Oleh:
isbiyantoro
216131002
Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik. Aktivitas menggigit nyamuk biasanya
mulai pagi dan petang puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 pagi dan 16.00-17.00 sore.
Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik,
untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai
penular penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk akan peristirahat pada tempat yang gelap dan
lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat
perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamu k menu nggu proses pematangan telurnya.
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di
atas permukaan air, kemudian telur menepi melekat pada dinding-dinding habitat
perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ±2
hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur itu di
tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian
tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.
Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif
misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes spp
tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas
baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan
berkembang biak sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ±
1.000 m dpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk
berkembangbiak.
Faktor Resiko
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit Chikungunya,
yaitu: manusia, virus dan vektor perantara. Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB
demam Chikungunya adalah:
1. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi
2. Sanitasi lingkungan yang buruk.
3. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan yang buruk)
1. Tatalaksana Kasus
Definisi Kasus
Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV) yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod –borne virus/ mosquito-borne virus). Virus
Chikungunya termasuk genus Alphavirus, famili Togaviridae
Diagnosis kasus Demam Chikungunya ditegakkan berdasarkan kriteria sebagai berikut: (Modifikasi
Klasifikasi WHO SEARO,2009)
Kriteria Klinis: Demam mendadak > 38,5ºC dan nyeri persendian hebat (severe athralgia) dan atau
dapat disertai ruam (rash)
Kriteria Epidemiologis: Bertempat tinggal atau pernah berkunjung ke wilayah yang sedang terjangkit
Chikungunya dengan sekurang-kurangnya 1 kasus positif RDT/ pemeriksaan serologi lainnya, dalam
kurun waktu 15 hari sebelum timbulnya gejala (onset of symptoms)
Kriteria Laboratoris: sekurang-kurangnya salah satu diantara pemeriksaan berikut :
Isolasi virus
Terdeteksinya RNA virus dengan RT-PCR
Terdeteksinya antibodi IgM spesifik virus Chik pada sampel serum
Peningkatan 4 kali lipat (four-fold) titer IgG pada pasangan sampel yang diambil pada fase akut dan
fase konvalesen (interval sekurang-kurangnya 2-3 minggu
Berdasarkan kriteria di atas, Diagnosis Demam Chikungunya digolongkan dalam 3 kategori yaitu :
1) KASUS TERSANGKA (Suspected case/ Possible case)
Penderita dengan kriteria klinis.
2) KASUS PROBABEL (Probable case)
Penderita dengan kriteria klinis + kriteria epidemiologis
3) KASUS KONFIRM (Confirmed case)
Penderita dengan kriteria laboratoris.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi terdiri dari masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik. Masa inkubasi intrinsik adalah periode
sejak seseorang terinfeksi virus Chik sampai timbulnya gejala klinis, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik
adalah periode sejak nyamuk terinfeksi virus Chik sampai virus tersebut dapat menginfeksi orang
lainnya melalui gigitan nyamuk tersebut
Masa inkubasi intrinsik Chikungunya rata-rata antara 3-7 hari (range 1-12 hari), sedangkan masa
inkubasi ekstrinsik berkisar 10 hari. (WHO PAHO, 2011).
Penetapan Kejadian Luar Biasa ( KLB ) Chikungunya merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1501 Tahun 2010 tentang jenis Penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya
penanggulanganya
Surveillans Kasus
Surveillan kasus Chikungunya adalah kegiatan surveillans yang dilakukan untuk menemukan kasus
Chikungunya. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara aktif maupun pasif.
1. Surveilans pasif
Yaitu penemuan kasus berdasarkan informasi dan laporan dari sarana kesehatan (RS, puskesmas,
klinik, laboratorium, KKP) maupun dari masyarakat. Informasi data dapat diperoleh melalui :
a) Laporan mingguan sistem ewars EWARS (Early Warning Alert and Respon System) melalui
tersangka Chikungunya dengan trias gejala utama yaitu demam, nyeri sendi hebat dan ruam
kemerahan di kulit (rash).
b) Laporan bulanan STP Puskesmas / RS
c) Laporan bulanan program
d) Laporan Masyaraka
2. Surveillans aktif
Yaitu penemuan kasus yg diperoleh melalui kunjungan lapangan untuk melakukan penegakan diagnosis
secara epidemiologis berdasarkan gambaran umum penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan
wabah yang selanjutnya diikuti dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium.Kegiatan
surveilans aktif penyakit Demam Chikungunya dapat dalam bentuk kegiatan penyelidikan epid emiologi
(PE) berdasarkan kasus terlaporkan atau berdasarkan pertimbangan faktor resiko lainnya. Kegiatan
surveillans aktif dapat dilaksanakan oleh petugas Dinas Kesehatan/ Puskesmas setempat.
Tersangka Chikungunya hasil temuan surveilans aktif ditindak lanjuti / dilaporkan ke sarana kesehatan /
Puskesmas untuk di lakukan pemeriksaan lanjutan.
Surveillans Vektor
Surveillans vektor Chikungunya adalah kegiatan surveillans yang dilakukan untuk mengetahui ada atau
tidaknya penularan kasus setempat dalam kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) dan untuk mengetahui
tingkat kepadatan vektor Chikungunya melalui kegiatan survey berdasarkan faktor resiko (iklim, tingkat
kepadatan vektor, mobilisasi masyarakat). Selain itu kegiatan ini dapat digunakan sebagai evaluasi
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dilakukan oleh masyarakat melalui kegiatan
Pemantauan Jentik Berkala (PJB)
Beberapa teknis pengamatan terhadap telur, jentik, dan nyamuk melalui beberapa metode survei
sebagai berikut :
a. Survei telur
Survei ini dilakukan dengan cara memasang perangkap telur (ovitrap) yang dinding
sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya. Ovitrap berbentuk
tabung yang dapat dibuat dari potongan bambu, kaleng dan gelas platik/kaca. Ovitrap
diletakkan di dalam dan di luar rumah atau tempat yang gelap dan lembab. Cara kerja
ovitrap adalah padel (berupa potongan bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar
dan berwarna gelap) yang dimasukkan kedalam tabung tersebut berfungsi sebagai
tempat meletakkan telur nyamuk. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada atau
tidaknya telur nyamuk di padel, kemudian dihitung ovitrap index.
Perhitungan ovitrap index adalah:
Ovitrap Index:
Jumlah padel dengan telur x 100%
Jumlah padel diperiksa
Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular secara lebih tepat, telur-telur
padel tersebut dikumpulkan dan dihitung jumlahnya.
Kepadatan populasi nyamuk :
b. Laporan hasil survei oleh Puskesmas Pemeriksaan jentik yang dilakukan oleh
kader/PKK/Jumantik harus dilakukan monitoring dan evaluasi oleh petugas Puskesmas secara
berkala minimal 3 bulan sekali. Rekapitulasi hasil PJB dilaksanakan oleh Puskesmas setiap 3
bulan dengan melakukan pencatatan hasil pemeriksaan jentik di pemukiman (rumah) dan
tempat-tempat umum pada FORMULIR PJB-1 dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
c. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Laporan PJB yang dilakukan oleh
Puskesmas kemudian dilakukan rekapitulasi oleh Pengelola Program Chikungunya di Dinkes
Kab/ Kota menggunakan FORMULIR PJB-2 dan dilaporkan kepada Dinkes Provinsi
d. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Hasil pemeriksaan jentik dari Dinkes
Kab/Kota dilakukan rekapitulasi oleh Pengelola Program Chikungunya di Dinkes Provinsi
menggunakan FORMULIR PJB-3 dan dilaporkan ke Pusat (Ditjen PP dan PL, Subdit Pengendalian
Arbovirosis)
Pencatatan dan Pelaporan
Alur laporan dilakukan secara berjenjang dari puskesmas/rumah sakit ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, hingga Kemenkes RI (Cq. Subdit Pengendalian
Arbovirosis, Ditjen PP dan PL). Alur pelaporan ini disesuaikan dengan yang tercantum dalam
Permenkes No 1501/2010.
Puskesmas yang menerima/menemukan kasus Chikungunya akan menindaklanjuti dengan
kegiatan PE dan melaporkan kasus menggunakan form-form pelaporan :
a. EWARS
b. Laporan hasil PE
c. Laporan bulanan
A. PENGUMPULAN DATA
Surveillan kasus Chikungunya adalah kegiatan surveillans yang dilakukan untuk menemukan kasus
Chikungunya. Kegiatan ini dilakukan secara pasif Yaitu penemuan kasus berdasarkan informasi dan
laporan dari puskesmas di Kabupaten Tegal
Berdasarkan grafik, Kabupaten
Tegal pada Tahun 2020 memiliki
penderita Chikungunya sebanyak
242 penderita dengan 154
penderita perempuan dan 88
penderita laki-laki. Dari 29
Puskesmas d Kabupaten Tegal, 8
puskesmas melaporkan bahwa di
wilayahnya memiliki kasus
Chikungunya, yaitu Adiwerna,
Danasari, Kaladawa, Kambangan,
Lebaksiu, Kedungbanteng, Tarub,
dan Kramat. Puskesmas Kaladawa
menjadi penyumbang penderita
Chikungunya terbanyak yaitu
sejumlah 87 penderita dengan 63
penderita perempuan dan 24
merupakan penderita laki-laki
Berdasarkan grafik diatas, Kabupaten Tegal pada Januari hingga Mei 2021 memiliki penderita Chikungunya
sebanyak 271 penderita dengan 129 penderita laki-laki dan 142 penderita perempuan. Hingga Mei 2021, jumlah
total kasus Chikungunya melebihi total kasus Chikungunya dari tahun sebelumnya. Dari 29 Puskesmas di
Kabupaten Tegal, 9 puskesmas melaporkan bahwa diwilayahnya memiliki kasus Chikungunya, Kedungbanteng,
Slawi, Kaladawa, Balapulang, Lebaksiu, Kambangan, Kramat, Pagiyanten dan Kalibakung. Puskesmas Balapulang
menjadi penyumbang penderita Chikungunya terbanyak yaitu sejumlah 72 penderita.
Bersamaan dengan merebaknya COVID-19 di bulan Maret 2020, kasus Chikungunya di Kabupaten Tegal juga ikut
merebak dimulai pada bulan April 2020.