Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KIMIA KLINIK

“KENDALI MUTU KIMIA KLINIK”

DISUSUN OLEH :

1. Aditya Damara (P27903218001)


2. Arum Hanna (P27903218001)
3. Hajarani Jauhari (P27903218001)
4. Markus evan Anggia (P27903218001)
5. Zaenab Novianti (P27903218001)

POLITEKNIS KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN AJARAN 2019-2020
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah “KENDALI MUTU KIMIA KLINIK” Makalah ini telah
kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap
makalah tentang “Karakteristik Kimia Limbah Cair ” ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Tangerang, 04 Februari 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam rangka peningkatan kemajuan pelayanan Rumah Sakit
berbagai upaya telah dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI dimulai
dengan penambahan sarana, prasarana, peralatan kerja, sesuai dengan
kemampuan kerja, sesuai dengan kemampuan pemerintah, serta peningkatan
kesadaran, kemampuan dan minat para tenaga kerja kesehatan. Perlu
disadari bahwa dengan semakin tinggi tingkat pendidikan dan kesejahteraan
masyarakat, tuntutan masyarakat akan suatu pelayanan kesehatan pun
meningkat, di lain pihak pelayanan Rumah Sakit yang memadai, baik di
bidang diagnostik maupun pengobatan akan semakin dibutuhkan. Sejalan
dengan hak tersebut maka pelayanan diagnostik yang diselenggarakan oleh
laboratoruim Rumah Sakit akan semakin penting..
Salah satu program pengendalian mutu laboratorium adalah
pemantapan mutu laboratorium intra laboratorium (pemantapan mutu
internal). Tujuan pelaksanaan pemantapan mutu internal laboratorium
adalah mengendalikan hasil pemeriksaan laboratorium tiap hari dan untuk
mengetahui penyimpangan hasil laboratorium untuk segera diperbaiki.
Manfaat melaksanakan kegiatan pemantapan mutu internal laboratorium
antara lain mutu presisi maupun akurasi hasil laboratorium akan meningkat,
kepercayaan dokter terhadap hasil laboratorium akan meningkat. Hasil
laboratorium yang kurang tepat akan menyebabkan kesalahan dalam
penatalaksanaan pengguna laboratorium. Manfaat lain yaitu pimpinan
laboratorium akan mudah melaksanakan pengawasan terhadap hasil
laboratorium. Kepercayaan yang tinggi terhadap hasil laboratorium ini akan
membawa pengaruh pada moral karyawan yang akan akhirnya akan
meningkatkan disiplin kerja di laboratorium tersebut (PATELKI, 2006).
Masyarakat pengguna jasa laboratorium klinik, baik dokter maupun
pasien, kadangkala bertanya tentang cara memilih laboratorium yang selain
bekerja cepat dan tepat waktu, hasilnya pun dapat dipercaya. Masalah saat
ini bahwa kesadaran dalam melaksanakan pemantapan kualitas masih
terbatas pada keikutsertaan dalam program pemantapan mutu eksternal, dan
belum seluruhnya melakukan pemantapan mutu internal laboratorium.
Untuk dapat meyakinkan bahwa laboratorium memiliki kemampuan teknis
dalam menghasilkan data hasil uji yang akurat dan handal sehingga
memberikan kepercayaan pada pengguna jasa, laboratorium klinik swasta
sebaiknya mampu menetapkan manajemen mutu laboratorium sebagai hasil
analisis laboratorium yang dapat dipertanggungjawabkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu mutu?
2. Apa itu mutu laboratorium klinik?
3. Bagaimana cara menentukan mutu laboratorium klinik?
4. Apa itu tahapan Pra Analitik, Analitik dan Pasca Analitik dalam
penentuan mutu laboratorium klinik?
5. Apa itu 5Q Framework?
6. Apa yang dimaksud dengan Pemeriksaan Mutu Internal (PMI)
7. Apa yang dimaksud dengan Pemeriksaan Mutu Eksternal (PME)?
8. Bagaimana cara melakukan Pemeriksaan Mutu Internal (PMI)?
9. Apa yang dimaksud dengan bahan control

C. Tujuan Penulisan
1. Mampu mengetahui apa itu mutu
2. Mampu mengetahui apa itu mutu laboratorium klinik?
3. Mampu mengetahui Bagaimana cara menentukan mutu laboratorium
klinik?
4. Mampu mengetahui Apa itu tahapan Pra Analitik, Analitik dan Pasca
Analitik dalam penentuan mutu laboratorium klinik
5. Mampu mengetahui Apa itu 5Q Framework
6. Mampu mengetahui Apa yang dimaksud dengan Pemeriksaan Mutu
Internal (PMI) Kimia Klinik
7. Mampu mengetahui Apa yang dimaksud dengan Pemeriksaan Mutu
Eksternal (PME)?
8. Mampu mengetahui Bagaimana cara melakukan Pemeriksaan Mutu
Internal (PMI)?
9. Mampu mengetahui bahan control

D. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa mampu mengetahui apa itu mutu
2. Mahasiswa mampu mengetahui apa itu mutu laboratorium klinik?
3. Mahasiswa mampu mengetahui Bagaimana cara menentukan mutu
laboratorium klinik?
4. Mahasiswa mampu mengetahui Apa itu tahapan Pra Analitik, Analitik
dan Pasca Analitik dalam penentuan mutu laboratorium klinik
5. Mahasiswa mampu mengetahui apa itu 5Q Framework
6. Mahasiswa mampu mengetahui Apa yang dimaksud dengan
Pemeriksaan Mutu Internal (PMI)
7. Mahasiswa mampu mengetahui Apa yang dimaksud dengan
Pemeriksaan Mutu Eksternal (PME)?
8. Mahasiswa mampu mengetahui Bagaimana cara melakukan
Pemeriksaan Mutu Internal (PMI)?
9. Mahasiswa mampu mengetahui bahan control
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mutu
Untuk menghasilkan pemeriksaan laboratorium yang dapat dipercaya/
bermutu, maka setiap tahap pemeriksaan laboratorium harus dikendalikan.
Pengendalian setiap tahap ini untuk mengurangi atau meminimalisir
kesalahan yang terjadi di laboratorium. Agar dapat melakukan pengendalian
mutu di laboratorium dengan baik, maka Anda harus dapat menjelaskan
konsep mutu. Beberapa tokoh penting telah menelurkan konsep mutu
produk atau jasa, yaitu:
1. William Edwards Deming (1900-1993)
2. Philip B. Crosby (1926 –2001)
3. J.M. Juran (1904-2008)

1. William Edwards Deming (1900-1993)


Mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen.
mutu tidak berarti segala sesuatu yang terbaik, tetapi pemberian
kepada Pelanggan tentang apa yang mereka inginkan dengan tingkat
kesamaan yang dapat diprediksi serta tergantungannya terhadap harga
yang mereka bayar. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan yang
menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan
kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi
konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia
dalam membeli produk perusahaan baik berupa barang maupun jasa
2. Philip B. Crosby (1926 –2001)
Mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan
yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu
apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang telah ditentukan,
standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan
produk jadi. Mutu adalah pemenuhan persyaratan dengan
meminimalkan kerusakan yang mungkin timbul yaitu standard of zero
defect atau memperlakukan prinsip benar sejak awal. Teori yang
diungkapkan oleh Philip B Crosby bahwa bekerja tanpa salah
(standard of zero defect) adalah hal yang sangat mungkin, ungkapan
ini mendorong untuk selalu berusaha agar berhati-hati dalam setiap
tahap kegiatan di laboratorium.
3. J.M. Juran (1904-2008)
J.M. Juran memperkenalkan tiga proses mencapai mutu (trilogy
Juran) diantaranya sebagai berikut:
a. Perencanaan mutu (quality planning) yang meliputi kualitas
pelanggan, menentukan kebutuhan pelanggan, menyusun
sasaran mutu, dan meningkatkan kemampuan proses.
b. Pengendalian mutu (quality control), terdiri dari memilih dasar
pengendalian, memilih jenis pengukuran, menyusun standar
kerja, dan mengukur kinerja yang sesungguhnya,
c. Perbaikan dan peningkatan mutu (quality improvement), terdiri
dari: mengidentifikasi perbaikan khusus, mengorganisasi
lembaga untuk mendiagonis kesalahan, menemukan penyebab
kesalahan peningkatan kebutuhan untuk mengadakan perbaikan.
J.M.Juran berpendapat bahwa penggunaan sebuah pendekatan
untuk meningkatkan mutu laboratorium harus tahap demi tahap
sebab semua bentuk peningkatan mutu harus dilakukan secara
bertahap.

Dari ketiga tokoh ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa mutu
itu suatu kebutuhan konsumen, yaitu kepuasan pelanggan sepenuhnya
terhadap suatu produk/ jasa yang dibutuhkan atau mutu merupakan
suatu ukuran yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan terhadap
sebuah produk/ jasa. Mutu sangat tergantung pada situasi dan kondisi
serta orang yang terlibat dalam menentukan suatu mutu produk/ jasa.
Selain dari ketiga tokoh tersebut, Anda juga harus tahu tentang konsep
mutu menurut ISO 9000, mutu adalah bentuk keseluruhan dan
karakteristik dari sebuah produk atau jasa yang mempunyai
kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
tersirat. Sedangkan menurut American Society for Quality Control,
mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa
pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk
memberikan kebutuhan kepuasan
B. Mutu Laboratorium Klinik
Mutu laboratorium klinik meliputi mutu hasil pemeriksaan dan mutu
layanan. Mutu hasil yaitu hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat
dipercaya (memenuhi standar mutu), sedangkan mutu layanan adalah
aktivitas yang diberikan sesuai kebutuhan atau harapan pelanggan
(mengatasi keluhan pasien/pelanggan menurun)
Laboratorium klinik sebagai bagian dari pelayanan kesehatan
mempunyai arti penting dalam diagnostik. Data hasil pemeriksaan
laboratorium merupakan informasi yang penting digunakan untuk
menegakkan diagnosis oleh klinisi berdasarkan anamnase dan riwayat
penyakit pasien. Hasil uji laboratorium juga merupakan bagian integral dari
penapisan kesehatan dan tindakan preventif kedokteran.
Menurut Permenkes RI nomor 43 tahun 2013, bahwa pelayanan
laboratorium klinik merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, dengan menetapkan
penyebab penyakit, menunjang sistem kewaspadaan dini, monitoring
pengobatan, pemeliharaan kesehatan, dan pencegahan timbulnya penyakit.
Laboratorium klinik perlu diselenggarakan secara bermutu untuk
mendukung upaya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
Layanan pemeriksaan yang dapat dilakukan di laboratorium klinik
diantaranya di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik,
parasitologi klinik, imunologi klinik, patologi anatomi dan atau bidang lain
yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk
menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang bermutu
menjadi tujuan kegiatan pemeriksaan laboratorium sehari-hari.
Untuk mendapatkan mutu laboratorium yang diharapkan, maka banyak
hal yang harus diperhatikan, seperti:
1. Staff yang qualified
2. Fasilitas yang mencukupi
3. Tersedianya pemeriksaan yang memadai
4. Tersedianya protokol pemeriksaan yang baik (SOP)
5. Spesimen yang cukup dan memenuhi syarat
6. Penanganan dan penyerahan spesimen yang baik
7. Prossesing spesimen yang baik
8. Identifikasi, aliquoting dan distribusi sampel yang benar
9. Kehandalan hasil pemeriksaan
10. Turn arround time
11. Format pelaporan yang benar
12. Angka rujukan
13. Komunikasi yang baik dengan pelanggan
C. Penentuan Mutu Laboratorium Klinik
Hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang terbaik adalah apabila tes
tersebut teliti, akurat, sensitif, spesifik, cepat, tidak mahal dan dapat
membedakan orang normal dari abnormal.
1. Teliti atau presisi adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang
hampir sama pada pemeriksaan yang berulang-ulang dengan metode
yang sama. Namun teliti belum tentu akurat.
2. Tepat atau akurat adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang
sama atau mendekati nilai biologis yang sebenarnya (true value),
tetapi untuk dapat mencapainya mungkin membutuhkan waktu lama
dan biaya yang mahal.
3. Sensitif adalah kemampuan menentukan substansi pada kadar terkecil
yang diperiksa. Secara teoritis tes dengan sensitifitas tinggi sangat
dipilih namun karena nilai normalnya sangat rendah misalnya enzim
dan hormon, atau tinggi misalnya darah samar, dalam klinik lebih
dipilih tes yang dapat menentukan nilai abnormal (Kahar H. 2005).

Untuk mencapai mutu hasil laboratorium yang memiliki ketepatan dan


ketelitian tinggi maka seluruh metode dan prosedur operasional
laboratorium harus terpadu mulai dari persiapan sampel, pengambilan
sampel, pemeriksaan sampel sampai pelaporan hasil uji laboratorium ke
pelanggan. Mutu pelayanan laboratorium bukan saja penting bagi
pelanggan, namun juga bagi pemasok. Pada pelayanan jasa laboratorium
kesehatan rendahnya mutu hasil pemeriksaan pada akhirnya akan
menimbulkan penambahan biaya untuk kegiatan pengerjaan ulang dan klaim
dari pelanggan. Untuk menanggulangi biaya kompensasi yang berasal dari
rendahnya mutu hasil pemeriksaan laboratorium tersebut diperlukan suatu
usaha pemantapan mutu. .
Kegiatan pemantapan mutu (quality assurance) terdiri dari:
1. Pemantapan mutu internal (PMI)
2. Pemantapan mutu eksternal (PME)/ Uji Profisiensi
Manfaat pemantapan mutu yang dilakukan adalah :
1. Meningkatkan kualitas laboratorium.
2. Meningkatkan moral tenaga ATLM (kepercayaan diri dalam
mengeluarkan hasil pemeriksaan, kesadaran akan usaha yang telah
dilakukan, serta prestice yang diberikan kepadanya).
3. Merupakan suatu metoda pengawasan (kontrol) yang efektif dilihat
dari fungsi manajerial.
4. Melakukan pembuktian apabila terdapat hasil yang meragukan oleh
pengguna (konsumen) laboratorium karena sering tidak sesuai dengan
gejala klinis.
5. Penghematan biaya pasien karena berkurangnya kesalahan hasil
sehingga tidak perlu ada “duplo”
D. Tahap Pengendalian Mutu
1. Tahap Pra Analitik
Kegiatan tahap pra analitik adalah serangkaian kegiatan laboratorium
sebelum pemeriksaan spesimen, yang meliputi:
a) Persiapan pasien
b) Pemberian identitas spesimen
c) Pengambilan dan penampungan spesimen
d) Penanganan spesimen
e) Pengiriman spesimen
f) Pengolahan dan penyiapan spesimen
Kegiatan ini dilaksanakan agar spesimen benar-benar representatif
sesuai dengan keadaan pasien, tidak terjadi kekeliruan jenis spesimen, dan
mencegah tertukarnya spesimenspesimen pasien satu sama lainnya.
Tujuan pengendalian tahap pra analitik yaitu untuk menjamin bahwa
spesimenspesimen yang diterima benar dan dari pasien yang benar pula
serta memenuhi syarat yang telah ditentukan. Kesalahan yang terjadi pada
tahap pra analitik adalah yang terbesar, yaitu dapat mencapai 60% - 70%.
Hal ini dapat disebabkan dari spesimen yang diterima laboratorium tidak
memenuhi syarat yang ditentukan. Spesimen dari pasien dapat diibaratkan
seperti bahan baku yang akan diolah. Jika bahan baku tidak baik, tidak
memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan, maka akan didapatkan hasil/
output pemeriksaan yang salah. Sehingga penting sekali untuk
mempersiapkan pasien sebelum melakukan pengambilan spesimen.
Spesimen yang tidak memenuhi syarat sebaiknya ditolak, dan dilakukan
pengulangan pengambilan spesimen agar tidak merugikan laboratorium
2. Tahap Analitik
Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap analitik meliputi:
a) Pemeriksaan spesimen
b) Pemeliharaan dan Kalibrasi alat
c) Uji kualitas reagen
d) Uji Ketelitian – Ketepatan
Tujuan pengendalian tahap analitik yaitu untuk menjamin bahwa hasil
pemeriksaan spesimen dari pasien dapat dipercaya/ valid, sehingga klinisi
dapat menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut untuk
menegakkan diagnosis terhadap pasiennya. Walaupun tingkat kesalahan
tahap analitik (sekitar 10% - 15%) tidak sebesar tahap pra analitik,
laboratorium tetap harus memperhatikan kegiatan pada tahap ini. Kegiatan
tahap analitik ini lebih mudah dikontrol atau dikendalikan dibandingkan
tahap pra analitik, karena semua kegiatannya berada dalam laboratorium.
Sedangkan pada tahap pra analitik ada hubungannya dengan pasien, yang
kadang-kadang sulit untuk dikendalikan.
Laboratorium wajib melakukan pemeliharaan dan kalibrasi alat baik
secara berkala atau sesuai kebutuhan, agar dalam melaksanakan
pemeriksaan spesimen pasien tidak mengalami kendala atau gangguan yang
berasal dari alat laboratorium. Kerusakan alat dapat menghambat aktivitas
laboratorium, sehingga dapat mengganggu performa/ penampilan
laboratorium yang pada akhirnya akan merugikan laboratorium itu sendiri.
Untuk mendapatkan mutu yang dipersyaratkan, laboratorium harus
melakukan uji ketelitian – ketepatan.
Uji ketelitian disebut juga pemantapan presisi, dan dapat dijadikan
indikator adanya penyimpangan akibat kesalahan acak (random error). Uji
ketepatan disebut juga pemantapan akurasi, dan dapat digunakan untuk
mengenali adanya kesalahan sistemik (systemic error). Pelaksanaan uji
ketelitian – ketepatan yaitu dengan menguji bahan kontrol yang telah
diketahui nilainya (assayed control sera). Bila hasil pemeriksaan bahan
kontrol terletak dalam rentang nilai kontrol, maka hasil pemeriksaan
terhadap spesimen pasien dianggap layak dilaporkan.
3. Tahap Pasca Analitik
Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap pasca analitik yaitu
sebelum hasil pemeriksaan diserahkan ke pasien, meliputi:
1. Penulisan hasil
2. interpretasi hasil
3. Pelaporan Hasil
Seperti pada tahap analitik, tingkat kesalahan tahap pasca analitik
hanya sekitar 15% - 20%. Walaupun tingkat kesalahan ini lebih kecil jika
dibandingkan kesalahan pada tahap pra analitik, tetapi tetap memegang
peranan yang penting. Kesalahan penulisan hasil pemeriksaan pasien dapat
membuat klinisi salah memberikan diagnosis terhadap pasiennya. Kesalahan
dalam menginterpretasikan dan melaporkan hasil pemeriksaan juga dapat
berbahaya bagi pasien.
Untuk mendapatkan mutu pemeriksaan laboratorium, dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:.
1. Variasi analitik
Faktor yang dapat menimbulkan variasi analitik ialah peralatan,
metode, bahan pemeriksaan dan reagen
2. Variasi non analitik
Faktor yang dapat menimbulkan variasi non analitik terbagi tiga,
yaitu pra analitik, analitik dan pasca analitik
Variasi non analitik dapat timbul rincian sebagai berikut :
a. Pre Analitik
1. Ketatausahaan (Clerical)
2. Persiapan penderita (patient preparation)
3. Pengumpulan specimen (specimen collection)
4. Penanganan sampel (sample handling)
b. Analitik
1. Reagen (reagent)
2. Peralatan (instrument)
3. Control dan bakuan (control and standard)
4. Metode analitik (analytical method)
5. Ahli teknologi (Technologist)
c. Pasca Analitik
1. Perhitungan (calculation)
2. Cara menilai (method evaluation)
3. Ketatausahaan (clerical)
4. Penanganan informasi (information handling)

E. 5Q Framework
Mutu pelayanan laboratorium kesehatan haruslah baik dan bermutu
agar dapat memberikan hasil pemeriksaan laboratorium yang tepat,
teliti,benar, dapat dipercaya dan memuaskan pengguna jasa. Salah satu
pendekatan yang digunakan adalah Total Quality management yang
memperkenalkan dengan suatu strategi 5 Q framework
Strategi 5 Q Framework meliputi:
1. QLP (Quality Laboratory Process)
a. Pra Analitik :
1) persiapan Pasien
2) Pengambilan dan penampungan specimen
3) Penanganan Spesimen
4) pengiriman specimen
5) Pengolahan dan penyimpanan specimen
b. Analitik
1) Pemeriksaan specimen
2) Pemeliharaa Dan kalibrasi alat
3) Uji kualitas reagen
4) Uji ketelitian
5) Uji ketepatan
c. Analitik
1) Laporan
2) Penulisan hasil
3) Interprestasi hasil
Kesalahan yang dapat terjadi :
Faktor Proses Kesalahan yang terjadi
1) Test yang diminta tidak sesuai
2) Tulisan tangan tidak jelas
Permintaan Test 3) Identitas pasien salah
4) Jenis pemeriksaan tidak spesifik
5) Permintaan terlambat
Pra Analitik
1) Tabung sampel salah
2) Volume sampel tidak sesuai
Pengambilan Sampel 3) Sampel hemolisis
4) Waktu pengambilan salah
5) Kondisi pengiriman sampel tidak baik
1) Alat tidak di kalibrasi dengan benar
2) Sampel tertukar atau tercampur
Analitik Pengukuran Analitik
3) Ada masalah pada presisi alat
4) Ada bahan yang mempengaruhi analisa
1) Hasil tidak dikirimkan
2) Hasil tidak dapat dibaca
Pelaporan Hasil 3) Hasil terlambat
Pasca Analitik
4) Kesalahan dalam menyalin hasil
5) Spesifitas test tidak diketahui
Interpretasi hasil
2. Quality Control
QC adalah salah satu komponen dalam proses kontrol dan
merupakan elemen utama dari sistem manajemen mutu, memonitor
proses yang berhubungan dengan hasil tes serta dapatmendeteksi
adanya kesalahan yang bersumber dari :
a. Kesalahan teknik :
1) Kesalahan acak: hasil pemeriksaan bervariasi dari nilai
seharusnya
2) Kesalahan sistematik : hasil pemeriksaan menjurus kesatu
arah
3) Hasil nya selalu lebih besar atau selalu lebih kecil dari
nilai seharusnya.
b. Kesalahan non teknis :
1) Kesalahan pengambilan sampel
Contoh: kesalahan yagn terjadi pada saat dalam persiapan
penderita,hemolisis,serum terkena matahari
2) Kesalahan penulisan, penghitungan hasil. Kesalahan non
teknik dapat dihindari dengancara menerapkan organisasi
yang teratur, bekerja dengan kesadaran dan disiplinyang
tinggi
QC Meliputi :
1. QC Reagen (verifikasi reagen)
2. QC Instrumen ( pengecekan fungsi instrumen, prosedur
pemelihara instrumen )
3. Proses QC
Program QC yang baik meliputi :
1) Memantau kinerja pemeriksaan dengan tolok ukur akurasi dan
presisi,
2) Mengindentifikasi masalah pemeriksaan
3) Menilai keandalan hasil pemeriksaan
Tujuan merencanakan QC :
1) Dapat menjamin mutu pemeriksaan dengan biaya minimal
2) Prosedur QC dirancang atas dasar mutu yang diinginkan dari
setiap metode pemeriksaan
3) Menggunakan program QC validator dapat direncanakan control
rules, jumlah pengukuran bahan kontrol, kemampuan
mendeteksi kesalahan dan derajat penolakan palsu suatu metode
pemeriksaan
Prosedur QC yang tepat :
1) Perhitungan yang tepat untuk mendapatkan Mean dan SD
2) Membuat batas kontrol yang tepat
3) Menggunakan aturan kontrol yang tepat ( grafik levy jennings
dengan penilaian westgard multirule chart)sehingga dapat
mendeteksi setiap sinyal out of kontrol yang mewakili kesalahan
yang sesungguhnya,
4) Kebutuhan terhadap frekuensi pengukuran bahan kontrol dengan
hasil yang tepat.Sehingga dalam hal ini pemantauan kualitas
ditikberatkan pada prosedur statistik yang dilakukan dengan
memeriksa sampel yang konsentrasinya diketahui kemudian
hasilnya dibandingkan dengan nilai target sampel yang diperiksa
3. Quality Assesment
QA ini lebih ditujukan untuk penilaian terhadap kinerja suatu
laboratorium. QA adalah suatu kegiatan yg dilakukan oleh institusi
tertentu untukmenentukan kualitas pelayanan laboratorium. Salah satu
kegiatan yang dilakukan untuk menilai kinerja suatu laboratorium
adalah dengan proficiency test
Persyaratan penanganan sampel :
1) Sampel yang harus diuji dengan alat yang sama seperti
pemeriksaan pasien rutin laboratorium
2) Sampel harus diuji dengan frekuensi pemeriksaan yang sama
dengan sampel pasien rutin
3) Laboratorium harus mencatat semua langkah (penangan,
pengolahan, tes, pelaporan) untuk periode proficeency testing
4) hanya diperlukan untuk metode primer yg digunakan untuk
menguji analit dalam sampel pasien selama periode proficiency
testing
4. Quality Improvement
Kegiatannya menetapkan bentuk proses pemecahan masalah
untuk mengidentifikasi akar masalah dan mencari pemecahannya,
dengan melakukan quality improment penyimpangan akan dapat
dicegah dan diperbaiki selama proses pemeriksaan berlangsung
5. Quality Planning
Menstandarisasi pemecahan, menetapkan ukuran ukuran untuk
menilai kinerja suatu laboratorium serta mendokumentasikan langkah
langkah pemecahan masalah dan untuk diimplementasikan pada QLP

F. Pemeriksaan Mutu Internal


Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan
pengawasan yang dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara
terus menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Program
pengendaliandan pemantapan mutu internal meliputi semua upaya yang
dilakukan secara mandiri untuk menjamin agar mutu hasil pemeriksaan
yang dikeluarkan dapat dipercaya dan diandalkan.
Pemantapan mutu internal laboratorium (PMI) dilakukan untuk
mengendalikan hasil pemeriksaan laboratorium setiap hari dan untuk
mengetahui penyimpangan hasil laboratorium agar segera diperbaiki.
Manfaat melaksanakan kegiatan pemantapan mutu internal laboratorium
antara lain mutu presisi maupun akurasi hasil laboratorium akan meningkat,
kepercayaan dokter terhadap hasil laboratorium akan meningkat.
Upaya yang dilakukan untuk menjamin agar mutu hasil pemeriksaan dapat
dipercaya antara lain :
1. Mutu Reagen dan Alat
Upaya yang dilakukan meliputi pembuktian terhadap reagensia,
pengecekan alat/instrumen dan pemeliharaan alat/instrumen secara
terjadwal untuk meyakinkan bahwa reagent dan alat/instrumen
digunakan memenuhi syarat
2. Ketelitian dan ketepatan
Upaya yang dilakukan yaitu melakukan pemeriksaan terhadap
bahan kontrol normal dan patologis pada setiap hari / setiap kali ada
jadwal kerja pemeriksaan. Apabila analisis menemukan
kesalahankesalahan pada saat pengerjaan bahan kontrol tersebut, maka
sampel pasien tidak boleh dikerjakan sebelum analisis menemukan
penyebab kesalahan dan memperbaikinya
Tujuan Pemantapan Mutu Internal :
a) Pemantapan dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan
mempertimbangkan aspek analitik dan klinis.
b) Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga pengeluaran hasil
yang salah tidak terjadi dan perbaikan penyimpangan dapat
dilakukan segera.
c) Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien,
pengambilan, pengiriman, penyimpanan dan pengolahan
spesimen sampai dengan pencatatan dan pelaporan telah
dilakukan dengan benar.
d) Mendeteksi penyimpangan dan mengetahui sumbernya
e) Membantu perbaikan pelayanan kepada pelanggan (customer)
G. Pemantapan Mutu Eksternal
Pemantapan Mutu Eksternal (PME) merupakan kegiatan yang
diselenggarakan secara periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang
bersangkutan untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium
dalam bidang pemeriksaan tertentu. PME hendaknya dilakukan secara
teratur dengan mengikuti program yang dilaksanakan oleh organisasi
independen atau yang telah ditetapkan
PME merupakan sebuah tipe prosedur QC (Quality Control) dimana
laboratorium mendapatkan spesimen secara periodik untuk analisis yang
juga dikirimkan ke laboratorium yang ikut berpartisipasi dalam program
PME. Proses dan penanganan spesimen PME dapat dirangkum ke dalam apa
yang disebut sabagai “aturan emas”: lakukan sampel PME seperti
melakukan sampel pada pasien. Regulasi CLIA (Clinical laboratory
Improvement Act) tahun 1988 mensyaratkan tidak ada treatment khusus
untuk sampel PME (seperti memeriksa sampel PME ‘duplo’ sedangkan
sampel pasien diperiksa secara rutin hanya satu kali) dan tidak ada
perbandingan hasil survei awal antara laboratorium sebelum melaporkan
hasil ke penyelengara PME. Berikut adalah persyaratan ini diperlukan dalam
proses dan penanganan sampel PME sesuai standar CLIA, yaitu :
1. Sampel PME harus diuji dengan alat yang sama seperti pemeriksaan
pasien rutin.
2. Sampel PME harus di uji dengan frekuensi pemeriksaan yang sama
dengan sampel pasien rutin.
3. Laboratorium yang ikut berpartisipasi dalam program PME tidak
melakukan perbandingan hasil sampel PME antar laboratorium
sebelum hasil diserahkan kepada penyelenggara program PME sesuai
tanggal persyaratan pelaporan.
4. Laboratorium tidak mengirimkan sampel PME ke laboratorium lain.
5. Laboratorium mencatat semua langkah (seperti penanganan,
pengolahan, tes, pelaporan) untuk semua kegiatan PME
6. PME diperlukan hanya untuk metode primer yang digunakan untuk
menguji analit dalam sampel pasien selama periode yang dicakup
PME
1. Uji Profiensi
Uji Profisiensi menurut ISO/IEC 43-1: 1997 adalah
perbandingan antar laboratorium yang disusun secara teratur untuk
menilai kinerja laboratorium analitik dan kompetensi personil
laboartorium. Sedangkan menurut CLSI uji profiseinsi merupakan
sebuah program dimana beberapa sampel dikirim secara berkala ke
anggota dari sekelompok laboratorium untuk analisis dan / atau
identifikasi; dimana masing-masing hasil laboratorium dibandingkan
dengan laboratorium lain dalam kelompok dan/ atau dengan nilai yang
ditetapkan, dan dilaporkan ke laboratorium yang berpartisipasi. Dalam
proses uji profisiensi, laboratorium menerima sampel dari penyedia
pengujian. Penyedia ini mungkin merupakan organisasi (profit atau
non-profit) dibentuk khusus untuk memberikan uji profisiensi.
Penyedia uji profisiensi diantaranya adalah laboratorium rujukan
pusat, badan kesehatan pemerintah, dan produsen kit atau instrumen.
Uji ini dapat dilakukan 3-4 kali dalam setahun.
Berikut adalah kelemah uji profisiensi, yaitu
a) Hasil profisiensi dipengaruhi oleh beberapa variabel yang tidak
berhubungan dengan spesimen pasien, diantaranya persiapan
pasien, efek matriks, metode statistik, dan peer grup
b) Uji profiseinsi tidak dapat mendeteksi semua masalah yang ada
di laboratorium, terutama yang mengenai prosedur pre analitik
dan pasca analitik
c) Hasil tunggal tidak dapat diterima dan tidak menunjukkan
adanya masalah laboratorium
2. Pemeriksaan Ulang
Metode ini dilakukan dimana hasil pemeriksaan suatu
laboratorium kesehatan diperiksa ulang oleh laboratorium
rujukan, dan sampel yang ada telah diuji ulang antar
laboratorium. Metode ini digunakan untuk rapid tes HIV.
Pemeriksaan HIV dengan metode rapid tes memiliki tantangan
khusus, karena sering dilakukan bukan oleh laboratorium
kesehatan , dan orang yang tidak terlatih dalam bidang
laboratorium kesehatan . Selain itu, kitnya sekali pakai dan tidak
dapat melakukan metode pengendalian mutu seperti yang
digunakan laboratorium kesehatan . Oleh karena itu, uji ulang
beberapa sampel menggunakan metode yang berbeda seperti
enzyme immunoassay (EIA) atau ELISA (enzyme-linked
immunosorbent assay) dapat membantu menilai kualitas
pengujian HIV metode rapid tes. Uji ulang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a) Dilakukan oleh laboratorium kesehatan rujukan, untuk
memastikan kualitas hasil pemeriksaan laboratorium
kesehatan .
b) Dilakukan pada pemeriksaan yang menggunakan
spesimen darah atau serum dengan metode rapid tes.
c) Jumlah sampel yang diuji ulang harus memberikan data
statistik yang signifikan untuk mendeteksi kesalahan
3. Onsite Evaluation
Metode ini biasanya dilakukan, ketika sulit melakukan uji
profisiensi atau untuk menggunakan metode pengecekan ulang /
pengujian ulang. Kunjungan berkala oleh evaluator untuk
pemeriksaan laboratorium kesehatan merupakan jenis PME
dapat digunakan ketika saat metode PME lain tidak layak atau
efektif. Sekali lagi, metode ini paling sering digunakan untuk
penilaian pemeriksaan BTA, dan rapid tes HIV. Metode ini bisa
digunakan untuk :
a) Mendapatkan gambaran realistis tentang praktik di
laboratorium dengan mengamati laboratorium dalam
kondisi rutin.
b) Memberikan informasi untuk perbaikan proses internal.
c) Mengukur kesenjangan atau kekurangan antar
laboratorium kesehatan
d) Membantu laboratorium kesehatan dalam mengumpulkan
informasi untuk perencanaan dan pelaksanaan pelatihan,
pemantauan, dan tindakan korektif

Uji Profiensi :
1. Memberikan gambaran kinerja laboratorium dengan baik dan
obyektif.
2. Dapat gunakan untuk sebagian besar jenis pengujian di laboratorium.
3. Hemat biaya dan karenanya dapat sering digunakan.
Pengecekan Ulang
1. Berguna bila sulit atau tidak mungkin mempersiapkan sampel untuk
menguji semua pemeriksaan.
2. Mahal dan menggunakan waktu dan orang yang cukup banyak
Onsite Evaluation
1. Dapat memberikan gambaran yang benar tentang keseluruhan kinerja
laboratorium, dan menawarkan realtime untuk perbaikan yang
dibutuhkan.
2. Paling mahal, karena membutuhkan waktu cukup lama
PME mengacu pada proses pengendalian keakuratan metode analisis
dengan perbandingan hasil pemeriksaan antar laboratorium. Langkah-
langkah dan gambaran umum melakukan PME adalah sebagai berikut :
1. Koordinator PME mempersiapkan dan mengirimkan satu atau dua
sampel pada peserta PME
2. Sampel diuji oleh laboratorium dengan menggunakan peralatan dan
pereaksi yang sama dengan yang digunakan pada pemeriksaan sampel
pasien
3. Koordinator PME mengumpulkan semua hasil dan
mengelompokkannya sesuai dengan metode, reagen dan instrument
analisis laboratorium atau kriteria lainnya.
4. Koordinator PME menghitung nilai target (mean konsensus) dan total
variasi (dinyatakan sebagai standar deviasi) hasil laboratorium.
5. Jika salah satu laboratorium memiliki nilai di luar batas kontrol (nilai
target ± variasi yang diijinkan) maka laboratorium ini dianggap "out
of control".
6. Laboratorium "out of control" harus memperbaiki prosedur analitis.
Data input dari semua laboratorium yang ikut berpartisifasi dalam
program survei PME mencakup hasil untuk semua analit dan identifikasi
reagen/metode/instrumen yang digunakan untuk analisis. Sedangkan data
output mencakup :
1. Hasil dilaporkan untuk setiap analit
2. Mean (rerata) yang dapat diaplikasikan untuk setiap analit
3. Standard deviation hasil dengan metode komparatif
4. Jumlah laboratorium yang menggunakan metode yang sama dengan
laboratorium yang hasilnya dievaluasi
5. Standard deviation index (SDL)
6. Batas bawah (lower limit,LL) dan batas atas (upper limit,UL) yang
dapat diterima
7. Plot jarak relatif hasil yang dilaporkan dari target sebagai persentase
simpangan yang diperbolehkan (allowed deviation,AD)
Hasil PME yang masuk dalam batas atas dan bawah dapat diterima
dan dianggap memuaskan. Hasil PME yang ternyata di luar batas (Out of
Control) dianggap tidak memuaskan :
1. Hasil PME < LL : kinerja laboratorium yang tidak memuaskan
2. Hasil PME > UL : kinerja laboratorium yang tidak memuaskan
3. LL ≤ hasil PT ≤ UL : kinerja laboratorium yang memuaskan
Program Nasional PME
Program Nasional Pemantapan Mutu Eksternal (PN PME) adalah
suatu program untuk menilai penampilan pemeriksaan laboratorium secara
periodik, serentak, dan berkesinambungan yang dilakukan oleh pihak luar
laboratorium dengan jalan membandingkan hasil pemeriksaan laboratorium
peserta terhadap nilai target. Penyelenggaraan kegiatan ini dilaksanakan
oleh pihak pemerintah, yaitu Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik
dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Sejak tahun 2005 PN PME
diselenggarakan secara kerjasama antara pemerintah dan swasta karena
belum terbentuknya Badan Independen Penyelenggara Program PME
Laboratorium Kesehatan Nasional. Penyelenggara Program PME swasta
dikelola bersama-sama antara Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik
dengan Pengurus Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI).
Setiap laboratorium kesehatan wajib mengikuti PN PME yang
diselenggarakan oleh pemerintah secara teratur dan periodik meliputi semua
bidang pemeriksaan laboratorium. Landasan hukum setiap laboratorium
kesehatan wajib megikuti PN PME adalah, sebagai berikut :
1. PMK No. 411/Menkes/Per/III/2010 Pasal 6 Ayat (a) Bahwa
Laboratorium kesehatan wajib melaksanakan PMI dan mengikiuti
kegiatan PME yang diakui pemerintah
2. MOU No. HK.06.20/V.5/5271/2010 No. 89/MOU/PP/ILKI/10-2010
Tgl. 12 Oktober 2010 antara Direktur Bina Pelalayanan Penunjang
Medik dan Sarana Kesehatan, Ditjen Bina Upaya Kesehatan
Kemenkes RI dengan Ketua Umum PP ILKI tentang Penyelenggaraan
PN PME bagi Laboratorium RS Swasta / Laboratorium Kesehatan
Swasta
Dalam pelaksanaannya, kegiatan PN PME ini mengikutsertakan
semua laboratorium, baik milik pemerintah maupun swasta dan dikaitkan
dengan akreditasi laboratorium kesehatan serta perizinan laboratorium
kesehatan swasta. maka pemerintah menyelenggarakan PN PME untuk
berbagai bidang pemeriksaan dan diselenggarakan pada berbagai tingkatan,
yaitu :
1. tingkat nasional/tingkat pusat : Kementrian Kesehatan
2. tingkat Regional : BBLK
3. tingkat Provinsi/wilayah: BBLK/BLK
Saat ini bidang PN PME yang dapat diikuti diantaranya Hematologi,
Kimia Klinik, Imunologi, Napza, Hemostasis dan Urinalisa. Kegiatan PN
PME ini sangat bermanfaat bagi suatu laboratorium sebab dari hasil evaluasi
yang diperolehnya dapat menunjukkan penampilan laboratorium yang
bersangkutan dalam bidang pemeriksaan yang ditentukan. Tujuan dari PN
PME yang diselegarakan oleh Kementrian Kesehatan yaitu:
1. Mengenali kesalahan sistematik
2. Kontrol seluruh daerah pemeriksaan ( normal atau patologis )
3. Mengenali pengaruh zat sampingan
4. Menghindari kekeliruan pemeriksaan secara sadar maupun tidak
5. Menghindari kekeliruan pimpinan laboratorium secara sadar maupun
tidak
6. Meningkatkan reproduksibilitas hasil-hasil laboratorium peserta
H. Pemantapan Mutu Internal Kimia Klinik
Pemantapan mutu (quality assurance) kimia klinik adalah segala usaha
/ kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil
pemeriksaan laboratorium kimia klinik. Kegiatan ini terdiri atas empat
komponen penting, yaitu : pemantapan mutu internal (PMI), pemantapan
mutu eksternal (PME), verifikasi, validasi, audit, dan pendidikan dan
pelatihan
1. Persiapan pasien
Macam specimen : Serum, Plasma, Darah, Urine, cairan otak, Bilasan
lambung, sperma, cairan pleura,cairan arcites
Persiapan :
1. Pasien puasa selama 8-12 jam sebelum diambil darah
No Pemeriksaan Lama puasa
1 Glukosa Puasa 10 – 12 jam
2 Tes toleransi glukosa Puasa 10 – 12 jam
3 Glukosa kurva harian Puasa 12 jam
4 Trigliserida Puasa 10 – 12 jam
5 Asam urat Puasa 10 – 12 jam
6 VMA Puasa 10 – 12 jam
7 Renin Puasa 10 – 12 jam
8 Insulin Puasa 8 jam
9 C. Peptide Puasa 8 jam
10 Gastrin Puasa 12 jam

2. Pengambilan specimen sebaiknya pagi hari (07.00 - 09.00)


3. Menghindari obat-obatan untuk sampel : darah tidak minum
obat 4-24 jam, urin (48-72jam), pemberian obat tidak mungkin
dihentikan.
4. Menghindari aktifitas fisik
5. Memperhatikan efek postur: pasien duduk sekurangnya 15 menit
sebelum diambil darah
6. Memperhatikan fase diurnal : ACTH, Renin, Aldosteron
Faktor yang mempengaruhi : Diet, obat-obatan,merokok, alcohol,
aktifitas fisik, ketinggian tempat tinggal, demam, trauma, variasi
circadian rythme (umur,diurnal, mentruasi/tdk, pagi/siang), umur, ras,
gander,kehamilan
2. Pengambilan
a) Peralatan (basah, kering, tidak mengandung deterjen, terbuat
dari bahan stabil, mudah dicuci, disposibel)
b) Wadah dengan syarat (bahan gelas/plastic, aman, bertutup
rapat/ulir, bersih, kering)
c) Pengawet dan antikoagulan
d) Waktu
e) Lokasi pengambilan ( Vena/kapiler)
f) Volume tergantung pemeriksaan
No Jenis Pemeriksaan Sampel Jumlah Pengawet Wadah Stabilitas
20-25°C (3hari)
Darah 2 mL G/P
4°C(7hari)
1 Gula darah NaF
20°C (3bulan)
Serem 2 mL G/P
2-8° (12jam)
20-25°C(6hari)
2 Kolesterol Serum 1 mL - G/P 4°C (6hari)
-20°C (6bulan)
3 Bilirubin Serum 1 mL - G/P Segera mungkin
20-25°C(5hari)
4 Amilase Serum 1 mL - G/P 4°C (5hari)
-20°C (7bulan)
20-25°C(5hari)
5 Asam urat Serum 1 mL - G/P 4°C (5hari)
-20°C (6bulan)
20-25°C(24 jam)
6 Lipase Serum 1 mL - G/P 4°C (5hari)
-20°C (3 tahun)
20-25°C(6hari)
7 Protein total Serum 1 mL - G/P 4°C (6hari)
-20°C (6bulan)
3. Pemberian Identitas
Pemberian Identitas : tanggal permintaan, tanggal dan jam
pengambilan, identitas pasien (nama, umur, jenis kelm, alamat/ruang),
identitas pengirim (nama, alamat, telpon), No lab, Diagnose
/keterangan klinis, obat yg diberikan .pengambilan, Volume, Transpor
media/pengawet yang digunakan, nama pengambil specimen
4. Pengolahan
a. Serum
Darah dibiarkan suhu kamar selama 20-30 menit, sentrifuse
3000 rpm selama 5- 15 menit. Pemisahan serum dilakukan 2 jam
setelah pengambilan spesimen. Serum yang memenuhi syarat
tidak merah dan tidak keruh.
b. Plasma EDTA
Plasma 2 mg EDTA dalam botol +alirkan 2 ml darah vena tanpa
melalui jarum , tutup botol-campur dengan antikoagulan EDTA
60 detik/lebih. Ambil darah untuk pemeriksaan langsung dari
botol, tutup botol segera. Bila pemeriksaan ditunda disimpan
dialmari es
c. Darah
Darah yang diperoleh ditampung dalam tabung yang berisi
antikoagulan yang sesuai, kemudian dihomogenkan dengan
membolak balik tabung 10-12 x secara perlahan dan merata
5. Penyimpnan dan pengiriman sampel
Penyimpanan. Spesimen yang sudah didapatkan segera dikirim ke
laboratorium untuk diperiksa, karena stabilitas spesimen dapat
berubah. Cara penyimpanan spesimen pada suhu kamar, dalam almaei
es suhu 2 - 8 o C;dibekukan suhu -20o C; -70o C; -120o C, diberi
bahan pengawet, penyimpanan spesimen darah sebaiknya bentuk
serum/lisat
Faktor yang mempengaruhi :
a) Terjadi kontaminasi kuman dan bahan kimia
b) terjadi metabolisme oleh sel-sel hidup pada specimen
c) terjadi penguapan
d) pengaruh suhu
e) terkena paparan sinar matahari
6. Pengiriman
Waktu pengiriman jangan melampaui masa stabilitas spesimen, tidak
terkena sinar matahari langsung, kemasan harus memenuhi syarat
keamanan kerja laboratorium dengan berlabel, suhu pengiriman
memenuhi syarat
7. Kalibrasi peralatan
Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan salah satunya peralatan
laboratorium.Oleh karena itu alat perlu dipelihara dan dikalibrasi
secara berkala.Alat yang perlu.
a. Pemantauan suhu almari es, inkubator, deepfreezer, waterbath.
Penyimpangan suhu melebihi 2oC, pengatur suhu perlu disetel
kembali. Contoh kartu pencatatan suhu seperti dibawah ini:

b. Penyertaan bahan atau strain kuman untuk kontrol kualitas


pemeriksaan.
c. Uji kualitas media reagensia dan zat warna
8. Pemeliharaan dan kalibrasi alat laboratorium
Seperti sentrifuge (timer, rpm), pipet. Set sentrifuge pada waktu yang
sering dipakai (5 menit), Jalankan sentrifuse bersamaan dg itu
jalankan stopwatch. Waktu sentrifuse berhenti, matikan stopwatch,
catat waktu yang ditunjukkan stopwatch
a. Pemantapan Mutu Internal Kimia Kesehatan meliputi:
1) Thermometer , kalibrasi 6 bulan sekali : Letakkan
thermometer yang akan dikalibrasi dan thermometer
standar bersertifikat berdekatan dalam ruang AC (suhu 20-
25°C), diamkan selama 1 jam. Catat suhu kedua
thermometer. Syarat beda +/- 0.5°C, ulangi pada suhu
30°C, 40°C dalam oven
2) Pencatatan atau pemantauan suhu almari es.
3) Kalibrasi alat GC
4) Kalibrasi alat AAS
b. Pemantapan mutu internal patologi
1) Pencatatan atau pemantauan suhu almari es
2) Kalibrasi Spekto fotometer.
3) Pemeriksaaan gula.
4) Pemeriksaan SGOT.
5) Pemeriksaan SGPT.
6) Pemeriksaan Kreatin.
7) Pemeriksaan Ureum.
8) Pemeriksaan suhu refrigator.
9) Pemeriksaan Kolestrol

Presisi dan Akurasi


1. Nilai Presisi menunjukkan seberapa dekat suatu hasil bila dilakukan
berulang dengan sampel yang sama. Ketelitian dipengaruhi kesalahahan
acak yang tidak dapat dihindarkan. Presisi biasanya dinyatakan dalam nilai
koefisien variasi (% KV atau % CV) yang dihitung dengan rumus

2. Akurasi (ketepatan) atau inakurasi (ketidak tepatan) dipakai untuk menilai


adanya kesalahan acak atau sistematik/ keduanya. Nilai akurasi
menunjukkan kedekatan hasil terhadap nilai sebenarnya yang telah
ditentukan oleh metode standar. Distribusi hasil pemeriksaan disekitar nilai
pusat menunjukkan kesalahan acak. Pergeseran hasil pemeriksaan dari hasil
sebenarnya menunjukkan kesalahan sistematik. Kesalahan Total
menunjukkan berapa besar kesalahan jika komponen kesalahan acak dan
sistematik terjadi bersamaan pada arah yang sama. Akurasi dapat dinilai dari
hasil pemeriksaan bahan control dan dihitung sebagai nilai biasnya (d %)

3. Akurasi dan presisi adalah independen satu dengan yang lain Metode yang
baik adalah yang mempunyai akurasi dan presisi yang baik
4. Daftar batas minimum presisi (CV maksimum) beberapa pemeriksaan ,
dapat dilihat pada tabel berikut:
Cara Penilaian
Penilaian peserta dilakukan menggunakan sistem indeks varians. Pada
sistem penilaian VI digunakan chosen coefficient of variation (CCV)
sebagai pengganti standart deviation (SD). Dengan penilaian VI dapat
diketahui penyimpangan hasil pemeriksaan terhadap nilai target. Selian itu
dengan digunakannya CCV maka dapat dibandingkan hasil antar negara
yang menggunakan sistem yang sama. Pada sistem penilaian VI juga
diperkenalkan besaran kumulatoif seperti MRVIS dan OMRVIS, sehingga
penilaian ini selain memberikan penilaian sesaat, juga penilaian secara
kumulatif
CCV merupakan skala atau stuan yang menjadi patokan untuk
menentukan sejauh maan hasil pemeriksaan menyimpang dari hasil yang
diharapkan. Pada saat ini program pemantapan mutu WHO (IEQAS)
menggunakan sistem yang sama dan telah menetapkan CCV masingmasing
parameter
Tolak ukur yang digunakan adalah

Bias Index Score (BIS)


yaitu nilai VIS yang menggunakan tanda arah penyimpangan hasil
pemeriksaan peserta terhadap nilai target. Tanda positif + berarti lebih tinggi
dari nilai target dan tanda negatif – berarti lebih rendah dari nilai target.
Mean Running Variance Index Score (MRVIS)
yaitu nilai rata-rata 6 VIS terakhir untuk parameter tertantu
Overall Mean Running Variance Index Score (OMRVIS)
yaitu nilai rata-rata 6 overall VIS terakhir untuk seluruh parameter
BAB III
KESIMPULAN3

A. Kesimpulan
Mutu laboratorium klinik meliputi mutu hasil pemeriksaan dan mutu
layanan. Mutu hasil yaitu hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat
dipercaya (memenuhi standar mutu), sedangkan mutu layanan adalah
aktivitas yang diberikan sesuai kebutuhan atau harapan pelanggan
(mengatasi keluhan pasien/pelanggan menurun)
Menurut Permenkes RI nomor 43 tahun 2013, bahwa pelayanan
laboratorium klinik merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, dengan menetapkan
penyebab penyakit, menunjang sistem kewaspadaan dini, monitoring
pengobatan, pemeliharaan kesehatan, dan pencegahan timbulnya penyakit.
Laboratorium klinik perlu diselenggarakan secara bermutu untuk
mendukung upaya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
Untuk mencapai mutu hasil laboratorium yang memiliki ketepatan dan
ketelitian tinggi maka seluruh metode dan prosedur operasional
laboratorium harus terpadu mulai dari persiapan sampel, pengambilan
sampel, pemeriksaan sampel sampai pelaporan hasil uji laboratorium ke
pelanggan
Tujuan pengendalian tahap pra analitik yaitu untuk menjamin bahwa
spesimenspesimen yang diterima benar dan dari pasien yang benar pula
serta memenuhi syarat yang telah ditentukan. Kesalahan yang terjadi pada
tahap pra analitik adalah yang terbesar, yaitu dapat mencapai 60% - 70%
Laboratorium wajib melakukan pemeliharaan dan kalibrasi alat baik
secara berkala atau sesuai kebutuhan, agar dalam melaksanakan
pemeriksaan spesimen pasien tidak mengalami kendala atau gangguan yang
berasal dari alat laboratorium. Kerusakan alat dapat menghambat aktivitas
laboratorium, sehingga dapat mengganggu performa/ penampilan
laboratorium yang pada akhirnya akan merugikan laboratorium itu sendiri.
Untuk mendapatkan mutu yang dipersyaratkan, laboratorium harus
melakukan uji ketelitian – ketepatan
Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan
pengawasan yang dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara
terus menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Program
pengendaliandan pemantapan mutu internal meliputi semua upaya yang
dilakukan secara mandiri untuk menjamin agar mutu hasil pemeriksaan
yang dikeluarkan dapat dipercaya dan diandalkan Pemantapan Mutu
Eksternal (PME) merupakan kegiatan yang diselenggarakan secara periodik
oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan
menilai penampilan suatu laboratorium dalam bidang pemeriksaan tertentu.
PME hendaknya dilakukan secara teratur dengan mengikuti program yang
dilaksanakan oleh organisasi independen atau yang telah ditetapkan
Uji Profisiensi menurut ISO/IEC 43-1: 1997 adalah perbandingan
antar laboratorium yang disusun secara teratur untuk menilai kinerja
laboratorium analitik dan kompetensi personil laboartorium Metode ini
biasanya dilakukan, ketika sulit melakukan uji profisiensi atau untuk
menggunakan metode pengecekan ulang / pengujian ulang
Penyimpanan. Spesimen yang sudah didapatkan segera dikirim ke
laboratorium untuk diperiksa, karena stabilitas spesimen dapat berubah

B. Saran
Diharapkan setelah membaca ini mahasiswa dapat lebih memahami
mengenai penetapan mutu di bagian kimia klinik
Daftar Pustaka

Charles JP Siregar, Praktik Sistem Manajemen Laboratorium Pengujian Yang


Baik ( Good Testing Laboratory Manajemen System Practice). EGC,
Jakarta, 2007.
Depkes RI, 2008, Good Laboratory Practice (Pedoman Praktek Laboratorium
Yang benar. Dirjen Bina Pelayanan Medik departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Kepmenkes No. 298/Menkes/SK/III/2008. Pedoman Akreditasi laboratorium
Kesehatan
Burtis,C.A., Ashwood,E.R., & Bruns,D.E. 2006. Tietz Textbook of Cliinical
Chemistry and Molekuler Diagnostik. Philadhelpia:Elsevier Saunders
Lewandroski, K. 2002. Quality Control and Assurance.Clinical
Chemistry.Laboratory Management and Clinical Correlation. Lippincolt
Williams and Wilkins. Philadelphia
Kuncoro, T., et. al., 1997, Manajemen Proses di Laboratorium Klinik Menuju
Produk yang Bermutu, Dalam : Sianipar, O. (ed), 1997, Prinsip-prinsip
Manajemen Untuk Peningkatan Mutu Pelayanan Laboratorium Patologi
Klinik Rumah Sakit, Magister Manajemen Rumah Sakit, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
Mulyadi, Bagus, et. al., 2001, Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan
Rumah Sakit, Worl Health Organization – Direktorat Jendral Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Pusorowati, Nunuk, 2004, Konsep Dasar Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan
Rumah Sakit, Clinical Epidemiology and Biostatistics Unit, RS Dr.
Sardjito/FK-UGM, Yogyakarta
Sulistiyani, Ambar T. dan Rosidah, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia :
Konsep, Teori dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik, Graha
Ilmu, Yogyakarta
Sukorini,U.; Nugroho, D.K.;Rizki, M.;Hendriawan, B.,2010. Pemantapan Mutu
Internal Laboratorium, Alfa Media,Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai