gambar kultur C.neoformans pada media SDA

3.Serologi
Pemeriksaan serologi pada darah dan cairan serebrospinal sebaiknya dilakukan bila diperkirakan
terjadi infeksi kriptokokus pada cairan serebrosinal. Karena biaya pemeriksaan serologi cukup
mahal, seringkali kriptokokosis tidak terdiagnosis. Beberapa metode serologi untuk menegakkan
diagnosis kriptokokosis seperti lateral flow assay (LFA) dan enzyme immunoassay (EIA)
dikembangkan. Beberapa penelitian menunjukkan kesesuaian antara LFA dan EIA.
a.Deteksi antigen: pemeriksaan aglutinasi lateks untuk mendeteksi antien kapsular kriptokokus
polisakarida menggunakan kit komersial. Beberapa reagen komersial yang telah tersedia
(Crypto-LA,MYCO-Immune, IMMY or CALAS) merupakan pemeriksaan kualitatif dan semi-
kuantitatif untuk mendeteksi antigen polisakarida kapsular C.neoformans pada cairan
serebrospinal dan serum. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi
dan dianggap merupakan pemeriksaan serologi untuk deteksi antigen. Deteksi antigen
Kriptokokus dengan metode aglutinasi lateks memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik,
tetapi biaya pemeriksaan yang dibutuhkan tinggi, terutama bila dibutuhkan mendapatkan hasil
titer. Pengenceran sebaiknya diencerkan sampai 1:8 untuk menghindari terjadinya fenomena
prozone. Pemeriksaan antigen kriptokokus digunakan pada keadaan berikut:
■pada cairan serebrospinal bila pemeriksaan dengan tinta India negative, kecuali diagnosis lain
dapat ditegakkan, misalnya meningitis bakterialis
■Untuk specimen selain cairan serebrospinal, seperti darah, serum atau urine bila cairan
serebrospinal tidak dapat diperoleh. Pemeriksaan antigen dengan metode aglutinasi lateks sudah
tersedia komersial dan merupakan pemeriksaan yang cepat dan terpercaya untuk mendeteksi
antigen kriptokokus pada serum maupun cairan serebrospinal. Hasil positif palsu dapat
ditemukan bila faktor interferensi, seperti faktor rematoid atau protein lain). Menghilangkan
faktor pengganggu ini dengan agen proteolitik membutuhkan waktu tambahan 20-30 menit.
Sementara Pada metode EIA tidak memerlukan penanganan enzimatik sebelumnya, tidak
bereaksi dengan faktor rematoid dan dapat mendeteksi seluruh sero grup dari C. neoformans.
b.Deteksi antibodi: tidak terlalu bermanfaat pada pasien imunokompromais seperti pasien AIDS.

4.4Gejala Klinis
Gejala klinis pada kucing berupa infeksi pada rongga hidung, bersin, mucopurulent, serous
(bunyi sengau), hemorrhagi, edema subcutan, juga luka pada kulit yang berupa papula atau
bongkol-bongkol kecil. Luka yang lebih besar cenderung menjadi bisul yang berupa serous
eksudat pada permukaan kulit. Infeksi ini juga dikaitkan dengan penyakit saraf karena
berhubungan dengan perubahan CNS, bahkan bisa mengakibatkan kebutaan. Berbeda dengan
kucing, pada anjing tampak gejala klinis yang berkaitan dengan kerusakan CNS dan kebutaan.
Gejala klinis lain adalah meningoencephalitis, radang urat saraf yang berhubungan dengan mata,
dan granulomatous chorioretinitis. Kadang juga ditemukan luka di dalam rongga hidung. Sekitar
50% anjing ditemukan infeksi pada paru-paru, ginjal, kelenjar getah bening, limpa, hati, gondok,
pankreas, tulang, otot, myocardium, glandula prostata, klep hati/jantung, dan amandel.
Luka yang ditimbulkan berupa massa seperti agar-agar, mengandung banyak mikroorganisme
yang menyebabkan radang di fase granuloma. Luka pada umumnya terdiri atas kumpulan
organisme tanpa capsula di dalam suatu jaringan. Terlihat berupa macrophages dan sel raksasa
dengan beberapa sel plasma dan lymphocytes. Epithelioid sel raksasa dan area necrosis lebih
jarang ditemukan dibandingkan dengan infeksi sistemik mycosis yang lain

4.5 Pengobatanya dan pencegahan


Meningitis diobati dengan obat antijamur. Beberapa dokter memakai flukonazol. Obat ini
tersedia dengan bentuk pil atau suntikan dalam pembuluh darah (intravena/IV). Flukonazol
lumayan efektif, dan biasanya mudah ditahan . Itrakonazol kadang kala dipakai untuk orang yang
tidak tahan dengan flukonazol. Dokter lain memilih kombinasi amfoterisin B dan kapsul
flusitosin.
amfoterisin B adalah obat yang sangat manjur. Obat ini disuntikkan atau diinfus secara perlahan,
dan dapat mengakibatkan efek samping yang parah. Efek samping ini dapat dikurangi dengan
memakai obat semacam ibuprofen setengah jam sebelum amfoterisin B dipakai. Ada versi
amfoterisin B yang baru, dengan obat dilapisi selaput lemak menjadi gelembang kecil yang
disebut liposom. Versi ini mungkin menyebabkan lebih sedikit efek samping. Meningitis
kriptokokus kambuh setelah kejadian pertama pada kurang lebih separo orang. Kemungkinan
kambuh dapat dikurangi dengan terus memakai obat antijamur. Untuk beberapa orang, cairan
sumsum tulang belakang harus disedot setiap hari untuk beberapa lama untuk mengurangi
tekanan pada otak.
Walau jarang, meningitis kriptokokus dapat tampaknya kambuh atau menjadi lebih berat bila
terapi antiretroviral (ART) dimulai dengan jumlah CD4 yang rendah, terutama setelah
pengobatan sebelumnya. Gejala mungkin tidak umum. Hal ini disebabkan oleh pemulihan sistem
kekebalan tubuh. Jika kita meningitis, kita diobati dengan obat antijamur seperti amfoterisin B,
flukonazol dan flusitosin. amfoterisin B adalah yang paling manjur, tetapi obat ini dapat merusak
ginjal. Obat lain mengakibatkan efek samping yang lebih ringan, tetapi kurang efektif
memberantas kriptokokus. Jika meningitis didiagnosis cukup dini, penyakit ini dapat diobati
tanpa memakai amfoterisin B. Namun, pengobatan umum adalah amfoterisin B untuk dua
minggu diikuti dengan flukonazol oral (pil). Flukonazol harus dipakai terus untuk seumur hidup.
Tanpa ini, meningitis kemungkinan akan kambuh. Memakai flukonazol waktu jumlah CD4 di
bawah 50 dapat membantu mencegah meningitis kriptokokus. Tetapi ada beberapa alasan
sebagian besar dokter tidak meresepkannya: Sebagian besar infeksi jamur mudah diobati,
Flukonazol adalah obat yang sangat mahal.
Memakai flukonazol jangka panjang dapat menyebabkan infeksi jamur ragi (seperti kandidiasis
mulut (thrush), vaginitis, atau infeksi kandida parah pada tenggorokan) yang kebal (resistan)
terhadap flukonazol. Infeksi resistan ini hanya dapat diobati dengan amfoterisin B
Garis Dasar
Meningitis kriptokokus terjadi paling sering pada orang dengan jumlah CD4 di bawah 100.
Walaupun obat antijamur dapat mencegah meningitis kriptokokus, obat ini biasanya tidak
dipakai karena mahal dan risiko mengembangkan infeksi ragi yang resistan terhadap obat
tersebut. Jika kita meningitis, diagnosis dini mungkin membolehkan pengobatan dengan obat
yang kurang beracun. Kita sebaiknya menghubungi dokter jika kita mengalami sakit kepala,
leher pegal, masalah penglihatan, kebingungan, mual, atau muntah. Jika kita pernah meningitis,
kita harus memakai obat antijamur terus-menerus untuk mencegah kambuhnya. Namun
profilaksis ini dapat dihentikan bila CD4 kita tetap di atas 200 selama enam bulan akibat
penggunaan ART.
BAB III
KESIMPULAN

Mikosis oportunistik adalah infeksi yang disebabkan jamur pada individu dengan status imun
yang turun ( imuno compromise ). Infeksi Oportunis, ada beberapa infeksi yang disebabkan oleh
jamur yaitu Kandidiasis, Aspergilosis,Histoplasmosis,Kriptokokosis. Candidiasis merupakan
infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida. Candida pada manusia disebabkan oleh Candida
albicans, sisanya oleh Candida parapsilosis, Candida tropicalis, Candida guilliermondii,
Candida krusei, dan beberapa spesies Candida langka lainnya. Candida yang paling patogen
adalah Candida albicans. Aspergilosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur
Aspergillus. Spesies yang sering dianggap penyebab penyakit adalah : A. Fumigatus, A. niger,
A. flavus. Histoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan jamur Histoplasma capsulatum,
sedangkan Kriptokokosis penyakit jamur yang disebabkan Cryptococcus neoformans. Jadi jamur
yang menyebabkan mikosis oppurtunistik pada manusia adalah Candida sp, Aspergillus sp,
H.capsulatum , dan C.neoformans

                                          
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. Indah Entjang.Bandung 2001.Mikrobiologi dan Parasitologi untuk akademi


keperawatan .Citra aditya bakti
2.Inge Sutanto.Jakarta 2009. Parasitologi Kedokteran.FKUI
3.Jawetz, Melnick, & Adelberg / Geo F. Brooks.(2012). “Mikrobiologi Kedokteran” EGC.
Jakarta.
4.FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta.
5.Jawetz et al.1996. Buku Mikrobiologi. Jakarta
6.Anonim. 2011. Histoplasmosis. Jakarta; Yayasan Spiritia
7.Herman, Max Joseph. 1996. Antijamur Sistemik. Cermin Dunia Kedokteran No. 108 tahun
1996. Jakarta; Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan RI
8.Jawetz, Melnick dan Adelberg. 2007. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta;EGC
9.Noegroho, S. Setijo. 1992. Histoplasmosis di Rumah Sakit Sumber Waras. Jurnal; Cermin
Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 81. 1992
8.Salvo, Arthur Di. 2008. Dimorphic Fungi USA; University of South Carolina
9.Sacher R.A dan Richard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta ; EGC
10.Staf Pengajar Departemen parasitologi. Buku Ajar; Parasitolgi Kedokteran. Jakarta; FKUI
7.Jawetz et al 1986. Buku Mikrobiologi. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai