Anda di halaman 1dari 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Pengertian Kerja Sama Lintas Program dan Lintas


Sektor Kerja sama lintas program merupakan kerja sama yang dilakukan antara
beberapa program dalam bidang yang sama untuk mencapai tujuan yang sama.
Kerja sama lintas program yang diterapkan di puskesmas berarti melibatkan
beberapa program terkait yang ada di puskesmas.
Tujuan khusus kerja sama lintas program adalah untuk menggalang kerja sama
dalam tim dan selanjutnya menggalang kerja sama lintas sektoral.
1 Kerja sama lintas sektor melibatkan dinas dan orang- orang di luar sektor
kesehatan yang merupakan usaha bersama mempengaruhi faktor yang secara
langsung atau tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Kerja sama tidak hanya
dalam proposal pengesahan, tetapi juga ikkut serta mendefinisikan masalah,
prioritas kebutuhan, pengumpulan, dan interpretasi informasi serta mengevaluasi.
Lintas sektor kesehatan merupakan hubungan yang dikenali antara bagian atau
bagian-bagian dari sektor yang berbeda, dibentuk utnuk mengambil tindakan pada
suatu masalah agar hasil yang tercapai dengan cara yang lebih efektif, berkelanjutan
atau efisien disbanding sektor kesehatan bertindak sendiri (WHO 1998).
Prinsip kerja sama lintas sektor melalui pertalian dengan program di dalam dan di
luar sektor kesehatan untuk mencapai kesadaran yang lebih besar terhadap
konsekuensi kesehatan dari keputusan kebijakan dan praktek organisasi sektor-
sektor yang berbeda.
1 Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kerjsasama lintas sektor
penganggulangan yang meliputi anggaran, peraturan, komunikasi, komitmen, peran,
dan tanggung jawab. Masalah anggaran sering membuat beberapa institusi
membentu kerja sama. Pengendalian melalui manajemen lingkungan memerlukan
kejelasan yang efektif antara sektor klinis, kesehatan lingkungan, perencanaan
pemukiman, institusi akademis, dan masyarakat setempat.
1 1 Komitmen memerlukan pembagian visi dan tujian seta penetapan kepercayaan
yang lebih tinggi dan tanggung jawab timbale balik untuk tujuan bersama. Peran dan
tanggung jawab menunjuk masalah siapa yang akan melakukan keseluruhan
kerjasa. Semua kerja sama memerlukan struktur dan proses untuk memperjelas
tanggung jawab dan bagaimana tanggung jawab tersebut dikerjakan
.2.2. Pengertian Kemitraan Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah
gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun
kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal
antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk
mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.
Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI) meliputi:
a. Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal
antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan mitra atau
partner.
b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan
yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai
kepentingan bersama.
c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok
masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama
mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran
masing-masing. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok
atau organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan
serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun
keuntungan, meninjau ulang hubungan masingmasing secara teratur dan
memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan.(Ditjen P2L & PM, 2004).
2.3. Prinsip Kemitraan Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam
membangun suatu kemitraan oleh masing masing naggota kemitraan yaitu: - Prinsip
Kesetaraan (Equity) 2 Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin
kemitraan harus merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam
mencapai tujuan yang disepakati. Prinsip Keterbukaan Keterbukaan terhadap
kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta berbagai sumber daya
yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada sejak
awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan
ini akan menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan
(mitra). - Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit) Individu, organisasi atau
institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari kemitraan yang
terjalin sesuai dengan kontribusi.
2.4. Ruang Lingkup Kemitraan Ruang lingkup kemitraan secara umum meliputi
pemerintah, dunia usaha, LSM/ORMAS, serta kelompok profesional. Departemen
Kesehatan RI secara lengkap menggambarkan ruang lingkup kemitraan dengan
diagram sebagai berikut:
3 Gambar 2.1 Diagram Ruang Lingkup Kemitraan DUNIA USAHA SEKT OR SEKT
OR P P P PEMERINTAH P SEKT OR LSM/ORMAS PROFESION AL Keterangan: :
saling bekerjasama Sektor : sektor-sektor dalam pemerintah P : Program-program
dalam sektor (Notoatmodjo, 2007) 2.5. Model-model Kemitraan dan Jenis Kemitraan
4 Secara umum, model kemitraan dalam sektor kesehatan dikelompokkan menjadi
dua (Notoadmodjo, 2007) yaitu1:
Model I Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam bentuk jaring kerja
(networking) atau building linkages. Kemitraan ini berbentuk jaringan kerja saja.
Masingmasing mitra memiliki program tersendiri mulai dari perencanaannya,
pelaksanaannya hingga evalusi. Jaringan tersebut terbentuk karena adanya
persamaan pelayanan atau sasaran pelayanan atau karakteristik lainnya.
Model II Kemitraan model II ini lebih baik dan solid dibandingkan model I. Hal
inikarena setiap mitra memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap program
bersama. Visi, misi, dan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan kemitraan
direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi bersama. Menurut Beryl Levinger dan
Jean Mulroy (2004), ada empat jenis atau tipe kemitraan yaitu: Potential Partnership
Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu sama lain tetapi belum
bekerja bersama secara lebih dekat. Nascent Partnership Kemitraan ini pelaku
kemitraan adalah partner tetapi efisiensi kemitraan tidak maksimal Complementary
Partnership Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat keuntungan dan
pertambahan engaruh melalui perhatian yang besar pada ruang lingkup aktivitas
yang tetap dan relatif terbatas seperti program delivery dan resource mobilization.
Synergistic Partnership Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan
pengaruh dengan masalah pengembangan sistemik melalui penambahan ruang
lingkup aktivitas baru seperti advokasi dan penelitian. Bentuk-bentuk/tipe kemitraan
menurut Pusat Promosi Kesehatan 5

Departemen Kesehatan RI yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring, konsorsium,


kooperasi dan sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan tersebut dapat tertuang dalam:
2.6. SK bersama MOU Pokja Forum Komunikasi Kontrak Kerja/perjanjian kerja
Tingkat/ Jenjang Kemitraan Menurut Heideneim (2002), ada lima tingkat atau jenjang
dalam suatu kemitraan yaitu: full collaboration, coalition, partnership, alliance, dan
network. Kelimanya digambarkan sebagai berikut1: - Written agreement Shared
vision Consesnsus decision Formal work assignment formal agreement all member
involved in New resources Joint budget Formal contract New resources Shared risk
and reward - -
2.7. Indikator Keberhasilan Kemitraan Untuk dapat mengetahui keberhasilan
pengembangan kemitraan diperlukan adanya indikator yang dapat diukur. Dalam
penentuan indicator sebaiknya dipahami prinsip-prinsip indicator yaitu: spesifik,
dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan tepat 6 waktu. Sedangkan pengembangan
indikator melalui pendekatan manajemen program yaitu1: Outcome Input Proses
Output Mitra yang terlibat SDM Pertemua n, lokakarya, seminar, kesepakat Tebentuk
jaringan kerja, tersusun program Indikator kesehatan membaik Indikator Input Tolok
ukur keberhasilan input dapat diukur dari tiga indikator, yaitu:
a. Terbentuknya tim wadah atau sekretariat yang ditandai dengan adanya
kesepakatan bersama dalam kemitraan.
b. Adanya sumber dana/biaya yang memang diperuntukkan bagi pengembangan
kemitraan.
c. Adanya dokumen perencanaan yang telah disepakati oleh institusi terkait. Hasil
evaluasi terhadap input dinilai berhasil apabila ketiga tolok ukur tersebut terbukti
ada. Indikator Proses Tolok ukur keberhasilan proses dapat diukur dari indikator
sebagai frekuensi dan kualiatas pertemuan tim atau secretariat sesuai kebutuhan.
Hasil evaluasi terhadap proses nilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut terbukti
adanya yang dilengkapi dengan agenda pertemuan, daftar hadir dan notulen hasil
pertemuan.1 Indikator Output Tolok ukur keberhasilan output dapat diukur dari
indikator sebagai berikut: Jumlah kegiatan yang dikerjakan oleh institusi terkait
sesuai dengan kesepakatan peran masing-masing institusi. Hasil evaluasi terhadap
output dinilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut diatas terbukti ada.1 Indikator
Outcome

7 Tolok ukur keberhasilan outcome adalah menurunnya angka kesakitan dan


kematian karena penyakit.
2.8. Kemitraan Kesehatan Lintas Sektor dan Organisasi Landasan hukum
pelaksanaan kemitraan kesehatan adalah Undang-undang No. 23 tahun 1992 pasal
5, pasal 8, pasal 65, pasal 66, pasal 71 dan pasal 72. berikut ini penjelasannya1:
Tabel 2.1 Pasal-pasal dalam UU No. 23/1992 yang Terkait dengan Kemitraan Pasal
Uraian Pasal 5 Uraian Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, dan lingkungannya 8
Pemerintah bertugas menggerakkan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi sosial
sehingga pelayanan keschatan bagi masyarakat yang kurang mampu tetap terjamin.
65 (1) Penyelenggaraan upaya kesehatan dibiayai olch pemerintah dan atau
masyarakat (2) Pemerintah membantu upaya kesehatan yang diselenggarakan
olehmasyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku,terutama upaya kesehatan bagi masyarakat rentan 71 (1) Masyarakat
memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan beserta sumber dayanya. (2) Pemerintah membina, mendorong, dan
menggerakkan swadaya masyarakat yang bergerak di bidang keschatan agar dapat
lebih berdayaguna dan berhasilguna. (3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
peran serla masyarakat di 8
bidang keschatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 72 (1) Peran serta
masyarakat untuk memberikan pertimbangan dalam ikut menentukan keschatan
dapat dilakukan mclalui Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional, yang
beranggotakan tokoh masyarakat dan pakar lainnya. (2) Ketentuan mengenai
pembentukan, tugas pokok, fungsi, dan tata kerja Badan Pertimbangan Kesehatan
Nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden. kebijaksanaan pemerintah pada
penyelenggaraan Dalam sektor kesehatan, WHO (1998) mendeskripsikan kemitraan
kesehatan sebagai berikut:Bring together a set of actors for the common goal of
improving thehealth of populations based on mutually agreed roles and principles1
Kemitraan dalam upaya kesehatan (partnership for health) adalah kebersamaan dari
sejumlah pelaku untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesehatan
masyarakat yang didasarkan atas kesepakatan tentang peranan dan prinsip masing-
masing pihak.1 Dalam membina kemitraan harus ada aktor-aktor yang berperan,
yaitu dalam hal ini mitra. Adapun mitra yang dibangun dapat berasal dari pemerintah
dan non pemerintah. 1 Dapat juga dari sektor kesehatan dan non-kesehatan Setiap
kemitraan dalam upaya kesehatan harus menghormati nilai-nilai universal yaitu1:
Hak asasi manusia Kemanan Kesehatan Keadilan dalam Kesehatan Kemanan
Individu 9 Setiap kemitraan dalam upaya kesehatan perlu menerapkan prinsip-
prinsip sebagai berikut:
1. Saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi masing-masing (struktur)
2. Saling memahami kemampuan masing-masing (capacity)
3. Saling menghubungi dan berkomunikasi (linkage)
4. Saling mendekati (proximity)
5. Saling sedia membantu dan dibantu (opennse)
6. Saling mendorong (sinergy)
7. Saling menghargai (reward) Setiap kemitraan dalam upaya kesehatan perlu
menerapkan etika kemitraan sebagai berikut:
1. Kedua belah pihak saling menghormati, saling menghargai dan mentaati
kesepakatan yang telah dibuat bersama
2. Kedua belah pihak mengadakan kemitraan secara terbuka dan bertindak proaktif
untuk membahas kemajuan dan permasalahan
3. Kedua belah pihak menghargai hasil kerja mitranya dan melindungi hak cipta
4. Kedua belah pihak memenuhi hak dan kewajibannya sesuai jadwal waktu
5. Kedua belah pihak melakukan kegiatan sesuai aturan dan perundangan yang
berlaku
6. Kedua belah pihak tidak mencampuri urusan internal organisasi masing-masing
7. Kedua belah pihak mengutamakan musyawarah dan mufakat dalam
menyelesaikan masalah secara bersama
2.9. Sifat Kemitraan - Insidental; sifat kerja sesuai dengan kebutuhan sesaat,
misalnya peringatan hari AIDS Jangka pendek; pelaksanaan proyek dalam kurun
waktu tertentu Jangka panjang; pelaksanaan program tertentu misalnya;
pemberantasan TB paru dll Untuk mengadakan kegiatan yang sifatnya bermitra,
kriteria - LSM/Ormas/Lembaga Profesi adalah1: - Organisasinya jelas.
Administrasi Personalia Memiliki daerah/wilayah kerja 10 Memiliki program kegiatan
yang jelas Memiliki program kerja minimal 2 tahun Menurut Notoadmodjo(2007),
dalam pengembangan kemitraan di bidang kesehatan terdapat tiga institusi kunci
organisasi atau unsur pokok yang terlibat di dalamnya, yaitu1:
1. Unsur pemerintah, yang terdiri dari berbagai sektor pemerintah yang terkait
dengan kesehatan, antara lain; kesehatan sebagai sektor kunci, pendidikan,
pertanian, kehutanan, lingkungan hidup, industri dan perdagangan, agama, dan
sebagainya.
2. Unsur swasta atau dunia usaha (private sektor) atau kalangan bisnis, yaitu dari
kalangan pengusaha, industriawan, dan para pemimpin berbagai perusahaan.
3. Unsur organisasi non-pemerintah atau non-government organization (NGO),
meliputi dua unsur penting yaitu Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) dan
Organisasi Masyarakat (ORMAS) termasuk yayasan di bidang kesehatan.
Pengembangan kemitraan di bidang kesehatan secara konsep terdiri 3 tahap yaitu
tahap pertama adalah kemitraan lintas program di lingkungan sektor kesehatan
sendiri, tahap kedua kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintah dan
yang tahap ketiga adalah membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program,
lintas sektor (Promkes Depkes RI).1 Lintas sektor melibatkan dinas dan orang-orang
di luar sektor kesehatan merupakan usaha bersama mempengaruhi faktor yang
secara langsung atau tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Kerjasama tidak
hanya dalam proposal pengesahan, tetapi juga ikut serta mendefinisikan masalah,
prioritas kebutuhan, pengumpulan dan interpretasi informasi, serta mengevaluasi.
Lintas sektor kesehatan merupakan hubungan yang dikenali antara bagian atau
bagian-bagian dari sektor-sektor berbeda, dibentuk untuk mengambil tindakan pada
suatu masalah agar hasil atau hasil antara kesehatan tercapai dengan cara yang
lebih efektif, berkelanjutan atau efisien dibanding sektor kesehatan bertindak sendiri
(WHO, 1998). 1 Prinsip kerjasama lintas sektor melalui pertalian dengan program di
dalam dan di luar sektor kesehatan untuk mencapai kesadaran yang lebih besar
tentang konsekuensi kesehatan dari keputusan kebijakan dan praktek organisasi
sektor-sektor yang berbeda.1 11 Untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan
pembangunan kesehatan, diperlukan kerja sama lintas sektor yang mantap.
Demikian pula optimalisasi pembangunan berwawasan kesehatan yang mendukung
tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, menuntut adanya penggalangan
kemitraan lintas sektor dan segenap potensi bangsa. Kebijakan dan pelaksanaan
pembangunan sektor lain perlu memperhatikan dampak dan mendukung
keberhasilan pembangunan kesehatan. Untuk itu upaya sosialisasi masalahmasalah
dan upaya pembangunan kesehatan kepada sektor lain perlu dilakukan secara
intensif dan berkesinambungan. Kerja sama lintas sektor harus dilakukan sejak
perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan pengendalian, sampai pada
pengawasan dan penilaiannya (Renstra Depkes 2005-2009).

LINTAS SEKTOR UKS

Download LINTAS SEKTOR UKS

Transcript

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kerja Sama Lintas Program dan Lintas
Sektor Kerja sama lintas program merupakan kerja sama yang dilakukan antara
beberapa program dalam bidang yang sama untuk mencapai tujuan yang sama.
Kerja sama lintas program yang diterapkan di puskesmas berarti melibatkan
beberapa program terkait yang ada di puskesmas. Tujuan khusus kerja sama lintas
program adalah untuk menggalang kerja sama dalam tim dan selanjutnya
menggalang kerja sama lintas sektoral.1 Kerja sama lintas sektor melibatkan dinas
dan orang- orang di luar sektor kesehatan yang merupakan usaha bersama
mempengaruhi faktor yang secara langsung atau tidak langsung terhadap kesehatan
manusia. Kerja sama tidak hanya dalam proposal pengesahan, tetapi juga ikkut
serta mendefinisikan masalah, prioritas kebutuhan, pengumpulan, dan interpretasi
informasi serta mengevaluasi. Lintas sektor kesehatan merupakan hubungan yang
dikenali antara bagian atau bagian-bagian dari sektor yang berbeda, dibentuk utnuk
mengambil tindakan pada suatu masalah agar hasil yang tercapai dengan cara yang
lebih efektif, berkelanjutan atau efisien disbanding sektor kesehatan bertindak
sendiri (WHO 1998). Prinsip kerja sama lintas sektor melalui pertalian dengan
program di dalam dan di luar sektor kesehatan untuk mencapai kesadaran yang
lebih besar terhadap konsekuensi kesehatan dari keputusan kebijakan dan praktek
organisasi sektor-sektor yang berbeda.1 Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
kerjsasama lintas sektor penganggulangan yang meliputi anggaran, peraturan,
komunikasi, komitmen, peran, dan tanggung jawab. Masalah anggaran sering
membuat beberapa institusi membentu kerja sama. Pengendalian melalui
manajemen lingkungan memerlukan kejelasan yang efektif antara sektor klinis,
kesehatan lingkungan, perencanaan pemukiman, institusi akademis, dan
masyarakat setempat. 1 1
Komitmen memerlukan pembagian visi dan tujian seta penetapan kepercayaan yang
lebih tinggi dan tanggung jawab timbale balik untuk tujuan bersama. Peran dan
tanggung jawab menunjuk masalah siapa yang akan melakukan keseluruhan
kerjasa. Semua kerja sama memerlukan struktur dan proses untuk memperjelas
tanggung jawab dan bagaimana tanggung jawab tersebut dikerjakan.1 2.2.
Pengertian Kemitraan Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah
gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun
kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal
antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk
mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Ada berbagai pengertian kemitraan
secara umum (Promkes Depkes RI) meliputi: a. Kemitraan mengandung pengertian
adanya interaksi dan interelasi minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-
masing pihak merupakan mitra atau partner. b. Kemitraan adalah proses
pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan yang saling menguntungkan dan
saling mendidik secara sukarela untuk mencapai kepentingan bersama. c.
Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok
masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama
mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran
masing-masing. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok
atau organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan
serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun
keuntungan, meninjau ulang hubungan masingmasing secara teratur dan
memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan.(Ditjen P2L & PM, 2004).1 2.3.
Prinsip Kemitraan Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun
suatu kemitraan oleh masing masing naggota kemitraan yaitu: - Prinsip Kesetaraan
(Equity) 2
Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus
merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan
yang disepakati. Prinsip Keterbukaan Keterbukaan terhadap kekurangan atau
kelemahan masing-masing anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki.
Semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya
kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan ini akan
menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra). -
Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit) Individu, organisasi atau institusi
yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari kemitraan yang terjalin
sesuai dengan kontribusi. 2.4. Ruang Lingkup Kemitraan Ruang lingkup kemitraan
secara umum meliputi pemerintah, dunia usaha, LSM/ORMAS, serta kelompok
profesional. Departemen Kesehatan RI secara lengkap menggambarkan ruang
lingkup kemitraan dengan diagram sebagai berikut: 3
Gambar 2.1 Diagram Ruang Lingkup Kemitraan DUNIA USAHA SEKT OR SEKT OR
P P P PEMERINTAH P SEKT OR LSM/ORMAS PROFESION AL Keterangan: :
saling bekerjasama Sektor : sektor-sektor dalam pemerintah P : Program-program
dalam sektor (Notoatmodjo, 2007) 2.5. Model-model Kemitraan dan Jenis Kemitraan
4
Secara umum, model kemitraan dalam sektor kesehatan dikelompokkan menjadi
dua (Notoadmodjo, 2007) yaitu1: Model I Model kemitraan yang paling sederhana
adalah dalam bentuk jaring kerja (networking) atau building linkages. Kemitraan ini
berbentuk jaringan kerja saja. Masingmasing mitra memiliki program tersendiri mulai
dari perencanaannya, pelaksanaannya hingga evalusi. Jaringan tersebut terbentuk
karena adanya persamaan pelayanan atau sasaran pelayanan atau karakteristik
lainnya. Model II Kemitraan model II ini lebih baik dan solid dibandingkan model I.
Hal inikarena setiap mitra memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap
program bersama. Visi, misi, dan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan
kemitraan direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi bersama. Menurut Beryl
Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis atau tipe kemitraan yaitu:
Potential Partnership Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu
sama lain tetapi belum bekerja bersama secara lebih dekat. Nascent Partnership
Kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi kemitraan tidak
maksimal Complementary Partnership Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat
keuntungan dan pertambahan engaruh melalui perhatian yang besar pada ruang
lingkup aktivitas yang tetap dan relatif terbatas seperti program delivery dan
resource mobilization. Synergistic Partnership Kemitraan jenis ini memberikan mitra
keuntungan dan pengaruh dengan masalah pengembangan sistemik melalui
penambahan ruang lingkup aktivitas baru seperti advokasi dan penelitian. Bentuk-
bentuk/tipe kemitraan menurut Pusat Promosi Kesehatan 5
Departemen Kesehatan RI yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring, konsorsium,
kooperasi dan sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan tersebut dapat tertuang dalam:
2.6. SK bersama MOU Pokja Forum Komunikasi Kontrak Kerja/perjanjian kerja
Tingkat/ Jenjang Kemitraan Menurut Heideneim (2002), ada lima tingkat atau jenjang
dalam suatu kemitraan yaitu: full collaboration, coalition, partnership, alliance, dan
network. Kelimanya digambarkan sebagai berikut1: - Written agreement Shared
vision Consesnsus decision Formal work assignment formal agreement all member
involved in New resources Joint budget Formal contract New resources Shared risk
and reward - - 2.7. Indikator Keberhasilan Kemitraan Untuk dapat mengetahui
keberhasilan pengembangan kemitraan diperlukan adanya indikator yang dapat
diukur. Dalam penentuan indicator sebaiknya dipahami prinsip-prinsip indicator yaitu:
spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan tepat 6
waktu. Sedangkan pengembangan indikator melalui pendekatan manajemen
program yaitu1: Outcome Input Proses Output Mitra yang terlibat SDM Pertemua n,
lokakarya, seminar, kesepakat Tebentuk jaringan kerja, tersusun program Indikator
kesehatan membaik Indikator Input Tolok ukur keberhasilan input dapat diukur dari
tiga indikator, yaitu: a. Terbentuknya tim wadah atau sekretariat yang ditandai
dengan adanya kesepakatan bersama dalam kemitraan. b. Adanya sumber
dana/biaya yang memang diperuntukkan bagi pengembangan kemitraan. c. Adanya
dokumen perencanaan yang telah disepakati oleh institusi terkait. Hasil evaluasi
terhadap input dinilai berhasil apabila ketiga tolok ukur tersebut terbukti ada.
Indikator Proses Tolok ukur keberhasilan proses dapat diukur dari indikator sebagai
frekuensi dan kualiatas pertemuan tim atau secretariat sesuai kebutuhan. Hasil
evaluasi terhadap proses nilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut terbukti adanya
yang dilengkapi dengan agenda pertemuan, daftar hadir dan notulen hasil
pertemuan.1 Indikator Output Tolok ukur keberhasilan output dapat diukur dari
indikator sebagai berikut: Jumlah kegiatan yang dikerjakan oleh institusi terkait
sesuai dengan kesepakatan peran masing-masing institusi. Hasil evaluasi terhadap
output dinilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut diatas terbukti ada.1 Indikator
Outcome 7
Tolok ukur keberhasilan outcome adalah menurunnya angka kesakitan dan kematian
karena penyakit. 2.8. Kemitraan Kesehatan Lintas Sektor dan Organisasi Landasan
hukum pelaksanaan kemitraan kesehatan adalah Undang-undang No. 23 tahun
1992 pasal 5, pasal 8, pasal 65, pasal 66, pasal 71 dan pasal 72. berikut ini
penjelasannya1: Tabel 2.1 Pasal-pasal dalam UU No. 23/1992 yang Terkait dengan
Kemitraan Pasal Uraian Pasal 5 Uraian Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta
dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga,
dan lingkungannya 8 Pemerintah bertugas menggerakkan peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi
sosial sehingga pelayanan keschatan bagi masyarakat yang kurang mampu tetap
terjamin. 65 (1) Penyelenggaraan upaya kesehatan dibiayai olch pemerintah dan
atau masyarakat (2) Pemerintah membantu upaya kesehatan yang diselenggarakan
olehmasyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku,terutama upaya kesehatan bagi masyarakat rentan 71 (1) Masyarakat
memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan beserta sumber dayanya. (2) Pemerintah membina, mendorong, dan
menggerakkan swadaya masyarakat yang bergerak di bidang keschatan agar dapat
lebih berdayaguna dan berhasilguna. (3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
peran serla masyarakat di 8
bidang keschatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 72 (1) Peran serta
masyarakat untuk memberikan pertimbangan dalam ikut menentukan keschatan
dapat dilakukan mclalui Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional, yang
beranggotakan tokoh masyarakat dan pakar lainnya. (2) Ketentuan mengenai
pembentukan, tugas pokok, fungsi, dan tata kerja Badan Pertimbangan Kesehatan
Nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden. kebijaksanaan pemerintah pada
penyelenggaraan Dalam sektor kesehatan, WHO (1998) mendeskripsikan kemitraan
kesehatan sebagai berikut:Bring together a set of actors for the common goal of
improving thehealth of populations based on mutually agreed roles and principles1
Kemitraan dalam upaya kesehatan (partnership for health) adalah kebersamaan dari
sejumlah pelaku untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesehatan
masyarakat yang didasarkan atas kesepakatan tentang peranan dan prinsip masing-
masing pihak.1 Dalam membina kemitraan harus ada aktor-aktor yang berperan,
yaitu dalam hal ini mitra. Adapun mitra yang dibangun dapat berasal dari pemerintah
dan non pemerintah. 1 Dapat juga dari sektor kesehatan dan non-kesehatan Setiap
kemitraan dalam upaya kesehatan harus menghormati nilai-nilai universal yaitu1:
Hak asasi manusia Kemanan Kesehatan Keadilan dalam Kesehatan Kemanan
Individu 9
Setiap kemitraan dalam upaya kesehatan perlu menerapkan prinsip-prinsip sebagai
berikut: 1. Saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi masing-masing (struktur)
2. Saling memahami kemampuan masing-masing (capacity) 3. Saling menghubungi
dan berkomunikasi (linkage) 4. Saling mendekati (proximity) 5. Saling sedia
membantu dan dibantu (opennse) 6. Saling mendorong (sinergy) 7. Saling
menghargai (reward) Setiap kemitraan dalam upaya kesehatan perlu menerapkan
etika kemitraan sebagai berikut: 1. Kedua belah pihak saling menghormati, saling
menghargai dan mentaati kesepakatan yang telah dibuat bersama 2. Kedua belah
pihak mengadakan kemitraan secara terbuka dan bertindak proaktif untuk
membahas kemajuan dan permasalahan 3. Kedua belah pihak menghargai hasil
kerja mitranya dan melindungi hak cipta 4. Kedua belah pihak memenuhi hak dan
kewajibannya sesuai jadwal waktu 5. Kedua belah pihak melakukan kegiatan sesuai
aturan dan perundangan yang berlaku 6. Kedua belah pihak tidak mencampuri
urusan internal organisasi masing-masing 7. Kedua belah pihak mengutamakan
musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan masalah secara bersama 2.9. Sifat
Kemitraan - Insidental; sifat kerja sesuai dengan kebutuhan sesaat, misalnya
peringatan hari AIDS Jangka pendek; pelaksanaan proyek dalam kurun waktu
tertentu Jangka panjang; pelaksanaan program tertentu misalnya; pemberantasan
TB paru dll Untuk mengadakan kegiatan yang sifatnya bermitra, kriteria -
LSM/Ormas/Lembaga Profesi adalah1: - Organisasinya jelas. Administrasi
Personalia Memiliki daerah/wilayah kerja 10
Memiliki program kegiatan yang jelas Memiliki program kerja minimal 2 tahun
Menurut Notoadmodjo(2007), dalam pengembangan kemitraan di bidang kesehatan
terdapat tiga institusi kunci organisasi atau unsur pokok yang terlibat di dalamnya,
yaitu1: 1. Unsur pemerintah, yang terdiri dari berbagai sektor pemerintah yang
terkait dengan kesehatan, antara lain; kesehatan sebagai sektor kunci, pendidikan,
pertanian, kehutanan, lingkungan hidup, industri dan perdagangan, agama, dan
sebagainya. 2. Unsur swasta atau dunia usaha (private sektor) atau kalangan bisnis,
yaitu dari kalangan pengusaha, industriawan, dan para pemimpin berbagai
perusahaan. 3. Unsur organisasi non-pemerintah atau non-government organization
(NGO), meliputi dua unsur penting yaitu Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) dan
Organisasi Masyarakat (ORMAS) termasuk yayasan di bidang kesehatan.
Pengembangan kemitraan di bidang kesehatan secara konsep terdiri 3 tahap yaitu
tahap pertama adalah kemitraan lintas program di lingkungan sektor kesehatan
sendiri, tahap kedua kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintah dan
yang tahap ketiga adalah membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program,
lintas sektor (Promkes Depkes RI).1 Lintas sektor melibatkan dinas dan orang-orang
di luar sektor kesehatan merupakan usaha bersama mempengaruhi faktor yang
secara langsung atau tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Kerjasama tidak
hanya dalam proposal pengesahan, tetapi juga ikut serta mendefinisikan masalah,
prioritas kebutuhan, pengumpulan dan interpretasi informasi, serta mengevaluasi.
Lintas sektor kesehatan merupakan hubungan yang dikenali antara bagian atau
bagian-bagian dari sektor-sektor berbeda, dibentuk untuk mengambil tindakan pada
suatu masalah agar hasil atau hasil antara kesehatan tercapai dengan cara yang
lebih efektif, berkelanjutan atau efisien dibanding sektor kesehatan bertindak sendiri
(WHO, 1998). 1 Prinsip kerjasama lintas sektor melalui pertalian dengan program di
dalam dan di luar sektor kesehatan untuk mencapai kesadaran yang lebih besar
tentang konsekuensi kesehatan dari keputusan kebijakan dan praktek organisasi
sektor-sektor yang berbeda.1 11
Untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan
kerja sama lintas sektor yang mantap. Demikian pula optimalisasi pembangunan
berwawasan kesehatan yang mendukung tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan, menuntut adanya penggalangan kemitraan lintas sektor dan segenap
potensi bangsa. Kebijakan dan pelaksanaan pembangunan sektor lain perlu
memperhatikan dampak dan mendukung keberhasilan pembangunan kesehatan.
Untuk itu upaya sosialisasi masalahmasalah dan upaya pembangunan kesehatan
kepada sektor lain perlu dilakukan secara intensif dan berkesinambungan.

Kerja sama lintas sektor harus dilakukan sejak perencanaan dan penganggaran,
pelaksanaan dan pengendalian, sampai pada pengawasan dan penilaiannya
(Renstra Depkes 2005-2009).1 2.10. Usaha Kesehatan Sekolah Usaha Kesehatan
Sekolah adalah segala usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan anak
usia sekolah dan lingkungan sekolah serta seluruh warga sekolah pada setiap jalur,
jenis, jenjang pendidikan mulai TK/RA sampa SMA/SMK/MA.2 2.10.1.Organisasi
UKS a. Tim Pembina Pembinaan dan Pengelolaan UKS yang dilaksanakan dalam
organisasi UKS adalah Tim Pembina dan Tim Pelaksana2 : Tim Pembina
UKS tingkat Kecamatan ( Tim Pembina UKS Kecamatan) Tim Pembina UKS tingkat
Kabupaten ( Tim Pembina UKS Kabupaten) Tim Pembina UKS tingkat Propinsi ( Tim
Pembina UKS Propinsi) Tim Pembina UKS tingkat Pusat ( Tim Pembina UKS Pusat)
2.10.2. Tugas dan Fungsi Tim Pembina UKS Kecamatan (TP UKS Kecamatan)2
Tugas : a. Membina dan melaksanakan UKS b. Mensosialisasikan Kebijakan
Pembinaan dan Pengembangan UKS, c. Menyusun program, melaksanakan
penilaian/evaluasi dan menyampaikan laporan kepada Tim Pembina UKS
Kabupaten 12
d. Mengkoordinasikan pelaksanaan program UKS di wilayahnya. e. Membuat
laporan pelaksanaan program pembinaan dan pengembangan UKS pada Tim
Pembina UKS Kabupaten,melaksanakan ketatausahaan Tim Pembina UKS
Kecamatan Fungsi : a. Tim Pembina UKS Kecamatan berfungsi sebagai pembina,
penanggungjawab dan pelaksana progran UKS di daerah kerjanya berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan TP UKS Kabupaten. b. Tim Pelaksana Sedang untuk Tim
Pelaksana berkedudukan di sekolah yang merupakan pelaksana dan
penanggungjawab kegiatan UKS di sekolah : 2.10.3. Susunan Tim Pelaksana UKS2
SD/MI _____________________ PEMBINA : Lurah KETUA : Kepala Sekolah /
Kepala Madrasah SEKRETARIS I : Guru Pembina UKS SEKRATARIS II : Ketua
Komite Sekolah/Majelis Madr ANGGOTA : 1. Unsur Komite Sekolah 2. Petugas
UKS/ Bidan (Puskesmas) 3. Unsur Guru 4. Unsur Siswa 2.10.4. Ruang Lingkup
UKS2 Kegiatan meliputi : (TRIAS UKS) a. Pendidikan Kesehatan b. Pelayanan
Kesehatan c. Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah yang sehat a. Pendidikan
Kesehatan a) Kebersihan dan Kesehatan Pribadi 13
Pemberian pengetahuan cara pemelihara kebersihan dan kesehatan pribadi
diharapkan peserta didik dapat meningkatkan derajat kesehatannya ke tingkat yang
lebih baik. b) Memelihara Kebersihan Pribadi Kebersihan pangkal kesehatan, oleh
karenanya setiap orang harus selalu berupaya memelihara dan meningkatkan taraf
kebersihan pribadi dengan : Membiasakan Hidup Bersih dan Sehat Upaya
mencegah penyakit Makan makanan bergizi b. Pelayanan Kesehatan Secara garis
besar kegiatan pelayanan kesehatan di SD dan MI adalah2 : a) Penyuluhan
Kesehatan Penyelenggaraan penyuluhan kesehatan secara integrasi dengan semua
pihak sesuai kebutuhan. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan
praktis dalam rangka pemutusan rantai penularan penyakit, upaya pemeliharaan
kesehatan pribadi siswa / guru yang ditekankan pada upaya pembentukan perilaku
hidup besih dan sehat, maupun lingkungan fisik sekolah untuk mendukung
terciptanya suasana yang sehat dalam proses pembelajaran. Contoh kegiatan :
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pemberantasan kecacingan, pencegahan b)
Imunisasi Setiap tahun Imunisasi dilakukan pada bulan november yang dikenal
sebagai bulan imunisasi asan sekolah (BIAS). Tujuan pemberian imunisasi adalah
untuk memberikan perlindungan jangka panjang terhadap penyakit difteri dan
tetanus dengan imunisasi Difteri Tetanus Toxoid (DT) dan Tetanus Toxoid (TT).
Semua anak SD/MI kelas I menerima imunisasi DT, siswa kelas VI menerima
imunisasi TT. c) Dokter Kecil 14 terhadap penyalahgunaan NAPZA (Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif)
Adalah peserta didik yang ikut melaksanakan sebagian usaha pelayanan kesehatan
serta berperan aktif dalam kegiatan kesehatan yang diselenggarakan di sekolah.
Peserta didik yang dapat menjadi dokter kecil telah menduduki kelas IV, V,
berprestasi di kelas, berwatak pemimpin, bertanggungjawab, bersih, berperilaku
sehat serta telah mendapat pelatihan dari petugas puskesmas / Tim Pembina UKS.
d) P3K dan P3P Kegiatan yang dilakukan pada PP adalah melakukan pengobatan
sederhana dan PP baik pada penyakit, kecelakaan dan penanganan diare. e)
Penjaringan Kesehatan Penjaringan kesehatan dilakukan bagi siswa kelas I yang
baru masuk dan hasilnya akan dimanfaatkan untuk perencanaan, pemantauan dan
evaluasi kegiatan UKS. Inti dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui secara dini
masalah-masalah kesehatan anak sekolah, antara lain status gizi anak, kesehatan
indra penglihatan dan pendengaran yang merupakan faktor penting bagi anak dalam
proses pembelajaran. Penjaringan kesehatan dilakukan secara bertahap pada siswa
sekolah yang baru masuk yaitu : o Tahap awal penjaringan dilakukan di sekolah oleh
guru di bantu dokter kecil : pengenalan gejala sederhana, baik melalui pengamatan
maupun wawancara dengan siswa dan orangtua mereka. o Tahap berikutnya
dilakukan oleh tenaga paramedis dengan prosedur cara pengamatan. c. Tahap
ketiga penjaringan kesehatan dilakukan oleh dokter dan akan jelas memisahkan
kasus yang telah diseteksi pada tahap pertama dan kedua untuk menetapkan tindak
lanjut penanganan kasus. f) Pemeriksaan berkala Pemeriksaan berkala dilakukan
oleh petugs kesehatan, guru UKS, dokter kecil kepad seluruh siswa dan guru setiap
6 bulan, untuk memantau, memellihara serta meningkatkan status kesehatan
mereka. 15
Kegiatan yang dilakukan berupa penimbangan BB, pengukuran TB, pemeriksaan
ketajaman penglihatan dan pendengaran oleh guru UKS dengan dokter kecil,
pemeriksaan kesehatan oleh petugas kesehatan. g) Pengawasan Warung Sekolah
Untuk terselengggaranya warung sekolah/kantin yang sehat tentunya harus
didukung oleh pengetahuan dan ketrampilan mengenai gizi, kebersihan dll,
pembinaan ini dilakukan oleh tenaga kesehtan dan sekolah : guru UKS dan dokter
kecil. h) Dana Sehat Dana sehat / dana UKS adalah dana yang diperuntukkan untuk
kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan UKS. Komponen pokok dari dana
UKS adalah hal yang berhubungan dengan dana tersebut dan pengelolaannya.
Yang dimaksud dana disini adalah uang atau barang yang diterima atau
dikumpulkan oleh Tim Pelaksana UKS baik dari peserta didik, komite sekolah,
pemerintah maupun dari masyarakat untuk pelaksanaan program UKS di sekolah. .
Pada organisasi Tim Pelaksana UKS harus ada bendahara yang bertugas
melakukan pembukuan/pengelolaan dana UKS yang dicatat/dibukukan dalam buku
khusus untuk pendanaan UKS i) Memantau Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani
adalah kondisi jasmani yang bersangkut paut dengan kemampuan dan
kesanggupannya berfungsi dalam pekerjaan secara optimal dan efisisen. Untuk
mengetahui dan menilai tingkat kesegaran jasmani seseorang dapat dilakukan
dengan melasanakan pengukuran dengan tes kesegaran jasmani. Dengan memakai
instrumen Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. j) UKGS 16
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah adalah pelayanan kesehatan gigi yang dikerjakan
oleh petugas kesehatan yang terdiri dari tiga macam pelayanan : UKGS Tahap I :
pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi UKGS Tahap II : UKGS tahap I ditambah
penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I diikuti pencabutan gigi sulung
yang sudah waktunya tanggal. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit
oleh guru, pelayanan medik dasar atas permintaan dan rujukan bagi yang
memerlukan UKGS Tahap III : UKGS tahap II ditambah pelayanan medik dasar pada
kelas terpilih sesuai kebutuhan untuk kelas I,III,V dan VI c. Pembinaan Lingkungan
Kehidupan Sekolah Sehat : Pengertian dari lingkungan sekolah sehat adalah
meliputi lingkungan fisik, mental dan sosial dari sekolah yang memenuhi syarat-
syarat kesehatan sehingga dapat mendukung untuk tumbuh kembangnya perilaku
hidup sehat secara optimal yang meliputi. a) Aspek Fisik Aspek bangunan sekolah,
peralatan sekolah, perlengkapan sanitasi yang memenuhi syarat-syarat kesehatan
dan pemeliharaan serta pengawasan kebersihannya meliputi : Penyediaan
air bersih Pemeliharaan penampungan air bersih Pengadaan dan pemeliharaan air
limbah Pemeliharaan WC / Kamar Mandi Pemeliharaan kebersihan dan kerapihan
ruang kelas, perpustakaan, ruang serbaguna, ruang olahraga, ruang UKS, ruang
laboratorium, ruang ibadah 17
Pemeliharaan kebersihan dan keindahan halaman dan kebun sekolah (termasuk
penghijauan sekolah) Pengadaan dan pemeliharaan warung / kantin sekolah
Pengadaan dan pemeliharaan pagar sekolah. b) Aspek Mental Melalui usaha
pemantapan sekolah sebagai lingkungan pendidikan dengan meningkatkan
pelaksanaan konsep ketahanan sekolah (7K) sehingga tercipta suasana dan
hubungan kekeluargaan yang erat antar sesama warga sekolah : Bakti
sosialmasyarakat sekolah terhadap lingkungan Perkemahan Darmawisata Musik,
olah raga Kepramukaan, PMR, Kader Kesehatan Lomba Kesenian dan olahraga
Juga dilaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tatanan
pendidikan : Menggunakan jamban yang bersih dan sehat Menggunakan
air bersih, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir Lingkungan sekolah dalam
keadaan bersih, pengelolaan sampah dan bebas jentik Tersedia UKS dan
pemeriksaan kesehatan secara berkala Menjadi anggota dana sehat Tidak merokok
Adanya siswa yang menjadi dokterkecil/kader kesehatan Tersedianya kantin/warung
sekolah yang sehat. 18
BAB III PEMBAHASAN 3.1. Kerja Sama Lintas Program dan Lintas Sektor yang
Dilakukan pada Kegiatan UKS Kerja sama lintas sektor pada program Usaha
Kesehatan Sekolah adalah kerja sama yang dilakukan termasuk dalam rangka
mewujudkan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah yang sehat. Kerja sama
untuk program UKS dilaksanakan secara terpadu, sadar, berencana, terarah dan
bertanggungjawab dalam menanamkan, menumbuhkan, mengembangkan dan
membimbing untuk menghayati menyenangi dan melaksanakan prinsip hidup sehat
dalam kehidupan sehari-hari. UKS merupakan kerja sama terpadu antara 4
kementrian yaitu Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan,
Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.3 19
Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan,
Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
1/U/SKB/2003, Nomor 1067/Menkes/SKN/VII/2003, Nomor 26 Tahun 2003 Tentang
Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah.3 Pasal 5 tugas Tim
Pembina UKS Pusat adalah menjalin hubungan kerja dan kemitraan dengan lintas
sektor, pihak swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik di dalam
maupun di luar negeri dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Menteri
Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri.3 Pasal 6 dan 7 tugas Tim Pembina UKS Provinsi dan Tim Pembina UKS
Kabupaten/Kota adalah menjalin hubungan kerja dan kemitraan dengan lintas
sektor, pihak swasta dan LSM baik di dalam maupun di luar negero, sesuai
ketentuan yang berlaku. Keanggotaan Tim Pembina terdiri atas unsure Dinas yang
membidangi Pendidikan, Dinas Kesehatan, Kantor Departemen Agama, badan
Perencana Pembangunan Daerah dan instansi lain yang relevan sesuai keperluan.3
Pasal 8 tentang keanggotaan Tim Pembina UKS Kecamatan ditetapkan oleh Camat
yang terdiri atas unsure Sekretariat Kecamatan (Setcam), Cabang Dinas
Kecamatan, Pusat Kesehatan Masyarakt (Puskesmas), Pengawas Pendidikan
Agama (Waspenda), dan instansi lain yang relevan sesuai dengan keperluan.3
Pasal 9 tugas Tim Pelaksana UKS yang berhubungan dengan lintas program dan
lintas sektor adalah menjalin kerjasama dengan orang tua murid, instansi lain dan
masyarakat dalam pelaksanan kegiatan UKS. Keanggotaan Tim Pelaksanan UKS
terdiri atas unsur pemerintah desa/kelurahan, kepala sekolah, guru, pamong belajar,
Organisasi Intra Sekolah (OSIS), Puskesmas, Orang Tua Murid, serta unsur lain
yang relevan.3 Pada Pasal 10 tentang pendanaan, ditetapkan bahwa biaya
pembinaan dan pengembangan UKS terdiri atas Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara masingmasing Departemen, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi, Kabupaten/Kota, Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah serta sumber
lain yang sah dan tidak mengikat.3 3.2. Keberadaan dan Kontribusi Jaringan Kerja
Sama Lintas Sektor pada Kegiatan UKS di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh 20
Usaha Kesehatan Sekolah telah memiliki jejaring kerja sama lintas sektor. Bagan
berikut ini menunjukkan keberadaan kerja sana lintas sektor dalam pelaksanaan
program UKS. Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah yang sehat merupakan
program nasional yang merupakan tanggung jawab bersama. Dalam rangka
pelaksanaan kerja sama lintas sektor, setiap sektor terkait perlu memberikan
kontribusinya. Kontribusi bisa dalam bentuk dukungan sarana, biaya, maupun
tenaga dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Contoh kerja sama lintas sektor yang
dilakukan, yaitu : Dinas pendidikan merupakan sektor yang membawahi sekolah
karena UKS merupakan bagian langsung dari pihak sekolah. Pihak orang tua
berperan pentng dalam kerja sama lintas sektor. Contoh kerja sama yang dilakukan
adalah setiap tahun imunisasi dilakukan pada bulan november yang dikenal sebagai
bulan imunisasi anak sekolah (BIAS). Orang tua harus berpartisipasi aktif untuk
kelancaran program BIAS. Komite sekolah berperan memberikan dukungan
fasilitas untuk programprogram UKS. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dapat
melakukan kerja sama dengan UKS. Terdapat banyak LSM yang bergerak di bidang
pencegahan penyalahagunaan 21
NAPZA dan remaja. LSM dapat memberikan penyuluhan kepada sekolahsekolah
melalui kegiatan UKS. Coorporate atau perusahaan-perusahaan yang berada di
sekitar lingkungan sekolah dapat memberikan kontribusi berupa donator ataupun
pemberian sumbangsih fasilitas, karena setiap perusahaan sering mempunyai dana
untuk pengembangan masyarakat (community development) Dinas Kebersihan
dapat melakukan kerja sama dengan pihak sekolah untuk pengelolaan sampah atau
limbah dari sekolah. Institusi pendidikan, dalam hal ini universitas dapat memberikan
kontribusi untuk kegiatan UKS seperti memberikan penyuluhan tentang psikolog
pendidikan dan masalah belajar. Bidang hukum juga menjadi sektor yang bisa
bekerja sama dengan UKS dalam hal penyampaian informasi pemberantasan
NAPZA dan keselamatan berlalu lintas untuk musrid-murid sekolah 3.3. Peran
Puskesmas dalam Upaya Menjalin Kerja Sama Lintas Sektor untuk Puskesmas
berperan dalam memberikan akses (kesempatan) untuk Kegiatan UKS di Wilayah
Kerja Puskemas Pauh dilaksankannya pelayanan kesehatan sekolah. Kegiatan yang
dilakukan berupa penjaringan, diagnosa dini, pemantauan perkembangan,
imunisasi, serta pengobatan sederhana. Pada kegiatan lintas sektor, Puskesmas di
sini bukan sebagai penggerak utama, tapi sebagai mediator untuk melakukan
pertemuan dan memberikan saran membangun untuk kelanjutan kerja sama lintas
sektor ini. Hal-hal yang berkaitan dengan kelanjutan kerja sama lintas sektor ini tetap
dari keputusan pihak sekolah. 3.4. Faktor-Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan
Kerja Sama Lintas Sektor 1. Ketiadaan data dan legalitas yang yang tegas, seperti
Surat Keterangan (SK) pada Program UKS di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh saat
mengadakan kerja sama . Karena kerja sama lintas sektor untuk program UKS ini di
sekolah tidak dibentuk dengan formalitas dan legalitas, misalnya 22
dengan surat keterangan disertai dengan pembagian tugas dan wewenang yang
jelas, akibatnya sering terjadi kesulitan untuk pengembangan program. Selain itu
tidak didapatkan data yang akurat tentang keberadaaan kerja sama lintas sektor
pada pengembangan kegiatan UKS dan monitoringnya. Sehingga kerja sama lintas
sektoral untuk UKS sifatnya hanya incidental dan tidak berkelanjutan 2. Ketiadaan
atau kurangnya koordinasi antar sektor Kegiatan UKS sering tidak berkembang
karena program UKS belum menjadi prioritas utama. Adanya kesibukan masing-
masing instansi sehingga sulit untuk mengadakan pertemuan rutin, atau pertemuan
yang ada sering kali bukan dihadiri oleh pejabat yang terkait 3. Pendekatan ke
Lembaga Swadaya Masyarakat masih kurang dan belum semua sektor dilibatkan.
Seringkali sektor yang dilibatkan sibuk denganpekerjaannya sendiri dan merasa
tidak terkait dengan program yang dijalankan. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan Ketiadaan data yang akurat serta formalitas yang jelas untuk kerja
sama lintas sektor kegiatan UKS ini menjadi masalah utama. Hal ini menyebabkan
kerja sama lintas sektor sering tidak terdokumentasi dengan baik dan monitoring
serta evaluasi tidak bisa dilakukan secara berkelanjutan. 4.2. Saran 1) Melibatkan
semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah, yaitu perseta
didik, orangtua, tokoh masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dengan legalitas
disertai dengan pembagian tugas dan wewenang yang jelas. Pihak di sekolah juga
harus aktif melakukan pendekatan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat 23
2) Adanya formalitas dalam pembentukan erja sama lintas sektor dalam
pengembangan kegiatan UKS ini diperlukan karena bermanfaat untuk mengikat dan
memotivasi 3) Pihak sekolah mendokumentasikan semua kegiatan UKS yang
dilakuan antar sektor dan melakukan monitoring dan evaluasi dan pihak-pihak yang
terkait sehingga networking tetap terjaga 4) Puskesmas sebagai mediator kegiatan
lintas sektor aktif melakukan monitoring terhadap kegiatan UKS dan memfasilitasi
pertemuan dan kerja sama lintas sektor DAFTAR PUSTAKA 1. Kuswidanti.
Gambaran Kemitraan dan Organisasi di Bidang Kesehatan. Diunduh dari :
www.lontar.ui.ac.id. Diakses tanggal 5 Oktober 2011 2. Panduan Pelaksanaan UKS
SD. Diunduh dari : www.digilib.ampli.net . Diakses tangga 6 Oktober 2011 3. Surat
Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan, Menteri
Agama, Pembinaan dan dan Menteri Dalam Negeri. Usaha Nomor 1/U/SKB/2003
Diunduh Nomor dari : 1067/Menkes/SKB/VII/2003 Nomor MA/230 A/2003 Nomor 26
Tahun 2003 Tentang Pengembangan Kesehatan Sekolah.
www.perpustakaan.depkes.go.id . Diakses tanggal 6 Oktober 2011 24
BAB III PEMBAHASAN Keberadaan Kerja Sama Lintas Sektor Untuk Peningkatan
Kegiatan UKS Keberadaan Jaringan Kerja Sama Lintas Sektor Untuk Peningkatan
Kegiatan UKS yang Pernah Dilakukan (sudah ada? Belum ada? Tidak tahu?)
Jumlah Lembaga/Instansi Lintas Sektor yng Telah memberikan Kontribusi untuk
Kegiatan UKS Kontribusi Lintas Sektor terhadapa kegiatan UKS Peran Puskesmas
dalam Upaya Menjalin Kerja Sama Lintas Sektor untuk kegiatan UKS Faktor-Faktor
Penghambat dalam Pelaksanaan Kerja Sama Lintas Sektor 25

Anda mungkin juga menyukai