Anda di halaman 1dari 9

Menambah Pengetahuan Tentang 

Parasitologi

Posted on 24 September 2008 by Pakde sofa

Menambah Pengetahuan Tentang Parasitologi

Parasitologi adalah suatu ilmu cabang Biologi yang mempelajari tentang semua organisme
parasit. Tetapi dengan adanya kemajuan ilmu, parasitologi kini terbatas mempelajari
organisme parasit yang tergolong hewan parasit, meliputi: protozoa, helminthes, arthropoda
dan insekta parasit, baik yang zoonosis ataupun anthroponosis. Cakupan parasitologi meliputi
taksonomi, morfologi, siklus hidup masing-masing parasit, serta patologi dan epidemiologi
penyakit yang ditimbulkannya. Organisme parasit adalah organisme yang hidupnya bersifat
parasitis; yaitu hidup yang selalu merugikan organisme yang ditempatinya (hospes). Predator
adalah organisme yang hidupnya juga bersifat merugikan organisme lain (yang dimangsa).
Bedanya, kalau predator ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari yang dimangsa, bersifat
membunuh dan memakan sebagian besar tubuh mangsanya. Sedangkan parasit, selain
ukurannya jauh lebih kecil dari hospesnya juga tidak menghendaki hospesnya mati, sebab
kehidupan hospes sangat essensial dibutuhkan bagi parasit yang bersangkutan.

Tujuan Pengajaran Parasitologi


Menyadari akibat yang dapat ditimbulkan oleh gangguan parasit terhadap kesejahteraan
manusia, maka perlu dilakukan usaha pencegahan dan pengendalian penyakitnya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka sangat diperlukan suatu pengetahuan tentang
kehidupan organisme parasit yang bersangkutan selengkapnya. Tujuan pengajaran
parasitologi, dalam hal ini di antaranya adalah mengajarkan tentang siklus hidup parasit serta
aspek epidemiologi penyakit yang ditimbulkannya. Dengan mempelajari siklus hidup parasit,
kita akan dapat mengetahui bilamana dan bagaimana kita dapat terinfeksi oleh parasit, serta
bagaimana kemungkinan akibat yang dapat ditimbulkannya. Selanjutnya ditunjang oleh
pengetahuan epidemiologi penyakit, kita akan dapat menentukan cara pencegahan dan
pengendaliannya.

Istilah dalam Parasitologi dan Pembagian Hewan Parasit

1. Organisme (manusia atau hewan) yang ditempati oleh organisme lain (parasit) di mana
organisme tersebut merugikan hospes (inang) yang ditumpanginya karena mengambil
makanan disebut hospes.

2. Hospes yang dirugikan itu dapat digolongkan menjadi 4 macam yaitu hospes definitif,
hospes perantara, hospes predileksi dan hospes reservoir. Hospes definitif yaitu hospes yang
membantu hidup parasit dalam stadium dewasa/stadium seksual.

3. Berdasar lama waktu hidupnya parasit dibagi menjadi dua yaitu parasit temporer dan
stasioner. Parasit temporer disebut juga parasit nonperiodis (nonberkala) yang mengunjungi
hospesnya pada waktu-waktu berselang atau parasit tersebut tidak menetap pada tubuh
hospesnya.

4. Pediculus humanus disebut sebagai ektoparasit karena hidup di kepala atau hidup pada
permukaan luar hospesnya.
Hubungan antara Parasit dengan Inang
Derajat preferensi inang adalah produk adaptasi biologis dari parasit yang menyebabkan
parasit tersebut secara alami mempunyai pilihan terhadap inang dan juga jaringan tubuh
inang. Semakin tinggi derajat preferensi suatu parasit terhadap inang akan menyebabkan
adanya spesifitas inang.

Kekebalan terhadap parasit, Modus dan Sumber Penulurannya


Di dalam tubuh terdapat suatu mekanisme yaitu mekanisme tanggap kebal yang akan
mengenali dan segera memusnahkan setiap sel yang berbeda/asing dari sel normal tubuhnya
sendiri. Seperti pada kekebalan terhadap bakteri, cendawan, dan virus, kekebalan dalam
parasitologi terdiri dari kekebalan bawaan yang mungkin disebabkan spesifitas inang,
karakteristik fisik inang, sifat biokimia yang khas dan kebiasaan inang serta kekebalan
didapat. Kekebalan didapat dibedakan menjadi:

- Kekebalan secara pasif, contohnya ialah kekebalan anak yang didapat dari kolostrum
ibunya.

- Kekebalan didapat secara aktif.

Reaksi kekebalan didapat secara aktif timbul setelah adanya rangsangan oleh antigen.
Tergantung dari sifat antigen sehingga terjadi pembelahan limfosit-limfosit menjadi sel-T
atau sel B. Sel T mempunyai reseptor khusus terhadap antigen tertentu, sedangkan sel B akan
mengeluarkan antibodi yang dikenal sebagai imunoglobulin yang akan berikatan secara khas
pula dengan antigen. Modus penularan ialah cara atau metode penularan penyakit yang
biasanya terjadi. Pada umumnya, cara penularan penyakit parasit adalah secara kontak
langsung, melalui mulut (food-borne parasitosis), melalui kulit, melalui plasenta, melalui alat
kelamin dan melalui air susu. Sumber penularan bagi penyakit parasit, seperti halnya bagi
penyakit menular lain terjadi dari inang yang satu ke inang yang lain. Penularan dapat juga
dari sumber penyakit kepada inang baru. Adapun yang dapat berlaku sebagai sumber
penularan penyakit parasit ialah organisme baik hewan maupun tumbuhan dan benda mati
seperti tanah, air, makanan dan minuman.

Ekologi Parasit
Ekologi parasit adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara parasit dengan lingkungan
habitatnya, terutama mengenai distribusi parasit dengan sumber makanannya dan interaksi
jenis-jenis parasit dalam satu habitat. Parasit yang terdapat di dalam tubuh inang, mungkin
terdapat di dalam sistem pencernaan, sistem sirkulasi, sistem respirasi atau alat-alat dalam
tubuh seperti hati, ginjal, otak dan limpa. Biometeorologi adalah ilmu tentang atmosfer dan
segala fenomena-fenomenanya/ilmu tentang cuaca yang berhubungan dengan data
kehidupan. Faktor meteorologi yang berpengaruh pada kelangsungan hidup parasit adalah:

a. Data biometeorologi

b. Penguapan air

c. Kandungan air dalam tanah.

Pengaruh Faktor Cuaca terhadap Siklus Hidup Parasit


Pengaruh jumlah hujan dan temperatur terhadap kelangsungan hidup suatu jenis parasit
berbeda, sebagai contoh Nematoda parasit membutuhkan lebih sedikit curah hujan
dibandingkan dengan Trematoda. Trematoda membutuhkan jumlah air yang lebih banyak
dibandingkan dengan Nematoda sebab untuk menetaskan miracidium diperlukan genangan
air. Demikian juga pada telur cacing nematoda umumnya lebih tahan terhadap temperatur
yang lebih tinggi daripada Trematoda dan Cestoda, tetapi sebagai larva infektif sebaliknya,
yaitu larva Nematoda lebih tahan dingin daripada larva Trematoda dan Cestoda. Diduga
bagian sinar matahari yang berpengaruh besar pada siklus hidup parasit adalah sinar
ultraviolet. Dalam bereaksi terhadap tantangan dari faktor-faktor cuaca tersebut parasit
bereaksi secara gabungan dan bukan bereaksi terhadap faktor itu satu demi satu.

Ruang Lingkup Parasitisme


Dalam mempelajari parasitologi diperlukan pengertian dan pendekatan ekologi serta
memahami ekologi parasit yang merupakan dasar pembahasan berbagai masalah antara lain
masuknya parasit ke dalam hospes, kepadatan parasit, inang dan sebagainya. Demikian juga
untuk memahami penyebarannya perlu dipelajari mikro distribusi parasit. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kehidupan parasit antara lain air, temperatur, sinar matahari, waktu,
flora dan fauna. Semua makhluk hidup itu bereaksi terhadap banyak faktor-faktor tersebut
secara bersama-sama, tidak terhadap faktor satu demi satu. Selanjutnya dalam mencegah dan
mengobati penyakit secara umum dengan tindakan praktis, khususnya dalam pencegahan
serta pemberantasannya.

Penggolongan Zoonosis dan Aspek yang Mempengaruhinya


Zoonosis adalah penyakit atau penularan-penularan yang secara alamiah terjadi antara hewan
dan manusia. Penggolongan zoonosis dapat didasarkan pada:

(1) tingkat derajat revervoirnya dalam sistem zoologi,

(2) siklus penularan dan prospek pengendaliannya,

(3) taksonomi parasit penyebabnya.

Hal-hal yang berpengaruh terhadap kasus zoonosis parasiter pada manusia adalah:

1. aspek sosial budaya atau ekonomi; di antaranya adalah jenis pekerjaan. Sebagai pemburu
juga pekerja hutan, mereka lebih terbuka kemungkinannya untuk memperoleh zoonosis
parasiter dari hewan buruan dan hewan liar di hutan sebagai reservoirnya. Berbeda dengan
pekerja pengalengan susu, daging atau ikan yang secara langsung lebih terbuka terhadap
penularan zoonosis parasiter dari jenis toksoplasmosis, hidatidosis dan larva migran.

2. Aspek ekologi; bertambahnya populasi atau dengan adanya transmigrasi, yang akan
mengubah keadaan lingkungan. Perubahan ekologi, seperti adanya 2 ekosistem yang semula
terpisah, kemudian bersatu dan dapat menjadi fokus baru bagi berbagai penyakit zoonosis; di
antaranya schistosomiasis, trypanosomiasis, paragonimiasis dan sebagainya

3. Aspek iklim dan cuaca; sebagai contoh: negara Indonesia dengan iklim tropis, panas, tetapi
curah hujan cukup sehingga kelembabannya cukup pula. Hal tersebut memungkinkan
pertumbuhan dan perkembangan berbagai jenis parasit selagi berada di luar tubuh hospesnya.
Contoh: sporulasi ookista Toxoplasma gondii, pembentukan telur infektif berbagai cacing
parasit usus, demikian pula bagi kelangsungan hidup berbagai vektor dan hospes perantara
yang sangat dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Faktor-faktor yang mendukung siklus hidup
zoonosis parasiter di daerah endemis, di antaranya: faktor bangsa, ethnis, agama, populasi
geografis.

Protozoa Parasit Usus


Struktur tubuh protozoa tersusun dari unit-unit (komponen) fungsional yang disebut sebagai
organel-organel bukan organ-organ sebab Protozoa adalah hewan bersel satu atau terdiri dari
satu sel saja. Seluruh fungsi kehidupannya dilakukan oleh satu sel tersebut. Sedangkan
“organ” terdiri dari banyak sel dan “organel-organel” adalah bagian sel yang mengalami
diferensiasi yang disesuaikan dengan fungsinya. Pengelompokan Protozoa parasit dalam
parasitologi dilakukan berdasarkan patologi anatomi hospesnya dengan urutan yang
disesuaikan dengan taksonominya. Alasan pengelompokan tersebut, dimaksudkan untuk
mempermudah dalam mempelajarinya.

Protozoa Parasit Rongga Tubuh


Protozoa atrial adalah protozoa yang berhabitat pada rongga tubuh seperti mulut, hidung,
vagina, urethera. Dalam kelompok protozoa atrial yaitu Entomoeba gingivalis (Kelas
Sarcodina) dan Trichomonas tenax dan T. vaginalis (Kelas Flagellata), hanya T. vaginalis
yang patogen. E. gingivalis hanya diketahui bentuk trophozoit saja yang sangat mirip dengan
E. histolytica. Spesies ini tinggal di dalam gingiva manusia bersifat apatogen sama halnya
dengan T. tenax. T. vaginalis habitat pada vagina dan glandula prostata. Pada wanita
menyebabkan vaginistis yaitu dapat mengeluarkan banyak sekret keputihan yang
menyebabkan keputihan. Infeksi pada laki-laki dirasakan setelah adanya infeksi sekunder
oleh bakteri dan mungkin menyebabkan uretritis dan prostata.

Protozoa Parasit pada Darah Manusia serta Vertebrata lainnya


Protozoa yang hidup parasit di dalam darah dan jaringan manusia mencakup berbagai jenis
yaitu Trypanosoma spp, Leishmania spp, Plasmodium spp, dan Toxoplasma gondii. Parasit
Trypanosoma cukup luas penyebarannya, sebagian tidak patogen, di dalam darah hewan
mamalia, reptilia, amfibia, burung, ikan ada ada 3 spesies patogen pada manusia yaitu
Trypanosoma gambiense, T. rhodesiense dan T. cruzi. Bentuk-bentuk perkembangan familia
Trypanosomidae ini adalah Trypomastigot, Epimastigot, Promastigot, dan Amastigot.
Bentuk-bentuk perkembangan ini ada yang lengkap dan ada pula yang tidak lengkap. Daur
hidup Trypanosoma pada mamalia terjadi berganti-ganti di dalam inang vertebrata dan
invertebrata. Penularan Trypanosoma dan dapat secara langsung dan dapat secara tidak
langsung yaitu mengalami pertumbuhan siklik (mekanik) di dalam serangga pengisap darah
sebelum menjadi infektif. Vektor bagi Trypanosoma gambiense dan T. rhodesiense adalah
lalat tse-tse, sedangkan Trypanosoma cruzi adalah serangga reduvidae. Klasifikasi
Trypanosoma didasarkan atas morfologi, cara penularan dan sifat patogen. Parasit
Plasmodium penyebab malaria yang tersebar sangat luas dan banyak menimbulkan kematian
pada manusia ada 4 spesies yaitu P. vivax, P. malariae, P. falciparum dan P. ovale, sedangkan
spesies lainnya dapat menginfeksi burung, monyet, rodentia dan sebagainya. Pembasmiannya
sangat tergantung pada penggunaan insektisida, pengobatan dan faktor-faktor sosio ekonomi
yang cukup komplex. Untuk kelangsungan hidup parasit tersebut mempunyai fase
schizogoni, fase gametogami, dan fase sporogoni. Patologinya menyebabkan pecahnya
eritrosit, reaksi humoral kelemahan limpa, hati, ginjal dan gangguan peredaran darah. Gejala
klinis ialah serangan demam yang intermitten dan pembesaran limpa. Pencegahan mencakup
pengurangan sumber infeksi, pengendalian nyamuk malaria. Pengobatan meliputi
penghancuran parasit praeritrositik, obat represif, obat penyembuh dan obat radikal untuk
bentuk eksoeritrositik, gametositik dan gametastatik.
Protozoa Parasit Pada Jaringan
Protozoa parasit jaringan merupakan protozoa parasit yang hidup berparasit di dalam jaringan
hospesnya. Protozoa parasit ini merupakan penyebab penyakit bagi manusia dan hewan
khususnya dan berperan penting dalam dunia kesehatan pada umumnya. Protozoa yang
bersifat parasit pada jaringan hospes ini meliputi 2 kelas yaitu kelas Flagellata dan Sporozoa.
Pada kelas Flagellata berupa genus Leishmania sedangkan pada kelas Sporozoa berupa genus
Toxoplasma. Dari genus Leishmania ini hanya terdapat 3 spesies penting terutama bagi
kesehatan manusia yaitu dapat menyebabkan penyakit leishmaniasis. Adapun ketiga spesies
tersebut adalah Leishmania donovani penyebab leishmaniasis visceral; Leishmania tropica
penyebab leishmaniasis kulit dan Leishmania brazilliennis penyebab leishmaniasis muko
kutis. Meskipun ketiga genus Leishmania ini merupakan protozoa parasit pada jaringan,
tetapi di dalam daur (siklus) hidupnya masih tetap membutuhkan hospes perantara untuk
kelangsungan hidupnya. Adapun sebagai hospes perantaranya adalah lalat Phlebotomus dan
darah manusia. Di antara genus Toxoplasma hanya satu spesies saja yang mampu
menginfeksi berbagai macam hospes yaitu spesies Toxoplasma gondii. T. gondii ini
merupakan penyebab penyakit toxoplasmosis pada manusia. Di dalam daur hidupnya
mempunyai tiga bentuk perkembangan yaitu bentuk zoite, kista dan ookista. Sebagai berikut
infektifnya adalah sporozoit, kestozoit dan endozoit. Sedangkan cara infeksinya adalah bukan
dengan melalui vektor, tetapi dengan berbagai cara yaitu per-os, transplantasi, transfusi
ataupun dengan kista, trophozoit atau ookista selama melakukan penelitian di laboratorium.
Peristiwa ini dapat mengakibatkan toxoplasmosis kongenital dan toxoplasmosis dapatan
(perolehan). Penularan dari manusia ke manusia terjadi dengan melalui plasenta penyebab
toxoplasmosis kongenital.

Trematoda Usus
Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun, dilengkapi dengan alat-alat
ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang menjadi satu (hermafrodit)
kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai batil isap kepala di bagian anterior
tubuh dan batil isap perut di bagian posterior tubuh. Dalam siklus hidupnya Trematoda pada
umumnya memerlukan keong sebagai hospes perantara I dan hewan lain (Ikan, Crustacea ,
keong) ataupun tumbuh-tumbuhan air sebagai hospes perantara kedua. Manusia atau hewan
Vertebrata dapat menjadi hospes definitifnya. Habitat Trematoda dalam tubuh hospes
definitif bermacam-macam, ada yang di usus, hati, paru-paru, dan darah. Macam-macam
spesies Trematoda usus adalah: F. buski, H. heterophyes, M. yokagawai, Echinostoma,
Hypoderaeum dan Gastrodiscus. Manusia menjadi hospes definitifnya dan hewan-hewan lain
seperti mamalia (anjing, kucing) dan burung dapat menjadi hospes reservoar. Siklus hidup
selalu memerlukan keong sebagai hospes perantara I dan hospes perantara II (keong :
Echinostoma, tumbuhan air F.buski; ikan H.heterophyes dan M.yokogawai). Patologi
penyakit yang disebabkan oleh Trematoda usus disebabkan oleh perlekatan cacing pada
mukosa usus dengan batil isapnya. Semakin besar ukuran cacing maka semakin parah
kerusakan yang ditimbulkan. Gejala klinis tergantung jumlah parasit dalam usus, pada infeksi
ringan gejala tidak nyata, sedangkan pada infeksi berat gejala yang timbul adalah sakit perut,
diare, dan akibat terjadinya malabsorpsi bisa timbul edema. Diagnosis dilakukan dengan
menemukan telur dalam tinja penderita. Bila bentuk telur hampir sama maka perlu
menemukan cacing dewasanya dalam tinja penderita. Obat-obatan untuk trematoda usus
hampir sama, yaitu tetrakloretilen, heksilresorsinol, dan praziquantel.

Cestoda Usus
Cestoda merupakan cacing berbentuk seperti pita memanjang. tubuh terdiri dari kepala
(skolek), dan proglottid (segmen tubuh) yang terdiri dari: proglottid immature, mature, dan
gravid. Proglottid gravid dapat digunakan untuk identifikasi spesies berdasarkan bentuknya
dan bentuk uterus di dalamnya. Terdapat 2 golongan besar Cestoda, yaitu: 1.
Pseudophyllidean yang mempunyai skolek berbentuk seperti sendok dengan dilengkapi 2
buah alat isap yang berbentuk celah memanjang yang disebut bothria, contoh spesies:
Diphyllobothrium latum. 2. Cyclophyllidean yang mempunyai skolek dengan alat isap
berbentuk seperti mangkuk yang disebut asetabulum, jumlahnya 4 buah. Diphyllobothrium
latum merupakan pseudophyilidean. Cestoda yang hidup di usus manusia sebagai hospes
definitifnya. Hospes reservoarnya adalah hewan/mamalia pemakan ikan. Memerlukan 2 buah
hospes perantara dalam daur hidupnya yaitu: (1) Cyclops atau Diaptomus di mana larva
cacing disebut proserkoid, dan (2) Ikan air tawar dengan larva cacing di dalamnya disebut
pleroserkoid. Fam.Taeniidae yang termasuk Cyclophyllidean Cestoda mempunyai 3 spesies
penting bagi kesehatan manusia maupun hewan, yaitu T.saginata, T.solium, dan
E.granulossus. Bentuk telur antara ketiga cacing tersebut sukar dibedakan satu sama lain.
Ketiganya mempunyai skolek yang dilengkapi dengan batil isap berbentuk mangkuk yang
disebut asetabulum. Pada skolek T.solium dan E.granulossus dilengkapi dengan rostellum
dan kait-kait . Sedangkan skolek T.saginata tidak ada rostrumnya. T.saginata dan T.solium
merupakan cacing pita yang panjang sampai bermeter-meter ukurannya, sedangkan
E.granulossus merupakan cacing pita yang terpendek, hanya mempunyai 3 buah proglottid
saja. Manusia dapat terinfeksi T.saginata bila makan daging sapi yang mengandung kista
yang disebut sistiserkus bovis, dan menderita taeniasis saginata (terdapat cacing dewasa
dalam ususnya). Infeksi T.solium pada manusia dapat terjadi melalui 2 cara yaitu:

1. Bila menelan telurnya akan terjadi larva dalam jaringan tubuh manusia, disebut menderita
sistiserkosis.

2. Bila makan daging babi yang mengandung larva sistiserkus selulose, manusia akan
menderita taeniasis solium.

Diagnosis taeniasis saginata/solium dengan menemukan telur/proglottid gravid pada tinja


penderita. Sedangkan sistiserkosis dapat diketahui dengan pemeriksaan serologis, CT-scan
atau dengan pembedahan (tergantung letak kista dalam jaringan tubuh manusia). Infeksi
E.granulossus pada manusia dapat terjadi bila menelan telurnya, manusia akan menderita
hidatidosis (terjadinya kista hidatida dalam jaringan tubuh manusia). Tempat yang sering
terjadi kista adalah hati (66%). Diagnosis dengan pemeriksaan serologis, sinar rontgen, dan
pembedahan bila letaknya memungkinkan. Cacing pita yang kecil H.nana hospes definitifnya
manusia, dan penularan dapat terjadi secara langsung bila manusia menelan telur cacing
tersebut. H.nana var.fraterna dan H.diminuta yang hospes definitifnya tikus memerlukan
hospes perantara, yaitu pinjal tikus, dan kumbang tepung. Hospes perantara bila menelan
telur cacing tersebut akan menetas menjadi larva sistiserkoid. Bila manusia menelan hospes
perantara yang mengandung sistiserkoid akan menderita hymenolepsis.

Cacing pita D.caninum merupakan cacing pita anjing /carnivora lainnya. Habitat dalam
hospes adalah dalam usus halus. Manusia terinfeksi secara kebetulan/aksidental terutama
terjadi pada anak-anak yang menelan pinjal anjing/kucing yang mengandung larva
sistiserkoid. Akibat infeksi ini pada anak-anak tidak begitu nyata bila infeksinya ringan
namun bila infeksi berat dapat terjadi gangguan pencernaan, diare, dan reaksi alergi.
Pencegahan dengan meningkatkan kebersihan perorangan serta lingkungan dengan
mengobati anjing dari pinjal yang menempel pada tubuhnya. Pengobatan dipylidiasis seperti
pada infeksi cacing pita lainnya, yaitu dengan: niklosamid, praziquantel, atau kuinakrin
Nematoda Usus
Cacing tambang terdiri dari beberapa spesies, yang menginfeksi manusia adalah
N.americanus dan A.duodenale, yang menginfeksi hewan (anjing/kucing) baik liar maupun
domestik adalah A.ceylanicum meskipun cacing ini dilaporkan dapat menjadi dewasa dalam
usus halus manusia dan tidak pernah menyebabkan creeping eruption, A.caninum dan
A.braziliense yang tidak dapat menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan menyebabkan
creeping eruption pada manusia. Perbedaan morfologi antar spesies dapat dilihat dari bentuk
rongga mulut, ada tidaknya gigi, dan bentuk bursa kopulatriks cacing jantan. Akibat utama
yang ditimbulkan bila menginfeksi manusia atau hewan adalah anemia mikrositik
hipokromik, karena cacing tambang menyebabkan perdarahan di usus akibat luka yang
ditimbulkan juga cacing tambang mengisap darah hospes. Penyakit cacing tambang tersebar
luas di daerah tropis, pencegahan tergantung pada sanitasi lingkungan, kebiasaan berdefikasi,
dan memakai alas kaki. Strongyloides stercoralis merupakan cacing Nematoda usus yang
hidup parasit pada manusia, namun dalam siklus hidupnya terdapat fase hidup bebas di tanah.
Bentuk telurnya sulit dibedakan dengan telur cacing tambang. Manusia dapat terinfeksi
melalui 3 cara: yaitu langsung, tak langsung, dan autoinfeksi. Cara pencegahan dan
penyebaran cacing ini sama seperti cacing tambang. Obat yang efektif untuk strongyloidiasis
adalah thiabendazol. Akibat utama yang ditimbulkan adalah peradangan pada usus, disentri
terus-menerus dan rasa sakit pada perut bagian kanan atas. Diagnosis dengan menemukan
larva dalam tinja atau dalam sputum penderita. Pada cacing Nematoda usus ada beberapa
spesies yang menginfeksi manusia maupun hewan. Nematoda usus terbesar adalah
A.lumbricoides yang bersama-sama dengan T.trichiura, serta cacing tambang sering
menginfeksi manusia karena telur cacing tersebut semuanya mengalami pemasakan di tanah
dan cara penularannya lewat tanah yang terkontaminasi sehingga cacing tersebut termasuk
dalam golongan soil-transmitted helminths. A.lumbricoides, T.trichiura dan E.vermicularis
mempunyai stadium infektif yaitu telur yang mengandung larva. Siklus hidup A.lumbricoides
lebih rumit karena melewati siklus paru-paru, sedangkan T.trichiura dan E.vermicularis tidak.
Gejala klinis penyakit cacing ini bila infeksi ringan tidak jelas, biasanya hanya tidak enak
pada perut kadang-kadang mual. Infeksi askariasis yang berat dapat menyebabkan kurang
gizi dan sering terjadi sumbatan pada usus. Trikhuriasis berat biasanya dapat terjadi anemia,
sedangkan pada enterobiasis gejala yang khas adalah gatal-gatal di sekitar anus pada waktu
malam hari saat cacing betina keluar dari usus untuk meletakkan telunya di daerah perianal.
Diagnosis askariasis dan trikhuriasis dengan menemukan telur dalam tinja penderita,
sedangkan untuk enterobiasis dapat ditegakkan dengan anal swab karena telur E. vermicularis
tidak dikeluarkan bersama tinja penderita. Infeksi cacing usus ini tersebar luas di seluruh
dunia baik daerah tropis maupun sub tropis. Anak-anak lebih sering terinfeksi dari pada orang
dewasa karena kebiasaan main tanah dan kurang/belum dapat menjaga kebersihan sendiri.
Semua infeksi cacing usus dapat dicegah dengan meningkatkan kebersihan lingkungan,
pembuangan tinja atau sanitasi yang baik, mengerti cara-cara hidup sehat, tidak
menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman dan mencuci bersih sayuran/buah yang akan di
makan mentah. Obat cacing, seperti piperasin, mebendazole, tiabendazol, dan lain-lain dapat
diberikan dengan hasil yang cukup memuaskan.

Trematoda dan Cstoda yang Hidup Parasit pada Darah/Jaringan Tubuh Manusia dan Hewan
Spesies trematoda hati yang dapat menginfeksi manusia adalah C. sinensis dan O. viverini,
sedangkan O. felineus, F. hepatica dan F. gigantica lebih banyak menginfeksi hewan.
Stadium infektil cacing hati adalah metaserkaria. Telur dari C. sinensis dan Opistorchis pada
waktu dikeluarkan sudah mengandung mirasidium, ukurannya lebih kecil dibandingkan
dengan telur Fasciola yang besar dan tidak berembrio pada waktu dikeluarkan bersama tinja.
Habitat cacing-cacing tersebut terutama adalah di saluran empedu, kecuali F. gigantica yang
habitatnya di hati. Hospes perantara I cacing-cacing tersebut adalah keong, namun hospes
perantara II C. sinensis dan Opistorchis adalah ikan air tawar dan hospes perantara II Fasciola
adalah tumbuh-tumbuhan air. Patologis dan gejala klinis terutama karena peradangan yang
disebabkan oleh hasil metabolisme cacing yang bersifat toksin. Gejala utama dalah demam,
sakit daerah perut, pembesaran hati yang lunak, diare dan anemia. Diagnosis dengan
menemukan telur dalam tinja penderita. Pencegahan dengan memasak ikan dan tumbuhan air
yang akan dimakan. Pengobatan dengan bithionol. Paragonimus westermani merupakan
trematoda yang menginfeksi paru-paru manusia dan hewan (mamalia). Stadium infektifnya
adalah metasekaria yang mengkista dalam tubuh ketam atau udang (HP perantar II). Keong
merupakan hospes perantara I nya. Patologi dan gejala klinis disebabkan oleh cacing dewasa
dalam alveoli paru-paru dan mengeluarkan telur yang menyebabkan gejala batuk dengan
bercak seperti serbuk besi dan sputum yang mengandung telur. Diagnosis dengan
menemukan telur dalam sputum atau tinja penderita. Pencegahan dengan memasak dengan
baik ketam atau udang yang akan dimakan. Trematoda darah pada manusia adalah
Schistosoma japonicum, S. haematobium dan S. mansoni. Infeksi terjadi dengan cara serkaria
menembus kulit hospes. hanya mempunyai 1 hospes perantara yaitu keong Oncomelania (S.
japonicum); Biomphalaria (S. mansoni) dan Bulinus (S. mansoni). Berbagai hewan dapat
terinfeksi oleh cacing ini dan menjadi hospes reservoarnya. Habitat S. japonicum dan S.
mansoni adalah pada vena meseterika dan cabang-cabangnya, telur yang dikeluarkan oleh
cacing dewasa dapat ditemukan dalam tinja penderita (untuk diagnosis). Sedangkan habitat S.
haematobium adalah pada vena kandung kencing, sehingga untuk diagnosis dengan
menemukan telur dalam urin penderita. Pencegahan dengan perbaikan irigasi, pemberantasan
keong dan pengobatan dengan kalium ammoniumnitrat, nitridazole dan astiban.

Nematoda Darah/Jaringan Tubuh Manusia dan Hewan


Nematoda darah atau dikenal sebagai Nematoda filaria, menyebabkan penyakit kaki gajah
atau elefantiasis/filariasis. Di Indonesia terdapat 3 spesies cacing ini yang dikenal juga
sebagai cacing filaria limfatik, sebab habitat cacing dewasa adalah di dalam sistem limfe
(saluran dan kelenjar limfe) manusia yang menjadi hospes definitifnya, maupun dalam sistem
limfe hewan yang menjadi hospes reservoar (kera dan kucing hutan). Spesies cacing filaria
yang ada di Indonesia adalah: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Cacing
filaria ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang menjadi vektomya. Filariasis bancrofti
mempunyai 2 tipe, yaitu: 1.Tipe urban, atau terdapat di daerah perkotaan, vektornya nyamuk
Culex quenquefasciatus/C. fatigans. 2.Tipe rural, vektornya nyamuk Anopheles atau nyamuk
Aedes tergantung pada daerahnya. Periodisitasnya adalah periodik nokturna, di mana
mikrofilaria banyak ditemukan dalam darah tepi penderita pada waktu malam hari. Filariasis
malayi lebih banyak terjadi di daerah rural, vektornya adalah nyamuk Mansonia yang tempat
perindukannya di rawa-rawa dekat hutan dan beberapa jenis dari nyamuk Anopheles dapat
pula menjadi vektor penyakit ini. Perbedaan nyamuk yang menjadi vektornya tergantung
pada daerah geografis. Periodisitas filariasis malayi adalah subperiodik nokturna, artinya
mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah tepi penderita pada waktu siang dan malam hari,
meskipun jumlahnya lebih banyak pada malam hari. Bila mikrofilaria dalam darah tepi
penderita masuk ke dalam tubuh nyamuk vektor pada waktu nyamuk rnengisap darah, maka
akan berubah menjadi larva stadium I-III (L1-L2-L3). L3 bila nyamuk mengisap darah
manusia akan terbawa masuk ke dalam tubuh dan menuju saluran limfe serta menjadi dewasa
dalam kelenjar limfe. Gejala utama filariasis adalah: limfangitis, limfadenitis, limfedema,
yang bisa terjadi berulang-ulang sampai akhimya bila sudah kronis (bertahun-tahun) akan
terjadi elefantiasis. Pada infeksi W. bancrofti biasa menyerang ekstremitas bagian atas, alat
genital, yang bisa menimbulkan hidrokel dan juga buah dada, namun juga bisa menyerang
kaki. Filariasis malayi lebih banyak menyerang bagian kaki. Diagnosis dengan menemukan
mikrofilaria dalam darah tepi penderita, tergantung periodisitasnya maka biasanya
pemeriksaan dilakukan pada malam hari untuk menemukan mikrofilarianya. Lalu sediaan
darah dicat dengan Giemsa, sehingga dapat dilihat perbedaan bentuk mf-nya untuk
menentukan spesiesnya. Pengobatan filariasis sampai saat ini yang efektif adalah pemberian
DEC (dietil karbamasin). Pencegahan terutama menjaga diri agar tidak digigit nyamuk,
dengan memakai kelambu waktu tidur atau menggunakan repelen. Membasmi tempat
perindukan nyamuk vektor, namun untuk yang habitatnya di rawa-rawa akan sulit dilakukan.
Nematoda jaringan adalah beberapa spesies cacing Nematoda yang hospes yang definitifnya
hewan, di mana cacing dewasa hidup dalam usus halus hewan tersebut. Bentuk larvanya yang
menginfeksi jaringan tubuh manusia dan menimbulkan masalah penyakit. Tiga jenis cacing
tersebut adalah: Trichinella spiralis yang hospes definitifnya adalah babi dan hewan lain
(tikus, beruang, anjing liar dll), juga manusia. Habitat cacing dewasa dalam usus halus
hospes. Manusia terinfeksi karena makan daging babi yang mengandung sista yang berisi
larva di dalamnya. Daging tersebut bila dimakan tanpa dimasak dengan baik, maka larva
akan menetas dalam usus dan menjadi dewasa. Cacing betina yang bersifat vivipar,
menghasilkan larva yang akan menembus mukosa usus terbawa aliran darah sampai ke
jaringan otot dan menyebabkan trikhinosis.
Sumber buku Parasitologi

Anda mungkin juga menyukai