DISUSUN OLEH :
Mikotoksin adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada toksin yang
dihasilkan oleh cendawan. Lebih lengkapnya, mikotoksin didefinisikan sebagai produk
alami dengan bobot molekul rendah yang dihasilkan sebagai metabolit sekunder dari
cendawan berfilamen dan dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian pada
manusia, hewan, tumbuhan, maupun mikroorganisme lainnya.
Mikotoksin atau racun jamur akan sangat mudah ditemukan saat kondisi
lingkungan lembab, terutama saat musim penghujan. Selain itu ransum atau bahan baku
ransum dengan kadar air yang tinggi akan memicu tumbuhnya jamur yang
menghasilkan racun atau toksin.
Terdapat enam jenis mikotoksin utama yang sering merugikan manusia, yaitu
aflatoksin, citrinin, ergot alkaloid, fumonisin, ochratoxin, patulin, trichothecene, dan
zearalenone.
a. Aflatoksin
Toksin ini memiliki paling tidak 13 varian, yang terpenting adalah B1, B2, G1,
G2, M1, dan M2. Aflatoksin B1 dihasilkan oleh kedua spesies, sementara G1 dan G2
hanya dihasilkan oleh A. parasiticus. Aflatoksin M1, dan M2 ditemukan pada susu sapi
dan merupakan epoksida yang menjadi senyawa antara.
b. Citrinin
c. Ergot Alkaloid
Ergot alkaloid diproduksi oleh berbagai jenis cendawan, namun yang utama
adalah golongan Clavicipitaceae. Dulunya kontaminasi senyawa ini pada makanan
dapat menyebabkan epidemik keracunan ergot (ergotisme) yang dapat ditemui dalam
dua bentuk, yaitu bentuk gangren (gangrenous) dan kejang (convulsive). Pembersihan
serealia secara mekanis tidak sepenuhnya memberikan proteksi terhadap kontaminasi
senyawa ini karena beberapa jenis gandum masih terserang ergot dikarenakan varietas
benih yang digunakan tidak resiten terhadap Claviceps purpurea, penghasil ergot
alkaloid. Pada hewan ternak, ergot alkoloid dapat menyebabkan tall fescue toxicosis
yang ditandai dengan penurunan produksi susu, kehilangan bobot tubuh, dan fertilitas
menurun.
d. Fumonisin
Berbagai dosis akut (LD50 ) dari OA pada berbagai rute dan hewan dapat
dilihat pada Tabel 3 yang memperlihatkan bahwa anjing dan babi merupakan hewan
yang paling peka terhadap OA.
f. Patulin
h. Zearalenone
Jika terkonsumsi, mikotoksin akan sangat berbahaya bagi tubuh, hal ini karena
mikotoksin bersifat mutagenik, terratogenik, dan karsinogenik. Bahan pangan yang
rawan terhadap kontaminasi mikotoksin adalah jagung, kopi, dan serealia. Contohnya
adalah aflatoksin yang banyak mengkontaminasi jagung dan kacang tanah, serta
ochratoksin yang dihasilkan oleh kapang A. Ochraceus dan Penicillium verrucosum
yang banyak terdapat pada kopi. Terhadap tubuh, organ yang menjadi target dari
mikotoksin pun berbeda-beda. Aflatoksin toksik terhadap hati, sedangkan target
spesifik ochratoksin adalah menyerang organ ginjal
2. Silage
Silage merupakan hijauan yang disimpan dalam bentuk segar yang diawetkan
dalam silo. Penyimpanan ini dilakukan dengan memotong hijauan agar
berukuran pendek ± 6 cm agar memudahkan pemadatan dalam penyimpanan.
Kemudian bahan itu dilayukan sampai kadar air 60 – 70 %. Selajutnya
dicampur dengan bahan pengawet 4 – 5 % (dedak/tetas) dan dimasukkan
sedikit demi sedikit ke dalam silo. Proses pemasukan campuran tadi akan terus
berlangsung hingga silo tadi penuh. Agar silo benar-benar penuh, dalam
pemasukan campuran tadi perlu diinjak-injak. Bila silo sudah penuh,
permukaannya ditutup rapat sehingga udara dan air tidak dapat masuk.
Silase yang baik memiliki ciri-ciri berasa dan berbau asam serta berwarna hijau
bukan coklat. Selain itu dalam penyimpanannya silo tadi tidak dijemur tetapi
diletakkan di tempat yang teduh. Tidak berlendir dan tidak bergumpal
melupakan cirri-ciri lain kalo silo itu baik.
3. Amoniasa
Amoniasi merupakan proses perombakan dari struktur keras menjadi struktur
lunak. Selain itu pada proses ini juga terjadi penambahan unsure N dengan
mengunakan gas (NH3) dari urea untuk meningkat kualitas dari limbah jerami.
Peroses penyimpanannya hampir sama dengan silase. Yaitu dengan
memasukkan jerami dimasuk kedalam silo sedikit demi sedikit sambil dinjak-
injak agar menjadi padat.
Sebagai bahan tambahan, larutan dalam ember berisi 400 liter air dengan
memasukkan 60 kg urea didauk sampai seluruh urea larut. Kemudian siramkan
larutan urea tersebut kedalam silo yang berisi jerami. Agar silo benar-benar
kedap udara, tutuplah permukaan silo dengan plastik diikat dengan rapi
Setelah satu bulan silo dapat dibuka dan jerami sudah matang. Jerami tersebut
harus diangikan selama 2 hari sebelum diberikan pada ternak. Amoniasa yang
baik memiliki cirri-ciri berbau urea (amoniak, memiliki struktur yang lembut
dan tidak ditumbuhi jamur.
4. Jerami fermentasi
Fermentasi merupakan proses perombahan dari struktur keras secara fisik,
kimia dan biologi sehingga bahan dari struktur yang komplek menjadi
sederhana. Hal ini akan membuat daya cerna ternak menjadi lebih efesien.
Dalam proses pembuatannya, jerami 100 kg dibutuhkan starbio 6 kg dan urea
6 kg (0,6 %). Diawali dengan penyusunan jerami dengan ketebalan ± 30 cm
pada tempat yang teduh. Kemudian tebarkan starbio dan urea sesuai dengan
perbandingan secara merata. Siram dengan air bersih (digembor) secara merata
diatas tebaran starbio dan urea (agar terjadi reaksi). Usahakan kadar air ± 60 %.
Apabila jerami masih basah (baru disabit/dipotong) penyiraman air dilakukan
tidak terlalu banyak. Penyiraman secara optimal dilakukan jika jerami sudah
kering, agar air membasahi secara keseluruhan lapiasan jerami.
Langkah 2,3,4 ini terus dilakukan secara silih berganti sampai jerami memenuhi
tempat,minimal 1,5 meter tingginya. Setelah selesai menumpuk jerami tunggu
waktu selama 21 hari, hasil jerami dibongkar dan dianginkan (jemur) agar
buanya hilang. Hasil jerami fermentasi saiap diberiakan pada ternak
(sapi,kambing,kerbau) dan ternak lain yang membutuhkan HPT atau untuk
disiapkan untuk persediaan.untuk menghemat tempat penyimpanan dan
memudahkan distribusi jerami fermentasi dipres memakai mesin pres jerami.