CHIKUNGUNYA
OLEH
IDA AYU GITA PUSPITA
(2082111005)
CHIKUNGUNYA
ETIOLOGI
Penyakit Chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV). Virus chikungunya
termasuk kedalam genus alphavirus (Group A Arthropod-borne viruses) dari family togaviridae
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus yang endemik di
daerah tropis di Afrika dan Asia. Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang
ditransmisikan oleh beberapa spesies nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji
Komplemen Fiksasi, virus ini termasuk genus alphavirus ( “Group A” Arthropod-borne viruses)
dan famili Togaviridae. Sedangkan DBD disebabkan oleh “Group B” arthrophod- borne viruses
(flavivirus)(Mangguang, 2010).
KARAKTERISTIK AGENT
Vektor utama penyakit ini sama dengan vector Demam Berdarah Dengue yaitu nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun
perlu penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu: telur jentik (larva) pupa nyamuk. Stadium telur, jentik
dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu
± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium
kepompong (Pupa) berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa
selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan(Sasmono et al., 2017). Nyamuk
Aedes sp jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan
yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan
(bersifat antropofilik). Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai
dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari.
Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik. Darah diperlukan untuk pematangan sel
telur, agar dapat menetas. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali
dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian
nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Pada umumnya telur akan menetas menjadi
jentik/larva dalam waktu ±2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur
sebanyak ±100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, jika
tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat
menetas lebih cepat(Kemenkes, 2012).
Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif
misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes spp tersebar luas
di daerah tropis dan sub-tropis. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan berkembang biak sampai
ketinggian daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ± 1.000 m dpl, suhu udara terlalu rendah,
sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak (Amirullah and et al, 2011).
Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang hari, dengan 2
puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -17.00. Setelah mengisap darah, nyamuk
akan beristirahat pada tempat yang gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan
dengan habitat perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses
pematangan telurnya.
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat menampung air di
dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki reservoir,
tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum
burung, vas bunga, bak kontrol pembuangan air, barang- barang bekas
3. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun,
tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan tempurung coklat/karet, dll.
Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur- telur yang tadinya belum
sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya mulai terisi air hujan. Kondisi
tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan
penularan penyakit Demam Chikungunya.
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan segingga timbul KLB demam
Chikungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara, yaitu:
1. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi
2. Sanitasi lingkungan yang buruk.
3. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan yang buruk)
CARA PENULARAN
Chikungunya umumnya ditularkan dari penderita chikungunya melalui gigitan nyamuk ke ke
orang sehat. Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes SPP.
Chikungunya menyebar melalui gigitan nyamuk Aedes , dan spesies A. aegypti diidentifikasi
sebagai vektor yang paling umum. Spesies lain yang berpotensi dapat menularkan virus
Chikungunya termasuk Ae. furcifer-taylori , Ae. africanus , dan Ae. luteocephalus . Nyamuk lain
mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes tersebut
dapat mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Kemudian virus yang
berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period)
sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia,
virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan
penyakit.
Cara penularan yang kurang umum termasuk penularan vertikal , yaitu penularan dari ibu
ke anak selama kehamilan atau saat lahir. Penularan melalui produk darah yang terinfeksi dan
melalui donor organ juga secara teoritis dimungkinkan selama masa wabah, meskipun belum ada
kasus yang didokumentasikan.
DETERMINAN KEJADIAN KESAKITAN
Model Epidemiologi Pada penyakit Chikungunya dikenal model epidemiologinya adalah
model segitiga epidemiologi atau triangle epidemiologi. Didalam model segitiga epidemiologi ini
agent, host, dan environment saling berkaitan.
HOST AGENT
Environment
B. Tahap Patogenesis
1. Tahap subklinis/pra gejala/Tahap inkubasi
Pada tahap ini nyamuk Aedes aigypti telah menggigit dan virus chikungunya
menginfeksi tubuh dan berinkubasi selama 2-12 hari dengan rata-rata 3-7 hari. Meskipun
virus telah masuk dan berkembang biak dalam tubuh tetapi belum menunjukkan gejala
2. Tahap klinis/tahap penyakit dini
Pada fase ini penderita akan menunjukkan gejala selain demam tinggi berupa: sakit
perut, mual,muntah, sakit kepala, nyeri sendi dan otot, serta munculnya bintik-bintik
merah terutama di badan dan tangan. Gelaja yang muncul sekilas mirip dengan gelaja pada
penyakit demam berdarah
SEBARAN KEJADIAN
Wabah Chikungunya pertama kali dilaporkan di Tanzania pada tahun 1952, Uganda tahun
1963, Senegal tahun 1967,1975 dan 1983, Anggola tahun 1972. Dari afrika penyakir menyebar ke
Amerika dan ASIA. Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan
tercatat pada tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta,
Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta.
KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh
(2000), Jawa Barat ( Bogor, Bekasi, Depok ) pada tahun 2001, yang menyerang secara bersamaan
pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa ) (Maha et al., 2015).
Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti
Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain. Pada
tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB, Kalimantan
Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari
tahun 2007 sampai tahun 2012 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada beberapa provinsi
dengan 149.526 kasus tanpa kematian.
Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis Demam Berdarah
Dengue. Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan peningkatan kejadian
penyakit Chikungunya. Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia potensial untuk terjadinya
KLB Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Penyakit Chikungunya
sering terjadi di daerah sub urban (Harapan et al., 2019).
REFERENSI
Amirullah and et al (2011) ‘Chikungunya: Transmisi dan Permasalahannya’, Aspirator, 3(2), pp.
100–106.
Harapan, H. et al. (2019) ‘Chikungunya virus infection in Indonesia: A systematic review and
evolutionary analysis’, BMC Infectious Diseases, 19(1), pp. 1–20. doi: 10.1186/s12879-
019-3857-y.
Kemenkes (2012) Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Dirjen Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan.
Maha, M. S. et al. (2015) ‘Chikungunya virus mutation, Indonesia, 2011’, Emerging Infectious
Diseases, 21(2), pp. 379–380. doi: 10.3201/eid2102.141121.
Mangguang, M. D. (2010) ‘Penyakit Menular Chikungunya’, JKMA: (Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas) (Andalas Journal of Public Health), pp. 41–46.
Sasmono, R. T. et al. (2017) ‘Chikungunya detection during dengue outbreak in Sumatra,
Indonesia: Clinical manifestations and virological profile’, American Journal of Tropical
Medicine and Hygiene, 97(5), pp. 1393–1398. doi: 10.4269/ajtmh.16-0935.