Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

PENYAKIT PARASIT DARI SERANGGA

Oleh
Kelompok 4
Dea Putri Eriyas
Fitriani
Kemli Tri Rahayu

Dosen Pengampu : Heppy Setya Prima, M. Biotech


Program : S1 Farmasi

1
2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Parasit adalah organisme yang hidup dan menggantungkan hidup dari organisme lain
yang dikenal sebagai induk semang atau hospes. Organisme yang hidup sebagai parasit
seperti cacing telah dikenal beratus-ratus tahun yang lalu oleh nenek moyang. Hewan-hewan
parasit telah dikenal dan dibicarakan sejak zamannya Aristoteles (384-322) dan Hipocrates
(460-377 SM) di Yunani, tetapi ilmu parasitnya baru berkembang setelah manusia
menyadari pentingnya ilmu parasit.
Ektoparsit merupakan parasit yang berdasarkan tempat manifestasi parasitismenya
terdapat di permukaan luar tubuh inang, termasuk di liang-liang dalam kulit atau ruang
telinga luar. Kelompok parasit ini juga meliputi parasit yang sifatnya tidak menetap pada
tubuh inang, tetapi datang dan pergi di tubuh inang. Adanya sifat berpindah bukan berarti
ektoparasit tidak mempunyai preferensi terhadap inang. Seperti parasit yang lainnya,
ektoparasit juga memiliki spesifikasi inang, inang pilihan, atau inang kesukaan (Ristiyanto et
al, 2004).
Proses preferensi ektoparasit terhadap inang antara lain melaui fenomena adaptasi,
baik adaptasi morfologis maupun biologis yang kompleks. Proses ini dapat diawali dari
nenek moyang jenis ektoparasit tersebut, kemudian diturunkan kepada progeninya.
Walaupun ektoparasit memilih inang tertentu untuk kelangsungan hidupnya, namun bukan
berarti pada tubuh inang tersebut hanya terdapat kelompok ektoparasit yang sejenis
(Ristiyanto et al, 2004).
Penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing, protozoa dan serangga banyak terjadi
di negara berkembang serta di daerah tropis termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan banyak
faktor yang mendukung untuk hidup dan berkembang biaknya parasit seperti lingkungan,
iklim, suhu, kelembaban, dan juga gaya hidup masyarakat yang akan sangat mendukung
pertumbuhan dan perkembangan parasit di Indonesia (Natadisastra & Agoes, 2009).
Vektor adalah seekor binatang yang membawa bibit penyakit dari seekor binatang
atau seorang manusia kepada binatang atau seorang manusia kepada binatang lainnya atau
manusia lainnya. Sedangkan vektor penyakit yang (sering) disebabkan anthropoda dikenal
sebagai arthopodborne disease atau vectorborne disease merupakan arthropoda yang dapat
menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia.

3
1.1 RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini akan membahas tentang penyakit parasit yang berasal dari
serangga.

1.2 TUJUAN
Untuk Mengetahui spesies-spesies parasit yang disebabkan oleh serangga serta
klarifikasi, epidemiologi, distribusi geografik, siklus hidup,gejala klinis, cara penularan serta
pencegahan dan pengendalian dari masing-masing spesies dari serangga tersebut.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN SERANGGA


Serangga merupakan kelompok hewan yang memiliki ciri-ciri kaki enam
(heksapoda), badannya tersusun atas tiga bagian yaitu caput, thoraks, dan abdomen. Ciri-ciri
lain yang dimiliki serangga yaitu memilki apendik atau alat tambahan yang berruas,
tubuhnya bilateral simetris dan terlindungi oleh sat kitin, dan sistem saraf berupa saraf
tangga tali, kepala memiliki sepasang antenna, kaki terdiri dari 3 pasang dan terdapat 1 atau
2 pasang sayap (Hadi, 2009).
Serangga sangat dominan di muka bumi dengan jumlah spesies hampir 80 persen
dari jumlah total hewan di bumi. Sebanyak 1.413.000 spesies telah berhasil diidentifikasi
dan dikenal, lebih dari 7.000 spesies baru di temukan hampir setiap tahun. Tingginya jumlah
serangga dikarenakan serangga berhasil dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya
pada habitat yang bervariasi, kapasitas reproduksi yang tinggi dan kemampuan
menyelamatkan diri dari musuhnya (Meilin & Nasamsir, 2016).
Suheriyanto (2005), mengatakan serangga termasuk dalam phylum Arthropoda.
Arthopoda dibagi menjadi 3 sub phylum, yaitu Trilobita, Mandibulata dan Chelicerata. Sub
phylum Trilobita telah punah dan tinggal fosilnya. Sub phylum Mandibulata terbagi menjadi
beberapa kelas, salah satunya adalah kelas serangga. Sub phylum Chelicerata juga terbagi
dalam beberapa kelas, diantaranya adalah Arachnida. Peranan serangga dalam ekosistem
diantaranya adalah sebagai pollinator, dekomposer, predator dan parasitoid (Kartikasari, H.,
et al 2015).
Serangga merupakan jenis hewan yang banyak populasinya di dunia. Kehadiran
serangga di alam bisa mendatangkan manfaat dan keuntungan, namun tidak sedikit pula
yang mendatangkan masalah dan kerugian.
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal
sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne
diseases merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun
epidemis dan menimbulkan bahaya kematian.
Di Indonesia, penyakit – penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan
penyakit endemis pada daerah tertentu antara lain seperti Demam Berdarah Dengue
(DBD), malaria, kaki gajah dan terakhir ini diketemukan penyakit virus

5
Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti, disamping
penyakit saluran pencernaan seperti dysentery, cholera, typhoid fever dan paratyphoid yang
ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah.
Kelas arthropoda yang penting dalam dunia kedokteran yang dapat menularkan
penyakit pada manusia adalah kelas insecta, arachinoda dan crustasae, penularan peyakit
dapat terjadi secara transmisi biologic dimana terjadi proses perkembang - biakan agen
penyakit atau parasit dalam tubuh vektor seperti parasit malaria dalam tubuh nyamuk
anopheles dan disebut transmisi non biologik bila penularannya terjadi secara mekanis atau
langsung seperti penyakit dysentery, typhoid dan cholera oleh lalat.
Pemutusan rantai penularan atau mode of transmission dari arthropod - borne
diseases dapat dilakukan dengan mempelajari mode of transmission dari penyakit yang
ada seperti penyakit kaki gajah atau filariasis dengan cara case finding yaitu mencari
penderita penyakit filariasis dan mengobatinya sampai sembuh, karena transmisi biologik
terjadi berupa cyclo - developmental atau parasit filarial berkembang – biak dalam tubuh
manusia bukan dalam tubuh vektor nyamuk culex, sebaliknya pada penyakit malaria
pemutusan rantai penularan dilakukan dengan cara manipulasi lingkungan agar populasi
nyamuk anopheles menjadi berkurang karena transmisi biologik terjadi berupa
cyclo – propogative atau parasit malaria berkembang biak dalam tubuh vektor nyamuk
anopheles.
Disamping cara tersebut diatas dapat juga kontrol kemis berupa penyemprotan
dengan insektisida, kontrol biologis dengan menggunakan predator berupa pemeliharaan
ikan pada kolam – kolam dan kontrol genetik atau sterilisasi pada nyamuk.

2.2 ASPEK EPIDEMIOLOGI

Faktor-faktor yang Mempengaruhi:


A. C u a c a
Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya
penyakit infeksi. Agen penyakit tertentu terbatas pada daerah geografis
tertentu, sebab mereka butuh reservoir dan vektor untuk hidup. Iklim dan
variasi musim mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir dan vektor. Di
samping itu perilaku manusia pun dapat meningkatkan transmisi atau
menyebabkan rentan terhadap penyakit infeksi.

6
B. V e k t o r
Organisme hidup yang dapat menularkan agen penyakit dari suatu hewan ke
hewan lain atau manusia disebut dengan vektor,. arthropoda merupakan vektor
penting dalam penularan penyakit parasit dan virus yang spesifik. Nyamuk
merupakan vektor penting untuk penularan virus yang menyebabkan encephalitis
pada manusia. Nyamuk menghisap darah dari reservoir yang terinfeksi agen penyakit
ini kemudian ditularkan pada reservoir yang lain atau pada manusia.
Ricketsia merupakan parasit intrasellular obligate yang mampu hidup di luar jaringan
hewan dan dapat ditularkan di antara hewan oleh. Rat fleas, Body lice dan Wood tick
adalah vektor arthropoda yang menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan
ricketsia.
C. Reservoir
Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen dimana mereka sendiri tidak
terkena penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk arthropods borne disease adalah
hewan-hewan dimana kuman patogen dapat hidup bersama. Binatang pengerat dan
kuda merupakan reservoir untuk virus encephalitis. Penyakit ricketsia merupakan
arthropods borne disease yang hidup di dalam reservoir alamiah.seperti tikus, anjing,
serigala serta manusia yang mrnjadi reservoir untuk penyakit ini. Pada banyak
kasus,kuman patogen mengalami multifikasi di dalam vektor atau reservoir tanpa
menyebabkan kerusakan pada intermidiate host.

D. Geografis
Insiden penyakit yang ditularkan arthropoda berhubungan langsung dengan
daerah geografis dimana reservoir dan vektor berada. Bertahan hidupnya agen
penyakit tergantung pada iklim (suhu, kelembaban dan curah hujan) dan fauna lokal
Pada daerah tertentu, seperti Rocky Mountains spotted fever merupakan penyakit
bakteri yang memiliki penyebaran secara geografis. Penyakit ini ditularkan melalui
gigitan tangau yang terinfeksi.oleh ricketsia dibawa oleh tungau kayu di daerah
tersebut dan dibawa oleh tungau anjing ke bagian timur Amerika Serikat. Penyakit
ini lebih sering terjadi di timur Amerika Serikat dan sangat jarang di utara atau di
barat. Variasi musim juga mempengaruhi penyebaran penyakit melalui arthropoda.
seperti halnya virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes selama musim
penghujan karena merupakan saat terbaik bagi myamuk berkembang biak sehingga
wabah penyakit terjadi antara akhir tahun sampai awal tahun depan (bulan

7
September sampai bulan.Maret).
E. Perilaku Manusia
Interaksi antara manusia, kebiasaan manusia.membuang sampah secara
sembarangan, kebersihan individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab
penularan penyakit arthropods borne diseases.

2.3 JENIS-JENIS VEKTOR

Arthropoda adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri dari organ yang
mempunyai lubang eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai bersatu, dan termasuk di
dalamnya kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan speciesnya
penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organisme yang dapat menularkan
penyakit pada manusia.
2.3.1 Perbedaan Karakter
Perbedaan karakter/ciri-ciri dari pada masing-masing kelas pada arthropoda dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan karakter/ciri-ciri kelas pada arthropoda

NO INSECTA ARACHNIDA CRUSTACEA


1 Body divisions Head, thorax, And abdomen Cephallothorax and
Abdomen (no division in abdomen
some case)

2 Legs 3 pairs 4 pairs 5 pairs

3 Antennae 1 pairs None 2 pairs

4 Wings One or two None None


pairs, some are
wingless
5 Tempat Dijumpai Tanah Tanah Air

Sumber : Park & Park The Textbook of Preventive & Social Medicine

2.3.2 Arthropoda yang Penting dalam dunia Kedokteran


Arthropoda yang berperan penting sebagai vektor penyebaran penyakit (arthropods
borne disease) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

8
Tabel 2. Kelas dan Species dari Arthropoda yang Penting

Class Insecta Class Arachinida Class Crustacea


1. Mosquitos : 1. Ticks : 1. Cyclops
Anophelines Culicines Hard ticks Soft ticks
Aedes
2. Flies : 2. Mites :
Houseflies Sandflies Tsetse Leptotrombidium and
Flies Blackflies trombiculid mites Itch mite
3. Human Lice :
Head and body lice Crab
lice
4. Fleas :
Rat fleas Sand Fleas
5. Reduviid bugs

Sumber : Park & Park The Textbook of Preventive & Social Medicine

2.3.3 Jenis Species dari Tiap-tiap Kelas


A. Kelas Insecta
1. Mosquito (Nyamuk)
a. Anophelesne
b. Culicines
c. Aedes
2. Flies (Lalat)
a. Houseflies (lalat rumah, Musca domestica)
b. Sandflies (lalat pasir, genus Phlebotomus)
c. Tsetse flies (lalat tsetse, genus Glossina)
d. Blackflies (lalat hitam, genus Simulium)
3. Human Lice (Tuma)
a. Head and body lice (tuma kepala = Pediculus humanus var capitis dan tuma
badan = Pediculus humanus var corporis)
b. Crab lice (tuma kemaluan = Phthirus pubis)
4. Fleas (Pinjal)

9
a. Rat fleas (pinjal tikus).
Beberapa pinjal tikus yang penting untuk bidang media adalah sebagai berikut :
1. Rat fleas : (Oriental)
a. Xenopsylla chepis
b. Xenopsylla astila
c. Xenopsylla braziliensis
2. Rat fleas
Temperate zone
a. Nospsylla fasciatus
3. Human fleas
a. Pulex irritans
4. Dog and cat fleas
a. Ctenocephalus felis
5. Reduviid Bugs (kissing Bugs, Penggigit Muka)

B. Kelas Arachenida
1. Tick (Sengkenit)
a. Hard Ticks (sengkenit keras, famili Ixodidae)
b. Soft Ticks (sengkenit keras, famili Argasidae).
2. Mites (Chiggers, famili Trombidiidae)
a. Leptotrombidium dan Trombiculid mites (tungau musim panen, tungau merah)
b. Itch mites (tungau kudis, scabies, famili Sascoptidae)

C. Kelas Crustacae
Cyclop

2.4 TRANSMISI PENYAKIT

Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat
melalui beberapa cara yaitu : :
1. Dari orang ke orang
2. Melalui udara
3. Melalui makanan dan air
4. Melalui hewan

10
5. Melalui vektor arthropoda

2.4.1 Arthropods Borne Disease


Istilah istilah ini mengandung pengertian bahwa arthropoda merupakan vektor yang
bertanggung jawab untuk terjadinya penularan penyakit dari satu host (pejamu) ke host lain.
Paul A. Ketchum, membuat klasifikasi arthropods borne diseases pada kejadian penyakit
epidemis di Amerika Serikat seperti terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3. Selected Arthropoda Bome Diseases of Humans

Viral Diseases Animals Affected Reservoir Vector


St. Louis Humans Perching birds Mosquite (Calex
sp.)
encephalitis
Western equire Horse and humans Wild birds Mosquito (Culex
encephalitis and Culiseta sp.)
Venezuelan aquine Horses (rare in Rodents and horses Mosquite (Calex
encephalitis humans) sp.)
Bacterial Diseases Etiological Agen Reservoir Vector
Rocky mt. spotted Ricketsia Rodents, dogs, and Wood ticks
fever ricketsii foves (Dermacentor sp.)
Epidemic thypus Humans Body louse
Ricketsia (Pediculus
Prowazekii vestimenti)
Endemic (murine) Rats and field mice Rat flea
typhus fever Ricketsia typhi (Xenopsylla cheopis)
Rat louse (Polyplax
spinulosa)
Bubonic plague Rats and ground Flea (Xenopsylla
Yersimia pestis Squirels cheopis)

Sumber: Ketchum PA. Microbiology Introduction for Health Professionals

Park & Park, membagi klasifikasi arthropods borne diseases yang sering menyebabkan
terjadinya penyakit pada manusia sebagai berikut :

Tabel 4. Arthropoda Bome Diseases

Arthropoda Diseases transmitted

11
1. Mosquito Malaria, filaria, dengue yellow fever,
encephalitis, haemorhagic fever
2. Housefly Typhoid and paratyphod fever, diarrhoea,
dysentery, cholera, gastro-enteritis,
amoebiasis, heminthic infestations, yaws,
poliomyelitis, conjunctivitis, trachoma,
anthrax, etc.
3. Sandfly Kalazar, oriental sore, oraya fever, sandfly
fever
4. Tsetse fly Sleeping sickness
5. Louse Epidemic typhus, relapsing fever, trench
fever
6. Rat flea Bubonic plague, chiggerosis, endemic
thypus, hymenolepis diminuta
7. Blackfly Onchocerciasis
8. Reduviid bug Chagus disease
9. Hard tick Tick typhus, tick paralysis, viral
encephalitis, tularemia, haemorrhagic fever,
human babesiosis
10. Soft tick Relapsing fever
11. Trombiculid mite Scrub typhus
12. Itch-mite Scabies
13. Cyclops Guinea-worm disease, fish tapeworm (D.
latus).

Sumber : Park & Park The Textbook of Preventive & Social Medicine

2.4.2 Transmisi Arthropoda Bome Diseases

Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya
gejala penyakit disebut masa inkubasi atau incubation period, khusus pada arthropods borne
diseases ada dua periode masa inkubasi yaitu pada tubuh vektor dan pada manusia.

1. Inokulasi (Inoculation)

Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh
manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membrane mucosa sebut
sebagai inokulasi.

2. Infestasi (Infestation)
Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak
disebut sebagai infestasi, sebagai contoh scabies.

12
3. Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period
Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor
Disebut sebagai masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh parasit malaria dalam tubuh
nyamuk anopheles berkisar antara 10 – 14 hari tergantung dengan temperatur
lingkungan dan masa inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia berkisar antara
12 – 30 hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria.
4. Definitive Host dan Intermediate Host
Disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung dari apakah dalam tubuh
vektor atau manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus aseksual pada
tubuh vektor atau manusia, apabila terjadi siklus sexual maka disebut sebagai host
definitif, sebagai contoh parasit malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh
nyamuk, maka nyamuk anopheles adalah host definitif dan manusia adalah host
intermediate.
5. Propagative, Cyclo – Propagative dan Cyclo – Developmental
Pada transmisi biologik dikenal ada 3 tipe perubahan agen penyakit dalam tubuh
vektor yaitu propagative, cyclo – propagative dan cyclo - developmental, bila agen
penyakit atau parasit tidak mengalami perubahan siklus dan hanya multifikasi
dalam tubuh vektor disebut propagative seperti plague bacilli pada kutu tikus,
dengue (DBD) bila agen penyakit mengalami perubahan siklus dan multifikasi
dalam tubuh vektor disebut cyclo – propagative seperti parasit malaria dalam tubuh
nyamuk anopheles dan terakhir bila agen penyakit mengalami perubahan siklus
tetapi tidak mengalami proses multifikasi dalam tubuh vektor seperti parasit filarial
dalam tubuh nyamuk culex.

Ada 3 jenis cara transmisi arthropoda bome diseases, yakni :

1. Kontak Langsung
Arthropoda secara langsung memindahkan penyakit atau infestasi dari satu orang ke
orang lain melalui kontak langsung. Contoh scabies, pediculus.
2. Transmisi Secara Mekanik
Agen penyakit ditularkan secara mekanik oleh arthropoda. seperti penularan
penyakit diare, typhoid, keracunan makanan dan trachoma oleh lalat,
Secara karakteristik arthropoda sebagai vektor mekanik membawa agen penyakit dari
manusia berupa tinja, darah, ulcus superficial, atau eksudat. kontaminasi bisa hanya
pada permukaan tubuh arthropoda tapi juga bisa dicerna dan kemudia dimuntahkan

13
atau dikeluarkan melalui ekskreta.
Agen penyakit yang paling banyak ditularkan melalui arthropoda adalah enteric
bacteria yang ditularkan oleh lalat rumah. diantaranya adalah Salmonella typhosa,
species lain dari salmonella, E. coli, dan Shigella dysentry yang paling sering ditemui
dan paling penting. Lalat rumah dapat merupakan vektor dari agen penyakit
tuberculosis, anthrax, tularemia, dan brucellosis.
3. Transmisi Secara Biologi
Bila agen penyakit multiflikasi atau mengalami beberapa penularan perkembangan
dengan atau tanpa multiflikasi di dalam tubuh arthropoda, ini desebut transmisi
biologis, dikenal ada tiga cara yaitu : :
a. Propagative
Bila agen penyakit tidak mengalami perubahan siklus, tetapi multiflikasi di dalam
tubuh vektor. Contoh, plague bacilli pada rat fleas.
b. Cyclo-propagative
Agen penyakit mengalami perubahan siklus dan multiflikasi di dalam tubuh
arthropoda. Contoh, parasit malaria pada nyamuk anopheles.
c. Cyclo-developmental
Bila agen penyakit mengalami perubahan siklus, tetapi tidak mengalami multiflikasi
di dalam tubuh arthropoda. Contoh, parasit filaria pada nyamuk culex, dan cacing
pita pada cyclops

14
2.4.3 Penyakit penting yang dutularkan melalui nyamuk (Indonesia)

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai penyakit – pemyakit endemis yang


ditularkan melalui gigitan nyamuk di Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Mode of transmission Filariasis (kaki gajah)

15
b. Mode of transmission Malaria

c. Mode of transmission Dengue Hemorrhagic Fever (DBD)

16
Beberapa tahun terakhir ini, beberapa virus ditularkan oleh arthropoda secara
biologis yang disebut Arbo virus. Lebih dari 100 jenis telah dibedakan. Organisme ini
adalah ultramikroskopik dan merupakan parasit obligat pada sel-sel host. Sebagian besar
menggunakan nyamuk sebagai vektor alamiah. Yang paling penting adalah yang
menyebabkan Yellow fever, Dengue hemorrhagic fever, Enchephalitis, Colorado tick fever
dan Sandfly fever, Arthropoda borne virus berkembang di daerah tropis dan meluas ke
daerah subtropis.

2.5 ARTHROPODA DAN PENYEBARAN PENYAKIT

1. Mosquito (Nyamuk)
Nyamuk adalah vektor mekanis atau vektor siklik penyakit pada manusia dan hewan
yang disebabkan oleh parasit dan virus, nyamuk dari genus Psorophora dan Janthinosoma
yang terbang dan menggigit pada siang hari, membawa telur dari lalat Dermatobia hominis
dan menyebabkan myiasis pada kulit manusia atau ke mamalia lain. Species yang
merupakan vektor penting penyebab penyakit pada manusia antara lain penyakit :
A. Malaria
Malaria adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa
obligat intraseluler dari genus plasmodium, Penyakit ini secara alami ditularkan oleh
gigitan nyamuk Anopheles betina (Arsin, 2012). Plasmodium malaria hidup dan
berkembang dalam sel darah merah (eritrosit), menyerang semua orang baik laki-laki
ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang
dewasa. Parasit ini ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina (Kemenkes R.I, 2014).
Vektor siklik satu-satunya dari malaria pada manusia dan malaria kera
adalah
nyamuk Anopheles, sedangkan nyamuk Anopheles dan Culex kedua- duanya dapat
menyebabkan malaria pada burung.
Secara praktis tiap species Anopheles dapat diinfeksi secara eksperimen,
tetapi banyak species bukan vektor alami. Sekitar 110 species pernah dihubungkan
dengan penularan malaria, diantaranya 50 species penting terdapat dimana-mana
atau setempat yang dapat menularkan penyakit malaria..
Sifat suatu species yang dapat menularkan penyakit ditentukan oleh :
1. Adanya di dalam atau di dekat tempat hidup manusia

17
2. Lebih menyukai darah manusia dari pada darah hewan, walaupun bila hewan
hanya sedikit..
3. Lingkungan yang menguntungkan perkembangan dan memberikan jangka
hidup cukup lama pada Plasmodium untuk menyelesaikan siklus hidupnya.
4. Kerentanan fisiologi nyamuk terhadap parasite Untuk menentukan apakah
suatu species adalah suatu vektor yang sesuai, maka dapat dicatat
persentase nyamuk yang kena infeksi setelah menghisap darah penderita
malaria, prnentuan suatu species nyamuk sebagai vektor dapat dipastikan
dengan melihat daftar index infeksi alami, biasanya sekitar 1-5%,pada
nyamuk betina yang dikumpulkan dari rumah-rumah di daerah yang diserang
malaria.

Species-species berikut adalah species yang penting di antara vektor malaria :


A. culicifacies Asia bagian Selatan
A. hyrcanus sinensis Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik
A. fluviatilis India
A. maculatus Asia Tenggara dan Timur, Taiwan
A. minimus Asia Tenggara dan Timur, Taiwan

A. stephensi Asia Selatan


A. sundaicus Asia Tenggara dan Selatan, Indonesia
A. umbrosus Asia Tenggara, Indonesia
A. farauti Kepulauan Solomon, Hebrides, Irian, New Britain sampai
Sulawesi bagian Timur, Australia
A. punctulatus Irian, Solomon, pulau-pulau lain

18
Gambar silkus hidup Plasmodium Malaria
B. Filariasis
Nyamuk Culex adalah vektor dari penyakit filariasis Wuchereria bancrofti
dan Brugia malayi. Banyak species Anopheles, Aedes, Culex dan Mansoniai,
tetapi kebanyakan dari species ini tidak penting sebagai vektor alami. Di daerah tropis dan
subtropis, Culex quinquefasciatus (fatigans), nyamuk penggigit di lingkungan
rumah dan kota, yang berkembang biak dalam air setengah kotor sekitar tempat
tinggal manusia, adalah vektor umum dari filariasis .bancrofti yang mempunyai
periodisitas nokturnal. Aedes polynesiensis adalah vektor umum filariasis bancrofti
yang non periodisitas di beberapa kepulauan Pasifik Selatan. Nyamuk ini hidup
diluar kota di semak-semak (tidak pernah dalam rumah) dan berkembang biak
didalam tempurung kelapa dan lubang pohon, mengisap darah dari binatang
peliharaan mamalia dan unggas, tetapi lebih menyukai darah manusia.
C. Demam Kuning
Demam kuning (Yellow Fever) penyakit virus yang mempunyai angka
kematian tinggi, telah menyebar dari tempat asalnya dari Afrika Barat ke daerah
tropis dan subtropis lainnya di dunia, Nyamuk yang menggigit pada penderita dalam
waktu tiga hari pertama masa sakitnya akan menjadi infektif selama hidupnya setelah
virusnya menjalani masa multifikasi selama 12 hari.
Vektor penyakit ini adalah species nyamuk dari genus Aedes dan Haemagogus,
Aedes aegypti adalah vektor utama demam kuning epidemik, hidup disekitar daerah
perumahan, berkembang biak dalam berbagai macam tempat penampungan air
sekitar rumah, larva tumbuh subur sebagai pemakan zat organik yang terdapat
didasar penampungan air bersih (bottom feeders) atau air kotor yang mengandung
zat organik.
D. Dengue Hemorrhagic Fever
Adalah penykit endemik yang disebabkan oleh virus di daerah tropis dan
subtropis yang kadang-kadang menjadi epidemik. Virus membutuhkan masa
multifikasi selama 8-10 hari sebelum nyamuk menjadi infektif, khususnya ditularkan
oleh species Aedes, terutama Aedes aegypti.
Penyakit ini merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun
terutama pada saat musim penghujan,
E. Encephalitis Virus
Berbagai Encephalitis ditularkan oleh species Culex dan Aedes dan kadang-

19
kadang oleh Anopheles dan Mansonia, penyakit “Japanese B encephalitis” ditularkan
oleh species Culex pipiens, var pallens, C. tritaeniorhynchus dan Aedes aegypti.
yang mempunyai reservoir alami pada hewan peliharaan mamalia dan kadang-
kadang dapat berjangkit sebagai penyakit epidemik dengan angka kematian yang
tinggi

Di Amerika Serikat bagian tengah dan barat, penyakit “St. Louis encephalitis”
ditularkan terutama oleh Culex tarsalis dan C. pipiens yang reservoarnya terutama
pada burung peliharaan.

2. Housefly (Lalat Rumah)


Lalat rumah, Musca domestica, hidup disekitar tempat kediaman manusia di seluruh
dunia. Seluruh lingkaran hidup berlangsung 10 sampai 14 hari, dan lalat dewasa hidup kira-
kira satu bulan. Larvanya kadang-kadang menyebabkan myasis usus dan saluran kencing
serta saluran kelamin.
Lalat adalah vektor mekanik dari bakteri patogen, protozoa serta telur dan larva
cacing, Luasnya penularan penyakit oleh lalat di alam sukar ditentukan. dianggap sebagai
vektor penyakit typhus abdominalis, salmonellosis, cholera, dysentry bacillary dan amoeba,
tuberculosis, penyakit sampar, tularemia, anthrax, frambusia, conjunctivitis, demam
undulans, trypanosomiasis dan penyakit spirochaeta.

3. Sandfly (Lalat Pasir)


Lalat pasir ialah vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan bartonellosisi.
Leishmania donovani, penyebab Kala azar; L. tropica, penyebab oriental sore; dan L.
braziliensis, penyebab leishmaniasis Amerika, ditularkan oleh Phlebotomus. Demam
papataci atau demam phlebotomus, penyakit yang disebabkan oleh virus banyak terdapat di
daerah Mediterania dan Asia Selatan, terutama ditularkan oleh P. papatsii, yang menjadi
infektif setelah masa perkembangan virus selama 7-10 hari Bartonellosis juga terdapat di
Amerika Selatan bagian Barat Laut sebagai demam akut penyakit Carrion dan sebagai
keadaan kronis berupa granulema
verrucosa. Basil penyebab adalah Bartonella bacilliformis, ditularkan oleh lalat pasir yang
hidup di daerah pegunungan Andes.

20
4. Tsetse Flies (Lalat Tsetse)
Lalat tsetse adalah vektor penting penyakit trypanosomiasis pada manusia dan hewan
peliharaan. Paling sedikit ada tujuh species sebagai vektor infeksi trypanosoma pada hewan
peliharaan, species Trypanosoma rhodesiense yang mrnjadi, penyebab trypanosomiasis,
adalah Glossina morsitans, G. swynnertoni, dan G. Pallidipes. Vektor utama .pada Penyakit
Tidur (Sleeping Sickness) di Gambia adalah species G. palpalis fuscipes dan pada daerah -
daerah tertentu adalah species G. tachhinoides.

Lalat tsetse merupakan serangga yang kuat dan berbulu jarang yang biasanya
memiliki panjang berkisar antara 6 hingga 16 mm (0,2 hingga 0,6 inci). Untuk karakteristik
tubuhnya, serangga ini diketahui memiliki penampilan yang cukup mencolok. Lalat tsetse
berukuran besar dari Afrika yang hidup dari darah vertebrata serta dapat menggigit manusia.
Tsetse mencakup semua spesies dalam genus Glossina, yang biasanya digolongkan dalam
famili tersendiri, Glossinidae. Ciri-ciri lalat Tsetse adalah gaya terbang diam di tempat yang
sama dalam waktu yang lama. Bagian ekor lalat Tsetse memiliki belang berwarna gradasi
dari kuning ke hijau dan hitam.

Klasifikasi dan morfologi


Kingdom : Animalia.
Filum : Arthropoda.
Kelas : Insecta.
Ordo : Diptera.
Famili : Glossinidae (Theobald, 1903)
Genus : Glossina (Wiedemann, 1830)

21
Gambar Lalat Tsetse

Siklus Hidup

Siklus hidup lalat tsetse bisa dibilang unik, karena pada saat sudah waktunya
bertelur, induk lalat tse tse akan tetap menyimpan telur tersebut di dalam tubuhnya hingga
telur tersebut menetas menjadi larva. Larva yang baru menetas tersebut akan tetap berada di
dalam tubuh induknya dan hidup dengan cara mengkonsumsi senyawa yang menyerupai
cairan susu yang dihasilkan oleh kelenjar di tubuh induknya.
Setelah larva tumbuh menjadi lebih besar, larva lalat tsetse akan lahir dan keluar dari
tubuh induknya. Namun sayangnya, masa hidup larva di dunia luar relatif singkat, hanya
dalam waktu beberapa jam setelah itu mereka akan segera mencari tempat untuk berlindung
karena pada fase berikutnya merekan akan mengubah dirinya menjadi pupa atau
kepompong. Setelah beberapa menjalani fase kepompong, akhirnya keluarlah lalat dewasa
dari kepompong tersebut.
Gejala Penyakit
Ada dua tahapan gejala penyakit tidur yang muncul akibat gigitan lalat Tsetse. Pada
tahap awal, gejala dapat berupa luka, ruam, atau gatal di lokasi gigitan, lemas
berkepanjangan, demam, nyeri otot, sakit kepala, serta penurunan berat badan. Ketika parasit
sudah menginfeksi sistem saraf pusat, barulah muncul gejala tahap kedua yang lebih khas
daripada gejala di tahap awal, yaitu:

 Sering mengantuk di siang hari


 Gangguan kepribadian
 Gangguan kesimbangan tubuh
 Gangguan tidur (insomnia)
 Lumpuh sebagian (kelumpuhan parsial)

Cara Penularan
Lalat Tsetse merupakan vektor penyakit trypanosomiasis yang menyerang manusia dan
binatang ternak. Penyakit ini lebih dikenal sebagai penyakit tidur.

Penyerangan yang dilakukan oleh lalat ini adalah dengan meninggalkan hemoflagellata
(Protozoa yang hidup di darah dan menggunakan flagela atau bulu cambuk sebagai alat
geraknya) pada korban. Hemoflagellata tersebut akan menyerang bagian otak korban yang
dibawa oleh aliran darah, sehingga korban akan mengalami penyakit tidur. Salah satu gejala

22
umum dari penyakit ini adalah rasa kantuk yang berlebihan di siang hari, tetapi tidak dapat
tidur di malam hari (insomnia). Penyakit ini dapat berakhir dengan kematian
5. Blackflies (Lalat Hitam)
Adalah vektor penyakit Oncheocerciasis Di Afrika adalah species Simulium
damnosum dan S. neavei dan di Amerika adalah S. metallicum, S. ochraceum dan S.
callidum. Species lain mungkin adalah vektor yang tidak penting dan menularkan
onchocerciasis pada ternak dan penyakit protozoa pada burung.

6. Head Lice, Body Lice dan Crab Lice (Tuma Kepala, Tuma Badan dan Tuma
Kemaluan)
Tuma badan adalah vektor epidemic typhus, epidemic relapsing fever di Eropa dan
Amerika Latin,.Tuma mendapat infeksi dari Reckettsia prowazeki, bila menghisap darah
penderita. Rickettsia berkembang biak dalam epitel lambung tengah tuma dan dikeluarkan
bersama tinja. Tuma tetap infektif selama hidupnya;. Manusia biasanya mendapat infeksi
karena kontaminasi pada luka gigitan, kulit yang lecet atau mukosa dengan tinja atau badan
tuma yang terkoyak Bila oleh spirochaeta Borrelia recurrentis, penyebab epidemic relapsing
fever di Eropa, spirochaeta akan berkembang biak di seluruh tubuh tuma, yang tetap infektif
selama hidupnya,. Demam parit, suatu penyakit yang disebabkan oleh Rickettsia juga
ditularkan oleh tuma tetapi tidak fatal, pernah berjangkit sebagai penyakit epidemik selama
Perang Dunia pertama dan kemudian menjadi endemik di Eropa dan Mexico.

7. Fleas (Pinjal)
Pinjal merupakan serangga ektoparasit yang hidup diluar tubuh inangnya.
Secara morfologi tubuh pinjal dewasa berbentuk pipih bilateral sehingga dapat dilihat dari
samping. Bentuk tubuh yang unik ini sesuai dengan inangnya, hewan- hewan berbulu
lembut menjadi inang yang nyaman. Pinjal mempunyai ukuran kecil, larvanya berbentuk
cacing (vermiform) sedangkan pupanya berbentuk kepompong dan membungkus diri
dengan seresah. Perilaku pinjal secara umum merupakan parasit temporal, yaitu berada
dalam tubuh hospes saat membutuhkan makanan. Jangka hidup pinjal bervariasi, pada
spesies pinjal tergantung pada mereka mendapat makanan atau tidak. Terdapat
beberapa genus pinjal yaitu Tunga, Ctenocephalides dan Xenopsylla (Kesuma, 2007).
Muriane (Endemic) typhus penyebabnya adalah Rickettsia mooseri; penyebarannya
karena feses pinjal yang masuk ke dalam luka. Vektornya Xenopsylla cheopis, Nosopsylla
fasciatus, Ctenocephalides felis, dan Ctenocephalides canis. Helminthiasis sebagai tuan

23
rumah perantara dari Dipylidium caninum oleh Ctenocephalides felis dan Ctenocephalides
canis (Natadisastra dan Agoes, 2009).
Pinjal penting dalam dunia kedokteran terutama yang berhubungan dengan penularan
penyakit sampar dan endemic typhus.
Pinjal dapat juga bertindak sebagai hospes perantara parasit antara lain :
A. Penyakit Sampar
Ditularkan oleh pinjal tikus sprcies Xenopsylla cheopis merupakan vektor
yang paling penting, Pinjal ini mudah menularkan penyakit dan tetap infektif
untuk waktu yang lama dan tersebar luas. Species lain penting hanya di suatu
daerah tertentu di berbagai bagian dunia. Pulex irrintans pernah dilaporkan
menularkan dari orang yang meninggal karena penyakit sampar dan merupakan
vektor sampar yang penting di daerah Andes Chili,. Penyakit sampar huran
(“sylvatic plague”) di Asia, Afrika dan Amerika Utara disebarkan oleh pinjal dari
hewan pengerat liar.
B. Endemic Typhus (Murine Typhus)
Penyebabnya Rickettsia prowuzeki var typhi, ditularkan dari tikus ke tikus lain dan
dari tikus ke manusia oleh pinjal.species Xenopsylla cheopis dan Nosopsyllus
fasciatus, Satu kali menghisap darah dapat menyebabkan pinjal infektif selama
hidupnya. Rickettsia prowuzeki var typhi dikeluarkan bersama tinja. Infeksi dapat
terjadi karena luka gigitan atau kulit lecet yang terkontaminasi dengan tinja infektif
atau badan pinjal yang terkoyak.
C. Berbagai Macam Penyakit
Pinjal dapat bertindak sebagai vektor mekanik berbagai penyakit yang disebabkan
bakteri atau virus, khususnya karena terkontaminasi dengan tinja. Ctenocephalides
canis, Ctenocephalides felis dan P. irritans adalah hospes perantara cacing pita pada
anjing, Dipylidium caninum dan bersama dengan Nosopsyllus fasciatus, X. cheopis
dan Leptopsylla segnis sebagai hospes perantara cacing pita pada tikus,.kedua cacing
pita ini adalah parasit insidental pada manusia.
Ctenocephalides canis
Pinjal ini sangat mengganggu anjing karena dapat menyebabkan Dipylidium
caninum. Meskipun mereka memakan darah anjing, kadang-kadang juga dapat menggigit
manusia. Mereka dapat bertahan hidup tanpa makanan selama beberapa bulan, tetapi
spesies betina harus memakan darah sebelum menghasilkan telur.

24
Klasifikasi dan morfologi
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Siphonaptera
Famili : Pulicidae
Genus : Ctenocephalides
Spesies: Ctenocephalides canis

Gambar. Ctenocephalides canis


Siklus Hidup
Pinjal mengalami metamorfosis sempurna, yang didahului dengan telur, larva, pupa,
kemudian dewasa. Pinjal betina akan meninggalkan inangnya untuk meletakan telurnya
pada tempat-tempat yang dekat dengan inangnya, seperti sarang tikus atau anjing, celah-
celah lantai atau karpet, di antara debu dan kotoran organik, atau kadang-kadang di antara
bulu-bulu inangnya. Telurnya menetas dalam waktu 2-24 hari tergantung kondisi
lingkungannya. Larva pinjal sangat aktif, makan berbagai jenis bahan organik
disekitarnya termasuk feses inangnya. Larvanya terdiri atas 3-4 instar (mengalami 2-3
kali pergantian kulit instar) dengan waktu berkisar antara 10-21 hari. Larva instar
terakhir bisa mencapai panjang 4-10 mm, setelah itu berubah menjadi pupa yang
terbungkus kokon. Kondisi pupa yang berada dalam kokon seperti itu
merupakan upaya perlindungan terhadap sekelilingnya. Tahap dewasa akan keluar 7-14
hari setelah terbentuknya pupa. Lamanya siklus pinjal dari telur sampai dengan dewasa
berkisar antara 2-3 minggu pada kondisi lingkungsn yang baik. Pinjal dewasa akan
menghindari cahaya, dan akan tinggal diantara rambut-rambut inang, pada pakaian atau

25
tempat tidur manusia. Baik pinjal betina maupun jantan keduanya menghisap darah
beberapa kali pada siang atau malam hari. (Hadi, 2010).

Gejala klinis
Pinjal menginfeksi manusia melalui gigitannya dan juga melalui tinja yang mengandung
Yersinia pestis yang masuk melalui luka gigitannya (anterior inokulatif dan posterior
kontaminatif). Bakteri yang masuk mula-mula menyebabkan terjadinya peradangan dan
pembesaran kelenjar limfe dan terbentuknya benjolan atau bubo (Natadisastra dan Agoes,
2009). Gangguan utama yang ditimbulkan oleh pinjal adalah gigitannya yang mengiritasi
kulit dan cukup mengganggu. Ctenocephalides canis berperan sebagai inang antara cacing
pita Dipylidium caninum dan Hymenolepis diminuta. Ctenocephalides canis juga
merupakan inang anntara cacing filaria Dipetalonemia reconditum (Hadi, 2010).
Cara Penularan
Gigitan pinjal yang sering terjadi pada orang dilakukan oleh pinjal muda yang baru menetas
di tempat persembunyiannya, yakni karpet, celah-celah dinding, perabot rumah tangga
(furniture) dsb. Pinjal muda yang lapar umumnya lebih agresif mencari induk semangnya
sebagai sumber makanan daripada pinjal dewasa. Hal ini merupakan upaya parasit untuk
melanjutkan kehidupannya (Soedarsono, 2008).

8. Reduviid Bugs (Kissing Bugs)


Berbagai species reduviid adalah vektor penting dari pada Trypanosoma cruzi,
penyebab penyakit Chagas dan T. Rangeli tetapi ternyata Trypanosoma cruzi tidak patogen
bagi manusia. Kebanyakan reduviid mampu menularkan jpenyaakit, tetapi hanya beberapa
species saja yang merupakan vektor yang efektif Vektor yang paling penting adalah
Triatoma infestans, Panstrongylus megistus dan Rhodnius prolixus.

9. Ticks (Sengkenit)
Sengkenit telah dikenal sebagai vektor penyakit sejak tahun 1893, ketika Smith dan
Kilbourne menemukan species Boophilus annulatus sebagai vektor penular “demam
Texas” pada lembu. Pada beberapa species tidak saja dapat menularkan penyakit melalui
stadium metamorfosis dari pada sengkenit, tetapi juga melalui telur, kepada generasi
berikutnya. Bila penyakit ini menular di antara binatang peliharaan akan menyebabkan
kerugian keuangan yang besar.

26
Sengkenit dapat menjadi vektor berbagai macam penyakit pada manusia seperti tercantum di
bawah ini.
A. Penyakit Rickettsia
1. American spotted fever (Rickettsia Rickettsii)
Amblyomma (americanum, cajennense, striatum, ovale, brasiliensis);
Dermacentor (andersoni, occidentalis, variabilis); Ixodes dentatus; Ornithodoros
(hermsi, niccollei, parkeri, rudis, turicata); Rhipicephalus sanguineus.
2. Boutonneuse fever (R. conorii) Amblyomma hebraeum Rhipicephalus
sanguineus
3. African tick fever (R. conorri)
Amblyomma hebraeum; Haempohysalis leachi; Hyaloma aegyptium;
Rhipicephalus (sanguineus, appendiculatus)
4. F Russian typhus
Dermacentor nuttalli
5. Q fever” (R. burnetti)
Dermacentor (andersoni, occidentalis); Amblyomma americanum;
Haemophysalis humerosa; Ixodes (dentatus, holocyclus); Ornithodoros
(moubata, hermsi) - secara eksperimen; Rhipicephalus sanguineus.

B. Penyakit virus
1. Colorado tick fever
Dermacentor andersoni
2. Demam berdarah (Hemorrhagic fevers)
Hyalomma marginatum; H. anatolicum; Dermacentor pictus
3. Louping ill
Ixodes ricinus; Rhipicephalus appendiculatus
4. Kyasanur Forest Disease
Haemophysalis spinigera
5. Virus Powasson
Dermacentor andersoni; Ixodes marxi; I. Cooki

27
6. Russian spring and summer encephalitis
Dermacentor silvarum; Haemophysalis concinna; Ixodes (persulcatus, ricinus)

C. Penyakit bakteri dan spirochaeta


1. Relapsing fever (Borrelia duttoni dan lain-lain)
Ornithodoros (erraticus, hermsi, morocanus, moubata, parkeri, papillipes,
savignyi, talaje, turicata, venezuelensis); Rhipicephalus appendiculatus
2. Tularemia
Amblyomma americanum; Dermacentor (albipictus, andersoni, occidentalis,
silvarum, variabilis); Ixodes rincinus dan species lain; Rhipicephalus
appendiculatus
Sengkenit atau caplak termasuk ke dalam Ordo Acarina dan Famili Ixodidae. Ordo
Acarina terdapat ratusan spesies sengkenit dan tungau yang menimbulkan gangguan
kesehatan pada manusia dan terutama pada hewan ternak sehingga menimbulkan
kerugian besar pada peternak. Peranan sengkenit keras secara langsung menyebabkan
kelainan atau gangguan penyakit, seperti dermatitis, exsanguinasi, otoacariasis, dan paralisis
sengkenit (tick paralysis). Peranan sengkenit keras sebagai vektor (transmitter).
Mikroorganisme yang dapat ditularkan oleh sengkenit adalah protozoa, rickettsia, virus
serta bakteri (Natadisastra, 2009).
Selain dapat menimbulkan penyakit secara langsung, ticks juga dapat menularkan
berbagai jenis mikroorganisme penyebab penyakit. Secara langsung gigitan ticks dapat
menyebabkan terjadinya dermatosis. Selain itu toksin yang dihasilkan oleh beberapa jenis
caplak (Ixodidae) dapat menyebabkan kelumpuhan saraf (ticks paralyse), berbagai gejala
sistemik, bahkan kematian penderita (Soedarto, 2008). Caplak ini berperan sebagai inang
perantara.
 Dermacentor andersoni (hard ticks)
Klasifikasi dan Morfologi
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Chelicerata
Kelas : Arachnida
Ordo : Ixodida
Family : Ixodidae

28
Genus : dermacentor
Spesies : D.andersoni

Gambar. Dermacentor andersoni (hard ticks)


Pada caplak keras kapitulum tampak dari dorsal. Tubuhnya terdiri atas kapitulum dan
abdomen berupa kantong yang sebenarnya terbentuk dari bagian kepala, toraks dan
abdomen. Mematorfosis tidak sempurna. Stadium dewasa mempunyai empat pasang kaki,
sedangkan larva dan nimfa muda mempunyai tiga pasang kaki. Besar sengkenit kira-kira 1
cm, kulitnya kuat dan berbulu pendek. Bagian mulut dilengkapi dengan hipostoma dan
kelisera yang bergerigi.
Siklus Hidup
Caplak hidup sebagai ektoparasit dan menghisap darah berbagai binatang. Sengkenit jantan
mati setelah kopulasi. Caplak betina bertelur di tanah kemudian mati. Telur menetas
menjadi larva berkaki tiga pasang, yang kemudian tumbuh menjadi nimfa berkaki empat
pasang kemudian menjadi dewasa. Pergantian stadium diperlukan pengisapan darah hospes
dan setelah kenyang melepaskan diri dari hospes. Petumbuhn dari stadium larva sampai
dewasa dapat berlangsung pada satu hospes atau lebih.
Patologi dan Gejala Klinis
Caplak pada saat menghisap darah akan mengeluarkan toksin bersama dengan ludah yang
mengandung antikoagulan dan dapat mengakibatkan paralisis. Paralisisnya berupa paralisis
motorik yang dapat menimbulkan kematian bila mengenai otot pernapasan. Jika caplak
menggigit bahu atau sepanjang tulang punggung gejala menjadi lebih berat. Gigitan caplak
juga menyebabkan trauma mekanis. Tempat gigitan terjadi luka yang mudah meradang
terutama jika kapitulumnya tertinggal pada waktu caplak dilepaskan. (Sutanto, 2008).
 Rhipicephalus sanguineus
Caplak Rhipicephalus sanguineus merupakan parasit yang dapat menjadi penyebab utama
dari penyakit sistemik, selain nekrosa pada tempat gigitan dan reaksi peradangan pada

29
inang yang diserangnya. Rhipicephalus sanguineus merupakan caplak berumah tiga (three
host tick), dimana tiap stadium parasitik (larva, nympha dan dewasa) dapat hidup pada
inang yang berbeda (domba, sapi, anjing), akan tetapi tiap stadiumdari parasit ini dapat pula
dari inang yang sama (Astyawati 2002; Hendricks, Perrins 2007; Levine 1978).
Klasifikasi dan Morfologi
Menurut (Krantz 1970), caplak anjing (R. sanguineus) diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Parassitiformes
Sub Ordo : Metastigmata
Famili : Ixodidae
Genus : Rhipicephalus
Spesies : Rhipicephalus sanguineus

Gambar. Rhipicephalus sanguineus


Caplak mudah dikenali karena ukurannya yang besar hingga 30 mm, dengan bentuknya
yang memiliki tiga pasang kaki (tahap belum dewasa) serta berwarna coklat gelap. Caplak
betina bagian punggungnya berbentuk heksagonal. Parasit ini sering ditemukan di bagian
kepala, leher, telinga dan telapak kaki anjing. Caplak jantan memiliki lempeng adrenal
menyolok.
Siklus Hidup R. sanguineus
Siklus hidup R. sanguineus memerlukan tiga induk semang untuk menjadi caplak dewasa.
Induk semang dari telur menetas sampai menjadi caplak dewasa bisa pada jenis anjing yang
sama rasnya maupun dari ras yang berbeda. Seluruh stadium kehidupan caplak disebut
stadium parasitik, karena R. Sanguineusmenghisap darah atau cairan tubuh kecuali pada

30
stadium telur. Caplak dewasa yang telah kenyang menghisap darah akan terlepas dari
tubuh anjing kemudian mencari tempat berlindung di celah-celah sambil menunggu sampai
telurnya siap dikeluarkan dan akan bertelur di tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi
daya tetas telur, yaitu berat badan caplak, jumlah darah yang dihisap, dan suhu serta

0
kelembaban telur (suhu optimum 24-30 C, dan kelembaban 80-90%) (Lord, 2001).

Larva yang baru menetas akan segera mencari induk semangnya untuk menghisap
darah inangnya sampai kenyang, kemuadian larva jatuh ke tanah atau tetap tinggal di tubuh
inangnya. Pada musim panas, larva molting menjadi nimfa selama dua minggu dan pada
musim dingin selama tujuh minggu (Lord, 2001). Larva sebelum menghisap darah akan
berbentuk pipih dan akan mengalami perubahan bentuk menjadi bulat setelah mneghisap
darah. Setelah kenyang, larva akan jatuh ke tanah dan menjadi nimfa untuk mencari tempat
perlindungan. Nimfa akan menghisap darah sampai kenyang kemudian jatuh ke tanah dan
molting menjadi caplak dewasa dalam waktu 11-73 hari (Levine, 1990).
Siklus hidup caplak dapat berlangsung selama dua bulan sampai dua tahun
tergantung pada kondisi lingkungannya. Kondisi lingkungan yang mendukung, siklus
hidupnya semakin pendek yang artinya perkembangbiakan semakin cepat terjadi. Suhu
0
29 C siklus hidup caplak berlangsung 63 hari dan dengan lingkungan yang kurang
mendukung dalam satu tahun hanya dapat mencapai empat generasi. R. Sanguineus
dapat bertahan dalam kondisi yang kurang menguntungkan selama 253-255 hari tanpa
makan (Soulsby, 1982). Caplak ini juga tahan terhadap lingkungan yang terendam air,
kekeringan dan ketidaktersediaan makanan dalam waktu berbulan-bulan (Levine, 1994).
Gejala Klinis
Gejala klinis yang nampak pada ternak adalah kegatalan, kerusakan pada kulit, penurunan
pada kondisi umum dan produksi, berat badan yang menurun (Seddon, 1976). Hal ini
akan merugikan ekonomi dan juga kesehatan.
Cara Penularan
Caplak dapat menularkan penyakit melalui dua cara yaitu secara transtadial dan
transovarial. Secara transtadial artinya setiap stadium caplak baik larva, nimfa maupun
dewasa mampu menjadi penular patogen, sedangkan secara transovarial artinya caplak
dewasa yang terifeksi patogen akan dapat menularkannya pada generasi berikutnya melalui
sel-sel telur (Hadi, 2010)

10. Mites (Tungau)

31
Adalah vektor pada penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang disebabkan oleh
Rickettsia tsutsugamushi, tungau mengigit manusia menyebabkan luka bernanah disertai
demam yang remiten, lymphadenitis, splenomegaly dan suatu eritema yang merah sekali.
Vektor utamanya adalah Trombicula akamushi dan T. deliensis, tungau menularkan penyakit
pada stadium larva sedangkan larvanya adalah parasit pada tikus ladang di Jepang dan
beberapa tikus rumah dan tikus ladang di Taiwan dan di Indonesia. Manusia merupakan
hospes secara kebetulan, larvanya melekatkan diri pada pekerja di ladang. Penyakit ini dapat
ditularkan dari generasi ke generasi, sehingga larva generasi kedua mampu menginfeksi
manusia.
11. Cyclops
Cyclops adalah hospes perantara dari Dracunculus mendinensis, cacing cestoda
Diplyllobothrium latum dan cacing nematoda Gnathostoma spinigerum.

2.6 KONTROL VEKTOR

2.6.1 Prinsip Mengontrol Arthropoda


Ada beberapa prinsip dalam mengontrol arthropoda antara lain :
1. Kontrol Lingkungan
Cara ini merupakan cara terbaik untuk mengontrol arthropoda karena hasilnya dapat
bersifat permanen. Misalnya, membersihkan tempat-tempat hidup arthropoda.
2. Kontrol Kimia
Cara ini menggunakan golongan insektisida seperti :
 golongan organochlorine
 golongan organoposgat
 golongan carbomate,
tetapi sering terjadi resistensi dan dapat menimbulkan kontaminasi lingkungan.
3. Kontrol Biologi
Ditujukan untuk mengurangi polusi lingkungan akibat pemakaian insektisida yang
berasal dari bahan-bahan beracun. Misalnya, memelihara ikan.
4. Kontrol Genetik
Ada beberapa teknik :
 Steril Technique
 Citoplasmic Incompatibility
 Choromosomal Translokasi

32
2.6.2 Kontrol pada masing -masing Arthropoda

1. Kontrol Mosquito (Nyamuk)

A. Tindakan Anti Larva :


a. Environmental Control
b. Chemical Control :
 Mineral Oils
 Paris Green
 Synthetic Insectisida : - Fenthion
 Chlorpyrofos
 Abate
 Malathion
c. Biological Control
B. Terhadap Nyamuk Dewasa

a. Residual Sprays :

Dosis g/m2 Durasi (bulan)


DDT 1-2 6 – 12
Lindane 0,5 3
Malathion 2 3

b. Space Sprays
 Pyrethrum Extract
 Residual Insektisida
c. Genetic Control
 Steril Male Technique
 Cytoplasmic Incompatibility
 Chromosom Translocations
 Sex Distortion
C. Terhadap Gigitan Nyamuk
a. Mosquito Net

33
b. Screening
c. Repellent (chemis) :
 Diethyltoluamide
 Indalone
 Dimethyl Carbote

2. Kontrol House Flies


A. Environmental Control
B. Insectisida Control
 Residual Sprays :
- DDT 5%
- Methoxychlor 5%
- Lindane 0,5%
- Chlordane 2,5%
 Baits :
- Diazinon
- Malathion
- Dichlorvos
 Cords and Ribbons :
- Diazinon
- Fenthion
- Dimethoate
 Space Sprays :
- Pyrethrine
- DDT
- BHC
 Larvacid :
- Diazinon 0,5%
- Dichlorvos 2%
- Dimethoate
C. Fly Papers
D. Proteksi Terhadap Lalat
E. Pendidikan Kesehatan

34
3. Kontrol Sandflies
A. Insektisida :
 DDT 1-2 g/my
 Lindane 0,25 g/my
 Sanitasi Lingkungan

4. Kontrol Tsetse Flies


Ada 4 teknik dalam mengontrol lalat tsetse, yaitu :
A. Insektisida :
 DDT 25%
 Dieldrin 18 - 20%
B. Clearing of Vegetation
C. Game Destruction
D. Kontrol Genetik
5. Kontrol lice
A. Insektisida :
 DDT
 Malathion 0,5%
B. Personal Hygiene
6. Kontrol Scabies
 Benazyl Benzoate 25% 2
 BHC 0,5% - 10%
 Tetmosol 5%
 Sulfur Ointment 2,5 - 10%
 Permethrin 5%
7. Kontrol Fleas
A. Insektisida
 DDT
 Diazinon 2%
 Malathion 5%
B. Repellent

35
 Diethyl Toluamide
 Benzyl Benzoate
 Kontrol Rodent
8. Kontrol Ticks dan Mites
A. Insektisida
 DDT
 Chlordane
 Dieldrin
 Lindane
 Malathion
B. Kontrol Lingkungan
C. Proteksi Terhadap Pekerja

9. Kontrol Cyclops
A. Fisik:
 Penyaringan
Pemasakan (suhu 60oC)
B. Kimia :
 Chlorine 5 ppm
 Lime
 Abate 1 mg/liter
C. Biologi :
 Memelihara ikan

36
BAB III

KESIMPULAN

Serangga merupakan kelompok hewan yang memiliki ciri-ciri kaki enam


(heksapoda), badannya tersusun atas tiga bagian yaitu caput, thoraks, dan abdomen. Ciri-ciri
lain yang dimiliki serangga yaitu memilki apendik atau alat tambahan yang berruas,
tubuhnya bilateral simetris dan terlindungi oleh sat kitin, dan sistem saraf berupa saraf
tangga tali, kepala memiliki sepasang antenna, kaki terdiri dari 3 pasang dan terdapat 1 atau
2 pasang sayap.
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal
sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne
diseases merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun
epidemis dan menimbulkan bahaya kematian.
Kelas arthropoda yang penting dalam dunia kedokteran yang dapat menularkan
penyakit pada manusia adalah kelas insecta, arachinoda dan crustasae.

37
DAFTAR PUSTAKA

Astyawati T. 2002. Investigation in Tick by Vaccination Pusat Antar Universitas Ilmu


Hayat, IPB (Laporan Penelitian).
Astyawati, T dan Wulansari, R., 2008. Penanggulangan Caplak Rhipicephalus sanguineus
Dengan Vaksinasi. Ilmu Pertanian Indonesia; pp, 45-48.
Agoes, R dan D. Natadisastra. 2009. Parasitolgi Kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. EGC. Jakarta
Hadi, Mochammad, 2009. Biologi Insecta Entomologi.Yogyakarta: Graha Ilmu
Hendricks A, Perrins N. 2007. Recent Advances in Tick Control in Practice; 29:284 287.
Kartikasari, Hanna, (2015). Urban Ecosystem Services Kota Malang Pada Musim Pancaroba
Analysis of Insects Biodiversity in Malabar Urban Forest As Urban Ecosystem
Services of Malang in the Transitional Season. Produksi Tanaman, vol. 3, 2015, pp.
623–31.
Kesuma, Agung P. "Pinjal (Fleas)." Jurnal Litbang Pengendalian Penyakit Bersumber
Binatang Banjarnegara, vol. III, Jun. 2007, doi:10.22435/balaba.v0i0.
Levine ND. 1978. The Book of Veterinary Parasitology. Burgess Publishing Company,
Mineapolis, Minnesota.
Levine, N. D. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Diterjemahkan oleh Gatut, A.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Lord CC. 2001. Brown Dog Tick, Rhipicephalus sanguineus Latreille (Arachnida: Acari:
Ixodidae). EENY-221.
Meilin, A,. & Nasamsir. (2016). Serangga Dan Peranannya Dalam Bidang Pertanian Dan
Kehidupan. Jurnal Media Pertanian, 1(1), 18–28.
Ristiyanto Ristiyanto, Damar T. B., Farida D. H., Soenarto Notosoedarmo, 2004,
Keanekaragaman Ektoparasit Pada Tikus Rumah Rattus Tanezumi Dan Tikus Polinesia Rattus
Exulans Di Daerah Enzootik Pes Lereng Gunung Merapi, Jawa Tengah

38
Seddon, H.R . 1976 . Diseases of domestic animals in Australia parts 3. Arthropod
Infestations (Ticks and mites). Service publications (Veterinary Hygiene) No. 7: 170
Soedarto. 2008. Nematoda, dalam : Helmintologi Kedokteran. Gaya Baru. Jakarta
Soulsby, E.J.L. (1982) Helminths, Arthropods and Protozoa of Domisticated Animals. 7th
Edition, Balliere, Tindall and Cassel, London, 809
Sutanto, I, Ismid, IS, Sjarifuddin PK, Sungkar, S. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.
Edisi ke-4Penerbit Buku Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
https://penerbit.brin.go.id/press/catalog/download/463/429/8662-1?inline=1
https://node2.123dok.com/dt03pdf/123dok/002/253/2253581.pdf.pdf?X-Amz-Content-
Sha256=UNSIGNED-PAYLOAD&X-Amz-Algorithm=AWS4-HMAC-SHA256&X-Amz-
Credential=aa5vJ7sqx6H8Hq4u%2F20230228%2F%2Fs3%2Faws4_request&X-Amz-
Date=20230228T114509Z&X-Amz-SignedHeaders=host&X-Amz-Expires=600&X-Amz-
Signature=9f7f098dd7bd9a43c032b489c07b3e5ec45ac9878eeba55aee72835cabb446cb

39

Anda mungkin juga menyukai