ENTOMOLOGI KESEHATAN
Disusun oleh:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Aedes
Status taksonomi
Distribusi
Ae. aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis Asia Tenggara, dan
terutama di sebagian besar wilayah perkotaan. Penyebaran C di pedesaan akhir-
akhir ini relatif sering terjadi yang dikaitkan dengan pembangunan sistem
persediaan air pedesaan dan perbaikan sistem transportasi.
Di wilayah yang agak kering, misalnya India, Ae. aegypti merupakan vektor
perkotaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan
kebiasaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan
kebiasaan penyimpanan air. Pada negara lain di Asia Tenggara yang curah
hujannya melebihi 200 cm per tahun, populasi Ae. aegypti ternyata lebih stabil
dan ditemukan di daerah perkotaan, pinggiran kota, dan daerah pedesaan. Karena
kebiasaan penyimpanan air secara tradisional di Indonesia, Myanmar, dan
Thailand, kepadatan nyamuk mungkin lebih tinggi di daerah pinggiran kota
daripada di daerah perkotaan.
Nyamuk Aedes aegypti betina merupakan vektor penyakit DBD yang paling
efektif dan utama. Hal ini karena sifatnya yang sangat senang tinggal berdekatan
dengan manusia dan lebih senang mengisap darah manusia, bukan darah hewan
(antropofilik-peny). Selain Aedes aegypti, ada pula nyamuk Aedes albopictus,
Aedes polynesiensis, dan Aedes scutellaris yang dapat berperan sebagai vektor
DBD, tetapi kurang efektif.
Ketinggian
C. Siklus Hidup
Telur
Aedes aegypti betina mampu meletakkan 80-100 butir telur setiap kali
bertelur. Pada waktu dikeluarkan, telur Ae. aegypti berwarna putih, dan berubah
menjadi hitam dalam waktu 30 menit. Telurnya berbentuk lonjong, berukuran
kecil dengan panjang sekitar 6,6 mm dan berat 0,0113 mg, mempunyai torpedo,
dan ujung telurnya meruncing. Saat diletakkan, telur berwarna putih, lalu akan
berubah menjadi abu-abu setelah 15 menit dan menjadi hitam setelah 40 menit. Di
bawah mikroskop, pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk Ae. aegypti,
tampak adanya garis-garis membentuk gambaran seperti sarang lebah.
Pada kondisi normal, telur Ae. aegypti yang direndam di dalam air akan
menetas sebanyak 80% pada hari pertama dan 95% pada hari kedua. Berdasarkan
jenis kelaminnya, nyamuk jantan akan menetas lebih cepat dibanding nyamuk
betina, serta lebih cepat menjadi dewasa. Faktor- faktor yang mempengaruhi daya
tetas telur adalah suhu, pH air perindukkan, cahaya, serta kelembaban disamping
fertilitas telur itu sendiri (Sudarto, 1972).
Nyamuk Aedes aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada
permukaan air bersih secara individual. Setelah mengisap darah, nyamuk Aedes
aegypti betina menghasilkan rata-rata 100 sampai 200 telur per fase. Selama
hidupnya, nyamuk betina bisa memiliki hingga lima fase bertelur. Jumlah telur
tergantung pada banyaknya darah yang diisap. Telur menetas dalam satu sampai
dua hari menjadi larva.
Telur diletakkan satu persatu pada permukaan yang basah tepat di atas batas
permukaan air. Sebagian besar nyamuk Ae. aegypti betina meletakkan telurnya di
beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik. Perkembangan embrio
biasanya selesai dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan lembab. Begitu
proses embrionasi selesai, telur akan menjalani masa pengeringan yang lama
(lebih dari satu tahun).
Di iklim hangat, telur dapat berkembang dalam waktu dua hari, sedangkan di
daerah beriklim dingin, dapat memakan waktu hingga seminggu.
Yang harus Anda perhatikan adalah: Telur yang sudah diletakkan, bisa bertahan
dalam waktu yang sangat lama, bahkan bisa sampai setahun. Begitu terkena air,
telur akan segera menetas. Hal ini membuat kontrol nyamuk virus dengue sangat
sulit.
Larva
Lrrva terdiri atas kepala, toraks, dan abdomen. Ciri - ciri larva Ae. Aegypti
adalah sebagai berikut:
Ciri khas untuk menentukan larva Ae. aegypti yaitu adanya comb scale berduri
lateral
Larva Ae. aegypti biasa bergerak-gerak lincah dan aktif serta sangat sensitiv
terhadap rangsangan getar dan cahaya, saat terjadi rangsangan, larva akan segera
menyelam ke permukaan air dalam beberapa detik dan memperlihatkan
gerakangerakan naik ke permukaan air dan turun kedasar wadah secara berulang.
Larva mengambil makanan di dasar wadah, oleh karena itu, larva Ae. aegypti
disebut pemakan makanan di dasar (bottom feeder). Makanan larva berupa alga,
protozoa, bakteri, dan spora jamur. Pada saat larva mengambil oksigen dari udara,
larva menempatkan corong udara (siphon) pada permukaan air seolah-olah badan
larva berada pada posisi membentuk sudut dengan permukaan air (Ashadi, 1990
dalam Setyowati, 2013).
Larva jantan berkembang lebih cepat daripada betina, sehingga lebih cepat
berubah menjadi menjadi kepompong.
Ini juga wajib menjadi perhatikan: Jika suhu dingin, larva Aedes aegypti dapat
bertahan selama berbulan-bulan selama pasokan air memadai. Pastikan tidak ada
pasokan air untuk perkembangan larva di sekitar Anda.
Pupa
Larva instar IV akan berubah menjadi pupa yang berbentuk bulat gemuk
menyerupai tanda koma. Tubuh pupa terdiri dari sefalo thorax dan abdomen.
Mempunyai corong pernafasan yang digunakan untuk bernafas pada thorax. Pada
pupa terdapat kantong udara yang terletak diantara bakal sayap nyamuk dewasa
dan terdapat sepasang sayap pengayuh yang saling menutupi sehingga
memungkinkan pupa untuk menyelam cepat dan mengadakan serangkaian
jungkiran sebagai reaksi terhadap rangsangan (Hendratno, 2003)
Pupa Setelah instar keempat, larva memasuki tahap pupa. Pupa dapat
berpindah-pindah tempat dan menanggapi rangsangan.
Pupa tidak perlu makan dan memakan waktu sekitar dua hari untuk berkembang
dan keluar menjadi nyamuk.
Nyamuk dewasa
Segera setelah muncul, nyamuk dewasa akan kawin dan nyamuk betina yang
sudah dibuahi akan mengisap darah dalam 24-36 jam. Darah merupakan sumber
protein yang esensial untuk mematangkan telur.
Secara umum nyamuk Ae. aegypti dewasa mempunyai ciri-ciri yang terdapat pada
gambar meliputi:
(Aedes aegypti jika dilihat dari gambar mempunyai perbedaan pada Mesonotum
yaitu Aedes aegypti mempunyaigambaran punggung berbentuk garis seperti lyre
dengan duagaris lengkung dan dua garis lurus putih, sedangkan Aedesalbopictus
hanya mempunyai satu strip putih pada Mesonotum.)
(Anterior kaki Aedes aegypti bagian femur kaki tengah terdapatstrip putih
memanjang sedangkan Aedes albopictus tanpa stripputih memanjang.)
1) Kepala
Pada bagian kepala terdapat pula probosis yang pada nyamuk betina berfungsi
untuk menghisap darah, sementara pada nyamuk jantan berfungsi untuk
menghisap bunga. Terdapat pula palpus maksilaris yang terdiri dari 4 ruas yang
berujung hitam dengan sisik berwarna putih keperakan. Pada palpus maksilaris
Ae. aegypti tidak tampak tanda-tanda pembesaran, ukuran palpus maksilaris ini
lebih pendek dibandingkan dengan probosis. Sepanjang antena terdapat
diantara sepasang dua bola mata, yang pada nyamuk jantan berbulu lebat
(Plumose) dan pada nyamuk betina berbulu jarang (pilose) (Sudarto, 1972).
2) Dada
Bagian dada nyamuk Ae. aegypti agak membongkok dan terdapat scutelum
yang berbentuk tiga lobus. Bagian dada ini kaku, ditutupi oleh scutum pada
punggung (dorsal), berwarna gelap keabu-abuan yang ditandai dengan 16
bentukan menyerupai huruf “Y” yang ditengahnya terdapat sepasang garis
membujur berwarna putih keperakan. Pada bagian dada ini terdapat dua macam
sayap, sepasang sayap kuat pada bagian mesotorak dan sepasang sayap
pengimbang (halter) pada metatorak. Pada sayap terdapat saluran trachea
longitudinal yang terdiri dari chitin yang disebut venasi. Venasi pada Aedes
aegypti terdiri dari vena costa, vena subcosta, dab vena longitudinal. Terdapat
tiga pasang kaki yang masing-masing terdiri dari coxae, trochanter, femur, tibia
dan lima tarsus yang berakhir sebagai cakar. Pada pembatas antara prothorax
dan mesothorax, diantara mesothorax dengan metathorax terdapat stigma yang
merupakan alat pernafasan (Gubler, 2014).
3) Perut
Bagian perut nyamuk Ae. aegypti berbentuk panjang ramping, tetapi pada
nyamuk gravid (kenyang) perut mengembang. Perut terdiri dari sepuluh ruas,
dengan ruas terakhir menjadi alat kelamin. Pada nyamuk betina alat kelamin
disebut cerci sedang pada nyamuk jantan alat kelamin disebut hypopigidium.
Bagian dorsal perut Ae. aegypti berwarna hitam bergaris-garis putih, sedang
pada bagian ventral serta lateral berwarna hitam dengan bintik-bintik putih
keperakan (Borror et al, 1996).
Ae. aegypti dewasa berukuran kecil dengan warna dasar hitam. Bagian
dada, perut, dan kaki terdapat bercak-bercak putih yang dapat dilihat dengan mata
Telanjang (Widya, 2006).
Setelah keluar dari selongsong pupa, nyamuk dewasa yang baru keluar dari
pupa akan beristirahat dalam waktu singkat untuk mengeringkan sayap dan badan
sebelum terbang. Nyamuk jantan akan muncul sekitar satu hari sebelum
kemunculan nyamuk betina. Nyamuk jantan akan menetap di dekat tempat
perindukan. Nyamuk betina dewasa menghisap darah sebagai makanannya,
sedangkan nyamuk jantan hanya makan cairan buah-buahan dan bunga. Setelah
berkopulasi, nyamuk betina menghisap darah dan tiga hari kemudian akan bertelur
sebanyak kurang lebih 100 butir. Nyamuk akan menghisap darah lagi. Nyamuk
dapat hidup dengan baik pada suhu 24 o C – 39 oC dan akan mati bila berada
pada suhu 6 oC dalam 24 jam. Nyamuk dapat hidup pada suhu 7 oC – 9 oC. Rata-
rata lama hidup nyamuk betina Ae. aegypti selama 10 hari (Poorwosudaemo,
1993).
Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi hingga siang
hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk
betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan
protein, antara lain prostaglandin, yang diperlukannya untuk bertelur. Nyamuk
jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh sumber energi dari nektar
bunga ataupun tumbuhan. Hali ini menyebabkan penularan penyakit dilakukan
oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah.
Perilaku makan
Ae. aegypti sangat antropofilik, walaupun ia juga bisa makan dari hewan
berdarah panas lainnya. Sebagai hewan diunral, nyamuk betina memiliki dua
periode aktivitas menggigit, pertama di pagi hari selama beberapa jam setelah
matahari terbit dan sore hari selama beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas
menggigit yang sebenarnya dapat beragam bergantung lokasi dan musim. Jika
masa makannya terganggu, Ae. aegypti dapat menggigit lebih dari satu orang.
Perilaku ini semakin memperbesar efesiensi penyebaran epidemi. Dengan
demikian, bukan hal yang luar biasa jika beberapa anggota keluarga yang sama
mengalami awitan penyakit yang terjadi dalam 24 jam, memperlihatkan bahwa
mereka terinfeksi nyamuk infektif yang sama. Ae. aegypti biasanya tidak
menggigit di malam hari, tetapi akan menggigit saat malam di kamar yang terang.
Nyamuk Ae. aegypti betina memiliki kebiasaan menghisap darah pada pagi dan
sore hari yaitu antara pukul 08.00 hingga 12.00 dan 15.00 hingga 17.00. Nyamuk
ini lebih banyak menggigit di dalam rumah daripada si luar rumah. Jenis darah
yang disukai oleh nyamuk ini ialah darah manusia (Sekar Sari, 2010; Soegijanto,
2006).
Menurut Depkes RI (1998), waktu nyamuk mulai mengisap darah sampai telur
dikeluarkan, biasanya bervariasi antara 3-4 hari jangka waktu tersebut disebut
dengan satu siklus gonotropik (gonotropic cycle). Nyamuk betina ini mempunyai
kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus
gonotropik yang bertujuan untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Namun
nyamuk betina ini bersifat antropofilik yaitu lebih menyukai darah manusia
dibandingkan darah hewan.
Perilaku istirahat
Setelah kenyang mengisap darah, nyamuk betina perlu beristirahat sekitar 2-
3 hari untuk mematangkan telur. Ae. aegypti suka beristirahat di tempat yang
gelap, lembap, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk di
kamar timur, kamar mandi, kamar kecil, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang
ditemukan di luar rumah, di tumbuhan, atau di tempat terlindung lainnya. Di
dalam ruangan, permukaan istirahat yang mereka suka adalah di bawah furnitur,
benda yang tergantung seperti baju dan korden, serta di dinding. Nyamuk betina
biasanya beristirahat di tempat-tempat dengan vegetasi yang padat, lubang-lubang
pohon, kandang hewan, atau bebatuan selama 2 sampai 4 hari hingga telur
berkembang secara utuh. Setelah itu nyamuk betina akan terbang dari tempat
peristirahatannya pada sore atau malam hari untuk mencari tempat untuk
meletakkan telur, kemudian nyamuk betina akan menghisap darah lagi untuk
mengulang siklus (Achmadi, 2011).
Jarak terbang
Lama hidup
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata-rata lama hidup hanya delapan
hari. Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih panjang, risiko
penyebaran virus semakin besar. Dengan demikian, diperlukan lebih banyak
penelitian untuk mengkaji survival alami Ae. aegypti dalam berbagai kondisi
lingkungan.
E. Breeding Place dan Bionomik Nyamuk Dewasa
Tempat perindukan utama Ae. aegypti adalah tempat – tempat berisi air bersih
yang berdekatan dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500
meter dari rumah. Ae. aegypti hidup di daerah pemukiman dan berkembang biak
pada genangan air bersih buatan manusia (man made breeding place). Adapun
tempat perindukannya dibedakan menjadi: 1. Tempat perindukan sementara yaitu
kaleng bekas, ban bekas, talang air, vas bunga, dan barang-barang yang dapat
menampung air bersih. 2. Tempat perindukan permanen ialah tempat yang
merupakan penampungan air untuk keperluan rumah tangga seperti bak mandi,
gentong air, bak penampungan air hujan, dan reservoir air. 3. Tempat perindukan
alamiah berupa genangan air yang terdapat pada lubang – lubang pohon
(Ishartadiati, 2012). Dapat juga terdapat di ketiak daun, pelepah tanaman (Rosa,
2007).
Pergeseran perilaku juga mulai ditemukan pada air dengan campuran feses
hewan ayam dan sapi, dimana nyamuk juga suka berkembang biak (Hadi dkk,
2012). Selain itu ,tanaman juga berpotensi sebagai tempat berkembang biak,
tanaman ini dikenal dengan sebutan “phytotelmata”, contohnya lubang bambu,
ketiak daun, temputung kelapa, daun kering dan lebar yang jatuh di tanah (Rosa
dkk, 2017). Hadi dkk (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa aktivitas
menggigit nyamuk Aedes tidak hanya di siang hari (diurnal) jam 08.00-09.00 sore
16.00-19.00 tetapi juga malam hari (nokturnal) bahkan di pagi hari jam 05.50
masih ditemukan Aedes. Kepadatan melimpah hingga jam 23.50 malam kemudian
menurun dengan larutnya.
a) Faktor fisik
1) Suhu
Lama perkembangan dan kematian larva Ae. aegypti sangat dipengaruhi oleh
suhu. Pada suhu yang rendah, perkembangan larva akan memerlukan waktu
hingga menjadi dewasa (WHO/SEARO, 1998). Temperatur optimum untuk
perkembangan larva adalah 25 0C- 30 0C.
Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Di luar
kisaran suhu tersebut, serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Pada
O
umumnya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 15 C, suhu
O O
optimum 25 C, dan suhu maksimum 45 C (Jumar, 2000). Menurut
Yudhastuti, dkk (2005), dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum untuk
pertumbuhan nyamuk adalah 25 OC – 27 OC dan pertumbuhan nyamuk akan
berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10 OC atau lebih dari 40 OC.
2) Kelembaban
Kelembaban udara dapat juga dijadikan sebagai salah satu acuan untuk
melakukan pemberantasan terhadap nyamuk yang masih dalam tahap larva.
Hal ini karena kelembaban juga dapat mempengaruhi kecepatan perkembang -
biakan, kebiasaan menggigit dan istirahat nyamuk. Kelembaban udara
bergantung pada musim yang sedang berlangsung, baik itu pada musim hujan
maupun musim kemarau. Vegetasi yang terdapat di sekitar tempat pengukuran
juga mempengaruhi nilai kelembaban udara (Emamaiyanti, dkk., 2010).
3) Curah Hujan
a. jenis vektor
b. derasnya hujan
c. jenis tempat perindukan.
Hujan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan nyamuk akan lebih
sering bertelur dan tentunya akan lebih banyak individu nyamuk dihasilkan.
Adanya curah hujan yang tinggi menyebabkan banyaknya genangan yang
dapat menjadi tempat perindukan nyamuk (Fakhira, 2011). Menurut Azhari
(2014), bahwa curah hujan pada kisaran 140 mm dapat menghambat
perkembangbiakan pada larva nyamuk, sedangkan pada penelitian Arifin, dkk
(2013) curah hujan pada kisaran 310 mm dan 575 mm tidak mendukung
kehidupan larva Ae. aegypti.
4) Ketinggian
b) Lingkungan Biotik
Tumbuhan atau tanaman air seperti ganggang dapat mempengaruhi
kehidupan larva nyamuk, karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk
atau melindungi dari serangan serangga lain (Damar, 2004). Tumbuhan juga
menyediakan kebutuhan oksigen yang sangat diperlukan oleh larva terkait
proses respirasinya. Oksigen yang di hasilkan oleh tumbuhan merupakan hasil
dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan (Emamiyanti, dkk.,
2010). Selain itu kelangsungan hidup larva nyamuk dipengaruhi oleh
ketersedian makanan dan kepadatan larva dalam wadah (WHO/ SEARO,
1998).
Pengendalian nyamuk secara alami juga dilakukan dalam proses biologis,
antara lain beberapa jenis predator, seperti ikan yang dapat memakan larva
nyamuk yang hidup di kolam maupun sungai yang dapat digunakan sebagai
tempat perindukan. Hal ini sesuai dengan ekologi pada larva nyamuk yang
berkaitan erat dengan proses rantai makanan yang ada, dimana larva nyamuk
merupakan konsumen primer yang akan dimangsa oleh konsumen sekunder
yang kehadirannya sangat penting dalam keseimbangan ekosistem (Fatma ,
2000).
c) Lingkungan Kimia
Diketahui bahwa pH, kebutuhan oksigen, oksigen terlarut, dan karbon
dioksida yang terkandung dalam air dapat mempengaruhi proses
perkembangbiakan nyamuk (Damar, 2004). Masing – masing jenis nyamuk
memiliki toleransi terhadap nilai pH yang berbeda-beda. pH merupakan satuan
nilai yang menentukan kondisi asam basa. Kondisi asam basa banyak
dipengaruhi oleh jenis lingkungan yang ada. Hal ini menyebabkan terjadinya
perbedaan nilai pH dari tiap-tiap tempat perindukan nyamuk yang dipengaruhi
oleh perbedaan lingkungan. Oksigen terlarut pada air di tempat perindukan
diketahui dapat mencukupi kebutuhan oksigen larva nyamuk Aedes sp dengan
nilai 4,3 mg/l. Kadar oksigen terlarut dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis
yang ada diperairan tersebut dan hal ini sangat dipengaruhi oleh tipe
vegetasinya (Emamaiyanti, dkk., 2010).
Virus penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan jenis virus yang
dapat diwariskan kepada generasi nyamuk selanjutnya. Larva nyamuk yang
berasal dari induk yang positif terinfeksi dengan dua serotype virus akan
mewariskan dua serotype virus juga sehingga larva juga akan berperan sebagai
vektor virus saat sudah mencapai tahap dewasa yang dapat menginfeksi inangnya
dan menimbulkan penyakit (Rosa, et al., 2015)
Nyamuk Ae. aegypti mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah
orang yang sakit demam berdarah dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya
terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus
dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue
berada dalam darah selama 4-7 hari, mulai 1-2 hari sebelum demam (Lestari,
2007).
Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut
terisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak
diri didalam tubuh nyamuk. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita,
nyamuk tersebut siap untuk menularkan virus kepada orang lain (masa inkubasi
ekstrinsik). Oleh karena itu, nyamuk Ae. aegypti yang telah mengandung virus
dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi
karena, setiap kali nyamuk menggigit, sebelum mengisap darah akan
mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya agar darah yang diisap tidak
membeku, dan virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Depkes,
2005).
Penyakit DBD dapat menyerang anak – anak termasuk bayi serta orang dewasa,
dengan gejala klinis antara lain demam tinggi pada penderita selama 2-7 hari,
diikuti bintik merah (petechia) di kulit yang biasanya diawali dengan pendarahan
pada penderita. Gejala selanjutnya diikuti dengan hepatomegali, dan kegagalan
peredaran darah bahkan dapat menyebabkan kematian karena mengalami
syndrome syok (Hoedojo dan Zulhasril, 1998)
2. Filariasis Wuchereria bancrofti
3. Chikungunya
4. Zika
5. Yellow fever
Demam kuning disebabkan oleh virus yang berasal dari genus Flavivirus, dan
disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Jenis nyamuk ini berkembang di
lingkungan sekitar manusia. Bahkan, nyamuk Aedes aegypti juga berkembang
biak di air bersih.
Nyamuk Aedes aegypti membawa virus demam kuning setelah menggigit manusia
atau monyet yang sedang terinfeksi. Virus kemudian memasuki aliran darah
nyamuk dan menetap di kelenjar air liur (saliva) nyamuk. Ketika nyamuk itu
kembali menggigit orang lain, virus akan memasuki tubuh orang tersebut melalui
aliran darah dan menyebar di dalam tubuh.
Manusia tertular melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang infektif, virus masuk
ke dalam kulit manusia mencari kelenjar limfa yang terdekat, berkembang biak
disana, lalu masuk ke dalam peredaran darah kemudian tersebar ke seluruh tubuh,
hati, ginjal, limpa, sumsum tulang dan kelenjar getah bening lainnya. Karena
terjadi kerusakan pada hati maka timbul gejala ikterus (mata dan kulit kuning) dan
juga karena terjadi kerusakan pada pembuluh darah timbul perdarahan pada
hidung, mulut, anus, di bawah kulit dan lain-lain. Masa tunas kira-kira 3 – 6 hari,
tiba-tiba penderita demam tinggi, menggigil, sakit kepala, sakit punggung dan
muntah-muntah. Beberapa hari kemudian dapat terjadi gejala yang berat yaitu
muntah yang berwarna hitam yang disebabkan adanya perdarahan di lambung
yang dapat menyebabkan penderita meninggal.
TIPE INTERMEDIATE
a. Virus dapat ditularkan dari monyet ke manusia atau dari manusia ke manusia
melalui nyamuk
b. Tipe ini paling sering terjadi di Afrika
TIPE PERKOTAAN
a. Pengasapan (Fogging)
Pengasapan atau fogging dengan menggunakan jenisinsektisida misalnya,
golongan organophospat atau pyrethroid synthetic (Supartha, 2008).
Contohnya, malathion dan fenthoin,dosis yang dipakai adalah 1 liter malathion
95% EC + 3 liter solar.Pengasapan dilakukan pada pagi antara jam 07.00-10.00
dansore antara jam 15.00-17.00 secara serempak (Depkes RI,2004).
Penyemprotan dilakukan dua siklus dengan interval 1minggu. Pada
penyemprotan pertama, semua nyamuk yangmengandung virus dengue
(nyamuk infentif) dan nyamuk lainnyaakan mati. Penyemprotan kedua
bertujuan agar nyamuk baruyang infektif akan terbasmi sebelum sempat
menularkan kepadaorang lain. Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan
dapatmembatasi penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikutidengan
pemberantasan terhadap jentiknya agar populasinyamuk penular dapat tetap
ditekan serendah – rendahnya(Chahaya, 2005).
b. Repelen
Repelen yaitu bahan kimia atau non-kimia yang berkhasiat mengganggu
kemampuan insekta untuk mengenal bahan atraktan dari hewan atau manusia.
Dengan kata lain, bahan ituberkhasiat mencegah nyamuk hinggap dan
menggigit. Bahantersebut memblokir fungsi sensori pada nyamuk. Jika
digunakandengan benar, repelen nyamuk bermanfaat untuk
memberikanperlindungan pada individu pemakainya dari gigitan
nyamukselama jangka waktu tertentu (Kardinan, 2007). Nyamuk
dalammengincar mangsanya lebih mengandalkan daya cium danpanas tubuh
calon korbannya. Daya penciuman itulah yangmenjadi target dalam menghalau
nyamuk (Diah, 2008).
Salah satu cara yang lebih ramah lingkungan adalahmemanfaatkan tanaman
anti nyamuk (insektisida hidup pengusirnyamuk). Tanaman hidup pengusir
nyamuk adalah jenis tanamanyang dalam kondisi hidup mampu menghalau
nyamuk. Carapenempatan tanaman ini bisa diletakkan di sudut-sudut
ruangandalam rumah, sebagai media untuk mengusir nyamuk. Jumlah tanaman
dalam ruangan tergantung luas ruangan. Sementara,untuk penempatan diluar
rumah/pekarangan sebaiknyadiletakkan dekat pintu, jendela atau lubang udara
lainnya,sehingga aroma tanaman terbawa angin masuk ke dalamruangan.
Contoh tanaman anti nyamuk yang gampang ditemuiantara lain: Tembelekan
(Lantana camera L), Bunga Tahi Ayamatau Tahi Kotok (Tagetes patula ),
Karanyam (Geranium spp ),Sereh Wangi (Andropogonnardus/Cymbopogon
nardus ), Selasih(Ocimum spp ), Suren (Toona sureni, Merr ), Zodia
(Evodiasuaveolens, Scheff ), Geranium (Geraniumhomeanum, Turez )dan
Lavender (Lavandula latifolia,Chaix ) (Diah, 2008).
c. Teknik Serangga Mandul (TSM)
Radiasi dapat dimanfaatkan untuk pengendalian vektoryaitu untuk membunuh
secara langsung dengan teknikdesinfestasi radiasi dan membunuh secara tidak
langsung yanglebih dikenal dengan Teknik Serangga Mandul (TSM), yaitu
suatuteknik pengendalian vektor yang potensial, ramah lingkungan,efektif,
spesies spesifik dan kompatibel dengan teknik lain.Prinsip dasar TSM sangat
sederhana, yaitu membunuh seranggadengan serangga itu sendiri (autocidal
technique). Teknik JantanMandul atau TJM merupakan teknik pemberantasan
seranggadengan jalan memandulkan serangga jantan. Radiasi
untukpemandulan ini dapat menggunakan sinar gamma, sinar X atauneutron,
namun dari ketiga sinar tersebut yang umum digunakanadalah sinar gamma
(Nurhayati, 2005).
2. Pemberantasan jentik
a. Fisik
Cara ini dilakukan dengan menghilangkan ataumengurangi tempat-tempat
perindukkan. Pemberantasan SarangNyamuk (PSN) yang pada dasarnya ialah
pemberantasan jentikatau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang
biak. PSNini dapat dilakukan dengan (Chahaya, 2011) :
1) Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampunganair sekurang-
kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukandengan pertimbangan bahwa
perkembangan telur menjadinyamuk selama 7-10 hari.
2) Menutup rapat tempat penampungan air sepertitempayan, drum dan tempat
air lain.
3) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burungsekurang-
kurangnya seminggu sekali.
4) Membersihkan pekarangan dan halaman rumah daribarang-barang bekas
seperti kaleng bekas dan botolpecah sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.
5) Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan lubangpohon dengan tanah.
6) Membersihkan air yang tergenang diatap rumah.
7) Memelihara ikan.
b. Kimia
Larva Aedes aegypti mampu mengubah P=S menjadi P=Oester labih cepat
dibandingkan lalat rumah, begitu pula penetrasiabate ke dalam larva berlangsung
sangat cepat dimana lebih dari99% abate dalam medium diabsorpsi dalam waktu
satu jamsetelah perlakuan. Setelah diabsorpsi, abate diubah menjadiproduk-
produk metabolisme, sebagian dari produk metaboliktersebut diekskresikan ke
dalam air (Fahmi, 2006).
c. Biologi
Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html
b. Head Lateral
Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html
c. Thorax Dorsal
Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html
d. Thorax Lateral
Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html
e. Wing Dorsal
Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html
f. Abdomen Dorsal
Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html
g. Abdomen Lateral
Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html
h. Hindleg
Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html
i. Hindtarsi
Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html
j. Foreleg
Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html
k. Midleg
Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html
D. Siklus Hidup
1) Telur
Kehidupan nyamuk Ae. albopictus dimulai dari telur yang
diletakkan pada dinding dekat permukaan air. Perletakan dapat
terjadi kira-kira 4 sampai 5 hari sesudah kawin atau 7 hari sesudah
menghisap darah pada suhu 21ºC dan 3 hari pada suhu 28ºC. Pada
Ae. albopictus betina perkawinan dapat terjadi sebelum atau segera
sesudah menghisap darah.
Perletakan telur Ae. albopictus sama seperti Ae. aegypti yaitu
pada wadah-wadah berair dengan permukaan yang kasar dan warna
yang gelap, diletakkan satu-satu di dinding dekat permukaan air.
Jumlah telur yang diletakkan seekor nyamuk Ae. albopictus betina
rata-rata 62,4 butir, pada sebuah pengamatan diketahui, dari 50
ekor Aedes albopictus betina meletakkan 4.478 butir telur.
Setiap ekor betina meletakkan telur antara 2 sampai 8
kelompok. Berarti seekor Ae. albopictus betina rata-rata dapat
bertelur kira-kira 89 butir. Telur Aedes Sp umumnya tahan sampai
berbulan-bulan dengan pengeringan dan menetas beberapa saat
setelah kontak dengan air. Kelembaban yang terlampau rendah
dapat menyebabkan telur menetas. Telur akan menetas dalam
waktu satu sampai 48 jam pada temperatur 23 sampai 27ºC dan
pada pengeringan biasanya telur akan menetas segera setelah
kontak dengan air. Sedangkan untuk mendapatkan jumlah
penetasan telur Ae. albopictus yang paling tinggi adalah dengan
perlakuan didiamkan selama 2 hari dalam air sesudah bertelur
kemudian dikeringkan selama 5 hari. Proses menetas terjadi pada
ujung tumpul yang dimulai dengan terjadinya sobekan melintang
dan dengan dorongan kepala bagian tumpul tersebut akan terlepas
(Boesri, 2011).
2) Larva
Larva umumnya mempunyai masa hidup rata-rata 6-8 hari,
dengan perincian masa instar berkisar kira-kira yaitu (Boesri,
2011):
Instar I antara 1-2 hari
Instar II antara 2-3 hari
Instar III antara 2-3 hari
Instar IV sampai menjadi pupa rata-rata selama 3 hari.
Secara umum pada suhu optimum 21-25ºC masa larva berkisar
antara 10-12 hari sedangkan pada pada suhu 23-27ºC pada 6-8 hari.
Tempat-tempat penampungan air baik yang terjadi secara
alami maupun buatan manusia yang pernah ditemui adanya larva
Ae. albopictus antara lain adalah seperti tempat penampungan air
bersih pada bak mandi dan drum atau tempayan, tempat-tempat
tertampungnya air hujan pada bambu yang terpotong, kaleng bekas,
botol pecah atau ban bekas, keramik, jambangan bunga, perangkap
semut, dan dapat juga pada ketiak daun. Kadang-kadang larva
masih dijumpai hidup pada air jernih yang sedikit/ tidak ada
kemungkinan mengandung makanan (Boesri, 2011).
3) Pupa
Pupa biasanya mempunyai masa hidup sampai menjadi dewasa
antara 1 sampai 2 hari atau pada suhu kamar berkisar antara 1
sampai 3 hari. Pupa jantan dan betina dibedakan dari ukurannya
yaitu pupa betina lebih besar dari yang jantan. Pupa yang baru
berwarna pucat lalu menjadi coklat dan kemudian berwarna hitam
menjelang menjadi dewasa (Boesri, 2011).
4) Nyamuk Dewasa
Nyamuk Ae. albopictus dewasa yang betina berumur antara
12-40 hari dan yang jantan antara 10-22 hari. Pada suhu 20ºC
dengan kelembaban nisbi 27% nyamuk betina Ae. albopictus dapat
hidup selama 101 hari dan yang jantan selama 35 hari. Pada
kelembaban nisbi 55% yang betina dapat hidup 88 hari dan yang
jantan selama 50 hari. Dengan kelembaban nisbi 85% nyamuk
betina dapat bertahan 104 hari dan yang jantan selama 68 hari.
Tanpa dengan makan darah yang betina dapat hidup maksimal
selama 104 hari dan jika dengan makan darah dapat hidup
maksimal selama 122 hari (Boesri, 2011).
Boesri, H. (2011). Biologi Dan Peranan Aedes Albopictus (Skuse) 1894 Sebagai
Penular Penyakit. Aspirator Journal of Vector-Borne Diseases, 3(2), 117–
125.
CDC ( Centre for Disease control and Prevention ). (2012). Dengue and the Aedes
albopictus mosquito. Atlanta, GA Centers for Disease Control and
Prevention, National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases,
Division of Vector-borne Diseases Dengue Branch. Retrieved from
https://www.cdc.gov/dengue/resources/30Jan2012/albopictusfactsheet.pdf
%5Cnwww.cdc.gov/dengue/resources/30Jan2012/albopictusfactsheet.pdf
Fallis, A. . (2013). 済無 No Title No Title. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Natalia, L. S., Nurfaizah, Permana, R. S., Rachmadini, A., & Mumfangatin, I.
(2015). Tugas Terstruktur Penendalian Vektor Epidemiologi Pengendalian
Nyamuk Aedes.
Anopheles aconitus
Indriyani Agus S. (6411417021)
2. Pengendalian Vektor
Kontrol vektor malaria ini dimaksudkan untuk melindungi individu
terhadap gigitan nyamuk yang infektif, menurunkan populasi nyamuk,
mencegah vektor menjadi infektif dan pada tingkat masyarakat
berguna untuk mengurangi intensitas transmisi malaria secara local.
Pengendalian vektor malaria dilaksanakan berdasarkan
pertimbangan, Rasioanal, Efektif, Efisiensi, Sustainable, dan
Acceptable yang sering disingkat RESSA yaitu :
a. Rational
Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan
memang terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya
memenuhi criteria yang ditetapkan, antara lain : Wilayah
pembebasan : desa dan ditemukan penderita indegenius dan
wilayah pemberantasan PR > 3% .
b. Effective
Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian
vektor atau kombinasi dua metode yang saling menunjang dan
metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau
menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data
epidemiologi dan Laporan masyarakat.
c. Sustainable
Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus
dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat
penularan tertentu dan hasil yang sudah di capai harus dapat
dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah,
antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita.
d. Acceptable
Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung
oleh masyarakat setempat.
Phylum : Arthropoda
Classis : Hexapoda / Insecta
Sub Classis : Pterigota
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Sub Famili : Anophellinae
Genus : Anopheles
Spesies : Anopheles Maculatus
Nyamuk Anopheles Maculatus merupakan vektor malaria di berbagai
daerah di Indonesia seperti Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta, terkonsentrasi di kawasan Bukit Menoreh yaitu Kabupaten
Magelang, Purworejo, dan Kulon Progo (Barcus et al, 2002), Sumatera,
Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur (Gunawan, 1999). Nyamuk An.
maculatus merupakan vektor malaria di Jawa Tengah, selain An
balabacensis dan An. aconitus. Berbagai upaya pengendalian sudah
dilakukan di wilayah tersebut akan tetapi penularan malaria masih tetap
terjadi dari tahun ke tahun (Dinkes Prop. Jawa Tengah, 2000). Pada tahun
2005 penderita malaria di Jawa Tengah sebanyak 2590 kasus (angka
kesakitan malaria 0,08 per 1000 penduduk). Penderita malaria sampai
dengan September 2006 ditemukan sebanyak 1.566 orang (angka
kesakitan 0,047 per 1000 penduduk). Proporsi penderita malaria import
dari tahun 2000-2006 terjadi kecenderungan meningkat, antara lain dari
1 ,81 % pada tahun 2000 menjadi 38% pada tahun 2006. Angka kesakitan
malaria tahun 2005 menurun secara bermakna (60%) dibandingkan dengan
tahun 2004 atau menurun 96,6% dari tahun 2000. Jumlah desa HCI
malaria menurun dari 424 desa pada tahun 2002 menjadi 277 desa pada
tahun 2005.penurunan kasus ini merupakan hasil upaya pemberantasan
malaria secara komprehensif yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah
bersama masyarakat melalui gerakan pemberantasan kembali malaria
(Gebrak Malaria) yang telah dicanangkan sejak tahun 2000 di mana pada
sat itu mempakan puncak kasus malaria tertinggi (Budihardja, 2006).
B. Bionomik Anopheles Maculatus
An. maculatus dilaporkan sebagai spesies kompleks berdasarkan studi
kromosom politen dan kromosom mitotik. Rattanarithikul dan Green, 1986
melaporkan bahwa An.maculatus terdistribusi di berbagai negara seperti
Bangladesh, Uyanniar, Chica, India, Indonesia, Kamboja, Malaysia,
Nepal, Pakistan, Srilanka, Taiwan, Thailand, dan Vietnam (Subbarao,
1998). Nyamuk Anopheles maculatus merupakan vektor malaria di
berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta, Sumatera, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur (Gunawan,
1 999). An.maculatus adalah spesies nyamuk yang sudah dinyatakan
sebagai vektor malaria di beberapa daerah pegunungan yang endemis
malaria di Jawa Tengah (Purworejo, Wonosobo, Banjamegara). Daerah
lstimewa Yogyakarta (Kulonprogo ), dan Jawa Timur (Kediri) (Namru-2,
1997; Sundararaman et al., 1957). Spesies ini juga sudah dinyatakan
sebagai vektor filariasis Wuchereria bancrofti di Kecamatan Tanjung
Bunga, Kabupaten Flores Timur (Barodji, et al., 2003).
a. Penyebaran Anopheles Maculatus di beberapa daerah di Indonesia
Di Indonesia penyebaran An.maculatus sangat luas, spesies ini
ditemukan baik di daerah pantai sampai ke pedalaman dan di pegunungan
(Barodji, et al., 2001; Handayani & Darwin, 2005). Di Kabupaten Flores
Timur, An maculatus ditemukan di desa-desa sepanjang pantai Teluk
Hading, Kecamatan Tanjung Bunga dan di pedalaman di Kecamatan Boru
(Barodji et al., 1993). Di Jawa, An maculatus ditemukan di desa-desa yang
terletak dipegunungan seperti kawasan Bukit Menoreh (Handayani dan
Darwin, 2005; Barodji et aL 1993), di Kecamatan Borobudur (Boesri et
al., 2003) dan Srumbung, Kabupaten Magelang (Boewono dan rustiyanto,
2005). Di daerah endemis malaria bagian utara Jawa Tengah, An
maculatus ditemukan di Kabupaten Jepara dan Pekalongan (Barodji et al,
1992; Barodji et al, 2001 ).
Kemudian nyamuk Anopheles Maculatus menggigit pukul 24.00 WIB
(00.00 – 04.00 WIB). Penyebaran spesies ini di Indonesia sangat luas,
kecuali di Maluku dan Irian. Spesies ini terdapat didaerah pengunungan
sampai ketinggian 1600 meter diatas permukaan air laut. Jentik ditemukan
pada air yang jernih dan banyak kena sinar matahari.
b. Siklus hidup dan tempat berkembang biak
DAFTAR PUSTAKA
1. TAKSONOMI
Pada susunan taksonomi, nyamuk An. sundaicus, termasuk filum
Anthropoda, kelas Insekta, ordo Diptera, dan famili Anophelinae.
Klasifikasi An. sundaicus secara keseluruhan adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Famili : Anophelinae
Genus : Anopheles
Subgenus : Cellia
Spesies : Anopheles sundaicus Rodenwalt ( Linton et al,
2001)
2. DISTRIBUSI
Di Asia Tenggara, An. sundaicus telah banyak diketahui karena
tersebar luas di seluruh Asia Tenggara meliputi wilayah pesisir. Ekologi,
perilaku dan kapasitas vektorial An. sundaicus telah banyak dijelaskan
untuk populasi di Indonesia, Myanmar, Malaysia,Vietnam, Thailand, dan
Kamboja.
An. sundaicus merupakan vektor malaria utama di Indonesia.
Distribusi An. sundaicus telah dilaporkan di seluruh pulau di Indonesia,
kecuali Papua. Lebih banyak daerah melaporkan keberadaan An.
sundaicus di Indonesia bagian barat. Berikut peta distribusi An. sundaicus
di Indonesia :
3. MORFOLOGI
An. sundaicus dewasa mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut, pada
bagian kepala, palpus berwarna coklat kehitaman dengan 3 gelang. Pada
bagian sayap, costa dan urat sayap kesatu terdapat 4 atau lebih noda-noda
hitam. Pada bagian kepala terdapat palpus yang ujungnya berwarna putih
yang sama panjang dengan warna hitam (Tatontos et al, 2009). Pada
bagian kaki belakang, femur, tibia dan tarsus terdapat bintik-bintik pucat.
Pada bagian tarsus kelima berwarna gelap (Linton et al, 2001). An.
sundaicus dewasa jantan dan betina dapat terlihat jelas pada bagian
proboscisnya. An. sundaicus jantan memiliki proboscis lebih panjang
dan memiliki antena berbulu lebat sedangkan An. sundaicus betina
proboscisnya kecil dan lurus serta memiliki antenna yang berbulu sedikit
( Linton et al, 2001). Visualisasi ciri morfologi An. sundaicus dewasa
berdasarkan Walter Reed Biosystematics Unit (2014) dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
(Head-lateral)
(Head dorsal)
(Thorax-dorsal)
(Thorax lateral)
(Wing-dorsal)
(Abdomen-lateral)
(Abdomen-dorsal)
(Hindtarsi)
(Kaki belakang)
Ciri utama subgenus Cellia adalah pada urat sayap pertama atau
Costa terdapat empat noda pucat atau lebih (Reid, 1968).
4. SIKLUS HIDUP
Nyamuk An. sundaicus mengalami metamorfosis sempurna dengan
4 stadium yaitu telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa (imago). Tempat
perindukan An. sundaicus terdiri dari genangan air dengan tingkat salinitas
yang berbeda-beda. Larva An. sundaicus mempunyai sifat lebih toleran
terhadap salinitas yang lebih tinggi karena memiliki mekanisme yang
dapat menetralisir tekanan osmotik di dalam hemolimfe (Ernamaiyanti et
al, 2010 ; Sinka et al, 2011).
An. sundaicus merupakan salah satu dari 20 Anopheles
yang berperan sebagai vektor malaria di Indonesia. Habitat nyamuk An.
sundaicus di sepanjang pantai dan berkembang biak pada lagun, bekas
tambak-tambak, bekas galian pasir dekat pantai, tempat terbuka dan
terkena sinar matahari langsung. Jentik An. sundaicus berlindung pada
tanaman air (Tatontos et al, 2009 ; Ernamaiyanti et al, 2010).
Jumlah telur yang dihasilkan oleh setiap ekor nyamuk betina rata-
rata 38 butir dengan jumlah maksimum 117 butir.Jumlah nyamuk jantan
dan nyamuk betina yang menetas dari sekelompok telur pada umumnya
sama banyak (1 : 1) dan nyamuk jantan umurnya lebih pendek dari
nyamuk betina kurang lebih satu minggu, sedangkan umur nyamuk betina
lebih panjang daripada nyamuk jantan (Nugroho, 2009).
Larva An. sundaicus bersifat aquatik, yaitu pada fase larva hidup di
air. Pada umunya berada pada permukaan air dengan posisi mendatar,
sejajar dengan permukaan air dan spirakel selalu kontak dengan udara.
Jika ada rangsangan atau bahaya, larva akan bergerak kebawah untuk
menghindari musuh. Dalam pertumbuhan dan perkembangan larva An.
sundaicus mengalami 4 instar dan masing-masing stadium berlangsung 1
hingga 3 hari. Instar 1 berukuran 0,75-1 mm, instar 2 berukuran 1-2 mm,
instar 3 berukuran 2-3 mm, instar 4 berukuran 3-6 mm.
Siklus hidup nyamuk An. sundaicus menurut Nugroho (2009)
dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
5. BIONOMIK
Larva
Berkembang biak di daerah Pantai, dalam perairan payau, rawa-
rawa, lagoon, kolam-kolarn ikan dan berbagai keadaan perairan dengan
salinitas (salinitas merupakan kadar garam yang terkandung di dalam air
baik air tawar, air payau maupun air asin yang dipengaruhi oleh kondisi
alam dimana air payau dan asin tergantung dari perubahan luas perairan,
menurun sebagai akibat hujan dan aliran air tawar dan meningkat karena
evaporasi) mulai dari 0,05% sampai 1,8 % dan lebih disukai pada tempat-
tempat yang banyak diambuhi oleh algae dari Entermorpha, Cladocera dan
Cyanophyceau. Begitupula Kemenkes RI yang menyatakan bahwa larva
An. sundaicus berada di berbagai macam rawa air payau. Namun demikian
pernah pula dilaporkan bahwa An. sandaicus Rodenwaldt di India dan
Indonesia dapat berkembang biak dalam air tawar yang banyak
mengandung tumbuhan air seperti dari genus Entermorphat.
Tempat-tempat perkembangbiakn An. sandaicus Rodenwaldt
dalam air tawu di Sumatera pertama kali ditemukan di daerah Mandailing
dengan ketinggian 210 meter di atas permukaan laut, Yang selanjutrya
ditemukan pula di daerah sekitar danau Toba yang berketinggian 1000 m
diatas permukaaan laut, juga di daerah pulau Nias dan Simalungunto.
Berdasarkan hasil pengukuran suhu yang dilakukan oleh Sopi,
diperoleh sebesar 25C, hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Shinta et al di Pulau Kasu dan Sekanak Kepulauan Riau, yang
memperoleh suhu pada habitat perkembangbiakan larva An. sundaicus
berkisar 29-33°C. Hasil pengukuran suhu yang rendah kemungkinan
disebabkan oleh karena penelitian-nya dilakukan pada musim hujan.
Penelitian yang Shinta et al yang menunjukkan pH pada habitat
perkembangbiakan larva An. sundaicus di wilayah tersebut sebesar 5-8.
Dewasa
Keaktifan Menggigit
Hanya sedikit informasi Yang mempublikasikan tentang keaktifan
mengigit. An. Sundaicus di Indonesia aktif mengigit sepanjang malam
dengan kepadatan yang tertinggi sekitar tengah malam dan menjelang pagi
hari. An. sundaicus aktif menggigit di dalam dan diluar rumah, serta di
sekitar kandang ternak. Aktifitas menggigit An. sundaicus sepanjang
malam, lebih banyak ditemukan di luar rumah dibandingkan di dalam
rumah (Sukowati dan Shinta, 2009). An. sundaicus di daerah Pantai
Banyuwangi Jawa Timur, aktif menggigit dengan kepadatan yang tertinggi
pada pukul 21.00 sampai pukul 24.00 tengah malam. Demikian pula di
India dan di Burma bahwa An. sundaicus mulai aktif mengigit sejak pukul
21.00 hingga pulul 24.00.
Kebiasaan Makan Darah (Feeding Habit)
Soedir dari hasil pengamatannya mengenai efektivitas berbagai
jenis hewan sebagai umpan untuk koleksi nyamuk, mengatakan bahwa An.
sundaicus di daerah pantai Glagah Jawa Tengah lebih banyak berhasil
ditangkap dengan menggunakan darah sapi bila dibandingkan dengan hasil
tanggkapan dengan menggunakan umpan orang. An. sundaicus di daerah
Jawa Timur, persentase nyamuk yang menggigit darah manusia 51,% dr
dalam rumah dan hanya 22% yang di tangkap di luar rumah demikian pula
sebanyak 32% nyamuk yang abdomennya penuh dengan darah berisikan
darah manusia.
Nyamuk betina membutuhkan darah untuk memenuhi kebutuhan
protein dalam proses perkembangan telurnya. An. sundaicus betina
menghisap darah manusia atau hewan dan aktif mencari makan pada
malam hari, pada umumnya malam hari mulai senja hingga pagi dengan
puncak gigitan untuk setiap spesies berbeda.
Kebiasaaan Istirahat
An. sundaicus dapat beristirahat baik dalam maupun luar rumah.
Perilaku istirahat ini dilakukan biasanya setelah nyamuk tersebut
menghisap darah (terlihat pada bagian abdomenya penuh dengan darah).
Walaupun tidak jarang dijumpai nyamuk tersebut beristirahat sebelum
menghisap darah hospesnya. Tempat-tempat istirahat An. sundaicus di luar
rumah dapat berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain. Di
daerah Pesisir Utara pulau Iawa, An. sundaicus banyak ditemukan
beristirahat pada blarak-blarak (daun kelapa kering) ataupun sekitar
semak-semak belukar. Demikian pula di daerah pantai Pasir Gedangan
Purworejo Jawa Tengah An. sundaicus banyak ditemukan beristirahat di
luar rumah pada tumpukan/kumpulan pelepah dan daun-daun kelapa yang
telah kering atau sekitar kandang sapi. Namun demikian, An. sundaicus
didaerah pantai banyuwangi Jawa Timur banyak beristirahat di dalam
rumah yang berjarak kawang dari 500 meter dari pantai.
Umur Harapan Hidup (Lovelengty)
Untuk mempelajari lamanya harapan hidup An. sundaicus maka
tidak terlepas dari penyelidikan mengenai sudah pernah tidaknya nyamuk
tersebut bertelur, atau penyelidikan mengenai berapa lama waktu yaag
dibutuhkan dalam satu siklus gonotropik dan beberapa kali siklus tersebut
dapat terjadi. Untuk An. sundaicus publikasi tentang hal-hal tersebut diatas
sangatlah sedikit. Namun demikian, di Malaysia telah diseleksi sebanyak
1.211 ekor An. sundaicus dan didapatkan sebanyak 64% parous, sehingga
dapat dikatakan An. sundaicus tersebut mempunyai kemampuan hidup
yang sedang karena sebelumnya telah diadakan pengamatan dalam
laboratorium bahwa nyamuk tersebut dapat hidup 2 sampai 3 minggu.
Lama siklus Gonotrofik 2 sampai 3 hari, jumlah hari yang
diperlukan nyamuk dari mulai menghisap darah hingga bertelur, merujuk
kepada Boewono, dkk.
Daya Terbang
Untuk mengetahui kemapuan daya terbang An. sundaicus telah
banyak dilakukan uji coba ataupun pengamatan oleh beberapa ahli, tetapi
hasil yarrg diperoleh menunjukan perbedaan yang bervariasi. An.
sundaicus selama musim kemarau di India dapat terbang sejauh 3,2 km
dari tempat perindukannya. Namun An. sundaicus dapat terbang pula
sekitar jarak 1,6 km dari tempat perindukannya adalah normal. Namun
demikian di Indonesia dapat terbang sejauh 5 km dari tempat
perindukannyaa.
Tarian dalam Perkawinan (Swarming and Mating)
Untuk mengetahui prilaku dan gerakan An. sundaicus di dalam
proses perkawinannya (swarming) belum banyak diketahui. Walaupun
demikian dalam suatu pengamatan di sekitar danau Chikal India,
mengatakan bahwa swarming pada An. sundaicus dimulai pukul 17.30
hingga hari menjadi gelap. Swarrning tersebut kadang-kadang terdiri dari
5.000 individu dan sering terjadi diatas kepal dengan pergerakan vertikal +
30 cm dengan jarak + 300 cm dari tempat pertama kali peristiwa tersebut
berlangsung, dengan pergerakan yang teratur ke atas dan ke bawah secara
terusmenerus.
6. PENYAKIT YANG DITULARKAN
Penyakit yang dibawa oleh nyamuk An. sundaicus adalah penyakit
Malaria dengan virus plasmadium sp.
7. SIKLUS PENULARAN
Telah diketahui bahwa An. sundaicus Rodenwaldt dapat berperan
sebagai vektor malaria di daerah pantai pada beberapa negara. Apabila
diketahui peluang hidup nyamuk (proporsi parus) tersebut, maka dapat
diketahui pula umur populasi nyamuk An. sundaicus di alam. Semakin
lama umur nyamuk, semakin besar peluang untuk menjadi vektor malaria
di suatu wilayah, karena memungkinkan Plasmodium dapat tumbuh
menjadi fase sporozoit infektif. Seekor Anopheles betina di alam
berpotensi menjadi vektor malaria, jika mampu bertahan hidup di alam
sekurang-kurangnya 7-16 hari untuk mendukung perkembangan sporozoit.
Hal ini didukung dengan suhu berkisar 20-30°C yang merupakan suhu
ideal perkembangan parasit Plasmodium, maka An. sundaicus di Desa
Sukaresik masih berpotensi untuk menularkan P. vivax yang
membutuhkan 7 hari untuk tumbuh menjadi sporozoit di dalam tubuh
nyamuk.
Anopheles punctulatus
Nurkhaqiqotul Mazidah (6411417015)
A. MORFOLOGI
Nyamuk A. punctulatus mempunyai ciri morfologis yang hampir sama
dengan anggota Punctulatus groups lainnya yaitu adanya spot atau bintik/noda
gelap pada sayap (punctus = spot). Nyamuk betina dewasa A. punctulatus
mempunyai ciri-ciri morfologis yaitu pada bagian kepala terdapat probosis yang
sama panjang dengan palpi, pada palpi terdapat gelang-gelang pucat/putih, pada
ujung palpi dengan hubungan putih lebar, pangkal palpi dengan hubungan putih
sempit, sepertiga atau setengah ujung probosis dengan sisik-sisik pucat.
Pada toraks/dada terdapat mesonotum bermotif kuning kecoklatan sampai
hitam kecoklatan. Pada propleura terdapat 2 sampai 3 seta/rambut, jarang
ditemukan 1 atau 4-6 seta. Terdapat 4 seta di bawah sternopleural dan 5-7 seta di
atas sternopleural. Ada sekelompok 4 sampai 10 seta di atas mesepimeral tetapi di
bawah mesepimeral kosong. Sedangkan pada sayap (costa) terdapat noda gelap
lebih dari 4 dan urat sayap 6 (sub costa) terdapat noda gelap lebih dari 4. Pada
vena 2-6 terdapat banyak noda gelap, dan bercahaya putih kekuningan. Halter
dengan knob berwarna hitam (Bonne-Wepster & Swellengrebel 1953).
Kaki berwarna kecoklatan sampai kehitaman ditandai dengan titik-titik
putih. Pada abdomen terdapat integumen berwarna coklat tua sampai hitam, pada
segmen bagian belakang terdapat sisik rambut kekuningan Tidak terdapat sisik
pada tergit I sampai V dan sternit I sampai VI, beberapa sisik terdapat pada tergit
VI dan VII serta sternit VII, tidak terdapat sisik pada tergit dan sternit VIII. Sersi
dengan sisik gelap. Perilaku menghisap darah hanya dilakukan oleh nyamuk
betina yang diperlukan untuk perkembangan telurnya. Berbagai spesies nyamuk
mempunyai kegiatan menggigit dan menghisap darah yang berbeda menurut
umur, waktu (siang-malam) dan lingkungannya. Nyamuk tertarik pada cahaya,
pakaian berwarna gelap dan oleh adanya manusia atau hewan. Hal ini disebabkan
oleh perangsangan bau zat-zat yang dikeluarkan manusia dan hewan, terutama
karbondioksida (CO²) dan beberapa asam amino, dan lokasi yang dekat pada suhu
hangat serta kelembaban (Reid 1968).
Beberapa nyamuk ada yang lebih menyukai menggigit manusia
(antropofilik), aktivitas kehidupannya sangat menyukai berdekatan dengan
manusia, seperti dekat tempat kerja manusia atau tempat manusia berkumpul
karena mempunyai habitat yang nyaman untuk berkembang biak. Adapula
nyamuk yang lebih menyukai mengigit hewan atau ternak (zoofilik), karena ia
mendapat habitat yang sesuai untuk berkembangbiak bagi bentuk pradewasa
maupun dewasanya.
B. KLASIFIKASI
Menurut Russell et al. 1963 nyamuk Anopheles menurut klasifikasi ilmu
hewan berada dalam:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Ordo : Diptera
Subordo : Nematocera
Famili : Culicidae
Subfamili : Anophelinae
Genus : Anopheles
C. SIKLUS HIDUP
b. Larva
Larva terbagi dalam 4 instar, dan salah satu ciri khas yang
membedakan dengan larva nyamuk yang lain adalah posisi larva saat
istirahat sejajar dengan permukaan air. Larva memiliki kepala dan mulut
yang digunakan untuk mencari makan, sebuah thorax dan abdomen,
namun belum memiliki kaki. Lama hidup lebih dari 7 hari, dan hidup
dengan memakan alga, bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat di
permukaan. Larva Anopheles banyak ditemukan di air bersih dan air
payau yang memiliki kadar garam, rawa bakau, sawah, pinggir sungai.
Habitat larva ditemukan di daerah yang luas tetapi kebanyakan spesies
lebih suka di air bersih.
c. Pupa
Pupa terdapat dalam air dan tidak memerlukan makanan namun
memerlukan udara. Pupa seringkali naik ke permukaan air untuk bernafas.
Pupa bernafas menggunakan sepasang alat respirasi berbentuk terompet.
Kondisi pupa bulum dapat dibedakan antara jantan dan betina. Kepala dan
Thorax menyatu menjadi cephalothorax dengan abdomen melengkung.
Setelah beberapa hari, bagian dorsal dari cephalothorax akan sobek dan
nyamuk dewasa akan muncul.
d. Nyamuk Dewasa
Perkembangan nyamuk Anopheles dari telur sampai menjadi
dewasa bervariasi tergantung suhu lingkungan, kelembaban dan makanan.
Nyamuk dapat berkembang dari telur menjadi dewasa paling cepat 5 hari,
tetapi pada umumnya membutuhkan waktu 10-14 hari pada iklim tropis.
Nyamuk Anopheles dewasa mempunyai bentuk tubuh yang ramping
terdiri dari tiga bagain tubuh; kepala, thorax dan abdomen.
D. BIONOMIK
1. Tempat Berkembang Biak (Breeding Place)
Tempat berkembang biak Anopheles punctulatus antara lain bekas
pijakan kaki hewan seperti sapi, babi dan kuda, bekas roda mobil,
aliran sungai, aliran sungai dengan vegetasi air, tepi sungai, tepian
sungai dengan vegetasi alga , kubangan sementara, kubangan karang,
kolam buatan.
2. Perilaku Menggigit
Frekuensi menggigit dan puncak aktifitas nyamuk betina dewasa
sangat bervariasi tiap lokasi/daerah bergantung pada kondisi
lingkungan dan musim. Aktifitas menggigit nyamuk An. Punctulatus
di luar rumah (outdoors) dimulai pada tengah malam (eksofagik) pukul
22.00-23.00 dan pukul 02.00-03.00 dini hari.
3. Tempat Istirahat (Resting Place)
Setelah menggigit umumnya nyamuk An. Punctulatus akan resting
di luar rumah di dinding rumah atau semak-semak sekitar rumah
(endofilik).
4. Lingkungan
1) Suhu Air
DAFTAR PUSTAKA
d
Gambar variasi sayap Anopheles Vagus habitat air tawar
a
d
Gambar variasi sayap Anopheles Vagus habitat air payau
Variasi trumpet dan paddle terletak pada ukuran. Rata-rata panjang
trumpet pupa An. vagus betina habitat air tawar yaitu 423,5 ± 32,15
μm,lebih panjang daripada trumpet pupa An. vagus betina habitat air
payau, tetapi rata-rata trumpet pupa An. vagus betina habitat air payau
lebih lebar. Rata-rata paddle pupa An. vagus betina habitat air tawar
lebih panjang dan lebar yaitu 716,85 ± 46,51 x 510,59 ± 40,87 μm
daripada paddle pupa An. vagus betina habitat air payau. Variasi lebar
paddle An. vagus habitat air tawar adalah 420-590 μm, sedangkan
lebar paddle An. vagus habitat air payau adalah 458-551 μm.
Bentuk rambut inner, outer dan posterior clypeal larva An. vagus
habitat air tawar maupun air payau tidak bercabang. Sesuai dengan
teori yang menyatakan inner clypeal pada An. vagus pada umumnya
tidak bercabang, tetapi adakalanya juga ditemukan bercabang (Reid,
1968).
Rambut transutural An. vagus betina habitat air tawar dan air payau
mempunyai ± 6 cabang. Sesuai dengan pernyataan bahwa Anopheles
vagus mempunyai rambut transutural 4-7 cabang, sedangkan An. vagus
3-4 cabang (Reid, 1968).
Rambut pleural prothoraks dan mesothoraks An. vagus betina
kedua habitat tidak bercabang,sedangkan rambut pleural bercabang.
Sesuai dengan pernyataan bahwa rambut pleural prothoraks dan
mesothoraks tidak bercabang, sedangkan pada metathoraks bercabang,
kadang ditemukan juga tidak bercabang (Reid, 1968).
Abdomen larva An. vagus betina kedua habitat memiliki rambut
palmate di segmen kedua lebih berkembang dibandingkan rambut
palmate pada segmen abdomen pertama. Cabang rambut palmate
abdomen segmen I An. vagus habitat air tawar 3-7 cabang, sedangkan
habitat air payau 2-12 cabang.
B. Siklus Hidup Nyamuk Anopheles Vagus
Nyamuk Anopheles Vagus mengalami 4 tahap perkembangan
dalam siklus hidupnya, yaitu telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa.
Perbedaan jumlah telur per ekor nyamuk dapat disebabkan dari volume
darah saat menghisap darah. Perkembangan telur nyamuk dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya suhu, keadaan lambung yang
penuh darah dan pembuahan telur. Telur An. vagus hanya membutuhkan
waktu satu hari untuk menetas pertama kali setelah bersentuhan dengan
air. Total waktu yang dibutuhkan hingga semua telur menetas adalah satu
sampai empat hari. Suhu berpengaruh terhadap laju perkembangan dan
kelangsungan hidup dari telur/larva hingga dewasa. Suhu yang konstan
menghasilkan tingkat penetasan yang lebih tinggi. Kisaran suhu 25°C-
29°C merupakan suhu yang sesuai untuk perindukan larva nyamuk.
Setelah proses telur, nyamuk akan melewati empat tahap instar
larva. Larva An. vagus dari instar I-IV membutuhkan waktu 9-19 hari
hingga menjadi pupa. Angka kematian terkecil pada siklus An. vagus di
air adalah tahap pupa. Pupa membutuhkan waktu satu sampai delapan hari
hingga semuanya menjadi nyamuk dewasa. Rendahnya kematian pupa
dikarenakan pada tahap ini pupa tidak membutuhkan makanan sehingga
tidak memerlukan perawatan yang lebih. Pada tahap ini terjadi proses
pembentukan alat-alat tubuh nyamuk dewasa seperti alat kelamin, sayap,
dan kaki. Tingkatan ini memerlukan waktu 1-2 hari. Setelah cukup waktu,
dari pupa akan keluar nyamuk dewasa yang dapat dibedakan antara jantan
dan betina dari alat kelaminnya.
Tidak ada beda antara waktu kawin An. vagus pada kondisi
ruangan dengan di alam. Perkawinan nyamuk di alam biasanya terjadi
setelah 24-48 jam setelah keluar dari pupa. Nyamuk yang baru keluar
setelah bersentuhan dengan udara, tidak lama kemudian akan terbang dan
mencari darah untuk makanannya.
C. Bionomik Nyamuk Anopheles Vagus
a. Jenis dan Karakteristik Habitat
Beberapa penelitian menunjukan An. Vagus merupakan spesies
yang paling umum ditemukan disemua habitat Anopheles. Spesies ini
biasanya ditemukan di air yang tenang atau mengalir lambat dan
disinari matahari langsung. Habitat alaminya terdapat di tepi sungai,
kolam-kolam kecil/kolam ikan di dekat pantai dan mata air. Secara
topografi habitatnya terutama di dataran rendah, dekat dengan tempat
tinggal manusia, dan salinitas airnya rendah dengan suhu hangat.
Karakteristik habitat biasanya ditemukan tumbuhan Oryza sativa
(padi), Paspalum spp. (rumput-rumputan), Salvinia natans(paku air),
Imperata cylindrical (alangalang), Sprogyra sp.(lumut/ganggang),dan
Eichornia crasspes (eceng gondok). Suhu airnya berkisar antara 26-
27⁰C dengan tingkat keasaman air (pH) antara 6-7 dan tingkat salinitas
0,0‰.
b. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk
Jentik An. vagus ditemukan pada jenis tempat perindukan berupa
sawah, parit, selokan dan genangan air di lahan kosong dan disekitar
perumahan. Parameter lingkungan yang diukur adalah lingkungan fisik
meliputi kekeruhan, keterpaparan sinar matahari. Lingkungan kimia
yang diukur meliputi kadar garam berkisar antara 0–140/00, pH air
pada tempat perkembangbiakan bervariasi antara 7-9, dan lingkungan
biologi meliputi biota air dan keberadaan predator di tempat peridukan
yang positif jentik, kondisi ini sesuai dengan teori yang menyatakan
derajat keasaman yang optimal untuk Anopheles spp. lebih banyak
ditemukan diperairan yang bersifat basa (pH air berkisar 8-14).
Jenis tempat perkembangbiakan meliputi sawah, parit sawah
selokan, lahan kosong, genangan air dan genangan bekas ban
kendaraan. Jenis biota meliputi rumput (musei), ikan dan berudu/anak
katak (Rana sp) sedangkan pada jenis tempat perkembangbiakan lagun
dan saluran irigasi terdapat lumut dan ikan. Jentik banyak berlindung
ditanaman air, lumut dan bersembunyi pada tanaman padi yang kering
yang terendam air
c. Sifat Menggigit
Pada dasarnya nyamuk Anopheles lebih bersifat zoofilik, akan
tetapi bila tidak menemukan hewan sebagai sumber darah, maka
nyamuk akan menghisap darah manusia.
D. Kepadatan
Fluktuasi kepadatan An. Vagus tertinggi pada jam 21.00-22.00
(MHD = 1,6) dan terendah pada jam 18.00-19.00, 22.00-23.00, 02.00-
03.00, 03.00-04.00 dengan MHD sebesar 0,1, sedangkan pada jam 19.00-
20.00, 23.00-24.00, 24.00-01.00, 05.00-06.00 An. vagus tidak didapatkan.
Menurut penelitian yang dilakukanoleh Djati, nyamuk An. Vagus
memiliki jumlah rata-rata kepadatan nyamuk menggigit di luar rumah
sebesar 0,08 dan kepadatan nyamuk istirahat di kandang yaitu 0,67.
Menurut Penelitian Amirullah didapatkan bahwa nyamuk An. Vagus,
MBR tertinggi di dapatkan pada ekosistem hutan dengan nilai MBR
sebesar 7,75 orang/malam. Berbeda dengan penelitian Munif yang
didapatkan nilai MBR sebesar 177,5 orang/malam yang diperoleh dari
survey entomologi pada curah hujan 50 mm/hari.
E. Penyakit yang Ditularkan
Nyamuk Anopheles dapat dinyatakan sebagai vektor bila
ditemukan sporozoit di dalam kelenjar air ludah nyamuk, perkembangan
teknologi saat ini memungkinkan sporozoit bisa dideteksi memalui metode
ELISA. Adanya sporozoit dalam tubuh nyamuk menunjukan kerentanan
nyamuk Anopheles terhadap parasit, hal ini menandakan adanya
kecocokan fisiologis antara nyamuk Anopheles dan Plasmodium.
Anopheles vagus yang memiliki sifat kecenderungan zoofilik, namun
sekarang dengan perkembangan peradaban manusia, telah ditemukan
adanya Plasmodium di nyamuk tersebut sehingga An. vagus potensial
menjadi vektor. Anopheles vagus dapat diduga sebagai vektor malaria
apabila memenuhi persyaratan antara lain nyamuk Anopheles vagus
mempunyai kontak terhadap manusia cukup tinggi dan nyamuk Anopheles
tersebut merupakan spesies yang jumlahnya selalu dominan bila
dibandingkan dengan spesies lainnya. Di Indonesia, An. vagus telah
dikonfirmasi sebagai vektor malaria di Sukabumi (P. falciparum),
Purworejo (P. falciparum), dan Kupang. Selain itu Penelitian di Kokap,
Kabupaten Kulon Progo menemukan An. vagus positif mengandung
sirkum sporozoit P. falciparum, di NTT positif P. falciparum dan P.
Vivax.
F. Siklus Penderita
Alfiah, S., & Mujiyono. (2014, Oktober). Variasi Morfologi Anopheles vagus
Donit z, 1902 (Diptera : Culicidae ) dari Habitat Air Tawar dan Air Payau.
(B. B. Penyakit, Ed.) Vektora, 6(2).
Lobo, V., & Laumay, H. M. (2019, Juni 13). Studi Laboratorium Siklus Hidup
Anopheles vagus Pradewasa sebagai Vektor Filariasis dan Malaria di
Provinsi Nusa Tenggara Timur. (L. P. Waikabubak, Ed.) BALABA, 15(1),
61-68.
Mading, M., & Sopi, I. I. (2014). BEBERAPA ASPEK BIOEKOLOGI
NYAMUK Anopheles vagus. (L. P. Waikabubak, Ed.) SPIRAKEL, 6, 26-
32.
Maksud, M. (2016, Desember 14). Aspek Perilaku Penting Anopheles vagus dan
Potensinya sebagai Vektor Malaria di Sulawesi Tengah: Suatu Telaah
Kepustakaan. (B. B. Kemenkes RI, Ed.) Jurnal Vektor Penyakit, 2(2), 33-
38.
Permadi, I. G., Wibowo, T., & Wigati. (2014). Anopheles vagus SEBAGAI
TERSANGKA VEKTOR DI INDONESIA. (B. B. Salatiga, & B. Loka
Litbang Pengendalian Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Eds.)
SPIRAKEL, 6, 33-36.
Prastowo, D., Widiarti, & Garjito, T. A. (2018, Juli 23). BIONOMIK Anopheles
spp SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA DI
KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH. (B. B. Penyakit, & B.
Kementrian Kesehatan, Eds.) Vektora, 10(1), 25-36.
Sugiarto, Hadi, U. K., Soviana, S., & Hakim, L. (2016, Juni 26). Karakteristik
Habitat Larva Anopheles spp. di Desa Sungai Nyamuk, Daerah Endemik
Malaria di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. BALABA, 12(1), 47-
54.
Anopheles hyrcanus sinensis
Farah Veda Norisa (6411417147)
A. TAKSONOMI
Klasifikasi nyamuk Anopheles sinensis adalah sebagai berikut:
Pylum: Arthopoda
Klas: Hexapoda
Ordo: Diptera
Famili: Culicidae
Genus: Anopheles
Spesies: An. Sinensis
Anopheles sinensis adalah anggota Hyrcanus grup dan anggota kedua dari
grup tersebut yang dikonfirmasi sebagai vektor malaria selain An. Nigerrimus
(Budiyanto, Ambarita, & Salim, 2017).
B. SIKLUS HIDUP
Nyamuk termasuk serangga yang mengalami metamorfosis sempurna
(holometabola) karena mengalami empat tahap dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan. Tahapan yang dialami oleh nyamuk yaitu tahap telur, larva, pupa
dan dewasa. Telur nyamuk akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari pada
suhu 20-40°C. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam
waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari
sehingga waktu yang dibutuhkan dari telur hingga dewasa yaitu 7-14 hari.
Anopheles sinensis dapat menyelesaikan perkembangannya pada suhu
serendah 16°C, tetapi tidak berhasil berkembang pada suhu di atas 31°C.
1. Telur
Pada genus Anopheles telur diletakkan satu per satu terpisah di permukaan
air. Telur berukuran ±0,5 mm dengan jumlah sekali bertelur dari nyamuk dewasa
berkisar 100-300 butir dengan rata-rata 150 butir dan frekuensi bertelur dua atau
tiga hari sekali. Jumlah telur yang diletakkan dipengaruhi oleh musim, suhu,
sumber daya darah, dan faktor eksperimental (Feng, et al., 2017).
Sebagian besar betina bertelur malam hari dengan rentan waktu antara pukul
7 malam hingga 5 pagi. Suhu optimal antara 25° hingga 28°C. Anopheles sinensis
akan menetas di hari ke 2,9 setelah oviposition dan pada suhu 25° hingga 30°C.
Pada suhu 19°C dan 22°C, penetasan masing-masing memakan waktu 6,4 dan 6,7
hari, dan di bawah suhu 16°C, perkembangan embrionik Anopheles sinensis tidak
dapat diselesaikan (Feng, et al., 2017).
2. Larva
Larva atau jentik nyamuk Anopheles sp. memiliki kepala yang tumbuh baik
dilengkapi sikat mulut untuk makan, dada (thorax) yang besar dan abdomen yang
terdiri dari sembilan segmen perut. Larva tidak mempunyai kaki. Larva nyamuk
Anopheles tidak mempunyai sifon (siphon) yang merupakan alat pernapasan.
Karena itu pada waktu mencari udara dipermukaan air, larva Anopheles berada
dalm posisi mendatar pada permukaan air. Larva bernapas melalui spirakel
terletak pada segmen abdomen 8 dan karena itu harus sering muncul ke
permukaan.
Lingkungan pengembangbiakan larva sebagian besar bergantung pada tempat
di mana betina bertelur, dan lokasi oviposisi tidak ketat. Lingkungan tidak
berpengaruh pada rasio jenis kelamin nyamuk. Rasio jenis kelamin sangat dekat
dengan 1: 1 yang berarti bahwa jumlah alami laki-laki dan perempuan adalah
sama.
Pada tahap larva membutuhkan 8,16 hari untuk berkembang dan durasi rata-
rata untuk larva betina (8,54 ± 1,49) lebih lama daripada jantan (7,78 ± 0,96).
Tahap larva memakan puing-puing organik dan mikroorganisme di dalam air
termasuk bakteri, protozoa, butiran serbuk sari, dan spora jamur. Pertumbuhan
larva dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jenis makanan, jumlah makanan, dan
kepadatan larva, dll (Feng, et al., 2017).
3. Pupa
Pupa dilihat dari samping berbentuk seperti koma. Kepala dan thorax
gelap.
Vena sayap Anopheles sinensis CuA (ditunjukkan oleh panah merah)
menunjukkan bintik pinggiran pucat dan b bintik pinggiran gelap (Pang, et al.,
2017).
Secara morfologis, Anopheles sinensis dibedakan dari spesies saudara
kandungnya dengan adanya empat pita pucat pada palpi, bintik pinggiran pada
vena 5.2, seberkas sisik gelap pada clypeus pada setiap sisi pada betina dan belu
tipe T pada aspek perut.
DAFTAR PUSTAKA
Feng, X., Zhang, S., Huang, F., Zhang, L., Feng, J., Xia, Z., . . . Zhou, S. (2017).
Biology, Bionomics and Molecular Biology of Anopheles sinensis
Wiedemann 1828 (Diptera: Culicidae), Main Malaria Vector in China.
Frontiers in Microbiology.
Pang, S.-C., Andolina, C., Malleret, B., Christensen, P. R., Lam-Phua, S.-G.,
Razak, M. A., . . . Nosten, F. (2017). Singapore’s Anopheles sinensis Form
A is susceptible to Plasmodium vivax isolates from the western Thailand–
Myanmar border. Malaria Journal.
1. Taksonomi
Kingdom : animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Subfamili : Culicinae
Genus : Anopheles
2. Ciri spesies
Bagian – bagian morfologi tubuh nyamuk Anopheles sp.
An. Culicifacies memiliki 5 spesies saudara kandung yang tersebar di
India, yaitu spesies A,B,C,D, dan E. Masing-masing spesies memiliki
karakteristik biologis dan peran dalam transmisi malaria yang berbeda (Tabel II).
Pengamatan ini didukung lebih lanjut dimana spesies B diamati kurang fit
dibandingkan spesies A dan C kompleks serta kerentanan terhadap pengembangan
parasit malaria. Dalam pengembangan parasit spesies B dihambat oleh mekanisme
enkapsulasi ookista.
Spesies A rentan terhadap sporogoni ditandai oleh tingkat ookista dan sporozoit
yang lebih tinggi dari C dan B;
Waktu yang diperlukan nyamuk dari telur menjadi dewasa 5-14 hari,
tergantung pada spesies dan suhu ambien. Tahap dewasa adalah ketika nyamuk
Anopheles betina bertindak sebagi vektor malaria. Betina dewasa dapat hidup
sampai satu bulan (atau lebih dalam penangkaran) tetapi kebanyakan mungkin
tidak hidup lebih dari 1-2 minggu di alam.
3.1 Telur
4. Bionomik
4.1 Kebiasaan menggigit
a. Tempat menggigit : eksofagik (di luar rumah) dan endofagik (di dalam
rumah).
b. Waktu menggigit : Semua spesies menggigit di malam hari dengan
aktivitas puncak menggigit yang berbeda. Aktivitas menggigit A, B dan
C diamati di seluruh malam kecuali untuk D yang tidak ada gigitan
setelah tengah malam. Aktivitas menggigit puncak spesies A dan B
terjadi antara 2200 hingga 2300 jam sedangkan untuk spesies C, itu
musiman; pada bulan April terjadi antara 1800 sampai 2100 jam dan
bergeser ke kuartal kedua malam di Desember.
c. Obyek yang digigit: antropofilik (menggigit manusia) dan zoofilik
(menggigit hewan) (Arsin, 2012). Perilaku hidup nyamuk Anopheles sp.
akan berubah apabila ada rangsangan atau pengaruh dari luar, misalnya
terjadi perubahan lingkungan baik perubahan oleh alam ataupun
perubahan oleh manusia.
4.2 Kebiasaan perilaku berkembang biak
1. Faktor fisik
a. Suhu Udara
Proses perkembangan nyamuk optimum pada suhu 25o – 27oC dan jika
suhu lebih dari 27o – 30oC maka umur nyamuk menjadi lebih pendek. Umur
nyamuk yang panjang akan memberikan lebih banyak waktu untuk parasit malaria
menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsiknya dari gametosit sampai sporozoit di
kelenjar liur. Ada hubungan yang kuat antara suhu udara dengan kepadatan
Anopheles dimana kepadatan Anopheles 68,8% dipengaruhi oleh suhu udara.
Kepadatan akan meningkat saat suhu udara turun sabaliknya kepadatan akan
mengalami penurun jika suhu udara meningkat. Adanya variasi suhu udara
dipengaruhi oleh ketinggian suatu tempat.
b. Kelembaban Udara
c. Curah Hujan
d. Angin
2. Faktor kimia
3. Faktor biologi
4. Sporozoit Rate :
Jumlah nyamuk yang mengandung sporozoit
jumlah nyamuk yang diperiksa kelenjar ludah
6. Parity Rate :
6.Pengendalian
a. Kontrol vektor
Penyemprotan residu dalam ruangan (IRS) adalah yang utama untuk
kontrol vektor di negara ini. Untuk mengendalikan An.culicifacies, saat ini
tiga putaran penyemprotan malathion (25% WP, 2 g / m2) dilakukan
dalam DDT area tahan. Di area dengan resistansi ganda, mis. DDT dan
malathion, dua putaran piretroid sintetis insektisida, yaitu deltametrin
(2,5%, 20 mg / m2), atau cyfluthrin (10% WP) atau lambdacyhalothrin
(10% WP) atau alphacypermethrin (5% WP) atau bifenthrin (10% WP)
masing-masing disemprotkan sebanyaki 25 mg / m2.
Malathion dan /atau piretroid sintetis juga disemprotkan untuk mengontrol
malaria epidemi dalam situasi darurat kompleks. Di daerah perkotaan dan
industri 5 persen malathion thermal fogging atau pengasapan dilakukan
untuk penumpukan populasi vektor.
Di area di mana A, C, dan D berada simpatrik, pilihan insektisida harus
disesuaikan dengan status kerentanan saudara kandung yang dominan
jenisnya.
Semprotan insektisida berdasarkan status kerentanan spesies A atau C
harus diterapkan.
Transmisi adalah intens dan P. falciparum adalah infeksi utama.
An.culicifacies tahan terhadap DDT dan malathion, sehingga status
kerentanan harus dipantau untuk pilihan insektisida yang menargetkan
spesies saudara kandung yang paling dominan.
Ada laporan dari invasi spesies E di zona ini yang menjamin kewaspadaan
konstan dan intervensi kontrol intensif untuk mencegah epidemic.
Semprotan insektisida berdasarkan status kerentanan spesies C dan
penggunaan kelambu berinsektisida / insektisida tahan lama jaring
direkomendasikan.
b. Larvaciding
1. Head dorsal
2. Head lateral
3. Thorax dorsal
4. Thorax lateral
5. Wing dorsal
6. Abdomen dorsal
7. Abdomen lateral
8. Foreleg
9. Midleg
10. Hindleg
11. Hindtarsi
DAFTAR PUSTAKA
Pada bagian kepala terdapat dua mata majemuk yang besar, dua antenna
dan mulut. Antenna pada nyamuk terdiri atas 15 segmen, yang masing-masing
mempunyai sekelompok rambut, dari rambut inilah dapat dibedakan antara
nyamuk jantan dan nyamuk betina apabila nyamuk jantan rambut pada bagian
antenanya terlihat lebih tebal jika dibandingkan dengan antena pada nyamuk
betina (Gandahusada et al, 2006). Mulut terdiri atas proboscis berfungsi untuk
menusuk menghisap, bagian mulut lainnya tertutup labium kecuali palpus
maxilaris yang terdapat stylet didalamnya. Pada bagian proboscis juga berguna
membedakan antara genus Toxorhynchitus dengan Anopheles, dengan perbedaan
proboscis runcing dan melengkung kebawah pada genus Toxorhynchitus, dan
prosboscis tidak runcing dan lurus pada genus Anopheles.
Thoraks terdiri atas 3 bagaian yaitu, prothorax, mesothorax, dan
metathorax, yang masing-masing memiliki alat lokomotor berupa sepasang kaki.
Dan bagian mesothorax merupakan bagian yang paling besar dan memiliki otot-
otot yang kuat karena terdapat sepasang sayap. Pada bagian metathorax bagian
post dorsal terdapat scutellum yang menjadi penentu identifikasi. Pada
laboraturium referensi scutellum digunakan untuk membedakan genus.
Toxorhynchitus, Anopheles (memiliki scutellum 3 lobi) dengan genus Armigeres,
Mansonia, Culex, Aedes yang memiliki 1 lobi pada scutellum. Kaki dan sayap
pada nyamuk merupakan organ yang sangat penting diidentifikasi dan merupakan
kunci identifikasi menuju spesies pada genus Anopheles yaitu dengan melihat
perbedaan pada kakinya.
Abdomen terdiri atas 8 segmen yang tampak jelas dan segmen ke-9 dan 10
bentuknya berubah menjadi alat kelamin. Masing-masing segmen terdiri atas
lempeng atas atau dorsal yang disebut tergit dan lempeng bawah atau ventral
disebut strenit. Tergit dan sternit masing-masing segmen berhubungan melalui
membrane pleura dan segmen depan berhubungan melalui membrane pleura
depan dihubungkan dengan segmen belakangnya oleh membrane intersegment
(selaput antar segmen). Pada bagian kelamin banyak dijadikan perbandingan
untuk identifikasi seperti contoh spermatheca pada nyamuk betina dapat
membedakan antara sibling spesies.
Untuk mengidentifikasi Anopheles sampai pada tingkatan spesies dengan
cara melihat ciri morfologi dan dibandingkan dengan kunci identifikasi anopheles.
Kunci Identifikasi leucospyrus group. Apabila Proboscis lebih panjang dari pada
palpus maka Presector gelap (urat 1 sayap) ada 1 atau lebih tanda pucat maka
termasuk Anopheles Sulawesi. Apabila presector gelap (urat 1 sayap) tidak ada
tanda pucat dan gelang pucat ujung palpus sangat sempit maka termasuk
Anopheles hacker. Jika gelang pucat ujung palpus lebar ≥ preapical gelap maka
menuju kunci selanjutnya pada preapical gelap urat 1 sayap ada 1 tanda pucat dan
pangkal tarsus 4 kaki belakang ada gelang pucat lebar maka termasuk. Anopheles
elegans dan apabila pada preapical gelap urat 1 sayap ada 2 atau lebih tanda pucat
dan pangkal tarsus 4 kaki belakang ada gelang pucat sempit/ tidak ada maka
termasuk Anopheles pujutensis.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Rohani . Ali, Wan. Nor, Zurainee M., Ismail, Zamree., Hadi, Azahari A.,
Ibrahim, Mohd N and Lim, Lee H. 2011. Mapping of mosquito breeding sites
in malaria endemic areas in Pos Lenjang, Kuala Lipis, Pahang, Malaysia.
Malaria Journal . 10:361
Barodji., 2001. Pengembangan model pemberantasan malaria berdasarkan lokal
spesifik di daerah endemis malaria Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah',
Laporan penelitian Malaria.
Bruce-Chwatt, L. J. 1980. Essential Malariology. William Heinemann Medical
Books Ltd, London, pp97-127.
Dharmawan, ruben. 1993. Metode Identifikasi Spesies Kembar Nyamuk
Anopheles. Sebelas Maret University Press : Solo
Gandahusada, S. Ilahude, H. Pribadi, W. 2006. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Permana, D.H,. 2012. Variasi Sekuen Anopheles balabacensis Baisas (diptera :
culicidae) berdasarkan Segmen ITS2 DNA Ribosom dan Gen COI DNA
Mitokondria di Purworejo : Tesis S-2. Program Pascasarjana, Fakultas
Kedokteran, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Raha~o , J. Studi dinamika Penularan Malaria di Des a Twelagiri, Kecamatan
Pagedongan, Kabupaten Banjarnegara Tahun 2005
Santoso, Ludfi. Pengantar Entomologi Kesehatan Masyarakat. Jilid II. FKM
Undip Semarang Pranoto dan P. Prasetyo, 1991 .Konfirmasi Anopheles
balabacensis Baisas sebagai Vektor Malaria dan Anopheles maculatus
Theobald sebagai tersangka vektormalaria
Wooden J, Kyes S, Sibley CH, 1993. PCR and strain identification in Plasmodium
falciparum. Parasitology Today . 9:303-305
World Health Organization. World Malaria Report 2007; Geneva; WHO; 2007
World Health Organization. World Malaria Report 2011; Geneva; WHO; 2011.
Sumber internet.Anonim.2013.http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-
release/1883-ayogebrak-malaria.html
Anopheles fluviatilis
Selva Dwi Prahasti (6411417008)
A. TAKSONOMI
Klasifikasi nyamuk Anopheles fluviatilis menurut animaldiversity.org
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Sub famili : Anopheline
Genus : Anopheles
Species : An. fluviatilis
B. CIRI MORFOLOGI
Morfologi nyamuk Anopheles fluviatilis adalah sebagai berikut:
(www.wrbu.org)
Bagian tubuh Gambar
Head dorsal
Head lateral
Abdomen dorsal
Abdomen lateral
Thorax dorsal
Thorax lateral
Foreleg
Hind leg
Mid leg
Hind tarsi
Wing dorsal
C. SIKLUS HIDUP
ADW. “Anopheles”.
https://animaldiversity.org/accounts/Anopheles/classification/ diakses
pada tanggal 15 September 2019.
CDC. 2018. “About malaria: biology”.
https://www.cdc.gov/malaria/about/biology/ diakses pada tanggal 15
September 2019.
Hery, S. 2018. “Malaria”. http://zoonosis.biologi.ugm.ac.id/malaria/2/ diakses
pada tanggal 15 September 2019.
Lather et.al. 2015. “Anopheles fluviatilis species complex: distribution and role in
malaria transmission”. Journal of International Academic Research for
Multidiscipliner Vol. 3(5).
National Institute of Malaria Research. 2009. “Anopheles culicifacies and An.
fluviatilis complexes and their control”. Technical Report series No.
NIMR/TRS/2009-Jan/02, New Delhi, India.
Noper, et.al. 2018. “Pengaruh iklim terhadap habitat larva dan kepadatan nyamuk
anopheles spp. Serta kaitannya dengan kasus malaria di kota jayapura”.
Mathematics and Natural Science.
Nuryady, M. 2013. “Identifikasi morfologi: spesies vektor malaria di b2p2vrp
salatiga (proposal kegiatan kuliah kerja magang). :
https://www.researchgate.net/publication/273443658 diakses pada tanggal
15 September 2019.
Riana, D. 2018. “Morfologi, siklus hidup, epidemiologi klass insecta (nyamuk
anopheles sp sebagai vector penyakit malaria).
https://www.academia.edu/36672001/Morfologi_Siklus_Hidup_Epidemiol
ogi_klass_insecta_nyamuk_anopheles_sp_sebagai_vector_penyakit_malar
ia_.pdf diakses pada tanggal 16 September 2019.
Sahu, et.al.,. 2017. “Bionomics of anopheles fluviatilis and anopheles culicifacies
(diptera: culicidae) in relation to malaria transmission in east-central
india”. Journal of Medical Entomology Vol. 54(4).
Sinka et.al., 2011. https://map.ox.ac.uk/bionomics/anopheles-fluviatilis/ diakses
pada tanggal 15 September 2019.
WHO, 2016. “Do all mosquitoes transmit malaria?”.
https://www.who.int/features/qa/10/en/ diakses pada tanggal 15 September
2019.
WRBU. http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/ANflu_hab.html diakses pada
tanggal 15 September 2019.
Anopheles farauti
LATAR BELAKANG
Nyamuk dapat menjadi vektor jika memenuhi beberapa syarat tertentu, antara
lain; umur nyamuk, kepadatan, ada kontak dengan manusia, terdapat parasit,
dansumber penularan. Larva nyamuk Anopheles spp. ditemukan pada berbagai
habitat,tetapi setiap habitat memliki sifat umum dalam penyediaan makanan,
terdiri dari mikroorganisme, bahan organik, dan biofilm. Sumber makanan pada
setiap habitat berbeda pada lokasi yang berbeda. Permukaan air kaya akan bahan
organik dan mikoorganisme yang digunakan larva nyamuk Anopheles spp untuk
mempertahankan hidupnya .
Klasifikasi nyamuk Anopheles Farauti adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Sub famili : Anophelini
Genus : Anopheles
Spesies : Anopheles Farauti (Borror, 1992).
2.1.3 Morfologi
Gambar 1. Larva Anopheles sp: (1. a) Thorax, (1.b) Palmate hairs, dan (1. c)
Ventral brush. (Sumber: http://fr.impact
malaria.com/web/formation_paludisme/ morphologie_
taxonomie/larves_nymphes_anopheles/morphologie_larves).
a. Telur
c. Pupa
d. Nyamuk Dewasa
2.1.5 Bionomik
Nyamuk Anopheles Farauti dewasa aktif mencari darah pada malam hari dari
dapat ditemukan di dalam rumah. Tempat istirahat di luar rumah umumnya
ditempat dingin, lembab dan ternaung dari cahaya matahari. Nyamuk Anopheles
Farauti dapat ditemukan di daerah pantai sampai pada ketinggian 2.250 meter
diatas permukaan laut. Penyebaran nyamuk Anopheles Farauti dapat ditemukan di
laut. Penyebaran nyamuk Anopheles Farauti didaerah pinggir pantai dan lagun.
Malaria merupakan salah satu penyebab penting secara langsung atau tidak
langsung pada kematian bayi, anak-anak, dan dewasa (Dhandapani & Kadarkarai,
2011). Penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik ini hampir dapat
ditemukan di seluruh negara yang memiliki iklim tropis dan subtropis (Syamsudin
et al., 2006). Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium yang
ditandai dengan demam, anemia, dan splenomegali. Vektor utama penyakit
malaria adalah nyamuk Anopheles, terutama spesies Anopheles aconitus dan
Anopheles maculatus yang wilayah penyebarannya termasuk luas di Indonesia,
seperti di daerah pegunungan, sawah, dan sungai (Sinka et al., 2011).
1. Malaria
Parasit penyebab malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina, yang
sering menggigit pada waktu senja hingga fajar. Penyakit ini memiliki angka
kematian yang cukup tinggi terutama pada kelompok bayi, anak balita, dan ibu
hamil. Di Indonesia, angka kejadian tertinggi per tahun 2013 terdapat di Papua,
Papua Barat, dan NTT. Parasit penyebab malaria pada manusia antara
lain Plasmodium falciparum, P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. Gejala yang
ditimbulkan adalah demam, menggigil, dan gejala seperti flu selama sekitar tujuh
hari. Selain Indonesia, daerah yang juga sering mengalami kasus malaria adalah
Afrika sub-Sahara, Asia, dan Amerika Latin. Terapi yang efektif saat ini adalah
dengan terapi ACT (artemisinin-based combination).
2. Dengue
Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Kejadian infeksi dengue saat ini sedang meningkat di Indonesia
seiring musim pancaroba yang terjadi. Di luar Indonesia, kejadian infeksi dengue
juga sedang meningkat di kawasan Hawaii. Setiap tahunnya di dunia, 400 juta
orang terinfeksi dengue yang menjadi penyebab penyakit dan kematian utama
pada daerah beriklim tropis dan subtropis. Infeksi dengue dapat bermanifestasi
sebagai demam dengue atau demam berdarah dengue (DBD).
3. Chikungunya
4. Demam Kuning
5. Kaki Gajah
Penyakit kaki gajah atau filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh
tiga spesies cacing filaria seperti Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,
dan Brugia timori, yang ditularkan oleh semua jenis nyamuk
seperti Culex, Anopheles, Mansonia, dan Aedes. Berdasarkan data dari
Departemen Kesehatan RI, terdapat 19% orang Indonesia yang tubuhnya
mengandung mikrofilaria dari seluruh populasi penduduk. Gejala penyakit ini
berupa demam, radang dan pembengkakan kelenjar getah bening, hingga
pembesaran tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas.
Penyakit kaki gajah bersifat menahun, dan bila tidak mendapat pengobatan
dapat menimbulkan cacat menetap seumur hidup seperti pembesaran kaki, lengan,
dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Sejak tahun 2002, pemerintah
melakukan pemberian obat anti-filaria massal untuk mencegah penyebaran
penyakit kaki gajah di daerah endemis.
6. Radang Otak
DAFTAR PUSTAKA
Taken, W dan B.G.J. Knols. (2008). Malaria Vector control: Current and Future
Strategiess. Netherland: Wegeningen University and Research Centre.
Klasifikasi
Anopheles subpictus
Scientific classification
Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Diptera
Superfamily: Culicoidea
Family: Culicidae
Subfamily: Anophelinae
Genus: Anopheles Meigen 1818
Species: Anopheles subpictus (Grassi, 1899)
Spesies ini ditemukan pada dataran rendah sampai dataran tinggi. Jentik
ditemukan pada air tawar, pada kolam yang penuh dengan rumput pada selokan
dan parit.
3. Morfologi Anopheles
a. Telur anopheles diletakkan satu persatu di atas permukaan air sehingga seperti
membentuk perahu yang bagian bawahnya konveks, bagian atasnya konkaf dan
mempunyai sepasang pelampung pada lateral.
d. Nyamuk dewasa pada jantan memiliki ruas palpus bagian apikal berbentuk
gada (club form) pada betina ruasnya mengecil. Sayap bagian pinggir (kosta
dan vena I ) ditumbuhi sisik-sisik sayap berkelompok membentuk belang hitam
putih, ujung sayap membentuk lengkung. Bagian posterior abdomennya
melancip.
4. Bionomik (Perilaku Nyamuk)
Untuk terjadi penularan penyakit malaria harus ada empat faktor yaitu:
4. Lingkungan (environment)
5. Siklus Hidup
e. Pengaturan kadar garam misalnya pada pembuatan tambak ikan atau udang.
REFERENSI
Muchid, Z., Annawaty, & Fahri. (2015, Desember). Studi Keanekaragaman Nyamuk
Anopheles spp. Pada Kandang. Online Jurnal of Natural Science, 4(3), 369-376.
A. TAKSONOMI
Taksonomi Culex pipens menurut Romosfer dan Stoffolano (1998) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Classis : Insecta
Subclassis : Pterygota
Ordo : Diptera
Subordo : Nematocera
Familia : Culicidae
Subfamilia : Culianeae
Genus : Culex
B. MORFOLOGI
Nyamuk Culex sp., mempunyai ukuran kecil sekitar 4-13 mm dan
tubuhnya rapuh. Pada kepala terdapat probosis yang halus dan panjangnya
melebihi panjang kepala. Probosis pada nyamuk betina digunakan sebagai alat
untuk menghisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan digunakan untuk
menghisap zat-zat seperti cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan juga
keringat. Terdapat palpus yang mempunyai 5 ruas dan sepasang antena dengan
jumlah ruas 15 yang terletak di kanan dan kiri probosis. Pada nyamuk jantan
terdapat rambut yang lebat (plumose) pada antenanya, sedangkan pada nyamuk
betina jarang terdapat rambut (pilose) (Shidqon, 2016).
Sebagian besar thoraks yang terlihat dilingkupi bulu-bulu halus. Bagian
belakang dari mesonotum ada skutelum yang terdiri dari tiga lengkungan
(trilobus). Sayap nyamuk berbentuk panjang akan tetapi ramping, pada
permukaannya mempunyai vena yang dilengkapi sisik-sisik sayap (wing scales)
yang letaknya menyesuaikan vena. Terdapat barisan rambut atau yang biasa
disebut fringe terletak pada pinggir sayap. Abdomen memiliki 7 ruas dan
bentuknya menyerupai tabung dimana dua ruas terakhir mengalami perubahan
fungsi sebagai alat kelamin. Kaki nyamuk berjumlah 3 pasang, letaknya
menempel pada toraks, setiap kaki terdiri atas 5 ruas tarsus 1 ruas femur dan 1
ruas tibia (Shidqon, 2016).
1. Telur
Seekor nyamuk betina dapat menempatkan 100-400 butir telur pada tempat
peindukan, biasanya sekali bertelur menghasilkan 100 telur. Telur akan menjadi
jentik setelah sekitar 2 hari. Masing-masing spesies nyamuk memiliki perilaku
dan kebiasaan yang berbeda satu sama lain. Di atas permukaan air, nyamuk Culex
sp., menempatkan telurnya secara menggerombol dan berkelompok untuk
membentuk rakit. Oleh karena itu mereka dapat mengapung di atas permukaan
air. Telur dapat bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama dalam bentuk
dorman. Namun, bila air cukup tersedia, telur-telur itu biasanya menetas 2-3 hari
sesudah diletakkan.
Gambar 1.3 struktur telur dari nyamuk culex sp.,
2. Larva
Telur akan mengalami penetasan dalam jangka waktu 2-3 hari sesudah terjadi
kontak dengan air. Faktor temperatur, tempat perkembangbiakan, dan keberadaan
hewan pemangsa akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan larva.
Lama waktu yang diperlukan pada keadaan optimum untuk tumbuh dan
berkembang mulai dari penetasan sampai menjadi dewasa kurang lebih 7-14 hari
(Shidqon, 2016). Nyamuk Culex mempunyai 4 tingkatan atau instar sesuai dengan
pertumbuhan larva tersebut, yaitu :
3. Pupa
Stadium paling akhir dari metamorfosis nyamuk yang bertempat di dalam air
adalah pupa. Tubuh pupa berbentuk bengkok dan kepalanya besar. Sebagian kecil
tubuh pupa kontak dengan permukaan air, berbentuk terompet panjang dan
ramping, setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk Culex sp. Pada stadium ini tidak
membutuhkan nutrisi dan berlangsung proses pembentukan sayap sampai mampu
terbang. Stadium kepompong terjadi dalam jangka waktu mulai 1-2 hari. Pada
saat pupa menjalani fase ini pupa tidak melakukan aktivitas konsumsi sama sekali
dan kemudian akan keluar dari larva dan menjadi nyamuk yang sudah bisa
terbang dan meninggalkan air. Nyamuk memerlukan waktu 2-5 hari untuk
menjalani fase ini sampai menjadi nyamuk dewasa.
4. Dewasa
D. BIONOMIK
Setiap nyamuk memiliki waktu menggigit, kesukaan menggigit, tempat
beristirahat, dan berkembang biak yang berbeda-beda satu dengan yang lain.
Nyamuk betina melakukan aktivitas menghisap darah untuk proses pematangan
telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah namun cukup menghisap sari
bunga. Nyamuk membutuhkan 3 macam tempat dalam kehidupannya, yaitu
tempat untuk memperoleh umpan atau darah, tempat untuk melakukan istirahat
dan tempat untuk melangsungkan perkembangbiakan.
Kebiasaan cara makan nyamuk culex cukup unik, karena hanya nyamuk
culex betina dewasa yang menghisap darah manusia dan hewan. Nyamuk culex
jantan tidak menghisap darah, melainkan menghisap madu tanaman. Nyamuk
betina memerlukan darah yang cukup untuk bertelur. Jarak terbang betina
biasanya lebih jauh daripada jantan. Kekuatan dan arah angin berpengaruh dalam
penyebaran atau migrasi nyamuk. Kebanyakan nyamuk tetap dalam satu atau dua
kilometer dari sumber makan mereka. Nyamuk tidak dapat terbang cepat, hanya
sekitar 4 kilometer per jam. Frekuensi menghisap darah dipengaruhi oleh suhu
serta kelembaban yang disebut dengan siklus gonotrofik. Untuk iklim tropis
biasanya siklus ini berlangsung sekitar 48-96 jam.
Tempat peletakan telur nyamuk yang terletak di luar rumah antara lain
drum, kaleng bekas, botol bekas, pot bekas, pot tanaman hias yang terisi air hujan,
dan lain-lain. Pada tempat penampungan air alami misalnya pada lubang pohon
dan pelepah-pelepah daun juga dapat ditemukan telur nyamuk. Nyamuk Culex
menyukai tempat perindukan pada gengangan air yang kotor dan memiliki aliran
yang relatif statis.
Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah banyak uap air yang terkandung dalam udara yang
biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban udara yang terlalu tinggi
dapat mengakibatkan keadaan rumah menjadi basah dan lembab yang
memungkinkan berkembangbiaknya kuman atau bakteri penyebab penyakit.
Kelembaban yang baik berkisar antara 40% – 70%. Pada keadaan ini nyamuk
tidak dapat bertahan hidup akibatnya umur nyamuk menjadi lebih pendek,
sehingga nyamuk tersebut tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit di dalam
tubuh nyamuk.
Pencahayaan
Pencahayaan ialah jumlah intensitas cahaya menuju ke permukaan per unit luas.
Merupakan pengukuran keamatan cahaya tuju yang diserap. Begitu juga dengan
kepancaran berkilau yaitu intensitas cahaya per unit luas yang dipancarkan dari
pada suatu permukaan. Dalam unit terbitan SI, kedua-duanya diukur dengan
menggunakan unit lux (lx) atau lumen per meter persegi (cd.sr.m-2). Cahaya
merupakan faktor utama yang mempengaruhi nyamuk beristirahat pada suatu
tempat. Intensitas cahaya yang rendah dan kelembaban yang tinggi merupakan
kondisi yang baik bagi nyamuk. Intensitas cahaya merupakan faktor terbesar yang
mempengaruhi aktivitas terbang nyamuk. Intensitas pencahayaan untuk kehidupan
nyamuk adalah < 60 lux.
Curah Hujan
Terdapat hubungan langsung antara curah hujan dan perkembangan larva nyamuk
menjadi nyamuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh bergantung pada jenis vektor,
derasnya hujan, dan jenis tempat perindukan. Hujan mempengaruhi
perkembangan nyamuk melalui 2 cara, yaitu meningkatkan kelembaban udara dan
menambah jumlah tempat perkembangbiakan nyamuk. Curah hujan yang lebat
akan membersihkan nyamuk, sedangkan curah hujan sedang tetapi jangka
waktunya lama dapat memperbesar kesempatan nyamuk berkembangbiak.
Kecepatan Angin
Angin mempengaruhi evaporasi air dan suhu udara. Angin dapat berpengaruh
pada penerbangan dan penyebaran nyamuk. Bila kecepatan angin 11-14 km/jam,
akan menghambat penerbangan nyamuk. Kecepatan angin pada saat matahari
terbit dan tenggelam yang merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau ke
luar rumah adalah salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara
manusia dan nyamuk. Jarak terbang nyamuk (flight range) dapat diperpendek atau
diperpanjang menurut arah angin.
Ketinggian Lokasi
Tabel 1.1 Penyakit-penyakit yang dapat ditularkan oleh nyamuk culex pipiens
Penyakit Penyebab
1. Filariasis Parasit nematoda (Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, atau
Brugia Timori)
Gambar 1.6 Siklus Penularan Penyakit Filariasis oleh nyamuk Culex sp.,
Gambar 1.6 Siklus Penularan Penyakit Japanese Enchephalitis oleh nyamuk Culex
Gambar 1.6 Siklus Penularan Penyakit Chikungunya oleh nyamuk Culex sp.,
G. UPAYA PENGENDALIAN
Tabel 1.2 Upaya pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk culex sp.,
Penyakit Pengendalian
1. Filariasis Gerakan 3M (Menguras, menimbun, mengubur)
Penggunaan net atau kawat kasa dan memakai
2. Ensefalitis
pakaian yang dapat menutupi seluruh tubuh untuk
mencegah gigitan nyamuk
Penyemprotan insektisida atau larvasida (abate)
untuk mengeliminasi atau menurunkan populasi
vektor nyamuk.
Pemberdayaan masyarakat
Penggunaan zat penolak serangga sesuai dengan
yang direkomendasikan, yaitu yang mengandung
DEET (diethylmetatoluamide) misalnya : autan,
soffel, dsb.
Pengendalian hayati dengan menggunakan
patogen mikroba seperti, Bacillus Sphaericus,dsb.
(Sumber : Buku Entomologi Kedokteran tahun 2008)
DAFTAR PUSTAKA
2. Morfologi
Salah satu ciri dari larva nyamuk Culex adalah memiliki siphon. Siphon
dengan beberapa kumpulan rambut membentuk sudut dengan permukaan air.
Nyamuk Culex mempunyai 4 tingkatan atau instar sesuai dengan pertumbuhan
larva tersebut, yaitu :
1. Larva instar I, berukuran paling kecil yaitu 1 – 2 mm atau 1 – 2 hari
setelah menetas. Duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong
pernafasan pada siphon belum jelas.
2. Larva instar II, berukuran 2,5 – 3,5 mm atau 2 – 3 hari setelah telur
menetas. Duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.
3. Larva instar III, berukuran 4 – 5 mm atau 3 – 4 hari setelah telur menetas.
Duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat
kehitaman.
4. Larva IV, berukuran paling besar yaitu 5 – 6 mm atau 4 – 6 hari setelah
telur menetas, dengan warna kepala
Kepala larva pendek dan gemuk menjadi lebih gelap ke arah pangkalan.
Sikat mulut memiliki filamen kuning panjang yang digunakan untuk menyaring
bahan organik. Perut terdiri dari delapan segmen, siphon, dan pelana. Setiap
segmen memiliki pola setae yang unik (Sirivanakarn dan White 1978). Sifon
berada di sisi punggung perut, dan di Culex quinquefasciatus sifon empat kali
lebih panjang daripada lebar dengan beberapa jumbai setae (Darsie dan Morris
2000). Pelana berbentuk barel dan terletak di sisi perut perut dengan empat papila
anal panjang yang menonjol dari ujung posterior.
c. Pupa
Larva memakan bahan biotik dalam air dan membutuhkan antara 5-8
hari untuk menyelesaikan perkembangannya pada suhu 30 ° C (Gerberg et al.
1994). Larva berkembang melalui empat instar larva, dan menjelang akhir instar
keempat mereka berhenti makan dan berganti kulit menjadi tahap kepompong.
Setelah 36 jam pada 27 ° C dewasa muncul dari tahap kepompong (Gerberg et al.
1994). Waktu pengembangan dalam kondisi alami untuk semua tahap bervariasi
dan tergantung pada suhu.
Nyamuk jantan dan betina mengambil makanan gula dari tanaman.
Setelah kawin, betina mencari makan darah. Culex quinquefasciatus adalah
pengumpan oportunistik, memakan mamalia dan / atau burung sepanjang malam.
Jantan bertahan hidup hanya dengan makanan gula, sementara betina akan
mengambil banyak makanan darah. Setelah nyamuk betina mencerna makan
darah dan telur berkembang, dia menemukan tempat yang cocok untuk bertelur,
dan siklus dimulai lagi. Seekor betina tunggal dapat bertelur hingga lima rakit
telur dalam seumur hidup (Gerberg et al. 1994). Jumlah telur per rakit bervariasi
dengan kondisi iklim.
Nyamuk tertarik pada benda dan pakaian berwarna gelap, manusia serta
hewan. Hal ini disebabkan oleh rangsangan bau zat-zat yang dikeluarkan
hewan, terutama CO2 dan beberapa asam amino. Berbeda dengan nyamuk
Anopheles, nyamuk genus Culex mempunyai kebiasaan menghisap pada malam
hari saja. Jarak terbang nyamuk Culicini sangat pendek hanya beberapa puluh
meter saja
5. Penyakit yang Ditularkan
Culex quinquefasciatus adalah vektor dari banyak patogen manusia, dan
hewan peliharaan dan hewan liar. Virus yang ditularkan oleh spesies ini termasuk
WNv, SLEv, dan Western equine encephalitis virus (WEEv). Virus ini
meningkatkan jumlahnya pada burung dan kemudian menginfeksi nyamuk yang
menggigit burung selama musim bersarang burung di musim semi. Nyamuk dapat
menularkan virus ke manusia. Ensefalitis St. Louis tergantung pada usia, lebih
banyak menyerang manusia yang lebih tua daripada yang muda. Gejala penyakit
ini mirip flu dan dapat berkisar dari demam dan sakit kepala hingga kekakuan dan
kebingungan. Setelah periode beberapa hari, otak mungkin mulai membengkak,
disertai dengan depresi, kegembiraan ekstrem, mengantuk, atau sulit tidur (CDC
Juni 2007). Manusia tidak mengembangkan tingkat tinggi virus dalam darah dan
oleh karena itu dianggap inang buntu yang tidak dapat menginfeksi nyamuk .
Culex quinquefasciatus kemungkinan memainkan peran penting dalam
mempertahankan virus dalam populasi burung, dan mampu menularkannya ke
manusia.
Di luar AS, Culex quinquefasciatus bertanggung jawab untuk
mentransmisikan nematoda filaria, Wuchereria bancrofti (Afrika Tropis dan Asia
Tenggara), dan virus demam Rift Valley (RVF) (Afrika). Wuchereria bancrofti
adalah nematoda filaria yang dapat menyebabkan filariasis limfatik. Saat ini, di
seluruh dunia ada sekitar 120 juta kasus limfatik filariasis (WHO 2000). Nyamuk
mengambil mikrofilaria dari vertebrata yang terinfeksi. Nematoda berkembang di
dalam nyamuk, dan diteruskan ke vertebrata lain. Demam Rift Valley telah
menyebabkan epidemi besar di Afrika dan Asia. Pada tahun 1997, 300 kasus
manusia RVF dilaporkan di Kenya dan Somalia selatan.
6. Siklus Penderita
a. Filariasis
Keterangan:
1. Selama mengisap darah, nyamuk Culex quinquefasciatus yang terinfeksi
memasukkan larva stadium tiga (L-3) melalui kulit manusia dan penetrasi
melalui luka bekas gigitan.
2. Larva berkembang menjadi dewasa dan pada umumnya habitatnya pada
kelenjar limfatik.
3. Cacing dewasa menghasilkan microfilaria yang migrasi ke limfe dan
mencapai sirkulasi darah perifer.
4. Nyamuk mengingesti microfilaria selama mengisap darah.
5. Setelah masuk dalam tubuh nyamuk, selubung (sheath) dari microfilaria
terlepas dan melalui dinding proventikulus dan ke usus bagian tengah
(midgut) kemudian mencapai otot toraks.
6. Microfilaria berkembang menjadi larva stadium pertama (L-1)
7. kemudian menjadi L-2 dan selanjutnya menjadi larva stadium tiga (L-3).
8. Larva stadium tiga bermigrasi menuju probosis.
9. dan dapat menginfeksi penderita yang lain ketika mengisap darah.
b. Japanese Encephalist
Tanda dan gejala Ensefalitis biasanya muncul antara 4-14 hari setelah
gigitan nyamuk (masa inkubasi) dengan gejala utama berupa demam tinggi yang
mendadak, perubahan status mental, gejala gastrointestinal, sakit kepala, disertai
perubahan gradual gangguan bicara, berjalan, adanya gerakan involuntir
ekstremitas ataupun disfungsi motorik lainnya. Pada anak, gejala awal biasanya
berupa demam, iritabilitas, muntah, diare, dan kejang. Kejadian kejang terjadi
pada 75% kasus anak. Sedangkan pada penderita dewasa, keluhan yang paling
sering muncul adalah sakit kepala dan gejala peningkatan tekanan intrakranial.
Sampai saat ini belum ada obat khusus untuk menyembuhkan penyakit ini,
hanya dapat mengurangi gejala (mencegah perburukan kasus). Oleh karena itu,
upaya pencegahan sangat penting. JE dapat dicegah dengan pemberian imunisasi
dan menghindari gigitan nyamuk (vektor penular JE).
7. Pengendalian
Secara garis besar ada 4 cara pengendalian vector, yaitu dengan cara 1)
kimiawi, 2) biologis, 3) radiasi, dan 4) mekanik/pengelolaan lingkungan.
Pengendalian secara kimiawi biasanya digunakan insektisida dari
golongan orghanochlorine, organophosphor, carbamate dan pyrethoid. Bahan-
bahan tersebut dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan terhadap rumah-
rumah penduduk
Insektisida dapat digunakan untuk mengendalikan larva dan nyamuk
dewasa. Larvisida diaplikasikan pada air di dekat tempat larva terkonsentrasi.
Metode ini mengurangi jumlah terbesar nyamuk yang belum menghasilkan telur
dengan jumlah pestisida yang paling sedikit. Adulticides digunakan untuk dengan
cepat mengurangi populasi nyamuk dewasa di suatu daerah. Secara umum,
resistensi nyamuk terhadap insektisida tertentu dapat mengurangi efektivitas
pengendalian bahan kimia. Beberapa bahan kimia memerlukan aplikator pestisida
berlisensi untuk melakukan aplikasi. Sebelum melanjutkan dengan kontrol kimia,
hubungi layanan pembasmi vektor terlebih dahulu.
Pengendalian Lingkungan antara lain dengan mencegah nyamuk kontak
dengan manusia yaitu dengan memasang kawat kasa pada lubang ventilasi,
jendela dan pintu. Cara yang lain yaitu dengan gerakan 3M “Plus” yaitu: 1)
menguras tempat-tempat penampungan air, 2) menutup rapat tempat
penampungan air, 3) menimbun barang-barang bekas atau sampah yang dapat
menampung air hujan dalam tanah. “Plus” menabur bubuk pembasmi jentik
(larvasida), memelihara ikan pemakan jentik di tempat penampungan air dan
pemasangan kelambu.
Perlindungan pribadi, pengurangan habitat larva, adalah cara terbaik untuk
mengurangi gigitan nyamuk dan oleh karena itu penularan patogen yang
ditularkan nyamuk. Karena Culex quinquefasciatus aktif di malam hari, kemeja
lengan panjang dan obat nyamuk direkomendasikan untuk kegiatan di luar malam
hari, serta mengurangi jumlah aktivitas luar juga menurunkan risiko gigitan Culex
quinquefasciatus .
Culex quinquefasciatus sangat bergantung pada lingkungan akuatik yang
kaya nutrisi. Maka sangat penting untuk mengurangi atau menghilangkan jenis
lingkungan akuatik ini. Di sekitar rumah ini bisa dilakukan dengan tidak
menyiram tanaman, mengganti air di piring air hewan peliharaan, mengganti air di
pemandian burung setidaknya sekali seminggu, membuang wadah penampung air
yang tidak perlu, dan menjaga kebersihan kolam. Wadah penampung air yang
tidak dapat dilepas dapat ditutup atau dibalikkan, ban bekas harus dihilangkan,
dan parit drainase harus tetap bersih dari sampah yang akan menghambat aliran.
Culex tritaeniorhynchus
Mayditania Intan Bunga Pratiwi (6411417052)
Taksonomi
Filum : Arthropoda
Ordo : Diptera
Subordo : Nematocera
Famili : Culicidae
Genus : Culex
1. Telur
Telur biasanya diletakkan di atas permukaan air satu per satu atau berkelompok.
Telur-telur dari jenis Culex sp diletakkan berkelompok (raft). Dalam satu
kelompok biasa terdapat puluhan atau ratusan ribu nyamuk. Telur dapat bertahan
hidup dalam waktu yang cukup lama dalam bentuk dorman. Namun, bila air
cukup tersedia, telur-telur itu biasanya menetas 2-3 hari sesudah diletakkan
(Sembel, 2009).
2. Larva
Telur menetas menjadi larva. Berbeda dengan larva dari anggota Diptera
yang lain seperti lalat yang larvanya tidak bertungkai, larva nyamuk memiliki
kepala yang cukup besar serta toraks dan abdomen yang cukup jelas. Larva dari
kebanyakan nyamuk menggantungkan diri di permukaan air. Untuk mendapatkan
oksigen dan udara, larva-larva nyamuk Culex sp biasanya menggantungkan
tubuhnya membentuk sudut terhadap permukaan air. Pertumbuhan dan
perkembangan larva dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah temperatur,
cukup tidaknya bahan makanan, ada tidaknya pemangsa dalam air dan lain
sebagainya (Soegijanto 2006). Kebanyakan larva nyamuk menyaring
mikroorganisme dan partikel-partikel lainnya yang ada di dalam air. Larva
biasanya melakukan pergantian kulit empat kali dan berpupasi sesudah tujuh hari
(Sembel, 2009).
3. Pupa
Sesudah melewati pergantian kulit keempat, maka terjadi pupasi. Pupa
berbentuk agak pendek, tidak makan, tetapi tetap aktif bergerak dalam air
terutama bila diganggu. Mereka berenang naik turun dari bagian dasar ke
permukaan air. Bila perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah dua atau
tiga hari, maka kulit pupa akan pecah dan nyamuk dewasa keluar serta terbang
(Sembel, 2009).
4. Dewasa
Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa berhenti sejenak di atas
permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayap – sayapnya dan
sesudah mampu mengembangkan sayapnya, nyamuk dewasa terbang mencari
makan. Dalam keadaan istirahat, bentuk dewasa Culex sp hinggap dalam keadaan
sejajar dengan permukaan (Sembel, 2009).
4. Pada segmen kepala terdapat beberapa Antena, Mata, dan beberapa pasang
rambut seperti midfrontal hairs dan inner frontal hairs. Mid frontal hairs
adalah bulu yang terdapat pada kepala larva bagian tengah, sedangkan
Inner frontal hairs adalah bulu yang terdapat di kepala nyamuk, di bawah
midfrontal hairs (Dodge, 1966).
(a) Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm,
duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas dan corong
pernapasan (siphon) belum menghitam.
(b) Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas,
dan corong pernapasan sudah berwarna hitam.Larva instar II mengambil
oksigen dari udara, dengan menempatkan corong udara (siphon) pada
permukaan air seolah-olah badan larva berada pada posisi membentuk
sudut dengan suhu permukaan air sekitar 30°C, larva instar II dalam
bergerak tidak terlalu aktif.
(c) Larva Instar III lebih besar sedikit dari larva instar II dan lebih aktif
bergerak.
(d) Larva instar IV telah lengkap struktur morfologinya dan jelas tubuh dapat
dibagi jelas menjadi bagian kepala (cepal), dada (thorax) dan perut
(abdomen). Larva ini berukuran paling besar 5 mm. Larva ini tubuhnya
langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan waktu.
Temperatur optimal untuk perkembangan larva ini adalah 25°C – 30°C
(Depkes RI, 2005).
1. Telur
Telur nyamuk Culex sp. berbentuk seperti cerutu, pada salah satu ujungnya
terdapat bentukan seperti topi yang disebut corolla. Telur diletakkan di atas
permukaan air, walau tidak memiliki lateral float. Telur dilekatkan satu sama lain
dan tersusun seperti rakit di atas permukaan air (Soebaktiningsih, 2015).
2. Larva
Larva nyamuk Culex sp. memiliki IV fase instar. Larva instar pertama
keluar dari telur melalui circular slit pada dinding telur. Setelah berganti kulit 3x
larva akan masuk pada fase instar IV. Pada fase instar IV, larva memiliki 3 bagian
tubuh yang terdiri dari kepala, thorax, dan abdomen. Bagian kepala larva instar IV
mengandung lapisan chitine yang lebih tebal daripada bagian tubuh yang lain,
kompleks dorso ventral dengan satu pasang antena berbentuk seperti pasak, 1
pasang mata, 1 pasang mouth brush untuk menyapu makanan masuk ke
mandibula (chewing mouth part). Thorax terdiri dari 3 segmen (prothorax,
mesothorax, dan metathorax) yang menyatu, pada bagian lateral terdapat
kelompok rambut yang bercabang. Abdomen terdiri dari 9 segmen, dengan 7
segmen pertama sama besar. Larva Culex sp. memiliki siphon pernapasan yang
panjang dan langsing sehingga larva memposisikan diri membentuk sudut dengan
permukaan air. Siphon larva Culex sp. memiliki beberapa pasang ventral hair tuft
dan dua baris pectin teeth. Pada segmen abdomen ke-8 terdapat 1 pasang spiracle
pada ujungnya yang berfungsi sebagai lubang pernapasan yang berhubungan
dengan trakea (Soebaktiningsih, 2015).
3. Pupa
Pupa berbentuk notasi koma apabila dilihat dari lateral. Kepala dan thorax
bersatu menjadi cephalothorax dengan abdomen melengkung. Pada bagian dorsal
cephalothorax terdapat 1 pasang bentukan seperti terompet yang disebut
breathing tube dan 1 pasang palmate hair. Pupa merupakan stadium yang tidak
makan namun bergerak aktif secara jerky movement. Setelah 2-3 hari sebagai
pupa, permukaan dorsal cephalothorax akan pecah dan nyamuk dewasa muncul
melalui slit yang berbentuk seperti huruf T. Setelah sayapnya mengeras, nyamuk
jantan dan nyamuk betina kawin (Soebaktiningsih, 2015).
( Institute Of Tropical Medicine Antwerp, 2016 )
4. Dewasa
Nyamuk Culex sp. dewasa memiliki tubuh langsing dengan tiga bagian:
kepala, thorax dan abdomen. Kepala nyamuk Culex sp. berbentuk bulat oval atau
spheric, memiliki 1 proboscis, dan 2 palpus sensorik. Proboscis nyamuk Culex sp.
terdiri dari labrum, mandibula, hipopharinx, maxilla, dan labium. Kepala nyamuk
memiliki 1 pasang mata holoptic untuk nyamuk jantan dan mata dichoptic untuk
nyamuk betina serta 1 pasang antena yang terdiri dari 15 segmen. Antena nyamuk
jantan berambut lebat (plumose) dan antena nyamuk betina berambut jarang
(pylose). Pada stadium dewasa palpus nyamuk jantan setinggi proboscis dan
ujungnya tidak menebal. Nyamuk betina mempunyai palpus yang lebih pendek
darpada proboscis-nya. Nyamuk Culex sp. memiliki tipe mulut piercing and
sucking (Soebaktiningsih, 2015).
( Institute Of Tropical Medicine Antwerp, 2016 )
Gambar. Kepala nyamuk jantan (kiri) dan kepala nyamuk betina (kanan)
Abdomen terdiri dari 10 segmen, tiap segmen abdomen terdiri dari tergum
dan sternum. Abdomen berisi traktus sirkulatorius, traktus digestivus, traktus
nervosus dan traktus reproduksi (Soebaktiningsih, 2015).
Siklus Hidup
Siklus hidup nyamuk Culex sp. dari telur sampai dewasa umumnya antara 13-16
hari. Nyamuk mulai menghisap darah pada 2 hari setelah muncul dari pupa dan
bertelur 2-5 hari kemudian. Waktu yang dibutuhkan dari munculnya nyamuk
dewasa sampai bertelur yang pertama berkisar antara 4-8 hari, sedang peletakan
telur berikutnya terjadi paling cepat 2 hari dan paling lama 5 hari setelah
menghisap darah. Nyamuk generasi baru akan muncul setiap 15 hari sekali.
Nyamuk jantan maupun betina dapat bertahan hidup sekitar 25 hari, 50% nyamuk
jantan hidup lebih dari 13 hari dan nyamuk betina dapat hidup lebih dari 12 hari
(CDC, 2015a).
DAFTAR PUSTAKA
1. Taksonomi
Klasifikasi
Culex sp. adalah sebagai berikut
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta/ Hexapoda
Ordo : Diptera
Subordo : Nematocera
Famili : Culicidae
Genus : Culex
Species : Culex sp.
2. Morfologi
2.1. Telur
Telur nyamuk Culex tarsalis. berbentuk seperti cerutu, pada salah satu
ujungnya terdapat bentukan seperti topi yang disebut corolla. Telur
diletakkan di atas permukaan air, walau tidak memiliki lateral float. Telur
dilekatkan satu sama lain dan tersusun seperti rakit di atas permukaan air.
2.2. Larva
Larva nyamuk Culex sp. memiliki IV fase instar. Larva instar
pertama keluar dari telur melalui circular slit pada dinding telur. Setelah
berganti kulit 3x larva akan masuk pada fase instar IV. Pada fase instar IV,
larva memiliki 3 bagian tubuh yang terdiri dari kepala, thorax, dan
abdomen. Bagian kepala larva instar IV mengandung lapisan chitine yang
lebih tebal daripada bagian tubuh yang lain, kompleks dorso ventral
dengan satu pasang antena berbentuk seperti pasak, 1 pasang mata, 1
pasang mouth brush untuk menyapu makanan masuk ke mandibula
(chewing mouth part). Thorax terdiri dari 3 segmen (prothorax,
mesothorax, dan metathorax) yang menyatu, pada bagian lateral terdapat
kelompok rambut yang bercabang. Abdomen terdiri dari 9 segmen, dengan
segmen pertama sama besar. Larva Culex sp. memiliki siphon pernapasan
yang panjang dan langsing sehingga larva memposisikan diri membentuk
sudut dengan permukaan air. Siphon larva Culex sp. memiliki beberapa
pasang ventral hair tuft dan dua baris pectin teeth. Pada segmen abdomen
ke-8 terdapat 1 pasang spiracle pada ujungnya yang berfungsi sebagai
lubang pernapasan yang berhubungan dengan trakea.
2.3.Pupa
Pupa berbentuk notasi koma apabila dilihat dari lateral. Kepala dan
thorax bersatu menjadi cephalothorax dengan abdomen melengkung.
Pada bagian dorsal cephalothorax terdapat 1 pasang bentukan seperti
terompet yang disebut breathing tube dan 1 pasang palmate hair. Pupa
merupakan stadium yang tidak makan namun bergerak aktif secara jerky
movement. Setelah 2-3 hari sebagai pupa, permukaan dorsal
cephalothorax akan pecah dan nyamuk dewasa muncul melalui slit yang
berbentuk seperti huruf T. Setelah sayapnya mengeras, nyamuk jantan
dan nyamuk betina kawin.
2.4. Dewasa
Nyamuk Culex sp.dewasa memiliki tubuh langsing dengan tiga
bagian: kepala, thorax dan abdomen. Kepala nyamuk Culex sp.berbentuk
bulat oval atau spheric, memiliki 1 proboscis, dan 2 palpus sensorik.
Proboscis nyamuk Culex sp. terdiri dari labrum, mandibula, hipopharinx,
maxilla,dan labium. Kepala nyamuk memiliki 1 pasang mata holoptic
untuk nyamuk jantan dan mata dichoptic untuk nyamuk betina serta 1
pasang antena yang terdiri dari 15 segmen. Antena nyamuk jantan
berambut lebat (plumose) dan antena nyamuk betina berambut jarang
(pylose). Pada stadium dewasa palpus nyamuk jantan setinggi proboscis
dan ujungnya tidak menebal. Nyamuk betina mempunyai palpus yang
lebih pendek daripada proboscis-nya. Nyamuk Culex sp. memiliki tipe
mulut piercing and sucking. Thorax terdiri dari 3 segmen yaitu prothorax,
mesothorax dan metathorax. Pada masing-masing segmen terdapat 1
pasang kaki. Tiap segmen kaki terdiri dari coxa, trochanter, femur, tibia
dan tarsus yang terdiri dari 5 segmen diakhiri dengan claw atau cakar
(Soebaktiningsih, 2015). Bentuk scutelum sederhana seperti bulan sabit.
Sepasang sayap keluar dari mesothorax, yang ukurannya lebih besar dari
segmen lainnya. Sepasang sayap kedua berubah menjadi alat
keseimbangan yang disebut halter keluar dari mesothorax. Sayap
merupakan pelebaran ke lateral dari tergum, terdiri dari bagian
membraneusdan bagian yang mirip pipa yang berhubungan dengan
haemocoele dari thorax dan berisi haemolymph, trachea dan serat saraf.
Pada bagian pinggir sayap ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok
membentuk gambaran belang-belang hitam dan putih dengan bagian
ujung sisik sayap melengkung. Abdomen terdiri dari 10 segmen, tiap
segmen abdomen terdiri dari tergum dan sternum. Abdomen berisi
traktus sirkulatorius, traktus digestivus, traktus nervosus dan traktus
reproduksi.
Ket :
1 : Kaki belakang
2 : Kepala
3 : Palp besar
4 : Palp kecil
5 : Belalai
6 : Torak
7 : Kaki tengah
8 : Abdomen
9 : Sayap
10 : Antena
3. Siklus Hidup
Nyamuk Culex tarsalis merupakan Arthropoda dengan tipe
holometabolous metamorphose dengan 4 stadium dalam siklus hidup yaitu
telur, larva, pupa, dan dewasa. Tiga tahap pertama perkembangbiakan nyamuk
berada di air selama 5-14 hari, tergantung pada suhu lingkungan. Setelah
berkembang melalui 4 tahapan atau instar, larva bermetamorfosis menjadi
pupa. Pada akhir setiap instar, larva akan melepaskan eksoskeleton atau kulit
untuk memungkinkan pertumbuhan pada stadium lebih lanjut.
Siklus hidup nyamuk Culex sp. dari telur sampai dewasa umumnya antara
13-16 hari. Nyamuk mulai menghisap darah pada 2hari setelah muncul dari
pupa dan bertelur 2-5 hari kemudian. Waktu yang dibutuhkan dari munculnya
nyamuk dewasa sampai bertelur yang pertama berkisar antara 4-8 hari, sedang
peletakan telur berikutnya terjadi paling cepat 2 hari dan paling lama 5hari
setelah menghisap darah. Nyamuk generasi baru akan muncul setiap 15 hari
sekali. Nyamuk jantan maupun betina dapat bertahan hidup sekitar 25 hari,
50% nyamuk jantan hidup lebih dari 13 hari dan nyamuk betina dapat hidup
lebih dari 12 hari.
4. Bionomik Nyamuk Culex Tarsalis
2. Perilaku makan
Nyamuk Culex tarsalis suka menggigit manusia dan hewan terutama
pada malam hari. Nyamuk Culex sp suka menggigit binatang peliharaan,
unggas, kambing, kerbau dan sapi. Menurut penelitian yang lalu kepadatan
menggigit manusia di dalam dan di luar rumah nyamuk Culex sp hampir sama
yaitu di luar rumah (52,8%) dan kepadatan menggigit di dalam rumah
(47,14%), namun ternyata angka dominasi menggigit umpan nyamuk manusia
di dalam rumah lebih tinggi (0,64643) dari nyamuk menggigit umpan orang di
luar rumah (0,60135).
3. Kesukaan beristirahat
Setelah nyamuk menggigit orang atau hewan nyamuk tersebut akan
beristirahat selama 2 sampai 3 hari. Setiap spesies nyamuk mempunyai
kesukaan beristirahat yang berbeda-beda. Nyamuk Culex sp suka beristirahat
dalam rumah. Nyamuk ini sering berada dalam rumah sehingga di kenal
dengan nyamuk rumahan.
4. Aktifitas menghisap darah
Nyamuk Culex sp suka menggigit manusia dan hewan terutama pada
malam hari (nocturnal). Nyamuk Culex sp menggigit beberapa jam setelah
matahari terbenam sampai sebelum matahari terbit. Dan puncak menggigit
nyamuk ini adalah pada pukul 01.00-02.00.
5. Penyakit Yang Ditularkan
- filariasis
6. Pengendalian
Pengendalian terhadap nyamuk Culex sp. dikelompokkan menjadi lima kategori
sebagai berikut :
6.1. Kimia
Penggunaan insektisida kimia merupakan cara yang efektif dalam
pengendalian vector penyakit karena bekerja dan memberikan efek toksik secara
langsung. Cara kerja insektisida dalam tubuh serangga dikenal istilah mode of
action dan cara masuk atau mode of entry. Mode of action adalah cara insektisida
memberikan pengaruh melalui titik tangkap (target site) di dalam tubuh serangga.
Titik tangkap pada serangga biasanya berupa enzim atau protein. Beberapa jenis
insektisida dapat mempengaruhi lebih dari satu titik tangkap pada serangga.
Apabila penggunaan insektisida kimia melebihi dari dosis yang disarankan atau
terpapar terlalu lama akan menimbulkan berbagai efek samping bagi manusia
seperti mual muntah, sesak napas, dan tanda-tanda intoksikasi lainnya sehingga
menimbulkan masalah yang serius bagi manusia dan lingkungannya.
Penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/Indoors Residual Spraying)
merupakan salah satu aplikasi pengendalian vektor secara kimia.
6.2. Fisik
Metode pengendalian secara fisik dilakukan dengan pemakaian kelambu atau
menggunakan kelambu berinsektisida, kawat kassa di ventilasi, jendela dan pintu
serta raket elektrik.
6.3. Biologis
Penggunaan predator vektor alami seperti
bakteri,protozoa,jamur,ikan,katak,dan predator lain untuk membunuh telur, larva
dan pupa nyamuk
6.4. Radiasi
Melakukan sterilisasi dengan bahan radioaktif tertentu terhadap nyamuk
dewasa merupakan salah satu alternatif untuk upaya pengendalian vektor. Radiasi
gamma dan neutron dapat dimanfaatkan untuk pengendalian vektor penyakit
melalui teknik TSM (Teknik Serangga Mandul). Faktor yang berpengaruh
terhadap proses kemandulan pada nyamuk ialah terjadinya infekunditas (tidak
dapat menghasilkan telur), inaktivasi sperma, mutasi letal dominan, aspermia, dan
ketidakmampuan kawin dari serangga betina atau jantan. Radiasidapat
mengurangi produksi telur yang disebabkan karena tidak terjadinya proses
oogenesis sehingga tidak terbentuk oogenia atau telur. Aspermia dapat
menyebabkan kemandulan karena radiasi merusak spermatogenesis sehingga tidak
terbentuk sperma. Inaktivasi sperma juga dapat menyebabkan kemandulan karena
sperma tidak mampu bergerak untuk membuahi sel telur. Faktor penyebab
kemandulan yang lain ialah ketidakmampuan kawin, hal ini karena radiasi
merusak sel-sel somatik saluran genetalia interna sehingga tidak terjadi
pembuahan sel telur. Irradiasi gamma menyebabkan penurunan yang sangat
drastis terhadap presentase penetasan telur, dosis 90 Gy mampu menurunkan
persentase penetasan telur hingga lebih dari 50%, bahkan untuk dosis 110 Gy
mampu menurunkan persentase penetasan telur hingga 96 %.
6.5. Lingkungan
Dalam pengendalian dengan cara pengelolaan lingkungan telah dikenal
dengan dua cara yaitu :
1) Perubahan Lingkungan (Environmental Modification)
Merupakan kegiatan pengubahan fisik yang permanen terhadap tanah, air
dan tanaman yang bertujuan untuk mencegah, menghilangkan, atau
mengurangi tempat perindukan nyamuk tanpa menyebabkan pengaruh
buruk terhadap kualitas lingkungan hidup manusia dan bersifat permanen.
Kegiatan ini antara lain dapat berupa penimbunan (filling), pengeringan
(draining), perataan permukaan tanah dan pembuatan bangunan, sehingga
vektor dan binatang penganggu tidak mungkin hidup (Hoedojo dan
Zulhasril, 2008a).
DAFTAR PUSTAKA
https://lib.unnes.ac.id/27884/1/6411411174.pdf
https://www.academia.edu/36675747/
MORFOLOGI_DAN_SIKLUS_HIDUP_CULEX_SP.docx
https://journal.bio.unsoed.ad.id
http://eprints.umm.ac.id/41082/3/jiptummpp-gdl-syafiraame-47132-3-bab2.pdf
Culex gelidus
Kunthi Silviana P. (6411417151)
A. Pengertian
Nyamuk genus Culex merupakan nyamuk yang pada masa telur sampai
menjadi pupa berada di banyak terdapat di sekitar kita. Nyamuk ini termasuk
lingkungan air, sedangkan setelah menjadi nyamuk serangga yang beberapa
spesiesnya sudah dibuktikan kehidupannya berada di darat dan udara. Dalam
sebagai vektor penyakit, disamping dapat mengganggu kehidupan nyamuk
terdapat tiga macam tempat yang kehidupan manusia karena gigitannya. Di
Indonesia ada diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Ketiga 23 spesies
nyamuk dari genus Anopheles, Aedes, Culex, tempat tersebut merupakan suatu
sistem yang satu Armigeres dan Mansonia sebagai vektor penyakit dengan lainnya
saling terkait; yaitu tempat untuk filariasis diantaranya Culex quinquefasciatus
dan Culex berkembangbiak, tempat untuk istirahat dan tempat bitaeniorrhynchus
dan pada umumnya nyamuk genus untuk mencari darah. Nyamuk ini banyak
terdapat Culex ini menyukai tempat-tempat buangan limbah pada genangan air
kotor (comberan, got, parit, dll). rumah tangga. Culex spp. merupakan jenis
nyamuk yang keberadaannya kalah terkenal di kalangan masyarakat dibandingkan
dengan nyamuk lainnya , seperti Aedes spp. (penyakit DBD) dan Anopheles
(penyakit malaria). Padahal di Indonesia sendiri terdapat kurang lebih 82 spesies
Culex, dan beberapa spesies diantaranya merupakan vektor penyakit Japanese
Enchepatilis (JE) dan Filariasis (Kaki gajah).
Seperti jenis nyamuk yang lain, culex termasuk jenis serangga yang paling
adaptif. Yakni mampu beradaptasi pada berbagai lingkungan. Culex di dunia
tercatat ada 751 spesies nyamuk yang dideskripsikan dan diidentifikasi. Namun,
tidak semua jenis Culex berperan sebagai vektor penyakit. Jenis Culex seperti
Culex trytaeniorhyncus, Culex gelidus dan beberapa jenis spesies lain dari group
Vishnui diidentifikasi sebagai vektor utama dari penyebaran penyakit JE.
Nyamuk Culex dewasa dapat berukuran 4 – 10 mm (0,16 – 0,4 inci). Dan
dalam morfologinya nyamuk memiliki tiga bagian tubuh umum: kepala, dada, dan
perut.
Culex gelidus dan Culex lain dalam group Vishnui justru lebih sedikit
ditemukan di Asia Selatan, Indocina, dan India.
Culex gelidus adalah vektor penting dari penyakit Japanese Enchepatilis (JE)
(Gould, 1962) khususnya di Asia Tenggara.
B. Distribusi Geografik
C. Taksonomi
Klasifikasi Culex sp. adalah sebagai berikut (ITIS, 2015):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta/ Hexapoda
Ordo : Diptera
Subordo : Nematocera
Famili : Culicidae
Genus : Culex
Species : Culex sp.
Sub Species : Culex gelidus
D. Morfologi
1. Telur
Telur nyamuk Culex sp. berbentuk seperti cerutu, pada salah satu
ujungnya terdapat bentukan seperti topi yang disebut corolla. Telur
diletakkan di atas permukaan air, walau tidak memiliki lateral float. Telur
dilekatkan satu sama lain dan tersusun seperti rakit di atas permukaan air
( (Soebaktiningsih, 2015).
2. Larva
Larva nyamuk Culex sp. memiliki IV fase instar. Larva instar pertama
keluar dari telur melalui circular slit pada dinding telur. Setelah berganti
kulit 3x larva akan masuk pada fase instar IV. Pada fase instar IV, larva
memiliki 3 bagian tubuh yang terdiri dari kepala, thorax, dan abdomen.
Bagian kepala larva instar IV mengandung lapisan chitine yang lebih
tebal daripada bagian tubuh yang lain, kompleks dorso ventral dengan
satu pasang antena berbentuk seperti pasak, 1 pasang mata, 1 pasang
mouth brush untuk menyapu makanan masuk ke mandibula (chewing
mouth part). Thorax terdiri dari 3 segmen (prothorax, mesothorax, dan
metathorax) yang menyatu, pada bagian lateral terdapat kelompok
rambut yang bercabang. Abdomen terdiri dari 9 segmen, dengan 7
segmen pertama sama besar. Larva Culex sp. memiliki siphon pernapasan
yang panjang dan langsing sehingga larva memposisikan diri membentuk
sudut dengan permukaan air. Siphon larva Culex sp. memiliki beberapa
pasang ventral hair tuft dan dua baris pectin teeth. Pada segmen abdomen
ke-8 terdapat 1 pasang spiracle pada ujungnya yang berfungsi sebagai
lubang pernapasan yang berhubungan dengan trakea (Soebaktiningsih,
2015)
3. Pupa
Pupa berbentuk notasi koma apabila dilihat dari lateral. Kepala dan
thorax bersatu menjadi cephalothorax dengan abdomen melengkung.
Pada bagian dorsal cephalothorax terdapat 1 pasang bentukan seperti
terompet yang disebut breathing tube dan 1 pasang palmate hair. Pupa
merupakan stadium yang tidak makan namun bergerak aktif secara jerky
movement. Setelah 2-3 hari sebagai pupa, permukaan dorsal
cephalothorax akan pecah dan nyamuk dewasa muncul melalui slit yang
berbentuk seperti huruf T. Setelah sayapnya mengeras, nyamuk jantan
dan nyamuk betina kawin (Soebaktiningsih, 2015).
4. Dewasa
Nyamuk Culex sp. dewasa memiliki tubuh langsing dengan tiga bagian:
kepala, thorax dan abdomen. Kepala nyamuk Culex sp. berbentuk bulat
oval atau spheric, memiliki 1 proboscis, dan 2 palpus sensorik. Proboscis
nyamuk Culex sp. terdiri dari labrum, mandibula, hipopharinx, maxilla,
dan labium. Kepala nyamuk memiliki 1 pasang mata holoptic untuk
nyamuk jantan dan mata dichoptic untuk nyamuk betina serta 1 pasang
antena yang terdiri dari 15 segmen. Antena nyamuk jantan berambut
lebat (plumose) dan antena nyamuk betina berambut jarang (pylose).
Pada stadium dewasa palpus nyamuk jantan setinggi proboscis dan
ujungnya tidak menebal. Nyamuk betina mempunyai palpus yang lebih
pendek darpada proboscis-nya. Nyamuk Culex sp. memiliki tipe mulut
piercing and sucking (Soebaktiningsih, 2015)
Thorax terdiri dari 3 segmen yaitu prothorax, mesothorax dan
metathorax. Pada masing-masing segmen terdapat 1 pasang kaki. Tiap
segmen kaki terdiri dari coxa, trochanter, femur, tibia dan tarsus yang
terdiri dari 5 segmen diakhiri dengan claw atau cakar (Soebaktiningsih,
2015). Bentuk scutelum sederhana seperti bulan sabit. Sepasang sayap
keluar dari mesothorax, yang ukurannya lebih besar dari segmen lainnya.
Sepasang sayap kedua berubah menjadi alat keseimbangan yang disebut
halter keluar dari mesothorax. Sayap merupakan pelebaran ke lateral dari
tergum, terdiri dari bagian membraneus dan bagian yang mirip pipa yang
berhubungan dengan haemocoele dari thorax dan berisi haemolymph,
trachea dan serat saraf. Pada bagian pinggir sayap ditumbuhi sisik-sisik
sayap yang berkelompok membentuk gambaran belang-belang hitam dan
putih dengan bagian ujung sisik sayap melengkung (Gandahusada, 1998)
Abdomen terdiri dari 10 segmen, tiap segmen abdomen terdiri dari
tergum dan sternum. Abdomen berisi traktus sirkulatorius, traktus
digestivus, traktus nervosus dan traktus reproduksi (Soebaktiningsih,
2015).
E. Siklus Hidup
1. Telur
2. Larva
Setelah kontak dengan air, telur akan menetas dalam waktu 2-3 hari.
Pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh faktor
temperature, tempat perindukan dan ada tidaknya hewan predator. Pada
kondisi optimum waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai
dewasa kurang lebih 5 hari.
3. Pupa
Pupa merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air,
pada stadium ini tidak memerlukan makanan dan terjadi pembentukan
sayap hingga dapat terbang, stadium kepompong memakan waktu lebih
kurang satu sampai dua hari. Pada fase ini nyamuk membutuhkan 2-5
hari untuk menjadi nyamuk, dan selama fase ini pupa tidak akan makan
apapun dan akan keluar dari larva menjadi nyamuk yang dapat terbang
dan keluar dari air.
4. Dewasa
Setelah muncul dari pupa nyamuk jantan dan betina akan kawin dan
nyamuk betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah waktu 24-36
jam. Darah merupakan sumber protein yang esensial untuk mematangkan
telur. Perkembangan telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10
sampai 12 hari.
F. Fisiologi
Nyamuk Culex sp. berkembang biak di segala jenis air, mulai dari air jernih
seperti air sumur, sumber air sampai air keruh, seperti air selokan, air rawa dan air
payau (Soebaktiningsih, 2015). Aktivitas menggigit nyamuk Culex sp. bersifat
eksofagik malam hari sebelum jam 24.00. Jarak terbang nyamuk berkisar ± 1,6
km (Hoedojo, 2008).
Perilaku nyamuk untuk genus Culex sp. seperti tempat berkembang biak dan
waktu aktivitas menggigit sangat penting diketahui oleh pengambil keputusan
sebagai dasar pertimbangan untuk menentukan intervensi dalam pengendalian
vektor yang lebih efektif (Kemenkes, Modul Pengendalian Demam Berdarah
Dengue, 2011).
G. Bionomik
2. Perilaku makan
3. Kesukaan beristirahat
J. Pengendalian
1. Kimia
Penggunaan insektisida kimia merupakan cara yang efektif dalam
pengendalian vektor penyakit karena bekerja dan memberikan efek toksik
secara langsung. Cara kerja insektisida dalam tubuh serangga dikenal
istilah mode of action dan cara masuk atau mode of entry. Mode of action
adalah cara insektisida memberikan pengaruh melalui titik tangkap (target
site) di dalam tubuh serangga. Titik tangkap pada serangga biasanya
berupa enzim atau protein. Beberapa jenis insektisida dapat
mempengaruhi lebih dari satu titik tangkap pada serangga. Apabila
penggunaan insektisida kimia melebihi dari dosis yang disarankan atau
terpapar terlalu lama akan menimbulkan berbagai efek samping bagi
manusia seperti mual, muntah, sesak napas, dan tanda-tanda intoksikasi
lainnya sehingga menimbulkan masalah yang serius bagi manusia dan
lingkungannya. penyemprotan dinding rumah dengan insektisida
(IRS/Indoors Residual Spraying) merupakan salah satu aplikasi
pengendalian vektor secara kimia (Kemenkes, Petunjuk Teknis
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam, 2012).
2. Fisik
Metode pengendalian secara fisik dilakukan dengan pemakaian kelambu
atau menggunakan kelambu berinsektisida, kawat kassa di ventilasi,
jendela dan pintu serta raket elektrik (Kemenkes RI, 2012).
3. Biologis
Penggunaan predator vektor alami seperti bakteri, protozoa, jamur, ikan,
katak, dan predator lain untuk membunuh telur, larva dan pupa nyamuk
(Kemenkes, Petunjuk Teknis Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam,
2012).
Mansonia indiana
Gladisya Ima Riadiyuana (6411417082)
Taksonomi
Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Diptera
Superfamily: Culicoidea
Family: Culicidae
Subfamily: Culicinae
Genus: Mansonia
B. Morfologi
D. Bionomik
- Filariasis
F. Siklus Penderita
Penyakit kaki gajah disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu
Wucheria Bancrofti, Brugia Malayi, dan Brugia Timori. Semua spesies tersebut
terdapat di Indonesia. Namum lebih dari 70 persen kasus di Indonesia disebabkan
oleh Brugia Malayi.
Larva cacing dari muda hingga menjadi larva infektif di dalam tubuh
nyamuk berlangsung selama 1-2 pekan. Sedangkan dari mulai masuknya larva
dari nyamuk ke tubuh manusia hingga menjadi cacing dewasa berlangsung selama
3-36 bulan. Meski terkesan gampang sekali tertular oleh nyamuk, namun pada
kenyataannya diperlukan ratusan hingga ribuan gigitan nyamuk hingga bisa
menyebabkan penyakit kaki gajah.
Cacing jantan dan betina hidup di dalam kelenjar limfe bentuknya halus
seperti benang dan berwarna putih susu. Mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk
melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan
bersarang di antara otot-otot toraks.
Bila nyamuk yang mengandung larva stadium III bersifat infektif dan
menggigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk ke dalam tubuh dan
bersarang di saluran limfe. Kemudian mengalami pertumbuhan dan tumbuh
menjadi cacing dewasa.
F. Pengendalian
a. Jika tempat peternakan ikan yang sudah tidak terawat, harus ditutup
menggunakan tenda/terpal, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk
yang berkembang di dalam air dan telurnya melengket pada tanaman di
daerah peternakan ikan.
Mansonia uniformis
Annisa Putri Fatmasari (6411417161)
A. LATAR BELAKANG
Ada lebih dari 2500 spesies nyamuk yang berbeda di seluruh dunia, Masing-
masing spesies memiliki nama ilmiah yang latin, seperti Culex Tarsalis, Aedes
Aegypti dll. Nama-nama ini digunakan dalam cara deskriptif sehingga nama
tersebut mewakili nyamuk tertentu. Nyamuk merupakan spesies dari arthropoda
yang berperan sebagai vector penyakit arthropod-born viral disease.
Nyamuk dapat berperan sebagai vektor penyakit pada manusia dan binatang.
Pada nyamuk betina, bagian mulutnya membentuk probosis panjang untuk
menembus kulit manusia maupun binatang untuk menghisap darah. Nyamuk
betina menghisap darah untuk mendapatkan protein untuk pembentukan
telur yang diperlukan. Sehingga untuk dapat lebih mengenal tentang nyamuk
dalam makalah ini kami membahas judul mengenai “nyamuk mansonia”
b. Ciri telur
Gambar 16. Telur Nyamuk Mansonia uniformis
Telur nyamuk Ma. uniformis yang bentuknya agak lonjong dengan
salah satu ujungnya meruncing mempunyai warna coklat gelap sampai
hitam. Telur tersebut oleh nyamuk biasanya diletakkan dalam bentuk
kelompok pada permukaan bawah daun tumbuhan inangnya yang
hidup di daerah berawa-rawa yang banyak tumbuhan air (Wharton,
1962). Ukuran telur dapat mencapai panjang sekitar 1 mm. Pada waktu
telur menetas larva akan keluar melalui bagian ujung telur yang robek
dan langsung masuk air berenang dan mencari tumbuhan air untuk
berlindung dan berkembang. Biasanya larva tersebut akan selalu ada
pada sela-sela akar tanaman air tersebut, hal ini karena untuk
mendapatkan oksigen dari jaringan tanaman. (Chapman, 1971)
DAFTAR PUSTAKA
Periplaneta americana
A. Gambaran Umum
Phylum: Arthopoda
Class: Insecta
Order : Blattodea
Family: Blattidae
Genus : Periplaneta
Kecoa memiliki 3 bagian tubuh utama yaitu caput (kepala), thorax (dada) dan
abdomen (perut). Pada segmen thorak terdapat 3 pasang kaki dengan tipe alat kaki
yang memiliki ukuran dan bentuk yang sama dimana tipe alat kaki seperti ini
digunakan untuk berlari sedangkan tipe mulut kecoa adalah menggigit dan
mengunyah. Kecoa Periplaneta Americana memiliki panjang sekitar 3,81 cm,
berwarna coklat kemerahan, memiliki tanda di dada, dan memiliki sayap
sempurna. Kecoa betina mampu menghasilkan kapsul telur yang panjangnya 79
cm dan lebarnya 46 cm setiap minggunya. Kecoa rumah betina biasanya
membawa sebuah kapsul telur sekitar sehari lalu kemudian disimpan di tempat
yang aman. Masa inkubasi berlangsung selama 1-2 bulan. Nimfa Periplaneta
Americana dengan nimfa Blatta orientalis sulit dibedakan. Namun nimfa
Periplaneta Americana lebih kecil, berwarna coklat kemerahan dan belum
memiliki sayap sempurna (Ramsay dan Thomasson, 2009). Kecoa memiliki 3
bagian tubuh utama yang terdiri dari :
1) Caput (Kepala)
Pada bagian kepala terdapat mulut yang digunakan untuk mengunyah, terdapat
sepasang mata majemuk yang dapat membedakan gelap dan terang. Di kepala
terdapat sepasang antena yang panjang alat indra yang dapat mendeteksi bau-
bauan dan vibrasi di udara. Dalam keadaan istirahat kepalanya ditundukkan
kebawah pronotum yang berbentuk seperti perisai.
2) Thorax (Dada)
Pada bagian dada terdapat tiga pasang kaki dan sepasang sayap yang dapat
menyebabkan kecoa bisa terbang dan berlari dengan cepat. Terdapat struktur
seperti lempengan besar yang berfungsi menutupi dasar kepala dan sayap,
dibelakang kepala disebut pronotum.
3) Abdomen(Perut)
Badan atau perut kecoa merupakan bangunan dan sistem reproduksi, kecoa akan
mengandung telur-telurnya sampai telur-telurnya siap untuk menetas. Dari ujung
abdomen terdapat sepasang cerci yang berperan sebagai alat indra. Cerci
berhubungan langsung dengan kaki melalui ganglia saraf abdomen (otak
sekunder) yang paling penting dalam adaptasi pertahanan. Apabila kecoa
merasakan adanya gangguan pada cerci maka kakinya akan bergerak lari sebelum
otak menerima tanda atau sinyal (Rokhmah, 2016).
Stadium telur kecoa membutuhkan waktu 30-40 hari untuk menetas. Telur
kecoa tidak diletakkan sendiri-sendiri melainkan secara berkelompok. Kelompok
telur ini dilindungi oleh selaput keras yang disebut kapsul telur atau ootheca.
Kapsul telur dihasilkan oleh kecoa betina dan diletakkan pada tempat tersembunyi
atau pada sudut-sudut dan pemukaan sekatan kayu hingga menetas dalam waktu
tertentu yang disebut sebagai masa inkubasi kapsul telur, tetapi pada spesies kecoa
lainnya kapsul telur tetap menempel pada ujung abdomen hingga menetas. Jumlah
telur maupun masa inkubasinya tiap kapsul telur berbeda menurut spesiesnya
(Depkes, 2009).
Kapsul telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi nimfa yang hidup
bebas dan bergerak aktif. Nimfa yang baru keluar dari kapsul telur berwarna putih
seperti butiran beras, kemudian berangsur-angsur berubah menjadi berwarna
coklat dan tidak bersayap. Nimfa tersebut berkembang melalui beberapa instar (1-
6 instar) sebelum mencapai stadium dewasa, lamanya stadium nimfa berkisar 5-6
bulan. Periplanetta americana dewasa dapat diketahui dengan adanya dua pasang
sayap baik pada kecoa jantan maupun kecoa betina dan hanya kecoa rumah betina
yang mengeluarkan pheromone yaitu sejenis zat untuk menarik perhatian kecoa
rumah jantan. (Depkes, 2009).
Gambar 3. Kapsul telur Periplaneta Americana
2) Kebiasaan Makan
Kecoa memakan hampir segala macam makanan yang mengandung zat
tepung dan gula. Selain makanan yang mengandung zat tepung dan gula, kecoa
(Periplaneta americana) juga menyukai makanan yang bukan merupakan bahan
makanan bagi manusia seperti pinggiran buku, bagian dalam tapak sepatu,
serangga mati, kulit mereka sendiri yang sudah mati dan usang, darah kering,
kotoran badan dll.
Menurut (Amalia & Harahap, 2010) pada pengujian dengan metode tanpa
pilihan pada kondisi terang, selai stroberi dan campuran selai kacang tanah -selai
stroberi -telur ayam lebih disukai oleh nimfa kecoa amerika dibandingkan umpan
lain, sedangkan pada kondisi selai stroberi dan selai stroberi-telur ayam yang lebih
disukai oleh nimfa. Nimfa lebih menyukai makanan yang bertekstur lunak dan
berbentuk cair, oleh karenaitu nimfa lebih menyukai selai stroberi dan selai
stroberi-telur ayam. Selain itu nimfa juga menyukai campuran selai kacang tanah-
selai stroberi-telur ayam, karena kandungan nutrisinya yang lengkap, sehingga
mampu menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Sedangakan untuk
Kecoa (Periplaneta americana) lebih menyukai selai stroberi karena memiliki
kandungan nutrisi yang lengkap sehingga cukup efektif untuk umpan kecoa.
3. Kebiasaan Terbang
Menurut (Oktarina, 2012) “Mempunyai sepasang sayap terluar yang
sempit, tebal dan keras, sedangkan sepasang sayap seperti membran dan seperti
lipatan kipas. Sayap tersebut digunakan untuk terbang pada jarak pendek, tetapi
kecoa lebih dikenal suka berlari dan dapat bergerak dengan cepat dengan kaki
panjang yang berkembang biak”
4. Grooming
Grooming diartikan sebagai tingkah laku kecoa rumah (Periplaneta
americana) untuk membersihkan diri sendiri dengan menjilatinya, sehingga sifat
tersebut dapat dimanfaatkan untuk mempemudah masuknya racun kedalam tubuh
kecoa rumah (Periplaneta americana).
E. Perilaku
Kecoa rumah (Periplaneta americana) biasanya hidup dekat dengan
kehidupan manusia. Kecoa rumah (Periplaneta americana) cenderung hidup di
daerah tropis namun jika di daerah dingin, kebanyakan kecoa rumah (Periplaneta
americana) hidup di bagian rumah atau gedung yang hangat, lembab dan terdapat
banyak makanan. Kecoa (Periplaneta americana) biasanya hidup berkelompok.
Mereka termasuk hewan nokturnal, yaitu hewan yang aktif pada malam hari dan
suka bersembunyi di balik retakan dinding atau lemari, di dekat saluran air, di
kamar mandi, di dalam alat-alat elektronik, dan kandang hewan, serta banyak lagi
yang lainnya. Kecoa rumah juga menyukai tempat-tempat yang gelap. Kecoa
rumah (Periplaneta americana) memakan banyak jenis makanan termasuk segala
makanan yang biasanya dikonsumsi oleh manusia. Namun, mereka lebih suka
makanan yang mengandung gula, kecoa rumah (Periplaneta americana) suka
memakan susu, keju, daging, selai kacang, kelapa bakar dan coklat yang manis.
Jenis makanan yang paling disukai oleh kecoa rumah (Periplaneta americana)
yaitu selai kacang dan kelapa bakar (Lestari, 2017).
F. Penciuman
Kecoa rumah (Periplaneta americana) memiliki indera penciuman yang
sangat baik. Indera penciuman ini berasal dari sepasang antenna yang berada di
bagian caput (kepala) dimana antena berfungsi untuk menemukan sumber
makanan, memandu jalan, mendeteksi cahaya dan pada kecoa rumah (Periplaneta
americana) betina yang mengeluarkan pheromone sex untuk melakukan
perkawinan. Selain itu, pheromone berfungsi untuk mempertahankan suatu koloni
kecoa rumah (Periplaneta americana) untuk selalu tetap bersama-sama.
G. Hubungan Kecoa dengan Kesehatan
Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit.
Peranan tersebut antara lain :
a.Sebagai vector mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen.
b.Sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing.
c.Menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal
dan pembengkakan kelopak mata.
Blatella germanica
Rachma Cynthia Ayu Kusumanigrum (6411417143)
BAB I
PENDAHULUAN
Kecoa diketahui dapat menyebabkan alergi, pada daerah tropis seperti Asia
Tenggara kejadian alergi terhadap kecoa lebih tinggi daripada kejadian alergi
tehadap pollens (serbuk sari) dan house dust (debu rumah). Jenis alergen yang
paling banyak menimbulkan hasil positif adalah kecoa (32,9%) (Dewi, 2016).
Borror, et.al.1992 menyatakan bahwa ada beberapa species kecoa yang hidup
dan sering ditemukan di permukiman adalah Periplaneta Americana (kecoa
Amerika), Blattaria orientalis L, Blatella germanica, dan Suppella longipalpa.
Kecoa dikatakan sebagai serangga pengganggu dan merupakan hama pemukiman
karena habitat hidupnya ditempat yang kotor, dan dalam keadaan terganggu
mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui toksonomi dari Blatella germanica.
2. Untuk mengetahui tentang siklus hidup Blatella germanica.
3. Untuk mengetahui morfologi dari Blatella germanica.
4. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakuka untuk pengendalian
Blatella germanica.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Superfamily : Blaberoidea
Family : Ectobiidae
Genus : Blatella
Pada mulanya kecoa digolongkan kedalam ordo Isoptera, namun saat ini
kecoa digolongkan kedalam ordo Blatodea (Blatta berarti menghindari cahaya)
Fase Telur
Fase Nimfa
Perkembangan nimfa menjadi serangga dewasa membutuhkan
waktu 45 – 125 dengan rata – rata 60 hari, serta dengan 5- 7 kali
berganti kulit.
Nimfa berwarna gelap dengan lurik warna pucat disepanjang tubuh
bagian depan.
Fase Dewasa
Tempat Perindukan
Umumnya kecoa lebih memyukai tempat yang kotor, lembab, dan sejuk.
Seperti WC, dibawah tumpukan barang, digudang yang lembab dan bau,
atau tempat kotor dan lembab lainnya.
Cara Hidup
Kecoa umunya hidup berkelompok, mereka beraktifitas mencari makan
pada malam hari.Mereka bersembunyi didalam celah dinding, bingkai
pintu.Dengan tubuhnya yang pipih, apabila kecoa merasa terganggu /
terancam maka dia akan bersembunyi dicelah yang sempit.Kecoa juga
dapat menggunakan cara lai untuk melindungi diri, yaitu dengan cara
mengeluarkan cairan berbau busuk.
Makanan Yang disukai
Kecoa memakan semua jenis makanan yang dikonsumsi oleh manusia,
terutama yang mengandung gula dan lemak.Mereka juga menyenangi
karton, tumpukan buku dll.
1. Tifus
2. Diare
3. Tuberkulosis
4. Kolera
5. Hepatitis
6. Asma
1. Pencegahan
Melakukan pemerikasaan secara teliti barang atau bahan makanan
yang akan dinaikkan keatas kapal, serta menutup semua celah, lubang,
atau tempat tersembunyi yang bisa menjadi tempat hidup kecoa dalam
dapur, kamar mandi, pintu dan jendela, serta menutup atau
memodifikasi instalasi pipa sanitasi.
2. Sanitasi
Memusnahkan makanan dan tempat tinggal kecoa antara lain,
membersihkan remah – remah atau sisa – sisa di lantai atau rak,segera
mencuci peralatan makan setelah dipakai, membersihkan secara rutin
tempat yang menjadi persembunyian kecoa seprti tempat sampah,
bawah lemari dll.Jalan masuk dan tempat hidup kecoa harus ditutup,
dengan cara memperbaiki pipa yang bocor, membersihkan saluran air.
3. Trapping.
Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil dapat membantu
untuk menangkap kecoa dan dapat digunakan untuk alat
monitoring.Penempatan perangkat kecoa yang efektif adalah pada
sudut – sudut ruangan, dibawah lemari, dst.
4. Pengendalian dengan insektisida
Insektisida yang sering digunakan untuk pengendalian kcoa antara lain
: Clordane, Dieldin, Heptaclor, Lindane, golongan orgnophosphate
majemuk, Diazinon, Dichlorvos, Malathion dan Runnel.Penggunaan
insektisida dilakukan apa bila ketiga cara diatas telah dipraktekkan
namun tidak berhasil.Disamping itu juga dapat diindikasikan bahwa
pemakaian insektisida dapat dilakukan jika ketiga cara diatas
dilakukan dengan cara yang salah atau tidak pernah melakukan
samasekali
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
Latar Belakang
Di dunia ini ada banyak sekali hewan. Hewan-hewan tersebut dibagi
menjadi banyak jenis. Dan dari semua jenis hewan tersebut mempunyai ciri khas
masing-masing. Sehingga hewan tersebut sangat menarik untuk di
pelajari.Serangga termasuk dari jenis hewan di dunia ini. Serangga terlihat sangat
simpel. Karena kebanyakan serangga bentuknya kecil. Tetapi serangga itu sendiri
mempunyai keunikan tersendiri dari tubuh yang kecil tersebut.
Kecoak ternyata sudah ada sejak 300 juta tahun yang lalu, dan ternyata dia
tidak banyak berevolusi seperti kebanyakan hewan-hewan lainnya. kecoak
ternyata juga ditakdirkan untuk bertahan di segala macam kondisi seperti panas
menyengat atau dingin membeku, terlebih lagi kecoak juga lebih resisten terhadap
radiasi ketimbang makhluk lain.
Binatang ini mampu bertahan hidup tanpa kepala sampai sebulan, sampai
akhirnya dia mati kelaparan. kecoak tidak membutuhkan kepala untuk bernafas,
bahkan otak sebagai alat kontrol tubuhnya.
Pengertian kecoa
Kecoa adalah insekta dari ordo Blattodea yang kurang lebih terdiri dari
3.500 spesies dalam 6 familia. Kecoa terdapat hampir di seluruh belahan bumi,
kecuali di wilayah kutub. Kecoa juga termasuk hewan purba. Banyak ahli yang
mengatakan bahwa kecoa telah hidup di bumi 300 juta tahun yang lalu.
Keberadaan kecoa sejak jaman purba itu dibuktikan dengan temuan fosil.
Fosil kecoa yang tertua di identifikasi dari periode Carboniferous diakhir periode
Devonian sekitar 354-295 juta tahun lalu. Walau pun bentuk kecoa purba ini lebih
mirip belalang. Seandainya itu tidak cukup kuat, maka ada lagi fosil kecoa yang
mirip dengan bentuk kecoa modern. Berdasarkan uji umur, fosil ini diperkirakan
dari masa awal Cretaceous (sekitar 145-4 juta tahun lalu).Di antara spesies yang
paling terkenal adalah kecoa Amerika, Periplaneta americana, yang memiliki
panjang 3 cm, kecoa Jerman, Blattella germanica, dengan panjang ±1½ cm,
dan kecoa Asia, Blattella asahinai, dengan panjang juga sekitar 1½ cm. Kecoa
sering dianggap sebagai hama dalam bangunan, walaupun hanya sedikit dari
ribuan spesies kecoa yang termasuk dalam kategori ini.
Kecoa adalah makhluk omnivora seperti manusia.mereka memakan sesuatu
yg telah mati atau benda benda yang tidak bergerak yang kebanyakan adalah
bahan bahan organik.makanan favoritnya adalah buah dan sayuran yg telah
membusuk.
Habitat kecoa
Kecoa sering kali ditemukan di tempat tempat kotor dan jorok. Tempat-
tempat tersebutlah yang paling di sukai oleh kecoa.Kecoa lebih suka tinggal di
daerah tropis. Karena kecoa suka dengan keadaan udara yang lembab. Tetapi di
daerah sub tropis pun kecoa banyak di temukan.
Klasifikasi Kecoa.
Kecoa ini memiliki berbagai jenis ukuran ada yang ukurannya 1,5 cm
sampai 3 cm dan jenis-jenis kecoa yang banyak dikenal oleh orang yaitu jenis
kecoa amerika yang biasa disebut dalam bahasa latin periplantae
americana. Kecoa Amerika(Periplaneta Americana)
Penampilan
Panjang 28 - 44 mm. Warnanya merah-coklat mengkilap.Pada jantan,
sayap lebih panjang daripada tubuhnya. Pada betina, sayap hanya bertumpang
tindih pada perutnya.Bisa berlari (dapat terbang pada suhu yang sangat panas)
Pola hidup
Sering berada di bagian dalam bangunan saluran pipa,ruang bawah
tanah,talang pipa dan anak tangga,Kecoa termasuk hewan yang omnivore dan
nokturnal.
Sebuah ekspedisi yang di lakukan ilmuwan Nature Conservancy dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di goa-goa kawasan karst
Sangkurilang-Mangkalihat, Kalimantan Timur,menemukan kecoa yang sangat
besar dan diperkirakan kecoa tersebut adalah kecoa terbesar di dunia. Kecoa
tersebut berukuran 8-10 cm. Beberapa cirinya antara lain warna kulit tubuh hitam
mengkilat dengan pelat kuning keemasan. hidup di goa-goa, bergerak lamban
(tidak secepat gerakan serangga yang seukuran dengannya), dan hidup
berpasangan.
Siklus Hidup
Blatella Asahinai
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Divisi: Arthropoda
Kelas: Insecta
Memesan: Blattodea
Keluarga: Ectobiidae
Marga: Blattella
Jenis: B. asahinai
Gambar 1. Kecoa Asia betina dewasa, Blattella asahinai Mizukubo, membawa
kantung telur (ootheca). Foto oleh RW Baldwin, Universitas Florida
Habitat utama kecoa Asia adalah di luar ruangan di daerah-daerah berlubang atau
mulsa yang teduh, seperti lansekap dan kebun, tempat sampah tanaman baru
terakumulasi. Populasi 30.000 hingga 250.000 serangga per hektar telah
dilaporkan. Anggota spesies ini adalah penerbang yang kuat, tidak seperti kerabat
dekatnya, kecoa Jerman. Mereka mungkin menyerang struktur tetapi infestasi
dalam ruangan jarang terjadi. Mereka menjadi aktif saat matahari terbenam dan
tertarik pada permukaan berwarna terang dan area yang terang benderang. Kecoak
dewasa akan terbang pada siang hari jika terganggu.
Pada tahun 2008, USDA menerbitkan laporan bahwa kecoa Asia mungkin juga
memiliki peran yang menguntungkan, sebagai predator telur, dalam
mengendalikan hama lepidopteran tanaman tahunan (USDA 2008). Namun,
karena ini terutama hama, tidak ada rencana untuk mendistribusikannya sebagai
kontrol biologis.
Deskripsi
Kecoak Asia hampir identik dengan kecoak Jerman Namun, ada juga sedikit
perbedaan morfologis antara Blattella asahinai dan Blattella germanica .
Gambar 2. Kecoa jantan dewasa Asia (kiri), Blattella asahinai Mizukubo, dan
Jerman (kanan), Blattella germanica (Linnaeus),pandangan perut. Perhatikan
sayap kecoak Asia membentang melewati ujung perut. Foto oleh Dina L.
Richman, University of Florida.
Daur Hidup
Kecoa Asia betina menghasilkan sekitar empat kapsul telur (oothecae),
masing-masing rata-rata 37 telur, dalam masa hidupnya. Nimfa membutuhkan
waktu sekitar 67 hari untuk mencapai dewasa. Betina dewasa hidup rata-rata 104
hari dan jantan dewasa hidup rata-rata 49 hari. Betina dewasa menghasilkan
kapsul telur pertama mereka 13 hari setelah eclosion, dan dapat menghasilkan 20
hari kemudian.Kecoak dewasa berlimpah pada bulan Februari hingga Mei dan
Agustus hingga September. Nimfa mendominasi pada bulan Mei hingga Agustus.
Gambar 8.Kaset telur (ootheca) dari kecoak Asia, Blattella
asahinai Mizukubo. Foto oleh RW Baldwin, Universitas Florida.
Manajemen
Kontrol kecoa Asia sulit karena mobilitas dan kemampuan beradaptasi
mereka dengan berbagai habitat. Perawatan tradisional menggunakan semprotan
residu di dalam dan di sekeliling struktur tidak efektif karena infestasi di daerah
mulsa dan hutan.Plus, kecoak dewasa memasuki rumah melalui jendela dan
pintu, menghindari daerah yang biasanya dirawat untuk mengendalikan kecoak
Jerman.Penggunan lampu uap natrium untuk penerangan keamanan dan lampu
pijar kuning untuk penerangan teras keduanya kurang menarik bagi kecoak
dewasa dan mengurangi daya tarik serangga dewasa terhadap penerangan di dekat
bangunan Meskipun kecoak Asia rentan terhadap banyak pestisida, umpan
pelletized beracun yang tersebar di luar ruangan telah memberikan kontrol yang
paling dapat diandalkan.
Serangga menguntungkan
DAFTAR PUSTKA