Parasitologi
Parasitologi adalah suatu ilmu cabang Biologi yang mempelajari tentang semua organisme
parasit. Tetapi dengan adanya kemajuan ilmu, parasitologi kini terbatas mempelajari
organisme parasit yang tergolong hewan parasit, meliputi: protozoa, helminthes, arthropoda
dan insekta parasit, baik yang zoonosis ataupun anthroponosis. Cakupan parasitologi meliputi
taksonomi, morfologi, siklus hidup masing-masing parasit, serta patologi dan epidemiologi
penyakit yang ditimbulkannya. Organisme parasit adalah organisme yang hidupnya bersifat
parasitis; yaitu hidup yang selalu merugikan organisme yang ditempatinya (hospes). Predator
adalah organisme yang hidupnya juga bersifat merugikan organisme lain (yang dimangsa).
Bedanya, kalau predator ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari yang dimangsa, bersifat
membunuh dan memakan sebagian besar tubuh mangsanya. Sedangkan parasit, selain
ukurannya jauh lebih kecil dari hospesnya juga tidak menghendaki hospesnya mati, sebab
kehidupan hospes sangat essensial dibutuhkan bagi parasit yang bersangkutan.
1. Organisme (manusia atau hewan) yang ditempati oleh organisme lain (parasit) di mana
organisme tersebut merugikan hospes (inang) yang ditumpanginya karena mengambil
makanan disebut hospes.
2. Hospes yang dirugikan itu dapat digolongkan menjadi 4 macam yaitu hospes definitif,
hospes perantara, hospes predileksi dan hospes reservoir. Hospes definitif yaitu hospes yang
membantu hidup parasit dalam stadium dewasa/stadium seksual.
3. Berdasar lama waktu hidupnya parasit dibagi menjadi dua yaitu parasit temporer dan
stasioner. Parasit temporer disebut juga parasit nonperiodis (nonberkala) yang mengunjungi
hospesnya pada waktu-waktu berselang atau parasit tersebut tidak menetap pada tubuh
hospesnya.
4. Pediculus humanus disebut sebagai ektoparasit karena hidup di kepala atau hidup pada
permukaan luar hospesnya.
Hubungan antara Parasit dengan Inang
Derajat preferensi inang adalah produk adaptasi biologis dari parasit yang menyebabkan
parasit tersebut secara alami mempunyai pilihan terhadap inang dan juga jaringan tubuh
inang. Semakin tinggi derajat preferensi suatu parasit terhadap inang akan menyebabkan
adanya spesifitas inang.
- Kekebalan secara pasif, contohnya ialah kekebalan anak yang didapat dari kolostrum
ibunya.
Reaksi kekebalan didapat secara aktif timbul setelah adanya rangsangan oleh antigen.
Tergantung dari sifat antigen sehingga terjadi pembelahan limfosit-limfosit menjadi sel-T
atau sel B. Sel T mempunyai reseptor khusus terhadap antigen tertentu, sedangkan sel B akan
mengeluarkan antibodi yang dikenal sebagai imunoglobulin yang akan berikatan secara khas
pula dengan antigen. Modus penularan ialah cara atau metode penularan penyakit yang
biasanya terjadi. Pada umumnya, cara penularan penyakit parasit adalah secara kontak
langsung, melalui mulut (food-borne parasitosis), melalui kulit, melalui plasenta, melalui alat
kelamin dan melalui air susu. Sumber penularan bagi penyakit parasit, seperti halnya bagi
penyakit menular lain terjadi dari inang yang satu ke inang yang lain. Penularan dapat juga
dari sumber penyakit kepada inang baru. Adapun yang dapat berlaku sebagai sumber
penularan penyakit parasit ialah organisme baik hewan maupun tumbuhan dan benda mati
seperti tanah, air, makanan dan minuman.
Ekologi Parasit
Ekologi parasit adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara parasit dengan lingkungan
habitatnya, terutama mengenai distribusi parasit dengan sumber makanannya dan interaksi
jenis-jenis parasit dalam satu habitat. Parasit yang terdapat di dalam tubuh inang, mungkin
terdapat di dalam sistem pencernaan, sistem sirkulasi, sistem respirasi atau alat-alat dalam
tubuh seperti hati, ginjal, otak dan limpa. Biometeorologi adalah ilmu tentang atmosfer dan
segala fenomena-fenomenanya/ilmu tentang cuaca yang berhubungan dengan data
kehidupan. Faktor meteorologi yang berpengaruh pada kelangsungan hidup parasit adalah:
a. Data biometeorologi
b. Penguapan air
Hal-hal yang berpengaruh terhadap kasus zoonosis parasiter pada manusia adalah:
1. aspek sosial budaya atau ekonomi; di antaranya adalah jenis pekerjaan. Sebagai pemburu
juga pekerja hutan, mereka lebih terbuka kemungkinannya untuk memperoleh zoonosis
parasiter dari hewan buruan dan hewan liar di hutan sebagai reservoirnya. Berbeda dengan
pekerja pengalengan susu, daging atau ikan yang secara langsung lebih terbuka terhadap
penularan zoonosis parasiter dari jenis toksoplasmosis, hidatidosis dan larva migran.
2. Aspek ekologi; bertambahnya populasi atau dengan adanya transmigrasi, yang akan
mengubah keadaan lingkungan. Perubahan ekologi, seperti adanya 2 ekosistem yang semula
terpisah, kemudian bersatu dan dapat menjadi fokus baru bagi berbagai penyakit zoonosis; di
antaranya schistosomiasis, trypanosomiasis, paragonimiasis dan sebagainya
3. Aspek iklim dan cuaca; sebagai contoh: negara Indonesia dengan iklim tropis, panas, tetapi
curah hujan cukup sehingga kelembabannya cukup pula. Hal tersebut memungkinkan
pertumbuhan dan perkembangan berbagai jenis parasit selagi berada di luar tubuh hospesnya.
Contoh: sporulasi ookista Toxoplasma gondii, pembentukan telur infektif berbagai cacing
parasit usus, demikian pula bagi kelangsungan hidup berbagai vektor dan hospes perantara
yang sangat dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Faktor-faktor yang mendukung siklus hidup
zoonosis parasiter di daerah endemis, di antaranya: faktor bangsa, ethnis, agama, populasi
geografis.
Trematoda Usus
Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun, dilengkapi dengan alat-alat
ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang menjadi satu (hermafrodit)
kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai batil isap kepala di bagian anterior
tubuh dan batil isap perut di bagian posterior tubuh. Dalam siklus hidupnya Trematoda pada
umumnya memerlukan keong sebagai hospes perantara I dan hewan lain (Ikan, Crustacea ,
keong) ataupun tumbuh-tumbuhan air sebagai hospes perantara kedua. Manusia atau hewan
Vertebrata dapat menjadi hospes definitifnya. Habitat Trematoda dalam tubuh hospes
definitif bermacam-macam, ada yang di usus, hati, paru-paru, dan darah. Macam-macam
spesies Trematoda usus adalah: F. buski, H. heterophyes, M. yokagawai, Echinostoma,
Hypoderaeum dan Gastrodiscus. Manusia menjadi hospes definitifnya dan hewan-hewan lain
seperti mamalia (anjing, kucing) dan burung dapat menjadi hospes reservoar. Siklus hidup
selalu memerlukan keong sebagai hospes perantara I dan hospes perantara II (keong :
Echinostoma, tumbuhan air F.buski; ikan H.heterophyes dan M.yokogawai). Patologi
penyakit yang disebabkan oleh Trematoda usus disebabkan oleh perlekatan cacing pada
mukosa usus dengan batil isapnya. Semakin besar ukuran cacing maka semakin parah
kerusakan yang ditimbulkan. Gejala klinis tergantung jumlah parasit dalam usus, pada infeksi
ringan gejala tidak nyata, sedangkan pada infeksi berat gejala yang timbul adalah sakit perut,
diare, dan akibat terjadinya malabsorpsi bisa timbul edema. Diagnosis dilakukan dengan
menemukan telur dalam tinja penderita. Bila bentuk telur hampir sama maka perlu
menemukan cacing dewasanya dalam tinja penderita. Obat-obatan untuk trematoda usus
hampir sama, yaitu tetrakloretilen, heksilresorsinol, dan praziquantel.
Cestoda Usus
Cestoda merupakan cacing berbentuk seperti pita memanjang. tubuh terdiri dari kepala
(skolek), dan proglottid (segmen tubuh) yang terdiri dari: proglottid immature, mature, dan
gravid. Proglottid gravid dapat digunakan untuk identifikasi spesies berdasarkan bentuknya
dan bentuk uterus di dalamnya. Terdapat 2 golongan besar Cestoda, yaitu: 1.
Pseudophyllidean yang mempunyai skolek berbentuk seperti sendok dengan dilengkapi 2
buah alat isap yang berbentuk celah memanjang yang disebut bothria, contoh spesies:
Diphyllobothrium latum. 2. Cyclophyllidean yang mempunyai skolek dengan alat isap
berbentuk seperti mangkuk yang disebut asetabulum, jumlahnya 4 buah. Diphyllobothrium
latum merupakan pseudophyilidean. Cestoda yang hidup di usus manusia sebagai hospes
definitifnya. Hospes reservoarnya adalah hewan/mamalia pemakan ikan. Memerlukan 2 buah
hospes perantara dalam daur hidupnya yaitu: (1) Cyclops atau Diaptomus di mana larva
cacing disebut proserkoid, dan (2) Ikan air tawar dengan larva cacing di dalamnya disebut
pleroserkoid. Fam.Taeniidae yang termasuk Cyclophyllidean Cestoda mempunyai 3 spesies
penting bagi kesehatan manusia maupun hewan, yaitu T.saginata, T.solium, dan
E.granulossus. Bentuk telur antara ketiga cacing tersebut sukar dibedakan satu sama lain.
Ketiganya mempunyai skolek yang dilengkapi dengan batil isap berbentuk mangkuk yang
disebut asetabulum. Pada skolek T.solium dan E.granulossus dilengkapi dengan rostellum
dan kait-kait . Sedangkan skolek T.saginata tidak ada rostrumnya. T.saginata dan T.solium
merupakan cacing pita yang panjang sampai bermeter-meter ukurannya, sedangkan
E.granulossus merupakan cacing pita yang terpendek, hanya mempunyai 3 buah proglottid
saja. Manusia dapat terinfeksi T.saginata bila makan daging sapi yang mengandung kista
yang disebut sistiserkus bovis, dan menderita taeniasis saginata (terdapat cacing dewasa
dalam ususnya). Infeksi T.solium pada manusia dapat terjadi melalui 2 cara yaitu:
1. Bila menelan telurnya akan terjadi larva dalam jaringan tubuh manusia, disebut menderita
sistiserkosis.
2. Bila makan daging babi yang mengandung larva sistiserkus selulose, manusia akan
menderita taeniasis solium.
Cacing pita D.caninum merupakan cacing pita anjing /carnivora lainnya. Habitat dalam
hospes adalah dalam usus halus. Manusia terinfeksi secara kebetulan/aksidental terutama
terjadi pada anak-anak yang menelan pinjal anjing/kucing yang mengandung larva
sistiserkoid. Akibat infeksi ini pada anak-anak tidak begitu nyata bila infeksinya ringan
namun bila infeksi berat dapat terjadi gangguan pencernaan, diare, dan reaksi alergi.
Pencegahan dengan meningkatkan kebersihan perorangan serta lingkungan dengan
mengobati anjing dari pinjal yang menempel pada tubuhnya. Pengobatan dipylidiasis seperti
pada infeksi cacing pita lainnya, yaitu dengan: niklosamid, praziquantel, atau kuinakrin
Nematoda Usus
Cacing tambang terdiri dari beberapa spesies, yang menginfeksi manusia adalah
N.americanus dan A.duodenale, yang menginfeksi hewan (anjing/kucing) baik liar maupun
domestik adalah A.ceylanicum meskipun cacing ini dilaporkan dapat menjadi dewasa dalam
usus halus manusia dan tidak pernah menyebabkan creeping eruption, A.caninum dan
A.braziliense yang tidak dapat menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan menyebabkan
creeping eruption pada manusia. Perbedaan morfologi antar spesies dapat dilihat dari bentuk
rongga mulut, ada tidaknya gigi, dan bentuk bursa kopulatriks cacing jantan. Akibat utama
yang ditimbulkan bila menginfeksi manusia atau hewan adalah anemia mikrositik
hipokromik, karena cacing tambang menyebabkan perdarahan di usus akibat luka yang
ditimbulkan juga cacing tambang mengisap darah hospes. Penyakit cacing tambang tersebar
luas di daerah tropis, pencegahan tergantung pada sanitasi lingkungan, kebiasaan berdefikasi,
dan memakai alas kaki. Strongyloides stercoralis merupakan cacing Nematoda usus yang
hidup parasit pada manusia, namun dalam siklus hidupnya terdapat fase hidup bebas di tanah.
Bentuk telurnya sulit dibedakan dengan telur cacing tambang. Manusia dapat terinfeksi
melalui 3 cara: yaitu langsung, tak langsung, dan autoinfeksi. Cara pencegahan dan
penyebaran cacing ini sama seperti cacing tambang. Obat yang efektif untuk strongyloidiasis
adalah thiabendazol. Akibat utama yang ditimbulkan adalah peradangan pada usus, disentri
terus-menerus dan rasa sakit pada perut bagian kanan atas. Diagnosis dengan menemukan
larva dalam tinja atau dalam sputum penderita. Pada cacing Nematoda usus ada beberapa
spesies yang menginfeksi manusia maupun hewan. Nematoda usus terbesar adalah
A.lumbricoides yang bersama-sama dengan T.trichiura, serta cacing tambang sering
menginfeksi manusia karena telur cacing tersebut semuanya mengalami pemasakan di tanah
dan cara penularannya lewat tanah yang terkontaminasi sehingga cacing tersebut termasuk
dalam golongan soil-transmitted helminths. A.lumbricoides, T.trichiura dan E.vermicularis
mempunyai stadium infektif yaitu telur yang mengandung larva. Siklus hidup A.lumbricoides
lebih rumit karena melewati siklus paru-paru, sedangkan T.trichiura dan E.vermicularis tidak.
Gejala klinis penyakit cacing ini bila infeksi ringan tidak jelas, biasanya hanya tidak enak
pada perut kadang-kadang mual. Infeksi askariasis yang berat dapat menyebabkan kurang
gizi dan sering terjadi sumbatan pada usus. Trikhuriasis berat biasanya dapat terjadi anemia,
sedangkan pada enterobiasis gejala yang khas adalah gatal-gatal di sekitar anus pada waktu
malam hari saat cacing betina keluar dari usus untuk meletakkan telunya di daerah perianal.
Diagnosis askariasis dan trikhuriasis dengan menemukan telur dalam tinja penderita,
sedangkan untuk enterobiasis dapat ditegakkan dengan anal swab karena telur E. vermicularis
tidak dikeluarkan bersama tinja penderita. Infeksi cacing usus ini tersebar luas di seluruh
dunia baik daerah tropis maupun sub tropis. Anak-anak lebih sering terinfeksi dari pada orang
dewasa karena kebiasaan main tanah dan kurang/belum dapat menjaga kebersihan sendiri.
Semua infeksi cacing usus dapat dicegah dengan meningkatkan kebersihan lingkungan,
pembuangan tinja atau sanitasi yang baik, mengerti cara-cara hidup sehat, tidak
menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman dan mencuci bersih sayuran/buah yang akan di
makan mentah. Obat cacing, seperti piperasin, mebendazole, tiabendazol, dan lain-lain dapat
diberikan dengan hasil yang cukup memuaskan.
Trematoda dan Cstoda yang Hidup Parasit pada Darah/Jaringan Tubuh Manusia dan Hewan
Spesies trematoda hati yang dapat menginfeksi manusia adalah C. sinensis dan O. viverini,
sedangkan O. felineus, F. hepatica dan F. gigantica lebih banyak menginfeksi hewan.
Stadium infektil cacing hati adalah metaserkaria. Telur dari C. sinensis dan Opistorchis pada
waktu dikeluarkan sudah mengandung mirasidium, ukurannya lebih kecil dibandingkan
dengan telur Fasciola yang besar dan tidak berembrio pada waktu dikeluarkan bersama tinja.
Habitat cacing-cacing tersebut terutama adalah di saluran empedu, kecuali F. gigantica yang
habitatnya di hati. Hospes perantara I cacing-cacing tersebut adalah keong, namun hospes
perantara II C. sinensis dan Opistorchis adalah ikan air tawar dan hospes perantara II Fasciola
adalah tumbuh-tumbuhan air. Patologis dan gejala klinis terutama karena peradangan yang
disebabkan oleh hasil metabolisme cacing yang bersifat toksin. Gejala utama dalah demam,
sakit daerah perut, pembesaran hati yang lunak, diare dan anemia. Diagnosis dengan
menemukan telur dalam tinja penderita. Pencegahan dengan memasak ikan dan tumbuhan air
yang akan dimakan. Pengobatan dengan bithionol. Paragonimus westermani merupakan
trematoda yang menginfeksi paru-paru manusia dan hewan (mamalia). Stadium infektifnya
adalah metasekaria yang mengkista dalam tubuh ketam atau udang (HP perantar II). Keong
merupakan hospes perantara I nya. Patologi dan gejala klinis disebabkan oleh cacing dewasa
dalam alveoli paru-paru dan mengeluarkan telur yang menyebabkan gejala batuk dengan
bercak seperti serbuk besi dan sputum yang mengandung telur. Diagnosis dengan
menemukan telur dalam sputum atau tinja penderita. Pencegahan dengan memasak dengan
baik ketam atau udang yang akan dimakan. Trematoda darah pada manusia adalah
Schistosoma japonicum, S. haematobium dan S. mansoni. Infeksi terjadi dengan cara serkaria
menembus kulit hospes. hanya mempunyai 1 hospes perantara yaitu keong Oncomelania (S.
japonicum); Biomphalaria (S. mansoni) dan Bulinus (S. mansoni). Berbagai hewan dapat
terinfeksi oleh cacing ini dan menjadi hospes reservoarnya. Habitat S. japonicum dan S.
mansoni adalah pada vena meseterika dan cabang-cabangnya, telur yang dikeluarkan oleh
cacing dewasa dapat ditemukan dalam tinja penderita (untuk diagnosis). Sedangkan habitat S.
haematobium adalah pada vena kandung kencing, sehingga untuk diagnosis dengan
menemukan telur dalam urin penderita. Pencegahan dengan perbaikan irigasi, pemberantasan
keong dan pengobatan dengan kalium ammoniumnitrat, nitridazole dan astiban.