Anda di halaman 1dari 36

SURVEILANS CIKUNGUNYA

Oleh:
isbiyantoro
216131002

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MITRA INDONESIA
2022
Demam Chikungunya merupakan salah satu penyakit potensial wabah, karena faktor
kecepatan penyebaran sehingga menimbulkan keresahan dan menurunnya produktivitas
pada penderita. Vektor penular penyakit Chikungunya adalah nyamuk Aedes spp. dan
Aedes Albopictus. Sebagaimana kita ketahui, nyamuk ini juga merupakan penular Demam
Berdarah Dengue (DBD).
Etiologi
Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan oleh beberapa spesies nyamuk. Hasil uji
Hemaglutinasi Inhibisi dan uji Komplemen Fiksasi, virus ini termasuk genus alphavirus (“Group A” Arthropod-
borne viruses) dan famili Togaviridae. Sedangkan DBD disebabkan oleh “Group B” arthrophod¬borne viruses
(flavivirus).

Vektor Penular Chikungunya


Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. sebagaimana
diketahui Nyamuk jenis ini mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur – jentik (larva) – pupa – nyamuk.
Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva
dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan
stadium kepompong (Pupa) berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa
selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.
Habitat Perkembangbiakan
Habitat perkembangbiakan vialah vektor ini pada tempat-tempat yang dapat menampung air, dengan habitat
perkembangbiakan dikelompokkan sebagai berikut:
1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki reservoir, tempayan, bak
mandi/wc, dan ember.
2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum burung, vas bunga,
perangkap semut, bak kontrol pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-barang bekas
(contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).
3. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa,
pelepah pisang dan potongan bambu dan tempurung coklat/karet, dll.
Perilaku Nyamuk Dewasa    
Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara waktu. Beberapa saat
setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari makanan.
Nyamuk Aedes sp jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya
sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada
hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap
darah sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari.

Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik. Aktivitas menggigit nyamuk biasanya
mulai pagi dan petang puncak aktifitas antara pukul     09.00-10.00 pagi dan 16.00-17.00 sore.
Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik,
untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai
penular penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk akan peristirahat pada tempat yang gelap dan
lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat
perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamu k menu nggu proses pematangan telurnya.
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di
atas permukaan air, kemudian telur menepi melekat pada dinding-dinding habitat
perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ±2
hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur itu di
tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian
tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.

Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif
misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes spp
tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas
baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan
berkembang biak sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ±
1.000 m dpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk
berkembangbiak.
Faktor Resiko
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit Chikungunya,
yaitu: manusia, virus dan vektor perantara. Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB
demam Chikungunya adalah:
1.    Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi
2.    Sanitasi lingkungan yang buruk.
3.    Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan yang buruk)
1. Tatalaksana Kasus
Definisi Kasus
Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV) yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod –borne virus/ mosquito-borne virus). Virus
Chikungunya termasuk genus Alphavirus, famili Togaviridae
Diagnosis kasus Demam Chikungunya ditegakkan berdasarkan kriteria sebagai berikut: (Modifikasi
Klasifikasi WHO SEARO,2009)
Kriteria Klinis: Demam mendadak > 38,5ºC dan nyeri persendian hebat (severe athralgia) dan atau
dapat disertai ruam (rash)
Kriteria Epidemiologis: Bertempat tinggal atau pernah berkunjung ke wilayah yang sedang terjangkit
Chikungunya dengan sekurang-kurangnya 1 kasus positif RDT/ pemeriksaan serologi lainnya, dalam
kurun waktu 15 hari sebelum timbulnya gejala (onset of symptoms)
Kriteria Laboratoris: sekurang-kurangnya salah satu diantara pemeriksaan berikut :
 Isolasi virus
 Terdeteksinya RNA virus dengan RT-PCR
 Terdeteksinya antibodi IgM spesifik virus Chik pada sampel serum
 Peningkatan 4 kali lipat (four-fold) titer IgG pada pasangan sampel yang diambil pada fase akut dan
fase konvalesen (interval sekurang-kurangnya 2-3 minggu
Berdasarkan kriteria di atas, Diagnosis Demam Chikungunya digolongkan dalam 3 kategori yaitu :
1) KASUS TERSANGKA (Suspected case/ Possible case)
Penderita dengan kriteria klinis.
2) KASUS PROBABEL (Probable case)
Penderita dengan kriteria klinis + kriteria epidemiologis
3) KASUS KONFIRM (Confirmed case)
Penderita dengan kriteria laboratoris.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi terdiri dari masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik. Masa inkubasi intrinsik adalah periode
sejak seseorang terinfeksi virus Chik sampai timbulnya gejala klinis, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik
adalah periode sejak nyamuk terinfeksi virus Chik sampai virus tersebut dapat menginfeksi orang
lainnya melalui gigitan nyamuk tersebut
Masa inkubasi intrinsik Chikungunya rata-rata antara 3-7 hari (range 1-12 hari), sedangkan masa
inkubasi ekstrinsik berkisar 10 hari. (WHO PAHO, 2011).

Kepekaan dan Kekebalan


Sekali seseorang terinfeksi virus Chik maka akan diikuti dengan terbentuknya imunitas jangka panjang
(long-lasting imunity) di dalam tubuh penderita (WHO, PAHO, 2011). Sampai saat ini hanya diketahui
satu serotipe Chikungunya. Terjadinya serangan kedua belum diketahui dengan pasti
Gejala Klinis
• Demam
• Sakit persendian
• Nyeri otot
• Bercak kemerahan (rash) pada kulit
• Kejang dan penurunan kesadaran
• Manifestasi perdarahan
• Gejala lain
Diagnosis Banding
Diagnosis banding penyakit Chikungunya yang paling mendekati adalah Demam Dengue atau
Demam Berdarah Dengue
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk memastikan diagnosis perlu pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan dengan beberapa
metode yaitu: Isolasi virus dari inokulasi serum fase akut, pemeriksaan serologis dengan cara ELISA,
pemeriksaan IgG dan IgM dengan metode Immuno Fluorescent Assay (IFA), pemeriksaan materi
genetik dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), pemeriksaan antibodi dengan uji Hemaglutinasi
Inhibisi (H.I Test) menggunakan serum diambil pada masa akut ( hari ke 5 mulai demam ) dan serum
konvalesen pada minggu ke 2 sesudah demam serta sequencing
Terapi
Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini penyakit ini belum ada obat ataupun
vaksinnya, pengobatan hanya bersifat simtomatis dan suportif
Simtomatis
Antipiretik : Parasetamol atau asetaminofen (untuk meredakan demam) Analgetik : Ibuprofen, naproxen
dan obat Anti-inflamasi Non Steroid (AINS) lainnya (untuk meredakan nyeri persendian/athralgia/arthritis)
Catatan: Aspirin (Asam Asetil Salisilat) tidak dianjurkan karena adanya resiko perdarahan pada sejumlah
penderita dan resiko timbulnya Reye’s syndrome pada anak-anak dibawah 12 tahun.
Suportif
 Tirah baring (bedrest), batasi pergerakkan
 Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat muntah, keringat dan lain-lain.
 Fisioterapi
Pencegahan penularan
 Penggunaan kelambu selama masa viremia {sejak timbul gejala (onset of illness) sampai 7 hari
SURVEILLANS
Surveilans Chikungunya adalah proses pengumpulan pengolahan analisis dan interpretasi dan
penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak / instansi terkait secara
sistematis dan terus menerus tentang situasi Chikungunya dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit tersebut agar dapat dilakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien.
Surveilan Chikungunya meliputi survey kasus dan survey vektor yang dapat dilakukan secara
pasif dan aktif
Tujuan surveillans Chikungunya, yaitu:
1. Menghasilkan informasi yang cepat dan akurat agar dapat disebarluaskan sebagai dasar
penanggulangan Chikungunya yang cepat dan tepat untuk menyususun perencanaan yang sesuai
dengan permasalahannya.
2. Mendapatkan distribusi penyakit Chikungunya menurut orang, tempat, dan waktu.
3. Mendapatkan trend kasus Chikungunya
4. Melakukan pengamatan kewaspadaan dini SKD KLB dalam rangka mencegah dan penanggulangan
KLB secara din

Penetapan Kejadian Luar Biasa ( KLB ) Chikungunya merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1501 Tahun 2010 tentang jenis Penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya
penanggulanganya
Surveillans Kasus
Surveillan kasus Chikungunya adalah kegiatan surveillans yang dilakukan untuk menemukan kasus
Chikungunya. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara aktif maupun pasif.
 
1. Surveilans pasif
Yaitu penemuan kasus berdasarkan informasi dan laporan dari sarana kesehatan (RS, puskesmas,
klinik, laboratorium, KKP) maupun dari masyarakat. Informasi data dapat diperoleh melalui :

a) Laporan mingguan sistem ewars EWARS (Early Warning Alert and Respon System) melalui
tersangka Chikungunya dengan trias gejala utama yaitu demam, nyeri sendi hebat dan ruam
kemerahan di kulit (rash).
b) Laporan bulanan STP Puskesmas / RS
c) Laporan bulanan program
d) Laporan Masyaraka
2. Surveillans aktif
Yaitu penemuan kasus yg diperoleh melalui kunjungan lapangan untuk melakukan penegakan diagnosis
secara epidemiologis berdasarkan gambaran umum penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan
wabah yang selanjutnya diikuti dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium.Kegiatan
surveilans aktif penyakit Demam Chikungunya dapat dalam bentuk kegiatan penyelidikan epid emiologi
(PE) berdasarkan kasus terlaporkan atau berdasarkan pertimbangan faktor resiko lainnya. Kegiatan
surveillans aktif dapat dilaksanakan oleh petugas Dinas Kesehatan/ Puskesmas setempat.
Tersangka Chikungunya hasil temuan surveilans aktif ditindak lanjuti / dilaporkan ke sarana kesehatan /
Puskesmas untuk di lakukan pemeriksaan lanjutan.
Surveillans Vektor
Surveillans vektor Chikungunya adalah kegiatan surveillans yang dilakukan untuk mengetahui ada atau
tidaknya penularan kasus setempat dalam kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) dan untuk mengetahui
tingkat kepadatan vektor Chikungunya melalui kegiatan survey berdasarkan faktor resiko (iklim, tingkat
kepadatan vektor, mobilisasi masyarakat). Selain itu kegiatan ini dapat digunakan sebagai evaluasi
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dilakukan oleh masyarakat melalui kegiatan
Pemantauan Jentik Berkala (PJB)

Tujuan dilaksanakan surveilan vektor Chikungunya adalah:


 Untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor Chikungunya
 Untuk mengetahui tempat perindukan potensial vektor Chikungunya
 Untuk mengetahui jenis larva/jentik vektor Chikungunya
 Untuk mengukur indek-indek larva/jentik (ABJ, CI, HI, dan BI)
 Untuk mencari cara pengendalian vektor Chikungunya yang tepat
 Untuk menilai hasil pengendalian vector
 Untuk mengetahui tingkat kerentanan vektor Chikungunya terhadap insektisida
Teknis Pengamatan

Beberapa teknis pengamatan terhadap telur, jentik, dan nyamuk melalui beberapa metode survei
sebagai berikut :
a. Survei telur
Survei ini dilakukan dengan cara memasang perangkap telur (ovitrap) yang dinding
sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya. Ovitrap berbentuk
tabung yang dapat dibuat dari potongan bambu, kaleng dan gelas platik/kaca. Ovitrap
diletakkan di dalam dan di luar rumah atau tempat yang gelap dan lembab. Cara kerja
ovitrap adalah padel (berupa potongan bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar
dan berwarna gelap) yang dimasukkan kedalam tabung tersebut berfungsi sebagai
tempat meletakkan telur nyamuk. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada atau
tidaknya telur nyamuk di padel, kemudian dihitung ovitrap index.
Perhitungan ovitrap index adalah:
Ovitrap Index:
Jumlah padel dengan telur x 100%
Jumlah padel diperiksa

Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular secara lebih tepat, telur-telur
padel tersebut dikumpulkan dan dihitung jumlahnya.
Kepadatan populasi nyamuk :

Jumlah telur = ……telur per ovitrap


Jumlah ovitrap yang digunakan

Gb. Contoh Ovitrap


a. Survei jentik
Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Memeriksa tempat penampungan air dan kontainer yang dapat menjadi habitat perkembangbiakan
nyamuk Aedes sp. di dalam dan di luar rumah untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
2) Jika pada penglihatan pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira ½ -1 menit untuk
memastikan bahwa benar-benar tidak ada jentik.
3) Gunakan senter untuk memeriksa jentik di tempat gelap atau air keruh
Metode survei jentik:
1. Single larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan
jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut
2. Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan air
tanpa mengambil jentiknya. Biasanya dalam program CHIKUNGUNYA mengunakan cara visual.
Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes sp. :
c. Survei nyamuk
Survei nyamuk dilakukan dengan cara menangkap nyamuk menggunakan umpan orang di dalam dan
di luar rumah, masing-masing selama 20 menit per rumah serta penangkapan nyamuk yang hinggap
di dinding dalam rumah. Penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan menggunakan aspirator.

Gb. Contoh aspirator


1) Laporan hasil survey
Pencatatan hasil pemeriksaan jentik dilakukan oleh petugas kader dan
pelaporannya dilakukan secara berjenjang sebagai berikut :
a. Laporan hasil survei oleh Kader / PKK / Jumantik
 Hasil pemeriksaan jentik dicatat pada kartu jentik rumah / bangunan yang ditinggalkan di
rumah/bangunan.
 FORMULIR JPJ-1 digunakan untuk pelaporan ke Puskesmas dan instansi terkait.

b. Laporan hasil survei oleh Puskesmas Pemeriksaan jentik yang dilakukan oleh
kader/PKK/Jumantik harus dilakukan monitoring dan evaluasi oleh petugas Puskesmas secara
berkala minimal 3 bulan sekali. Rekapitulasi hasil PJB dilaksanakan oleh Puskesmas setiap 3
bulan dengan melakukan pencatatan hasil pemeriksaan jentik di pemukiman (rumah) dan
tempat-tempat umum pada FORMULIR PJB-1 dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
c. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Laporan PJB yang dilakukan oleh
Puskesmas kemudian dilakukan rekapitulasi oleh Pengelola Program Chikungunya di Dinkes
Kab/ Kota menggunakan FORMULIR PJB-2 dan dilaporkan kepada Dinkes Provinsi
d. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Hasil pemeriksaan jentik dari Dinkes
Kab/Kota dilakukan rekapitulasi oleh Pengelola Program Chikungunya di Dinkes Provinsi
menggunakan FORMULIR PJB-3 dan dilaporkan ke Pusat (Ditjen PP dan PL, Subdit Pengendalian
Arbovirosis)
Pencatatan dan Pelaporan
Alur laporan dilakukan secara berjenjang dari puskesmas/rumah sakit ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, hingga Kemenkes RI (Cq. Subdit Pengendalian
Arbovirosis, Ditjen PP dan PL). Alur pelaporan ini disesuaikan dengan yang tercantum dalam
Permenkes No 1501/2010.
 
Puskesmas yang menerima/menemukan kasus Chikungunya akan menindaklanjuti dengan
kegiatan PE dan melaporkan kasus menggunakan form-form pelaporan :
a. EWARS
b. Laporan hasil PE
c. Laporan bulanan
A. PENGUMPULAN DATA
Surveillan kasus Chikungunya adalah kegiatan surveillans yang dilakukan untuk menemukan kasus
Chikungunya. Kegiatan ini dilakukan secara pasif Yaitu penemuan kasus berdasarkan informasi dan
laporan dari puskesmas di Kabupaten Tegal
Berdasarkan grafik, Kabupaten
Tegal pada Tahun 2020 memiliki
penderita Chikungunya sebanyak
242 penderita dengan 154
penderita perempuan dan 88
penderita laki-laki. Dari 29
Puskesmas d Kabupaten Tegal, 8
puskesmas melaporkan bahwa di
wilayahnya memiliki kasus
Chikungunya, yaitu Adiwerna,
Danasari, Kaladawa, Kambangan,
Lebaksiu, Kedungbanteng, Tarub,
dan Kramat. Puskesmas Kaladawa
menjadi penyumbang penderita
Chikungunya terbanyak yaitu
sejumlah 87 penderita dengan 63
penderita perempuan dan 24
merupakan penderita laki-laki
Berdasarkan grafik diatas, Kabupaten Tegal pada Januari hingga Mei 2021 memiliki penderita Chikungunya
sebanyak 271 penderita dengan 129 penderita laki-laki dan 142 penderita perempuan. Hingga Mei 2021, jumlah
total kasus Chikungunya melebihi total kasus Chikungunya dari tahun sebelumnya. Dari 29 Puskesmas di
Kabupaten Tegal, 9 puskesmas melaporkan bahwa diwilayahnya memiliki kasus Chikungunya, Kedungbanteng,
Slawi, Kaladawa, Balapulang, Lebaksiu, Kambangan, Kramat, Pagiyanten dan Kalibakung. Puskesmas Balapulang
menjadi penyumbang penderita Chikungunya terbanyak yaitu sejumlah 72 penderita.
Bersamaan dengan merebaknya COVID-19 di bulan Maret 2020, kasus Chikungunya di Kabupaten Tegal juga ikut
merebak dimulai pada bulan April 2020. 

Melihat grafik diatas, penemuan


kasus chikungunya pada tahun 2020
cenderung fluktuatif. Kasus paling
tinggi terdapat pada bulan Juli 2020
yaitu sebanyak 62 kasus. Bulan Juli
tersebut adalah peningkatan kasus
terbanyak dari bulan sebelumnya,
yang hanya terdapat 14 kasus. Pada
bulan September, kasus chikungunya
mengalami penurunan secara drastis
dari Juli dengan 62 kasus menjadi 3
kasus.
Melihat grafik diatas, penemuan kasus chikungunya pada Januari hingga Mei 2021 cenderung fluktuatif. Kasus
paling tinggi terdapat pada bulan April yaitu sebanyak 115 kasus. Peningkatan kasus paling tajam terjadi pada
bulan April tersebut.
Incidence rate adalah frekuensi penyakit atau kasus baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu
tempat atau wilayah atau negara pada waktu tertentu (umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan jumlah
penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut. Incidence rate kasus Chikungunya pada tahun
2020 dapat dilihat dibawah ini.
IR = Jumlah kasus baru pada periode waktu tertentu     x 100.000
                        Jumlah populasi beresiko
     =      242        x 100.000
         1566587
     = 15.45 ≈ 15

Artinya, dari 100.000 penduduk di Kabupaten Tegal terdapat 15 orang


yang menderita chikungunya pada tahun 2020
Tidakan pencegahan dan penanggulangan
Untuk menekan kasus Chikungunya di Kabupaten Tegal bebas diperlukan upaya pencegahan
dan pengendalian yang tepat yaitu dengan melakukan 3M Plus (menguras tempat
penampungan air, menutup tempat penampungan air, mengubur barang bekas, menghindari
gigitan nyamuk, tidur memakai kelambu dan memakai obat nyamuk atau lotion anti nyamuk).
Upaya pengendalian penularan kasus Chikungunya dilakukan dengan melakukan fogging atau
pengasapan sesuai dengan indikasi. Perlu kontribusi dari masayarakat dan pemerintah
setempat agar upaya pencegahan dan pengendalian chikungunya dapat berjalan baik dan
tepat sasaran.
Terimakasih……

Anda mungkin juga menyukai