Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Saat ini banyak masyarakat yang sangat mengkhawatirkan zat- zat kimia yang

banyak terkandung dalam makanan- makanan baku maupun makanan- makanan olahan

(instan). Padahal keberadaan toksin alami dalam makanan yang dihasilkan oleh

mikroorganisme juga sangat perlu diperhatikan karena toksin ini bersifat karsinogenik

yang lebih potensial. Salah satu toksin alami yang bisa terkandung dalam makanan

adalah mikotoksin. Mikotoksin adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada toksin

yang dihasilkan oleh kapang atau jamur, mikotoksin didefinisikan sebagai racun atau

toksin hasil dari proses metabolisme sekunder jamur yang dapat menyebabkan perubahan

fisiologis abnormal atau pathologis pada manusia dan hewan. Mikotoksikosis adalah

peristiwa keracunan yang disebabkan oleh makanan atau pakan yang telah tercemar

mikotoksin.

Mikotoksin atau racun jamur akan sangat mudah ditemukan saat kondisi lingkungan

lembab, terutama saat musim penghujan. Selain itu ransum atau bahan baku ransum

dengan kadar air yang tinggi akan memicu tumbuhnya jamur yang menghasilkan racun

atau toksin.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan mikotoksin?

2. Apa saja jenis dari mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang?

C. TUJUAN

1. Dapat mengetahui pengertian mikotoksin

2. Dapat mengetahui jenis mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang


2

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MIKOTOKSIN

Mikotoksin adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada toksin yang dihasilkan

oleh kapang atau jamur. Lebih tepatnya mikotoksin didefinisikan sebagai racun atau

toksin hasil dari proses metabolisme sekunder jamur yang dapat menyebabkan perubahan

fisiologis abnormal atau pathologis pada manusia dan hewan. Mikotoksikosis adalah

peristiwa keracunan yang disebabkan oleh makanan atau pakan yang telah tercemar

mikotoksin.

Mikotoksin atau racun jamur/kapang akan sangat mudah ditemukan saat kondisi

lingkungan lembab, terutama saat musim penghujan. Selain itu ransum atau bahan baku

ransum dengan kadar air yang tinggi akan memicu tumbuhnya jamur yang menghasilkan

racun atau toksin.

B. JENIS-JENIS MIKOTOKSIN

1. AFLATOKSIN
3

Aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus Flavus Toxin. Toksin ini pertama kali

diketahui berasal dari kapang Aspergillus Flavus yang berhasil diisolasi pada tahun

1960. Aspergillus Flavus sebagai penghasil utama aflatoksin umumnya hanya

memproduksi aflatoksin B1 dan B2 (AFB1 dan AFB2) Sedangkan Aspergillus

Parasiticus memproduksi AFB1, AFB2, AFG1, dan AFG2. Dimana dibedakan

berdasarkan penampakan fluoresensinya pada lempeng kromatografi lapisan tipis

dibawah sinar UV, yang memberikan warna biru (blue) untuk B, sedangkan warna hijau

(green) untuk yang G. Aspergillus Flavus dan Aspergillus Parasiticus ini tumbuh pada

kisaran suhu yang jauh, yaitu berkisar dari 10-120C sampai 42-430C dengan suhu

optimum 320-330C dan ph optimum 6.

Diantara keempat jenis aflatoksin tersebut AFB1 memiliki efek toksik yang paling

tinggi. Mikotoksin ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik. Selain itu,

aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan

tubuh. Toksisitas alfatoksin dipengaruhi oleh beberapa factor-faktor, diantaranya

lingkugan, rute pemaparan, dosis, lama pemaparan, umur, jenis kelamin, kondisi

kesehatan dan status target.

Jenis mikotoksik ini sering terdapat dalam jagung dan hasil olahannya, biji kacang,

susu, tree nuts seperti kacang brasil, kacang pistachio dan walnut. Selain itu juga terdapat

pada pasta dan mie instan. Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering

ditemukan pada produk-produk pertanian dan hasil olahan. Selain itu, residu aflatoksin

dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti, telur, dan daging ayam.

Telah dilaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pasien (66 orang pria dan 15 orang wanita)

menderita kanker hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goring, bumbu

kacang, kecap dan ikan asin. AFB1, AFG1, dan AFM1 terdeteksi pada contoh liver dari

58% pasien tersebut dengan konsentrasi diatas 400 g/kg.


4

Gambar. Alfatoksin pada jagung

2. CITRININ

Citrinin pertama kali diisolasi dari Penicillium Citrinum oleh Thom pada tahun

1931. Penicillium dikenal sebagai jamur biru, yang menyebabkan soft rotpada

apel, moulding pada selai, roti, dan kue. Penicillium spp. juga merupakan gambaran

kerusakan utama pada buah apel saat disimpan. Citrinin merupakan mikotoksin yang

diproduksi oleh berbagai spesies Penicilllium dan Aspergillus. Mikotoksin yang umum

ditemukan pada pembusukan apel merupakan akibat adanya kapang Penicillim expansum.

Infeksi dapat masuk melalui luka, lentisel, atau calyx yang terbuka, dan kadang dapat

melalui spora di udara, atau kontak dengan tanah yang telah terkontaminasi pada saat

penyimpanan di kontainer, atau melaui sistim udara

Mikotoksin ini juga ditemukan sebagai kontaminan alami pada jagung, beras,

gandum, barley, dan gandum hitam (rye). Citrinin juga diketahui dapat dihasilkan oleh

berbagai spesies Monascus dan hal ini menjadi perhatian terutama oleh masyarakat Asia

yang menggunakan Monascus sebagai sumber zat pangan tambahan.Monascus banyak

dimanfaatkan untuk diekstraksi pigmennya (terutama yang berwarna merah) dan dalam

proses pertumbuhannya, pembentukan toksin citrinin oleh Monascus perlu dicegah.


5

Gambar. Apel yang terinfeksi Citrinin mikotoksin dari kapang Penicillim expansum

3. FUMONISIN

Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang dihasilkan oleh

kapang Fusarium spp.,terutama Fusarium Moniliforme dan Fusarium,Proliferatum.

Mikotoksin ini relatif baru diketahui dan pertama kali diisolasi dari Fusarium

Moniliforme pada tahun 1988 (Gelderblom, et al., 1988). Selain Fusarium

Moniliforme dan Fusarium Proliferatum, terdapat pula kapang lain yang juga mampu

memproduksi fumonisin, yaitu Fusarium Nygamai, Fusarium Anthophilum, Fusarium

Diamini dan Fusarium Napiforme.

Hingga saat ini telah diketahui 11 jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin

B1 (FB1), FB2, FB3 dan FB4, FA1, FA2, FC1, FC2, FP1, FP2 dan FP3. Diantara jenis

fumonisin tersebut, FB1 mempunyai toksisitas yang dan dikenal juga dengan nama

Makrofusin. FB1 dan FB2 banyak mencemari jagung dalam jumlah cukup besar, dan

FB1 juga ditemukan pada beras yang terinfeksi oleh Fusarium Proliferatum. Fumonisin

pertama kali ditemukan dalam jagung pada pertengahan tahun 1980-an. Keberadaannya

juga terdapat pada komoditas pangan lain seperti beras dan sorgum namun konsentrasinya

lebih rendah dibanding pada jagung. Batasan fumonisin dalam jagung mentah sendiri

dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, stres terhadap kekeringan
6

dan hujan selama periode sebelum panen dan periode panen, kondisi penyimpanan, dan

gangguan serangga.

Konsentrasi fumonisin biasanya meningkat pada musim panas dan kering dan pada

periode dimana kelembaban tinggi. Fumonisin juga bersifat fitotoksik, merusak membran

sel dan mengurangi sintesis klorofil. Selain itu fumonisin juga mengganggu

biosintesis sphingolipid pada tanaman dan bersifat patogen pada jagung yang

terinfeksi spesies Fusarium. Fumonisin dapat menyebabkan penyakit sporadis yang fatal,

nekrosis di otak pada kuda , keledai dan spesies lain yang dikenal sebagai Eguine

Leucoencephalomalacia (ELEM). ELEM merupakan indikator keberadaan fumonisin.

Gambar. Nekrosis di otak kuda disebabkan Fumonisi.

4. DEOKSINIVALENOL

Deoksinivalenol (DON, vomitoksin) adalah mikotoksin jenis trikotesena tipe B yang

paling polar dan stabil. Jenis mikotoksin ini diproduksi oleh kapang Fusarium
7

Graminearium (Gibberella zeae) dan Fusarium Culmorum, dimana keduanya merupakan

patogen pada tanaman.

Keberadaan DON kadang-kadang disertai pula oleh mikotoksin lain yang dihasilkan

oleh Fusarium seperti zearalenon, nivalenol (dan trikotesena lain) dan juga fumonisin.

Deoksinivalenol merupakan salah satu penyebab terjadinya mikotoksikosis pada hewan.

Merupakan mikotoksin yang stabil secara termal, oleh karena itu sangat sulit untuk

menghilangkannya dari komoditi pangan yang rentan terkontaminasi senyawa ini, seperti

pada gandum. DON banyak terdapat pada tanaman biji-bijian seperti gandum, barley, oat,

gandum hitam, tepung jagung, sorgum, tritikalus dan beras. Pembentukan DON pada

tanaman pertanian tergantung pada iklim dan sangat bervariasi antar daerah dengan

geografi tertentu.

Toksisitas akut DON diperlihatkan pada babi dengan gejala keracunan seperti

muntah-muntah, tidak mau makan, penurunan berat badan dan diare. Intoksikasi akut

menyebabkan nekrosis pada beberapa jaringan seperti saluran pencernaan, jaringan

limfoid dan sumsum tulang.

5. PATULIN

Patulin dihasilkan oleh Penicillium, Aspergillus, Byssochlamys, dan spesies yang

paling utama dalam memproduksi senyawa ini adalah Penicillium expansum. Toksin ini

menyebabkan kontaminasi pada buah, sayuran, sereal, dan terutama adalah apel dan

produk-produk olahan apel sehingga untuk diperlukan perlakuan tertentu untuk

menyingkirkan patulin dari jaringan-jaringan tumbuhan Contohnya adalah pencucian apel

dengan cairan ozon untuk mengontrol pencemaran patulin. Selain

itu, fermentasi alkohol dari jus buah diketahui dapat memusnahkan patulin. Merupakan

mikotoksin yang dapat mengkontaminasi berbagai jenis buah (apel,anggur, pir), sayuran,

jagung kering, sereal dan makanan ternak. Sumber utama patulin yang membahayakan
8

manusia terdapat pada apel dan jus apel, terutama yang dibuat dengan pemerasan secara

langsung. Produk lain yang mengandung apel seperti selai, pie juga mengandung patulin

dalam konsentrasi rendah. Cider manis juga dapat mengandung patulin jika ke dalamnya

ditambahkan jus apel. Patulin yang terdapat pada apel busuk yang terkontaminasi oleh

jamur dan juga pada cider apel manis yang diperjualbelikan mencapai 45 mg/liter.

Patulin dapat menyebabkan hyperaemia, pendarahan, peradangan dan pembengkakan

pada saluran pencernaan; selain itu juga karena afinitasnya yang kuat dengan kelompok

sulfidril; patulin dapat menghambat enzim yang terlibat dalam replikasi DNA sehingga

proses sintesis DNA terganggu. Patulin dalam dosis tinggi berefek karsinogen. Patulin

juga bersifat immunotoksik dan neurotoksik.

6. OCHRATOXIN

Ochratoxin dihasilkan oleh jamur dari genus Aspergillus, Fusarium,

and Penicillium dan banyak terdapat di berbagai macam makanan, mulai dari serealia,

babi, ayam, kopi, bir, wine, jus anggur, dan susu. Secara umum, terdapat tiga

macam ochratoxin yang disebut ochratoxin A, B, dan C, namun yang paling banyak

dipelajari adalah ochratoxin A karena bersifat paling toksik diantara yang lainnya.

7. TRICHOTHECENES

Terdapat 37 macam sesquiterpenoid alami yang termasuk ke dalam

golongan trichothecene dan biasanya dihasilkan

oleh Fusarium, Stachybotrys, Myrothecium, Trichodemza, dan Cephalosporium.

Toksin ini ditemukan pada berbagai serealia dan biji-bijian di Amerika, Asia,

dan Eropa Toksin ini stabil dan tahan terhadap pemanasan maupun proses pengolahan

makanan dengan autoclave. Selain itu, apabila masuk ke dalam pencernaan manusia,

toksin akan sulit dihidrolisis karena stabil pada pH asam dan netral.
9

8. ERGOT ALKALOID

Ergot alkaloid diproduksi oleh berbagai jenis kapang, namun yang utama adalah

golongan Clavicipitaceae. Dulunya kontaminasi senyawa ini pada makanan dapat

menyebabkan epidemik keracunan ergot (ergotisme) yang dapat ditemui dalam dua

bentuk, yaitu bentuk gangren (gangrenous) dan kejang (convulsive).

Pembersihan serealia secara mekanis tidak sepenuhnya memberikan proteksi terhadap

kontaminasi senyawa ini karena beberapa jenis gandum masih terserang ergot

dikarenakan varietas benih yang digunakan tidak resiten terhadap Claviceps purpurea,

penghasil ergot alkaloid. Pada hewan ternak, ergot alkoloid dapat menyebabkan tall

fescue toxicosis yang ditandai dengan penurunan produksi susu, kehilangan bobot tubuh,

dan fertilitas menurun.

9. ZEARALENONE

Zearalenone adalah senyawa estrogenik yang dihasilkan oleh kapang dari

genus Fusarium seperti Fusarium graminearum dan Fusarium culmorum dan banyak

mengkontaminasi nasi jagung, namun juga dapat ditemukan pada serelia dan produk

tumbuhan.Senyawa toksin ini stabil pada proses penggilingan, penyimpanan, dan

pemasakan makanan karena tahan terhadap degradasi akibat suhu tinggi. Salah satu

mekanisme toksin ini dalam menyebabkan penyakit pada manusia adalah berkompetisi

untuk mengikat reseptor estrogen.

10. CITREOVIRIDIN

Merupakan mikotoksin bersifat neurotoksik dihasilkan oleh Penicillium Citreo

Viride. Jenis mikotoksin ini ditemukan oleh miyeke pada tahun 1940. Species lainnya
10

penghasil citreoviridin adalah Penicillium Ochrosalmoneum, Penicillium Fellutanum dan

Penicillium Pulvillorum

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Mikotoksin adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada toksin yang dihasilkan

oleh jamur Lebih lengkapnya, mikotoksin didefinisikan sebagai racun atau toksin hasil

dari proses metabolisme sekunder jamur yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis

abnormal atau pathologis pada manusia dan hewan.Mikotoksikosis adalah peristiwa

keracunan yang disebabkan oleh makanan atau pakan yang telah tercemar mikotoksin.

Adapun jenis-jenis mikotoksin adalah sebagai berikut aflatoksin, Citrinin, fumonisin,

deoksinivalenol, patulin, ochratoxin ,trichothecenes ,ergot alkaloid, dan citreoviridin.


11

DAFTAR PUSTAKA

Maryam, R. 2000. Fumonisin: Kelompok mikotoksin fusarium yang perlu diwaspadai. Jurnal

Mikologi Kedokteran Indonesia (Indonesian Journal of Medical Mycology), 1(1): 51-

57.

Miskiyah et al.2010. Kontaminasi Mikotoksin Pada Buah Segar Dan Produk Olahannya Serta

Penanggulangannya. Jurnal Litbang Pertanian.

Mulyawanti et al.2006. Aflatoksin Pada Jagung Dan Cara Pencegahannya. Buletin Teknologi

Pascapanen Pertanian 2 : 23-34

Pilliang, W.G. 1995. Nutrisi Vitamin. Bogor: Penerbit IPB

Yenny.2006. Aflatoksin Dan Aflatoksikosis Pada Manusia.Jakarta. Universa Medicina

Januari-Maret 2006, Vol.25 No.1: 43-48.

Widiastuti.2006. Mikotoksin: Pengaruh Terhadap Kesehatan Ternak dan Residunya Dalam

Produk Ternak Serta Pengendaliannya. WARTAZOA Vol. 16 No.3 Th . 2006 : 116-

122

Anda mungkin juga menyukai