Anda di halaman 1dari 19

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga yang
dikenal sebagai arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagai vektor-borne
diseases merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis
dan menimbulkan bahaya kematian. Di Indonesia, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui
serangga merupakan penyakit endemis pada daerah tertentu antara lain seperti Demam
Berdarah Dengue (DBD), malaria, kaki gajah dan sekarang ditemukan penyakit virus
Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, disamping penyakit
saluran pencernaan seperti dysentery, cholera, typhoid fever dan paratyphoid yang ditularkan
secara mekanis oleh lalat rumah (Chandra, 2006). Sebagai contoh kecenderungan penyakit
DBD di Indonesia semakin meningkat. Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total
kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian
sebanyak 389 orang. Kasus tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (Depkes RI, 2004).
Keberadaan vektor dan binatang penggangu harus ditanggulangi, meskipun tidak
mungkin membasmi sampai keakar-akarnya. Kita hanya mampu berusaha mengurangi atau
menurunkan populasinya ke satu tingkat tertentu yang tidak mengganggu ataupun
membahayakan kehidupan manusia. Harapan tersebut dapat dicapai dengan adanya suatu
manajemen pengendalian, dengan arti kegiatan-kegiatan atau proses pelaksanaan yang
bertujuan untuk menurunkan densitas populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan
(Nurmaini, 2001).

B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian, macam, dan klasifikasi vektor penyakit
2. Mengetahui peranan vektor penyakit
3. Mengetahui cara-cara pengendalian vektor penyakit
BAB II
VEKTOR PENYAKIT

A. Pengertian Vektor
Vektor adalah arthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu infectious
agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan
masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan
manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan
penyakit, seperti yang sudah diartikan di atas (Nurmaini, 2001).
Menurut WHO (1993) vektor adalah seekor binatang yang membawa bibit penyakit
dari seekor binatang atau seorang manusia kepada binatang lainnya atau manusia lainnya.
Chandra (2006) menyebutkan bahwa vektor adalah organisme hidup yang dapat menularkan
agen penyakit dari suatu hewan ke hewan lain atau manusia. Arthropoda merupakan vektor
penting dalam penularan penyakit parasit dan virus yang spesifik.

B. Macam-macam Vektor
Vektor hanya terdiri atas arthropoda, sedangkan tikus, anjing, dan kucing bertindak
sebagai reservoar (Chandra, 2006). Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2011)
menyebutkan bahwa tikus bertindak sebagai reservoar untuk penyakit seperti salmonelosis,
demam gigitan tikus, trichinosis, dan demam berdarah Korea, sedangkan vektornya adalah
pinjal, kutu, caplak, dan tungau yang merupakan arthropoda. Sumber lain menyebutkan
bahwa tikus hanya sebagai binatang pengganggu (Nurmaini, 2001).
Ada dua jenis vektor yaitu vektor biologis dan vektor mekanis. Vektor disebut vektor
biologis jika sebagian siklus hidup parasitnya terjadi dalam tubuh vektor tersebut. Vektor
disebut sebagai vektor mekanis jika sebagian siklus hidup parasitnya tidak terjadi dalam
tubuh vektor tersebut (Natadisastra dan Agoes, 2005). Contohnya lalat sebagai vektor
mekanis dalam penularan penyakit diare, trakoma, keracunan makanan, dan tifoid, sedangkan
nyamuk Anopheles sebagai vektor biologis dalam penularan penyakit malaria (Chandra,
2006).

C. Klasifikasi Vektor
Arthropoda (arthro+pous) adalah filum dari kerajaan binatang yang termasuk di
dalamnya kelas Insecta, kelas Arachnida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan speciesnya
penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organismeyang dapat menularkan penyakit
pada manusia. Klasifikasi arthropoda sebagai vektor penyakit secara rinci sebagai berikut
(Chandra, 2006):
1. Kelas Insecta
1.1 Mosquito (Nyamuk)
1.1.1 Anophelesne

Gambar 2.1 Nyamuk Anopheles


1.1.2 Culicines
1.1.3 Aedes
1.2 Flies (Lalat)
1.2.1 Houseflies (lalat rumah, Musca domestica)

Gambar 2.2 Lalat Rumah (Musca domestica)


1.2.2 Sandflies (lalat pasir, genus Phlebotomus)
1.2.3 Tsetse flies (lalat tsetse, genus Glossina)
1.2.4 Blackflies (lalat hitam, genus Simulium)
1.3 Human Lice (Tuma)
1.3.1 Head and body lice (tuma kepala atau Pediculus humanus var capitis dan tuma badan atau
Pediculus humanus var corporis)

Gambar 2.3 Kutu Kepala (Pediculus humanus)


1.3.2 Crab lice (tuma kemaluan atau Phthirus pubis)
1.4 Fleas (Pinjal)
1.4.1 Rat fleas (pinjal tikus).
Beberapa pinjal tikus yang penting untuk bidang media adalah sebagai berikut:
1.4.1.1 Rat fleas (oriental)
1.4.1.1.1 Xenopsylla chepis
1.4.1.1.2 Xenopsylla astila
1.4.1.1.3 Xenopsylla braziliensis
1.4.1.2 Rat fleas (temperate zone) yaitu Nospsylla fasciatus
Gambar 2.4 Pinjal Tikus
1.4.2 Human fleas yaitu Pulex irritans
1.4.3 Dog and cat fleas yaitu Ctenocephalus felis
1.4.4 Reduviid bugs (kissing bugs, Penggigit Muka)
2. Kelas Arachnida
2.1 Tick (Sengkenit)
2.1.1 Hard Ticks (sengkenit keras, famili Ixodidae)
2.1.2 Soft Ticks (sengkenit keras, famili Argasidae).

Gambar 2.5 Sengkenit


2.2 Mites (Chiggers, famili Trombidiidae)
2.2.1 Leptotrombidium dan Trombiculid mites (tungau musim panen, tungau merah)
2.2.2 Itch mites (tungau kudis, scabies, famili Sascoptidae)
3. Kelas Crustacae yaitu Cyclops
Beberapa jenis tikus (rodensia) pembawa vektor penyakit adalah Rattus norvegicus,
Rattus rattus diardi, Mus musculus. Rattus norvegicus (tikus got) berperilaku menggali
lubang di tanah dan hidup dilibang tersebut. Sebaliknya Rattus rattus diardii (tikus rumah)
tidak tinggal di tanah tetapi disemak-semak dan atau diatap bangunan. Bantalan telapak kaki
jenis tikus ini disesuaikan untuk kekuatan menarik dan memegang yang sangat baik. Hal ini
karena pada bantalan telapak kaki terdapat guratan-guratan beralur, sedang pada rodensia
penggali bantalan telapak kakinya halus. Mus musculus (mencit) selalu berada di dalam
bangunan, sarangnya bisa ditemui di dalam dinding, lapisan atap (eternit), kotak
penyimpanan atau laci (Depkes RI, 2011).

D. Peranan Vektor
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal
sebagai arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagai vektor-borne diseases.
Ada 3 jenis cara transmisi arthropod-bome diseases, yaitu (Chandra, 2006):
1. Kontak Langsung
Arthropoda secara langsung memindahkan penyakit atau infestasi dari satu orang ke
orang lain melalui kontak langsung. Contohnya adalah scabies dan pediculus (Chandra,
2006).
2. Transmisi Secara Mekanik
Agen penyakit ditularkan secara mekanik oleh arthropoda, seperti penularan penyakit
diare, typhoid, keracunan makanan dan trachoma oleh lalat. Secara karakteristik arthropoda
sebagai vektor mekanik membawa agen penyakit dari manusia berupa tinja, darah, ulkus
superfisial, atau eksudat. Kontaminasi bisa hanya pada permukaan tubuh arthropoda tapi juga
bisa dicerna dan kemudian dimuntahkan atau dikeluarkan melalui ekskreta (Chandra, 2006).
Agen penyakit yang paling banyak ditularkan melalui arthropoda adalah enteric
bacteria yang ditularkan oleh lalat rumah. diantaranya adalah Salmonella typhosa, species
lain dari salmonella, Escherichia coli, dan Shigella dysentry yang paling sering ditemui dan
paling penting. Lalat rumah dapat merupakan vektor dari agen penyakit tuberculosis, anthrax,
tularemia, dan brucellosis (Chandra, 2006).
3. Transmisi Secara Biologi
Bila agen penyakit multiflikasi atau mengalami beberapa penularan perkembangan
dengan atau tanpa multiflikasi di dalam tubuh arthropoda, ini desebut transmisi biologis
dikenal ada tiga cara, yaitu:
3.1 Propagative
Bila agen penyakit tidak mengalami perubahan siklus, tetapi multiflikasi di dalam
tubuh vektor. Contohnya Plague bacilli pada rat fleas.

3.2 Cyclo-propagative
Agen penyakit mengalami perubahan siklus dan multiflikasi di dalam tubuh arthropoda.
Contohnya parasit malaria pada nyamuk Anopheles.
3.3 Cyclo-developmental
Bila agen penyakit mengalami perubahan siklus, tetapi tidak mengalami multiflikasi di
dalam tubuh arthropoda. Contohnya parasit filaria pada nyamuk Culex dan cacing pita pada
cyclops.
Beberapa istilah dalam proses transmisi atrhropod-borne disease sebagai berikut
(Chandra, 2006):
1. Inokulasi (inoculation)
Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh
manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membrana mucosa disebut sebagai
inokulasi (Chandra, 2006).
2. Infestasi (infestation)
Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak
disebut sebagai infestasi, contohnya scabies (Chandra, 2006).
3. Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period
Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor disebut
sebagai masa inkubasi ektrinsik, sedangkan waktu yang diperlukan untuk perkembangan
agen penyakit dalam tubuh manusia disebut sebagai masa inkubasi intrinsik. Contohnya
parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles berkisar antara 10-14 hari tergantung dengan
temperatur lingkungan. Masa inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia berkisar antara 12-30
hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria (Chandra, 2006).
4. Definitive Host dan Intermediate Host
Apabila terjadi siklus seksual dalam tubuh vektor atau manusia maka vektor atau
manusia tersebut disebut sebagai host definitif, sedangkan apabila terjadi siklus aseksual
maka disebut sebagai host intermediet. Contohnya parasit malaria mengalami siklus seksual
dalam tubuh nyamuk dan siklus aseksual dalam tubuh manusia, maka nyamuk Anopheles
adalah host definitif dan manusia adalah host intermediet (Chandra, 2006).
Vektor berperan dalam penularan arthropod-borne diseases. Arthropod-borne diseases
merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan
menimbulkan bahaya kematian. Jenis penyakit yang ditularkan melalui vektor berdasarkan
jenis vektornya ditunjukkan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Arthropod-borne Diseases Berdasarkan Jenis Vektornya
No. Vektor Penyakit
1. Nyamuk Malaria, filariasis, demam kuning, demam berdarah
dengue, encephalitis
2. Lalat Rumah Thypus abdominalis, salmonellosis, cholera,
dysentry bacillary dan amoeba, tuberculosis,
penyakit sampar, tularemia, anthrax, frambusia,
conjunctivitis, demam undulans, trypanosomiasis,
spirochaeta
3. Lalat Pasir Leishmaniasis, demam papataci, bartonellosis,
demam phletobomus
4. Lalat Tsetse Trypanosomiasis, penyakit tidur
5. Lalat Hitam Oncheocerciasis
6. Tuma Kepala, Epidemic typhus, epidemic relapsing fever, demam
Tuma Badan, parit
dan Tuma
Kemaluan
7. Pinjal Penyakit sampar, endemic thypus
8. Kissing Bugs Penyakit chagas
9. Sengkenit Rickettsia, penyakit virus seperti demam berdarah,
penyakit bakteri dan spirochaeta
10. Tungau Penyakit tsutsugamushi, demam remiten,
lymphadenitis, splenomegali
11. Cyclops Penyakit akibat parasit Diplyllobothrium latum,
Dracunculus mendinensis, dan Gnasthostoma
spinigerum
Sumber: Chandra, 2006

E. Pengendalian Vektor Penyakit


Pembasmian dalam pengendalian vektor tidak mungkin dapat dilakukan sampai tuntas,
yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi ke
suatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia, tetapi seharusnya dapat
diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai
hasil yang baik. Perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun,
yang penting didasarkan prinsip dan konsep yang benar (Nurmaini, 2001).
Beberapa prinsip dalam pengendalian arthropoda secara khusus antara lain (Chandra,
2006):
1. Pengendalian lingkungan
Pengendalian lingkungan merupakan cara terbaik untuk mengontrol arthropoda karena
hasilnya dapat bersifat permanen. Contohnya membersihkan tempat-tempat hidup arthropoda
(Chandra, 2006).
2. Pengendalian kimia
Pada pendekatan ini dilakukan penggunaan beberapa golongan insektisida, seperti
golongan organoklorin, golongan organofosfat dan golonagn karbamat, tetapi penggunaan
insektisida ini sering menimbulkan resistensi dan juga kontaminasi pada lingkungan
(Chandra, 2006). .
3. Pengendalian biologi
Pengendalian biologi ditujukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat
pemakaian insektisida yang berasal dari bahan-bahan beracun. Contoh pendekatan ini adalah
pemeliharaan ikan (Chandra, 2006).
4. Pengendalian genetik.
Dalam pendekatan ini, ada beberapa teknik yang dapat digunakan, diantaranya steril
technique, cytoplasmic incompatibility, dan choromosomal translocation (Chandra, 2006).
Selain pengendalian terhadap arthropoda, perlu juga dilakukan pengendalian terhadap
tikus yang berperan sebagai pembawa vektor seperti pinjal, kutu, caplak dan tungau. Berikut
adalah pengendalian terhadap tikus (Depkes RI, 2011):

1. Penangkapan tikus dengan perangkap


Apabila terdapat tanda-tanda keberadaan tikus, pada sore hari dilakukan pemasangan
perangkap yang tempatnya masing-masing lokasi. Perangkap di dalam bangunan rumah
(core) diletakan dilantai pada lokasi dimana ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus,
perangkap di lingkungan terbuka (inner bound) perangkap diletakan di pinggir saluran air,
taman, kolam, di dalam semak-semak, sekitar Tempat Pembuangan Sampah (TPS), dan
tumpukan barang bekas. Untuk setiap ruangan dengan luas sampai dengan 10 m2 dipasang
satu perangkap. Setiap kelipatan 10 m2 ditambah satu perangkap (Depkes RI, 2011).
2. Pemberantasan tikus dan mencit secara kimiawi dengan umpan beracun
Pemberantasan tikus secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan umpan beracun.
Pengendalian tikus dengan menggunakan umpan beracun atau perangkap berumpan racun
mempunyai efek sementara, racun perut (rodentisia campuran, antikoagulan kronik) adalah
umpan beracun yang hanya dianjurkan digunakan didaerah atau tempat yang tidak dapat
dicapai oleh hewan domestik dan anak-anak. Pengendalian tikus dengan umpan beracun
sebaiknya sebagai pilihan terakhir. Bila tidak teliti cara pengendalian ini sering menimbulkan
bau yang tidak sedap akibat bangkai tikus yang tidak segera ditemukan. Selain itu racun tikus
juga sangat berbahaya bagi manusia hewan/binatang lainnya. Ada dua macam racun tikus
yang beredar saat ini yaitu racun akut dan kronis. Racun akut harus diberikan dalam dosis
letal, karena jika tidak, maka tikus tidak mati dan tidak mau lagi memakan umpan yang
beracun sejenis, sedangkan apabila racun diberikan dalam dosis letal maka tikus akan mati
dalam setengah jam kemudian (Depkes RI, 2011).
Dewasa ini perkembangan teknologi pengendalian vektor penyakit semakin
berkembang. Nurhayati (2006) dalam artikel ilmiahnya melaporkan tentang prospek teknik
nuklir bagi pemberantasan vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Teknik nuklir
sangat bermanfaat dalam pengendalian vektor penyakit Demam Berdarah Dengue dengan
Teknik Serangga Mandul (TSM) menggunakan cara irradiasi nyamuk menggunakan radiasi
gamma pada stadium pupa dengan dosis antara 65-70 Gy. Teknik pengendalian ini sangat
spesifik, ramah lingkungan, tidak menimbulkan resistensi dan hanya berpengaruh pada
spesies target saja. Hal ini sangat berlainan dengan pemberantasan vektor cara konvensional
menggunakan pestisida yang akan berefek terhadap pencemaran lingkungan, timbulnya
resistensi terhadap pestisida tertentu dan matinya hewan non target. TSM merupakan teknik
pilihan yang sangat efektif dan efisien baik secara tersendiri maupun terintegrasi dengan
teknik lain dan dalam pelaksanaannya TSM akan lebih baik bila dikombinasikan dengan
pengendalian lain dalam sistem pengendalian vektor secara terpadu.
Selain perkembangan tersebut Innovative Vector Control Consortium (IVCC) juga
telah menciptakan inovasi baru untuk mengendalikan vector-borne diseases, terutama bagi
negara-negara berkembang dengan aksesibilitas yang kurang terhadap media pengendalian
vektor. Diciptakan formulasi baru untuk insekstisida dan peralatan pengendalian vektor yang
dapat diterapkan untuk mencegah semua indoor vector-borne diseases (Hemingway et al.,
2006).
BAB III
KESIMPULAN

Vektor adalah organisme hidup yang dapat menularkan agen penyakit dari suatu hewan
ke hewan lain atau manusia. Organisme yang berperan sebagai vektor penyakit yaitu
arthropoda, yang sebagian dibawa oleh tikus (seperti pinjal dan kutu). Vektor berperan
penting dalam penularan berbagai penyakit parasit dan virus berbahaya, seperti malaria,
Demam Berdarah Dengue (DBD), serta berbagai jenis penyakit berbahaya lainnya yang biasa
disebut vector-borne diseases atau arthropod-borne diseases. Peran vektor yang signifikan
dalam penularan penyakit menyebabkan diperlukannya pengendalian vektor secara efektif.
Pengendalian vektor secara umum dapat dilakukan secara lingkungan, kimiawi, biologi,
genetik, penggunaan perangkap, dan penggunaan racun. Pengendalian secara terpadu dapat
dilakukan untuk mencapai keefektifan dalam pemberantasan vektor penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Chandra, Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Departeman Kesehatan RepubIik Indonesia. 2011. Pedoman Pengendalian Tikus.
http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20tikus.pdf. Diakses tanggal 5 Maret
2011.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah
Dengue. http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/DEMAMBERDARAH1.pdf.
Diakses tanggal 9 Maret 2011.
Hemingway, Beaty, Rowland, Scott, and Sharp. 2006. The Innovative Vector Control Consortium:
Improved Control of Mosquito-Borne Diseases. Science Direct, Trends in Parasitology Vol.
22 No.7 July 2006.
http://depts.washington.edu/molmed/courses/conj504/2007/session2/hemingway_trendsparasi
tol0706.pdf. Diakses tanggal 5 Maret 2006.
Natadisastra dan Agoes. 2005. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang
Diserang. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Nurhayati, Siti. 2005. Prospek Pemanfaatan Radiasi dalam Pengendalian Vektor Penyakit Demam
Berdarah Dengue. Artikel Iptek Ilmiah Populer, Agustus dan Desember 2005, 17-23.
http://www.batan.go.id/ptkmr/Biomedika/Publikasi%202005/SN_BAlara_Vol_7_1%202_De
s05.pdf. Diakses tanggal 5 Maret 2011.
Nurmaini. 2006. Identifikasi, Vektor dan Binatang Pengganggu Serta Pengendalian Anopheles
Aconitus Secara Sederhana. http://www.solex-un.net/repository/id/hlth/CR6-Res3-ind.pdf.
Diakses tanggal 4 Maret 2011.
World Health Organization (WHO). 1993. Kader Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Pengertian vektor penyakit adalah organisme hidup yang dapat menularkan agent penyakit
dari satu hewan ke hewan lain atau ke manusia. Penularan penyakit pada manusia melalui vektor
berupa serangga dikenal sebagai vectorborne disease (Chandra, 2007).

Vektor penyakit merupakan arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit sehingga
dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases
yang merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan
menimbulkan bahaya bagi kesehatan sampai kematian.

Larva nyamuk membutuhkan air untuk melengkapi pertumbuhannya. Penanganan air limbah
yang tidak tepat dan drainase air hujan yang tidak memadai memberikan suatu habitat yang ideal
untuk nyamuk dan meningkatkan resiko terjadinya KLB penyakit bawaan vektor. Ban bekas
kendaraan yang pembuangannya tidak tepat merupakan habitat yang disukai vektor antara lain
nyamuk asian tiger, aedes albopictus. Aedes albopictus dijuluki “vector super” karena dapat
menyebarkan sekitar sepuluh penykit pada manusia, termasuk virus yang menyebabkan ensefalitis
La Crosse dan demam berdarah. Larva nyamuk Asian Tiger ini dapat berkembang di air yang
tergenang dalam wadah apapun buatan manusia, termasuk cangkir dan kemasaan plastik yang
dibuang.

Penularan penyakit yang disebabkan oleh vektor kepada manusia dapat dibedakan atas dua cara,
yakni (Azwar, 1995):

1. Penyebaran secara biologi, yang disebut pula penyebaran aktif. Disini bibit penyakit hidup
serta berkembang biak di dalam tubuh vektor dan jika vektor tersebut menggigit manusia,
maka bibit penyakit masuk ke dalam tubuh sehingga timbul penyakit. Contoh : nyamuk.
2. Penyebaran secara mekanik, disebut juga penyebaran pasif, yakni pindahnya bibit penyakit
yang dibawa vektor kepada bahan-bahan yang digunakan manusia (umumnya makanan),
dan jika makanan tersebut dimakan oleh manusia maka timbul penyakit. Contoh : lalat

Jadi penyakit bawaan vektor seperti nyamuk, pinjal, tungau, dan kutu dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit pada manusia. Untuk itu kita harus selalu mejaga kebersihan dan
berupuya untuk mengendalikan binatang pengerat ataupun serangga yang dapat menjadi vektor
penyakit.
JENIS – JENIS VEKTOR PENYAKIT

Vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi


sumber penularan penyakit pada manusia. Sedangkan menurut Nurmaini (2001), vektor
adalah arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber
infeksi kepada induk semang yang rentan.
Di Indonesia, penyakit – penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan
penyakit endemis pada daerah tertentu, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria,
kaki gajah, Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Disamping
itu, ada penyakit saluran pencernaan seperti dysentery, cholera, typhoid fever dan
paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah.
Ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit, yaitu :

1. Cuaca
Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit
infeksi. Agen penyakit tertentu terbatas pada daerah geografis tertentu, sebab mereka butuh
reservoir dan vektor untuk hidup. Iklim dan variasi musim mempengaruhi kehidupan agen
penyakit, reservoir dan vektor. Di samping itu perilaku manusia pun dapat meningkatkan
transmisi atau menyebabkan rentan terhadap penyakit infeksi. Wood tick adalah vektor
arthropoda yang menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan ricketsia.

2. Reservoir
Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen dimana mereka sendiri tidak terkena
penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk arthropods borne disease adalah hewan-hewan
dimana kuman patogen dapat hidup bersama. Binatang pengerat dan kuda merupakan
reservoir untuk virus encephalitis. Penyakit ricketsia merupakan arthropods borne disease
yang hidup di dalam reservoir alamiah.seperti tikus, anjing, serigala serta manusia yang
menjadi reservoir untuk penyakit ini. Pada banyak kasus,kuman patogen mengalami
multifikasi di dalam vektor atau reservoir tanpa menyebabkan kerusakan pada intermediate
host.
3. Geografis
Insiden penyakit yang ditularkan arthropoda berhubungan langsung dengan daerah
geografis dimana reservoir dan vektor berada. Bertahan hidupnya agen penyakit tergantung
pada iklim (suhu, kelembaban dan curah hujan) dan fauna lokal pada daerah tertentu, seperti
Rocky Mountains spotted fever merupakan penyakit bakteri yang memiliki penyebaran
secara geografis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan tungau yang terinfeksi.oleh ricketsia
dibawa oleh tungau kayu di daerah tersebut dan dibawa oleh tungau anjing ke bagian timur
Amerika Serikat.

4. Perilaku Manusia
Interaksi antara manusia, kebiasaan manusia.membuang sampah secara sembarangan,
kebersihan individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab penularan penyakit arthropoda
borne diseases.

A. Jenis-jenis Vektor Penyakit


Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciri-ciri
kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya karena
hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang (Nurmaini,2001). Berikut jenis dan
klasifikasi vektor yang dapat menularkan penyakit :
Arthropoda yang dibagi menjadi 4 kelas :
1. Kelas crustacea (berkaki 10): misalnya udang
2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu
3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau
4. Kelas hexapoda (berkaki 6) : misalnya nyamuk .
Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu diperhatikan dalam
pengendalian adalah :

a. Ordo Dipthera yaitu nyamuk dan lalat


 Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria
 Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah
 Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur
b. Ordo Siphonaptera yaitu pinjal
 Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes

c. Ordo Anophera yaitu kutu kepala


 Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus exantyematicus.

Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai binatang
pengganggu antara lain:
 Ordo hemiptera, contoh kutu busuk
 Ordo isoptera, contoh rayap
 Ordo orthoptera, contoh belalang
 Ordo coleoptera, contoh kecoak
Sedangkan dari phylum chordata yaitu tikus yang dapat dikatakan sebagai binatang
pengganggu, dapat dibagi menjadi 2 golongan :
a. Tikus besar, (Rat) Contoh :
- Rattus norvigicus (tikus riol )
- Rattus-rattus diardiil (tikus atap)
- Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan)

b. Tikus kecil (mice),Contoh:


- Mussculus (tikus rumah)

Arthropoda [arthro + pous ] adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri dari
organ yang mempunyai lubang eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai bersatu, dan
termasuk di dalamnya kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan
speciesnya penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organisme yang dapat
menularkan penyakit pada manusia (Chandra,2003).

B. Peranan Vektor Penyakit


Secara umum, vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan penular
penyakit. Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk, kecoa/lipas, lalat, semut,
lipan, kumbang, kutu kepala, kutu busuk, pinjal, dll. Penularan penyakit pada manusia
melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau
sering juga disebut sebagai vector – borne diseases.
Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang rentan dapat melalui
beberapa cara yaitu :

a. Dari orang ke orang


b. Melalui udara
c. Melalui makanan dan air
d. Melalui hewan
e. Melalui vektor arthropoda (Chandra,2003).

Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit dikenal
sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases.
Istilah ini mengandung pengertian bahwa arthropoda merupakan vektor yang bertanggung
jawab untuk terjadinya penularan penyakit dari satu host (pejamu) ke host lain. Paul A. Park
& Park, membagi klasifikasi arthropods borne diseases yang sering menyebabkan terjadinya
penyakit pada manusia sebagai berikut :
Tabel 3.
No Arthropoda Penyakit Bawaan
1. Nyamuk Merupakan vektor dari penyakit Malaria, Filaria,
Demam kuning Demam berdarah,

Penyakit otak, demam haemorhagic


2. Lalat Merupakan vektor dari penyakit tipus dan demam
paratipus, diare,

disentri, kolera, gastro-enteritis, amoebiasis,


penyakit lumpuh, conjunctivitis, anthrax
3. Lalat Pasir Merupakan vektor penyakit leishmaniasis, demam
papataci dan bartonellosisi, Leishmania donovani,
4. Lalat Hitam Merupakan vektor penyakit Oncheocerciasis
5. Lalat tse2 Merupakan vektor dari penyakit tidur
6. Kutu Merupakan vektor dari penyakit tipus mewabah,
relapsing demam, parit
7. Pinjal penyakit sampar, endemic typhus
8. Sengkenit Penyakit Rickettsia (Rickettsia Rickettsii)
9. Tungau penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang
disebabkan

oleh Rickettsia tsutsugamushi,

A. Transmisi Arthropoda Borne Diseases


Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya gejala
penyakit disebut masa inkubasi atau incubation period, khusus pada arthropods borne
diseases ada dua periode masa inkubasi yaitu pada tubuh vektor dan pada manusia.
1. Inokulasi (Inoculation)
Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh
manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membran mukosa disebut sebagai
inokulasi.
2. Infestasi (Infestation)
Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak
disebut sebagai infestasi, sebagai contoh scabies.
3. Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period
Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor
Disebut sebagai masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh parasit malaria dalam tubuh nyamuk
anopheles berkisar antara 10 – 14 hari tergantung dengan temperatur lingkungan dan masa
inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia berkisar antara 12 – 30 hari tergantung dengan jenis
plasmodium malaria.
4. Definitive Host dan Intermediate Host
Disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung dari apakah dalam tubuh
vektor atau manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus aseksual pada tubuh
vektor atau manusia, apabila terjadi siklus sexual maka disebut sebagai host definitif, sebagai
contoh parasit malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk
anopheles adalah host definitive dan manusia adalah host intermediate.
5. Propagative, Cyclo – Propagative dan Cyclo - Developmental
Pada transmisi biologik dikenal ada 3 tipe perubahan agen penyakit dalam tubuh
vektor yaitu propagative, cyclo – propagative dan cyclo - developmental, bila agen penyakit
atau parasit tidak mengalami perubahan siklus dan hanya multifikasi dalam tubuh vektor
disebut propagative seperti plague bacilli pada kutu tikus, dengue (DBD) bila agen penyakit
mengalami perubahan siklus dan multifikasi dalam tubuh vektor disebut cyclo – propagative
seperti parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles dan terakhir bila agen penyakit
mengalami perubahan siklus tetapi tidak mengalami proses multifikasi dalam tubuh vektor
seperti parasit filarial dalam tubuh nyamuk culex.

C. Pengendalian Vektor Penyakit


Peraturan Mentri No.374 tahun 2010 mendefinisikan bahwa pengendalian vektor
merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor
serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya penularan
penyakit di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga
penularan penyakit yang dibawa oleh vektor dapat di cegah (MENKES,2010).
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau
mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat
perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan
dan mengembangkan kearifan loKal sebagai alternative. Beberapa faktor yang menyebabkan
tingginya angka kesakitan penyakit bersumber binatang antara lain adanya perubahan iklim,
keadaan social-ekonomi dan perilaku masyarakat. Perubahan iklim dapat meningkatkan
risiko kejadian penyakit tular vektor. Faktor risiko lainnya adalah keadaan rumah dan sanitasi
yang buruk, pelayanan kesehatan yang belum memadai, perpindahan penduduk yang non
imun ke daerah endemis.
Masalah yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain kondisi
geografis dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor, belum
teridentifikasinya spesies vektor ( pemetaan sebaran vektor) di semua wilayah endemis,
belum lengkapnya peraturan penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor, peningkatan
populasi resisten beberapa vektor terhadap pestisida tertentu, keterbatasan sumberdaya baik
tenaga, logistik maupun biaya operasional dan kurangnya keterpaduan dalam pengendalian
vektor.
Dalam pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai
tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan
populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya
dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat
mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi
sederhana pun yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar. Ada beberapa cara
pengendalian vector penyakit yaitu :
1. Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)
Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan social
budaya, maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan saja
tetapi memerlukan kerjasama lintas sector dan program. Pengendalian vektor dilakukan
dengan memakai metode pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan
yang menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan
berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas pelaksanaannya serta dengan
mempertimbangkan kesinambungannya.

a. Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah


1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian
2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vektor
3. Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal dan saling menguntungkan.

Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor


menggunakan prinsip-prinsip dasar management dan pertimbangan terhadap penularan dan
pengendalian peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan melalui proses pengambilan
keputusan yang rasional agar sumberdaya yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian
lingkungan terjaga.

b. Prinsip-prinsip PVT meliputi:


4. Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor setempat, dinamika
penularan penyakit, ekosistem dan prilaku masyarakat yang bersifat spesifik local( evidence
based)
5. Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sector dan program terkait,
LSM, Organisasi profesi, dunia usaha /swasta serta masyarakat.
6. Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metoda non kimia dan
menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana
7. Pertimbangan vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
c. Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut:
1. Metode pengendalian fisik dan mekanik
Contohnya:
- modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan lumut,
penenman bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll)
- Pemasangan kelambu
- Memakai baju lengan panjang
- Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier)
- Pemasangan kawat

2. Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotic


- predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dll)
- Bakteri, virus, fungi
- Manipulasi gen ( penggunaan jantan mandul,dll)
3. Metode pengendalian secara kimia
- Surface spray (IRS)
- Kelambu berinsektisida
- larvasida

4. Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) yaitu dengan memanfaatkan kondisi alam
yang dapat mempengaruhi kehidupan vector. Ini dapat dilakukan dalam jangka waktu yang
lama
5. Pengendalian terapan (applied control) yaitu dengan memberikan perlindungan bagi
kesehatan manusia dari gangguan vektor. Ini hanya dapat dilakukan sementara.
a. Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation improvement)
b. Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) yaitu dengan
modifikasi/manipulasi lingkungan
c. Pengendalian secara biologis (biological control) yaitu dengan memanfaatkan musuh
alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi
d. Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) yaitu dengan karantina
e. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control) (Afrizal, 2010).

Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan
sebagai berikut :
a. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor
tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.
b. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap tata
lingkungan hidup. (Nurmaini, 2001)
http://metana3.blogspot.com/2012/12/jenis-jenis-vektor-penyakit.html

Anda mungkin juga menyukai