Anda di halaman 1dari 297

TUGAS PAPER

ENTOMOLOGI KESEHATAN

Disusun Guna Memenuhi tugas Mata Kuliah Entomologi Kesehatan


Dosen Pengampu : Dr.Widya Hary Cahyati, S.K.M., M.Kes (Epid)

Disusun oleh:

Rombel Peminatan Epidemiologi dan Biostatistika

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
Aedes aegypti
Advina Mega Yohana S. (6411417083)

Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa


virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga
merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever), chikungunya,
dan demam Zika yang disebabkan oleh virus Zika. Penyebaran jenis ini sangat
luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa
virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan
bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota.
Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu
mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu
mengurangi persebaran penyakit demam berdarah

A. Taksonomi Aedes aegypti

Klasifikasi Ae. aegypti yaitu sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta
Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Sub famili : Culicinae

Genus : Aedes

Spesies : Aedes aegypti (Borror et al, 1989).

Status taksonomi

Aedes aegypti memperlihatkan spektrum pola sisik yang bersambungan di


sepanjang penyebarannya mulai dari bentuk yang paling pucat sampai bentuk
yang gelap, yang dikaitkan dengan perbedaan perilakunya. Oleh karena itu
penting kiranya memahami bionomika populasi nyamuk di wilayah setempat
sebagai dasar untuk mengendalikan nyamuk tersebut.

B. Distribusi dan Bioekologi Vektor

Di Asia Tenggara, Aedes aegypti merupakan vektor utama virus epidemi


virus dengue. Aedes albopictus merupakan vektor sekunder, yang juga penting
dalam mempertahankan keberadaan virus.

Distribusi geografis di Asia Tenggara

Distribusi

Nyamuk Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropis


yang banyak ditemukan antara garis lintang 35oU dan 35oS. Distribusi nyamuk ini
dibatasi oleh ketinggian lebih dari 1.000m, meski pernah ditemukan pada
ketinggian 2.121m di India dan 2.200m di Kolombia.

Ae. aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis Asia Tenggara, dan
terutama di sebagian besar wilayah perkotaan. Penyebaran C di pedesaan akhir-
akhir ini relatif sering terjadi yang dikaitkan dengan pembangunan sistem
persediaan air pedesaan dan perbaikan sistem transportasi.
Di wilayah yang agak kering, misalnya India, Ae. aegypti merupakan vektor
perkotaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan
kebiasaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan
kebiasaan penyimpanan air. Pada negara lain di Asia Tenggara yang curah
hujannya melebihi 200 cm per tahun, populasi Ae. aegypti ternyata lebih stabil
dan ditemukan di daerah perkotaan, pinggiran kota, dan daerah pedesaan. Karena
kebiasaan penyimpanan air secara tradisional di Indonesia, Myanmar, dan
Thailand, kepadatan nyamuk mungkin lebih tinggi di daerah pinggiran kota
daripada di daerah perkotaan.

Urbanisasi cenderung menambah jumlah habitat yang sesuai untuk Ae.


aegypti. Di beberapa kota yang banyak sekali tumbuhan, baik Ae. aegypti maupun
Ae. albopictus dapat ditemukan, tetapi Ae. aegypti umumnya merupakan species
yang dominan, bergantung pada ketersediaan dan tipe habitat larva dan tingkat
urbanisasi yang ada. Di Singapura, misalnya, indeks taksiran tertinggi untuk Ae.
aegypti ternyata berada di rumah yang kumuh, rumah toko (ruko), dan di rumah
susun dengan banyak kamar. Ae. albopictus, di sisi lain, tampaknya tidak
berkaitan dengan tipe perumahan, tetapi lebih banyak ditemukan di ruang terbuka
dan bertumbuhan.

Nyamuk Aedes aegypti betina merupakan vektor penyakit DBD yang paling
efektif dan utama. Hal ini karena sifatnya yang sangat senang tinggal berdekatan
dengan manusia dan lebih senang mengisap darah manusia, bukan darah hewan
(antropofilik-peny). Selain Aedes aegypti, ada pula nyamuk Aedes albopictus,
Aedes polynesiensis, dan Aedes scutellaris yang dapat berperan sebagai vektor
DBD, tetapi kurang efektif.

Ketinggian

Ketinggian merupakan faktor yang pening untuk membatasi penyebaran


nyamuk Ae. aegypti. Di India, Ae. aegypti dapat ditemukan pada ketinggian yang
berkisar dari nol meter sampai 1000 mmeter di atas permukaan laut. Ketinggian
yang rendah (kurang dari 500 meter) memiliki tingkat kepadatan populasi nyamuk
sedang sampai berat. Sementara daerah pegunungan (di atas 500 meter) memiliki
populasi nyamuk yang rendah. Di negara-negara Asia Tenggara, ketinggian 1000
sampai 1500 meter di atas permukaan laut tampaknya merupakan batas bagi
penyebaran Ae. aegypti. Di bagian lain dunia, nyamuk spesies ini dapat ditemukan
di wilayah yang jauh lebih tinggi, misalnyadi Kolombia sampai mencapai 2200
meter.

C. Siklus Hidup

Aedes aegypti disebut serangga holometabolous atau serangga yang siklus


hidupnya melalui metamorfosis lengkap mulai dari telur, larva, pupa, dan tahap
dewasa. Rentang hidup nyamuk dewasa dapat berkisar dari dua minggu sampai
satu bulan tergantung pada kondisi lingkungan. Siklus hidup nyamuk Aedes
aegypti dapat diselesaikan dalam waktu satu setengah minggu sampai tiga
minggu.

Telur

Aedes aegypti betina mampu meletakkan 80-100 butir telur setiap kali
bertelur. Pada waktu dikeluarkan, telur Ae. aegypti berwarna putih, dan berubah
menjadi hitam dalam waktu 30 menit. Telurnya berbentuk lonjong, berukuran
kecil dengan panjang sekitar 6,6 mm dan berat 0,0113 mg, mempunyai torpedo,
dan ujung telurnya meruncing. Saat diletakkan, telur berwarna putih, lalu akan
berubah menjadi abu-abu setelah 15 menit dan menjadi hitam setelah 40 menit. Di
bawah mikroskop, pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk Ae. aegypti,
tampak adanya garis-garis membentuk gambaran seperti sarang lebah.

Nyamuk Ae. aegypti meletakkan telurnya satu persatu dengan


menempelkannya pada wadah perindukan yaitu wadah yang tergenang air bersih
seperti tempat penampungan air, ruas bambu, lubang pohon, ban bekas, dan vas
bunga (Hoedoyo,1993; Setyowati, 2013). Telur diletakkan satu demi satu
dipermukaan air, atau sedikit dibawah permukaan air dalam jarak lebih kurang 1-
2,5 cm dari tempat perindukan. Telur Ae. aegypti dapat bertahan dalam waktu
yang lama dalam kondisi kering yaitu hingga 6 bulan, dalam suhu 2 oC – 4 oC,
namun akan menetas dalam waktu 1 sampai 2 hari pada kelembaban rendah.
Menurut Brown (1962) telur yang diletakkan di dalam air kan menetas dalam
waktu 1–3 hari pada suhu 30 oC, tetapi membutuhkan waktu 7 hari pada suhu 16
o
C. Kemudian telur dapat di tetaskan dengan meletakkannya pada kontainer yang
berisi air bersih. Namun tidak semua telur dapat menetas dalam waktu yang sama
(WHO/SEARO (1998), Depkes RI (2004)).

Pada kondisi normal, telur Ae. aegypti yang direndam di dalam air akan
menetas sebanyak 80% pada hari pertama dan 95% pada hari kedua. Berdasarkan
jenis kelaminnya, nyamuk jantan akan menetas lebih cepat dibanding nyamuk
betina, serta lebih cepat menjadi dewasa. Faktor- faktor yang mempengaruhi daya
tetas telur adalah suhu, pH air perindukkan, cahaya, serta kelembaban disamping
fertilitas telur itu sendiri (Sudarto, 1972).
Nyamuk Aedes aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada
permukaan air bersih secara individual. Setelah mengisap darah, nyamuk Aedes
aegypti betina menghasilkan rata-rata 100 sampai 200 telur per fase. Selama
hidupnya, nyamuk betina bisa memiliki hingga lima fase bertelur. Jumlah telur
tergantung pada banyaknya darah yang diisap. Telur menetas dalam satu sampai
dua hari menjadi larva.

Telur diletakkan satu persatu pada permukaan yang basah tepat di atas batas
permukaan air. Sebagian besar nyamuk Ae. aegypti betina meletakkan telurnya di
beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik. Perkembangan embrio
biasanya selesai dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan lembab. Begitu
proses embrionasi selesai, telur akan menjalani masa pengeringan yang lama
(lebih dari satu tahun).

Di iklim hangat, telur dapat berkembang dalam waktu dua hari, sedangkan di
daerah beriklim dingin, dapat memakan waktu hingga seminggu.

Yang harus Anda perhatikan adalah: Telur yang sudah diletakkan, bisa bertahan
dalam waktu yang sangat lama, bahkan bisa sampai setahun. Begitu terkena air,
telur akan segera menetas. Hal ini membuat kontrol nyamuk virus dengue sangat
sulit.

Larva

Lrrva terdiri atas kepala, toraks, dan abdomen. Ciri - ciri larva Ae. Aegypti
adalah sebagai berikut:

a) Adanya corong udara pada segmen terakhir.


b) Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut
berbentuk kipas (Palmate hairs).
c) Pada corong udara terdapat pecten.
d) Sepasang rambut serta jumbai pada corong udara (siphon).
e) Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale sebanyak 8 – 21
12 atau berjejer 1 – 3.
f) Bentuk individu dari comb scale seperti duri.
g) Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya
sepasang rambut di kepala.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini.

Ciri khas untuk menentukan larva Ae. aegypti yaitu adanya comb scale berduri
lateral

Dalam siklus hidupnya telur nyamuk yang menetas berkembang menjadi


larva. Larva akan tumbuh menjadi larva instar I, II, III, dan IV secara berturut-
turut. Larva instar I memiliki tubuh yang sangat kecil dengan panjang 1-2 mm,
transparan, duri-duri pada dada belum begitu jelas dan siphon belum menghitam.
Larva instar II, tubuhnya lebih besar dengan panjang 2,5 - 3,9 mm, duri pada dada
belum begitu jelas, dan siphon telah menghitam. Larva instar III, duri-duri dada
mulai jelas dan corong pernapasan bewarna coklat kehitaman dengan panjang 4-5
mm, serta larva instar IV dengan panjang 5- 7 mm, tubuhnya telah lengkap yang
terdiri dari kepala, dada, dan perut. Pada bagian kepala terdapat antena dan mata
sedangkan pada bagian perut terdapat rambut – rambut lateral, pada segmen
kedelapan pada bagian perut terdapat siphon dan ingsang (Soegianto, 2006; Sekar
Sari, 2010; Setyowati, 2013).

Larva Ae. aegypti biasa bergerak-gerak lincah dan aktif serta sangat sensitiv
terhadap rangsangan getar dan cahaya, saat terjadi rangsangan, larva akan segera
menyelam ke permukaan air dalam beberapa detik dan memperlihatkan
gerakangerakan naik ke permukaan air dan turun kedasar wadah secara berulang.
Larva mengambil makanan di dasar wadah, oleh karena itu, larva Ae. aegypti
disebut pemakan makanan di dasar (bottom feeder). Makanan larva berupa alga,
protozoa, bakteri, dan spora jamur. Pada saat larva mengambil oksigen dari udara,
larva menempatkan corong udara (siphon) pada permukaan air seolah-olah badan
larva berada pada posisi membentuk sudut dengan permukaan air (Ashadi, 1990
dalam Setyowati, 2013).

Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar.


Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar lima
hari. Larva akan menjalani empat tahapan perkembangan. Lamanya
perkembangan larva akan bergantunga pada suhu, ketersediaan makanan, dan
kepadatan larva pada sarang. Pada kondisi optimum, waktu yang dibutuhkan
mulai dari penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung
setidaknya selama 7 hari, termasuk dua hari untuk masa menjadi pupa. Akan
tetapi, pada suhu rendah, mungkin akan dibutuhkan beberapa minggu untuk
kemunculan nyamuk dewasa. Setelah mencapai instar keempat, larva berubah
menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman (inaktif, tidur).

Larva jantan berkembang lebih cepat daripada betina, sehingga lebih cepat
berubah menjadi menjadi kepompong.
Ini juga wajib menjadi perhatikan: Jika suhu dingin, larva Aedes aegypti dapat
bertahan selama berbulan-bulan selama pasokan air memadai. Pastikan tidak ada
pasokan air untuk perkembangan larva di sekitar Anda.

Pupa

Larva instar IV akan berubah menjadi pupa yang berbentuk bulat gemuk
menyerupai tanda koma. Tubuh pupa terdiri dari sefalo thorax dan abdomen.
Mempunyai corong pernafasan yang digunakan untuk bernafas pada thorax. Pada
pupa terdapat kantong udara yang terletak diantara bakal sayap nyamuk dewasa
dan terdapat sepasang sayap pengayuh yang saling menutupi sehingga
memungkinkan pupa untuk menyelam cepat dan mengadakan serangkaian
jungkiran sebagai reaksi terhadap rangsangan (Hendratno, 2003)

Pupa merupakan tahapan yang tidak memerlukan makanan. Pupa nyamuk


bergerak sangat aktif dan dapat berenang dengan mudah saat terganggu. Pupa
bernapas dengan menggunakan tabung - tabung pernapasan yang terdapat pada
bagian ujung kepala. Pupa Aedes akan menjadi dewasa dalam waktu 2-3 hari
setelah sobeknya selongsong pupa oleh gelembung udara karena gerakan aktif
pupa. Saat istirahat, posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air. Suhu untuk
perkembangan pupa yang optimal adalah 27 OC – 32 OC. Saat berubah menjadi
stadium dewasa, pupa akan naik ke permukaan air. Kemudian akan muncul
retakan pada bagian belakang permukaan pupa dan nyamuk dewasa akan keluar
dari cangkang pupa (Achmadi, 2011). Pupaa jantan menetas lebih dahulu dari
pada pupa betina.

Pupa Setelah instar keempat, larva memasuki tahap pupa. Pupa dapat
berpindah-pindah tempat dan menanggapi rangsangan.

Pupa tidak perlu makan dan memakan waktu sekitar dua hari untuk berkembang
dan keluar menjadi nyamuk.

Nyamuk dewasa

Nyamuk dewasa muncul dengan cara menelan udara untuk memperluas


ukuran perutnya, sehingga kepompong terbuka dan muncullah kepala nyamuk
sebelum terbang ke udara.

Segera setelah muncul, nyamuk dewasa akan kawin dan nyamuk betina yang
sudah dibuahi akan mengisap darah dalam 24-36 jam. Darah merupakan sumber
protein yang esensial untuk mematangkan telur.

Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu tujuh


hingga delapan hari, tetapi dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak
mendukung.

Secara umum nyamuk Ae. aegypti dewasa mempunyai ciri-ciri yang terdapat pada
gambar meliputi:

Aedes aegypti secara makroskopis memang terlihathampir sama seperti Aedes


albopictus , tetapi berbeda pada letakmorfologis pada punggung (mesonotum),
mesepimeron dan kakianterior (Rahayu, Diah. 2013).
Aedes aegypti Aedes albopictus

(Aedes aegypti jika dilihat dari gambar mempunyai perbedaan pada Mesonotum
yaitu Aedes aegypti mempunyaigambaran punggung berbentuk garis seperti lyre
dengan duagaris lengkung dan dua garis lurus putih, sedangkan Aedesalbopictus
hanya mempunyai satu strip putih pada Mesonotum.)

(Anterior kaki Aedes aegypti bagian femur kaki tengah terdapatstrip putih
memanjang sedangkan Aedes albopictus tanpa stripputih memanjang.)

Close-up of the "lyre" on an adult yellow fever mosquito, Aedes


aegypti (Linnaeus).

Perbedaan Aedes aegypti dan Aedes albopictus


Nyamuk dewasa Ae. aegypti terdiri atas tiga bagian, yaitu kepala, dada, dan perut.
Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena berbulu. Alat
mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap dan bersifat anthropofilik (menyukai
manusia), sedangkan nyamuk jantan bagian mulutnya lebih lemah ssehingga tidak
mampu menembus kulit manusia, sehingga tergolong menyukai cairan tumbuhan
(fitofagus).

1) Kepala
Pada bagian kepala terdapat pula probosis yang pada nyamuk betina berfungsi
untuk menghisap darah, sementara pada nyamuk jantan berfungsi untuk
menghisap bunga. Terdapat pula palpus maksilaris yang terdiri dari 4 ruas yang
berujung hitam dengan sisik berwarna putih keperakan. Pada palpus maksilaris
Ae. aegypti tidak tampak tanda-tanda pembesaran, ukuran palpus maksilaris ini
lebih pendek dibandingkan dengan probosis. Sepanjang antena terdapat
diantara sepasang dua bola mata, yang pada nyamuk jantan berbulu lebat
(Plumose) dan pada nyamuk betina berbulu jarang (pilose) (Sudarto, 1972).
2) Dada
Bagian dada nyamuk Ae. aegypti agak membongkok dan terdapat scutelum
yang berbentuk tiga lobus. Bagian dada ini kaku, ditutupi oleh scutum pada
punggung (dorsal), berwarna gelap keabu-abuan yang ditandai dengan 16
bentukan menyerupai huruf “Y” yang ditengahnya terdapat sepasang garis
membujur berwarna putih keperakan. Pada bagian dada ini terdapat dua macam
sayap, sepasang sayap kuat pada bagian mesotorak dan sepasang sayap
pengimbang (halter) pada metatorak. Pada sayap terdapat saluran trachea
longitudinal yang terdiri dari chitin yang disebut venasi. Venasi pada Aedes
aegypti terdiri dari vena costa, vena subcosta, dab vena longitudinal. Terdapat
tiga pasang kaki yang masing-masing terdiri dari coxae, trochanter, femur, tibia
dan lima tarsus yang berakhir sebagai cakar. Pada pembatas antara prothorax
dan mesothorax, diantara mesothorax dengan metathorax terdapat stigma yang
merupakan alat pernafasan (Gubler, 2014).
3) Perut
Bagian perut nyamuk Ae. aegypti berbentuk panjang ramping, tetapi pada
nyamuk gravid (kenyang) perut mengembang. Perut terdiri dari sepuluh ruas,
dengan ruas terakhir menjadi alat kelamin. Pada nyamuk betina alat kelamin
disebut cerci sedang pada nyamuk jantan alat kelamin disebut hypopigidium.
Bagian dorsal perut Ae. aegypti berwarna hitam bergaris-garis putih, sedang
pada bagian ventral serta lateral berwarna hitam dengan bintik-bintik putih
keperakan (Borror et al, 1996).
Ae. aegypti dewasa berukuran kecil dengan warna dasar hitam. Bagian
dada, perut, dan kaki terdapat bercak-bercak putih yang dapat dilihat dengan mata
Telanjang (Widya, 2006).

Setelah keluar dari selongsong pupa, nyamuk dewasa yang baru keluar dari
pupa akan beristirahat dalam waktu singkat untuk mengeringkan sayap dan badan
sebelum terbang. Nyamuk jantan akan muncul sekitar satu hari sebelum
kemunculan nyamuk betina. Nyamuk jantan akan menetap di dekat tempat
perindukan. Nyamuk betina dewasa menghisap darah sebagai makanannya,
sedangkan nyamuk jantan hanya makan cairan buah-buahan dan bunga. Setelah
berkopulasi, nyamuk betina menghisap darah dan tiga hari kemudian akan bertelur
sebanyak kurang lebih 100 butir. Nyamuk akan menghisap darah lagi. Nyamuk
dapat hidup dengan baik pada suhu 24 o C – 39 oC dan akan mati bila berada
pada suhu 6 oC dalam 24 jam. Nyamuk dapat hidup pada suhu 7 oC – 9 oC. Rata-
rata lama hidup nyamuk betina Ae. aegypti selama 10 hari (Poorwosudaemo,
1993).

D. Pola aktivitas nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi hingga siang
hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk
betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan
protein, antara lain prostaglandin, yang diperlukannya untuk bertelur. Nyamuk
jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh sumber energi dari nektar
bunga ataupun tumbuhan. Hali ini menyebabkan penularan penyakit dilakukan
oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah.

Perilaku makan

Ae. aegypti sangat antropofilik, walaupun ia juga bisa makan dari hewan
berdarah panas lainnya. Sebagai hewan diunral, nyamuk betina memiliki dua
periode aktivitas menggigit, pertama di pagi hari selama beberapa jam setelah
matahari terbit dan sore hari selama beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas
menggigit yang sebenarnya dapat beragam bergantung lokasi dan musim. Jika
masa makannya terganggu, Ae. aegypti dapat menggigit lebih dari satu orang.
Perilaku ini semakin memperbesar efesiensi penyebaran epidemi. Dengan
demikian, bukan hal yang luar biasa jika beberapa anggota keluarga yang sama
mengalami awitan penyakit yang terjadi dalam 24 jam, memperlihatkan bahwa
mereka terinfeksi nyamuk infektif yang sama. Ae. aegypti biasanya tidak
menggigit di malam hari, tetapi akan menggigit saat malam di kamar yang terang.

Nyamuk Ae. aegypti betina memiliki kebiasaan menghisap darah pada pagi dan
sore hari yaitu antara pukul 08.00 hingga 12.00 dan 15.00 hingga 17.00. Nyamuk
ini lebih banyak menggigit di dalam rumah daripada si luar rumah. Jenis darah
yang disukai oleh nyamuk ini ialah darah manusia (Sekar Sari, 2010; Soegijanto,
2006).

Menurut Depkes RI (1998), waktu nyamuk mulai mengisap darah sampai telur
dikeluarkan, biasanya bervariasi antara 3-4 hari jangka waktu tersebut disebut
dengan satu siklus gonotropik (gonotropic cycle). Nyamuk betina ini mempunyai
kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus
gonotropik yang bertujuan untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Namun
nyamuk betina ini bersifat antropofilik yaitu lebih menyukai darah manusia
dibandingkan darah hewan.

Siklus gonotropik ada beberapa macam yaitu:

1) Gonotropik concordance yaitu waktu nyamuk mulai mengisap darah yang


pertama kali sampai bertelur.
2) Gonitropik discordance yaitu waktu nyamuk mulai mengisap darah untuk 19
yang pertama kali, kemudian darah dicerna dahulu lalu nyamuk menghisap
darah lagi berkali - kali sampai bertelur.
3) Gonotropik association yaitu nyamuk menghisap darah namun tidak bertelur
sampai musim hujan terdapat genangan air untuk tempat bertelur,dan selama
itu nyamuk tidak menghisap darah lagi.
4) Gonotropik dissociation yaitu nyamuk tetap menghisap darah selama musim
kering namun tidak bertelur dan akan bertelur setelah musim hujan datang
(Depkes RI, 2001).

Perilaku istirahat
Setelah kenyang mengisap darah, nyamuk betina perlu beristirahat sekitar 2-
3 hari untuk mematangkan telur. Ae. aegypti suka beristirahat di tempat yang
gelap, lembap, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk di
kamar timur, kamar mandi, kamar kecil, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang
ditemukan di luar rumah, di tumbuhan, atau di tempat terlindung lainnya. Di
dalam ruangan, permukaan istirahat yang mereka suka adalah di bawah furnitur,
benda yang tergantung seperti baju dan korden, serta di dinding. Nyamuk betina
biasanya beristirahat di tempat-tempat dengan vegetasi yang padat, lubang-lubang
pohon, kandang hewan, atau bebatuan selama 2 sampai 4 hari hingga telur
berkembang secara utuh. Setelah itu nyamuk betina akan terbang dari tempat
peristirahatannya pada sore atau malam hari untuk mencari tempat untuk
meletakkan telur, kemudian nyamuk betina akan menghisap darah lagi untuk
mengulang siklus (Achmadi, 2011).

Jarak terbang

Jarak terbang Ae.aegypti ±40 meter dari tempat perindukannya. Penyebaran


nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk
ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi tampaknya terbatas sampai jarak
100 meter dari lokasi kemunculan. Akan tetapi, penelitian terbaru di Puerto Rico
menunjukkan bahwa nyamuk ini dapat menyebar sampai lebih dari 400 meter
terutama untuk mencari tempat bertelur. Transportasi pasif dapat berlangsung
melalui telur dan larva yang ada dalam penampung.

Lama hidup

Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata-rata lama hidup hanya delapan
hari. Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih panjang, risiko
penyebaran virus semakin besar. Dengan demikian, diperlukan lebih banyak
penelitian untuk mengkaji survival alami Ae. aegypti dalam berbagai kondisi
lingkungan.
E. Breeding Place dan Bionomik Nyamuk Dewasa

Pengertian breeding place/breeding site adalah tempat perindukan nyamuk


dewasa bertelur dan larva (jentik) nyamuk menetas, sedangkan bionomik adalah
sifat biologik dari suatu individu/makhluk hidup dikaitkan dengan lingkungan
hidupnya, salah satu yang dibahas adalah perilaku menghisap darah.

Tempat perindukan utama Ae. aegypti adalah tempat – tempat berisi air bersih
yang berdekatan dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500
meter dari rumah. Ae. aegypti hidup di daerah pemukiman dan berkembang biak
pada genangan air bersih buatan manusia (man made breeding place). Adapun
tempat perindukannya dibedakan menjadi: 1. Tempat perindukan sementara yaitu
kaleng bekas, ban bekas, talang air, vas bunga, dan barang-barang yang dapat
menampung air bersih. 2. Tempat perindukan permanen ialah tempat yang
merupakan penampungan air untuk keperluan rumah tangga seperti bak mandi,
gentong air, bak penampungan air hujan, dan reservoir air. 3. Tempat perindukan
alamiah berupa genangan air yang terdapat pada lubang – lubang pohon
(Ishartadiati, 2012). Dapat juga terdapat di ketiak daun, pelepah tanaman (Rosa,
2007).

Pergeseran perilaku juga mulai ditemukan pada air dengan campuran feses
hewan ayam dan sapi, dimana nyamuk juga suka berkembang biak (Hadi dkk,
2012). Selain itu ,tanaman juga berpotensi sebagai tempat berkembang biak,
tanaman ini dikenal dengan sebutan “phytotelmata”, contohnya lubang bambu,
ketiak daun, temputung kelapa, daun kering dan lebar yang jatuh di tanah (Rosa
dkk, 2017). Hadi dkk (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa aktivitas
menggigit nyamuk Aedes tidak hanya di siang hari (diurnal) jam 08.00-09.00 sore
16.00-19.00 tetapi juga malam hari (nokturnal) bahkan di pagi hari jam 05.50
masih ditemukan Aedes. Kepadatan melimpah hingga jam 23.50 malam kemudian
menurun dengan larutnya.

F. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangbiakan Aedes


aegypti
Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangbiakan Ae. aegypti
yaitu:

a) Faktor fisik
1) Suhu

Lama perkembangan dan kematian larva Ae. aegypti sangat dipengaruhi oleh
suhu. Pada suhu yang rendah, perkembangan larva akan memerlukan waktu
hingga menjadi dewasa (WHO/SEARO, 1998). Temperatur optimum untuk
perkembangan larva adalah 25 0C- 30 0C.

Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Di luar
kisaran suhu tersebut, serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Pada
O
umumnya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 15 C, suhu
O O
optimum 25 C, dan suhu maksimum 45 C (Jumar, 2000). Menurut
Yudhastuti, dkk (2005), dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum untuk
pertumbuhan nyamuk adalah 25 OC – 27 OC dan pertumbuhan nyamuk akan
berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10 OC atau lebih dari 40 OC.

2) Kelembaban

Kelembaban yang dimaksudkan adalah kelembaban tanah, udara, dan tempat


hidup serangga dimana merupakan faktor penting yang mempengaruhi
distribusi, kegiatan, dan perkembangan serangga. Pada kelembaban yang
sesuai, serangga biasanya lebih tahan terhadap suhu ekstrim (Jumar, 2000).
Menurut Yudhastuti, dkk (2005), disebutkan bahwa kelembaban udara yang
berkisar 81,5 - 89,5% merupakan kelembaban yang optimal untuk proses
embriosasi dan ketahanan hidup embrio nyamuk. Kelembaban optimum dalam
proses perkembangbiakan larva nyamuk berkisar antara 60 % - 80 % dan batas
terendah kelembaban yang memungkinkan kehidupan nyamuk adalah
kelembaban 60% (Azhari, 2014). Hal ini didukung oleh hasil penelitian
Raharjo (2006), yang menyatakan kelembaban diatas 60 % mendukung
perkembangbiakan nyamuk.
Menurut Jumar (2000), adanya suhu tinggi dan kelembaban yang rendah dapat
memperpendek umur nyamuk. Hal ini karena nyamuk merupakan serangga
yang melakukan pernafasan dengan menggunakan trakea dan spirakel
(Harijanto, 2000). Saat kelembaban lingkungan turun, maka spirakel akan
terbuka lebar dan menyebabkan terjadinya penguapan dari dalam tubuh
nyamuk. Penguapan terjadi karena tidak adanya mekanisme yang mengatur
proses keluar masuknya udara dari dalam tubuh nyamuk ke lingkungan
(Suroso, 2001). Hal ini menyebabkan gangguan terhadap proses respirasi larva
akan memperpendek umur larva.

Kelembaban udara dapat juga dijadikan sebagai salah satu acuan untuk
melakukan pemberantasan terhadap nyamuk yang masih dalam tahap larva.
Hal ini karena kelembaban juga dapat mempengaruhi kecepatan perkembang -
biakan, kebiasaan menggigit dan istirahat nyamuk. Kelembaban udara
bergantung pada musim yang sedang berlangsung, baik itu pada musim hujan
maupun musim kemarau. Vegetasi yang terdapat di sekitar tempat pengukuran
juga mempengaruhi nilai kelembaban udara (Emamaiyanti, dkk., 2010).

3) Curah Hujan

Terdapat hubungan langsung antara curah hujan dan perkembangan larva


nyamuk menjadi nyamuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh, bergantung pada:

a. jenis vektor
b. derasnya hujan
c. jenis tempat perindukan.

Hujan yang diselingi oleh panas, akan memperbesar kemungkinan


berkembang-biaknya nyamuk.

Hujan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan nyamuk akan lebih
sering bertelur dan tentunya akan lebih banyak individu nyamuk dihasilkan.
Adanya curah hujan yang tinggi menyebabkan banyaknya genangan yang
dapat menjadi tempat perindukan nyamuk (Fakhira, 2011). Menurut Azhari
(2014), bahwa curah hujan pada kisaran 140 mm dapat menghambat
perkembangbiakan pada larva nyamuk, sedangkan pada penelitian Arifin, dkk
(2013) curah hujan pada kisaran 310 mm dan 575 mm tidak mendukung
kehidupan larva Ae. aegypti.

4) Ketinggian

Tempat Pada daerah di daratan tinggi umumnya memiliki suhu lingkungan


yang rendah. Ketinggian tempat sering dikaitkan dengan adanya proses
penurunan suhu sehingga jenis nyamuk pada daerah daratan tinggi akan lebih
sedikit dibandingkan dengan daratan rendah yang cenderung memiliki suhu
yang lebih hangat (Gunawan, 2000).

b) Lingkungan Biotik
Tumbuhan atau tanaman air seperti ganggang dapat mempengaruhi
kehidupan larva nyamuk, karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk
atau melindungi dari serangan serangga lain (Damar, 2004). Tumbuhan juga
menyediakan kebutuhan oksigen yang sangat diperlukan oleh larva terkait
proses respirasinya. Oksigen yang di hasilkan oleh tumbuhan merupakan hasil
dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan (Emamiyanti, dkk.,
2010). Selain itu kelangsungan hidup larva nyamuk dipengaruhi oleh
ketersedian makanan dan kepadatan larva dalam wadah (WHO/ SEARO,
1998).
Pengendalian nyamuk secara alami juga dilakukan dalam proses biologis,
antara lain beberapa jenis predator, seperti ikan yang dapat memakan larva
nyamuk yang hidup di kolam maupun sungai yang dapat digunakan sebagai
tempat perindukan. Hal ini sesuai dengan ekologi pada larva nyamuk yang
berkaitan erat dengan proses rantai makanan yang ada, dimana larva nyamuk
merupakan konsumen primer yang akan dimangsa oleh konsumen sekunder
yang kehadirannya sangat penting dalam keseimbangan ekosistem (Fatma ,
2000).
c) Lingkungan Kimia
Diketahui bahwa pH, kebutuhan oksigen, oksigen terlarut, dan karbon
dioksida yang terkandung dalam air dapat mempengaruhi proses
perkembangbiakan nyamuk (Damar, 2004). Masing – masing jenis nyamuk
memiliki toleransi terhadap nilai pH yang berbeda-beda. pH merupakan satuan
nilai yang menentukan kondisi asam basa. Kondisi asam basa banyak
dipengaruhi oleh jenis lingkungan yang ada. Hal ini menyebabkan terjadinya
perbedaan nilai pH dari tiap-tiap tempat perindukan nyamuk yang dipengaruhi
oleh perbedaan lingkungan. Oksigen terlarut pada air di tempat perindukan
diketahui dapat mencukupi kebutuhan oksigen larva nyamuk Aedes sp dengan
nilai 4,3 mg/l. Kadar oksigen terlarut dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis
yang ada diperairan tersebut dan hal ini sangat dipengaruhi oleh tipe
vegetasinya (Emamaiyanti, dkk., 2010).

G. Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk

Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk ini disebut Mosquit-borne disease.


Apabila nyamuk bersama lalat dan serangga lainnya maka penyakitnya disebut
kelompok vector-vorne diseases.

1. Demam berdarah dengue (Aedes)

Virus penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan jenis virus yang
dapat diwariskan kepada generasi nyamuk selanjutnya. Larva nyamuk yang
berasal dari induk yang positif terinfeksi dengan dua serotype virus akan
mewariskan dua serotype virus juga sehingga larva juga akan berperan sebagai
vektor virus saat sudah mencapai tahap dewasa yang dapat menginfeksi inangnya
dan menimbulkan penyakit (Rosa, et al., 2015)

Nyamuk Ae. aegypti mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah
orang yang sakit demam berdarah dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya
terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus
dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue
berada dalam darah selama 4-7 hari, mulai 1-2 hari sebelum demam (Lestari,
2007).

Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut
terisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak
diri didalam tubuh nyamuk. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita,
nyamuk tersebut siap untuk menularkan virus kepada orang lain (masa inkubasi
ekstrinsik). Oleh karena itu, nyamuk Ae. aegypti yang telah mengandung virus
dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi
karena, setiap kali nyamuk menggigit, sebelum mengisap darah akan
mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya agar darah yang diisap tidak
membeku, dan virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Depkes,
2005).

Penyakit DBD dapat menyerang anak – anak termasuk bayi serta orang dewasa,
dengan gejala klinis antara lain demam tinggi pada penderita selama 2-7 hari,
diikuti bintik merah (petechia) di kulit yang biasanya diawali dengan pendarahan
pada penderita. Gejala selanjutnya diikuti dengan hepatomegali, dan kegagalan
peredaran darah bahkan dapat menyebabkan kematian karena mengalami
syndrome syok (Hoedojo dan Zulhasril, 1998)
2. Filariasis Wuchereria bancrofti
3. Chikungunya
4. Zika
5. Yellow fever
Demam kuning disebabkan oleh virus yang berasal dari genus Flavivirus, dan
disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Jenis nyamuk ini berkembang di
lingkungan sekitar manusia. Bahkan, nyamuk Aedes aegypti juga berkembang
biak di air bersih.

Nyamuk Aedes aegypti membawa virus demam kuning setelah menggigit manusia
atau monyet yang sedang terinfeksi. Virus kemudian memasuki aliran darah
nyamuk dan menetap di kelenjar air liur (saliva) nyamuk. Ketika nyamuk itu
kembali menggigit orang lain, virus akan memasuki tubuh orang tersebut melalui
aliran darah dan menyebar di dalam tubuh.

Manusia tertular melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang infektif, virus masuk
ke dalam kulit manusia mencari kelenjar limfa yang terdekat, berkembang biak
disana, lalu masuk ke dalam peredaran darah kemudian tersebar ke seluruh tubuh,
hati, ginjal, limpa, sumsum tulang dan kelenjar getah bening lainnya. Karena
terjadi kerusakan pada hati maka timbul gejala ikterus (mata dan kulit kuning) dan
juga karena terjadi kerusakan pada pembuluh darah timbul perdarahan pada
hidung, mulut, anus, di bawah kulit dan lain-lain. Masa tunas kira-kira 3 – 6 hari,
tiba-tiba penderita demam tinggi, menggigil, sakit kepala, sakit punggung dan
muntah-muntah. Beberapa hari kemudian dapat terjadi gejala yang berat yaitu
muntah yang berwarna hitam yang disebabkan adanya perdarahan di lambung
yang dapat menyebabkan penderita meninggal.

Transmisi (Cara Penularan)


TIPE SYLVATIC (JUNGLE YF)

a. Nyamuk menggigit monyet terinfeksi virus demam kuning


b. Kemudian nyamuk ini biasanya akan menggigit monyet lain atau manusia yang
masuk ke hutan
c. Terjadi di hutan hujan tropis

TIPE INTERMEDIATE
a. Virus dapat ditularkan dari monyet ke manusia atau dari manusia ke manusia
melalui nyamuk
b. Tipe ini paling sering terjadi di Afrika

TIPE PERKOTAAN

a. penularan virus antar manusia melalui nyamuk, terutamaaedes aegypti.


b. Jenis transmisi ini sangat rentan menyebabkan epidemi penyakit demam
kuning dalam area yang lebih luas.

H. Pengendalian Terhadap Aedes aegypti

Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes dapat dilakukan dengan dua cara


yaitu :

1. Pemberantasan nyamuk dewasa

a. Pengasapan (Fogging)
Pengasapan atau fogging dengan menggunakan jenisinsektisida misalnya,
golongan organophospat atau pyrethroid synthetic (Supartha, 2008).
Contohnya, malathion dan fenthoin,dosis yang dipakai adalah 1 liter malathion
95% EC + 3 liter solar.Pengasapan dilakukan pada pagi antara jam 07.00-10.00
dansore antara jam 15.00-17.00 secara serempak (Depkes RI,2004).
Penyemprotan dilakukan dua siklus dengan interval 1minggu. Pada
penyemprotan pertama, semua nyamuk yangmengandung virus dengue
(nyamuk infentif) dan nyamuk lainnyaakan mati. Penyemprotan kedua
bertujuan agar nyamuk baruyang infektif akan terbasmi sebelum sempat
menularkan kepadaorang lain. Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan
dapatmembatasi penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikutidengan
pemberantasan terhadap jentiknya agar populasinyamuk penular dapat tetap
ditekan serendah – rendahnya(Chahaya, 2005).
b. Repelen
Repelen yaitu bahan kimia atau non-kimia yang berkhasiat mengganggu
kemampuan insekta untuk mengenal bahan atraktan dari hewan atau manusia.
Dengan kata lain, bahan ituberkhasiat mencegah nyamuk hinggap dan
menggigit. Bahantersebut memblokir fungsi sensori pada nyamuk. Jika
digunakandengan benar, repelen nyamuk bermanfaat untuk
memberikanperlindungan pada individu pemakainya dari gigitan
nyamukselama jangka waktu tertentu (Kardinan, 2007). Nyamuk
dalammengincar mangsanya lebih mengandalkan daya cium danpanas tubuh
calon korbannya. Daya penciuman itulah yangmenjadi target dalam menghalau
nyamuk (Diah, 2008).
Salah satu cara yang lebih ramah lingkungan adalahmemanfaatkan tanaman
anti nyamuk (insektisida hidup pengusirnyamuk). Tanaman hidup pengusir
nyamuk adalah jenis tanamanyang dalam kondisi hidup mampu menghalau
nyamuk. Carapenempatan tanaman ini bisa diletakkan di sudut-sudut
ruangandalam rumah, sebagai media untuk mengusir nyamuk. Jumlah tanaman
dalam ruangan tergantung luas ruangan. Sementara,untuk penempatan diluar
rumah/pekarangan sebaiknyadiletakkan dekat pintu, jendela atau lubang udara
lainnya,sehingga aroma tanaman terbawa angin masuk ke dalamruangan.
Contoh tanaman anti nyamuk yang gampang ditemuiantara lain: Tembelekan
(Lantana camera L), Bunga Tahi Ayamatau Tahi Kotok (Tagetes patula ),
Karanyam (Geranium spp ),Sereh Wangi (Andropogonnardus/Cymbopogon
nardus ), Selasih(Ocimum spp ), Suren (Toona sureni, Merr ), Zodia
(Evodiasuaveolens, Scheff ), Geranium (Geraniumhomeanum, Turez )dan
Lavender (Lavandula latifolia,Chaix ) (Diah, 2008).
c. Teknik Serangga Mandul (TSM)
Radiasi dapat dimanfaatkan untuk pengendalian vektoryaitu untuk membunuh
secara langsung dengan teknikdesinfestasi radiasi dan membunuh secara tidak
langsung yanglebih dikenal dengan Teknik Serangga Mandul (TSM), yaitu
suatuteknik pengendalian vektor yang potensial, ramah lingkungan,efektif,
spesies spesifik dan kompatibel dengan teknik lain.Prinsip dasar TSM sangat
sederhana, yaitu membunuh seranggadengan serangga itu sendiri (autocidal
technique). Teknik JantanMandul atau TJM merupakan teknik pemberantasan
seranggadengan jalan memandulkan serangga jantan. Radiasi
untukpemandulan ini dapat menggunakan sinar gamma, sinar X atauneutron,
namun dari ketiga sinar tersebut yang umum digunakanadalah sinar gamma
(Nurhayati, 2005).

2. Pemberantasan jentik

a. Fisik
Cara ini dilakukan dengan menghilangkan ataumengurangi tempat-tempat
perindukkan. Pemberantasan SarangNyamuk (PSN) yang pada dasarnya ialah
pemberantasan jentikatau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang
biak. PSNini dapat dilakukan dengan (Chahaya, 2011) :
1) Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampunganair sekurang-
kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukandengan pertimbangan bahwa
perkembangan telur menjadinyamuk selama 7-10 hari.
2) Menutup rapat tempat penampungan air sepertitempayan, drum dan tempat
air lain.
3) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burungsekurang-
kurangnya seminggu sekali.
4) Membersihkan pekarangan dan halaman rumah daribarang-barang bekas
seperti kaleng bekas dan botolpecah sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.
5) Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan lubangpohon dengan tanah.
6) Membersihkan air yang tergenang diatap rumah.
7) Memelihara ikan.

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) pada dasarnyauntuk memberantas jentik


atau mencegah agar nyamuk tidakdapat berkembang biak. Mengingat Aedes
aegypti tersebar luas,maka pemberantasannya perlu peran aktif
masyarakatkhususnya memberantas jentikAedes aegypti di rumah
danlingkungannya masing-masing. Cara ini adalah suatu cara yangpaling efektif
dilaksanakan karena (Chahaya, 2011) :

1) Tidak memerlukan biaya yang besar.

2) Bisa dilombakan untuk menjadi daerah yang terbersih.

3) Menjadikan lingkungan bersih.


4) Budaya bangsa Indonesia yang senang hidup bergotongroyong.

5) Dengan lingkungan yang baik tidak mustahil, penyakit lainyang diakibatkan


oleh lingkungan yang kotor akanberkurang.

b. Kimia

Dikenal sebagai larvasidasi atau larvasiding yakni caramemberantas jentik


nyamuk Aedes aegypti denganmenggunakan insektisida pembasmi jentik
(larvasida). Larvasidayang biasa digunakan antara lain adalah temephos yang
berupabutiran – butiran (sand granules ). Dosis yang digunakan adalah1 ppm atau
10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 literair. Larvasida dengan
temephos ini mempunyai efek residuselama 3 bulan (Depkes RI, 2004).

Nama merek dagang temefos adalah abate. Abatemerupakan senyawa fosfat


organik yang mengandung gugusphosphorothioate. Bersifat stabil pada pH 8,
sehingga tidakmudah larut dalam air dan tidak mudah terhidrolisa. Abate
murniberbentuk kristal putih dengan titik lebur 30 0 – 30,50 C. Mudahterdegradasi
bila terkena sinar matahari, sehingga kemampuanmembunuh larva nyamuk
tergantung dari degradasi tersebut.Gugus phosphorothioate (P=S) dalam tubuh
binatang diubahmenjadi fosfat (P=O) yang lebih potensial
sebagaianticholinesterase. Kerja anticholinesterase adalah menghambatenzim
cholinesterase baik pada vertebrata maupun invertebratasehingga menimbulkan
gangguan pada aktivitas syaraf karenatertimbunnya acetylcholin pada ujung
syaraf tersebut. Hal inilahyang mengakibatkan kematian (Fahmi, 2006).

Larva Aedes aegypti mampu mengubah P=S menjadi P=Oester labih cepat
dibandingkan lalat rumah, begitu pula penetrasiabate ke dalam larva berlangsung
sangat cepat dimana lebih dari99% abate dalam medium diabsorpsi dalam waktu
satu jamsetelah perlakuan. Setelah diabsorpsi, abate diubah menjadiproduk-
produk metabolisme, sebagian dari produk metaboliktersebut diekskresikan ke
dalam air (Fahmi, 2006).

Namun, cara ini tidak menjamin terbasminya tempatperindukkan nyamuk secara


permanen karena masyarakat padaumumnya tidak begitu senang dengan bau yang
ditimbulkan larvasida selain itu pula diperlukan abate secara rutin untukkeperluan
pelaksanaannya (Chahaya, 2011).

c. Biologi

Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan makhlukhidup, baik dari


golongan mikroorganisme, hewan invertebrataatau hewan vertebrata. Organisme
tersebut dapat berperansebagai patogen, parasit atau pemangsa. Beberapa jenis
ikanpemangsa yang cocok untuk larva nyamuk seperti ikan kepalatimah (Panchax
panchax), ikan gabus (Gambusia affinis ) danikan gupi lokal seperti ikan
P.reticulata (Gandahusada, 1998).Menurut penelitian Widyastuti (2011) model
pengendalian vektor DBD Aedes aegypti dapat menggunakan predator
M.aspericornislebih efisien daripada menggunakan predator ikan cupang.Selain
cara diatas, ada pengendalian legislatif untukmencegah tersebarnya serangga
berbahaya dari satu daerah kedaerah lain atau dari luar negeri ke Indonesia,
diadakanperaturan dengan sanksi pelanggaran oleh pemerintah.Pengendalian
karantina di pelabuhan laut dan pelabuhan udara.Demikian pula penyemprotan
insektisida di kapal yang berlabuhatau kapal terbang yang mendarat di pelabuhan
udara.Keteledoran oleh karena tidak melaksanakan peraturan-peraturan karantina
yang menyebabkan perkembangbiakanvektor nyamuk dan lalat, dapat dihukum
menurut undang-undang(Gandahusada, 1998).

Aedes aegypti mosquito. Aedes albopictus mosquito.


Aedes albopictus
Yuniar Dwi Prastika (6411417091)

A. Gambaran Umum Aedes albopictus


Aedes albopictus - juga disebut nyamuk harimau Asia - adalah
nyamuk yang dapat menularkan virus yang menyebabkan demam berdarah
(CDC ( Centre for Disease control and Prevention ), 2012). Aedes
albopictus merupakan nyamuk yang dalam beberapa hal secara garis besar
sangat mirip dengan Ae. aegypti, namun yang membedakan adalah Aedes
albopictus merupakan nyamuk asli daerah timur (Asia dan sekitarnya)
yang menyebar ke daerah barat seperti Madagaskar dan pulau-pulau di
Afrika Timur kecuali daratan benua Afrika, sedangkan Ae. aegypti
sebaliknya berasal dari benua Afrika yang menyebar ke Timur
mendominasi daerah Asia Tenggara (Boesri, 2011).

B. Taksonomi Aedes albopictus


Aedes albopictus termasuk dalam subgenus yang sama dengan Aedes
aegypti (Stegomya) (Natalia, Nurfaizah, Permana, Rachmadini, &
Mumfangatin, 2015). Kedudukan nyamuk Aedes albopictus dalam
klasifikasi hewan menurut (Womack, 1993) dalam (Fallis, 2013):
 Kingdom : Animalia
 Filum : Arthropoda
 Kelas : Insekta
 Ordo: Diptera
 Sub Ordo : Nematocera
 Infra Ordo : Culicomorpha
 Seperfamili : Culicoidae
 Famili : Culicidae
 Sub famili : Culicinae
 Genus : Aedes
 Spesies : Aedes albopictus
C. Morfologi
Morfologi dari Ae. albopictus secara umum dalam ukuran maupun
bentuknya mirip dengan Ae. aegypti, tetapi dengan sedikit perbedaan yang
menciri yang dapat dipakai untuk identifikasi (Boesri, 2011).
1) Telur
Telur nyamuk Aedes albopictus berwarna hitam, yang akan
menjadi lebih hitam warnanya ketika menjelang menetas, bentuk
lonjong dengan satu ujungnya lebih tumpul dan ukurannya ±
0,5mm (Boesri, 2011). Telur Aedes albopictus waktu bertelur
sesudah menghisap darah dipengaruhi oleh temperatur. Waktu
terpendek antara menghisap darah dan bertelur untuk pertama kali
ialah 7 hari pada suhu 210 C dan 3 hari pada suhu 280 C. Telur
yang masak (umur4-7 hari) akan menetas segera sesudah kontak
dengan air (Sembel , 2009 dalam (Natalia et al., 2015)).

Gambar 1. Telur Aedes albopictus


2) Larva
Larva Ae. albopictus, kepala berbentuk bulat silindris, antena
pendek dan halus dengan rambut-rambut berbentuk sikat di bagian
depan kepala, pada ruas abdomen VIII terdapat gigi sisir yang khas
dan tanpa duri pada bagian lateral thorax (yang membedakannya
dengan Ae. aegypti), berukuran lebih kurang 5 mm (Boesri, 2011).
Dalam membedakan instar dari larva Ae. albopictus dapat dipakai
perbedaan lebar seperti pada Ae. aegypti yaitu :
a. Instar I dengan lebar kepala lebih kurang 0,3 mm
b. Instar II lebar kepalanya lebih kurang 0,45 mm
c. Instar III lebar kepala lebih kurang 0,65 mm
d. Instar IV lebar kepala lebih kurang 0,95 mm.

Gambar 2. Larva Aedes albopictus


3) Pupa
Pupa berbentuk agak pendek, tidak makan tetapi tetap aktif
bergerak dalam air terutama bila terganggu. Pupa akan berenang
naik turun dari bagian dasar ke permukaan air. Dalam waktu dua
atau tiga hari perkembangan pupa sudah sempurna, maka kulit
pupa pecah dan nyamuk dewasa muda segera keluar dan terbang
(Sembel, 2009 dalam (Natalia et al., 2015)).
Pupa Ae. albopictus berbentuk seperti koma dengan
cephalothorax yang tebal, abdomen dapat digerakkan vertikal
setengah lingkaran, warna mulai terbentuk agak pucat berubah
menjadi kecoklatan kemudian menjadi hitam ketika menjelang
menjadi dewasa, dan kepala mempunyai corong untuk bernapas
yang berbentuk seperti terompet panjang dan ramping (Boesri,
2011).

Gambar 3. Pupa Aedes albopictus


4) Nyamuk Dewasa
Nyamuk Dewasa Ae. albopictus, tubuh berwarna hitam dengan
bercak/ garis-garis putih pada notum dan abdomen, antena
berbulu/plumose, pada yang jantan palpus sama panjang dengan
pro-boscis sedang yang betina palpus hanya 1/4 panjang proboscis,
mesonotum dengan garis putih horizontal, femur kaki depan sama
panjang dengan proboscis, femur kaki belakang putih memanjang
di bagian posterior, tibia gelap/ tidak bergelang pucat dan sisik
putih pada pleura tidak teratur (Boesri, 2011).
Gambar 4. Nyamuk Dewasa Aedes albopictus
Dari gambar di atas, dapat diketahui beberapa bagian dari nyamuk
dewasa Aedes albopictus, diantaranya :
a. Head Dorsal

Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html

b. Head Lateral
Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html

c. Thorax Dorsal

Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html

d. Thorax Lateral

Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html
e. Wing Dorsal

Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html

f. Abdomen Dorsal

Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html

g. Abdomen Lateral

Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html

h. Hindleg

Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html

i. Hindtarsi
Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html

j. Foreleg

Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html

k. Midleg

Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html

l. Aedes albopictus male genitalia


Sumber:
http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/AEalb_hab.html

D. Siklus Hidup
1) Telur
Kehidupan nyamuk Ae. albopictus dimulai dari telur yang
diletakkan pada dinding dekat permukaan air. Perletakan dapat
terjadi kira-kira 4 sampai 5 hari sesudah kawin atau 7 hari sesudah
menghisap darah pada suhu 21ºC dan 3 hari pada suhu 28ºC. Pada
Ae. albopictus betina perkawinan dapat terjadi sebelum atau segera
sesudah menghisap darah.
Perletakan telur Ae. albopictus sama seperti Ae. aegypti yaitu
pada wadah-wadah berair dengan permukaan yang kasar dan warna
yang gelap, diletakkan satu-satu di dinding dekat permukaan air.
Jumlah telur yang diletakkan seekor nyamuk Ae. albopictus betina
rata-rata 62,4 butir, pada sebuah pengamatan diketahui, dari 50
ekor Aedes albopictus betina meletakkan 4.478 butir telur.
Setiap ekor betina meletakkan telur antara 2 sampai 8
kelompok. Berarti seekor Ae. albopictus betina rata-rata dapat
bertelur kira-kira 89 butir. Telur Aedes Sp umumnya tahan sampai
berbulan-bulan dengan pengeringan dan menetas beberapa saat
setelah kontak dengan air. Kelembaban yang terlampau rendah
dapat menyebabkan telur menetas. Telur akan menetas dalam
waktu satu sampai 48 jam pada temperatur 23 sampai 27ºC dan
pada pengeringan biasanya telur akan menetas segera setelah
kontak dengan air. Sedangkan untuk mendapatkan jumlah
penetasan telur Ae. albopictus yang paling tinggi adalah dengan
perlakuan didiamkan selama 2 hari dalam air sesudah bertelur
kemudian dikeringkan selama 5 hari. Proses menetas terjadi pada
ujung tumpul yang dimulai dengan terjadinya sobekan melintang
dan dengan dorongan kepala bagian tumpul tersebut akan terlepas
(Boesri, 2011).
2) Larva
Larva umumnya mempunyai masa hidup rata-rata 6-8 hari,
dengan perincian masa instar berkisar kira-kira yaitu (Boesri,
2011):
 Instar I antara 1-2 hari
 Instar II antara 2-3 hari
 Instar III antara 2-3 hari
 Instar IV sampai menjadi pupa rata-rata selama 3 hari.
Secara umum pada suhu optimum 21-25ºC masa larva berkisar
antara 10-12 hari sedangkan pada pada suhu 23-27ºC pada 6-8 hari.
Tempat-tempat penampungan air baik yang terjadi secara
alami maupun buatan manusia yang pernah ditemui adanya larva
Ae. albopictus antara lain adalah seperti tempat penampungan air
bersih pada bak mandi dan drum atau tempayan, tempat-tempat
tertampungnya air hujan pada bambu yang terpotong, kaleng bekas,
botol pecah atau ban bekas, keramik, jambangan bunga, perangkap
semut, dan dapat juga pada ketiak daun. Kadang-kadang larva
masih dijumpai hidup pada air jernih yang sedikit/ tidak ada
kemungkinan mengandung makanan (Boesri, 2011).
3) Pupa
Pupa biasanya mempunyai masa hidup sampai menjadi dewasa
antara 1 sampai 2 hari atau pada suhu kamar berkisar antara 1
sampai 3 hari. Pupa jantan dan betina dibedakan dari ukurannya
yaitu pupa betina lebih besar dari yang jantan. Pupa yang baru
berwarna pucat lalu menjadi coklat dan kemudian berwarna hitam
menjelang menjadi dewasa (Boesri, 2011).
4) Nyamuk Dewasa
Nyamuk Ae. albopictus dewasa yang betina berumur antara
12-40 hari dan yang jantan antara 10-22 hari. Pada suhu 20ºC
dengan kelembaban nisbi 27% nyamuk betina Ae. albopictus dapat
hidup selama 101 hari dan yang jantan selama 35 hari. Pada
kelembaban nisbi 55% yang betina dapat hidup 88 hari dan yang
jantan selama 50 hari. Dengan kelembaban nisbi 85% nyamuk
betina dapat bertahan 104 hari dan yang jantan selama 68 hari.
Tanpa dengan makan darah yang betina dapat hidup maksimal
selama 104 hari dan jika dengan makan darah dapat hidup
maksimal selama 122 hari (Boesri, 2011).

Gambar 5. Siklus Hidup Aedes albopictus


E. Bionomik Aedes albopictus
1. Ketahanan Nyamuk
Iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit infeksi karena
agen penyakit baik virus, bakteri atau parasit, dan vektor bersifat
sensitif terhadap suhu, kelembaban, dan kondisi lingkungan
ambien lainnya. WHO (2003) menyatakan bahwa penyakit yang
ditularkan melalui nyamuk antara lain DBD berhubungan dengan
kondisi cuaca yang hangat. Curah hujan ideal adalah air hujan yang
tidak sampai menimbulkan banjir dan air menggenang di suatu
wadah/media yang menjadi tempat perkembang-biakan nyamuk
yang aman dan relatif masih bersih (misalnya cekungan di pagar
bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, atap atau talang
rumah). Tersedianya air dalam media akan menyebabkan telur
nyamuk menetas dan setelah 10 sampai 12 hari akan berubah
menjadi nyamuk. Bila manusia digigit oleh nyamuk yang
mengandung virus dengue maka dalam 4 sampai 7 hari kemudian
akan menimbulkan gejala DBD (Ariati, 2014 dalam (Natalia et al.,
2015)).
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi
metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun
sampai di bawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35°C
juga terjadi perubahan yang berupa lambatnya proses-proses
fisiologis. Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk
adalah 25°C sampai 27°C. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti
sama sekali bila suhu kurang 10°C atau lebih dari 40°C.
Kelembaban akan berpengaruh terhadap umur nyamuk. Pada
kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek
dan tidak bisa menjadi vektor karena tidak cukup waktu untuk
perpindahan virus dari lambung ke kelenjar ludah. Kelembaban
rata-rata pada daerah kajian berkisar antara 83%-88% sementara
kelembaban optimum bagi kehidupan nyamuk adalah 70% sampai
90% (Ariati, 2014 dalam (Natalia et al., 2015)).
2. Kebiasaan Menggigit/Mencari Darah
Nyamuk Ae. albopictus yang membutuhkan darah dalam
hidupnya adalah nyamuk betina sebelum maupun sesudah kawin.
Kebiasaan mencari darah nyamuk Ae. albopictus terjadi hampir
sepanjang hari sejak pagi kira-kira pukul 07.30 sampai sore antara
pukul 17.30 dan 18.30, dengan aktifitas mengigit pada sore hari 2,4
kali lebih tinggi daripada pagi hari.
Pada percobaan laboratorium, nyamuk betina yang belum
pernah kawin dan belum pernah bertelur mempunyai aktifitas
mengigit tertinggi pada pukul 10.30 dan sore hari antara pukul
15.30 dan 17.30. Nyamuk Ae. albopictus merupakan nyamuk yang
selalu menyenangi darah manusia dengan puncak aktifitas pada
saat matahari terbit dan sebelum matahari terbenam. Sifat mengigit
nyamuk Ae. albopictus adalah secara multiple/mengigit beberapa
kali pada beberapa individu. Nyamuk betina sesudah
kenyang/penuh menghisap darah tidak akan menghisap darah lagi
sampai kepada sesudah perletakkan telurnya (Boesri, 2011).

Gambar 6. Nyamuk Aedes albopictus sebelum menghisap darah


Gambar 7. Nyamuk Aedes albopictus sesudah menghisap darah
3. Kemampuan Terbang
Nyamuk betina Ae. albopictus cenderung terbang di sekitar
tempat perindukan, tetapi pada keadaan angin tenang dapat terbang
maksimal pada jarak 434 meter. Tinggi terbangnya tidak jauh dari
permukaan tanah dan bergerak ke semua arah. Naluri terbang ini
biasanya untuk tujuan mendapatkan mangsa, mancari tempat untuk
bertelur, mencari pasan-gannya (pada jantan) dan mencari tempat
untuk beristirahat. Nyamuk Ae. albopictus di Jawa ditemui pada
daerah dengan ketinggian sampai 1400 meter di atas permukaan
laut (Boesri, 2011).
4. Perilaku Istirahat
Nyamuk Aedes albopictus biasanya beristirahat di tempat yang
teduh, ban bekas, semak-semak, kotak baterai, kontainer limbah,
dan gerabah (Devi, 2013 dalam (Natalia et al., 2015)). Perilaku
nyamuk dewasa Aedes albopictus boleh dikatakan sama dengan
perilaku Aedes aegypti meskipun nyamuk ini lebih suka
beristirahat di dalam rumah (Inge Sutanto, 2008 dalam (Natalia et
al., 2015)).
5. Kebiasaan Berkembangbiak (Breeding Habit)
Aedes albopictus dalam musim penghujan relatif tersedia lebih
banyak tempat yang cocok bagi habitat Aedes albopictus. Itulah
sebabnya jumlah populasi Aedes albopictus merupakan nyamuk
yang selalu menggigit dan menghisap darah manusia sepanjang
hari mulai pagi-sore (Sembel, 2009 dalam (Natalia et al., 2015)).
Aedes albopictus bersifat aktif sama dengan Aedes aegypti, yaitu di
pagi dan sore hari. Aedes albopictus bertelur di air yang tergenang,
misalnya pada kaleng-kaleng bekas yang menampung air hujan di
halaman rumah. Pada musim penghujan, nyamuk ini banyak
terdapat di kebun atau halaman rumah karena terdapat banyak
tempat yang terisi air (Soegijanto, 2006 dalam (Natalia et al.,
2015)).
Walaupun kadang-kadang larva Aedes albopictus ditemukan
hidup bersama dalam satu tempat perindukan dengan larva Aedes
aegypti, namun larva nyamuk ini lebih menyukai tempat-tempat
perindukan alamiah (plant containers) seperti kelopak daun,
tonggak bamboo dan tempurung kelapa yang mengandung air
hujan (Inge Sutanto, 2008 dalam (Natalia et al., 2015)).

Gambar 8. Kelopak daun tempat perindukan Aedes albopictus


F. Penyakit yang Ditularkan
Pada kejadian wabah demam berdarah dengue (DBD), Ae. albopictus
sering dianggap sebagai vektor sekunder sesudah Ae. aegypti. Tetapi pada
bebera-pa kasus ledakan DBD, Ae. albopictus dapat berperan sebagai
vektor utama, seperti yang pernah terjadi di Burma pa-da tahun 1975, di
Singapura pada tahun 1969 dan di Indonesia pada waktu terjadi wabah di
Bantul Yogyakarta tahun 1977.
Pada beberapa penyelidikan di laboratorium dapat terlihat bahwa Ae.
al-bopictus mampu menjadi penular/reservoir dari penyakit yang
disebabkan oleh Dirofilaria immitis, Plasmodium lophurae, Plasmodium
gallinaceum, Plasmodium fallax dan beberapa virus penyebab penyakit
Western encephalistis, Chikungunya dan Japanese encephalistis
G. Pengendalian Nyamuk Aedes albopictus
Pemberantasan nyamuk Aedes albopictus bertujuan untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian penyakit demam berdarah dengue hingga ke
tingkat yang bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi.
Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu :
1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa
a. Pengasapan (fogging)
Pengasapan atau fogging dengan menggunakan jenis
insektisida misalnya, golongan organophospat atau
pyrethroidsynthetic (Supartha, 2008 dalam (Natalia et al., 2015)).
Contohnya, malathion dan fenthoin, dosis yang dipakai adalah 1
liter malathion 95% EC + 3 liter solar. Pengasapan dilakukan pada
pagi antara jam 07.00-10.00 dan sore antara jam 15.00-17.00
secara serempak (Depkes RI, 2004 dalam (Natalia et al., 2015)).
Penyemprotan dilakukan dua siklus dengan interval 1 minggu.
Pada penyemprotan pertama, semua nyamuk yang mengandung
virus dengue (nyamuk infentif) dan nyamuk lainnya akan mati.
Penyemprotan kedua bertujuan agar nyamuk baru yang infektif
akan terbasmi sebelum sempat menularkan kepada orang lain.
Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan dapat membatasi
penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikuti dengan
pemberantasan terhadap jentiknya agar populasi nyamuk penular
dapat tetap ditekan serendah – rendahnya (Chahaya, 2005 dalam
(Natalia et al., 2015)).
b. Repelen
Repelen yaitu bahan kimia atau non-kimia yang berkhasiat
mengganggu kemampuan insekta untuk mengenal bahan atraktan
dari hewan atau manusia. Dengan kata lain, bahan itu berkhasiat
mencegah nyamuk hinggap dan menggigit. Bahan tersebut
memblokir fungsi sensori pada nyamuk. Jika digunakan dengan
benar, repelen nyamuk bermanfaat untuk memberikan
perlindungan pada individu pemakainya dari gigitan nyamuk
selama jangka waktu tertentu (Kardinan, 2007 dalam (Natalia et
al., 2015)). Nyamuk dalam mengincar mangsanya lebih
mengandalkan daya cium dan panas tubuh calon korbannya. Daya
penciuman itulah yang menjadi target dalam menghalau nyamuk
(Diah, 2008 dalam (Natalia et al., 2015)).
Salah satu cara yang lebih ramah lingkungan adalah
memanfaatkan tanaman anti nyamuk (insektisida hidup pengusir
nyamuk). Tanaman hidup pengusir nyamuk adalah jenis tanaman
yang dalam kondisi hidup mampu menghalau nyamuk. Cara
penempatan tanaman ini bisa diletakkan di sudut-sudut ruangan
dalam rumah, sebagai media untuk mengusir nyamuk. Jumlah
tanaman dalam ruangan tergantung luas ruangan. Sementara, untuk
penempatan diluar rumah/pekarangan sebaiknya diletakkan dekat
pintu, jendela atau lubang udara lainnya, sehingga aroma tanaman
terbawa angin masuk ke dalam ruangan. Contoh tanaman anti
nyamuk yang gampang ditemui antara lain: Tembelekan (Lantana
camera L), Bunga Tahi Ayam atau Tahi Kotok (Tagetes patula),
Karanyam (Geranium spp), Sereh Wangi
(Andropogonnardus/Cymbopogon nardus), Selasih (Ocimum spp),
Suren (Toona sureni, Merr), Zodia (Evodia suaveolens, Scheff),
Geranium (Geranium homeanum, Turez) dan Lavender (Lavandula
latifolia,Chaix) (Diah, 2008 dalam (Natalia et al., 2015)).
c. Teknik Serangga Mandul (TSM)
Radiasi dapat dimanfaatkan untuk pengendalian vektor yaitu
untuk membunuh secara langsung dengan teknik desinfestasi
radiasi dan membunuh secara tidak langsung yang lebih dikenal
dengan Teknik Serangga Mandul (TSM), yaitu suatu teknik
pengendalian vektor yang potensial, ramah lingkungan, efektif,
spesies spesifik dan kompatibel dengan teknik lain. Prinsip dasar
TSM sangat sederhana, yaitu membunuh serangga dengan
serangga itu sendiri (autocidal technique). Teknik Jantan Mandul
atau TJM merupakan teknik pemberantasan serangga dengan jalan
memandulkan serangga jantan. Radiasi untuk pemandulan ini dapat
menggunakan sinar gamma, sinar X atau neutron, namun dari
ketiga sinar tersebut yang umum digunakan adalah sinar gamma
(Nurhayati, 2005 dalam (Natalia et al., 2015)).
2. Pemberantasan Jentik
a. Fisik
Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi
tempat-tempat perindukkan. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
yang pada dasarnya ialah pemberantasan jentik atau mencegah agar
nyamuk tidak dapat berkembang biak. PSN ini dapat dilakukan
dengan (Chahaya, 2011 dalam (Natalia et al., 2015)) :
1) Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air
sekurang-kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukan dengan
pertimbangan bahwa perkembangan telur menjadi nyamuk
selama 7-10 hari.
2) Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan,
drum dan tempat air lain.
3) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung
sekurang-kurangnya seminggu sekali.
4) Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-
barang bekas seperti kaleng bekas dan botol pecah sehingga
tidak menjadi sarang nyamuk.
5) Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan lubang pohon
dengan tanah.
6) Membersihkan air yang tergenang diatap rumah.
7) Memelihara ikan.
b. Kimia
Dikenal sebagai larvasidasi atau larvasiding yakni cara
memberantas jentik nyamuk Aedes albopictus dengan
menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida). Larvasida
yang biasa digunakan antara lain adalah temephos yang berupa
butiran – butiran (sand granules). Dosis yang digunakan adalah 1
ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air.
Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu selama 3
bulan (Depkes RI, 2004 dalam (Natalia et al., 2015)).
c. Biologi
Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup,
baik dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrata atau
hewan vertebrata. Organisme tersebut dapat berperan sebagai
patogen, parasit atau pemangsa. Beberapa jenis ikan pemangsa
yang cocok untuk larva nyamuk seperti ikan kepala timah
(Panchax panchax), ikan gabus (Gambusia affinis) dan ikan gupi
lokal seperti ikan P.reticulata (Gandahusada, 1998 dalam (Natalia
et al., 2015)). Menurut penelitian Widyastuti (2011 dalam (Natalia
et al., 2015)) model pengendalian vektor DBD Aedes albopictus
dapat menggunakan predator M.aspericornis lebih efisien daripada
menggunakan predator ikan cupang.
DAFTAR PUSTAKA

Boesri, H. (2011). Biologi Dan Peranan Aedes Albopictus (Skuse) 1894 Sebagai
Penular Penyakit. Aspirator Journal of Vector-Borne Diseases, 3(2), 117–
125.
CDC ( Centre for Disease control and Prevention ). (2012). Dengue and the Aedes
albopictus mosquito. Atlanta, GA Centers for Disease Control and
Prevention, National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases,
Division of Vector-borne Diseases Dengue Branch. Retrieved from
https://www.cdc.gov/dengue/resources/30Jan2012/albopictusfactsheet.pdf
%5Cnwww.cdc.gov/dengue/resources/30Jan2012/albopictusfactsheet.pdf
Fallis, A. . (2013). 済無 No Title No Title. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Natalia, L. S., Nurfaizah, Permana, R. S., Rachmadini, A., & Mumfangatin, I.
(2015). Tugas Terstruktur Penendalian Vektor Epidemiologi Pengendalian
Nyamuk Aedes.
Anopheles aconitus
Indriyani Agus S. (6411417021)

A. Definisi Nyamuk Anopheles Aconitus


Anopheles merupkan salah satu genus nyamuk (Culicidae). Lebih
kurang terdapat 400 spesies Anopheles di seluruh dunia. Sebanyak 30 dari
40 dari spesies tersebut berperan sebagai inang antara empat spesies
berbeda dari genus plasmodium yang dapat menyebabkan penyakit
malaria. Sedangkan di Indonesia hanya terdapat 24 spesies yang bertindak
sebagai vector.
. Anopheles aconitus merupakan salah satu spesies dari sub family
anophelinae yang telah terkonfirmasi menjadi penular penyakit malaria.
Spesies ini memiliki area distribusi yang cukup luas yaitu dari daerah
pantai higga ke dataran tinggi dengan ketinggian 1000 m. Nyamuk
Anopheles aconitus merupakan vektor penyakit malaria. Penyakit malaria
merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi di daerah tropis, salah
satunya Indonesia.
Anopheles aconitus merupakan vector paling utama di daerah
perdesaan di Jawa yang berkembang biak di area persawahan. Tempat
perindukan utama anopheles aconitus adalah sawah dan saluran irigasi.
Adanya sawah dengan ditmbuhi tanaman padi dapat dijadikan indikator
keberadaan nyamuk anopheles aconitus di suatu daerah.
Nyamuk ini merupakan vektor pada daerah tertentu di Indonesia,
terutama di Tapanuli, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali. Biasanya aktif
mengigit pada waktu malam hari, hampir 80% dari vektor ini bisa
dijumpai diluar rumah penduduk antara jam 18.00 -22.00. Nyamuk jenis
Aconitus ini hanya mencari darah di dalam rumah penduduk. Setelah itu
biasanya langsung keluar. Nyamuk ini biasanya suka hinggap di daerah-
daerah yang lembab. Seperti dipinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat
air yang selalu basah dan lembab.
vektor An. Aconitus pertama sekali ditemukan oleh Donitz pada
tahun 1902. Vektor jenis An. aconitus betina paling sering menghisap
darah ternak dibandingkan darah manusia. Perkembangan vektor jenis ini
sangat erat hubungannya dengan lingkungan dimana kandang ternak yang
ditempatkan satu atap dengan rumah penduduk.
B. Penyebaran Anopheles Aconitus

Anopheles ditemukan pada hampir seluruh dunia, kecuali di


Antartika (kutub selatan). Malaria ditularkan oleh spesies Anopheles yang
berbeda, tergantung dari daerah dan kondisi lingkungan. Kejadian malaria
pada masa lampau pernah terjadi di iklim dingin, sebagai contoh malaria
terjadi di Canada pada tahun 1820 selama pembangunan kanal Rideau.
Sejak saat itu, parasit Plasmodium dibasmi di hampir seluruh negara-
negara di dunia. Distribusi Anopheles aconitus di Indonesia meliputi
daerah Lampung, Jawa tengah, D.I Yogyakarta, Jawa timur, Bali, Nusa
Tenggara timur dan Nusa Tenggara barat.
C. Taksonomi Anophles Aconitus
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Subkelas : Pterygota
Infrakelas : Neoptera
Superordo : Endopterygota
Ordo : Diptera
Subordo : Nematocera
Infraordo : Culicomorpha
Superfamili : Culicoidea
Famili : Culicidae
Genus : Anopheles
Spesies : Anopheles aconitus
D. Ciri-ciri Anopheles Aconitus
Ciri-ciri umum nyamuk yaitu, ukiuran tubuh yang relative kecil ( 4
– 13 mm) dan rapuh. Terdapat probosis yang halus pada bagian kepala dan
panjangnya melebihi panjang kepala dan merupakan serangga yang
memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family
Culicidae. Nyamuk yang telah dewasa berbeda dengan ordo lainnya
karena nyamuk dewasa memiliki probosis yang panjang dan sisik pada
bagian tepi dan vena sayapnya. Tubuh nyamuk terdiri atas tiga bagian
yaitu kepala, dada dan perut. Nyamuk memiliki sepasang antena berbentuk
filiform berbentuk panjang dan langsing serta terdiri atas 15 segmen.
Antena dapat digunakan sebagai kunci untuk membedakan kelamin pada
nyamuk dewasa. Antena nyamuk jantan lebih lebat daripada nyamuk
betina.

Palpus dapat digunakan sebagai kunci identifikasi karena ukuran


dan bentuk palpus masing-masing spesies berbeda. Sepasang palpus
terletak diantara antena dan probosis. Palpus merupakan organ sensorik
yang digunakan untuk mendeteksi karbondioksida dan mendeteksi tingkat
kelembaban. Probosis merupakan bentuk mulut modifikasi untuk
menusuk. Nyamuk betina mempunyai probosis yang lebih panjang dan
tajam, tubuh membungkuk serta memiliki bagian tepi sayap yang bersisik.
Dada terdiri atas protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Mesotoraks
merupakan bagian dada yang terbesar dan pada bagian atas disebut scutum
yang digunakan untuk menyesuaikan saat terbang. Sepasang sayap terletak
pada mesotoraks. Nyamuk memiliki sayap yang panjang, transparan dan
terdiri atas percabangan-percabangan (vena) dan dilengkapi dengan sisik.
Kaki terdapat pada setiap segmen dan dilengkapi dengan sisik.
Pada nyamuk betina probosis dipakai sebagai alat untuk menghisap
darah, sedangkan pada nyamuk jantan untuk menghisap bahan-bahan cair
seperti cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan juga keringat. Di kiri
kanan probosis terdapat palpus yang terdiri dari 5 ruas dan sepasang
antenna yang terdiri dari 15 ruas. Antena pada nyamuk jantan berambut
lebat (plumose) dan pada nyamuk betina jarang (pilose). Sebagian besar
torax yang tampak (mesonotum), diliputi bulu halus. Bulu ini berwarna
putih/kuning dan membentuk gambaran yang khas untuk masing-masing
spesies. Posterior dari mesonotum terdapat skutelum yang pada anophelini
bentuknya melengkung (rounded) dan pada culicini membentuk 3
lengkung (trilobus). Sayap nyamuk panjang dan langsing, mempunyai
vena yang permukannya ditumbuhi sisik-sisik sayap (wing scales) yang
letaknya mengikuti vena. Pada pinggir sayap terdapat sederetan rambut
yang disebut fringe. Abdomen berbentuk silinder yang terdiri atas 10 ruas.
2 ruas yang terakhir berubah menjadi alat kelamin. Nyamuk mempunyai 3
pasang kaki (hexapoda) yang melekat pada toraks dan tiap kaki terdiri dari
1 ruas femur, 1 ruas tibia dan 5 ruas tarsus.
E. Bionomik Anopheles Aconitus
Bionomik Anopheles
1. Perilaku saat menghisap darah
Hanya nyamuk betina yang sering menghisap darah nyamuk
Anopheles sering menghisap darah diluar rumah dan suka menggigit
diwaktu senja sampai dini hari (Eksofagik) serta mempunyai jarak
terbang sejauh 1,6 Km sampai dengan 2 Km. Waktu antara nyamuk
menghisap darah yang mengandung Gametosit sampai mengandung
sporozoit dalam kelenjar liurnya, disebut masa tunasekstrinsik.
Sporozoit adalah bentuk infektif.
Untuk terjadi penularan penyakit malaria harus ada empat faktor yaitu:
1. Parasit (agent / penyebab penyakit malaria)
2. Nyamuk Anopheles (vektor malaria)
3. Manusia (host intermediate)
4. Lingkungan (environment)
 Empat faktor terjadinya penularan malaria
2. Perilaku pada waktu hinggap dan beristirahat
Nyamuk Anopheles lebih suka hinggap di batang-batang rumput,
di alam atau luar rumah (Eksofilik) yaitu tempat-tempat lembab,
terlindung dari sinar matahari, gelap.
3. Perilaku pada saat berkembang biak (Breeding Place)
Nyamuk Anopheles dapat berkembang biak ditempat-tempat yang
airnya tergenang seperti sawah, irigasi yang bagian tepinya banyak
ditumbuhi rumput dan tidak begitu deras airnya.
Pada umumnya Anopheles Aconitus beristirahat pada temapat
yang mempunyai tingkat kelembapan tinggi dan intensitas rendah, serta
pada lubang tanah bersemak. Anopheles Aconitus biasanya hinggap pada
tempat-tempat yang dekat dengan tanah. Nyamuk ini biasanya hinggap di
daerah-daerah yang lembab, seperti di pinggir-pinggir parit, tebing sungai,
dekat air yang selalu basah dan lembab.
Tempat perindukan vector anopheles terutama didaerah pesawahan
dan saluran irigasi. Persawahan yang berteras merupakan tempat yang baik
untuk perkembangan nyamuk ini. Selain disawah, jentik nyamuk ini
ditemukan pula ditepi sungai yang airnya mengalir perlahan dan kolam air
tawar. Distribusi dari nyamuk Anopheles Aconitus, terdapat hubungan
antara densitas dengan umur padi disawah. Densitas mulai meninggi
setelah tiga – empat minggu penanaman padi dan mencapai puncaknya
setelah padi berumur lima sampai enam minggu.
F. Siklus Hidup Anopheles Aconitus
Siklus hidup Anopheles Aconitus adalah genangan air dengan
dasar tanah seperti di pinggiran sawah dan parit. Nyamuk betina dewasa
biasanya mampu hidup sampai satu bulan atau lebih di laboratorium, akan
tetapi ketika berada di alam biasanya hanya mampu bertahan 1-2 minggu.
1. Telur Anopheles Aconitus
Telur-telur Anopheles Aconitus biasanya di letakkan pada
permukaan air secara individual atau saling berlekatan di ujung-
ujungnya. Masing-masing telur memiliki panjang sekitar 0,44 mm
dengan sepasang sayap pengapung yang melekat sepanjang kira-
kira 0,8 mm di sisi panjangnya. Jumlah telur yang dikeluarkan
oleh setiap ekor nyamuk betina rata-rata 38 butir dengan jumlah
maksimum 117 butir. Setiap ekor nyamuk betina dewasa mampu
menghasilkan jumlah telur yang bervariasi yaitu 7 – 168 butir telur
dengan rata-rata 91 butir telur.
Telur menetas 2 – 3 hari, pada kondisi dingin biasanya telur
menetas 2 – 3 minggu. Sedangkan dalam keadaan normal telur
nyamuk Anopheles Aconitus biasanya menetas setelah 48 jam.
Suhu optimum untuk perkembangan telur Anopheles aconitus
adalah 25 - 360C, sedangkan pada suhu 20 dan 40 0C akan
menurunkan aktivitas fisiologisnya .

2. Larva Anopheles Aconitus


Larva Anopheles aconitus mengalami perkembangan
kepala dengan baik dilengkapi dengan sikat pada mulutnya yang
berfungsi saat makan. Larva mempunyai thorax yang lebar dan
mempunyai abdomen yang bersegmen-segmen. Larva belum
mempunyai kaki. Berbeda dengan larva lain, larva Anopheles
aconitus tidak mempunyai siphon sehingga posisi larva paralel
terhadap permukaan air.

Larva bernafas melalui sepasang spirakel yang berada pada


segmen abdomen ke-8, sehingga seringkali larva harus naik ke
permukaan air. Larva menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk memakan alga, bakteri dan mikroorganisme lain yang ada di
lapisan permukaan air yang tipis. Larva akan segera menyelam bila
mengalami gangguan, bergerak dengan menggerakkan seluruh
anggota badannya termasuk menggerakkan sikat yang ada pada
mulutnya. Larva mengalami 4 tahap perkembangan atau instar
selama 9 - 12 hari. Setelah mencapai larva 4, larva akan berubah
menjadi pupa.
Larva umumnya ditemukan di air yang bersih, rawa, hutan
mangrove, sawah, parit, tepi sungai dan ge genangan air hujan.
Spesies lain dapat ditemukan di tempat yang banyak tumbuh-
tumbuhan.

3. Pupa Anopheles Aconitus


Pupa Anopheles Aconitus dilihat dari samping berbentuk
seperti koma. Kepala dan thorax menyatu menjadi cephalothorax
dengan abdomen melengkung. Seperti halnya larva, pupa
seringkali naik ke permukaan air untuk bernafas.
Pupa bernafas menggunakan sepasang alat respirasi
berbentuk terompet yang ada di dorsal cephalothorax. Seteleh
beberapa hari, bagian dorsal dari cephalothorax akan sobek dan
nyamuk dewasa akan muncul. Umur pupa pada suhu 23-32 0C dan
kelembaban 58-85% rata- rata dua hari.
4. Anopheles Aconitus Dewasa
Lama perkembangan dari telur menjadi dewasa bervariasi
tergantung pada suhu lingkungan, kelembaban dan makanan.
Nyamuk dapat berkembang dari telur menjadi dewasa paling cepat
5 hari, tetapi umumnya membutuhkan waktu 10-14 hari pada iklim
tropis. Anopheles aconitus dewasa mempunyai bentuk tubuh yang
ramping terdiri dari tiga bagian tubuh; kepala, thorax dan
abdomen. Kepala mempunyai kemampuan khusus untuk
menangkap informasi melalui sensor. Kepala mempunyai
sepasang mata dan antena yang bersegmen-segmen. Antena
merupakan bagian yang penting untuk mendeteksi bau induk
semang dan mendeteksi tempat yang cocok untuk bertelur. Kepala
juga mempunyai probosis yang digunakan untuk menghisap darah
dan mempunyai dua sensor palpi. Thorax berfungsi sebagai alat
lokomosi. Tiga pasang kaki dan sepasang sayap juga terletak di
bagian thorax. Abdomen berfungsi sebagai tempat pencernaan dan
tempat perkembangan telur. Segmen abdomen dapat melebar pada
saat menghisap darah. Darah yang telah dihisap dan disimpan di
dalam abdomen, dicerna sebagai sumber protein yang berguna
dalam pematangan telur.
Nyamuk Anopheles dapat dibedakan dengan nyamuk yang
lain dari palpi dan sayap. Palpi pada Anopheles mempunyai
panjang yang sama dengan probosis, Sedangkan pada sayap
terdapat bentukan balok berwarna hitam putih. Anopheles dewasa
juga mempunyai ciri khas pada saat posisi istirahat, baik jantan
maupun betina akan nungging pada saat istirahat. Setelah
beberapa hari muncul dari pupa menjadi dewasa, Anopheles
dewasa akan melakukan perkawinan. Proses perkawinan biasanya
terjadi di sore hari dengan cara jantan yang mendatangi sekawanan
betina. Antara nyamuk jantan dan betina dapat dibedakan dari
antenanya. Antena jantan bersifat plumose sedangkan yang betina
bersifat pilose.
G. Penyakit yang disebabkan oleh Nyamuk Anopheles Acotinus
Proses Infeksi Malaria Oleh Gigitan Nyamuk Anopheles Aconitus

Gejala yang disebabkan gigitan nyamuk Anopheles ini dibagi


menjadi dua bagian yaitu gejala malaria ringan tanpa komplikasi dan
gejala malaria berat dengan komplikasi, namun gejala malaria yang utama
yaitu seperti demam tinggi disertai menggigil, kepala pusing, mual,
muntah, nyeri otot, diare, dan pegal-pegal. Gejala yang timbul berbeda
beda tergantung daya tahan tubuh penderita, apabila suhu badan atau
gejala yang ditimbulkan mulai terasa maka sangat dianjurkan bagi anda
untuk segera memeriksakan diri kedokter.
Penyakit malaria ini harus segera ditindak lanjuti karna sebagian
orang yang pernah mengalami sakit tersebut sangat kecil kemungkinan
bisa bertahan hidup apabila sudah mencapai stadium gejala malaria berat,
karna virus yang disebabkan nyamuk Anopheles sangat berbahaya bagi
kesehatan tubuh, maka sangat dianjurkan untuk sering-seringlah untuk
melakukan penyemprotan masal disekitar lingkungan rumah agar terhindar
dari sarang nyamuk Anopheles ini, ingin mengetahui terjangkit atau
tidaknya virus tersebut kini banyak tersedia alat tes malaria ditoko-toko
alat kesehatan yang sangat membantu untuk mengetahui hasil positif atau
negatifnya kondisi tubuh.
H. Pengendalian Anopheles Aconitus
Penanggulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan
rantai penularan antara Host, Agent dan Environment, pemutusan rantai
penularan ini harus ditujukan kepada sasaran yang tepat, yaitu :
1. Pemberantasan Vektor
Penanggulangan vektor dilakukan dengan cara membunuh nyamuk
dewasa (penyemprotan rumah dengan Insektisida). Dengan di
bunuhnya nyamuk maka parasit yang ada dalam tubuh,
pertumbuhannya di dalam tubuh tidak selesai, sehingga
penyebaran/transmisi penyakit dapat terputus.
Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau
menghilangkan tempat-tempat perindukan, sehingga perkembangan
jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi dan akan berpengaruh
terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria.

Penangulangan vektor dapat dilakukan dengan memanfaatkan ikan


pemakan jentik. Penelitian Biologik yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa prospek terbaik adalah ikan, karena mudah
dikembangbiakkan, ikan suka memakan jentik, dan sebagai sumber
protein bagi masyarakat. Penggunaan ikan nila merah (Oreochromis
Nilotis) sebagai pengendali vektor telah dilakukan.

2. Pengendalian Vektor
Kontrol vektor malaria ini dimaksudkan untuk melindungi individu
terhadap gigitan nyamuk yang infektif, menurunkan populasi nyamuk,
mencegah vektor menjadi infektif dan pada tingkat masyarakat
berguna untuk mengurangi intensitas transmisi malaria secara local.
Pengendalian vektor malaria dilaksanakan berdasarkan
pertimbangan, Rasioanal, Efektif, Efisiensi, Sustainable, dan
Acceptable yang sering disingkat RESSA yaitu :
a. Rational
Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan
memang terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya
memenuhi criteria yang ditetapkan, antara lain : Wilayah
pembebasan : desa dan ditemukan penderita indegenius dan
wilayah pemberantasan PR > 3% .
b. Effective
Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian
vektor atau kombinasi dua metode yang saling menunjang dan
metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau
menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data
epidemiologi dan Laporan masyarakat.
c. Sustainable
Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus
dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat
penularan tertentu dan hasil yang sudah di capai harus dapat
dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah,
antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita.
d. Acceptable
Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung
oleh masyarakat setempat.

Adapun kegiatan yang dapat dilakukan dalam upaya


pengendalian vector adalah sebagai berikut:
a. Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua
bangunan yang ada, pada malam hari digunakan sebagai tempat
menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain.
b. Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan
cara kimiawi, kegiatan ini di lakukan dilingkungan yang
memiliki banyak tempat perindukan yang potensial (Breeding
Pleaces). Yang dimaksud dengan tempat perindukan adalah
genangan air disekitar pantai yang permanen, genangan air
dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran
air yang lambat.
c. Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati
(pengendalian dengan ikan pemakan jentik), dilakukan pada
desa-desa di mana terdapat di mana terdapat banyak tempat
perindukan vektor potensial dengan ketersedian air sepanjang
tahun, seperti mata air, anak sungai, saluran air persawahan,
rawa-rawa daerah pantai dan air payau, dll.
d. Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles spp
secara kimiawi yang digunakan di Indonesia. Kelambunisasi
adalah pengunaan kelambu yang terlebih dahulu dicelup
dengan insektisida permanent 100EC yang berisi bahan aktif
permethrin.
e. Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-
kegiatan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan
pengamatan kegiatan modifikasi dan manipulasi faktor
lingkungan dan interaksinya dengan manusia untuk mencegah
dan membatasi perkembangan vektor dan mengurangi kontak
antara manusia dan Vektor .
f. Pemandulan nyamuk dengan radiasi gamma Co-60

Pengendalian nyamuk Anopheles sp sebagai vektor penyakit


malaria dapat dilakukan dengan Teknik Serangga Mandul (TSM). Setelah
nyamuk jantan diiradiasi nyamuk dikawinkan dengan betina normal
dengan jumlah yang sama dan diamati jumlah telur yang dihasilkan,
prosentase penetasan telur untuk setiap dosis radiasi, dan kelangsungan
hidup nyamuk. Dari hasil pengamatan diperoleh data bahwa dosis radiasi
90 Gy dapat memandulkan 65%, 100 Gy memandulkan 77%, 110 Gy
memandulkan 97%, dan 120 Gy memandulkan 99% dibandingkan dengan
kontrol. Keturunan yang dihasilkan dari perkawinan antara nyamuk jantan
yang diirradiasi 110 dan 120 Gy dengan nyamuk betina normal tidak dapat
diikuti perkembangan hidupnya karena mengalami kematian.
Radiasi gamma dan neutron dapat dimanfaatkan untuk
pengendalian vektor penyakit melalui teknik TSM. Faktor yang
berpengaruh terhadap proses kemandulan pada nyamuk ialah terjadinya
infekunditas (tidak dapat menghasilkan telur), inaktivasi sperma, mutasi
letal dominan, aspermia, dan ketidakmampuan kawin dari serangga betina
atau jantan. Radiasi dapat mengurangi produksi telur yang disebabkan
karena tidak terjadinya proses oogenesis sehingga tidak terbentuk oogenia
atau telur. Aspermia dapat menyebabkan kemandulan karena radiasi
merusak spermatogenesis sehingga tidak terbentuk sperma. Inaktivasi
sperma juga dapat menyebabkan kemandulan karena sperm tidak mampu
bergerak untuk membuahi sel telur. Faktor penyebab kemandulan yang
lain ialah ketidakmampuan kawin, hal ini karena radiasi merusak sel-sel
somatik saluran genetalia interna sehingga tidak terjadi pembuahan sel
telur . Irradiasi gamma menyebabkan penurunan yang sangat drastis
terhadap presentase penetasan telur, dosis 90 Gy mampu menurunkan
persentase penetasan telur hingga lebih dari 50%, bahkan untuk dosis 110
Gy mampu menurunkan persentase penetasan telur hingga 96 % .
Faktor yang dianggap menyebabkan kemandulan pada serangga
yang diiradiasi adalah mutasi lethal dominan. Dalam hal ini inti sel telur
atau inti sperma mengalami kerusakan sebagai akibat radiasi sehingga
terjadi mutasi gen. Mutasi lethal dominan tidak menghambat proses
pembentukan gamet jantan maupun betina, dan zigot yang terjadi juga
tidak dihambat, namun embrio akan mengalami kematian. Prinsip dasar
mekanisme kemandulan ini untuk selanjutnya dikembangkan sebagai
dasar teknik pengendalian vektor penyakit, seperti malaria, DBD dan
filariasis yang disebut Teknik Serangga Mandul. TSM menjadi salah satu
alternatif pilihan cara yang dapat dipilih dan dipertimbangkan, karena
lebih aman, apesies spesifik, tidak menimbulkan resistensi dan
pencemaran lingkungan.
Sebagai panduan untuk melakukan intervensi, WHO telah
merekomendasikan kebijakan, target dan sasaran untuk kontrol malaria
meliputi melakukan diagnosa dan pengobatan yang tepat, mencegah
gigitan nyamuk dengan melakukan kontrol vektor malaria dan pencapaian
target dan sasaran.
Anopheles maculatus
Ella Wahyu Irawan (6411417132)

A. Toksonomi Anopheles Maculatus

 Phylum : Arthropoda
 Classis : Hexapoda / Insecta
 Sub Classis : Pterigota
 Ordo : Diptera
 Familia : Culicidae
 Sub Famili : Anophellinae
 Genus : Anopheles
 Spesies : Anopheles Maculatus
Nyamuk Anopheles Maculatus merupakan vektor malaria di berbagai
daerah di Indonesia seperti Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta, terkonsentrasi di kawasan Bukit Menoreh yaitu Kabupaten
Magelang, Purworejo, dan Kulon Progo (Barcus et al, 2002), Sumatera,
Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur (Gunawan, 1999). Nyamuk An.
maculatus merupakan vektor malaria di Jawa Tengah, selain An
balabacensis dan An. aconitus. Berbagai upaya pengendalian sudah
dilakukan di wilayah tersebut akan tetapi penularan malaria masih tetap
terjadi dari tahun ke tahun (Dinkes Prop. Jawa Tengah, 2000). Pada tahun
2005 penderita malaria di Jawa Tengah sebanyak 2590 kasus (angka
kesakitan malaria 0,08 per 1000 penduduk). Penderita malaria sampai
dengan September 2006 ditemukan sebanyak 1.566 orang (angka
kesakitan 0,047 per 1000 penduduk). Proporsi penderita malaria import
dari tahun 2000-2006 terjadi kecenderungan meningkat, antara lain dari
1 ,81 % pada tahun 2000 menjadi 38% pada tahun 2006. Angka kesakitan
malaria tahun 2005 menurun secara bermakna (60%) dibandingkan dengan
tahun 2004 atau menurun 96,6% dari tahun 2000. Jumlah desa HCI
malaria menurun dari 424 desa pada tahun 2002 menjadi 277 desa pada
tahun 2005.penurunan kasus ini merupakan hasil upaya pemberantasan
malaria secara komprehensif yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah
bersama masyarakat melalui gerakan pemberantasan kembali malaria
(Gebrak Malaria) yang telah dicanangkan sejak tahun 2000 di mana pada
sat itu mempakan puncak kasus malaria tertinggi (Budihardja, 2006).
B. Bionomik Anopheles Maculatus
An. maculatus dilaporkan sebagai spesies kompleks berdasarkan studi
kromosom politen dan kromosom mitotik. Rattanarithikul dan Green, 1986
melaporkan bahwa An.maculatus terdistribusi di berbagai negara seperti
Bangladesh, Uyanniar, Chica, India, Indonesia, Kamboja, Malaysia,
Nepal, Pakistan, Srilanka, Taiwan, Thailand, dan Vietnam (Subbarao,
1998). Nyamuk Anopheles maculatus merupakan vektor malaria di
berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta, Sumatera, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur (Gunawan,
1 999). An.maculatus adalah spesies nyamuk yang sudah dinyatakan
sebagai vektor malaria di beberapa daerah pegunungan yang endemis
malaria di Jawa Tengah (Purworejo, Wonosobo, Banjamegara). Daerah
lstimewa Yogyakarta (Kulonprogo ), dan Jawa Timur (Kediri) (Namru-2,
1997; Sundararaman et al., 1957). Spesies ini juga sudah dinyatakan
sebagai vektor filariasis Wuchereria bancrofti di Kecamatan Tanjung
Bunga, Kabupaten Flores Timur (Barodji, et al., 2003).
a. Penyebaran Anopheles Maculatus di beberapa daerah di Indonesia
Di Indonesia penyebaran An.maculatus sangat luas, spesies ini
ditemukan baik di daerah pantai sampai ke pedalaman dan di pegunungan
(Barodji, et al., 2001; Handayani & Darwin, 2005). Di Kabupaten Flores
Timur, An maculatus ditemukan di desa-desa sepanjang pantai Teluk
Hading, Kecamatan Tanjung Bunga dan di pedalaman di Kecamatan Boru
(Barodji et al., 1993). Di Jawa, An maculatus ditemukan di desa-desa yang
terletak dipegunungan seperti kawasan Bukit Menoreh (Handayani dan
Darwin, 2005; Barodji et aL 1993), di Kecamatan Borobudur (Boesri et
al., 2003) dan Srumbung, Kabupaten Magelang (Boewono dan rustiyanto,
2005). Di daerah endemis malaria bagian utara Jawa Tengah, An
maculatus ditemukan di Kabupaten Jepara dan Pekalongan (Barodji et al,
1992; Barodji et al, 2001 ).
Kemudian nyamuk Anopheles Maculatus menggigit pukul 24.00 WIB
(00.00 – 04.00 WIB). Penyebaran spesies ini di Indonesia sangat luas,
kecuali di Maluku dan Irian. Spesies ini terdapat didaerah pengunungan
sampai ketinggian 1600 meter diatas permukaan air laut. Jentik ditemukan
pada air yang jernih dan banyak kena sinar matahari.
b. Siklus hidup dan tempat berkembang biak

Pengamatan siklus hidup An.maculatus mulai dari perkembangan


telur-jentik-kepompong-nyamuk hampir sama dengan spesies nyamuk
Anopheles sp lainnya yang telah berhasil di koloni di laboratorium
(Barodji dan Sularto, 1994). An maculatus berkembangbiak pada
genangan-genangan air tawar seperti mata air, lubang-lubang batu,
kobakan/ genangan air di sepanjang sungai yang terbentuk selama musim
kemarau karena air berkurang serta mendapat sinar matahari langsung.
Kondisi demikian dapat dijumpai di daerah pantai maupun pegunungan,
daerah persawahan maupun non persawahan (Boesri et al, 2003).

Nyamuk adalah kelompok penting dari arthropoda dengan habitat


air tawar yang memiliki tipe holometabolous, yaitu memiliki empat tahap
yang berbeda dalam siklus hidup mereka. Anopheles sp mengalami empat
siklus selama perkembangannya, yaitu telur, larva, pupa, dan nyamuk
dewasa (Rueda, 2008).
Nyamuk termasuk serangga yang mengalami metamorfosis
sempurna (holometabola) karena mengalami empat tahap dalam masa
pertumbuhan dan perkembangan. Tahapan yang dialami oleh nyamuk
yaitu tahap telur, larva, pupa dan dewasa. Telur nyamuk akan menetas
menjadi larva dalam waktu 1-2 hari pada suhu 20-40°C. Kecepatan
pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh suhu, tempat,
keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di tempat perindukan.
Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9
hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari
sehingga waktu yang dibutuhkan dari telur hingga dewasa yaitu 7-14 hari
(Hoedojo, 1998).
Nyamuk meletakkan telur di tempat yang berair, pada tempat yang
keberadaannya kering telur akan rusak dan mati. Kebiasaan meletakkan
telur dari nyamuk berbeda – beda tergantung dari jenisnya. Nyamuk
Anopeles meletakkan telurnya dipermukaan air satu persatu atau
bergerombol tetapi saling lepas karena telur Anopheles sp mempunyai alat
pengapung (Borror, 1996).
Nyamuk memiliki tiga tempat untuk melakukan perkembangbiakan
yaitu tempat berkembang biak (breeding places), tempat untuk
mendapatkan umpan/darah (feeding places) dan tempat untuk beristirahat
(resting places). Nyamuk mempunyai tipe breeding places yang berlainan
seperti Culex dapat berkembang biak pada semua jenis air, sedangkan
Aedes hanya dapat berkembang biak di air yang cukup bersih dan tidak
beralaskan tanah langsung, Mansonia senang berkembang biak di kolam-
kolam, rawa-rawa danau yang banyak terdapat tanaman air, dan
Anopeheles memiliki bermacam breeding places sesuai dengan jenis
nyamuk Anopheles sebagai berikut : (Brown, 1979 ). Nyamuk Anopheles
Maculatus lebih senang berkembang biak di tempat yang langsung
mendapat sinar matahari disenangi nyamuk.
c. Perilaku Menggigit ( feeding )
Waktu keaktifan mencari darah dari masing - masing nyamuk berbeda
–beda, nyamuk yang aktif menggigit pada malam hari adalah Anopheles
dan Culex sedangkan nyamuk yang aktif pada siang hari menggigit yaitu
Aedes. Khusus untuk Anopheles, nyamuk ini suka menggigit di luar
rumah. Pada umumnya nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk
betina (Nurmaini, 2003). Sesuai dengan buku Pedoman Ekologi dan
Aspek Perilaku Vektor dari Depkes RI (2001), bahwa nyamuk yang aktif
menghisap darah pada malam hari umumnya mempunyai dua puncak
akitivitas, yaitu puncak pertama terjadi sebelum tengah malam dan yang
kedua menjelang pagi hari, namun keadaan ini dapat berubah oleh
pengaruh suhu dan kelembaban udara. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Damar (2004) di Desa Serumbung Kabupaten
Magelang, nyamuk Anopheles aconitus aktifitas mengigitnya berlangsung
pada pukul 19.00 - 21.00. Pada penelitian oleh Mujayanah (2008) di
Kelurahan Sukamaju Kecamatan Teluk Betung Barat, nyamuk Anopheles
lebih aktif mengigit pada pukul 22.00 dan 04.00.

d. Perilaku Istirahat (Resting)

Nyamuk betina akan beristirahat selama 2-3 hari setelah menggigit


orang/hewan. Nyamuk memiliki dua macam perilaku istirahat yaitu
istirahat yang sesungguhnya selama waktu menunggu proses
perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada nyamuk sedang
aktif menggigit (Brown, 1979). Nyamuk Anopheles biasanya beristirahat
di dalam rumah seperti di tembok rumah sedangkan diluar rumah seperti
gua, lubang lembab, dan tempat yang berwarna gelap (Nurmaini, 2003).
Menurut hasil penelitian Hiswani (2004), ada beberapa spesies yang
hinggap di daerah – daerah lembab seperti di pinggir-pinggir parit, tepi
sungai, di dekat air yang selalu basah dan lembab (Anopheles aconitus)
tetapi ada pula spesies yang istirahat dan hinggap di dinding rumah
penduduk (Anopheles sundaicus). Hal yang sama pernah dikemukan oleh
hasil penelitian dari Fatma (2002) dan Mujayanah (2008), bahwa nyamuk
Anopheles sundaicus bersifat eksofagik yaitu suka menggigit hospes di
luar rumah, ditunjukkan dengan jumlah Anopheles yang ditemukan di luar
rumah dua kali lebih banyak dibandingkan di dalam rumah. Nyamuk
Anopheles pada senja hari di Dusun Selesung Pulau Legundi kurang begitu
aktif diduga karena penduduk masih banyak melakukan aktifitas pada
senja hari. Aktifitas penduduk inilah yang menghambat aktifitas nyamuk
Anopheles sehingga proses penghisapan menurun, tetapi akan meningkat
pada saat manusia sedang tidur (Jannah, 1999).

e. Pola menggigit nyamuk Anopheles sp

Nyamuk Anopheles maculatus bersifat zoofilik, menyenangi darah


hewan (kerbau) dan aktifitas menggigit nyamuk Anopheles maculatus ini
tertinggi antara pukul 21.00 sampai pukul 24.00 WIB, dan aktifitas
menggigit orang antara pukul 20.00 – 23.00 (Sutisna, 2004). Hal ini serupa
dengan hasil penelitian oleh Setyaningrum (2008) Nyamuk Anopheles sp.
Kecamatan Hanura mempunyai puncak menggigit yaitu pada pukul 23.00
ketika penduduk tertidur dan tidak melakukan aktifitas.

C. Morfologi nyamuk Anopheles Maculatus


Nyamuk Anopheles sp. mengalami metamorfosis sempurna, yaitu stadium
telur, larva, pupa, dan dewasa yang berlangsung selama 10-14 hari.
Morfologi Nyamuk Anopheles sp.
a. Telur
Telur Anopheles sp. biasanya disimpan di permukaan air satu per satu.
Menetas dalam waktu 1-3 hari pada suhu 30◦C dan 7 hari jika suhu
16◦C. Telur berbentuk oval, salah satu atau kedua ujungnya
meruncing, disisi kanan dan kiri ada berbentuk spiral transparan yang
menyerupai pelampung. Telur Anopheles sp. tidak tahan dalam
keadaan kekurangan air.
b. Larva
Larva nyamuk Anopheles ini memiliki bagian ekor yang tidak
mengalami percabangan. Setiap segmen abdomen (perut) terdapat
rambut palma di sisi kanan dan kiri (tampak warna lebih gelap),
memiliki tegral plate dibagian dorsal abdomen, pada segmen terakhir
terdapat spirakel dan gigi sisir. Posisi istirahat nyamuk sejajar dengan
permukaan air.
c. Pupa
Pupa merupakan sadium terakhir di akuatik. Pupa bebentuk koma bila
dilihat dari samping. Pada stadium ini terbentuk cephalothorax dan
akan muncul nyamuk dewasa. Perjalanan telur hingga dewasa
bervariasi antara spesies, karena sangat dipengaruhi oleh sushu
lingkungan. Nyamuk dapat berkembang dari telur higga dewasa dalam
waktu 10-14 hari dalam kondisi tropis.
d. Nyamuk dewasa
Morfologi nyamuk dewasa anopheles jantan yaitu terdapat
probosis/alat penghisap yang berada diposisi tengah kepala atau
diantara palpus maksilaris, di ujung palpus maksilaris mengalami
perlebaran, antena berambut lebat disebut plumose.
Morfologi nyamuk dewasa anopheles betina yaitu terdapat
probosis/alat penghisap yang berada diposisi tngah kepala atau
diantara palpus maksilaris, diujung probosis terdapat labella,
bentuknya seperti ujung tombak. Bentuk khas pada anopheles betina
yaitu pada ujung palpus maksilaris tidak mengalami perlebaran, antena
erambut jarang disebut pilose.
Stadium dewasa nyamuk anopheles sp. jantan dan betina memiliki
tubuh yang kecil dengan 3 bagian yaitu kepala, torak,dan abdomen
(perut). Pada kepala terdapat mata dan pasangan antena. Antena
nyamuk sangat penting untuk mendeteksi bau host dari tempat
perindukan dimana nyamuk anopheles betina meletakkan telur.
D. Anopheles sebagai Vektor Malaria
Nyamuk betina membutuhkan darah untuk perkembangan telurnya.
Darah dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein dalam proses
pematangan telurnya. Perilaku mengkonsumsi darah inilah yang
meningkatkan potensi nyamuk sebagai vektor penyakit. Nyamuk ini
tertarik oleh karbon dioksida, bau tubuh dan panas tubuh hewan ataupun
manusia. Kesukaan memilih inang mempengaruhi perilaku menghisap
darah. Beberapa nyamuk lebih menyukai darah manusia (Anthrozoophilic)
dan lainnya lebih menyukai darah hewan (Zooanthrophilic) atau bahkan
menyukai keduanya. Cu. quinquefasciatus, Ae. aegypti dan An.albopictus
merupakan beberapa spesies yang tergolong anthrozoophilic sedangkan
Cu. tritaeniorhynchus merupakan salah satu nyamuk yang tergolong
zooanthrophilic (Brown, 1969). Sedangkan An. balabanencis dan An.
maculatus ditemukan di daerah non persawahan. Malaria berkaitan erat
dengan keadaan wilayah, di kawasan tropika seperti Indonesia penularan
penyakit ini sangat rentan, karena keadaan cuaca yang mempunyai
kelembaban tinggi akan memberikan habitat yang sesuai untuk pembiakan
nyamuk yang menjadi vektor penularan kepada penyakit ini (Gunawan,
2000).
Keadaan lingkungan sangat berpengaruh pada perkembangbiakan
vektor malaria:
a. Lingkungan fisik
 Suhu
Makin tinggi sushu (sampai batas tertentu) makin pendek
masa inkubasi ekstrensik (sporogoni) dan sebaliknya makin
rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrensik
(CDC, 2015). Suhu mempengaruhi perkembangan parasit
dalam nyamuk. Suhu yang optimal berkisaran 20◦C dan
30◦C. Suhu udara sangat mempengaruhi perkembangan
parasit dan siklus hidup nyamuk, nyamuk termasuk
binatang berdarah dingin.
 Suhu udara
Semakin tinggi suhu (sampai batas tertentu)
semakin pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan
semakin rendah suhu masa inkubasi ekstrinsik
semakin panjang. Pertumbuhan nyamuk akan
berhenti sama sekali pada suhu kurang dari 10◦C-
40◦C.
 Suhu air
Biasanya larva lebih menyenangi tempat yang
hangat, sehingga nyamuk Anopheles sp banyak
ditemukan didaerah tropis. Telur anopheles menetas
tergantung dari suhu air dalam batas tertentu akan
lebih cepat menetas dan menjadi instar.
 Kelembaban udara
Umur nyamuk akan menjadi pendek akibat adanya
kelembaban udara yang rendah. Batasan kelembaban udara
yang memungkinkan hidupnya nyamuk yaitu 60%. Jika
kelembaban nyamuk tinggi akan menjadi lebih aktif dan
lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan
malaria.
 Curah hujan
Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan
derasnya curah hujan jenis tempat perindukan dan jenis
vektor. Hujan yang diselingi panas akan membesar
kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sp.
 Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari yaitu meningkatkan suhu dan
mengurangi kelembababn sehingga berpengaruh terhadap
perkembangbiakan larva dan nyamuk.
 Kedalaman air
Larva nyamuk anopheles sp. hanya mampu brenang pada
kedalaman permukaan air paling dalam 1 meter dan tingkat
volume air akan dipengaruhi oleh curah hujan yang cukup
tinggi meningkatkan kesempatan nyamuk untuk
berkembangbiak pada kedalaman air kurang dari 3 meter
secara optimal.
b. Lingkungan kimia
Penelitian yang dilakukan Hermendo (2008) pH 6,4 - 6,7
merupakan kondisi tempat perindukan yang terbaik. Menurut
Septiani (2012) larva Anopheles sp. memiliki pH optimum antara
7,91 – 8,09. Batas toleransi asam terendah bagi perkembangan
larva Anopheles sp. adalah pH 4, sedangkan batas toleransi basa
tertinggi adalah pH 11.
c. Lingkungan biologis
Karakteristik lingkungan biologi mempengaruhi tempat perindukan
nyamuk untuk berkembang biak, tumbuhan air juga mempengaruhi
pekembangbiakan nyamuk malaria, misalnya lumut dan ganggang
(Achmadi, 2012).
Selain tumbuhan air, tumbuhan yang ada didarat juga
mempengaruhi pekembangbiakan nyamuk malaria misalnya
tumbuhan yang besar yang menghalangi masuknya sinar matahari
ke tempat perindukan, sehingga menyebabkan pencahayaan akan
rendah, suhu rendah dan kelembaban akan tinggi.
E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketertarikan Nyamuk Terhadap
Inang
Pada setiap jenis nyamuk mempunyai perilaku berbeda dalam mencari
hospesnya. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
yang mempengaruhi nyamuk Anopheles dalam mencari hospes adalah
faktor suhu, kelembaban, karbondioksida, aroma, dan visual.
1. Suhu
Suhu merupakan faktor penting dalam penemuan hospes. Daya tarik
nyamuk Anopheles sp. terhadap subyek yang dipanaskan di bawah
suhu udara dalam laboratorium dan percobaan lapangan menyatakan
bahwa suhu adalah faktor penting dalam pencarian sasaran (Brown,
1951). Brown (1951) melaporkan jika salah satu tangan manusia
didinginkan sampai suhu 22˚C dan tangan yang lainnya pada suhu
30˚C, maka tangan yang lebih dingin kurang menarik untuk digigit
nyamuk Anopheles sp.
2. Kelembaban
Kelembaban dapat mempengaruhi dan merangsang nyamuk Anopheles
sp. untuk menggigit hospesnya. Akan tetapi menurut Russell (1963) di
lapangan tidak ada bukti yang menunjukkan pentingnya tingkat
kelembaban bagi orientasi kepada hospes, jadi disimpulkan bahwa
kelembaban mungkin merupakan sebagian dari faktor penting yang
berasal dari hospes dan merupakan daya tarik nyamuk pada jarak
dekat.
3. Karbon dioksida
Pengaruh karbon dioksida terhadap perilaku menggigit masih banyak
diperdebatkan. Menurut Takken (2008) pada pemasangan New Jersey
light trap, dengan menambahkan karbon dioksida selama dua jam
dapat meningkatkan jumlah nyamuk Anopheles sp. yang tertangkap
menjadi empat kali. Karbon dioksida yang merupakan sisa
metabolisme tubuh dieksresikan melalui saluran pernafasan, sehingga
nyamuk lebih banyak hinggap di bagian kepala daripada anggota tubuh
lain (Gilles, 2002).
4. Aroma
Aroma sebagai salah satu rangsangan yang menuntun serangga dalam
mencari makanannya. Aroma darah saat dilaporkan mempunyai daya
tarik terhadap nyamuk Ae. Aegypti empat kali lebih besar daripada air,
dan plasma darah lima kali lebih besar daripada air (Brown, 1957).
5. Visual
Respon visual mempengaruhi nyamuk dalam memilih hospes. Bentuk
dan pemantulan cahaya serta gerakan hospes ternyata merupakan
faktor penting, sebab mampu menuntun nyamuk yang aktif mencari
darah pada siang hari untuk datang kepada hospes. Walaupun faktor
visual telah dibuktikan mempengaruhi nyamuk tetapi tidak semua
nyamuk tergantung kepada faktor tersebut (Sardjito, 2008).
F. Pencegahan malaria melalui kontrol vektor
Kontrol vektor malaria ini dimaksudkan untuk melindungi individu
terhadap gigitan nyamuk yang infektif, menurunkan populasi nyamuk,
mencegah vektor menjadi infektif dan pada tingkat masyarakat berguna
untuk mengurangi intensitas transmisi malaria secara lokal (Peter dan
Gilles, 2002; WHO, 2009). Untuk pencegahan terhadap vektor dengan
melakukan kontrol terhadap nyamuk Anopheles. Kontrol malaria agar
efefektif, efesien dan berkesinambungan dilakukan dengan pendekatan
pengelolaan terintegrasi.
1. Pencegahan Individual (Protection individual) Global Malaria
Programme (GMP) merekomendasikan pemberian secara gratis
ataupun disubsidi kelambu celup insektisida atau insecticide treated net
(ITN) dan kelambu celup insektisida yang tahan lama ( Long-lasting
insecticidal nets) (LLINs) pada semua orang-orang yang tinggal di
daerah-daerah yang berisiko terjanya penularan malaria dan menjadi
target dalam pencegahan malaria, termasuk anak-anak dan wanita
hamil. (WHO, 2009) Walaupun demikian perlu dipertimbangkan
pemakaian kelambu celup akan efektif bila penularan terjadi di dalam
rumah, kebiasaan menggigit vektor di dalam rumah Universitas
Sumatera Utara dan puncak gigitan vektor setelah jam 22.00,
penduduk tidak tidur sampai larut malam dan penduduk tidak berada di
luar rumah pada malam hari serta masyarakat mau menggunakan
kelambu (WHO,2009).
2. Reduksi longevity vektor Tujuannya adalah mencegah nyamuk
menjadi infektif sehingga tidak terjadi penularan. Kegiatan dilakukan
dengan penyemprotan indoors residual spraying (IRS) terdiri dari
aplikasi insektisida ke permukaan bagian dalam rumah di mana
nyamuk endophylic Anopheles sering beristirahat setelah mengggit
manusia, dengan menggunakan alat semprot yang terstandar untuk
kontrol malaria. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa IRS efektif dalam
mengendalikan transmisi malaria. Penyemprotan akan efektif apabila
penularan terjadi di dalam rumah, vektor istirahat (resting) di dinding,
penduduk menerima penyemprotan dan tidak berada di luar rumah
serta penyebaran rumah yang tidak terpencar sehingga tidak
menyulitkan operasional penyemprotan.
3. Modifikasi dan manipulasi lingkungan
Bertujuan untuk mengurangi kepadatan vektor dengan melakukan
modifikasi dan manipulasi lingkungan antara lain:
a. Penimbunan TPV: meniadakan meniadakan genangan air yang
potensial sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Anopheles. Luas
TPV terbatas dan mampu dikelola secara tekhnis maupun ekonomis
dan letaknya dalam radius jarak terbang Universitas Sumatera Utara
nyamuk terhadap pemukiman penduduk (2 km). Untuk TPV yang luas
dilaksanakan pada musim kemarau dan TPV yang sempit pada saat
terbentuknya genangan air.
b. Pengeringan TPV : merupakan kegiatan untuk menghilangkan TPV
dengan cara mengalirkan air hingga kering. Luasnya terbatas dan
mampu dikelola secara teknis maupun ekonomis, letaknya dalam
radius jarak terbang nyamuk terhadap pemukiman penduduk (2 Km).
c. Pembersihan TPV : kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan
lumut dan tanaman air dari TPV, luasnya terbatas dan bias dikelola.
Letaknya dalam radius jarak terbang nyamuk terhadap pemukiman
penduduk (2 Km).
d. Pengeringan sawah secara berkala: adalah kegiatan mengeringkan
sawah secara berkala dan serempak di hamparan sawah sebagai TPV.
Lokasi TPV pada hamparan sawah dalam radius jarak terbang nyamuk
(2 km). Dilakukan pada waktu padi berumur 2 minggu sampai dengan
menjelang panen.
4. Larvaciding
Bertujuan untuk menekan populasi larva nyamuk Anopheles. Dapat
dilakukan secara kimia dan biologi. Bila larvaciding secara kimia
dapat dilakukan pada TPV yang potensial , terukur dan terjangkau
untuk diaplikasikan, tidak ada vegetasi yang menghalangi aplikasi
larvasida, bukan tipe TPV yang kecil dan menyebar sehingga suulit
diidentifikasi dan diintervensi, sedangkan secara biologi seperti
Penebaran ikan pemakan jentik seperti ikan kepala timah ( Aplocheilus
panchax) dan ikan nila merah (Oreochromis nilaticum) pada TPV
yang potensial dan airnya permanen.

DAFTAR PUSTAKA

Sugiarti,Septia.(2018).Karakteristik Tempat Perindukan Nyamuk Anopheles Sp.


Yang Potensiang Sebagai Vektor Malaria Diwilayah Kerja Puskesmas Hanura
Kabupaten Pesawaran. lampung.

Widyastuti, Umi.( 2011).Studi Keanekaragaman Genetik Anopheles Maculatus


Dibeberapa Daerah Indonesia. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan
Vektor Dan Reservoir Penyakit Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan.

Arasy, Andi Arahmadani dan Anis Nurwidayati.(2017).Status Resistensi


Anopheles Barbirostris Terhadap Permethrin 0,75% Desa Wawosangula,
Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi
Tenggara.Donggala.
Anopheles sundaicus
Okta Mega Gres Endika (6411417049)

1. TAKSONOMI
Pada susunan taksonomi, nyamuk An. sundaicus, termasuk filum
Anthropoda, kelas Insekta, ordo Diptera, dan famili Anophelinae.
Klasifikasi An. sundaicus secara keseluruhan adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Famili : Anophelinae
Genus : Anopheles
Subgenus : Cellia
Spesies : Anopheles sundaicus Rodenwalt ( Linton et al,
2001)
2. DISTRIBUSI
Di Asia Tenggara, An. sundaicus telah banyak diketahui karena
tersebar luas di seluruh Asia Tenggara meliputi wilayah pesisir. Ekologi,
perilaku dan kapasitas vektorial An. sundaicus telah banyak dijelaskan
untuk populasi di Indonesia, Myanmar, Malaysia,Vietnam, Thailand, dan
Kamboja.
An. sundaicus merupakan vektor malaria utama di Indonesia.
Distribusi An. sundaicus telah dilaporkan di seluruh pulau di Indonesia,
kecuali Papua. Lebih banyak daerah melaporkan keberadaan An.
sundaicus di Indonesia bagian barat. Berikut peta distribusi An. sundaicus
di Indonesia :

3. MORFOLOGI
An. sundaicus dewasa mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut, pada
bagian kepala, palpus berwarna coklat kehitaman dengan 3 gelang. Pada
bagian sayap, costa dan urat sayap kesatu terdapat 4 atau lebih noda-noda
hitam. Pada bagian kepala terdapat palpus yang ujungnya berwarna putih
yang sama panjang dengan warna hitam (Tatontos et al, 2009). Pada
bagian kaki belakang, femur, tibia dan tarsus terdapat bintik-bintik pucat.
Pada bagian tarsus kelima berwarna gelap (Linton et al, 2001). An.
sundaicus dewasa jantan dan betina dapat terlihat jelas pada bagian
proboscisnya. An. sundaicus jantan memiliki proboscis lebih panjang
dan memiliki antena berbulu lebat sedangkan An. sundaicus betina
proboscisnya kecil dan lurus serta memiliki antenna yang berbulu sedikit
( Linton et al, 2001). Visualisasi ciri morfologi An. sundaicus dewasa
berdasarkan Walter Reed Biosystematics Unit (2014) dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :

(Head-lateral)

(Head dorsal)

(Thorax-dorsal)
(Thorax lateral)

(Wing-dorsal)

(Abdomen-lateral)

(Abdomen-dorsal)

(Hindtarsi)
(Kaki belakang)

(Kaki depan) (Kaki tengah)

Gambar dari balai litbang P2B2 Banjarnegara.

Ciri utama subgenus Cellia adalah pada urat sayap pertama atau
Costa terdapat empat noda pucat atau lebih (Reid, 1968).

Tabel keterangan bagian-bagian nyamuk


Bagian nyamuk keterangan
Kepala Palpus (antena) dengan tiga cincin pucat dan
proboscis seluruhnya berwarna gelap.
Berwama coklat kekuning-kuningan dengan
bagiannya coklat tua dan pada bagian tepinya
terdapat rarnbut seperti sisik.
Sayap Terdapat 6 bintik pucat pada sayap dorsal.
Kaki Terdapat bercak atau bintik bintik pucat yang
tidak terlalu tebal dan pada persambungan
tibia tarsus kaki belakang tidak terdapat gelang
pucat lebar. Tarsus ke lima kaki belakang
sebagian atau seluruhnya berwarna gelap
Tabel Perbedaan An. sundaicus dengan spesies lain :

Spesies Sayap Palpi dan Tarsus


nyamuk proboscis
Anopheles Nyamuk An. Panjang Femur kaki
sundaicus sundaicus proboscisnya belakang
memiliki kira-kira sama tanpa sikat
sayap yang panjang dan berbercak
terdiri atas 4 dengan palpi. bintik-bintik
atau lebih Palpi pucat. Tibia
bintik-bintik ditandai berbercak
pucat dengan 3 bintik-bintik
gelang pucat pucat.
Persambungan
tibia tarsus
kaki belakang
tidak ada
gelang dan
pada
menunjukkan
tarsus ke 5
kaki belakang
sebagian atau
seluruhnya
berwarna
gelap
Anopheles Nyamuk An. Proboscisnya Femur kaki
subpictus subpictus kira-kira sama belakang
memiliki urat panjang tanpa sikat
sayap pucat dengan palpi dan tidak
yang dan seluruh berbercak.
berjumlah 4 bagiannya Daerah
atau lebih berwarna persambungan
gelap. tibia-tarsus
Terdapat kaki belakang
gelang pucat tidak ada
di ujung gelang pucat
palpi yang yang lebar.
panjangnya 2 Tarsus ke 5
kali atau kaki belakang
kurang dari sebagian atau
panjang seluruhnya
bagian gelap gelap dan
di bawahnya terdapat
gelang lebar
pada tarsi kaki
depan

4. SIKLUS HIDUP
Nyamuk An. sundaicus mengalami metamorfosis sempurna dengan
4 stadium yaitu telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa (imago). Tempat
perindukan An. sundaicus terdiri dari genangan air dengan tingkat salinitas
yang berbeda-beda. Larva An. sundaicus mempunyai sifat lebih toleran
terhadap salinitas yang lebih tinggi karena memiliki mekanisme yang
dapat menetralisir tekanan osmotik di dalam hemolimfe (Ernamaiyanti et
al, 2010 ; Sinka et al, 2011).
An. sundaicus merupakan salah satu dari 20 Anopheles
yang berperan sebagai vektor malaria di Indonesia. Habitat nyamuk An.
sundaicus di sepanjang pantai dan berkembang biak pada lagun, bekas
tambak-tambak, bekas galian pasir dekat pantai, tempat terbuka dan
terkena sinar matahari langsung. Jentik An. sundaicus berlindung pada
tanaman air (Tatontos et al, 2009 ; Ernamaiyanti et al, 2010).
Jumlah telur yang dihasilkan oleh setiap ekor nyamuk betina rata-
rata 38 butir dengan jumlah maksimum 117 butir.Jumlah nyamuk jantan
dan nyamuk betina yang menetas dari sekelompok telur pada umumnya
sama banyak (1 : 1) dan nyamuk jantan umurnya lebih pendek dari
nyamuk betina kurang lebih satu minggu, sedangkan umur nyamuk betina
lebih panjang daripada nyamuk jantan (Nugroho, 2009).
Larva An. sundaicus bersifat aquatik, yaitu pada fase larva hidup di
air. Pada umunya berada pada permukaan air dengan posisi mendatar,
sejajar dengan permukaan air dan spirakel selalu kontak dengan udara.
Jika ada rangsangan atau bahaya, larva akan bergerak kebawah untuk
menghindari musuh. Dalam pertumbuhan dan perkembangan larva An.
sundaicus mengalami 4 instar dan masing-masing stadium berlangsung 1
hingga 3 hari. Instar 1 berukuran 0,75-1 mm, instar 2 berukuran 1-2 mm,
instar 3 berukuran 2-3 mm, instar 4 berukuran 3-6 mm.
Siklus hidup nyamuk An. sundaicus menurut Nugroho (2009)
dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

5. BIONOMIK
Larva
Berkembang biak di daerah Pantai, dalam perairan payau, rawa-
rawa, lagoon, kolam-kolarn ikan dan berbagai keadaan perairan dengan
salinitas (salinitas merupakan kadar garam yang terkandung di dalam air
baik air tawar, air payau maupun air asin yang dipengaruhi oleh kondisi
alam dimana air payau dan asin tergantung dari perubahan luas perairan,
menurun sebagai akibat hujan dan aliran air tawar dan meningkat karena
evaporasi) mulai dari 0,05% sampai 1,8 % dan lebih disukai pada tempat-
tempat yang banyak diambuhi oleh algae dari Entermorpha, Cladocera dan
Cyanophyceau. Begitupula Kemenkes RI yang menyatakan bahwa larva
An. sundaicus berada di berbagai macam rawa air payau. Namun demikian
pernah pula dilaporkan bahwa An. sandaicus Rodenwaldt di India dan
Indonesia dapat berkembang biak dalam air tawar yang banyak
mengandung tumbuhan air seperti dari genus Entermorphat.
Tempat-tempat perkembangbiakn An. sandaicus Rodenwaldt
dalam air tawu di Sumatera pertama kali ditemukan di daerah Mandailing
dengan ketinggian 210 meter di atas permukaan laut, Yang selanjutrya
ditemukan pula di daerah sekitar danau Toba yang berketinggian 1000 m
diatas permukaaan laut, juga di daerah pulau Nias dan Simalungunto.
Berdasarkan hasil pengukuran suhu yang dilakukan oleh Sopi,
diperoleh sebesar 25C, hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Shinta et al di Pulau Kasu dan Sekanak Kepulauan Riau, yang
memperoleh suhu pada habitat perkembangbiakan larva An. sundaicus
berkisar 29-33°C. Hasil pengukuran suhu yang rendah kemungkinan
disebabkan oleh karena penelitian-nya dilakukan pada musim hujan.
Penelitian yang Shinta et al yang menunjukkan pH pada habitat
perkembangbiakan larva An. sundaicus di wilayah tersebut sebesar 5-8.
Dewasa
Keaktifan Menggigit
Hanya sedikit informasi Yang mempublikasikan tentang keaktifan
mengigit. An. Sundaicus di Indonesia aktif mengigit sepanjang malam
dengan kepadatan yang tertinggi sekitar tengah malam dan menjelang pagi
hari. An. sundaicus aktif menggigit di dalam dan diluar rumah, serta di
sekitar kandang ternak. Aktifitas menggigit An. sundaicus sepanjang
malam, lebih banyak ditemukan di luar rumah dibandingkan di dalam
rumah (Sukowati dan Shinta, 2009). An. sundaicus di daerah Pantai
Banyuwangi Jawa Timur, aktif menggigit dengan kepadatan yang tertinggi
pada pukul 21.00 sampai pukul 24.00 tengah malam. Demikian pula di
India dan di Burma bahwa An. sundaicus mulai aktif mengigit sejak pukul
21.00 hingga pulul 24.00.
Kebiasaan Makan Darah (Feeding Habit)
Soedir dari hasil pengamatannya mengenai efektivitas berbagai
jenis hewan sebagai umpan untuk koleksi nyamuk, mengatakan bahwa An.
sundaicus di daerah pantai Glagah Jawa Tengah lebih banyak berhasil
ditangkap dengan menggunakan darah sapi bila dibandingkan dengan hasil
tanggkapan dengan menggunakan umpan orang. An. sundaicus di daerah
Jawa Timur, persentase nyamuk yang menggigit darah manusia 51,% dr
dalam rumah dan hanya 22% yang di tangkap di luar rumah demikian pula
sebanyak 32% nyamuk yang abdomennya penuh dengan darah berisikan
darah manusia.
Nyamuk betina membutuhkan darah untuk memenuhi kebutuhan
protein dalam proses perkembangan telurnya. An. sundaicus betina
menghisap darah manusia atau hewan dan aktif mencari makan pada
malam hari, pada umumnya malam hari mulai senja hingga pagi dengan
puncak gigitan untuk setiap spesies berbeda.
Kebiasaaan Istirahat
An. sundaicus dapat beristirahat baik dalam maupun luar rumah.
Perilaku istirahat ini dilakukan biasanya setelah nyamuk tersebut
menghisap darah (terlihat pada bagian abdomenya penuh dengan darah).
Walaupun tidak jarang dijumpai nyamuk tersebut beristirahat sebelum
menghisap darah hospesnya. Tempat-tempat istirahat An. sundaicus di luar
rumah dapat berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain. Di
daerah Pesisir Utara pulau Iawa, An. sundaicus banyak ditemukan
beristirahat pada blarak-blarak (daun kelapa kering) ataupun sekitar
semak-semak belukar. Demikian pula di daerah pantai Pasir Gedangan
Purworejo Jawa Tengah An. sundaicus banyak ditemukan beristirahat di
luar rumah pada tumpukan/kumpulan pelepah dan daun-daun kelapa yang
telah kering atau sekitar kandang sapi. Namun demikian, An. sundaicus
didaerah pantai banyuwangi Jawa Timur banyak beristirahat di dalam
rumah yang berjarak kawang dari 500 meter dari pantai.
Umur Harapan Hidup (Lovelengty)
Untuk mempelajari lamanya harapan hidup An. sundaicus maka
tidak terlepas dari penyelidikan mengenai sudah pernah tidaknya nyamuk
tersebut bertelur, atau penyelidikan mengenai berapa lama waktu yaag
dibutuhkan dalam satu siklus gonotropik dan beberapa kali siklus tersebut
dapat terjadi. Untuk An. sundaicus publikasi tentang hal-hal tersebut diatas
sangatlah sedikit. Namun demikian, di Malaysia telah diseleksi sebanyak
1.211 ekor An. sundaicus dan didapatkan sebanyak 64% parous, sehingga
dapat dikatakan An. sundaicus tersebut mempunyai kemampuan hidup
yang sedang karena sebelumnya telah diadakan pengamatan dalam
laboratorium bahwa nyamuk tersebut dapat hidup 2 sampai 3 minggu.
Lama siklus Gonotrofik 2 sampai 3 hari, jumlah hari yang
diperlukan nyamuk dari mulai menghisap darah hingga bertelur, merujuk
kepada Boewono, dkk.
Daya Terbang
Untuk mengetahui kemapuan daya terbang An. sundaicus telah
banyak dilakukan uji coba ataupun pengamatan oleh beberapa ahli, tetapi
hasil yarrg diperoleh menunjukan perbedaan yang bervariasi. An.
sundaicus selama musim kemarau di India dapat terbang sejauh 3,2 km
dari tempat perindukannya. Namun An. sundaicus dapat terbang pula
sekitar jarak 1,6 km dari tempat perindukannya adalah normal. Namun
demikian di Indonesia dapat terbang sejauh 5 km dari tempat
perindukannyaa.
Tarian dalam Perkawinan (Swarming and Mating)
Untuk mengetahui prilaku dan gerakan An. sundaicus di dalam
proses perkawinannya (swarming) belum banyak diketahui. Walaupun
demikian dalam suatu pengamatan di sekitar danau Chikal India,
mengatakan bahwa swarming pada An. sundaicus dimulai pukul 17.30
hingga hari menjadi gelap. Swarrning tersebut kadang-kadang terdiri dari
5.000 individu dan sering terjadi diatas kepal dengan pergerakan vertikal +
30 cm dengan jarak + 300 cm dari tempat pertama kali peristiwa tersebut
berlangsung, dengan pergerakan yang teratur ke atas dan ke bawah secara
terusmenerus.
6. PENYAKIT YANG DITULARKAN
Penyakit yang dibawa oleh nyamuk An. sundaicus adalah penyakit
Malaria dengan virus plasmadium sp.
7. SIKLUS PENULARAN
Telah diketahui bahwa An. sundaicus Rodenwaldt dapat berperan
sebagai vektor malaria di daerah pantai pada beberapa negara. Apabila
diketahui peluang hidup nyamuk (proporsi parus) tersebut, maka dapat
diketahui pula umur populasi nyamuk An. sundaicus di alam. Semakin
lama umur nyamuk, semakin besar peluang untuk menjadi vektor malaria
di suatu wilayah, karena memungkinkan Plasmodium dapat tumbuh
menjadi fase sporozoit infektif. Seekor Anopheles betina di alam
berpotensi menjadi vektor malaria, jika mampu bertahan hidup di alam
sekurang-kurangnya 7-16 hari untuk mendukung perkembangan sporozoit.
Hal ini didukung dengan suhu berkisar 20-30°C yang merupakan suhu
ideal perkembangan parasit Plasmodium, maka An. sundaicus di Desa
Sukaresik masih berpotensi untuk menularkan P. vivax yang
membutuhkan 7 hari untuk tumbuh menjadi sporozoit di dalam tubuh
nyamuk.

Penularan Secara Alamiah (Natural Infection)


Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk An.
sundaicus betina yang telah terinfeksi oleh Plasmodium. Nyamuk
menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Setelah nyamuk An.
sundaicus betina mengisap darah yang mengandung parasit pada stadium
seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet
di perut nyamuk yang kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan
membentuk kista pada lapisan luar dimana ribuan sporozoit dibentuk.
Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk ditularkan. Pada saat menggigit
manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam
darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.
Penularan Yang Tidak Alamiah
- Malaria bawaan (congenital) Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan
karena ibunya menderita malaria. Penularan terjadi melalui tali pusat
atau plasenta.
- Secara mekanik Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui
jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para
morfinis yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril
- Secara oral (melalui mulut) Cara penularan ini pernah dibuktikan pada
burung, ayam (P. gallinasium), burung dara (P. relectum) dan monyet
(P. knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada
manusia adalah manusia lain yang sakit malaria, baik dengan gejala
maupun tanpa gejala klinis (Susanna, 2005).
8. UPAYA PENGENDALIAN MALARIA
a. Pemakaian kelambu
b. Pengendalian vektor
Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya
pengendalian terhadap An. sundaicus sebagai nyamuk penular malaria.
Beberapa upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap
jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva An. sundaicus
secara kimiawi, menggunakan insektisida), biological control
( menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen lingkungan, dan lain-
lain. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan
penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/ indoors residual
spraying) atau menggunakan kelambu berinsektisida. Namun perlu
ditekankan bahwa pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA
(rational, effective, efisien, suntainable, affective dan affordable)
mengingat kondisi geografis Indonesia yang luas dan bionomik vektor
yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku
nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah
daerah, seluruh stakeholders dan masyarakat dalam pengendalian vektor
malaria.
Biota yang ditemukan di Desa Konda Maloba yaitu. Cambarus virilis, Poa
Annua dan Sphagnum Sp. Keberadaan Cambarus virilis memungkinkan
untuk memangsa larva An. sundaicus yang terdapat di habitat
perkembangbiakannya. Adanya tumbuh-tumbuhan yang dijumpai di
sekitar habitat perkembangbiakan seperti keberadaan Poa Annua dan
Bryophyta sangat mempengaruhi kehidupan nyamuk karena sebagai
tempat meletakkan telur, tempat berlindung, tempat mencari makan dan
berlindung bagi larva dan tempat hinggap istirahat nyamuk dewasa selama
menunggu siklus gonotropik.
c. Diagnosis dan pengobatan
Pemeriksaan Sediaan Darah (SD) Untuk diagnosis malaria
salah satu yang perlu dilihat adalah pemeriksaan sediaan darah.
Cakupan Pengobatan ACT Pengendalian malaria selalu
mengalami perkembangan, salah satunya dalam hal pengobatan. Dulu
malaria diobati dengan klorokuin, setelah ada laporan resistensi, saat
ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak menggunakan
obat tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu dengan ACT
(Artemisinin-based Combination Therapy).
DAFTAR PUSTAKA
Arifianto, Renam Putra. 2015. Studi Bionomik Nyamuk Anopheles
Sundaicus Rodenwaldt Di Desa Bangsring Kecamatan Wongsorejo
Kabupaten Banyuwangi. (Skripsi). Jember: Universitas Jember.
Dhewantara, Pandji Wibawa., Endang Puji Astuti dan Firda
Yanuar Pradani. 2013. Studi Bioekologi Nyamuk Anopheles
Sundaicus Di Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten
Ciamis. Buletin Penelitian. Kesehatan, Vol. 41 No. 1 : 26 – 36.
Arsin, Andi Arsunan. 2002. Malaria Di Indonesia Tinjauan Aspek
Epidemiologi. Masagena Press: Makasar.
Hakim, Lukman. 2011. Malaria: Epidemiologi dan Diagnosis .
Aspirator Vol. 3 No. 2 : 107-116.
Sari, Widya., Tjut Mariam Zanaria,dan Elita Agustina. Studi Jenis
Nyamuk Anopheles pada Tempat Perindukannya di Desa Rukoh
Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh
Boesri, Hasan. 2009. Peranan Anopheles Sundaicus Sebagai
Vektor Penyakit Malatia di Beberapa Daerah Di Indonesia. Jurnal
Vektor Penyakit. Vol. III No. 2 : 66 – 72.
Sopi, Ira I.P.B. 2014. Beberapa aspek perilaku Anopheles
sundaicus di Desa Konda Maloba Kecamatan Katikutana Selatan
Kabupaten Sumba Tengah. Aspirator, 6(2), pp. 63-72
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011.
Epidemiologi Malaria Di Indonesia. Buletin Jendela Data &
Informasi Kesehatan, Vol: 1.

Anopheles punctulatus
Nurkhaqiqotul Mazidah (6411417015)

A. MORFOLOGI
Nyamuk A. punctulatus mempunyai ciri morfologis yang hampir sama
dengan anggota Punctulatus groups lainnya yaitu adanya spot atau bintik/noda
gelap pada sayap (punctus = spot). Nyamuk betina dewasa A. punctulatus
mempunyai ciri-ciri morfologis yaitu pada bagian kepala terdapat probosis yang
sama panjang dengan palpi, pada palpi terdapat gelang-gelang pucat/putih, pada
ujung palpi dengan hubungan putih lebar, pangkal palpi dengan hubungan putih
sempit, sepertiga atau setengah ujung probosis dengan sisik-sisik pucat.
Pada toraks/dada terdapat mesonotum bermotif kuning kecoklatan sampai
hitam kecoklatan. Pada propleura terdapat 2 sampai 3 seta/rambut, jarang
ditemukan 1 atau 4-6 seta. Terdapat 4 seta di bawah sternopleural dan 5-7 seta di
atas sternopleural. Ada sekelompok 4 sampai 10 seta di atas mesepimeral tetapi di
bawah mesepimeral kosong. Sedangkan pada sayap (costa) terdapat noda gelap
lebih dari 4 dan urat sayap 6 (sub costa) terdapat noda gelap lebih dari 4. Pada
vena 2-6 terdapat banyak noda gelap, dan bercahaya putih kekuningan. Halter
dengan knob berwarna hitam (Bonne-Wepster & Swellengrebel 1953).
Kaki berwarna kecoklatan sampai kehitaman ditandai dengan titik-titik
putih. Pada abdomen terdapat integumen berwarna coklat tua sampai hitam, pada
segmen bagian belakang terdapat sisik rambut kekuningan Tidak terdapat sisik
pada tergit I sampai V dan sternit I sampai VI, beberapa sisik terdapat pada tergit
VI dan VII serta sternit VII, tidak terdapat sisik pada tergit dan sternit VIII. Sersi
dengan sisik gelap. Perilaku menghisap darah hanya dilakukan oleh nyamuk
betina yang diperlukan untuk perkembangan telurnya. Berbagai spesies nyamuk
mempunyai kegiatan menggigit dan menghisap darah yang berbeda menurut
umur, waktu (siang-malam) dan lingkungannya. Nyamuk tertarik pada cahaya,
pakaian berwarna gelap dan oleh adanya manusia atau hewan. Hal ini disebabkan
oleh perangsangan bau zat-zat yang dikeluarkan manusia dan hewan, terutama
karbondioksida (CO²) dan beberapa asam amino, dan lokasi yang dekat pada suhu
hangat serta kelembaban (Reid 1968).
Beberapa nyamuk ada yang lebih menyukai menggigit manusia
(antropofilik), aktivitas kehidupannya sangat menyukai berdekatan dengan
manusia, seperti dekat tempat kerja manusia atau tempat manusia berkumpul
karena mempunyai habitat yang nyaman untuk berkembang biak. Adapula
nyamuk yang lebih menyukai mengigit hewan atau ternak (zoofilik), karena ia
mendapat habitat yang sesuai untuk berkembangbiak bagi bentuk pradewasa
maupun dewasanya.
B. KLASIFIKASI
Menurut Russell et al. 1963 nyamuk Anopheles menurut klasifikasi ilmu
hewan berada dalam:

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda

Kelas : Heksapoda Atau Insecta

Ordo : Diptera

Subordo : Nematocera

Famili : Culicidae

Subfamili : Anophelinae

Genus : Anopheles

Sub Genus : Cellia

Spesies : Anopheles Punctulatus

Penamaan spesies A. punctulatuspertama kali diberikan oleh Donitz pada


tahun 1901.

C. SIKLUS HIDUP

Nyamuk Anopheles spp. mengalami empat tahap perkembangan dalam


siklus hidupnya yaitu; telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa. Tahap telur
sampai pupa hidup di perairan selama 5-14 hari, tergantung dari spesies dan suhu
lingkungan. Nyamuk Anopheles betina dewasa mampu hidup 1- 2 minggu.
Berikut dapat dijelaskan masing-masing siklus hidup nyamuk Anopheles :

Gambar 1. Siklus Hidup Anopheles spp.


a. Telur

Nyamuk Anopheles betina meletakkan telurnya sebanyak 50-200


butir setiap bertelur. Telur tersebut diletakkan di dalam air dan terpisah
(tidak bergabung menjadi satu). Telur menetas menjadi larva dalam 2-3
hari, pada daerah yang beriklim dingin dapat menetas dalam 2-3 minggu.

b. Larva
Larva terbagi dalam 4 instar, dan salah satu ciri khas yang
membedakan dengan larva nyamuk yang lain adalah posisi larva saat

istirahat sejajar dengan permukaan air. Larva memiliki kepala dan mulut
yang digunakan untuk mencari makan, sebuah thorax dan abdomen,
namun belum memiliki kaki. Lama hidup lebih dari 7 hari, dan hidup
dengan memakan alga, bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat di
permukaan. Larva Anopheles banyak ditemukan di air bersih dan air
payau yang memiliki kadar garam, rawa bakau, sawah, pinggir sungai.
Habitat larva ditemukan di daerah yang luas tetapi kebanyakan spesies
lebih suka di air bersih.
c. Pupa
Pupa terdapat dalam air dan tidak memerlukan makanan namun
memerlukan udara. Pupa seringkali naik ke permukaan air untuk bernafas.
Pupa bernafas menggunakan sepasang alat respirasi berbentuk terompet.
Kondisi pupa bulum dapat dibedakan antara jantan dan betina. Kepala dan
Thorax menyatu menjadi cephalothorax dengan abdomen melengkung.
Setelah beberapa hari, bagian dorsal dari cephalothorax akan sobek dan
nyamuk dewasa akan muncul.
d. Nyamuk Dewasa
Perkembangan nyamuk Anopheles dari telur sampai menjadi
dewasa bervariasi tergantung suhu lingkungan, kelembaban dan makanan.
Nyamuk dapat berkembang dari telur menjadi dewasa paling cepat 5 hari,
tetapi pada umumnya membutuhkan waktu 10-14 hari pada iklim tropis.
Nyamuk Anopheles dewasa mempunyai bentuk tubuh yang ramping
terdiri dari tiga bagain tubuh; kepala, thorax dan abdomen.
D. BIONOMIK
1. Tempat Berkembang Biak (Breeding Place)
Tempat berkembang biak Anopheles punctulatus antara lain bekas
pijakan kaki hewan seperti sapi, babi dan kuda, bekas roda mobil,
aliran sungai, aliran sungai dengan vegetasi air, tepi sungai, tepian
sungai dengan vegetasi alga , kubangan sementara, kubangan karang,
kolam buatan.
2. Perilaku Menggigit
Frekuensi menggigit dan puncak aktifitas nyamuk betina dewasa
sangat bervariasi tiap lokasi/daerah bergantung pada kondisi
lingkungan dan musim. Aktifitas menggigit nyamuk An. Punctulatus
di luar rumah (outdoors) dimulai pada tengah malam (eksofagik) pukul
22.00-23.00 dan pukul 02.00-03.00 dini hari.
3. Tempat Istirahat (Resting Place)
Setelah menggigit umumnya nyamuk An. Punctulatus akan resting
di luar rumah di dinding rumah atau semak-semak sekitar rumah
(endofilik).
4. Lingkungan
1) Suhu Air

Suhu air pada habitat nyamuk mempunyai peranan yang


penting dalam kelangsungan dan pertumbuhan baik telur, larva dan
pupa. Larva tidak dapat hidup pada suhu yang terlalu tinggi
(ekstrim), pertumbuhan larva akan optimal bila pada suhu air yang
hangat dibandingkan dengan suhu yang dingin. Suhu yang tinggi
akan merangsang pertumbuhan plankton sehingga tersedia
makanan bagi larva (WHO 1975).
Perkembangbiakan Anopheles punctulatus di kedalaman
27 cm, pH perairan 7, dan suhu air habitat 27-30 ˚C, dan habitat
terpapar sinar matahari langsung , vegetas berupa tanaman
rerumput (Digitaria ciliaris) , alang-alang dan alga air
(Chlorophyta).
2) Kelembaban
Kelembaban mempengaruhi kelangsungan hidup nyamuk,
kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk.
Sistem pernapasan nyamuk menggunakan trakea dan spirakel yang
terbuka, sehingga pada waktu kelembaban rendah akan terjadi
penguapan air dalam tubuh nyamuk mengakibatkan keringnya
cairan tubuh nyamuk (WHO 1975). Kelembaban 60% merupakan
batas yang paling rendah untuk memungkinkan perkembangbiakan
nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi aktif
dan lebih sering menggigit sehingga meningkatkan penularan
penyakit malaria.
3) Curah Hujan
Hujan akan mempengaruhi naiknya kelembaban nisbi udara
dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan nyamuk. Hujan
yang terlalu besar akan menghanyutkan larva, hujan yang terlalu
kurang akan menyebabkan kekeringan, mengakibatkan
berpindahnya tempat perkembangbiakan nyamuk secara temporer.
Curah hujan yang sedang tetapi dalam jangka waktu lama akan
memperbesar kesempatan nyamuk untuk berkembangbiak secara
optimal (WHO 1975). Semakin tinggi indeks curah hujan, maka
kepadatan An. punctulatus akan mengalami penurunan. Demikian
pula sebaliknya, bila indeks curah hujan rendah maka kepadatan
An. punctulatus akan mengalami peningkatan.
E. PENYAKIT YANG DITULARKAN

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium spp


yang ditularkan ke manusia melalui nyamuk genus Anopheles yang menghisap
darah manusia. Penularan penyakit malaria di suatu wilayah ditentukan oleh
beberapa faktor diantaranya Agent, Host (penjamu) dan lingkungan yang saling
berinteraksi. Agent penyakit yaitu parasit (Plasmodium spp.) hidup dalam
tubuh manusia (inang perantara ) dan tubuh nyamuk (definitif). Dalam tubuh
nyamuk agent (parasit) berkembang menjadi bentuk infektif (sporozoit), siap
menularkan ke manusia yang berfungsi sebagai host intermediate bisa
terinfeksi dan menjadi tempat berkembangnya agent (Plasmodium spp.). Selain
faktor tersebut bioekologi vektor Anopheles spp, geografis, kondisi iklim dan
spesies vektor juga berperan terhadap penularan malaria.
Anopheles punctulatus merupakan vektor malaria dan spesies tersebut
banyak ditemukan di Papua New Guinea, Moluccas, New Britain dan
Kepulauan Salomon. Nyamuk malaria Plasmodium falcifarum, Plasmodium
vivax dan Plasmodium malariae di Papua selatan dan utara baik daerah pantai,
dataran rendah (Armopa, Timika, Arso, Mapurujaya dan Tipuka) maupun
dataran tinggi (Obio dekat Wamena dan Oksibil.
Siklus hidup Plasmodium spp sebagai berikut :

Gambar 2. Siklus hidup plasmodium dalam tubuh nyamuk dan manusia


Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus skizogoni (siklus
aseksual) yang terdapat pada manusia dan siklus sporogoni (siklus seksual) yang
terjadi pada nyamuk.
Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan
siklus eritrositik.
1) Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit akan masuk
kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk,
2) Sporozoit akan mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi
sel hati,
3) dan akan matang menjadi skizon
4) Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium falciparum dan
Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik,
sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk
hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang.
Selanjutnya, skizon akan pecah,
5) mengeluarkan merozoit,
6) yang akan masuk ke aliran darah sehingga menginfeksi eritrosit dan di
mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut akan berubah morfologi menjadi
tropozoit belum matang lalu matang dan membentuk skizon lagi yang pecah
dan menjadi merozoit lagi,
7) Diantara bentuk tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit
8) dan gametosit inilah yang nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu
seterusnya akan berulang-ulang terus. Gametosit tidak menjadi penyebab
terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria, sehingga penderita dapat
menjadi sumber penularan malaria tanpa diketahui (karier malaria).
Siklus sporogoni yaitu :
9) ketika nyamuk mengisap darah manusia yang terinfeksi malaria yang
mengandung plasmodium pada stadium gametosit. Setelah itu gametosit akan
membelah menjadi mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina),
10) Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet,
11) Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista,
12) Ookista ini akan membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah,
13) sprozoit keluar dari ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh
nyamuk, salah satunya di kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni
telah selesai.
F. PENGENDALIAN
a) Pemakaian kelambu
b) Pengendalian vektor
Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya
pengendalian terhadap An. punctulatus sebagai nyamuk penular malaria.
Beberapa upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap
jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva An. punctulatus
secara kimiawi, menggunakan insektisida), biological control
(menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen lingkungan, dan lain-
lain. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan
penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/ indoors residual
spraying) atau menggunakan kelambu berinsektisida. Namun perlu
ditekankan bahwa pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA
(rational, effective, efisien, suntainable, affective dan affordable)
mengingat kondisi geografis Indonesia yang luas dan bionomik vektor
yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku
nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah
daerah, seluruh stakeholders dan masyarakat dalam pengendalian vektor
malaria.
c) Diagnosis dan pengobatan
1) Pemeriksaan Sediaan Darah (SD)
Untuk diagnosis malaria salah satu yang perlu dilihat adalah pemeriksaan
sediaan darah.
2) Cakupan Pengobatan ACT
Pengendalian malaria selalu mengalami perkembangan, salah satunya
dalam hal pengobatan. Dulu malaria diobati dengan klorokuin, setelah ada
laporan resistensi, saat ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan
tidak menggunakan obat tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu
dengan ACT (Artemisinin-based Combination Therapy).

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana ND. Beberapa Aspek Bionomik Anopheles sp di Kabupaten Sumba


Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. 2011; 21(2): 62-70.
Orasi Pengukuhan Proffesor Riset Bidang Entomologi. Badan Litbangkes Depkes
RI, Jakarta 2008.
Sembel DT. Entomologi kedokteran. Yogyakarta: Diferensiasi Penerbit C.VAndi
Offset; 2009.
Sukowati S. Masalah Keragaman Spesies Vektor Malaria dan Cara
Pengendaliannya di Indonesia.
Sukowati S. Shinta. Habitat Perkembanganbiakan dan Aktifitas Menggigit
Nyamuk Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus di Purworejo,
Jawa Tengah. Jurnal Ekologi dan Status Kesehatan.2009;8(1):915-925.
Vytilingam I, Chiang GL. and Shing KI. Bionomic of Important Mosquito Vector
in Malaysia. Southeast Asean. J. Trop.Public. Hlth,1992;23 (4):587-603.
Anopheles vagus
Defi Pamelasari (641141713)

A. Nyamuk Anopheles Vagus


a. Gambaran Nyamuk Anopheles Vagus
Nyamuk Anopheles di dunia telah ditemukan sebanyak 422 spesies
dan sekitar 60 spesies berperan sebagai spesies vektor alami. Di
Indonesia terdapat sekitar 80 spesies Anopheles, sedangkan yang
dinyatakan sebagai vektor malaria adalah sebanyak 22 spesies. Dari 18
spesies yang dikonfirmasi sebagai vektor malaria, 6 spesies berperan
besar dalam penularan malaria di Indonesia. Anopheles vagus adalah
vektor penting dalam penularan malaria. Hal ini terbukti dengan
ditemukannya Plasmodium pada tubuh An. vagus.
b. Klasifikasi Nyamuk Anopheles Vagus
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Superfamili: Culicoidea
Famili : Culicidae
Subfamili : Anophelinae
Genus : Anopheles
Species : Anopheles vagus
c. Morfologi Nyamuk Anopheles Vagus
Analisis nyamuk dewasa An. Vagus betina pada palpus, probosis,
kaki dan sayap. Palpus An. vagus habitat air tawar dan air payau sama-
sama mempunyai apical pucat, yang lebih panjang daripada subapical
gelap dan subapical pucatnya. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa apical palpus An. vagus lebih panjang dari
subapical gelap, panjang subapical gelap palpus An.vagus berkisar 1/5-
1/3 dari apical palpus dan variasi yang lebih luas dapat ditemukan pada
gelang pucat palpus (Reid, 1968).
Noda pucat pada apical atau subapical probosis merupakan ciri
khas An. vagus (Reid, 1968 dan Darsie and Cagampang, 1972). Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa noda pucat pada apical atau
subapical probosis ternyata bervariasi, pada ukuran, kejelasan dan
letak. Noda pucat pada apical probosis An. vagus habitat air tawar dan
air payau ditemukan ada yang lebar atau sempit, jelas ataupun samar
(Reid, 1968 and Rao, 1981).
Kaki An. vagus habitat air tawar dan air payau tidak berbercak.
Rasio panjang femur kaki depan dengan probosis An. vagus habitat air
tawar berkisar antara 1,11-1,50 dan An. vagus habitat air payau
berkisar 1,10-1,39.
Sayap An. vagus betina kedua habitat hanya memiliki area
prehumeral gelap. Variasi pada sayap An. vagus terletak pada sisik
gelap dan pucat di costa, sub costa dan vena.

d
Gambar variasi sayap Anopheles Vagus habitat air tawar
a

d
Gambar variasi sayap Anopheles Vagus habitat air payau
Variasi trumpet dan paddle terletak pada ukuran. Rata-rata panjang
trumpet pupa An. vagus betina habitat air tawar yaitu 423,5 ± 32,15
μm,lebih panjang daripada trumpet pupa An. vagus betina habitat air
payau, tetapi rata-rata trumpet pupa An. vagus betina habitat air payau
lebih lebar. Rata-rata paddle pupa An. vagus betina habitat air tawar
lebih panjang dan lebar yaitu 716,85 ± 46,51 x 510,59 ± 40,87 μm
daripada paddle pupa An. vagus betina habitat air payau. Variasi lebar
paddle An. vagus habitat air tawar adalah 420-590 μm, sedangkan
lebar paddle An. vagus habitat air payau adalah 458-551 μm.
Bentuk rambut inner, outer dan posterior clypeal larva An. vagus
habitat air tawar maupun air payau tidak bercabang. Sesuai dengan
teori yang menyatakan inner clypeal pada An. vagus pada umumnya
tidak bercabang, tetapi adakalanya juga ditemukan bercabang (Reid,
1968).
Rambut transutural An. vagus betina habitat air tawar dan air payau
mempunyai ± 6 cabang. Sesuai dengan pernyataan bahwa Anopheles
vagus mempunyai rambut transutural 4-7 cabang, sedangkan An. vagus
3-4 cabang (Reid, 1968).
Rambut pleural prothoraks dan mesothoraks An. vagus betina
kedua habitat tidak bercabang,sedangkan rambut pleural bercabang.
Sesuai dengan pernyataan bahwa rambut pleural prothoraks dan
mesothoraks tidak bercabang, sedangkan pada metathoraks bercabang,
kadang ditemukan juga tidak bercabang (Reid, 1968).
Abdomen larva An. vagus betina kedua habitat memiliki rambut
palmate di segmen kedua lebih berkembang dibandingkan rambut
palmate pada segmen abdomen pertama. Cabang rambut palmate
abdomen segmen I An. vagus habitat air tawar 3-7 cabang, sedangkan
habitat air payau 2-12 cabang.
B. Siklus Hidup Nyamuk Anopheles Vagus
Nyamuk Anopheles Vagus mengalami 4 tahap perkembangan
dalam siklus hidupnya, yaitu telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa.
Perbedaan jumlah telur per ekor nyamuk dapat disebabkan dari volume
darah saat menghisap darah. Perkembangan telur nyamuk dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya suhu, keadaan lambung yang
penuh darah dan pembuahan telur. Telur An. vagus hanya membutuhkan
waktu satu hari untuk menetas pertama kali setelah bersentuhan dengan
air. Total waktu yang dibutuhkan hingga semua telur menetas adalah satu
sampai empat hari. Suhu berpengaruh terhadap laju perkembangan dan
kelangsungan hidup dari telur/larva hingga dewasa. Suhu yang konstan
menghasilkan tingkat penetasan yang lebih tinggi. Kisaran suhu 25°C-
29°C merupakan suhu yang sesuai untuk perindukan larva nyamuk.
Setelah proses telur, nyamuk akan melewati empat tahap instar
larva. Larva An. vagus dari instar I-IV membutuhkan waktu 9-19 hari
hingga menjadi pupa. Angka kematian terkecil pada siklus An. vagus di
air adalah tahap pupa. Pupa membutuhkan waktu satu sampai delapan hari
hingga semuanya menjadi nyamuk dewasa. Rendahnya kematian pupa
dikarenakan pada tahap ini pupa tidak membutuhkan makanan sehingga
tidak memerlukan perawatan yang lebih. Pada tahap ini terjadi proses
pembentukan alat-alat tubuh nyamuk dewasa seperti alat kelamin, sayap,
dan kaki. Tingkatan ini memerlukan waktu 1-2 hari. Setelah cukup waktu,
dari pupa akan keluar nyamuk dewasa yang dapat dibedakan antara jantan
dan betina dari alat kelaminnya.
Tidak ada beda antara waktu kawin An. vagus pada kondisi
ruangan dengan di alam. Perkawinan nyamuk di alam biasanya terjadi
setelah 24-48 jam setelah keluar dari pupa. Nyamuk yang baru keluar
setelah bersentuhan dengan udara, tidak lama kemudian akan terbang dan
mencari darah untuk makanannya.
C. Bionomik Nyamuk Anopheles Vagus
a. Jenis dan Karakteristik Habitat
Beberapa penelitian menunjukan An. Vagus merupakan spesies
yang paling umum ditemukan disemua habitat Anopheles. Spesies ini
biasanya ditemukan di air yang tenang atau mengalir lambat dan
disinari matahari langsung. Habitat alaminya terdapat di tepi sungai,
kolam-kolam kecil/kolam ikan di dekat pantai dan mata air. Secara
topografi habitatnya terutama di dataran rendah, dekat dengan tempat
tinggal manusia, dan salinitas airnya rendah dengan suhu hangat.
Karakteristik habitat biasanya ditemukan tumbuhan Oryza sativa
(padi), Paspalum spp. (rumput-rumputan), Salvinia natans(paku air),
Imperata cylindrical (alangalang), Sprogyra sp.(lumut/ganggang),dan
Eichornia crasspes (eceng gondok). Suhu airnya berkisar antara 26-
27⁰C dengan tingkat keasaman air (pH) antara 6-7 dan tingkat salinitas
0,0‰.
b. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk
Jentik An. vagus ditemukan pada jenis tempat perindukan berupa
sawah, parit, selokan dan genangan air di lahan kosong dan disekitar
perumahan. Parameter lingkungan yang diukur adalah lingkungan fisik
meliputi kekeruhan, keterpaparan sinar matahari. Lingkungan kimia
yang diukur meliputi kadar garam berkisar antara 0–140/00, pH air
pada tempat perkembangbiakan bervariasi antara 7-9, dan lingkungan
biologi meliputi biota air dan keberadaan predator di tempat peridukan
yang positif jentik, kondisi ini sesuai dengan teori yang menyatakan
derajat keasaman yang optimal untuk Anopheles spp. lebih banyak
ditemukan diperairan yang bersifat basa (pH air berkisar 8-14).
Jenis tempat perkembangbiakan meliputi sawah, parit sawah
selokan, lahan kosong, genangan air dan genangan bekas ban
kendaraan. Jenis biota meliputi rumput (musei), ikan dan berudu/anak
katak (Rana sp) sedangkan pada jenis tempat perkembangbiakan lagun
dan saluran irigasi terdapat lumut dan ikan. Jentik banyak berlindung
ditanaman air, lumut dan bersembunyi pada tanaman padi yang kering
yang terendam air
c. Sifat Menggigit
Pada dasarnya nyamuk Anopheles lebih bersifat zoofilik, akan
tetapi bila tidak menemukan hewan sebagai sumber darah, maka
nyamuk akan menghisap darah manusia.

D. Kepadatan
Fluktuasi kepadatan An. Vagus tertinggi pada jam 21.00-22.00
(MHD = 1,6) dan terendah pada jam 18.00-19.00, 22.00-23.00, 02.00-
03.00, 03.00-04.00 dengan MHD sebesar 0,1, sedangkan pada jam 19.00-
20.00, 23.00-24.00, 24.00-01.00, 05.00-06.00 An. vagus tidak didapatkan.
Menurut penelitian yang dilakukanoleh Djati, nyamuk An. Vagus
memiliki jumlah rata-rata kepadatan nyamuk menggigit di luar rumah
sebesar 0,08 dan kepadatan nyamuk istirahat di kandang yaitu 0,67.
Menurut Penelitian Amirullah didapatkan bahwa nyamuk An. Vagus,
MBR tertinggi di dapatkan pada ekosistem hutan dengan nilai MBR
sebesar 7,75 orang/malam. Berbeda dengan penelitian Munif yang
didapatkan nilai MBR sebesar 177,5 orang/malam yang diperoleh dari
survey entomologi pada curah hujan 50 mm/hari.
E. Penyakit yang Ditularkan
Nyamuk Anopheles dapat dinyatakan sebagai vektor bila
ditemukan sporozoit di dalam kelenjar air ludah nyamuk, perkembangan
teknologi saat ini memungkinkan sporozoit bisa dideteksi memalui metode
ELISA. Adanya sporozoit dalam tubuh nyamuk menunjukan kerentanan
nyamuk Anopheles terhadap parasit, hal ini menandakan adanya
kecocokan fisiologis antara nyamuk Anopheles dan Plasmodium.
Anopheles vagus yang memiliki sifat kecenderungan zoofilik, namun
sekarang dengan perkembangan peradaban manusia, telah ditemukan
adanya Plasmodium di nyamuk tersebut sehingga An. vagus potensial
menjadi vektor. Anopheles vagus dapat diduga sebagai vektor malaria
apabila memenuhi persyaratan antara lain nyamuk Anopheles vagus
mempunyai kontak terhadap manusia cukup tinggi dan nyamuk Anopheles
tersebut merupakan spesies yang jumlahnya selalu dominan bila
dibandingkan dengan spesies lainnya. Di Indonesia, An. vagus telah
dikonfirmasi sebagai vektor malaria di Sukabumi (P. falciparum),
Purworejo (P. falciparum), dan Kupang. Selain itu Penelitian di Kokap,
Kabupaten Kulon Progo menemukan An. vagus positif mengandung
sirkum sporozoit P. falciparum, di NTT positif P. falciparum dan P.
Vivax.
F. Siklus Penderita

Malaria menyebar dari manusia ke manusia melalui perantara


gigitan nyamuk Anopheles sebagai vektor. Nyamuk Anopheles betina
akan terinfeksi dengan gametocyte (bentuk sexual plasmodium) saat
menggigit seorang penderita malaria. Gametocyte akan berkembang dalam
tubuh nyamuk menjadi sporozoite lebih kurang 6-12 hari, yang selanjutnya
dapat ditularkan kepada manusia lain melalui gigitannya.
Sporozoite yang masuk ke dalam aliran darah, dalam waktu 30-60
menit akan segera menginfeksi sel hati. Dalam kurun waktu 5-7 hari,
proses pembentukan merozoite pada sel hati selesai dan selanjutnya
dikeluarkan dari sel hati (fase pre-eritrositer). Merozoite tersebut segera
menginfeksi eritrosit dan akan berkembang dalam beberapa stadium di
dalam eritrosit membentuk trophozoite, schizont dan merozoite baru (fase
eritrositer). Merozoite yang telah terbentuk akan keluar bersamaan dengan
pecahnya eritrosit dan selanjutnya akan segera menginfeksi eritrosit
lainnya. Fase eritrositer pada Plasmodium falciparum adalah 48 jam.
Perkembangan tiap stadium inilah yang mempengaruhi organ tubuh dan
eritrosit penderita sehingga menimbulkan gejala dan tanda malaria (CDC,
2006; Greenwood et al., 2005; Beaver et al., 1984).
G. Pengendalian
Intervensi lingkungan yang dapat dilakukan dalam menanggulangi
penyakit malaria yakni melalui upaya pengendalian vektor meliputi:
(WHO, 2011)
1. Pembasmian jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva
Anopheles sp. secara kimiawi menggunakan insektisida)
2. Biological control
a. Predator pemakan jentik (Clarviyorous fish) yaitu gambusia,
guppy, ikan nila dan ikan kepala timah
b. Patogen misalnya dengan virus yang bersifat cytoplasmic
polyhedrosis
c. Bakteri seperti Bacillus thuringiensis sub sp
d. Protozoa seperti Nosema vavraia
e. Fungi seperti Coelomomyces
3. Manajemen lingkungan dan lain-lain. Pengendalian terhadap nyamuk
dewasa dilakukan dengan penyemprotan dinding rumah dengan
insektisida (IRS / Indoors Residual Spraying)
4. Penggunaan kelambu berinsektisida.
Pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (rational,
effective, efisien, suntainable, affective dan affordable). Hal ini dilakukan
dengan pertimbangan kondisi geografis Indonesia yang luas dan bionomik
vektor yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan
perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Oleh karena itu, peran
pemerintah daerah, seluruh stakeholders dan masyarakat sangat
dibutuhkan dalam pengendalian vektor malaria.
DAFTAR PUSTAKA

Alfiah, S., & Mujiyono. (2014, Oktober). Variasi Morfologi Anopheles vagus
Donit z, 1902 (Diptera : Culicidae ) dari Habitat Air Tawar dan Air Payau.
(B. B. Penyakit, Ed.) Vektora, 6(2).
Lobo, V., & Laumay, H. M. (2019, Juni 13). Studi Laboratorium Siklus Hidup
Anopheles vagus Pradewasa sebagai Vektor Filariasis dan Malaria di
Provinsi Nusa Tenggara Timur. (L. P. Waikabubak, Ed.) BALABA, 15(1),
61-68.
Mading, M., & Sopi, I. I. (2014). BEBERAPA ASPEK BIOEKOLOGI
NYAMUK Anopheles vagus. (L. P. Waikabubak, Ed.) SPIRAKEL, 6, 26-
32.
Maksud, M. (2016, Desember 14). Aspek Perilaku Penting Anopheles vagus dan
Potensinya sebagai Vektor Malaria di Sulawesi Tengah: Suatu Telaah
Kepustakaan. (B. B. Kemenkes RI, Ed.) Jurnal Vektor Penyakit, 2(2), 33-
38.
Permadi, I. G., Wibowo, T., & Wigati. (2014). Anopheles vagus SEBAGAI
TERSANGKA VEKTOR DI INDONESIA. (B. B. Salatiga, & B. Loka
Litbang Pengendalian Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Eds.)
SPIRAKEL, 6, 33-36.
Prastowo, D., Widiarti, & Garjito, T. A. (2018, Juli 23). BIONOMIK Anopheles
spp SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA DI
KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH. (B. B. Penyakit, & B.
Kementrian Kesehatan, Eds.) Vektora, 10(1), 25-36.
Sugiarto, Hadi, U. K., Soviana, S., & Hakim, L. (2016, Juni 26). Karakteristik
Habitat Larva Anopheles spp. di Desa Sungai Nyamuk, Daerah Endemik
Malaria di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. BALABA, 12(1), 47-
54.
Anopheles hyrcanus sinensis
Farah Veda Norisa (6411417147)

A. TAKSONOMI
Klasifikasi nyamuk Anopheles sinensis adalah sebagai berikut:
Pylum: Arthopoda
Klas: Hexapoda
Ordo: Diptera
Famili: Culicidae
Genus: Anopheles
Spesies: An. Sinensis

Anopheles sinensis adalah anggota Hyrcanus grup dan anggota kedua dari
grup tersebut yang dikonfirmasi sebagai vektor malaria selain An. Nigerrimus
(Budiyanto, Ambarita, & Salim, 2017).

B. SIKLUS HIDUP
Nyamuk termasuk serangga yang mengalami metamorfosis sempurna
(holometabola) karena mengalami empat tahap dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan. Tahapan yang dialami oleh nyamuk yaitu tahap telur, larva, pupa
dan dewasa. Telur nyamuk akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari pada
suhu 20-40°C. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam
waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari
sehingga waktu yang dibutuhkan dari telur hingga dewasa yaitu 7-14 hari.
Anopheles sinensis dapat menyelesaikan perkembangannya pada suhu
serendah 16°C, tetapi tidak berhasil berkembang pada suhu di atas 31°C.
1. Telur
Pada genus Anopheles telur diletakkan satu per satu terpisah di permukaan
air. Telur berukuran ±0,5 mm dengan jumlah sekali bertelur dari nyamuk dewasa
berkisar 100-300 butir dengan rata-rata 150 butir dan frekuensi bertelur dua atau
tiga hari sekali. Jumlah telur yang diletakkan dipengaruhi oleh musim, suhu,
sumber daya darah, dan faktor eksperimental (Feng, et al., 2017).
Sebagian besar betina bertelur malam hari dengan rentan waktu antara pukul
7 malam hingga 5 pagi. Suhu optimal antara 25° hingga 28°C. Anopheles sinensis
akan menetas di hari ke 2,9 setelah oviposition dan pada suhu 25° hingga 30°C.
Pada suhu 19°C dan 22°C, penetasan masing-masing memakan waktu 6,4 dan 6,7
hari, dan di bawah suhu 16°C, perkembangan embrionik Anopheles sinensis tidak
dapat diselesaikan (Feng, et al., 2017).
2. Larva
Larva atau jentik nyamuk Anopheles sp. memiliki kepala yang tumbuh baik
dilengkapi sikat mulut untuk makan, dada (thorax) yang besar dan abdomen yang
terdiri dari sembilan segmen perut. Larva tidak mempunyai kaki. Larva nyamuk
Anopheles tidak mempunyai sifon (siphon) yang merupakan alat pernapasan.
Karena itu pada waktu mencari udara dipermukaan air, larva Anopheles berada
dalm posisi mendatar pada permukaan air. Larva bernapas melalui spirakel
terletak pada segmen abdomen 8 dan karena itu harus sering muncul ke
permukaan.
Lingkungan pengembangbiakan larva sebagian besar bergantung pada tempat
di mana betina bertelur, dan lokasi oviposisi tidak ketat. Lingkungan tidak
berpengaruh pada rasio jenis kelamin nyamuk. Rasio jenis kelamin sangat dekat
dengan 1: 1 yang berarti bahwa jumlah alami laki-laki dan perempuan adalah
sama.
Pada tahap larva membutuhkan 8,16 hari untuk berkembang dan durasi rata-
rata untuk larva betina (8,54 ± 1,49) lebih lama daripada jantan (7,78 ± 0,96).
Tahap larva memakan puing-puing organik dan mikroorganisme di dalam air
termasuk bakteri, protozoa, butiran serbuk sari, dan spora jamur. Pertumbuhan
larva dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jenis makanan, jumlah makanan, dan
kepadatan larva, dll (Feng, et al., 2017).
3. Pupa
Pupa dilihat dari samping berbentuk seperti koma. Kepala dan thorax

menyatu menjadi cephalothorax dengan abdomen melengkung. Seperti halnya


larva, pupa seringkali naik ke permukaan air untuk bernafas. Pada stadium pupa
terdapat tabung pernafasan yang disebut respiratory trumpet yang berbentuk lebar
dan pendek yang berfungsi untuk mengambil O2 dari udara.
4. Nyamuk
Harapan hidup Anopheles sinensis dalam kondisi alami adalah 5-7 hari, dan
siklus hidup Anopheles sinensis betina lebih panjang dari jantan (Feng, et al.,
2017)
Menurut EHI’s insectary, Anopheles sinensis yang dipelihara disana hidup
dengan optimal pada suhu 25°C (± 2°C) dan kelembaban relative 70% (± 10%)
(Pang, et al., 2017).
C. BIONOMIK
1. Habitat
Habitat larva Anopheles sinensis ditemukan ada di saluran irigasi, sumur
terlantar, kolam tanah, dan kolam di samping sungai, rawa-rawa, pinggiran
sungai, parit, rembesan, kolam dangkal, bak, bekas jejak kaki, dan jejak roda.
Larva juga telah ditemukan di kolam dan limpahan yang tercemar (Feng, et al.,
2017).
Habitat indoor yang disukai (kebiasaan istirahat) untuk Anopheles sinensis
terutama adalah kandang sapi, babi, kandang domba, dan tempat tinggal manusia.
Sedangkan habitat outdoor terutama ada di rumput atau daun yang tumbuh di
dekat atau di sepanjang sawah dan sungai ketika mereka tidak secara aktif
mencari inang atau habitat oviposisi. Selain itu, tempat potensial lainnya adalah
gua tanah dan jurang dengan lingkungan yang gelap dan lembab. Kebanyakan
Anopheles sinensis beristirahat di ketinggian 5-15 cm di atas tanah di batang
tanaman atau di bawah daun (Feng, et al., 2017).
Di singapura, habitat nyamuk Anopheles sinensis tidak hanya terbatas di
pedesaan dan pesisir, tetapi mereka juga berkembang dengan baik di genangan air
tawar di perkotaan seperti kolam dan waduk (Pang, et al., 2017).
2. Kebiasaan Menggigit dan Memilih Makanan
Nyamuk Anopheles sinensis menggigit sepanjang malam tetapi paling aktif
dari matahari terbenam hingga tengah malam. Aktifitas makan ini ternyata
dipengaruhi oleh daerah dan habitatnya.
Di tempat tinggal manusia, Anopheles sinensis akan menggigit dari senja
hingga fajar, dengan dua puncak antara jam 8 malam dan 9 malam dan yang
lainnya pada jam 1 pagi. Di kandang sapi, hanya satu puncak terjadi pada jam 8
malam, Anopheles sinensis cenderung lebih menyukai darah hewan ternak (kerbau
dan sapi) dibandingkan manusia, maka dari itu nyamuk ini lebih banyak
ditemukan di kandang ternak (Feng, et al., 2017).
D. CIRI-CIRI ANOPHELES SINENSIS
Yang membedakan Anopheles sinensis dengan Anopheles sp. yang lain ada
pada warna segmen hindtarsal keempat dan pola sayapnya. Menurut penelitian di
Singapura, ciri-ciri dari Anopheles sinensis yang didapat dari 42 spesimen yaitu,
20 (47,6%) dari mereka memiliki bintik-bintik pinggiran CuA pucat, sedangkan
sisanya 22 (52,4%) menunjukkan bintik-bintik gelap. Diamati bahwa setiap lokasi
dapat memiliki Anopheles sinensis dengan bintik-bintik pinggiran CuA pucat dan

gelap.
Vena sayap Anopheles sinensis CuA (ditunjukkan oleh panah merah)
menunjukkan bintik pinggiran pucat dan b bintik pinggiran gelap (Pang, et al.,
2017).
Secara morfologis, Anopheles sinensis dibedakan dari spesies saudara
kandungnya dengan adanya empat pita pucat pada palpi, bintik pinggiran pada
vena 5.2, seberkas sisik gelap pada clypeus pada setiap sisi pada betina dan belu
tipe T pada aspek perut.

Karakteristik morfologis khas Anopheles sinensis. (A) Tempat pinggiran


pucat pada vena 5.2. (B) Empat pita pucat pada palpi. (C) Tambalan sisik pucat di
midcoxa. (D) Pita pucat apikal di hindtarsomeres (Feng, et al., 2017).
E. PENYAKIT YANG DITULARKAN
Nyamuk Anopheles sinensis merupakan vektor potensial Plasmodium vivax
yang merupakan penyebab dari penyakit malaria vivax. Namun, selain malaria,
Anopheles sinensis juga dapat menularkan filariasis limfatik, JEV dan Rickettsia
felis (Feng, et al., 2017).
F. PENGENDALIAN
Upaya pencegahan malaria adalah dengan meningkatkan kewaspadaan
terhadap risiko malaria, mencegah gigitan nyamuk, pengendalian vektor dan
kemoprofilaksis. Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan
menggunakan kelambu berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk dan lainlain.
Obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan dosis
100mg/hari. Obat ini diberikan 1-2 hari sebelum bepergian, selama berada di
daerah tersebut sampai 4 minggu setelah kembali. Tidak boleh diberikan pada ibu
hamil dan anak dibawah umur 8 tahun dan tidak boleh diberikan lebih dari 6 bulan
(Subdit Malaria Direktorat P2PTVZ, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, A., Ambarita, L. P., & Salim, M. (2017). Konfirmasi Anopheles


sinensis dan Anopheles vagus sebagai Vektor Malaria di Kabupaten
Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan. ASPIRATOR, 51-60.

Feng, X., Zhang, S., Huang, F., Zhang, L., Feng, J., Xia, Z., . . . Zhou, S. (2017).
Biology, Bionomics and Molecular Biology of Anopheles sinensis
Wiedemann 1828 (Diptera: Culicidae), Main Malaria Vector in China.
Frontiers in Microbiology.

Khrabrova, N. V., Andreeva, Y. V., Sibataev, A. K., Alekseeva, S. S., &


Esenbekova, P. A. (2015). Mosquitoes of Anopheles hyrcanus (Diptera,
Culicidae) Group: Species Diagnostic and Phylogenetic Relationships. The
American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 619-622.

Pang, S.-C., Andolina, C., Malleret, B., Christensen, P. R., Lam-Phua, S.-G.,
Razak, M. A., . . . Nosten, F. (2017). Singapore’s Anopheles sinensis Form
A is susceptible to Plasmodium vivax isolates from the western Thailand–
Myanmar border. Malaria Journal.

Subdit Malaria Direktorat P2PTVZ. (2017). Buku Saku Penatalaksanaan Kasus


Malaria. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Anopheles culicifacies
Ita Susilowati (6411417024)

1. Taksonomi

Kingdom : animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Subfamili : Culicinae

Genus : Anopheles

Subgenus : Cellia dan seri Myzomyia

2. Ciri spesies
Bagian – bagian morfologi tubuh nyamuk Anopheles sp.
An. Culicifacies memiliki 5 spesies saudara kandung yang tersebar di
India, yaitu spesies A,B,C,D, dan E. Masing-masing spesies memiliki
karakteristik biologis dan peran dalam transmisi malaria yang berbeda (Tabel II).

Semua anggota An. Culicifacies kompleks kecuali E didominasi zoophilic.

 Spesies A memiliki indeks antropofil yang relatif tinggi (0-4%)


 spesies B dan D (0-1%),
 spesies C memiliki indeks antropofilik tingkat menengah (0-3%),
 dan spesies E, memiliki indeks antropofilik tertinggi (80%).
Tingkat infektivitas Sporozoit juga bervariasi di antara spesies saudara kandung.
 spesies saudara A, C dan D adalah vektor P. vivax dan P. falciparum
(termasuk strain yang resistan terhadap obat), dan Tingkat infeksi sporozoit
kumulatif dicatat 0,51, 0,3 dan 0,4 persen, masing-masing.
 Spesies B adalah vektor non-vektor yang dibuktikan dengan rendah
prevalensi malaria di mana spesies B dominan lazim seperti di distrik timur
Uttar Pradesh dan negara bagian India selatan. Spesies B adalah satu-satunya
spesies anggota An.culicifacies tetapi memiliki peran yang sangat kecil dalam
penularan malaria.
 Spesies E adalah yang paling banyak vektor yang efisien dan
mempertahankan endemik hingga epidemic malaria.

Pengamatan ini didukung lebih lanjut dimana spesies B diamati kurang fit
dibandingkan spesies A dan C kompleks serta kerentanan terhadap pengembangan
parasit malaria. Dalam pengembangan parasit spesies B dihambat oleh mekanisme
enkapsulasi ookista.

Spesies A rentan terhadap sporogoni ditandai oleh tingkat ookista dan sporozoit
yang lebih tinggi dari C dan B;

3. Siklus hidupnya (panjang persiklus hari untuk normal berapa?

Siklus hidup nyamuk pada umumnya mengalami metamorfosis sempurna


(holometabola) yaitu stadium telur, larva, pupa dan dewasa serta menyelesaikan
daur hidupnya selama 7-14 hari. Tahapan ini dibagi ke dalam dua perbedaan
habitatnya yaitu lingkungan air (akuatik) dan di daratan (terestrial) (Foster dan
Walker 2002). Nyamuk dewasa muncul dari lingkungan akuatik ke lingkungan
teresterial setelah menyelesaikan daur hidupnya secara komplit di lingkungan
akuatik. Oleh sebab itu, keberadaan air sangat dibutuhkan untuk kelangsungan
hidup nyamuk, terutama masa jentik (larva) dan pupa. Permukaan air kaya akan
bahan organik dan mikoorganisme yang digunakan larva nyamuk Anopheles sp.
untuk mempertahankanhidupnya. Umur nyamuk Anopheles sp. dapat hidup
selama dua minggu sampai beberapa bulan (Direktorat PPBB, 2014).

Waktu yang diperlukan nyamuk dari telur menjadi dewasa 5-14 hari,
tergantung pada spesies dan suhu ambien. Tahap dewasa adalah ketika nyamuk
Anopheles betina bertindak sebagi vektor malaria. Betina dewasa dapat hidup
sampai satu bulan (atau lebih dalam penangkaran) tetapi kebanyakan mungkin
tidak hidup lebih dari 1-2 minggu di alam.

3.1 Telur

Betina dewasa sekali bertelur menghasilkan 50-200 telur. Telur diletakkan


secara tunggal langsung pada air dan uniknya telur tersebut memiliki pelampung
di kedua sisinya. Telur tidak tahan lama terhadap pengeringan dan menetas dalam
waktu 2-3 hari untuk menjadi larva, meskipun penetasan bisa memakan waktu
hingga 2-3 minggu di iklim dingin. Telur yang baru diletakkan berwarna putih,
tetapi setelah 1-2 jam berubah menjadi hitam. Pada genus Anopheles telur
diletakkan satu per satu terpisah di permukaan air. Telur Anopheles tidak dapat
bertahan lama di bawah permukaan air. Telur-telur Anopheles yang terdapat di
bawah permukaan air dalam waktu lama (melebihi 92 jam) akan gagal menetas,
sedangkan kondisi suhu yang menguntungkan bagi telur Anopheles adalah antara
0 0 0 0
28 C−36 C . Suhu di bawah 20 C dan di atas 40 C adalah suhu yang tidak
menguntungkan bagi perkembangan telur. Pada suhu 520 C seluruh telur akan mati
dan suhu 500 C adalah suhu terendah bagi telur untuk dapat bertahan (Santosa,
2002).

Telur berukuran ±0,5 mm dengan jumlah sekali bertelur dari nyamuk


dewasa berkisar 100-300 butir dengan rata-rata 150 butir dan frekuensi bertelur
dua atau tiga hari sekali. Nyamuk Anopheles sp. Memiliki Siklus gonotrofik, yaitu
waktu yang diperlukan untuk matangnya telur (Direktorat PPBB, 2014).
Lamanya menetas telur tergantung spesies, dapat beberapa saat setelah
terkena air atau dua sampai tiga hari setelah kontak dengan air. Eksklusion telur
menjadi larva dimulai dari bagian toraks.

Gambar Telur Anopehles dengan pelampung yang terdapat di bagian


lateral telur.
3.2 Larva
Larva Anopheles bersifat akuatik yakni mempunyai habitat hidup di air.
Larva ini mempunyai 4 bentuk (instar) pertumbuhan. Masing-masing instar
mempunyai ukuran dan bulu yang berbeda (Santoso, 2002). Pertumbuhan larva
berlangsung sekitar 7-20 hari tergantung suhu. Selain itu pertumbuhan larva juga
dipengaruhi nutrien dan keberadaan predator (Service dan Thowson 2002).
Larva atau jentik nyamuk Anopheles sp. memiliki kepala yang tumbuh baik
dilengkapi sikat mulut untuk makan, dada (thorax) yang besar dan abdomen yang
terdiri dari sembilan segmen perut. Larva tidak mempunyai kaki. Berbeda dari
larva nyamuk lainnya, misalnya Aedes, Culex atau Mansonia, larva nyamuk
Anopheles tidak mempunyai sifon (siphon) yang merupakan alat pernapasan.
Karena itu pada waktu mencari udara dipermukaan air, larva Anopheles berada
dalam posisi mendatar pada permukaan air.
Larva bernapas melalui spirakel terletak pada segmen abdomen dan karena
itu harus sering muncul ke permukaan. Mereka menghabiskan sebagian besar
waktu mereka untuk memakan ganggang, bakteri, dan mikroorganisme lain dalam
microlayer permukaan. Mereka menyelam dibawah permukaan hanya ketika
terganggu. Larva berenang baik oleh gerakan dendeng dari seluruh tubuh atau
melalui propulsi dengan sikat mulut.
Habitat dari larva ditemukan di daerah yang luas tetapi kebanyakan spesies
lebih suka di air bersih. Larva pada nyamuk Anopheles ditemukan di air bersih
atau air payau yang memiliki kadar garam, rawa bakau, di sawah, selokan yang
ditumbuhi rumput, pinggir sungai dan kali, dan genangan air hujan. Banyak
spesies lebih suka hidup di habitat dengan tumbuhan. Habitat lainnya lebih suka
sendiri. Beberapa jenis lebih suka di alam terbuka, genangan air yang terkena
sinar matahari.
Ciri-ciri dari larva nyamuk adalah memiliki kepala lebih kecil daripada
bagian badan dan dada lebih besar daripada bagian tubuh lainnya. Sedangkan
larva serangga lain memiliki ciri-ciri kepala sama besar dengan dada dan dada
hampir/sama dengan bagian tubuh lain.
Ekologi larva An.culicifacies
Larva An.culicifacies banyak ditemukan di Saluran irigasi, rembesan,
sumur yang tidak digunakan, lapangan saluran, irigasi air limbah, bekas kuku dan
gerobak trek, dan lainnya adalah beberapa tempat berkembang biak yang disukai
oleh An.culicifacies.
Larva sering ditemukan pada kumpulan air yang dangkal. Pada umumnya
Anopheles menghindari air yang tercemar polusi, hal ini berhubungan langsung
dengan kandungan oksigen dalam air. Selain itu, terdapat hubungan antara
kepadatan larva dengan predator, seperti ikan pemakan larva dan lain-lain. Larva
Anopheles ada yang senang sinar matahari (heliofilik), tidak senang matahari
(heliofobik) dan suka hidup dihabitat yang terlindung dari cahaya matahari
(shaded). Jenis air pun memiliki peranan yang cukup penting. Larva Anopheles
lebih menyukai air yang mengalir tenang ataupun tergenang. Peningkatan suhu
akan mempengaruhi tingkat perkembangan dan distribusi larva. Larva Anopheles
berada dipermukaan air supaya bisa bernafas melalui spirakel.
Gambar Larva Anophelessp. bahwa larva tidak mempunyai
shifon.13,31
3.3 Pupa
Pupa berbentuk koma bila dilihat dari samping. Kepala dan dada digabung
menjadi cephalothorax dengan perut melengkung di sekitar bawahnya. Seperti
larva, kepompong harus sering menuju permukaan untuk bernapas, yang mereka
lakukan melalui sepasang trumpets pernapasan pada cephalothorax. Setelah
beberapa hari sebagai pupa, permukaan dorsal cephalothorax perpecahan dan
nyamuk dewasa muncul.
Waktu yang diperlukan dari telur hingga dewasa sangat bervariasi antar
spesies dan sangat dipengaruhi oleh suhu ambien. Nyamuk dapat berkembang dari
telur hingga dewasa hanya dalam 5 hari tetapi biasanya 10-14 hari dalam kondisi
tropis.
Kepompong (pupa) merupakan stadium terakhir di lingkungan akuatik dan
tidak memerlukan makanan. Pada stadium ini terjadi proses pembentukan alat-
alat tubuh nyamuk seperti alat kelamin, sayap dan kaki. Lama stadium pupa pada
nyamuk jantan antara 1-2 jam lebih pendek dari pupa nyamuk betina, karenanya
nyamuk jantan akan muncul kira-kira satu hari lebih awal daripada nyamuk betina
yang berasal dari satu kelompok telur. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
ini berkisar 25 – 27 C. Pada stadium pupa ini memakan waktu lebih kurang 2-4
hari (viranti mandasari. 2012 ). Tetapi hal ini akan sangat bergantung pada kondisi
lingkungan terutama suhu (Santoso, 2002).
Gambar Pupa Anopheles sp.

3.4 Nyamuk Dewasa Anopheles sp.


Perkembangan dari telur ke nyamuk dewasa membutuhkan waktu sekitar
5-14 hari tergantung pada suhu ambien. Di daerah tropis umumnya dibutuhkan
waktu 10-14 hari. Nyamuk dewasa mempunyai bentuk tubuh yang langsing, dan
terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, thorax, dan abdomen.
Nyamuk dewasa biasanya kawin dalam waktu beberapa hari setelah
muncul dari tahap kepompong. Jantan hidup selama sekitar seminggu, makan
nectar dan sumber gula lainnya. Betina juga akan memakan sumber gula untuk
energi tetapi biasanya membutuhkan makan darah untuk pengembangan telur.
Setelah mendapat makan darah lengkap, betina akan beristirahat selama beberapa
hari sementara darah dicerna dan telur dikembangkan.39 Proses ini tergantung
pada suhu, tetapi biasnya membutuhkan waktu 2-3 hari dalam kondisi tropis.
Setelah telur sepenuhnya dikembangkan, betina meletakkan telur mereka di
tempat yang sesuai. Nyamuk Anopheles sp. dapat terbang secara aktif mencapai
0,5-2 km.
Gambar Nyamuk Dewasa

4. Bionomik
4.1 Kebiasaan menggigit
a. Tempat menggigit : eksofagik (di luar rumah) dan endofagik (di dalam
rumah).
b. Waktu menggigit : Semua spesies menggigit di malam hari dengan
aktivitas puncak menggigit yang berbeda. Aktivitas menggigit A, B dan
C diamati di seluruh malam kecuali untuk D yang tidak ada gigitan
setelah tengah malam. Aktivitas menggigit puncak spesies A dan B
terjadi antara 2200 hingga 2300 jam sedangkan untuk spesies C, itu
musiman; pada bulan April terjadi antara 1800 sampai 2100 jam dan
bergeser ke kuartal kedua malam di Desember.
c. Obyek yang digigit: antropofilik (menggigit manusia) dan zoofilik
(menggigit hewan) (Arsin, 2012). Perilaku hidup nyamuk Anopheles sp.
akan berubah apabila ada rangsangan atau pengaruh dari luar, misalnya
terjadi perubahan lingkungan baik perubahan oleh alam ataupun
perubahan oleh manusia.
4.2 Kebiasaan perilaku berkembang biak

Secara umum, populasi An.culicifacies puncaknya pada bulan-bulan


musim hujan dan pasca-musim hujan, dan dari jumlah yang dapat diabaikan
mencapai kepadatan yang sangat tinggi dalam 4-6 minggu menghasilkan epidemi
daerah.

Terutama dari Indonesia Juli-November, padahal kepadatannya sangat


kecil tercatat di bulan April dan naik ke level maksimum selama musim irigasi.
Tren naik ditandai pada bulan Juli dan Agustus karena peningkatan yang
signifikan dalam jumlah tempat berkembang biak yang tersedia dan telah
ditunjukkan memiliki korelasi positif dengan kejadian malaria (Subbarao et al.
1988, Sharma et al. 2006, Barik et al. 2009).

Kepadatan populasi nyamuk Anopheles sangat dipengaruhi oleh musim


tanam padi. Jentik-jentik nyamuk ini mulai ditemukan di sawah kira-kira pada
padi berumur 2-3 minggu setelah tanam dan paling banyak ditemukan pada saat
tanaman padi mulai berbunga sampai menjelang panen. Di daerah yang musim
tanamnya tidak serempak dan sepanjang tahun ditemukan tanaman padi pada
berbagai umur, maka nyamuk ini ditemukan sepanjang tahun dengan dua puncak
kepadatan yang terjadi sekitar bulan Februari-April dan sekitar bulan Juli-
Agustus.

An. Culicifacies berkembang biak dalam kumpulan air yang diterangi


matahari. Itu berkembang biak banyak di lubang yang baru digali, perairan hias,
kolam renang yang tidak digunakan, dan lubang-lubang sepanjang sisi rel kereta
api yang tergenangi air hujan. Meskipun An. culicifacies diyakini untuk
berkembang biak di badan air tawar, tetapi telah beradaptasi untuk bertelur dan
menjalani perkembangan pra-imajinal dalam saline / air payau.
4.3 Salinitas/kadar garam dan pH
1) Salinitas merupakan kondisi kadar garam yang terkandung dalam air yang
terdapat dalam habitat. Beberapa jenis Anopheles mampu menyesuaikan diri
dan hidup dalam kondisi air yang payau serta larva tidak dapat bertahan
hidup pada kadar garam diatas 40% akan mengalami kematian, larva toleran
terhadap salinitas antara 12%-18%.
2) Kadar keasaman (pH) air, mempunyai peranan penting bagi
perkembangbiakan larva nyamuk Anopheles karena berperan penting dalam
pengaturan respirasi dan sistem enzim dalam tubuh larva. Berdasarkan
penelitian Setyaningrum, dkk pH 6-7 merupakan pH ideal sebagai habitat
perindukan vektor malaria. Umumnya air dengan pH asam banyak berasal
dari daerah lahan gambut dan rawa-rawa karena tingginya proses
pembusukan dan fermentasi bahan-bahan organik yang ada.
4.4 Keadaan Lingkungan Yang Mempengaruhi Anopheles
Kepadatan Anopheles per orang per malam dipengaruhi oleh kelembaban
udara dan curah hujan. Kelembaban mempengaruhi kelangsungan hidup dan
kebiasaan nyamuk menghisap. Kelembaban yang rendah akan memperpendek
umur nyamuk, sebaliknya kelembaban tinggi memperpanjang umur nyamuk. Pada
kelembaban yang lebih tinggi, nyamuk akan menjadi lebih aktif dan lebih sering
menggigit (Gunawan 2000). Semakin tinggi curah hujan akan menaikan
kepadatan nyamuk, demikian juga sebaliknya rendahnya curah hujan mengurangi
kepadatan nyamuk. Hujan yang diselingi dengan cuaca panas akan meningkatkan
berkembangbiaknya Anopheles vektor (Mendoza dan Oliveira 1996).
4.5 Pencahayaan

Menurut kesukaan terhadap sinar matahari, jenis nyamuk anopheles


culicifacies ini menyukai tempat perkembangbiakan terkena atau tidak terkena
secara langsung sinar matahari, misalnya di air payau(Munif dalam Mading,
2014).

4.6 Perbedaan nyamuk Anopheles sp. jantan dan betina


1. Nyamuk jantan berukuran lebih kecil daripada nyamuk betina.
2. Bulu antena nyamuk jantan (plumose) lebih lebat daripada nyamuk
betina (pilose).
3. Pada nyamuk jantan ruas palpus bagian apical berbentuk gada (club
form), sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Palpus
merupakan organ sensorik yang digunakan untuk mendeteksi
karbondioksida dan mendeteksi tingkat kelembaban.
4. Nyamuk betina Pulpinya kecil dan lurus, sedangkan nyamuk jantan
pulpinya besar dan membengkok.
5. Nyamuk betina hanya menggigit dan menghisap darah untuk memenuhi
kebutuhan protein darah guna perkembangan benih nyamuk, sedangkan
nyamuk jantan tidak menghisap darah karena tidak punya alat
penghisap runcing untuk menembus kulit. Makanan nyamuk jantan
adalah sari bunga, buah atau cairan lain yang mengandung gula dan
nutrisi.
6. Nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul
nyamuk betina.

4.7 Habitat larva


Larva nyamuk Anopheles spp. ditemukan pada berbagai habitat, tetapi
setiap habitat memliki sifat umum dalam penyediaan makanan, terdiri dari
mikroorganisme, bahan organik, dan biofilm. Sumber makanan pada setiap
habitatberbeda pada lokasi yang berbeda.
o larva culicifacy juga banyak ditemukan dalam berbagai kepadatan di
kolam, ladang bera, lubang tambang, dasar sungai kolam, rawa tepi laut, kolam
rumput, tepi sungai, aliran air, tangki, dan wadah buatan.
o Yang paling tempat yang cocok untuk pengembangbiakan An. culicifacies
adalah kolam berbatu kecil dan lubang aliran permanen dengan air jernih atau
dengan aliran yang jelas tanpa naungan dan pertumbuhan vegetasi atau ganggang
makroskopik; dan
o tempat paling tidak cocok memiliki keruh, stagnan dan / atau air payau
dengan pertumbuhan vegetasi yang baik termasuk vegetasi mengambang, sub-
merger atau vertikal, pertumbuhan ganggang hijau biru dan plankton yang kaya;
dan perantara tingkat preferensi ditemukan di bidang, dan saluran dengan air yang
mengalir.
4.8 Kebiasaan makan
Nyamuk anopheles pada umumnya aktif mencari darah pada waktu malam
hari. Hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Nyamuk Anopheles
menghisap darah sepanjang bulan, kepadatan per orang per malam tertinggi pada
Desember.
4.9 Kebiasan istirahat

Semua spesies anggota An. culicifacies (A, B, C, D, dan E) sebagian besar


beristirahat di dalam ruangan manusia (endofilik).
Tempat tinggal istimewa di langit-langit atap setelah makan darah pada ternak,
tetapi juga beristirahat di luar rumah (eksofilik).
4.10Kebiasaan meletakkan telurnya
Stadium telur anopheles diletakkan satu persatu di atas permukaann air,
biasanya peletakan dilakukan pada malam hari. Tempat perindukan vektor
merupakan tempat yang dipergunakan oleh nyamuk Anopheles untuk berkembang
biak untuk memulai proses siklus hidupnya hingga menjadi nyamuk (Foster dan
Walker 2002). Jenis air yang dimanfaatkan untuk perkembangbiakan Anopheles
berbeda-beda. Beberapa habitat larva dapat hidup dikolam kecil, kolam besar dan
genangan air, yang bersifat sementara atau di rawa-rawa yang permanen.
Walaupun sebagian besar Anopheles hidup di habitat perairan tawar, tetapi ada
beberapa spesies Anopheles berkembang biak di air asin.

4.11 Keberadaan dan Persebaran Spesies Nyamuk Anopheles Culicifacie


Gb. Map of India showing geographical distribution of An. culicifacies complex
(sibling species A, B, C, D, and E),and stratification (Divisions I-VII) for vector
control options.(Source : Ref. 57).
a. Metode deteksi keberadaan dan sebaran nyamuk Anopheles sp.

Metode deteksi spesies nyamuk Anopheles tersebut dengan melakukan


pembedahan ovarium. Cara tersebut untuk mengetahui umur nyamuk beberapa
kali yang sudah bertelur dan menularkan. Persebaran nyamuk Anopheles
berdasarkan letak geografis daerah persebarannya, dengan keadaan lingkungan.

b. Pola distribusi spesies

Pola distribusi spesies nyamuk Anopheles dilihat dari wilayah daerah


endemis dengan letak geografis. Keberadaan spesies nyamuk Anopheles di
pengaruhi juga dengan keadaan wilayah. Nyamuk Anopheles banyak ditemukan
didaerah tropis dan subtropis dan banyak ditemukan pada pada garis lintas 35oU
dam 35oS dapat hidup pada 155 meter dibawah permukaan laut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan dan sebaran spesies


nyamuk Anophelessp. Keberadaan vektor malaria di pengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu biotik dan faktor abiotik. Lingkungan fisik, lingkungan kimia
maupun lingkungan biologi akan mengatur keseimbangan populasi nyamuk di
alam. Faktor-faktor yang dapat mangatur keseimbangan populasi nyamuk di alam,
antara lain.

1. Faktor fisik

Lingkungan fisik yang sangat berpengaruh pada perkembangbiakan larva


nyamuk malaria dan nyamuk malaria, antara lain :

a. Suhu Udara

Proses perkembangan nyamuk optimum pada suhu 25o – 27oC dan jika
suhu lebih dari 27o – 30oC maka umur nyamuk menjadi lebih pendek. Umur
nyamuk yang panjang akan memberikan lebih banyak waktu untuk parasit malaria
menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsiknya dari gametosit sampai sporozoit di
kelenjar liur. Ada hubungan yang kuat antara suhu udara dengan kepadatan
Anopheles dimana kepadatan Anopheles 68,8% dipengaruhi oleh suhu udara.
Kepadatan akan meningkat saat suhu udara turun sabaliknya kepadatan akan
mengalami penurun jika suhu udara meningkat. Adanya variasi suhu udara
dipengaruhi oleh ketinggian suatu tempat.

b. Kelembaban Udara

Batas kelembaban paling rendah yang memungkinkan hidupnya nyamuk


adalah 60%. Kelembaban yang rendah tidak berpengaruh pada parasit, namun
memperpendek umur nyamuk, sehingga dapat mengurangi kepadatan nyamuk.

Kelembaban udara berhubungan dengan kepadatan nyamuk Anopheles.


Kepadatan Anopheles 40,5% dipengaruhi oleh kelembaban udara, selebihnya
59,5% oleh faktor lain di luar kelembaban udara.

c. Curah Hujan

Data curah hujan diperlukan karena berkaitan dengan timbulnya


perindukan nyamuk dan berpengaruh terhadap habitat, fluktuasi kepadatan vektor
dan kesakitan malaria serta merupakan faktor penentu penyebaran malaria. Curah
hujan yang berlebihan dapat mengubah aliran kecil air menjadi aliran deras hingga
banyak larva dan pupa serta telur. Tingginya curah hujan dapat mempengaruhi
meningkatnya tempat penampungan air yang cocok untuk tempat
perkembangbiakan vektor malaria.

d. Angin

Angin akan mempengaruhi jarak terbang nyamuk. Jarak terbang nyamuk


(flight range) dapat di perpendek atau diperpanjang tergantung keadaan arah
angin. Anopheles betina dewasa tidak ditemukan lebih dari 2-3 km dari lokasi
perindukan vektor (TPV) dan mempunyai sedikit kemampuan untuk terbang jauh,
namun angin kencang dapat membawa Anopheles terbang sejauh 30 km atau
lebih. Jarak terbang merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam upaya
nyamuk vektor malaria mencapai tempat untuk istirahat, mencapai makan dan
berkembang biak.
e. Ketinggian

Ketinggian yang memungkinkan parasit malaria hidup adalah 400 m di


bawah permukaan laut (laut mati) dan 2.600 m di atas permukaan laut (bolovia).
Di Indonesia malaria dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian 1.800 m di atas
permukaan laut.

2. Faktor kimia

Lingkungan kimia yang paling mendukung kelanjutan perkembang biakan


vektor malaria adalah pH, Oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi
(BOD), CO2, dan kedalaman air. pH mempunyai pengaruh besar terhadap
pertumbuhan organisma yang berkembang biak di akuatik. Ph air tergantung pada
suhu air, oksigen, terlarut dan adanya berbagai anion dan kation serta jenis
stadium organisme.

3. Faktor biologi

Lingkungan biologi ini juga yang mempengaruhi masih banyaknya


perkembang biakan larva nyamuk Anopheles. Keberadaan tumbuhan dan hewan
air mempengaruhi kepadatan larva. Tumbuhan air seperti bakau, lumut, ganggang
dan tumbuhan lain dapat melindungi larva nyamuk dari sinar matahari. Selain
tempat berlindung, tumbuhan air juga lebih disukai karena dapat berlindung dari
predator dan kemungkinan hanyut terbawa oleh aliran air. Predator larva juga
mempengaruhi kepadatan larva nyamuk. Beberapa predator larva nyamuk yaitu
ikan kepala timah (Panchax spp), ikan care (Gambusia affinis), ikan mujair
(Tilapia mossambica) dan nila (Oreochromis niloticus) dan anak katak.

5. Penyakit yang Bisa Ditularkan Oleh Nyamuk Anopheles Culicifacies


An.culicifacies merupakan vektor malaria paling penting di Indonesia
India dan negara-negara tetangga. Penelitian di Gujarat, India meperlihatkan pada
nilai kapasitas vektorial di antara 0,0005 sampai 0,5649 ternyata An.culicifacies
dapat berperan sebagai penular Plasmodium. Nampaknya An. culicifacies lebih
sensitif dibandingkan dengan An. aconitus harus mampu mempertahankan
penularan malaria pada nilai kapasitas vektorial cukup tinggi artinya dengan
kepadatan An. culicifacies yang rendah maka transmisi dapat berlangsung.
1. Malaria
Di India, vektor malaria pedesaan yang utama adalah anopheles
culicifacies (Ghosh et al. 2008). Spesies B adalah satu-satunya spesies anggota
An.culicifacies tetapi memiliki peran yang sangat kecil dalam penularan malaria.
Aktifitas manusia banyak menyediakan terjadinya tempat perindukan yang cocok
untuk pertumbuhan vektor malaria, seperti genangan air, selokan, cekungan-
cekungan yang terisi air hujan, sawah dengan aliran air irigasi. Jenis perindukan
ini merupakan tempat koloni vektor malaria seperti An.culicifacies.
Malaria penularannya bersifat memengaruhi semua kelompok umur dan
dengan akibat serius bagi kelompok berisiko tinggi, khususnya dengan angka
kematian yang tinggi pada ibu hamil dan bayi. An.culicifacies menularkan malaria
sangat tidak rata, mempertahankan tidak stabil hingga stabilitas menengah dan
membawa epidemi berkala. Malaria penularan di hutan biasanya berlangsung
lama; sebagai contoh, An.culicifacies diduga selama lebih dari 10 bulan dalam
setahun di daerah Balaghat di Madhya Pradesh.

5.1 Transmisi malaria

Malaria disebabkan oleh protozoa parasite dari genus plasmodium,


terdapat 4 spesies plasmodium yang menjadi parasite pada manusia, yaitu
plasmodium (P) vivax, P. malariae, P. falciparum dan P. Ovale. Proses daur hidup
keempat plasmodium ini pada umumnya sama yang terdiri atas dua fase, yaitu
fase seksual (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles betina dan fase aseksual
(skizogoni) dalam tubuh manusia.

1. Siklus hidup seksual plasmodium pada tubuh nyamuk apabila nyamuk


anopheles betina menghisap darah penderita malaria (mengandung
gametosit), didalam tubuh anopheles betina maka gamet jantan akan
membuahi gamet betina menjadi zigot yang nantinya akan berkembang
menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada
dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista. Pada inti ookista
akan membelah dan masing-masing inti diliputi oleh protoplasma dan
mempunyai bentuk memanjang (10-15 mikron) disebut sporozoit, kemudian
ookista akan pecah dan ribuan sporozoit dibebaskan dan kemudian memasuki
kelenjar liur. Sporozoit ini bersifat infektif dan akan menjadi sumber baru
penularan malaria yang akan ditularkan ke manusia.
2. Siklus hidup aseksual plasmodium dimulai dari tubuh nyamuk betina yang
telah mengandung sporozoit, nyamuk tersebut akan menghisap darah manusia
sehat. Pada saat nyamuk betina menghisap darah maka terjadi transmisi
pathogen yaitu sporozoit yang terdapat pada kelenjar liur akan berpindah ke
dalam aliran darah melalui proboscis. Sporozoit kemudian menuju hati dan
masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian tropozoit hati
akan berkembang menjadi skizon hati (Pedoman Penata Laksana Malaria,
2010). Siklus ini dikatakan siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama
kurang lebih dua minggu. Pada P.vivax dan P.Ovale sebagian tropozoit hati
tidak langsung berkembang menjadi skizon, namun menjadi hipnozoit
(bentuk dorman). Hipnozoit dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-
bulan hingga bertahun-tahun.
Skizon akan pecah dan melepaskan merozoit yang akan masuk ke
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Selanjutnya merozoit akan
berubah bentuk menjadi tropozoit dan berkembang menjadi skizon (terdapat
8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan secara aseksual
ini disebut dengan skizogoni. Eritrosit yang telah terinfeksi akan pecah
menyebabkan merozoit keluar dan akan menginfeksi sel darah merah lainnya.
Siklus ini disebut siklus eritrositer yang terjadi pada eritrosit (sel darah
merah). Sebagian merozoit yang menginfeksi eritrosit akan membentuk
stadium seksual yaitu bentuk gametosit yang dapat dibedakan sebagai
gametosit jantan (mikro gametosit) dan gametosit betina (makro gametosit).
Setelah ditemukan bahwa vektor penyakit malaria merupakan nyamuk
genus Anopheles dilakukan lagi klasifikasi nyamuk anopheles yang menjadi
vektor malaria, dikarenakan tidak semua genus dari anopheles mampu
menjadi vektor malaria pada suatu daerah.
Penularan malaria dibagi menjadi 2:

1. Penularan secara alamiah


Penularan secara alamiah yaitu infeksi terjadi melalui paparan gigitan nyamuk
Anopheles betina yang infektif.
2. Penularan bukan alamiah
a. Malaria bawaan (kongenital)
Merupakan malaria pada bayi yang baru lahir, yang disebabkan ibunya
menderita malaria. Penularan ini diakibatkan adanya kelainan pada sawar
plasenta (selaput yang menghalangi plasenta), sehingga tidak ada penghalang
inffeksi dari ibu kepada janinnya. Selain melalui plasenta, penularan juga bisa
melalui tali pusat.
b. Penularan secara mekanik
Penularan secara mekanik melalui transfuse darah atau jarum suntik.
Infeksi malaria melalui transfuse darah menghasilkan siklus eritrositer karena
tidak melalui sporozoit (siklus hati) sehingga dapat dengan mudah diobati.

5.2 Pengukuran Kepadatan Vektor Malaria


Parameter yang dipakai untuk mengukur kepadatan vektor malaria (nyamuk
Anopheles) dalam survei entomologi adalah :5
1. Man Bitting Rate (MBR) : kepadatan nyamuk yang menggigit di rumah.
Jumlah nyamuk yang tertangkap di dalam atau diluar rumah
MBR =
jumlah penangkap x waktu penangkapan ( jam)

2. Man Hour Density (MHD) : kepadatan nyamuk istirahat di kandang.


Jumlah nyamuk hinggap yang tertangkap
MHD=
jumlah penangkap x waktu penangkapan( jam)

3. Kepadatan nyamuk hinggap per rumah :


Jumlah nyamuk hinggap yang tertangkap di dalam rumah
MHD=
jumlah rumah tempat penangkapan

4. Sporozoit Rate :
Jumlah nyamuk yang mengandung sporozoit
jumlah nyamuk yang diperiksa kelenjar ludah

5. Natural Infection Rate :


Jumlah nyamuk yang mengandung ooksita
jumlah nyamuk yang diperiksa lambungnya

6. Parity Rate :

Jumlah nyamuk parous


jumlah nyamuk yang diperiksa ovariumnya

5.3 Penentuan Umur Nyamuk


Spesies nyamuk Anopheles dapat dinyatakan sebagi vektor malaria apabila
memenuhi beberapa persyaratan diantaranya yaitu umur nyamuk yang cukup
panjang, mempunyai kepadatan yang tinggi sehingga frekuensi menusuk
menghisap inang tinggi.52 Dengan mengetahui siklus dari umur nyamuk, maka
diperoleh umur yang mampu untuk menunjang perkembangan siklus parasit
dalam tubuh nyamuk. Spesies vektor yang berpotensi sebagai penular penyakit
malaria bila dikaitkan dengan umur siklus hidup parasit.53 Panjang umur dari
populasi nyamuk di alam harus lebih dari 3 hari karena panjang umur nyamuk
merupakan fakor sebagai penentu tingkat endemisitas. Pada nyamuk yang belum
pernah bertelur, maka kandung telur belum membesar sehingga tracheolusnya
masih baik dengan ujung – ujungnya masih melingkar (nuliparus) sebaliknya
nyamuk yang sudah pernah bertelur, maka kandung telur membesar dang ujung
tracheolusnya tidak melingkar dan sudah terurai (parus).

6.Pengendalian

a. pengendalian nyamuk malaria


1. DDT
2. Malathion
3. Piretroid
An.culicifacies telah tumbuh multi-resisten terhadap DDT, HCH
(hexachlorocyclohexane) dan malathion, di sebagian besar bagian negara dan di
beberapa negara meningkatkan resistensi terhadap Piretroid.

a. Kontrol vektor
 Penyemprotan residu dalam ruangan (IRS) adalah yang utama untuk
kontrol vektor di negara ini. Untuk mengendalikan An.culicifacies, saat ini
tiga putaran penyemprotan malathion (25% WP, 2 g / m2) dilakukan
dalam DDT area tahan. Di area dengan resistansi ganda, mis. DDT dan
malathion, dua putaran piretroid sintetis insektisida, yaitu deltametrin
(2,5%, 20 mg / m2), atau cyfluthrin (10% WP) atau lambdacyhalothrin
(10% WP) atau alphacypermethrin (5% WP) atau bifenthrin (10% WP)
masing-masing disemprotkan sebanyaki 25 mg / m2.
 Malathion dan /atau piretroid sintetis juga disemprotkan untuk mengontrol
malaria epidemi dalam situasi darurat kompleks. Di daerah perkotaan dan
industri 5 persen malathion thermal fogging atau pengasapan dilakukan
untuk penumpukan populasi vektor.
 Di area di mana A, C, dan D berada simpatrik, pilihan insektisida harus
disesuaikan dengan status kerentanan saudara kandung yang dominan
jenisnya.
 Semprotan insektisida berdasarkan status kerentanan spesies A atau C
harus diterapkan.
 Transmisi adalah intens dan P. falciparum adalah infeksi utama.
An.culicifacies tahan terhadap DDT dan malathion, sehingga status
kerentanan harus dipantau untuk pilihan insektisida yang menargetkan
spesies saudara kandung yang paling dominan.
 Ada laporan dari invasi spesies E di zona ini yang menjamin kewaspadaan
konstan dan intervensi kontrol intensif untuk mencegah epidemic.
 Semprotan insektisida berdasarkan status kerentanan spesies C dan
penggunaan kelambu berinsektisida / insektisida tahan lama jaring
direkomendasikan.
b. Larvaciding

Bertujuan untuk menekan populasi larva nyamuk Anopheles. Dapat


dilkukan secara kimia dan biologi. Bila larvaciding secara kimia dapat dilakukan
pada TPV yang potensial, terukur, dan terjangkau untuk diaplikasikan, tidak ada
vegetasi yang menghakangi aplikasi larvasida, bukan tipe TPV yang kecil dan
menyebar sehingga sulit diidentifikasi dan diintervensi, sedangkan secara biologi
seperti penebaran ikan pemakan jentik seperti ikan kepala timah (Aplocheilus
panchax) dan ikan nila merah (Oreochromis nilaticum) pada TPV yang potensial
dan airnya permanen.
Lampiran

Bagian-bagian nyamuk Anopheles Culicifacies

1. Head dorsal

2. Head lateral

3. Thorax dorsal
4. Thorax lateral

5. Wing dorsal

6. Abdomen dorsal
7. Abdomen lateral

8. Foreleg

9. Midleg

10. Hindleg
11. Hindtarsi

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang. 2014. Pedoman


Manajemen Malaria. Jakarta: direktorat PPBB.
Viranti, Mandasari. 2012. Karakteristik Habitat Potensial Larva Nyamuk
Anopheles dan Hubungannya dengan Kejadian Malaria di Kota
Pangkalpinang, Bangka Belitung. Fakultas Kedokteran Hewan Institute
Pertanian Bogor.
Mading, M. dan Muhammad K. 2014. Ekologi anopheles spp di kabupaten
Lombok tengah. Jurnal aspirator, Vol. 6, No. 1, 2014 : 13-20.
Munif, A. 2009. Nyamuk Vektor Malaria dan Hubungannya Dengan Aktivitas
Kehidupan Manusia Di Indonesia. Aspirator Vol. 1 No. 2 Tahun 2009 : 94-
102 (Online).
Nurhady, M.M. 2013. Identifikasi morfologi : spesies vektor malaria di B2P2VRP
Salatiga. Universitas Jember.
Sharma, V.P. dan V. Dev. 2015. Biology & control of Anopheles culicifacies
Giles 1901. Indian J Med Res 141, May 2015, pp 525-536. Diakses melalui
http://www.ijmr.org.i
Tripathy, A., et.al. 2010. Distribution of sibling species of Anopheles culicifacies
s.l. and Anopheles fluviatilis s.l. and their vectorial capacity in eight
different malaria endemic districts of Orissa, India. Mem Inst Oswaldo
Cruz, Rio de Janeiro, Vol. 105(8): 981-987, December 2010 (online).
Anopheles balabacensis
Daryati (6411417058)

Morfologi Nyamuk Anopheles


Pada laboraturium referensi proses identifikasi nyamuk dilakukan dengan
pengamatan secara morfologi menggunakan kunci identifikasi. Pemahaman
tentang struktur morfologi nyamuk sangatlah penting sebelum melakukan
identifikasi dan dikonfirmasi lebih lanjut dengan menggunakan kunci identifikasi
karena dasar kunci identifikasi pada laboraturium referensi berdasarkan morfologi
nyamuk Indonesia. Di laboratorium proses identifikasi nyamuk menggunakan
preparat awetan yang diamati di bawah mikroskop stereo. Tubuh nyamuk dewasa
terdiri atas tiga bagian utama yaitu kepala (caput), dada (thorax) dan perut
(abdomen).

Gambar 1. Anatomi Nyamuk

Pada bagian kepala terdapat dua mata majemuk yang besar, dua antenna
dan mulut. Antenna pada nyamuk terdiri atas 15 segmen, yang masing-masing
mempunyai sekelompok rambut, dari rambut inilah dapat dibedakan antara
nyamuk jantan dan nyamuk betina apabila nyamuk jantan rambut pada bagian
antenanya terlihat lebih tebal jika dibandingkan dengan antena pada nyamuk
betina (Gandahusada et al, 2006). Mulut terdiri atas proboscis berfungsi untuk
menusuk menghisap, bagian mulut lainnya tertutup labium kecuali palpus
maxilaris yang terdapat stylet didalamnya. Pada bagian proboscis juga berguna
membedakan antara genus Toxorhynchitus dengan Anopheles, dengan perbedaan
proboscis runcing dan melengkung kebawah pada genus Toxorhynchitus, dan
prosboscis tidak runcing dan lurus pada genus Anopheles.
Thoraks terdiri atas 3 bagaian yaitu, prothorax, mesothorax, dan
metathorax, yang masing-masing memiliki alat lokomotor berupa sepasang kaki.
Dan bagian mesothorax merupakan bagian yang paling besar dan memiliki otot-
otot yang kuat karena terdapat sepasang sayap. Pada bagian metathorax bagian
post dorsal terdapat scutellum yang menjadi penentu identifikasi. Pada
laboraturium referensi scutellum digunakan untuk membedakan genus.
Toxorhynchitus, Anopheles (memiliki scutellum 3 lobi) dengan genus Armigeres,
Mansonia, Culex, Aedes yang memiliki 1 lobi pada scutellum. Kaki dan sayap
pada nyamuk merupakan organ yang sangat penting diidentifikasi dan merupakan
kunci identifikasi menuju spesies pada genus Anopheles yaitu dengan melihat
perbedaan pada kakinya.
Abdomen terdiri atas 8 segmen yang tampak jelas dan segmen ke-9 dan 10
bentuknya berubah menjadi alat kelamin. Masing-masing segmen terdiri atas
lempeng atas atau dorsal yang disebut tergit dan lempeng bawah atau ventral
disebut strenit. Tergit dan sternit masing-masing segmen berhubungan melalui
membrane pleura dan segmen depan berhubungan melalui membrane pleura
depan dihubungkan dengan segmen belakangnya oleh membrane intersegment
(selaput antar segmen). Pada bagian kelamin banyak dijadikan perbandingan
untuk identifikasi seperti contoh spermatheca pada nyamuk betina dapat
membedakan antara sibling spesies.
Untuk mengidentifikasi Anopheles sampai pada tingkatan spesies dengan
cara melihat ciri morfologi dan dibandingkan dengan kunci identifikasi anopheles.
Kunci Identifikasi leucospyrus group. Apabila Proboscis lebih panjang dari pada
palpus maka Presector gelap (urat 1 sayap) ada 1 atau lebih tanda pucat maka
termasuk Anopheles Sulawesi. Apabila presector gelap (urat 1 sayap) tidak ada
tanda pucat dan gelang pucat ujung palpus sangat sempit maka termasuk
Anopheles hacker. Jika gelang pucat ujung palpus lebar ≥ preapical gelap maka
menuju kunci selanjutnya pada preapical gelap urat 1 sayap ada 1 tanda pucat dan
pangkal tarsus 4 kaki belakang ada gelang pucat lebar maka termasuk. Anopheles
elegans dan apabila pada preapical gelap urat 1 sayap ada 2 atau lebih tanda pucat
dan pangkal tarsus 4 kaki belakang ada gelang pucat sempit/ tidak ada maka
termasuk Anopheles pujutensis.

Gambar 2. Anopheles balabacensis (Sony Camera Digital)

Jika proboscis sama / lebih pendek daripada palpus Pangkal presector


gelap urat 1 sayap, memanjang, melebihi gelap humeral pada costa maka
termasuk Anopheles leucosphyrus dan Presector gelap urat 1 sayap sama panjang
dengan tanda gelap humeral pada costa maka termasuk Anopheles balabacensis.
Nyamuk dewasa memiliki tubuh langsing yang terbagi menjadi tiga
bagian: kepala, dada, dan perut. Kepala digunakan untuk makan dan memperoleh
informasi sensorik, terkadang thorax digunakan untuk bergerak, dan perut untuk
pencernaan makanan dan pengembangan telur. Nyamuk Anopheles dapat
diidentifikasi dengan posisi istirahat khas mereka di mana perut mereka tetap di
udara sejajar dengan permukaan di mana mereka beristirahat.
B. Klasifikasi Nyamuk Anopheles
Urutan penggolongan klasifikasi nyamuk Anopheles seperti binatang
lainnya adalah sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Classis : Hexapoda / Insecta
Sub Classis : Pterigota
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Sub Famili : Anophellinae
Genus : Anopheles, Leucosphyrus
Spesies : Anopheles balabacensis

Anopheles balabacensis, Spesies ini terdapat di Purwakarta, Jawa Barat,


Balikpapan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan. Jentik ditemukan pada
genangan air bekas tapak binatang, pada kubangan bekas roda dan pada parit yang
aliran airnya terhenti.
C. Siklus Hidup Nyamuk Anopheles
Nyamuk termasuk serangga yang mengalami metamorfosis sempurna
(holometabola) karena mengalami empat tahap dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan. Tahapan yang dialami oleh nyamuk yaitu tahap telur, larva, pupa
dan dewasa. Telur nyamuk akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari pada
suhu 20-40°C. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh
suhu, tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di tempat
perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu
4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari sehingga
waktu yang dibutuhkan dari telur hingga dewasa yaitu 7-14 hari (Hoedojo, 1998).
Nyamuk meletakkan telur di tempat yang berair, pada tempat yang keberadaannya
kering telur akan rusak dan mati. Kebiasaan meletakkan telur dari nyamuk
berbeda –beda tergantung dari jenisnya. Nyamuk Anopeles meletakkan telurnya
dipermukaan air satu persatu atau bergerombol tetapi saling lepas karena telur
Anopheles mempunyai alat pengapung (Borror, 1996).
D. Perilaku Nyamuk Anopheles
 Perilaku Menggigit (feeding)
Waktu keaktifan mencari darah dari masing - masing nyamuk berbeda –
beda, nyamuk yang aktif menggigit pada malam hari adalah Anopheles dan Culex
sedangkan nyamuk yang aktif pada siang hari menggigit yaitu Aedes. Khusus
untuk Anopheles, nyamuk ini suka menggigit di luar rumah. Pada umumnya
nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina (Nurmaini, 2003). Sesuai
dengan buku Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor dari Depkes RI
(2001), bahwa nyamuk yang aktif menghisap darah pada malam hari umumnya
mempunyai dua puncak akitivitas, yaitu puncak pertama terjadi sebelum tengah
malam dan yang kedua menjelang pagi hari, namun keadaan ini dapat berubah
oleh pengaruh suhu dan kelembaban udara. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Damar (2004) di Desa Serumbung Kabupaten Magelang,
nyamuk Anopheles aconitus aktifitas mengigitnya berlangsung pada pukul 19.00 -
21.00. Pada penelitian oleh Mujayanah (2008) di Kelurahan Sukamaju Kecamatan
Teluk Betung Barat, nyamuk Anopheles lebih aktif mengigit pada pukul 22.00
dan 04.00. Penyebarannya ditemukan di seluruh dunia kecuali Antartika.
 Perilaku Istirahat (Resting)
Nyamuk betina akan beristirahat selama 2 -3 hari setelah menggigit
orang/hewan. Nyamuk memiliki dua macam perilaku istirahat yaitu istirahat yang
sesungguhnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat
sementara yaitu pada nyamuk sedang aktif menggigit (Brown, 1979). Nyamuk
Anopheles biasanya beristirahat di dalam rumah seperti di tembok rumah
sedangkan diluar rumah seperti gua, lubang lembab, dan tempat yang berwarna
gelap (Nurmaini, 2003). Menurut hasil penelitian Hiswani (2004), ada beberapa
spesies yang hinggap di daerah – daerah lembab seperti di pinggir-pinggir parit,
tepi sungai, di dekat air yang selalu basah dan lembab (Anopheles aconitus) tetapi
ada pula spesies yang istirahat dan hinggap di dinding rumah penduduk
(Anopheles sundaicus).
Hal yang sama pernah dikemukan oleh hasil penelitian dari Fatma (2002)
dan Mujayanah (2008), bahwa nyamuk Anopheles sundaicus bersifat eksofagik
yaitu suka menggigit hospes di luar rumah, ditunjukkan dengan jumlah Anopheles
yang ditemukan di luar rumah dua kali lebih banyak dibandingkan di dalam
rumah. Nyamuk Anopheles pada senja hari di Dusun Selesung Pulau Legundi
kurang begitu aktif diduga karena penduduk masih banyak melakukan aktifitas
pada senja hari. Aktifitas penduduk inilah yang menghambat aktifitas nyamuk
Anopheles sehingga proses penghisapan menurun, tetapi akan meningkat pada
saat manusia sedang tidur (Jannah, 1999).
 Perilaku Berkembang Biak (Breeding Place)
Nyamuk ini dapat menghasilkan sekitar 50-200 butir telur per oviposisi.
Telur diletakkan secara tunggal di atas air dan akan menetas dalam waktu 2-3
hari. Dalam kondisi tropis, dibutuhkan 10-14 hari untuk perkembangan telur
menjadi dewasa. Nyamuk betina dapat hidup sampai satu bulan sedangkan
nyamuk jantan dapat hidup sampai satu minggu. Nyamuk memiliki tiga tempat
untuk melakukan perkembangbiakan yaitu tempat berkembang biak (breeding
places), tempat untuk mendapatkan umpan/darah (feeding places) dan tempat
untuk beristirahat (resting places). Nyamuk mempunyai tipe breeding places yang
berlainan seperti Culex dapat berkembang biak pada semua jenis air, sedangkan
Aedes hanya dapat berkembang biak di air yang cukup bersih dan tidak
beralaskan tanah langsung, Mansonia senang berkembang biak di kolam-kolam,
rawa-rawa danau yang banyak terdapat tanaman air, dan Anopeheles memiliki
bermacam breeding places sesuai dengan jenis nyamuk Anopheles sebagai berikut
(Brown, 1979 ).
1. Anopheles sundaicus, Anopheles subpictus dan Anopheles vagus senang
berkembang biak di air payau.
2. Tempat yang langsung mendapat sinar matahari disenangi nyamuk Anopheles
sundaicus, Anopheles mucaltus dalam berkembang biak.
3. Breeding palces yang terlindung dari sinar matahari disenangi Anopheles
vagus, Anopheles barbirotris untuk berkembang biak.
4. Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk Anopheles vagus, An.
indefinitus, An. leucosphirus untuk tempat berkembang biak.
5. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi
Anopheles aconitus, An. vagus, An barbirotus, An. anullaris untuk berkembang
biak.
Kepadatan populasi nyamuk Anopheles di permukiman warga di Desa
Hurun Kecamatan Padang Cermin paska KLB sangat tinggi sehingga
menyebabkan daerah itu menjadi daerah endemis malaria (Ningsih, 2005) Pantai
dan persawahan yang terdapat di Desa Babakan kabupaten Ciamis merupakan
tempat perindukan potensial untuk nyamuk Anopheles,sp. (Fakhira,2011).
Anopeles balabacensis mengalami metamorfosa sempurna dari telur jentik-pupa-
nyamuk dewasa. Telur-jentik-pupa merupakan fase hidup di air (aquatic) . Telur
menetas dapat beberapa saat setelah terkena air hingga 2-3 hari. Pada stadium
jentik mengalami pergantian kulit sebanyak empat kali : instar I membutuhkan
waktu kurang lebih 1 hari, instar II kurang lebih 1-2 hari, instar Ill kurang lebih 2
hari dan instar IV kurang lebih 2-3 hari. Fase pupa sampai menjadi nyamuk
dewasa membutuhkan waktu 1-2 hari.
 Pola menggigit
Nyamuk Anopheles maculatus bersifat zoofilik, menyenangi darah hewan
(kerbau) dan aktifitas menggigit nyamuk Anopheles maculatus ini tertinggi antara
pukul 21.00 sampai pukul 24.00 WIB, dan aktifitas menggigit orang antara pukul
20.00 – 23.00 (Sutisna, 2004). Hal ini serupa dengan hasil penelitian oleh
Setyaningrum (2008) Nyamuk Anopheles sp. Kecamatan Hanura mempunyai
puncak menggigit yaitu pada pukul 23.00 ketika penduduk tertidur dan tidak
melakukan aktifitas. Distribusi An. annularis meliputi wilayah Afganistan,
Pakistan, India, Filipina, Sri Lanka, Cina, dan Indonesia (Snow, 2002). Habitatnya
pada air yang mengalir lambat atau air yang tidak mengalir, tetapi juga menyukai
air yang mengandung garam (Snow, 2002). Menurut Lestari (1999) di bukit baru
Jambi Anopheles annularis ditemukan aktif menggigit dari pukul 23.00 – 01.00
malam. Distribusi An. vagus ini meliputi wilayah India, Hongkong, Pakistan, Sri
Lanka dan Indonesia (Takken, 2008). Habitatnya pada tempat – tempat air agak
keruh yang tertutup sinar matahari, air sawah yang aliran airnya lambat (Takken,
2008).
 Habitat
Tahap larva dan pupa yang beraktivitas pada lingkungan berair. Tempat
perkembangbiakan mungkin sangat kecil - kolam air dekat dengan rumah atau
sungai di dekatnya. Nyamuk yang paling sering ditemukan di luar rumah,
berdekatan dengan tempat aktivitas.
 Resiko
Selain menjadi hama, nyamuk Anopheles betina dapat menularkan
penyakit yang mengancam jiwa terutama Malaria ketika memakan korbannya.
 Ciri Khas
Leucosphyrus sp group mempunyai ciri khas terdapat gelang pucat yang
Iebar pada persambungan tibia tarsus (sering diistilahkan terdapat "dekker" di
kakinya). Sedangkan ciri khas An. Balabacensis dalam groupnya yaitu terdapat
gelang pucat yang terang pada pangkal ruas 4 kaki belakang ditemukan tempat
perkembangbiakan nyamuk yaitu di mata air di pinggir sungai dengan kepadatan
2/1 Ocidukan.
 Pengendalian Pemberantasan Nyamuk
Kegiatan pemberantasan vektor yang dilakukan Anopheles balabacensis di
Indonesia dapat ditemukan di Pulau Jawa dan di bagian timur wilayah pulau
Kalimantan. Di Indonesia An. balabacensis telah dikonfirmasi sebagai vektor
malaria. Termasuk juga di Banjamegara, selain dua vektor yang sejalan dengan
penurunan kepadatan vektor dan penurunan kasus malaria. Penurunan kepadatan
vektor termasuk An. balabacensis sebagai vektor potensial serta penurunan kasus
malaria seharusnya tidak menjadikan kita lengah, tentu kita tidak ingin mimpi
buruk malaria terulang kembali bukan? oleh karena itu kita harus waspada dengan
memantau lingkungan kita yang memungkinkan sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk Anopheles termasuk An. balabacensis serta orang
dengan tanda dan gejala malaria segera memeriksakan diri ke pelayanan medis
terdekat lain yang sudah dikonfirmasi yaitu Anopheles aconitus dan Anopheles
maculatus (Penelitian Pujo Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah) Bionomik
An. balabacensis berbeda di satu tempat dan tempat lainnya (local spesific).
Menurut Baisos, 1936 An.balabacensis lebih tertarik darah manusia baik di dalam
maupun diluar rumah, banyak ditangkap setelah tengah malam hingga jam 4
pagi.Selama adanya Loka Litbang P2B2 Banjarnegara yang
E. Anopheles sebagai Vektor Malaria
Nyamuk betina membutuhkan darah untuk perkembangan telurnya. Darah
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein dalam proses pematangan
telurnya. Perilaku mengkonsumsi darah inilah yang meningkatkan potensi
nyamuk sebagai vektor penyakit. Nyamuk ini tertarik oleh karbon dioksida, bau
tubuh dan panas tubuh hewan ataupun manusia. Kesukaan memilih inang
mempengaruhi perilaku menghisap darah. Beberapa nyamuk lebih menyukai
darah manusia (Anthrozoophilic) dan lainnya lebih menyukai darah hewan
(Zooanthrophilic) atau bahkan menyukai keduanya. Cu. quinquefasciatus, Ae.
aegypti dan An.albopictus merupakan beberapa spesies yang tergolong
anthrozoophilic sedangkan Cu. tritaeniorhynchus merupakan salah satu nyamuk
yang tergolong zooanthrophilic (Brown, 1969). Nyamuk yang menjadi vektor di
Jawa dan Bali An. sundaicus, An. aconitus, An. balabanencis dan An. maculatus.
Di daerah pantai banyak terdapat An. sundaicus dan An. subpictus, sedangkan An.
balabanencis dan An. maculatus ditemukan di daerah non persawahan. Anopheles
aconitus, An. barbirostris, An. tessellatus, An. nigerimus dan An. sinensis di Jawa
dan Sumatera tempat perindukan di sawah kadang di genangan-genangan air yang
ada di sekitar persawahan.
Di Kalimantan yang dinyatakan sebagai vektor adalah An. balabanensis,
An. letifer. Malaria berkaitan erat dengan keadaan wilayah, di kawasan tropika
seperti Indonesia penularan penyakit ini sangat rentan, karena keadaan cuaca yang
mempunyai kelembaban tinggi akan memberikan habitat yang sesuai untuk
pembiakan nyamuk yang menjadi vektor penularan kepada penyakit ini
(Gunawan, 2000).
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketertarikan Nyamuk Terhadap Inang
Pada setiap jenis nyamuk mempunyai perilaku berbeda dalam mencari
hospesnya. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi nyamuk Anopheles dalam mencari hospes adalah faktor suhu,
kelembaban, karbondioksida, aroma, dan visual.
1. Suhu
Suhu merupakan faktor penting dalam penemuan hospes. Daya tarik
nyamuk Anopheles sp. terhadap subyek yang dipanaskan di bawah suhu udara
dalam laboratorium dan percobaan lapangan menyatakan bahwa suhu adalah
faktor penting dalam pencarian sasaran (Brown, 1951). Brown (1951)
melaporkan jika salah satu tangan manusia didinginkan sampai suhu 22˚C dan
tangan yang lainnya pada suhu 30˚C, maka tangan yang lebih dingin kurang
menarik untuk digigit nyamuk Anopheles sp.
2. Kelembaban
Kelembaban dapat mempengaruhi dan merangsang nyamuk Anopheles sp.
Untuk menggigit hospesnya. Akan tetapi menurut Russell (1963) di lapangan
tidak ada bukti yang menunjukkan pentingnya tingkat kelembaban bagi orientasi
kepada hospes, jadi disimpulkan bahwa kelembaban mungkin merupakan
sebagian dari faktor penting yang berasal dari hospes dan merupakan daya tarik
nyamuk pada jarak dekat.
3. Karbon dioksida
Pengaruh karbon dioksida terhadap perilaku menggigit masih banyak
diperdebatkan.
Menurut Takken (2008) pada pemasangan New Jersey light trap, dengan
menambahkan karbon dioksida selama dua jam dapat meningkatkan jumlah
nyamuk Anopheles sp. yang tertangkap menjadi empat kali. Karbon dioksida
yang merupakan sisa metabolisme tubuh dieksresikan melalui saluran pernafasan,
sehingga nyamuk lebih banyak hinggap di bagian kepala daripada anggota tubuh
lain (Gilles, 2002).
4. Aroma
Aroma sebagai salah satu rangsangan yang menuntun serangga dalam
mencari makanannya. Aroma darah saat dilaporkan mempunyai daya tarik
terhadap nyamuk Ae. Aegypti empat kali lebih besar daripada air, dan plasma
darah lima kali lebih besar daripada air (Brown, 1957).
5. Visual
Respon visual mempengaruhi nyamuk dalam memilih hospes. Bentuk dan
pemantulan cahaya serta gerakan hospes ternyata merupakan faktor penting, sebab
mampu menuntun nyamuk yang aktif mencari darah pada siang hari untuk datang
kepada hospes. Walaupun faktor visual telah dibuktikan mempengaruhi nyamuk
tetapi tidak semua nyamuk tergantung kepada faktor tersebut (Sardjito, 2008).
F. Penyakit Malaria
 Definisi Malaria
Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di
dunia. Penyakit malaria ditemukan tersebar luas di seluruh pulau Indonesia
dengan derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Malaria adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles. Jenis nyamuk Anopheles yang berperan dalam penularan
penyakit malaria di daerah tertentu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
Nyamuk Anopheles sangat banyak macamnya dan berbeda-beda jenisnya antara
daerah yang satu dengan daerah yang lainnya (Soedarto, 1992).
 Tempat Perindukan Larva Vektor Malaria
Habitat nyamuk diklasifikasikan menjadi dua, yaitu habitat air mengalir
dan habitat air menggenang. Habitat air mengalir, dapat berupa saluran air (parit
atau selokan) yang mengalir lambat, dan sungai yang alirannya deras maupun
lambat. Pada saluran irigasi biasanya tumbuh tanaman menjalar yang dapat
menahan arus air. Jenis Anopheles sp. yang hidup dalam habitat seperti ini antara
lain: Anopheles palmatus, Anopheles barbumbrosus, Anopheles vagus, Anopheles
hunteri, Anopheles barbirostris, Anopheles sinensis, Anopheles
nigerrimus, Anopheles sundaicus, Anopheles subpictus, dan Anopheles maculates
(Mattingly, 1969). Sedangkan habitat air menggenang dibagi dalam tiga kategori,
yaitu: 1) Habitat air tanah, 2) Habitat air bawah permukaan tanah, dan 3) habitat
kontainer. Anopheles sp. hanya ditemukan pada habitat air tanah dan habitat air
bawah permukaan tanah, sedangkan pada kontainer belum didapatkan laporan
(Safitri, 2009).
1. Habitat Air Tanah
Habitat air tanah yang tergolong air tanah permanen antara lain danau,
kolam, atau lagun atau rawa-rawa. Beberapa spesies Anopheles yang hidup pada
habitat seperti ini antara lain Anopheles lesteri, Anopheles bancrofti, Anopheles
stigmaticus, Anopheles kochi, Anopheles tesselatus, Anopheles vagus, Anopheles
aconitus, dan Anopheles japonicus. Sedangkan habitat air tanah yang tergolong
air tanah sementara antara lain comberan atau kobakan, air kubangan serta jejak
tapak kaki manusia atau hewan (Safitri, 2009). Beberapa spesies yang didapat
adalah Anopheles barbirostris, Anopheles nigerrimus, dan Anopheles kochi.
2. Habitat Air Bawah Permukaan Tanah
Habitat yang dikategorikan sebagai air bawah permukaan tanah dapat
berupa sumur/perigi, bekas galian tambang, dan waduk. Beberapa spesies
Anopheles yang hidup di habitat ini antara lain An. vagus dan An. hunter (Safitri,
2009).
 Faktor Ekologi
Larva Vektor Malaria Kepadatan larva vektor malaria dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu faktor
biotik dan faktor abiotik. Lingkungan fisik, lingkungan kimia maupun lingkungan
biologi akan mengatur keseimbangan populasi nyamuk di alam. Faktor-faktor
yang dapat mengatur keseimbangan populasi nyamuk di alam, antara lain:
1. Faktor Fisik
Lingkungan fisik yang sangat berpengaruh pada perkembangbiakan larva
nyamuk malaria dan nyamuk malaria, antara lain:
a. Suhu
Secara umum, nyamuk Anopheles lebih menyukai temperatur yang tinggi
jika dibandingkan dengan jenis Culicinae. Hal ini menyebabkan jenis Anopheles
lebih sering dijumpai di daerah tropis. Suhu air sangat mempengaruhi
perkembangbiakkan larva ditempat hidupnya (Takken dan Knols, 2008).
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah namun proses metabolismenya
menurun bahkan terhenti bila suhu turun sampai suhu kritis dan pada suhu yang
sangat tinggi akan mengalami perubahan proses fisiologisnya. Suhu optimum
untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25-27 oC. Toleransi suhu bergantung pada
jenis nyamuknya, biasanya pada suhu 5-6 oC spesies nyamuk tidak dapat bertahan
hidup. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10o
C atau lebih dari 40 oC. Nyamuk termasuk hewan berdarah dingin sehingga
siklus hidup dan proses metabolismenya tergantung pada suhu lingkungan. Pada
tempat-tempat yang bersuhu lebih rendah dari 15 oC hampir tidak mungkin terjadi
penularan malaria meskipun nyamuk yang biasa menjadi vektor terdapat dalam
jumlah yang besar. Selain berpengaruh pada vektor, suhu udara juga
mempengaruhi pertumbuhan parasit di dalam tubuh vektor. Suhu kritis terendah
rata-rata untuk siklus sporogonik di dalam tubuh nyamuk adalah 16 oC. Pada
suhu lebih rendah dari 16oC bila ada sporozoit di dalam tubuh nyamuk akan
mengalami degenerasi. Pembentukan gamet dan siklus sporogonik memerlukan
suhu yang sesuai. Pada suhu harian rata-rata 27 oC siklus sporogonik
memerlukan waktu 9 hari. Pada suhu 32 oC, ookista di dalam tubuh nyamuk akan
mati sehingga tidak terjadi pertumbuhan sporozoit dari rongga perut ke kelenjar
ludah nyamuk (Depkes RI, 2001).
b. Kedalaman air
Larva Anopheles hanya mampu berenang ke bawah permukaan air paling
dalam 1 meter dan tingkat volume air akan dipengaruhi curah hujan yang cukup
tinggi yang akan memperbesar kesempatan nyamuk untuk berkembang biak
secara optimal pada kedalaman kurang dari 3 meter (Depkes RI, 2001).
c. Curah Hujan
Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan
berkembangbiaknya nyamuk Anopheles. Hujan menyebabkan naiknya
kelembaban nisbi udara dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan
(breeding places) dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh
bergantung pada jenis dan derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat
perindukan (Harijanto, 2000). Curah hujan yang cukup tinggi dalam jangka
waktu yang lama akan memperbesar kesempatan perkembangbiakkan nyamuk
secara optimal (Depkes RI, 2001).
d. Kelembaban nisbi udara
Kelembaban nisbi udara merupakan banyaknya kandungan uap air dalam
udara yang biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban yang rendah tidak
mempengaruhi parasit nyamuk namun dapat memperpendek umur nyamuk.
Tingkat kelembaban paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk
adalah 60 %. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk dapat menjadi lebih
sering menggigit dan lebih aktif sehingga meningkatkan penularan malaria. Cara
hidup nyamuk dipengaruhi kelembaban udara, dengan beradaptasi pada keadaan
lembab yang tinggi dan pada suatu ekosistem kepulauan atau ekositem hutan.
Kemampuan terbang nyamuk juga dipengaruhi oleh kelembaban udara. Pada
waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak sehingga trachea
terbuka. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan, maka
jarak terbang nyamuk menjadi terbatas (Depkes RI, 2001).
e. Angin
Kecepatan angin 11-14 m/detik atau 25-31 mil/jam dapat menghambat
penerbangan nyamuk. Angin berpengaruh pada penerbangan nyamuk dan ikut
menentukan jumlah kontak antara nyamuk dengan manusia (Harijanto, 2000), dan
juga mempengaruhi jarak terbang nyamuk. Jarak terbang nyamuk dapat
diperpendek atau diperpanjang tergantung dari arah angin. Angin yang kencang
dapat membawa Anopheles terbang sejauh 30 km atau lebih. Pada jarak 2-3 km
dari lokasi tempat perindukan vektor (TPV) tidak ditemukan Anopheles betina
yang mempunyai sedikit kemampuan untuk terbang jauh (Hoedojo, 1998).
f. Ketingggian lokasi
Secara umum, malaria berkurang pada ketinggian yang semakin
bertambah pada ketinggian di atas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Jika
perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara juga cukup banyak
dan mempengaruhi faktor-faktor yang lain,
termasuk siklus pertumbuhan parasit di dalam nyamuk, penyebaran nyamuk, dan
musim penularan. Setiap ketinggian naik 100 meter maka selisih suhu udara
dengan tempat semula adalah ½ oC (Harijanto, 2000).
g. Arus air
Beberapa jenis Anopheles menyukai tempat perindukan dengan jenis
aliran air yang berbeda-beda. Anopheles minimus menyukai aliran air yang deras
sedangkan Anopheles letifer menyukai air tergenang, dan Anopheles barbirostris
menyukai perindukan yang airnya
statis/mengalir lambat (Depkes RI, 1993).
h. Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari dapat berbeda-beda terhadap pertumbuhan larva
nyamuk. Beberapa jenis Anopheles menyukai tempat yang terbuka dan tempat
yang teduh. An. punctulatus dan An. hyrcanus lebih menyukai tempat yang
terbuka sedangkan An. sundaicus lebih menyukai tempat yang teduh, dan An.
barbirostis dapat hidup baik ditempat yang terbuka maupun yang teduh
(Harijanto, 2000).
2. Faktor Kimia
pH, salinitas, dan oksigen terlarut (DO) merupakan lingkungan kimia yang
paling mendukung terhadap kelanjutan perkembangbiakan vektor malaria. pH
berpengaruh besar terhadap pertumbuhan organisme yang berkembang biak di
akuatik. pH dipengaruhi suhu air, oksigen terlarut, dan adanya berbagai anion dan
kation serta jenis stadium organisme (Takken dan Knols, 2008).
a. Derajat Keasaman (pH air)
pH di perarian secara alamiah dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan
senyawa-senyawa yang bersifat asam. Proses fotosintesis dan respirasi
mempengaruhi kadar CO2 dalam suatu perairan. Oleh karena itu, pada pagi hari
nilai pH menjadi rendah, meningkat pada siang hari, dan maksimum pada sore
hari. Besarnya konsentrasi ion hidrogen yang terdapat di dalam perairan tersebut
adalah besarnya pH dalam suatu perairan (Mulyanto, 1992). Nilai pH sangat
berpengaruh terhadap proses biokimiawi suatu perairan, seperti proses nitrifikasi
akan berakhir jika pH rendah. Sebagian besar biota akuatik sangat sensitif
terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).
b. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di
atmosfer dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air. Proses respirasi tumbuhan
air dan hewan serta proses dekomposisi bahan organik dapat menyebabkan
hilangnya oksigen dalam suatu perairan. Selain itu, peningkatan suhu akibat
semakin meningkatnya intensitas cahaya juga
mengakibatkan berkurangnya oksigen (Effendi, 2003). Meningkatnya suhu air
akan menurunkan kemampuan air untuk mengikat oksigen, sehingga tingkat
kejenuhan oksigen di dalam air juga akan menurun. Peningkatan suhu juga akan
mempercepat laju respirasi dan dengan demikian laju pengunaan oksigen juga
meningkat (Afrianto dan Liviawati, 1992). Kadar DO optimum untuk menopang
kehidupan organisme akuatik bekisar antara 5,0-9,0 mg/L (Effendi, 2003).
c. Salinitas
Salinitas air sangat mempengaruhi ada tidaknya malaria di suatu daerah
(Prabowo, 2004). Berdasarkan kemampuannya untuk menyesuaikan diri terhadap
salinitas, organisme perairan dapat digolongkan menjadi stenohaline dan
euryhaline. Stenohaline merupakan organisme perairan yang mempunyai kisaran
kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap salinitas sempit, sedangkan
euryhaline merupakan organisme perairan yang mempunyai kisaran kemampuan
untuk menyesuaikan diri terhadap salinitas yang lebar (Odum, 1998). Salinitas
merupakan ukuran yang dinyatakan dengan jumlah garam-garam yang larut dalam
suatu volume air. Banyaknya garam-garam yang larut dalam air menentukan
tinggi rendahnya salinitas (Odum, 1998). Danau, genangan air, persawahan,
kolam ataupun parit disuatu daerah yang merupakan tempat perindukan nyamuk,
meningkatkan kemungkinan timbulnya penularan penyakit malaria.
3. Faktor Biologi
Lingkungan biologi di tempat perindukan nyamuk antara lain flora dan
fauna, yang tumbuh dan saling mempengaruhi:
a. Pengaruh tumbuhan
Jenis tumbuhan seperti bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis
tumbuh-tumbuhan lain dapat melindungi kehidupan larva nyamuk karena dapat
menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi larva dari serangan
mahluk hidup lain (Gunawan, 2000).
b. Predator nyamuk (Hewan Pemangsa)
Hewan pemangsa yang umum memangsa larva nyamuk seperti ikan kepala
timah (Panchax spp), gambusia, nila, dan mujair akan mempengaruhi populasi
nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat
mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan
tersebut diletakkan di luar rumah, tetapi tidak jauh jaraknya dari rumah (Cattle
barrier) (Gunawan,2000). Setiap spesies serangga sebagai bagian dari kompleks
komunitas dapat diserang atau menyerang organisme lain. Jenis binatang yang
menjadi musuh alami nyamuk sudah banyak diteliti, baik terhadap nyamuk
dewasa maupun larva di air. Musuh-musuh alami tersebut bersama faktor-faktor
lainnya berperan penting dalam mengatur keseimbangan untuk mencegah terjadi
ledakan populasi nyamuk (Hadi dkk, 2009). Salah satunya adalah predator,
predator merupakan hubungan antara pemangsa dan yang dimangsa. Hewan air
yang berperan sebagai predator larva nyamuk terdiri dari :
a. Serangga air
Larva Dysticidae dan Hydropholidae (coleoptera) merupakan musuh larva
nyamuk. Larva capung juga memangsa nyamuk. Larva Culex fuscanus, Culex
halifaxii dan Toxorhychities memangsa larva nyamuk lain seperti Anopheles.
Bila larva Anopheles terlalu padat di satu tempat perindukan dapat terjadi
kanibalisme, larva instar IV bisa memakan larva dari jenis yang sama atau larva
Anopheles yang lain yang masih muda. Serangga air dari golongan Hemiptera
adalah pemangsa larva nyamuk terutama instar III dan instar IV, dengan cara
menusuk tubuh larva dengan moncong dan menghisap cairan tubuh larva (Hadi
dkk, 2009), selain itu Gerris (anggang-anggang) memangsa larva nyamuk seperti
juga nyamuk dewasanya (Depkes RI, 2004).
b. Vertebrata
Anak katak dapat memangsa larva nyamuk terutama pada habitat yang
kecil dengan air yang dangkal. Tetapi yang terpenting dari semua predator larva
nyamuk adalah ikan pemakan larva (Hadi dkk, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Rohani . Ali, Wan. Nor, Zurainee M., Ismail, Zamree., Hadi, Azahari A.,
Ibrahim, Mohd N and Lim, Lee H. 2011. Mapping of mosquito breeding sites
in malaria endemic areas in Pos Lenjang, Kuala Lipis, Pahang, Malaysia.
Malaria Journal . 10:361
Barodji., 2001. Pengembangan model pemberantasan malaria berdasarkan lokal
spesifik di daerah endemis malaria Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah',
Laporan penelitian Malaria.
Bruce-Chwatt, L. J. 1980. Essential Malariology. William Heinemann Medical
Books Ltd, London, pp97-127.
Dharmawan, ruben. 1993. Metode Identifikasi Spesies Kembar Nyamuk
Anopheles. Sebelas Maret University Press : Solo
Gandahusada, S. Ilahude, H. Pribadi, W. 2006. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Permana, D.H,. 2012. Variasi Sekuen Anopheles balabacensis Baisas (diptera :
culicidae) berdasarkan Segmen ITS2 DNA Ribosom dan Gen COI DNA
Mitokondria di Purworejo : Tesis S-2. Program Pascasarjana, Fakultas
Kedokteran, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Raha~o , J. Studi dinamika Penularan Malaria di Des a Twelagiri, Kecamatan
Pagedongan, Kabupaten Banjarnegara Tahun 2005
Santoso, Ludfi. Pengantar Entomologi Kesehatan Masyarakat. Jilid II. FKM
Undip Semarang Pranoto dan P. Prasetyo, 1991 .Konfirmasi Anopheles
balabacensis Baisas sebagai Vektor Malaria dan Anopheles maculatus
Theobald sebagai tersangka vektormalaria
Wooden J, Kyes S, Sibley CH, 1993. PCR and strain identification in Plasmodium
falciparum. Parasitology Today . 9:303-305
World Health Organization. World Malaria Report 2007; Geneva; WHO; 2007
World Health Organization. World Malaria Report 2011; Geneva; WHO; 2011.
Sumber internet.Anonim.2013.http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-
release/1883-ayogebrak-malaria.html
Anopheles fluviatilis
Selva Dwi Prahasti (6411417008)

A. TAKSONOMI
Klasifikasi nyamuk Anopheles fluviatilis menurut animaldiversity.org
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Sub famili : Anopheline
Genus : Anopheles
Species : An. fluviatilis

B. CIRI MORFOLOGI
Morfologi nyamuk Anopheles fluviatilis adalah sebagai berikut:
(www.wrbu.org)
Bagian tubuh Gambar
Head dorsal

Head lateral

Abdomen dorsal

Abdomen lateral

Thorax dorsal
Thorax lateral

Foreleg

Hind leg

Mid leg

Hind tarsi

Wing dorsal

An. fluviatilis adalah termasuk jenis anopheles complex karena memiliki 4


jenis spesies yang secara morfologi tidak bisa dibedakan atau disebut sibling/
cryptic spesies (saudara kandung/ spesies samar) yang disebut spesies S, T, U, dan
V (Subbarao, et.al., 1994, Nanda, et.al., 2013 dalam Lather et.al., 2015).
Keempat spesies ini dibedakan atas dasar inversi kromosom paracentric yang ada
di lengan kromosom polytene 2. Selain itu, juga dibedakan dalam karakter
biologis, distribusi, dan perannya dalam transmisi malaria (Lather, et.al., 2015).

Sumber: National Institute of Malaria Research, 2009

C. SIKLUS HIDUP

Gambar. Siklus hidup nyamuk Anopheles spp.


1. Siklus hidup nyamuk pada umumnya mengalami metamorfosis sempurna
(holometabola) yaitu stadium telurlarvapupadewasa (7—14 hari).
2. Nyamuk dewasa muncul dari lingkungan akuatik ke lingkungan terestrial
setelah menyelesaikan daur hidupnya secara komplit di lingkungan akuatik.
Oleh karena itu, keberadaan air sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup
nyamuk, terutama masa jentik (larva) dan pupa.
3. Telur nyamuk Anopheles betina dewasa meletakkan 50-200 telur satu persatu
di dalam air atau bergerombolan tetapi saling melepas.
4. Telur Anopheles mempunyai alat pengapung dan untuk menjadi larva
dibutuhkan waktu selama 2—3 hari.
5. Pertumbuhan larva berlangsung sekitar 7—20 hari tergantung suhu. Selain itu
pertumbuhan larva juga dipengaruhi nutrien dan keberadaan predator (Service
dan Thowson, 2002 dalam Riana, 2018)
6. Kepompong (pupa) merupakan stadium terakhir di lingkungan akuatik dan
tidak memerlukan makanan. Pada stadium ini terjadi proses pembentukan alat-
alat tubuh nyamuk seperti alat kelamin, sayap, dan kaki.
7. Lama stadium pupa pada nyamuk jantan antara 1—2 jam lebih pendek dari
pupa nyamuk betina, karenanya nyamuk jantan akan muncul kira-kira satu hari
lebih awal daripada nyamuk betina yang berasal dari satu kelompok telur.
Stadium pupa memakan waktu kurang lebih 2—4 hari.
8. Nyamuk Anopheles spp. dapat hidup selama dua minggu sampai beberapa
bulan (Diektorat PPBB, 2014 dalam Riana, 2018)
D. BIONOMIK
 Distribution
Distribusi nyamuk An. fluviatilis adalah di Afghanistan, Bahrain,
Bangladesh, China, India, Iran, Iraq, Kazakhstan, Nepal, Oman, Pakistan, Saudi
Arabia, Sri Lanka, Taiwan, Vietnam, Yemen (wrbu.org). An. Fluviatlis dianggap
sebagai vektor malaria utama di Odisha, kota endemik malaria di India (Sahu,
et.al., 2017).
 Occurance and Habitat
An. fluviatilis spesies S utamanya ditemukan di daerah berbukit dan
berhutan, sedangkan spesies T dan U ditemukan di kaki bukit dan daratan (Nanda,
et.al., 1996 dalam Lather, et.al., 2015). Larva dari An. Fluviatilis (breeding place)
biasanya ditemukan di aliran sungai yang lambat atau stagnan, rawa-rawa yang
luas, tepian sungai, lubang di lapisan sungai berbatu dan berpasir, di lubang curah
hujan di bawah sinar matahari langsung (Lather et.al., 2015). Pernah juga
ditemukan di sawah tetapi dalam jumlah yang rendah yang kemungkinan hanyut
ke sawah dari aliran irigasi di mana nyamuk ini ditemukan dalam jumlah yang
tinggi (Sinka et.al., 2011). Adapun nilai pH air habitat larva berkisar antara 6.4—
7.7 dengan salinitas air hingga 17 ‰. Suhu air habitat larva berkisar antara 26.6-
31.8 oC (Noper, et.al., 2018).
 Density and Resting Behaviour
An. fluviatilis beristirahat di indoors dan outdoors. Kepadatannya (Man
Hour Density / MHD) spesies S berkisar antara 1 hingga 40 dengan habitat
dewasa yang disukai adalah tempat tinggal manusia. Kontras dengan spesies T
dan U yang memiliki MHD hingga 200 dan utamanya ditemukan di kandang
ternak (Nanda, et.al., 1996 dalam Lather, et.al., 2015). Menurut Sahu, et.al.
(2011) dalam Lather et.al. (2015) kepadatan An. fluviatilis di tempat tinggal
manusia memuncak selama hujan dan musim dingin dan dinding menjadi tempat
yang paling disukai.
 Feeding preference
Anopheles fluviatilis S adalah spesies yang paling antropofilik (spesies
nyamuk yang menyukai darah manusia) dan endofilik (spesies nyamuk yang
melakukan istirahat dan pematangan sel telur di dalam rumah). Anopheles
fluviatilis T dan U utamanya adalah zoophagic (spesies yang menyukai darah
hewan), exophagic (mencari makan di luar rumah) dan exophilic (spesies nyamuk
yang melakukan istirahat dan pematangan sel telur di luar rumah). Aktivitas
menggigit dimulai sekitar pukul 19.00 dan memuncak antara pukul 20.00 dan
21.00, tetapi juga dapat terjadi sepanjang malam hingga subuh tanpa puncak yang
jelas (Sinka et.al., 2011). Biasanya yang menggigit manusia adalah nyamuk betina
yang biasanya dilakukan sebelum tengah malam (Christophers, 1933 dalam
wrbu.org).
E. PENYAKIT YANG DITULARKAN
Beberapa spesies Anopheles genus merupakan vektor utama penyakit
malaria. An. Fluviatlis dianggap sebagai vektor malaria utama di Odisha, kota
endemik malaria di India (Sahu, et.al., 2017).
Malaria disebabkan oleh parasit bersel satu yang disebut Plasmodium.
Nyamuk Anopheles betina mengambil parasit dari orang yang terinfeksi ketika
mereka menggigit untuk mendapatkan darah yang dibutuhkan untuk memelihara
telur mereka. Di dalam nyamuk, parasit bereproduksi dan berkembang. Ketika
nyamuk menggigit lagi, parasit yang terkandung dalam kelenjar ludah disuntikkan
dan masuk ke dalam darah orang yang sedang digigit.
Parasit malaria berkembang biak dengan cepat di hati dan kemudian di
dalam sel darah merah orang yang terinfeksi. Satu hingga dua minggu setelah
seseorang terinfeksi, gejala-gejala malaria yang pertama muncul: biasanya
demam, sakit kepala, kedinginan dan muntah. Jika tidak segera diobati dengan
obat-obatan yang efektif, malaria dapat membunuh dengan menginfeksi dan
menghancurkan sel darah merah dan dengan menyumbat kapiler yang membawa
darah ke otak atau organ vital lainnya.
Ada empat jenis parasit malaria: Plasmodium vivax, P. malariae, P. ovale
dan P. falciparum. P. vivax dan P. falciparum adalah bentuk yang paling umum
(WHO, 2016).

Gambar . Siklus hidup Plasmodium sp. / Siklus penularan


Siklus pada manusia
1) Pada manusia. Pada saat nyamuk infektif menghisap darah manusia. Sporozoit
yang terdapat di bagian kelenjar liur nyamuk akan masuk melalui peredaran
darah manusia menuju sel hati (hepatic cell). Berkembang menjadi tropozoit
hatiskizon hatipecah, mengeluarkan merozoit dengan jumlah mencapai
10.000—30.000 merozoit. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang
berlangsung selama kurang lebih 2 minggu.
2) Merozoit kemudian masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah
merah (erytrocyte). Di dalam eritrosit, parasit tersebut berkembang lagi dari
stadium sporozoitskizonpecah, mengeluarkan 8—30 merozoit sehingga
menginfeksi eritrosit lainnya. Siklus ini disebut siklus eritroser.
3) Secara keseluruhan, proses perkembangan secara aseksual ini disebut dengan
skizogoni. Setelah sampai 2—3 siklus skizogoni, sebagian merozoit yang
menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit
jantan dan betina)
Siklus pada nyamuk Anopheles
1) Nyamuk Anopheles betina akan terinfeksi gametofit jika menghisap darah
manusia yang mengandung gametosit Plasmodium spp.
2) Di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan
menjadi zigotookinetmenembus dinding lambung nyamuk
3) Ketika ookinet sudah berada di luar dinding lambung nyamuk,
ookinetookista
4) Ookistasporozoit yang bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia
(Putra, 2011 dalam Hery, 2018). Dibutuhkan waktu sekitar 10—18 hari untuk
sporozoit bermigrasi ke kelenjar liur nyamuk (CDC, 2018).
Lamanya waktu yang diperlukan sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia
sampai timbulnya gejala klinis (demam), merupakan masa inkubasi
dari Plasmodium spp. Masa inkubasi ini berbeda-beda tergantung dari spesiesnya
misalnya pada P. falciparum memiliki masa inkubasi sekitar 9-14 hari, P. vivax
12-17 hari, P. ovale 16-18 hari, dan P. malariae 18-40 hari (Putra, 2011 dalam
Hery, 2018).
F. PENGENDALIAN
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan upaya pengendalian
vektor meliputi: Pembasmian jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian
larva Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan insektisida), Biological control
(Predator pemakan jentik, virus, bakteri, dan lain-lain), Manajemen lingkungan,
Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan dinding
rumah dengan insektisida (IRS/ Indoors Residual Spraying), dan penggunaan
kelambu berinsektisida (Nuryady, 2013).
REFERENSI

ADW. “Anopheles”.
https://animaldiversity.org/accounts/Anopheles/classification/ diakses
pada tanggal 15 September 2019.
CDC. 2018. “About malaria: biology”.
https://www.cdc.gov/malaria/about/biology/ diakses pada tanggal 15
September 2019.
Hery, S. 2018. “Malaria”. http://zoonosis.biologi.ugm.ac.id/malaria/2/ diakses
pada tanggal 15 September 2019.
Lather et.al. 2015. “Anopheles fluviatilis species complex: distribution and role in
malaria transmission”. Journal of International Academic Research for
Multidiscipliner Vol. 3(5).
National Institute of Malaria Research. 2009. “Anopheles culicifacies and An.
fluviatilis complexes and their control”. Technical Report series No.
NIMR/TRS/2009-Jan/02, New Delhi, India.
Noper, et.al. 2018. “Pengaruh iklim terhadap habitat larva dan kepadatan nyamuk
anopheles spp. Serta kaitannya dengan kasus malaria di kota jayapura”.
Mathematics and Natural Science.
Nuryady, M. 2013. “Identifikasi morfologi: spesies vektor malaria di b2p2vrp
salatiga (proposal kegiatan kuliah kerja magang). :
https://www.researchgate.net/publication/273443658 diakses pada tanggal
15 September 2019.
Riana, D. 2018. “Morfologi, siklus hidup, epidemiologi klass insecta (nyamuk
anopheles sp sebagai vector penyakit malaria).
https://www.academia.edu/36672001/Morfologi_Siklus_Hidup_Epidemiol
ogi_klass_insecta_nyamuk_anopheles_sp_sebagai_vector_penyakit_malar
ia_.pdf diakses pada tanggal 16 September 2019.
Sahu, et.al.,. 2017. “Bionomics of anopheles fluviatilis and anopheles culicifacies
(diptera: culicidae) in relation to malaria transmission in east-central
india”. Journal of Medical Entomology Vol. 54(4).
Sinka et.al., 2011. https://map.ox.ac.uk/bionomics/anopheles-fluviatilis/ diakses
pada tanggal 15 September 2019.
WHO, 2016. “Do all mosquitoes transmit malaria?”.
https://www.who.int/features/qa/10/en/ diakses pada tanggal 15 September
2019.
WRBU. http://www.wrbu.org/mqID/mq_medspc/AD/ANflu_hab.html diakses pada
tanggal 15 September 2019.
Anopheles farauti

Innandah Annisa Lestari (6411417139)

LATAR BELAKANG

Malaria merupakan penyakit yang dapat muncul kembali (re-emerging


disease) sehingga harus selalu diwaspadai. Persebaran malaria di dunia sangat luas
baik di wilayah iklim tropis maupun di wilayah subtropis. Pada tahun 2010, WHO
mencatat sebanyak 247 juta kasus malaria telah terjadi di seluruh dunia dan
menyebabkan lebih dari 1 juta kematian pada tahun 2008. Sebagian besar kasus
dan kematian malaria ditemukan di Afrika dan beberapa negara di Asia (WHO,
2010).

Di dunia terdapat 422 spesies nyamuk Anopheles dan ada sekitar 67


spesies yang telah dikonfirmasi memiliki kemampuan untuk menularkan penyakit
malaria. Di Indonesia telah diidentifikasi ada 90 spesies nyamuk Anopheles, dan
ada 16 spesies di antaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria. Mereka
memiliki habitat, mulai dari rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dan lain-lain
(Ahmadi, 2005). Sebagian besar vektor malaria merupakan spesies sibling yang
secara morfologi tidak dapat dibedakan tetapi berbeda dalam genetik, ekologi,
biologi, kapasitas vektorial (vectorial capacity), pemilihan inang, perilaku
menghisap darah, distribusi geografis dan resistensi terhadap insektisida (Oshagi ,
2005) .

Upaya pengendalian malaria yang tidak didasari pada pengetahuan tentang


faktor perilaku (bionomik) vektor diduga menjadi salah satu penyebab jumlah
kasus malaria di daerah penelitian masih tetap tinggi, walaupun berbagai kegiatan
penanggulangan telah dilakukan. Kegiatan pengendalian malaria akan
memberikan hasil maksimal apabila ada kecocokan antara perilaku vektor dengan
metoda yang diterapkan, mengingat wilayah geografis Indonesia luas, kondisi
sosial masyarakat berbeda-beda dan bionomik vektor yang beragam.
2.2 ISI

2.1.1 Pengertian Nyamuk Farauti

Nyamuk Anopheles sp. merupakan faktor utama penular penyakit malaria.


Berperan sebagai vektor malaria, spesies Anopheles berbeda di setiap daerah
tergantung pada daerah dan lingkungan (geografis). Setiap daerah goegrafi
mempunyai spesies spesifik, bioekologi, habitat, penyebaran dan kepadatan
yang berbeda. Keberadaan dan kelangsungan hidup Anopheles sangat
dipengaruhi oleh kondisi tempat perkembangbiakannya (breeding site).
Kondisi tempat perkembangbiakan nyamuk sangat ditentukan oleh keadaan
lingkungan yang ada, seperti suhu, kelembaban, curah hujan, dan sebagainya.
Semua vektor hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, antara lain ada
yang hidup di air payau pada tingkat salinitas tertentu (An. sundaicus, An.
subpictus), ada hidup di sawah (An. aconitus), air bersih di pegunungan (An.
maculatus), genangan air yang dapat sinar matahari (An. punctulatus, An.
farauti). Nyamuk Anopheles farauti adalah salah satu vektor malaria di
wilayah tersebut. Upaya pengendalian malaria telah dilakukan namun kasus
malaria masih banyak ditemukan. Pengendalian malaria akan memberikan
hasil maksimal jika ada kecocokan antara perilaku vektor dan program yang
dilakukan.

2.1.2 Klasifikasi Ilmiah ( Taksonomi )

Nyamuk dapat menjadi vektor jika memenuhi beberapa syarat tertentu, antara
lain; umur nyamuk, kepadatan, ada kontak dengan manusia, terdapat parasit,
dansumber penularan. Larva nyamuk Anopheles spp. ditemukan pada berbagai
habitat,tetapi setiap habitat memliki sifat umum dalam penyediaan makanan,
terdiri dari mikroorganisme, bahan organik, dan biofilm. Sumber makanan pada
setiap habitat berbeda pada lokasi yang berbeda. Permukaan air kaya akan bahan
organik dan mikoorganisme yang digunakan larva nyamuk Anopheles spp untuk
mempertahankan hidupnya .
Klasifikasi nyamuk Anopheles Farauti adalah sebagai berikut:

 Kingdom : Animalia
 Filum : Arthropoda
 Kelas : Insecta
 Ordo : Diptera
 Famili : Culicidae
 Sub famili : Anophelini
 Genus : Anopheles
 Spesies : Anopheles Farauti (Borror, 1992).

2.1.3 Morfologi
Gambar 1. Larva Anopheles sp: (1. a) Thorax, (1.b) Palmate hairs, dan (1. c)
Ventral brush. (Sumber: http://fr.impact
malaria.com/web/formation_paludisme/ morphologie_
taxonomie/larves_nymphes_anopheles/morphologie_larves).

Telur Anopheles sp berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya


konveks dan bagian atasnya konkaf dan diletakkan satu per satu di atas
permukaan air serta memiliki sepasang pelampung yang terletak di bagian lateral.
Di tempat perindukan, larva Anopheles mengapung sejajar dengan permukaan air
dengan bagian badan yang khas yaitu spirakel pada bagian posterior abdomen,
batu palma pada bagian lateral abdomen, dan “tergal plate” pada bagian tengah
setelah dorsal abdomen (Gambar 1). Pada stadium pupa terdapat tabung pernafasan
yang disebut respiratory trumpet yang berbentuk lebar dan pendek yang berfungsi
untuk mengambil O2 dari udara. Stadium dewasa Anophelini jantan dan betina
memiliki palpi yang hampir sama dengan panjang probosisnya, hanya pada nyamuk
jantan palpi pada bagian apikal berbentuk gada yang disebut club form sedangkan
pada nyamuk betina ruas itu mengecil. Bagian posterior abdomen agak sedikit lancip.
Kosta dan vena 1 atau sayap pada bagian pinggir ditumbuhi sisik-sisik yang
berkelompok sehingga membentuk belang-belang hitam putih (Safar, 2010).

2.1.4 Siklus Hidup

Siklus hidup nyamuk pada umumnya mengalami metamorfosis sempurna


(holometabola) yaitu stadium telur, larva, pupa dan dewasa serta menyelesaikan
daurhidupnya selama 7-14 hari. Tahapan ini dibagi ke dalam dua perbedaan
habitatnya yaitu lingkungan air (akuatik) dan di daratan (terestrial) (Foster, W. A.,
E. D Walker, 2002) Nyamuk dewasa muncul dari lingkungan akuatik ke
lingkungan teresterial setelah menyelesaikan daur hidupnya secara komplit di
lingkungan akuatik. Oleh sebab itu,keberadaan air sangat dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup nyamuk, terutama masa jentik (larva) dan pupa.

a. Telur

Telur nyamuk Anopheles betina dewasa meletakkan 50-200 telur


satu persatu didalam air atau bergerombolan tetapi saling melepas. Telur
Anopheles mempunyai alatpengapung dan untuk menjadi larva dibutuhkan
waktu selama 2-3 hari. Pertumbuhan larva berlangsung sekitar 7-20 hari
tergantung suhu. Selain itu pertumbuhan larva jugadipengaruhi nutrien dan
keberadaan predator (Service dan Thowson 2002).
b. Larva

Larva sering ditemukan pada kumpulan air yang dangkal. Pada


umumnya Anopheles menghindari air yang tercemar polusi, hal ini
berhubungan langsung dengan kandungan oksigen dalam air. Selain itu,
terdapat hubungan antara kepadatan larva dengan predator, seperti ikan
pemakan larva dan lain-lain. LarvaAnopheles ada yangsenang sinar
matahari (heliofilik), tidak senang matahari (heliofobik) dan suka hidup
dihabitat yang terlindung dari cahaya matahari (shaded). Jenis air pun
memiliki perananyang cukup penting. Larva Anopheles lebih menyukai air
yang mengalir tenang ataupun tergenang. Peningkatan suhu akan
mempengaruhi tingkat perkembangan dan distribusi larva. Larva
Anopheles berada dipermukaan air supaya bisa bernafas melalui spirakel.

c. Pupa

Kepompong (pupa) merupakan stadium terakhir di lingkungan


akuatik dan tidak memerlukan makanan. Pada stadium ini terjadi proses
pembentukan alat- alat tubuh nyamuk seperti alat kelamin, sayap dan kaki.
Lama stadium pupa pada nyamuk jantan antara 1-2 jam lebih pendek dari
pupa nyamuk betina, karenanya nyamuk jantan akanmuncul kira-kira satu
hari lebih awal daripada nyamuk betina yang berasal dari satu kelompok
telur. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ini berkisar 25– 27 C.
Pada stadium pupa ini memakan waktu lebih kurang 2-4 hari (viranti
mandasari. 2012 ).

d. Nyamuk Dewasa

Perkembangan nyamuk Anopheles dari telur sampai menjadi


dewasa bervariasi tergantung suhu lingkungan, kelembaban dan makanan.
Nyamuk dapat berkembang dari telur menjadi dewasa paling cepat 5 hari,
tetapi pada umumnya membutuhkan waktu 10-14 hari pada iklim tropis.
Nyamuk Anopheles dewasa mempunyai bentuk tubuh yang ramping
terdiri dari tiga bagian tubuh,kepala,thorax dan abdomen.

Tempat perindukan vektor merupakan tempat yang dipergunakan


oleh nyamuk Anopheles untuk berkembang biak untuk memulai proses
siklus hidupnya hinggamenjadi nyamuk (Foster dan Walker 2002). Jenis air
yang dimanfaatkan untuk perkembangbiakan Anopheles berbeda-beda.
Beberapa habitat larva dapat hidup dikolam kecil, kolam besar dan genangan
air, yang bersifat sementara atau di rawa-rawayang permanen. Walaupun
sebagian besar Anopheles hidup di habitat perairan tawar,tetapi ada
beberapa spesies Anopheles berkembang biak di air asin.
Aktifitas manusia banyak menyediakan terjadinya tempat perindukan
yang cocok untuk pertumbuhan vektor malaria, seperti genangan air,
selokan, cekungan-cekungan yang terisi air hujan, sawah dengan aliran air
irigasi. Jenis perindukan inimerupakan tempat koloni vektor malaria
seperti An. Gambie Dan An. Arabiens Di Afrika, An. Culicifacies dan
An. Subpictus di India, An. Sinensis di Cina, serta An.aconitus di banyak
negara Asia Tenggara ( Services dan Towson 2002).

Menurut (Taken, W dan B.G.J. Knols, 2008), tempat perindukan


vektor dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe permanen (rawa-rawa, sawah non
teknis dengan aliran air gunung,mata air, kolam) dan tipe temporer (muara
sungai tertutup pasir di pantai, genangan airpayau di pantai, genangan air
di dasar sungai waktu musim kemarau, genangan airhujan dan sawah
tadah hujan rawa-rawa). Faktor faktor yang berhubungan
denganperindukan larva Anopheles antara lain vegetasi (tumbuh-
tumbuhan).

2.1.5 Bionomik

Anopheles farauti sebagai spesies kompleks (8 spesies) dan ekosistem


tersebut yang berdampak terhadap termasuk dalam An. punctulatus group.
Nyamuk betina merupakan vektor malaria (ada juga dilaporkan sebagai vektor
limfatik filariasis Wuchereria bancrofti) sama seperti An. punctulatus dan An.
koliensis. Dilaporkan bahwa An. farauti betina ditemukan mengandung sporozoit
(Plasmodium falcifarum dan Plasmodium vivax) di Papua bagian (Mapurajaya,
Tipuka, Timika, dan Atuka). Tingkat kepadatan An. farauti lebih kecil ditemukan
di bagian selatan Papua (< 5%).

Kondisi tersebut berbeda dengan spesies an.punctulatus group lain. Tetapi


kepadatan tinggi pernah dilaporkan di papua bagian utara ( >50%) .

Nyamuk Anopheles Farauti dewasa aktif mencari darah pada malam hari dari
dapat ditemukan di dalam rumah. Tempat istirahat di luar rumah umumnya
ditempat dingin, lembab dan ternaung dari cahaya matahari. Nyamuk Anopheles
Farauti dapat ditemukan di daerah pantai sampai pada ketinggian 2.250 meter
diatas permukaan laut. Penyebaran nyamuk Anopheles Farauti dapat ditemukan di
laut. Penyebaran nyamuk Anopheles Farauti didaerah pinggir pantai dan lagun.

2.1.6 Penyakit yang ditularkan

Nyamuk adalah organisme hidup yang terdapat melimpah di alam hampir


semua tempat, dianggap merugikan karena gigitannya mengganggu kehidupan
manusia, yaitu menyebabkan dermatitis dan menularkan berbagai pe-nyakit.
Spesies nyamuk yang dapat menjadi penular penyakit, diantaranya genus
Anopheles, Culex, Aedes dan Mansonia yang menularkan malaria, filaria, demam
berdarah, Japanese encephalitis dan lainnya

Malaria merupakan salah satu penyebab penting secara langsung atau tidak
langsung pada kematian bayi, anak-anak, dan dewasa (Dhandapani & Kadarkarai,
2011). Penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik ini hampir dapat
ditemukan di seluruh negara yang memiliki iklim tropis dan subtropis (Syamsudin
et al., 2006). Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium yang
ditandai dengan demam, anemia, dan splenomegali. Vektor utama penyakit
malaria adalah nyamuk Anopheles, terutama spesies Anopheles aconitus dan
Anopheles maculatus yang wilayah penyebarannya termasuk luas di Indonesia,
seperti di daerah pegunungan, sawah, dan sungai (Sinka et al., 2011).

1. Malaria
Parasit penyebab malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina, yang
sering menggigit pada waktu senja hingga fajar. Penyakit ini memiliki angka
kematian yang cukup tinggi terutama pada kelompok bayi, anak balita, dan ibu
hamil. Di Indonesia, angka kejadian tertinggi per tahun 2013 terdapat di Papua,
Papua Barat, dan NTT. Parasit penyebab malaria pada manusia antara
lain Plasmodium falciparum, P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. Gejala yang
ditimbulkan adalah demam, menggigil, dan gejala seperti flu selama sekitar tujuh
hari. Selain Indonesia, daerah yang juga sering mengalami kasus malaria adalah
Afrika sub-Sahara, Asia, dan Amerika Latin. Terapi yang efektif saat ini adalah
dengan terapi ACT (artemisinin-based combination).

2. Dengue

Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Kejadian infeksi dengue saat ini sedang meningkat di Indonesia
seiring musim pancaroba yang terjadi. Di luar Indonesia, kejadian infeksi dengue
juga sedang meningkat di kawasan Hawaii. Setiap tahunnya di dunia, 400 juta
orang terinfeksi dengue yang menjadi penyebab penyakit dan kematian utama
pada daerah beriklim tropis dan subtropis. Infeksi dengue dapat bermanifestasi
sebagai demam dengue atau demam berdarah dengue (DBD).

Gejala awal DBD berupa demam tinggi mendadak yang berlangsung


sepanjang hari, nyeri kepala, nyeri saat menggerakkan bola mata, nyeri otot,
terkadang disertai tanda perdarahan seperti bintik-bintik merah, dan pada infeksi
berat menimbulkan gangguan saluran cerna, syok hingga kematian. Untuk vaksin
dengue di Indonesia, diharapkan tahun 2016 ini sudah dapat beredar untuk
masyarakat.

3. Chikungunya

Chikungunya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Karakteristik infeksi


chikungunya mirip dengan DBD seperti demam mendadak, menggigil, mual, sakit
kepala, dan bintik-bintik kemerahan pada kulit, namun ditambah keluhan spesifik
nyeri sendi terutama sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, serta nyeri
otot yang berlangsung sekitar satu minggu. Kejadian chikungunya juga meningkat
pada daerah Eropa, sekitar Samudra Pasifik dan Hindia. Membedakan dengue dan
chikungunya saat ini dilakukan melalui isolasi virus, serta gejala chikungunya
yang lebih dominan yakni nyeri di daerah persendian.

4. Demam Kuning

Virus demam kuning atau yellow fever ditularkan melalui spesies


nyamuk Aedes atau Haemagogus. Umumnya orang yang terinfeksi demam kuning
tidak menunjukkan gejala atau hanya bergejala ringan. Gejala awal biasanya
demam, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, mual, dan muntah. Setelah beberapa
jam atau hari, sekitar 15% kasus akan berlanjut menjadi keluhan yang lebih berat
seperti demam tinggi, tubuh kuning, perdarahan, hingga kegagalan multiorgan.
Vaksin demam kuning dianjurkan untuk orang berusia lebih dari 9 bulan yang
akan memasuki daerah risiko transmisi demam kuning, seperti Afrika dan
Amerika Selatan. Di Indonesia, vaksin ini dapat diperoleh di beberapa klinik dan
kantor kesehatan bandar udara.

5. Kaki Gajah

Penyakit kaki gajah atau filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh
tiga spesies cacing filaria seperti Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,
dan Brugia timori, yang ditularkan oleh semua jenis nyamuk
seperti Culex, Anopheles, Mansonia, dan Aedes. Berdasarkan data dari
Departemen Kesehatan RI, terdapat 19% orang Indonesia yang tubuhnya
mengandung mikrofilaria dari seluruh populasi penduduk. Gejala penyakit ini
berupa demam, radang dan pembengkakan kelenjar getah bening, hingga
pembesaran tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas.

Penyakit kaki gajah bersifat menahun, dan bila tidak mendapat pengobatan
dapat menimbulkan cacat menetap seumur hidup seperti pembesaran kaki, lengan,
dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Sejak tahun 2002, pemerintah
melakukan pemberian obat anti-filaria massal untuk mencegah penyebaran
penyakit kaki gajah di daerah endemis.
6. Radang Otak

Umumnya, infeksi virus penyebab radang otak atau ensefalitis disebabkan


oleh nyamuk jenis Culex, terutama Culex tritaeniorhynchus.Infeksi radang otak
pada manusia mayoritas tidak bergejala atau berupa gejala ringan seperti flu.
Namun, persentase kecil penderita akan mengalami radang otak dengan gejala
berupa sakit kepala hebat yang tiba-tiba, demam tinggi, disorientasi, koma,
tremor, dan kejang. Vaksin untuk virus ini tersedia bagi orang yang akan
bepergian ke daerah endemis.

7. Virus West Nile

Virus ini tercatat ditemukan di Eropa, Timur Tengah, Amerika, Kanada,


Afrika, India, sebagian Asia, dan Australia. Belum tersedia vaksin untuk penyakit
ini. Infeksi pada manusia bisa tidak bergejala, namun kurang dari 1% penderita
dapat mengalami peradangan otak dan selaput otak. Penanganan utama akibat
virus ini adalah istirahat total, menjaga asupan cairan tubuh, menjaga nutrisi
tubuh, dan obat-obatan simptomatik. Namun, pada kasus yang lebih berat, dapat
dibutuhkan transfusi darah. Untuk mencegah gigitan nyamuk, Anda dapat
menggunakan obat antinyamuk, pakaian yang tertutup, penggunaan kelambu
ketika tidur, serta melakukan tindakan 4M Plus seperti pada pencegahan DBD.

2.1.7 Siklus Penderita

Plasmodium adalah genus protozoa parasit dari Coccidia subkelas


sporozoa yang merupakan organisme penyebab malaria. Plasmodium, yang
menginfeksi sel-sel darah merah pada mamalia (termasuk manusia), burung, dan
reptil, terjadi di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis. Organisme
ini ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina
Lima spesies menyebabkan malaria manusia: P. vivax (memproduksi bentuk yang
paling luas), P. ovale (relatif jarang), P. falciparum (memproduksi gejala yang
paling parah), P. malariae, dan P. Knowlesi Dalam siklus hidupnya, Plasmodium
penyebab malaria melalui dua hospes yaitu pada manusia dan nyamuk
a. Fase di dalam tubuh nyamuk (fase sporogoni)
Di dalam tubuh nyamuk ini terlihat Plasmodium melakukan
reproduksi secara seksual. Pada tubuh nyamuk, spora berubah menjadi
makrogamet dan mikrogamet, kemudian bersatu dan membentuk zigot
yang menembus dinding usus nyamuk. Di dalam dinding usus tersebut
zigot akan berubah menjadi ookinet ookista sporozoit, kemudian bergerak
menuju kelenjar liur nyamuk. Sporozoit ini akan menghasilkan spora
seksual yang akan masuk dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk.

b. Fase di dalam tubuh manusia (fase skizogoni)


Setelah tubuh manusia terkena gigitan nyamuk malaria, sporozoit
masuk dalam darah manusia dan menuju ke sel-sel hati. Di dalam hati ini
sporozoit akan membelah dan membentuk merozoit, akibatnya sel-sel hati
banyak yang rusak. Selanjutnya, merozoit akan menyerang atau
menginfeksi eritrosit. Di dalam eritrosit, merozoit akan membelah diri dan
menghasilkan lebih banyak merozoit. Dengan demikian, ia akan
menyerang atau menginfeksi pada eritrosit lainnya yang menyebabkan
eritrosit menjadi rusak, pecah, dan mengeluarkan merozoit baru. Pada saat
inilah dikeluarkan racun dari dalam tubuh manusia sehingga menyebabkan
tubuh manusia menjadi demam. Merozoit ini dapat juga membentuk
gametosit apabila terisap oleh nyamuk (pada saat menggigit) sehingga
siklusnya akan terulang lagi dalam tubuh nyamuk, demikian seterusnya.

1. Nyamuk Anopheles betina yang mengandung sporozoit Plasmodium sp.


menggigit manusia, dan meninggalkan sporozoit di dalam jaringan darah
manusia.
2. Melalui aliran darah, sporozoit masuk ke jaringan hati (liver). Sporozoit
bereproduksi secara aseksual (pembelahan biner) berkali-kali, dan tumbuh
menjadi merozoit.
3. Merozoit menggunakan kompleks apeks (ujung sel) untuk menembus sel
darah merah (eritrosit) penderita.
4. Merozoit tumbuh dan bereproduksi aseksual (pembelahan biner) secara
berulang-ulang sehingga terdapat banyak merozoit baru. Merozoit baru ini
disebut juga tropozoit. Tropozoit keluar setelah memecah sel darah merah
dan menginfeksi sel darah merah lainnya, secara berulang-ulang dengan
interval 48 – 72 jam (tergantung pada spesiesnya). Akibatnya penderita
mengalami demam dan menggigil secara periodik.
5. Di dalam jaringan darah, beberapa merozoit membelah dan
membentuk gametosit jantan (mikrogametosit) dan gametosit betina
(makrogametosit).
6. Bila nyamuk Anopheles betina lainnya menggigit dan mengisap darah
penderita, maka mikrogametosit maupun makrogametosit berpindah dan
masuk ke dalam saluran pencernaan nyamuk.
7. Di dalam saluran pencernaan nyamuk, mikrogametosit tumbuh
menjadi mikrogamet, dan makrogametosit tumbuh menjadi makrogamet.
8. Mikrogamet dan makrogamet mengalami fertilisasi sehingga terbentuk zigot
diploid (2n) yang disebut juga ookinet. Peristiwa ini merupakan reproduksi
secara seksual.
9. Ookinet masuk ke dalam dinding usus nyamuk membentuk oosista yang
berdinding tebal. Di dalam oosista berkembang ribuan sporozoit.
10. Sporozoit keluar dari dinding usus dan berpindah ke kelenjar ludah nyamuk.
Sporozoit akan mengalami siklus yang sama saat nyamuk menginfeksi orang
sehat lainnya.
2.1.8 Pengendalian

Upaya pengendalian malaria yang tidak didasari pada pengetahuan


tentang faktor perilaku (bionomik) vektor diduga menjadi salah satu penyebab
jumlah kasus malaria di daerah penelitian masih tetap tinggi, walaupun berbagai
kegiatan penanggulangan telah dilakukan. Kegiatan pengendalian malaria akan
memberikan hasil maksimal apabila ada kecocokan antara perilaku vektor dengan
metoda yang diterapkan, mengingat wilayah geografis Indonesia luas, kondisi
sosial masyarakat berbeda-beda dan bionomik vektor yang beragam.

Pengendalian nyamuk Aedes aegypti dan malaria yang paling sering


dilakukan oleh Dinas terkait adalah fogging. Pengendalian ini terbilang belum
cukup efektif karena targetnya hanya nyamuk dewasa. Selain itu, fogging bersifat
jangka pendek dan berpotensi memindahkan vektor nyamuk dari satu pemukiman
ke pemukiman lainnya yang menyebabkan munculnya kasus penyakit demam
berdarah atau malaria pada daerah lain. Selain fogging, pengendalian yang banyak
dilakukan adalah dengan menggunakan senyawa kimia temephos pada produk
abate. Kekurangan dari metode ini adalah larva nyamuk lama kelamaan akan
resisten terhadap senyawa kimia atau larvasida yang digunakan. Sehingga
nantinya larva nyamuk semakin kuat dan diperlukan senyawa kimia lain yang
lebih efektif. Pengendalian vektor nyamuk yang paling efektif adalah dengan
menjaga kebersihan lingkungan. Membersihkan lingkungan dapat dilakukan
mulai dari hal-hal yang sederhana, yakni dengan menghentikan kebiasaan
menggantung pakaian atau benda lain yang berpotensi menjadi tempat
bersembunyinya nyamuk didalam rumah. Kemudian, membersihkan sampah
terutama sampah plastik yang berpotensi menjadi tempat menggenangnya air,
membersihkan saluran air, membersihkan bak penampungan air secara rutin, dan
menutup bak penampungan air agar nyamuk tidak dpaat berkembang biak. Selain
itu bisa juga menggunakan agen biologi yang ramah lingkungan yakni dengan
menanam tanaman yang kurang disukai nyamuk seperti bunga lavender dan
menggunakan ikan pemangsa larva nyamuk seperti ikan guppy dan ikan cupang
ditempat larva nyamuk berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, U. (2005). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Kompas.

Borror. (1992). Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Foster, W. A., E. D Walker. (2002). Medical and Veterinary Entomology. London:


Academic Press.

Oshagi , e. (2005). Ribosomal DNA-ITS2 Genotypes of the Malaria vector Anopheles


superpictus. Acta Medica Iranica, 257-263.

Safar. (2010). Parasitologi Kedokteran Protozoologi, Entomologi dan Helmintologi.


Bandung: Yrama Widya.

Taken, W dan B.G.J. Knols. (2008). Malaria Vector control: Current and Future
Strategiess. Netherland: Wegeningen University and Research Centre.

WHO. (2010, June 26). Fact Sheet Malaria.

Dhandapani, A. & Kadarkarai, M., 2011, HPTLC Quantification of Flavonoids,


Larvicidal and Smoke Repellent Activities of Cassia occidentalis L. 26
(Caesalpiniaceae) Against Malarial Vectore Anopheles stephensi Lis
(Diptera : Culicidae), Journal of Phytology, 3 (2), 60-72.
Anopheles subpictus subpictus

Syntia Veronica Rozana (6411417041)

Klasifikasi

Anopheles subpictus
Scientific classification
Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Diptera
Superfamily: Culicoidea
Family: Culicidae
Subfamily: Anophelinae
Genus: Anopheles Meigen 1818
Species: Anopheles subpictus (Grassi, 1899)

2. Bioekologi Anopheles subpictus

Spesies ini terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Nyamuk ini dapat


dibedakan menjadi dua spesies yaitu :

1) Anopheles subpictus subpictus

Jentik ditemukan di dataran rendah, kadang–kadang ditemukan dalam air


payau dengan kadar garam tinggi.
2) Anopheles subpictus malayensis

Spesies ini ditemukan pada dataran rendah sampai dataran tinggi. Jentik
ditemukan pada air tawar, pada kolam yang penuh dengan rumput pada selokan
dan parit.

3. Morfologi Anopheles

Morfologi nyamuk anopheles berbeda dari nyamuk culex.

a. Telur anopheles diletakkan satu persatu di atas permukaan air sehingga seperti
membentuk perahu yang bagian bawahnya konveks, bagian atasnya konkaf dan
mempunyai sepasang pelampung pada lateral.

b. Larva anopheles tampak mengapung sejajar dengan permukaan air, spirakel


pada posterior abdomen, tergel plate pada tengah sebelah dorsal abdomen dan
sepasang bulu palma pada lateral abdomen.

c. Pupa anopheles mempunyai tabung pernafasan berbentuk seperti trompet yang


lebar dan pendek , digunakan untuk mengambil oksigen dari udara

d. Nyamuk dewasa pada jantan memiliki ruas palpus bagian apikal berbentuk
gada (club form) pada betina ruasnya mengecil. Sayap bagian pinggir (kosta
dan vena I ) ditumbuhi sisik-sisik sayap berkelompok membentuk belang hitam
putih, ujung sayap membentuk lengkung. Bagian posterior abdomennya
melancip.
4. Bionomik (Perilaku Nyamuk)

a. Perilaku saat menghisap darah

Hanya nyamuk betina yang sering menghisap darah nyamuk Anopheles


sering menghisap darah diluar rumah dan suka menggigit diwaktu senja sampai
dini hari (Eksofagik) serta mempunyai jarak terbang sejauh 1,6 Km sampai
dengan 2 Km. Waktu antara nyamuk menghisap darah yang mengandung
Gametosit sampai mengandung sporozoit dalam kelenjar liurnya, disebut masa
tunasekstrinsik. Sporozoit adalah bentuk infektif.

Untuk terjadi penularan penyakit malaria harus ada empat faktor yaitu:

1. Parasit (agent / penyebab penyakit malaria)

2. Nyamuk Anopheles (vektor malaria)

3. Manusia (host intermediate)

4. Lingkungan (environment)

b. Perilaku pada waktu hinggap dan beristirahat

Nyamuk Anopheles lebih suka hinggap di batang-batang rumput, di alam


atau luar rumah (Eksofilik) yaitu tempat-tempat lembab, terlindung dari sinar
matahari, gelap.

c. Perilaku pada saat berkembang biak (Breeding Place)

Nyamuk Anopheles dapat berkembang biak ditempat-tempat yang airnya


tergenang seperti sawah, irigasi yang bagian tepinya banyak ditumbuhi rumput
dan tidak begitu deras airnya.

5. Siklus Hidup

Nyamuk Anopheles mempunyai siklus hidup , yang termasuk dalam


metamorfosa sempurna. Yang berarti dalam siklus hidupnya terdapat stage/fase
pupa. Telur ke larva mengalami pengelupasan kulit/eksoskelet 4 kali) lalu pupa
dan menjadi nyamuk dewasa Waktu pertumbuhan 2 sampai 5 minggu tergantung
pada spesies, makanan yang tersedia, dan suhu udara.

6. Penyakit yang Ditularkan Nyamuk Anopheles Subpictus

Malaria merupakan penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik,


malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium ditandai dengan
demam, anemia, dan splenomegali. Sampai sekarang dikenal 4 jenis plasmodium,
yaitu :

a. plasmodium falciparum sebagai penyebab Malaria Tropika.

b. plasmodium vivaks sebagai penyebab penyakit Malaria Tertiana.

c. plasmodium malariae sebagai penyebab penyakit Malaria Quartana.

d. plasmodium ovale yang menyebabkan penyakit Malaria yang hampir serupa


dengan Malaria Tertiana.

Dalam daur hidupnya Plasmodium mempunyai 2 hospes, yaitu vertebrata


dan nyamuk. Siklus aseksual didalam hospes vertebrata dikenal
sebagai skizogoni dan siklus seksual yang terbentuk sporozoit disebut
sebagai sporogoni.

7. Pengendalian Nyamuk Anopheles

Nyamuk Anopheles dewasa ini banyak sekali metode pengendalian vector


dan binatang pengganggu yang telah dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia. Dari
berbagai metode yang telah dikenal dapat dikelompokkan sebagai berikut.

1) Pengendalian dengan cara menghindari/mengurangi kontak atau gigitan


nyamuk Anopheles.

a. Penggunaan kawat kasa pada ventilasi.

Dimana keadaan rumah ventilasi udara dipasangi atau tidak dipasangi


kawat kasa ini berfungsi untuk mencegah nyamuk masuk ke dalam rumah.

b. Menggunakan kelambu pada waktu tidur.


Kebiasaan menggunakan kelambu pada tempat yang biasa di pergunakan
sebagai tempat tidur dan di gunakan sesuai dengan tata cara penggunaan
kelambu untuk tempat tidur dan waktu penggunaan kelambu saat jam aktif
nyamuk mencari darah.

c. Menggunakan zat penolak (Repellent).

Untuk kebiasaan penggunaan repellent yang digunakan pada saat atau


waktu nyamuk menggigit atau pada waktu akan tidur malam atau pada waktu
lain di malam hari.

2) Pengendalian dengan cara genetik dengan melakukan sterelisasi pada nyamuk


dewasa.

3) Pengendalian dengan cara menghilangkan atau mengurangi tempat


perindukan, yang termasuk kegiatan ini adalah :

a. Penimbunan tempat-tempat yang dapat menimbulkan genangan air.

b. Pengeringan berkala dari satu sistem irigasi.

c. Pengaturan dan perbaikan aliran air.

d. Pembersihan tanaman air dan semak belukar.

e. Pengaturan kadar garam misalnya pada pembuatan tambak ikan atau udang.

4) Pengendalian Cara Biologi.

Pengendalian dengan cara ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan


musuh alaminya (predator) atau dengan menggunakan protozoa, jamur dan
beberapa jenis bakteri serta jenis-jenis nematoda.

5) Pengendalian Cara Fisika-Mekanik.

Pengendalian dengan Fisika-Mekanik ini menitik beratkan usahanya pada


penggunaan dan memanfaatkan faktor-faktor iklim kelembaban suhu dan cara-
cara mekanis.
6) Pengendalian dengan cara pengolaan lingkungan (Environmental
management).

Dalam pengendalian dengan cara pengelolaan lingkungan dikenal dua cara


yaitu :

a. Perubahan lingkungan (Environmental Modivication).

Meliputi kegiatan setiap pengubahan fisik yang permanen terhadap tanah,


air dan tanaman yang bertujuan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi
tempat perindukan nyamuk tanpa menyebabkan pengaruh yang tidak baik
terhadap kuwalitas lingkungan hidup manusia. Kegiatan ini antara lain dapat
berupa penimbunan (filling), pengertian (draining), perataan permukaan tanah dan
pembuatan bangunan, sehingga vektor dan binatang penganggu tidak mungkin
hidup.

b. Manipulasi Lingkungan (Environment Manipulation)

Sehingga tidak memungkinkan vektor dan binatang pengganggu


berkembang dengan baik. Kegiatan ini misalnya dengan merubah kadar garam
(solinity), pembersihan tanaman air atau lumut dan penanaman pohon bakau pada
pantai tempat perindukan nyamuk sehingga tempat itu tidak mendapatkan sinar
matahari.

REFERENSI

Muchid, Z., Annawaty, & Fahri. (2015, Desember). Studi Keanekaragaman Nyamuk
Anopheles spp. Pada Kandang. Online Jurnal of Natural Science, 4(3), 369-376.

Nuryady, M. M. (2013). IDENTIFIKASI MORFOLOGI : SPESIES VEKTOR


MALARIA. 1-15.
Culex pipiens
Siti Putri Nur Kholifah (6411417051)

A. TAKSONOMI
Taksonomi Culex pipens menurut Romosfer dan Stoffolano (1998) adalah
sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Classis : Insecta

Subclassis : Pterygota

Ordo : Diptera

Subordo : Nematocera

Familia : Culicidae

Subfamilia : Culianeae

Genus : Culex

Spesies : Culex Pipiens

B. MORFOLOGI
Nyamuk Culex sp., mempunyai ukuran kecil sekitar 4-13 mm dan
tubuhnya rapuh. Pada kepala terdapat probosis yang halus dan panjangnya
melebihi panjang kepala. Probosis pada nyamuk betina digunakan sebagai alat
untuk menghisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan digunakan untuk
menghisap zat-zat seperti cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan juga
keringat. Terdapat palpus yang mempunyai 5 ruas dan sepasang antena dengan
jumlah ruas 15 yang terletak di kanan dan kiri probosis. Pada nyamuk jantan
terdapat rambut yang lebat (plumose) pada antenanya, sedangkan pada nyamuk
betina jarang terdapat rambut (pilose) (Shidqon, 2016).
Sebagian besar thoraks yang terlihat dilingkupi bulu-bulu halus. Bagian
belakang dari mesonotum ada skutelum yang terdiri dari tiga lengkungan
(trilobus). Sayap nyamuk berbentuk panjang akan tetapi ramping, pada
permukaannya mempunyai vena yang dilengkapi sisik-sisik sayap (wing scales)
yang letaknya menyesuaikan vena. Terdapat barisan rambut atau yang biasa
disebut fringe terletak pada pinggir sayap. Abdomen memiliki 7 ruas dan
bentuknya menyerupai tabung dimana dua ruas terakhir mengalami perubahan
fungsi sebagai alat kelamin. Kaki nyamuk berjumlah 3 pasang, letaknya
menempel pada toraks, setiap kaki terdiri atas 5 ruas tarsus 1 ruas femur dan 1
ruas tibia (Shidqon, 2016).

Gambar 1.1 Morfologi culex pipens


C. SIKLUS HIDUP
Nyamuk Culex pipens memiliki siklus hidup sempurna mulai dari telur, larva,
pupa, dan imago (dewasa), antara lain sebagai berikut :

Gambar 1.2 Siklus hidup culex sp.,

1. Telur

Seekor nyamuk betina dapat menempatkan 100-400 butir telur pada tempat
peindukan, biasanya sekali bertelur menghasilkan 100 telur. Telur akan menjadi
jentik setelah sekitar 2 hari. Masing-masing spesies nyamuk memiliki perilaku
dan kebiasaan yang berbeda satu sama lain. Di atas permukaan air, nyamuk Culex
sp., menempatkan telurnya secara menggerombol dan berkelompok untuk
membentuk rakit. Oleh karena itu mereka dapat mengapung di atas permukaan
air. Telur dapat bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama dalam bentuk
dorman. Namun, bila air cukup tersedia, telur-telur itu biasanya menetas 2-3 hari
sesudah diletakkan.
Gambar 1.3 struktur telur dari nyamuk culex sp.,

2. Larva

Telur akan mengalami penetasan dalam jangka waktu 2-3 hari sesudah terjadi
kontak dengan air. Faktor temperatur, tempat perkembangbiakan, dan keberadaan
hewan pemangsa akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan larva.
Lama waktu yang diperlukan pada keadaan optimum untuk tumbuh dan
berkembang mulai dari penetasan sampai menjadi dewasa kurang lebih 7-14 hari
(Shidqon, 2016). Nyamuk Culex mempunyai 4 tingkatan atau instar sesuai dengan
pertumbuhan larva tersebut, yaitu :

Gambar 1.4 Perkembangan larva nyamuk culex sp.


1. Larva instar I, berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm atau 1-2 hari setelah
menetas. Duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernafasan
pada siphon belum jelas.
2. Larva instar II, berukuran 2,5-3,5 mm atau 2-3 hari setelah telur menetas.
Duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.
3. Larva instar III, berukuran 4-5 mm atau 3-4 hari setelah telur menetas.
Duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat
kehitaman.
4. Larva IV, berukuran paling besar yaitu 5-6 mm atau 4-6 hari setelah telur
menetas, dengan warna kepala.

3. Pupa

Stadium paling akhir dari metamorfosis nyamuk yang bertempat di dalam air
adalah pupa. Tubuh pupa berbentuk bengkok dan kepalanya besar. Sebagian kecil
tubuh pupa kontak dengan permukaan air, berbentuk terompet panjang dan
ramping, setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk Culex sp. Pada stadium ini tidak
membutuhkan nutrisi dan berlangsung proses pembentukan sayap sampai mampu
terbang. Stadium kepompong terjadi dalam jangka waktu mulai 1-2 hari. Pada
saat pupa menjalani fase ini pupa tidak melakukan aktivitas konsumsi sama sekali
dan kemudian akan keluar dari larva dan menjadi nyamuk yang sudah bisa
terbang dan meninggalkan air. Nyamuk memerlukan waktu 2-5 hari untuk
menjalani fase ini sampai menjadi nyamuk dewasa.

4. Dewasa

Ciri-ciri nyamuk Culex dewasa adalah berwarna hitam belang-belang putih,


kepala berwarna hitam dengan putih pada ujungnya. Pada bagian thorak terdapat
2 garis putih berbentuk kurva. Nyamuk jantan dan betina akan melakukan
perkawinan setelah keluar dari pupa. Seekor nyamuk betina akan melakukan
aktivitas menghisap darah dalam waktu 24-36 jam setelah dibuahi oleh nyamuk
jantan. Untuk proses pematangan telur sumber protein yang paling penting adalah
darah. Perkembangan nyamuk mulai dari telur sampai dewasa membutuhkan
waktu sekitar 10 sampai 12 hari. Dalam keadaan istirahat, bentuk dari nyamuk
culex yaitu hinggap dalam keadaan sejajar dengan permukaan.

Gambar 1.5 Perbedaan siklus hidup Anophelines dengan Culines

D. BIONOMIK
Setiap nyamuk memiliki waktu menggigit, kesukaan menggigit, tempat
beristirahat, dan berkembang biak yang berbeda-beda satu dengan yang lain.
Nyamuk betina melakukan aktivitas menghisap darah untuk proses pematangan
telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah namun cukup menghisap sari
bunga. Nyamuk membutuhkan 3 macam tempat dalam kehidupannya, yaitu
tempat untuk memperoleh umpan atau darah, tempat untuk melakukan istirahat
dan tempat untuk melangsungkan perkembangbiakan.

1. Tempat Tinggal (Resting Places)


Pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab, dan aman
untuk beristirahat. Nyamuk akan melakukan istirahat selama 2 sampai 3 hari
sesudah menggigit orang atau hewan. Kebiasaan beristirahat setiap jenis nyamuk
berbeda-beda satu dengan lainnya. Nyamuk Culex sp mempunyai kesukaan
beristirahat di dalam rumah. Spesies nyamuk ini sering kali ditemukan berada di
dalam rumah, sehingga sering disebut sebagai nyamuk rumahan. Tempat istirahat
nyamuk Culex di dalam rumah yaitu pada waktu siang hari. Tempat beristirahat
yang disenangi nyamuk Culex adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang
terang seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah, nyamuk ini
beristirahat di baju-baju yang digantung, kelambu, tirai, dan perabotan rumah
tangga yang berwarna gelap. Di luar rumah nyamuk ini beristirahat pada tanaman-
tanaman yang ada di luar rumah.

2. Perilaku Menggigit (Feeding Habit)


Nyamuk Culex sp senang menghisap darah manusia dan hewan khususnya
pada malam hari. Unggas, kambing, kerbau, dan sapi adalah binatang peliharaan
yang sering menjadi sasaran gigitan nyamuk Culex sp. Culex adalah spesies
nyamuk yang mempunyai sifat antropofilik dan zoofilik, karena suka melakukan
aktivitas menghisap darah di malam hari baik di dalam maupun di luar rumah.
Nyamuk Culex sp disebut nocturnal atau memiliki kebiasaan menggigit manusia
dan hewan utamanya pada malam hari. Waktu yang biasanya digunakan oleh
nyamuk Culex sp., untuk menghisap darah adalah beberapa jam sesudah
terbenamnya matahari hingga sebelum matahari terbit. Pada pukul 01.00-02.00
merupakan puncak dari aktivitas menggigit nyamuk Culex sp.

Kebiasaan cara makan nyamuk culex cukup unik, karena hanya nyamuk
culex betina dewasa yang menghisap darah manusia dan hewan. Nyamuk culex
jantan tidak menghisap darah, melainkan menghisap madu tanaman. Nyamuk
betina memerlukan darah yang cukup untuk bertelur. Jarak terbang betina
biasanya lebih jauh daripada jantan. Kekuatan dan arah angin berpengaruh dalam
penyebaran atau migrasi nyamuk. Kebanyakan nyamuk tetap dalam satu atau dua
kilometer dari sumber makan mereka. Nyamuk tidak dapat terbang cepat, hanya
sekitar 4 kilometer per jam. Frekuensi menghisap darah dipengaruhi oleh suhu
serta kelembaban yang disebut dengan siklus gonotrofik. Untuk iklim tropis
biasanya siklus ini berlangsung sekitar 48-96 jam.

Berbagai petunjuk memungkinkan nyamuk untuk menghisap darah


manusia atau hewan. Selain itu, mereka dapat mendeteksi karbondioksida yang
dihembuskan oleh tuan rumah mereka walaupun berada jauh. Nyamuk juga
merasakan bahan kimia tubuh, seperti asam laktat dalam keringat. Beberapa orang
lebih menarik perhatian nyamuk dibandingkan yang lain. Seseorang tidur di
ruangan yang dipenuhi nyamuk mungkin bangun dengan puluhan gigitan nyamuk,
sementara orang tidur di samping mereka tidak ada. Demikian pula, orang
bereaksi berbeda terhadap gigitan nyamuk, beberapa menunjukkan tanda yang
sangat sedikit digigit, sementara yang lain menunjukkan kemerahan besar,
bengkak, dan gatal. Hal tersebut adalah reaksi alergi terhadap air liur nyamuk
Setiap orang mempunyai reaksi berbeda terhadap gigitan nyamuk. Nyamuk
terbang lebih dekat dengan target yang gelap. Setelah menemukan mangsa,
nyamuk menyuntikkan air liur ke luka.

3. Tempat Perkembangniakan (Breeding Places)


Nyamuk cenderung memilih tempat perkembangbiakan yang berwarna
gelap, terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar, berisi air tawar
jernih, dan tenang. Tempat perkembangbiakan nyamuk bisa terletak di dalam
maupun di luar rumah. Tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, bak
air WC, tandon air minum, tempayan, gentong air, ember, dan lain-lain
merupakan tempat di dalam rumah yang bisa dijadikan sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk.

Tempat peletakan telur nyamuk yang terletak di luar rumah antara lain
drum, kaleng bekas, botol bekas, pot bekas, pot tanaman hias yang terisi air hujan,
dan lain-lain. Pada tempat penampungan air alami misalnya pada lubang pohon
dan pelepah-pelepah daun juga dapat ditemukan telur nyamuk. Nyamuk Culex
menyukai tempat perindukan pada gengangan air yang kotor dan memiliki aliran
yang relatif statis.

Puncak kepadatan dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau


kepadatan meningkat, hal ini disebabkan banyak terbentuk tempat perindukan
berupa genangan air di pinggir sungai dengan aliran lambat atau tergenang.
Perkembangbiakan nyamuk cenderung menurun bila aliran sungai menjadi deras
(flushing) yang tidak memungkinkan adanya genangan di pinggir sungai sebagai
tempat perindukan.
4. Faktor Lingkungan Fisik yang Mempengaruhi Kelangsungan Hidup
Nyamuk Culex Pipiens
 Suhu

Suhu udara mempengaruhi perkembangan parasit dalam tubuh nyamuk. Makin


tinggi suhu (sampai batas tertentu), makin pendek masa inkubasi ekstrinsik
(sporogoni) dan sebaliknya, makin rendah suhu semakin panjang masa inkubasi
ekstrinsiknya. Pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang
dari 10ºC atau lebih dari 40ºC. Toleransinya terhadap suhu tergantung pada
spesies nyamuknya, tetapi pada umumnya suatu spesies tidak akan tahan lama bila
suhu lingkungan meninggi 5ºC – 6ºC di atas, dimana spesies secara normal dapat
beradaptasi.

 Kelembaban Udara

Kelembaban udara adalah banyak uap air yang terkandung dalam udara yang
biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban udara yang terlalu tinggi
dapat mengakibatkan keadaan rumah menjadi basah dan lembab yang
memungkinkan berkembangbiaknya kuman atau bakteri penyebab penyakit.
Kelembaban yang baik berkisar antara 40% – 70%. Pada keadaan ini nyamuk
tidak dapat bertahan hidup akibatnya umur nyamuk menjadi lebih pendek,
sehingga nyamuk tersebut tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit di dalam
tubuh nyamuk.

 Pencahayaan

Pencahayaan ialah jumlah intensitas cahaya menuju ke permukaan per unit luas.
Merupakan pengukuran keamatan cahaya tuju yang diserap. Begitu juga dengan
kepancaran berkilau yaitu intensitas cahaya per unit luas yang dipancarkan dari
pada suatu permukaan. Dalam unit terbitan SI, kedua-duanya diukur dengan
menggunakan unit lux (lx) atau lumen per meter persegi (cd.sr.m-2). Cahaya
merupakan faktor utama yang mempengaruhi nyamuk beristirahat pada suatu
tempat. Intensitas cahaya yang rendah dan kelembaban yang tinggi merupakan
kondisi yang baik bagi nyamuk. Intensitas cahaya merupakan faktor terbesar yang
mempengaruhi aktivitas terbang nyamuk. Intensitas pencahayaan untuk kehidupan
nyamuk adalah < 60 lux.

 Curah Hujan

Terdapat hubungan langsung antara curah hujan dan perkembangan larva nyamuk
menjadi nyamuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh bergantung pada jenis vektor,
derasnya hujan, dan jenis tempat perindukan. Hujan mempengaruhi
perkembangan nyamuk melalui 2 cara, yaitu meningkatkan kelembaban udara dan
menambah jumlah tempat perkembangbiakan nyamuk. Curah hujan yang lebat
akan membersihkan nyamuk, sedangkan curah hujan sedang tetapi jangka
waktunya lama dapat memperbesar kesempatan nyamuk berkembangbiak.

 Kecepatan Angin

Angin mempengaruhi evaporasi air dan suhu udara. Angin dapat berpengaruh
pada penerbangan dan penyebaran nyamuk. Bila kecepatan angin 11-14 km/jam,
akan menghambat penerbangan nyamuk. Kecepatan angin pada saat matahari
terbit dan tenggelam yang merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau ke
luar rumah adalah salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara
manusia dan nyamuk. Jarak terbang nyamuk (flight range) dapat diperpendek atau
diperpanjang menurut arah angin.

 Ketinggian Lokasi

Keadaan geografis seperti ketinggian memengaruhi penularan penyakit. Nyamuk


tidak menyukai ketinggian lebih dari 1.000 m di atas permukaan laut. Kadar
oksigen juga memengaruhi daya tahan tubuh seseorang. Semakin tinggi letak
pemukiman, maka akan semakin rendah kadar oksigennya. Nyamuk tersebar luas
di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di
rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan
berkembangbiak sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dari permukaan air laut. Di
atas ketinggian 1.000 m nyamuk tidak dapat berkembangbiak, karena pada
ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan
adanya kehidupan bagi nyamuk tersebut.
E. PENYAKIT YANG DITULARKAN
Jentik-jentik nyamuk culex seringkali terlihat dalam jumlah yang sangat
besar di selokan-selokan air kotor. Jenis-jenis nyamuk seperti culex pipiens dapat
menularkan penyakit filariasis (kaki gajah), ensefalitis, dan virus chikungunya
(Sembel, 2008).

Tabel 1.1 Penyakit-penyakit yang dapat ditularkan oleh nyamuk culex pipiens

Penyakit Penyebab
1. Filariasis Parasit nematoda (Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, atau
Brugia Timori)

2. Ensefalitis Enchephalitisdes Virus


3. Chikungunya Virus Chikungunya

(Sumber : Buku Entomologi Kedokteran tahun 2008)


F. SIKLUS PENDERITA

Gambar 1.6 Siklus Penularan Penyakit Filariasis oleh nyamuk Culex sp.,

Gambar 1.6 Siklus Penularan Penyakit Japanese Enchephalitis oleh nyamuk Culex
Gambar 1.6 Siklus Penularan Penyakit Chikungunya oleh nyamuk Culex sp.,

G. UPAYA PENGENDALIAN
Tabel 1.2 Upaya pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk culex sp.,

Penyakit Pengendalian
1. Filariasis  Gerakan 3M (Menguras, menimbun, mengubur)
 Penggunaan net atau kawat kasa dan memakai
2. Ensefalitis
pakaian yang dapat menutupi seluruh tubuh untuk
mencegah gigitan nyamuk
 Penyemprotan insektisida atau larvasida (abate)
untuk mengeliminasi atau menurunkan populasi
vektor nyamuk.
 Pemberdayaan masyarakat
 Penggunaan zat penolak serangga sesuai dengan
yang direkomendasikan, yaitu yang mengandung
DEET (diethylmetatoluamide) misalnya : autan,
soffel, dsb.
 Pengendalian hayati dengan menggunakan
patogen mikroba seperti, Bacillus Sphaericus,dsb.
(Sumber : Buku Entomologi Kedokteran tahun 2008)

DAFTAR PUSTAKA

Sembel, D. T. (2008). Entomologi Kedokteran. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.


Shidqon, M. A. (2016). Skripsi. Bionomik Nyamuk Culex Sp Sebagai Vektor
Penyakit Filariasis Wuchereria Bancrofti (Studi Di Kelurahan Banyurip
Kecamatan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan Tahun 2015), 19–31.
Semarang.
Culex quinquefasciatus
Zahrotun Nisak (6411417033)

Culex quinquefasciatus (nyamuk rumah Selatan) adalah nyamuk coklat


berukuran sedang vektor nyamuk penting dari virus seperti virus West Nile dan
St Louis ensefalitis virus, Japaneseenchepalitis, serta nematoda yang
menyebabkan limfatik filariasis. C. quinquefasciatus adalah salah satu spesies
dalam kompleks spesies Culex pipiens dan dapat ditemukan di seluruh iklim
tropis dan sedang di dunia. Nama lain nyamuk Culex quinquefasciatus adalah
Culex pipiens fatigans.
1. Taksonomi
Nyamuk dewasa dapat berukuran 4 – 10 mm (0,16 – 0,4 inci). Dan
dalam morfologinya nyamuk memiliki tiga bagian tubuh umum: kepala, dada, dan
perut. Nyamuk Culex yang banyak di temukan di Indonesia yaitu jenis Culex
quinquefasciatus (Supartha, 2008) Klasifikasi Culex menurut (Hiswani, 2004)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Subordo : Nematocera
Family : Culicidae
Subfamilia : Culianeae
Genus : Culex
Species : Culex quinquefasciatus

2. Morfologi

Nyamuk mempunyai beberapa ciri yaitu tubuhnya dibedakan atas kaput,


toraks, abdomen dan mempunyai 3 pasang kaki dan sepasang antena. Satu pasang
sayap dan halter menempatkan nyamuk dalam ordo Diptera. Sisik pada sayap dan
adanya alat mulut yang panjang seperti jarum menempatkan nyamuk ke dalam
familia Culicidae (Borror dkk., 1992). Genus Culex dicirikan dengan bentuk
abdomen nyamuk betina yang tumpul pada bagian ujungnya.
Kepala Culex umumnya bulat atau sferik dan memiliki sepasang mata,
sepasang antena, sepasang palpi yang terdiri atas 5 segmen dan 1 probosis antena
yang terdiri atas 15 segmen. Berbeda dengan Aedes, pada genus Culex tidak
terdapat rambut pada spiracular maupun pada post spiracular. Panjang palpus
maxillaries nyamuk jantan sama dengan proboscis. Bagian toraks nyamuk terdiri
atas 3 bagian yaitu protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Bagian metatoraks
mengecil dan terdapat sepasang sayap yang mengalami modifikasi menjadi halter.
Abdomen terdiri atas 8 segmen tanpa bintik putih di tiap segmen. Ciri lain dari
nyamuk Culex adalah posisi yang sejajar dengan bidang permukaan yang
dihinggapi saat istirahat atau saat menusuk dengan kaki belakang yang sedikit
terangkat (Setiawati, 2000). Genus Culex dikenali dengan struktur sketelumnya
yang trilobus, ujung abdomen yang tumpul dan badannya yang penuh dengan
sisik-sisik. Selain itu, struktur yang membedakan genus ini dengan genus yang
lain adalah struktur yang disebut pulvilus yang berdekatan dengan kuku diujung
kaki nyamuk (Setiawati, 2000). Nyamuk Culex quinquefasciatus berwarna coklat,
berukuran sedang, dengan bintik-bintik putih di bagian dorsal abdomen.
Sedangkan kaki dan proboscis berwarna hitam polos tanpa bintik-bintik putih.
Spesies ini sulit dibedakan dengan nyamuk genus Culex lainnya.
3. Siklus Hidup

Seluruh siklus hidup Culex quinquefasciatus mulai dari telur hingga


dewasa membutuhkan waktu sekitar 14 hari. Untuk bertelur, nyamuk betina akan
mencari tempat yang sesuai seperti genangan air yang lembab.
Nyamuk Culex sp memiliki siklus hidup sempurna mulai dari telur, larva,
pupa dan imago (dewasa) antara lain sebagai berikut:
a. Telur

Seekor nyamuk betina dapat menempatkan 100-400 butir telur pada


tempat perindukan, yakni di atas permukaan air secara bergerombol dan bersatu
membentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung. Sekali bertelur
menghasilkan 100 telur dan biasanya dapat bertahan selama 6 bulan. Telur akan
menjadi jentik setelah sekitar 2 hari.
Biasanya pada genus Culex , telur Culex quinquefasciatus diletakkan
dalam rakit oval yang disemen secara longgar bersama-sama dengan 100 atau
lebih telur dalam rakit yang biasanya akan menetas 24 hingga 30 jam setelah
dilawan.
b. Larva

Salah satu ciri dari larva nyamuk Culex adalah memiliki siphon. Siphon
dengan beberapa kumpulan rambut membentuk sudut dengan permukaan air.
Nyamuk Culex mempunyai 4 tingkatan atau instar sesuai dengan pertumbuhan
larva tersebut, yaitu :
1. Larva instar I, berukuran paling kecil yaitu 1 – 2 mm atau 1 – 2 hari
setelah menetas. Duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong
pernafasan pada siphon belum jelas.
2. Larva instar II, berukuran 2,5 – 3,5 mm atau 2 – 3 hari setelah telur
menetas. Duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.
3. Larva instar III, berukuran 4 – 5 mm atau 3 – 4 hari setelah telur menetas.
Duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat
kehitaman.
4. Larva IV, berukuran paling besar yaitu 5 – 6 mm atau 4 – 6 hari setelah
telur menetas, dengan warna kepala
Kepala larva pendek dan gemuk menjadi lebih gelap ke arah pangkalan.
Sikat mulut memiliki filamen kuning panjang yang digunakan untuk menyaring
bahan organik. Perut terdiri dari delapan segmen, siphon, dan pelana. Setiap
segmen memiliki pola setae yang unik (Sirivanakarn dan White 1978). Sifon
berada di sisi punggung perut, dan di Culex quinquefasciatus sifon empat kali
lebih panjang daripada lebar dengan beberapa jumbai setae (Darsie dan Morris
2000). Pelana berbentuk barel dan terletak di sisi perut perut dengan empat papila
anal panjang yang menonjol dari ujung posterior.
c. Pupa

Tubuh pupa berbentuk bengkok dan kepalanya besar. Pupa


membutuhkan waktu 2-5 hari. Pupa tidak makan apapun. Sebagian kecil tubuh
pupa kontak dengan permukaan air, berbentuk terompet panjang dan ramping,
setelah 1 – 2 hari akan menjadi nyamuk Culex
Mirip dengan spesies nyamuk lainnya, pupa Culex quinquefasciatus
berbentuk koma dan terdiri atas kepala dan thorax yang menyatu (cephalothorax
dan perut). Warna cephalothorax bervariasi dengan habitat dan menggelapkan di
sisi posterior. Sangkakala, yang digunakan untuk bernafas, adalah sebuah tabung
yang melebar dan menjadi lebih terang warnanya karena memanjang dari tubuh.
Perut memiliki delapan segmen. Empat segmen pertama adalah yang paling gelap,
dan warnanya cerah ke arah posterior. Dayung, di puncak perut, tembus dan kuat
dengan dua setae kecil di ujung posterior.
d. Imago/Dewasa
Keterangan : 1. Kaki belakang
2. Kepala
3. Palp
4. Palp kecil
5. Belalai
6. 6.Torak
7. Kaki tengah
8. Abdomen
9. Sayap
10. Antena
Culex quinquefasciatus dewasa bervariasi dari 3,96 hingga 4,25 mm
(Lima et al. 2003). Nyamuk berwarna coklat dengan belalai, dada, sayap, dan tarsi
lebih gelap daripada bagian tubuh lainnya. Kepala berwarna cokelat muda dengan
bagian paling ringan di tengah. Antena dan belalai kira-kira memiliki panjang
yang sama, tetapi dalam beberapa kasus antena sedikit lebih pendek dari belalai.
Flagel memiliki tiga belas segmen yang memiliki beberapa skala tanpa skala
(Sirivanakarn et al. 1987). Sisik toraks sempit dan melengkung. Perut memiliki
pita pucat, sempit, bundar di sisi basal setiap tergite. Band-band hampir tidak
menyentuh bintik-bintik basolateral mengambil bentuk setengah bulan (Darsie
dan Ward 2005).
4. Bionomic
Culex quinquefasciatus betina terbang pada malam hari ke genangan air
yang kaya nutrisi di mana mereka akan bertelur. Mereka akan oviposit di perairan
mulai dari daerah air limbah hingga pemandian burung, ban bekas, atau wadah
apa pun yang menampung air. Jika air menguap sebelum telur menetas atau larva
menyelesaikan siklus hidupnya, mereka mati.

Larva memakan bahan biotik dalam air dan membutuhkan antara 5-8
hari untuk menyelesaikan perkembangannya pada suhu 30 ° C (Gerberg et al.
1994). Larva berkembang melalui empat instar larva, dan menjelang akhir instar
keempat mereka berhenti makan dan berganti kulit menjadi tahap kepompong.
Setelah 36 jam pada 27 ° C dewasa muncul dari tahap kepompong (Gerberg et al.
1994). Waktu pengembangan dalam kondisi alami untuk semua tahap bervariasi
dan tergantung pada suhu.
Nyamuk jantan dan betina mengambil makanan gula dari tanaman.
Setelah kawin, betina mencari makan darah. Culex quinquefasciatus adalah
pengumpan oportunistik, memakan mamalia dan / atau burung sepanjang malam.
Jantan bertahan hidup hanya dengan makanan gula, sementara betina akan
mengambil banyak makanan darah. Setelah nyamuk betina mencerna makan
darah dan telur berkembang, dia menemukan tempat yang cocok untuk bertelur,
dan siklus dimulai lagi. Seekor betina tunggal dapat bertelur hingga lima rakit
telur dalam seumur hidup (Gerberg et al. 1994). Jumlah telur per rakit bervariasi
dengan kondisi iklim.
Nyamuk tertarik pada benda dan pakaian berwarna gelap, manusia serta
hewan. Hal ini disebabkan oleh rangsangan bau zat-zat yang dikeluarkan
hewan, terutama CO2 dan beberapa asam amino. Berbeda dengan nyamuk
Anopheles, nyamuk genus Culex mempunyai kebiasaan menghisap pada malam
hari saja. Jarak terbang nyamuk Culicini sangat pendek hanya beberapa puluh
meter saja
5. Penyakit yang Ditularkan
Culex quinquefasciatus adalah vektor dari banyak patogen manusia, dan
hewan peliharaan dan hewan liar. Virus yang ditularkan oleh spesies ini termasuk
WNv, SLEv, dan Western equine encephalitis virus (WEEv). Virus ini
meningkatkan jumlahnya pada burung dan kemudian menginfeksi nyamuk yang
menggigit burung selama musim bersarang burung di musim semi. Nyamuk dapat
menularkan virus ke manusia. Ensefalitis St. Louis tergantung pada usia, lebih
banyak menyerang manusia yang lebih tua daripada yang muda. Gejala penyakit
ini mirip flu dan dapat berkisar dari demam dan sakit kepala hingga kekakuan dan
kebingungan. Setelah periode beberapa hari, otak mungkin mulai membengkak,
disertai dengan depresi, kegembiraan ekstrem, mengantuk, atau sulit tidur (CDC
Juni 2007). Manusia tidak mengembangkan tingkat tinggi virus dalam darah dan
oleh karena itu dianggap inang buntu yang tidak dapat menginfeksi nyamuk .
Culex quinquefasciatus kemungkinan memainkan peran penting dalam
mempertahankan virus dalam populasi burung, dan mampu menularkannya ke
manusia.
Di luar AS, Culex quinquefasciatus bertanggung jawab untuk
mentransmisikan nematoda filaria, Wuchereria bancrofti (Afrika Tropis dan Asia
Tenggara), dan virus demam Rift Valley (RVF) (Afrika). Wuchereria bancrofti
adalah nematoda filaria yang dapat menyebabkan filariasis limfatik. Saat ini, di
seluruh dunia ada sekitar 120 juta kasus limfatik filariasis (WHO 2000). Nyamuk
mengambil mikrofilaria dari vertebrata yang terinfeksi. Nematoda berkembang di
dalam nyamuk, dan diteruskan ke vertebrata lain. Demam Rift Valley telah
menyebabkan epidemi besar di Afrika dan Asia. Pada tahun 1997, 300 kasus
manusia RVF dilaporkan di Kenya dan Somalia selatan.
6. Siklus Penderita
a. Filariasis

Keterangan:
1. Selama mengisap darah, nyamuk Culex quinquefasciatus yang terinfeksi
memasukkan larva stadium tiga (L-3) melalui kulit manusia dan penetrasi
melalui luka bekas gigitan.
2. Larva berkembang menjadi dewasa dan pada umumnya habitatnya pada
kelenjar limfatik.
3. Cacing dewasa menghasilkan microfilaria yang migrasi ke limfe dan
mencapai sirkulasi darah perifer.
4. Nyamuk mengingesti microfilaria selama mengisap darah.
5. Setelah masuk dalam tubuh nyamuk, selubung (sheath) dari microfilaria
terlepas dan melalui dinding proventikulus dan ke usus bagian tengah
(midgut) kemudian mencapai otot toraks.
6. Microfilaria berkembang menjadi larva stadium pertama (L-1)
7. kemudian menjadi L-2 dan selanjutnya menjadi larva stadium tiga (L-3).
8. Larva stadium tiga bermigrasi menuju probosis.
9. dan dapat menginfeksi penderita yang lain ketika mengisap darah.
b. Japanese Encephalist

Japanese Encephalitis (JE) adalah penyakit radang otak (Ensefalitis) yang


disebabkan oleh virus JE. Manusia dapat terinfeksi virus JE karena ini merupakan
penyakit bersumber binatang (zoonosis) yang ditularkan melalui vektor penyebar
virus JE yaitu nyamuk Culex yang terinfeksi virus JE. Jenis nyamuk ini
merupakan yang biasa ditemukan di sekitar rumah antara lain area persawahan,
kolam atau selokan (daerah yang selalu digenangi air). Sedangkan reservoarnya
adalah babi, kuda dan beberapa spesies burung.

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala Ensefalitis biasanya muncul antara 4-14 hari setelah
gigitan nyamuk (masa inkubasi) dengan gejala utama berupa demam tinggi yang
mendadak, perubahan status mental, gejala gastrointestinal, sakit kepala, disertai
perubahan gradual gangguan bicara, berjalan, adanya gerakan involuntir
ekstremitas ataupun disfungsi motorik lainnya. Pada anak, gejala awal biasanya
berupa demam, iritabilitas, muntah, diare, dan kejang. Kejadian kejang terjadi
pada 75% kasus anak. Sedangkan pada penderita dewasa, keluhan yang paling
sering muncul adalah sakit kepala dan gejala peningkatan tekanan intrakranial.

JE bisa menyebabkan kematian, angka kematian akibat JE berkisar antara


5 30%. Angka kematian ini lebih tinggi pada anak, terutama anak berusia kurang
dari 10 tahun. Bilapun bertahan hidup, bisanya penderita seringkali mengalami
gejala sisa (sekuele), antara lain gangguan sistem motorik (motorik halus,
kelumpuhan, gerakan abnormal); gangguan perilaku (agresif, emosi tak terkontrol,
gangguan perhatian, depresi); atau gangguan intelektual (retardasi); atau gangguan
fungsi neurologi lain (gangguan ingatan/memori, epilepsi, kebutaan).

Sampai saat ini belum ada obat khusus untuk menyembuhkan penyakit ini,
hanya dapat mengurangi gejala (mencegah perburukan kasus). Oleh karena itu,
upaya pencegahan sangat penting. JE dapat dicegah dengan pemberian imunisasi
dan menghindari gigitan nyamuk (vektor penular JE).

Faktor Risiko dan Pencegahan

Peningkatan penularan penyakit ini ditengarai disebabkan beberapa faktor


risiko, antara lain: 1) Peningkatan populasi nyamuk pada musim hujan; 2) Tidak
adanya antibodi spesifik JE baik yang didapat secara alamiah maupun melalui
imunisasi; 3) Tinggal di daerah endemik JE; serta 4) Perilaku yang dapat
meningkatkan kemungkinan digigit oleh nyamuk misalnya tidur tanpa
menggunakan kelambu.
Adapun intervensi yang paling utama dalam pencegahan dan pengendalian JE
adalah pengendalian vektor baik secara kimiawi maupun non kimiawi, menjaga
kebersihan lingkungan permukiman dan peternakan bebas dari habitat
perkembangbiakan nyamuk penular JE, penguatan surveilans, dan imunisasi JE
pada manusia di samping vaksinasi hewan (babi, kuda dan unggas). Imunisasi
merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah JE pada manusia.

7. Pengendalian
Secara garis besar ada 4 cara pengendalian vector, yaitu dengan cara 1)
kimiawi, 2) biologis, 3) radiasi, dan 4) mekanik/pengelolaan lingkungan.
Pengendalian secara kimiawi biasanya digunakan insektisida dari
golongan orghanochlorine, organophosphor, carbamate dan pyrethoid. Bahan-
bahan tersebut dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan terhadap rumah-
rumah penduduk
Insektisida dapat digunakan untuk mengendalikan larva dan nyamuk
dewasa. Larvisida diaplikasikan pada air di dekat tempat larva terkonsentrasi.
Metode ini mengurangi jumlah terbesar nyamuk yang belum menghasilkan telur
dengan jumlah pestisida yang paling sedikit. Adulticides digunakan untuk dengan
cepat mengurangi populasi nyamuk dewasa di suatu daerah. Secara umum,
resistensi nyamuk terhadap insektisida tertentu dapat mengurangi efektivitas
pengendalian bahan kimia. Beberapa bahan kimia memerlukan aplikator pestisida
berlisensi untuk melakukan aplikasi. Sebelum melanjutkan dengan kontrol kimia,
hubungi layanan pembasmi vektor terlebih dahulu.
Pengendalian Lingkungan antara lain dengan mencegah nyamuk kontak
dengan manusia yaitu dengan memasang kawat kasa pada lubang ventilasi,
jendela dan pintu. Cara yang lain yaitu dengan gerakan 3M “Plus” yaitu: 1)
menguras tempat-tempat penampungan air, 2) menutup rapat tempat
penampungan air, 3) menimbun barang-barang bekas atau sampah yang dapat
menampung air hujan dalam tanah. “Plus” menabur bubuk pembasmi jentik
(larvasida), memelihara ikan pemakan jentik di tempat penampungan air dan
pemasangan kelambu.
Perlindungan pribadi, pengurangan habitat larva, adalah cara terbaik untuk
mengurangi gigitan nyamuk dan oleh karena itu penularan patogen yang
ditularkan nyamuk. Karena Culex quinquefasciatus aktif di malam hari, kemeja
lengan panjang dan obat nyamuk direkomendasikan untuk kegiatan di luar malam
hari, serta mengurangi jumlah aktivitas luar juga menurunkan risiko gigitan Culex
quinquefasciatus .
Culex quinquefasciatus sangat bergantung pada lingkungan akuatik yang
kaya nutrisi. Maka sangat penting untuk mengurangi atau menghilangkan jenis
lingkungan akuatik ini. Di sekitar rumah ini bisa dilakukan dengan tidak
menyiram tanaman, mengganti air di piring air hewan peliharaan, mengganti air di
pemandian burung setidaknya sekali seminggu, membuang wadah penampung air
yang tidak perlu, dan menjaga kebersihan kolam. Wadah penampung air yang
tidak dapat dilepas dapat ditutup atau dibalikkan, ban bekas harus dihilangkan,
dan parit drainase harus tetap bersih dari sampah yang akan menghambat aliran.

Culex tritaeniorhynchus
Mayditania Intan Bunga Pratiwi (6411417052)
Taksonomi

Klasifikasi Culex sp. adalah sebagai berikut (ITIS. 2016):

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta/ Hexapoda

Ordo : Diptera

Subordo : Nematocera

Famili : Culicidae

Genus : Culex

Species : Culex tritaeniorhynchus

Di Indonesia terdapat ± 82 spesies populasi Culex, beberapa diantara


merupakan vektor penyakit Japanese Encephalitis (JE) dan Filariasis (Kaki
Gajah). Dalam Sejarahnya, Culex tergolong dalam serangga yang cukup tua
keberadaannya di dunia. Culex telah ada sejak 26-38 juta tahun lalu, seperti jenis
nyamuk yang lain, culex termasuk jenis serangga yang paling adaptif. Mampu
beradaptasi pada berbagai lingkungan. Keberadaan culex hampir tersebar di
seluruh dunia, khususnya di daerah tropis dan sub tropis. Spesies yang tersebar
paling luas adalah culex pipiens atau Cules quinquefasciatus. Spesies lain lebih
sedikit distribusinya, seperti Culex tritaeniorhynchus hanya ditemukan di daerah
sub tropis dan tropis di benua asia dan afrika. Culex gelidus dan Culex lain dalam
group Vishnui, justru lebih sedikit ditemukan di Asia Selatan, Indocina dan India.
Sedangkan Culex tarsalis banyak di temukan di daerah Amerika Utara.
Kehidupan nyamuk dari genus Culex dapat dengan mudah dibedakan
dengan genera nyamuk yang lain. Dari segi warna tubuh, warna Culex cenderung
coklat dan coklat kehitam-hitaman. Ukurannya tidak terlalu besar dan habitatnya
berada disekitar rumah, maka sering disebut nyamuk rumahan.
Tubuh Culex tidak menampakkan adanya bercak putih hitam pada kaki,
abdomen dan thoraknya. Culex memiliki palpi yang panjang kurang dari setengah
dari panjang proboscisnya. Pada keadaan istirahat, Culex memiliki membentuk
posisi mendatar atau paralel dengan permukaan bidang datar. Culex betina
meletakkan telur dalam bentuk berkelompok yang tersusun rapi diatas permukaan
air, sehingga berbentuk seperti rakit. Culex ini meletakkan telurnya pada
habitatnya yang berupa dark water atau air yang terkena polusi dengan kondisi air
yang relatif tenang, dimana banyak terdapat nutrisi organik yang dibutuhkan
larvanya untuk makanan. Biasanya tempat perkembangbiakan Culex ini selalu
dekat dengan tempat Culex dewasa menghisap darah.
Telur Culex ini awalnya berwarna putih, namun kelama-lamaan telur ini
akan berubah warna menjadi hitam. Pada keadaan yang mendukung, dalam waktu
1-2 hari telur Culex akan menetas mengeluarkan larva yang berwarna putih. Larva
Culex menghabiskan waktu untuk tumbuh dan berkembang antara 7-8 hari.Larva
akan memakan zat-zat organik dan organisme kecil yang hidup di habitatnya.
Larva Culex memiliki siphon, yang berfungsi sebagai alat pernafasannya.
Adanya siphon pada ujung abdomen ini menjadikan larva Culex pada kondisi
istirahat membentuk sudut terhadap permukaan air.
Pupa merupakan fase berikutnya setelah larva. Dalam fase ini tidak ada
aktifitas makan. Fase ini merupakan perubahan fisiologis banyak terjadi sampai
menghasilkan nyamuk dewasa. Waktu yang dibutuhkan pupa untuk tumbuh
menjadi nyamuk dewasa berlangsung singkat antara 1-2 hari. Nyamuk yang baru
menetas ini tidak langsung terbang, ia akan menunggu sampai sayapnya benar-
benar kering dan kokoh untuk terbang. Nyamuk betina sendiri akan terbang untuk
menghisap darah guna pematangan telurnya, sedangkan nyamuk jantan akan
terbang untuk mencari sari-sari tumbuhan.
Pada umumnya Culex ini menghisap darah unggas, hewan mamalia, dan
manusia. Tapi saat lapr maka akan memakan semua tipe hewan sekalipun reptile.
Culex betina ini aktif menggigit pada pukul 21.00 - 02.00. Pada siang hari mereka
akan beristirahat pada tempat-tempat yang gelap di sekitar rumah, diantara
tanaman dan tempat lain yang terlindung dari sinar matahari. Walaupun dapat
terbang sampai jarak 2 km, tapi rata-rata Culex ini hanya aktif pada radius 200
meter.
Siklus Hidup Nyamuk (Aedes sp, Culex sp, Anopheles sp)

Nyamuk termasuk dalam kelompok serangga yang mengalami


metamormofosa sempurna dengan bentuk siklus hidup berupa telur, larva, pupa
dewasa.

1. Telur
Telur biasanya diletakkan di atas permukaan air satu per satu atau berkelompok.
Telur-telur dari jenis Culex sp diletakkan berkelompok (raft). Dalam satu
kelompok biasa terdapat puluhan atau ratusan ribu nyamuk. Telur dapat bertahan
hidup dalam waktu yang cukup lama dalam bentuk dorman. Namun, bila air
cukup tersedia, telur-telur itu biasanya menetas 2-3 hari sesudah diletakkan
(Sembel, 2009).

2. Larva
Telur menetas menjadi larva. Berbeda dengan larva dari anggota Diptera
yang lain seperti lalat yang larvanya tidak bertungkai, larva nyamuk memiliki
kepala yang cukup besar serta toraks dan abdomen yang cukup jelas. Larva dari
kebanyakan nyamuk menggantungkan diri di permukaan air. Untuk mendapatkan
oksigen dan udara, larva-larva nyamuk Culex sp biasanya menggantungkan
tubuhnya membentuk sudut terhadap permukaan air. Pertumbuhan dan
perkembangan larva dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah temperatur,
cukup tidaknya bahan makanan, ada tidaknya pemangsa dalam air dan lain
sebagainya (Soegijanto 2006). Kebanyakan larva nyamuk menyaring
mikroorganisme dan partikel-partikel lainnya yang ada di dalam air. Larva
biasanya melakukan pergantian kulit empat kali dan berpupasi sesudah tujuh hari
(Sembel, 2009).
3. Pupa
Sesudah melewati pergantian kulit keempat, maka terjadi pupasi. Pupa
berbentuk agak pendek, tidak makan, tetapi tetap aktif bergerak dalam air
terutama bila diganggu. Mereka berenang naik turun dari bagian dasar ke
permukaan air. Bila perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah dua atau
tiga hari, maka kulit pupa akan pecah dan nyamuk dewasa keluar serta terbang
(Sembel, 2009).

4. Dewasa
Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa berhenti sejenak di atas
permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayap – sayapnya dan
sesudah mampu mengembangkan sayapnya, nyamuk dewasa terbang mencari
makan. Dalam keadaan istirahat, bentuk dewasa Culex sp hinggap dalam keadaan
sejajar dengan permukaan (Sembel, 2009).

Ciri-ciri Larva Nyamuk


1. Pada sisi abdomen segmen VIII terdapat comb scale. Comb scale adalah
baris sisik seperti duri pada segmen VIII yang mempunyai bentuk dan
ukuran yang bervariasi, biasanya berjumlah 8 – 21 yang terbagi dalam
beberapa deret (Breeland dan Loyless, 1982 ).
2. Larva nyamuk Mansonia sp, Culex sp, Culiseta sp, dan Aedes sp memiliki
corong udara (siphon) pada segmen VIII, pada corong udara tersebut
terdapat pecten serta beberapa pasang siphonic tuft (Utrio, 1976).
3. Saddle adalah struktur yang mengelilingi segmen anal larva, yang terdapat
pada nyamuk Culex sp, Mansonia sp dan Aedes sp (Utrio, 1976)

4. Pada segmen kepala terdapat beberapa Antena, Mata, dan beberapa pasang
rambut seperti midfrontal hairs dan inner frontal hairs. Mid frontal hairs
adalah bulu yang terdapat pada kepala larva bagian tengah, sedangkan
Inner frontal hairs adalah bulu yang terdapat di kepala nyamuk, di bawah
midfrontal hairs (Dodge, 1966).

Morfologi larva Nyamuk

Larva nyamuk memerlukan empat tahap perkembangan. Waktu


perkembangan larva tergantung pada suhu, ketersediaan makanan dan keberadaan
larva dalam sebuah wadah. Dalam kondisi optimal, waktu yang dibutuhkan dari
telur menetas hingga menjadi nyamuk dewasa adalah tujuh hari, termasuk dua
hari dalam masa pupa. Sedangkan pada suhu rendah dibutuhkan waktu beberapa
minggu Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami 4 kali
pergantian kulit (ecdysis) dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut instar I,
II, III dan IV (Depkes RI, 2003).

(a) Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm,
duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas dan corong
pernapasan (siphon) belum menghitam.

(b) Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas,
dan corong pernapasan sudah berwarna hitam.Larva instar II mengambil
oksigen dari udara, dengan menempatkan corong udara (siphon) pada
permukaan air seolah-olah badan larva berada pada posisi membentuk
sudut dengan suhu permukaan air sekitar 30°C, larva instar II dalam
bergerak tidak terlalu aktif.

(c) Larva Instar III lebih besar sedikit dari larva instar II dan lebih aktif
bergerak.

(d) Larva instar IV telah lengkap struktur morfologinya dan jelas tubuh dapat
dibagi jelas menjadi bagian kepala (cepal), dada (thorax) dan perut
(abdomen). Larva ini berukuran paling besar 5 mm. Larva ini tubuhnya
langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan waktu.
Temperatur optimal untuk perkembangan larva ini adalah 25°C – 30°C
(Depkes RI, 2005).

Morfologi Larva Nyamuk Culex sp

Larva Culex sp menggantungkan tubuhnya dengan membentuk sudut


terhadap permukaan air (Prianto, 2004). Larva Culex sp memiliki ciri-ciri . Larva
Culex sp memiliki ciri – ciri yaitu memiliki 4 deret comb scale, mempunyai
siphon dengan panjang 5-6x lebar basal (Breeland dan Loyless, 1982). Diatas
siphon terdapat 4-5 pasang siphonic tufts (Prianto, 2004) dan memiliki kurang dari
4 pecten (Utrio,1976). Pada segmen kepala, larva Culex sp memiliki 5-7 cabang
midfrontal hairs dan 4-8 cabang inner frontal hairs (Utrio, 1976).

Telur dan larva nyamuk berdasarkan spesies ( WHO, 1997)


Morfologi Culex

1. Telur
Telur nyamuk Culex sp. berbentuk seperti cerutu, pada salah satu ujungnya
terdapat bentukan seperti topi yang disebut corolla. Telur diletakkan di atas
permukaan air, walau tidak memiliki lateral float. Telur dilekatkan satu sama lain
dan tersusun seperti rakit di atas permukaan air (Soebaktiningsih, 2015).

( Institute Of Tropical Medicine Antwerp, 2016 )

Gambar Telur nyamuk Culex sp. (a) Corolla

2. Larva
Larva nyamuk Culex sp. memiliki IV fase instar. Larva instar pertama
keluar dari telur melalui circular slit pada dinding telur. Setelah berganti kulit 3x
larva akan masuk pada fase instar IV. Pada fase instar IV, larva memiliki 3 bagian
tubuh yang terdiri dari kepala, thorax, dan abdomen. Bagian kepala larva instar IV
mengandung lapisan chitine yang lebih tebal daripada bagian tubuh yang lain,
kompleks dorso ventral dengan satu pasang antena berbentuk seperti pasak, 1
pasang mata, 1 pasang mouth brush untuk menyapu makanan masuk ke
mandibula (chewing mouth part). Thorax terdiri dari 3 segmen (prothorax,
mesothorax, dan metathorax) yang menyatu, pada bagian lateral terdapat
kelompok rambut yang bercabang. Abdomen terdiri dari 9 segmen, dengan 7
segmen pertama sama besar. Larva Culex sp. memiliki siphon pernapasan yang
panjang dan langsing sehingga larva memposisikan diri membentuk sudut dengan
permukaan air. Siphon larva Culex sp. memiliki beberapa pasang ventral hair tuft
dan dua baris pectin teeth. Pada segmen abdomen ke-8 terdapat 1 pasang spiracle
pada ujungnya yang berfungsi sebagai lubang pernapasan yang berhubungan
dengan trakea (Soebaktiningsih, 2015).
3. Pupa
Pupa berbentuk notasi koma apabila dilihat dari lateral. Kepala dan thorax
bersatu menjadi cephalothorax dengan abdomen melengkung. Pada bagian dorsal
cephalothorax terdapat 1 pasang bentukan seperti terompet yang disebut
breathing tube dan 1 pasang palmate hair. Pupa merupakan stadium yang tidak
makan namun bergerak aktif secara jerky movement. Setelah 2-3 hari sebagai
pupa, permukaan dorsal cephalothorax akan pecah dan nyamuk dewasa muncul
melalui slit yang berbentuk seperti huruf T. Setelah sayapnya mengeras, nyamuk
jantan dan nyamuk betina kawin (Soebaktiningsih, 2015).
( Institute Of Tropical Medicine Antwerp, 2016 )

Gambar Pupa nyamuk Culex sp..

4. Dewasa
Nyamuk Culex sp. dewasa memiliki tubuh langsing dengan tiga bagian:
kepala, thorax dan abdomen. Kepala nyamuk Culex sp. berbentuk bulat oval atau
spheric, memiliki 1 proboscis, dan 2 palpus sensorik. Proboscis nyamuk Culex sp.
terdiri dari labrum, mandibula, hipopharinx, maxilla, dan labium. Kepala nyamuk
memiliki 1 pasang mata holoptic untuk nyamuk jantan dan mata dichoptic untuk
nyamuk betina serta 1 pasang antena yang terdiri dari 15 segmen. Antena nyamuk
jantan berambut lebat (plumose) dan antena nyamuk betina berambut jarang
(pylose). Pada stadium dewasa palpus nyamuk jantan setinggi proboscis dan
ujungnya tidak menebal. Nyamuk betina mempunyai palpus yang lebih pendek
darpada proboscis-nya. Nyamuk Culex sp. memiliki tipe mulut piercing and
sucking (Soebaktiningsih, 2015).
( Institute Of Tropical Medicine Antwerp, 2016 )

Gambar. Kepala nyamuk jantan (kiri) dan kepala nyamuk betina (kanan)

Thorax terdiri dari 3 segmen yaitu prothorax, mesothorax dan metathorax.


Pada masing-masing segmen terdapat 1 pasang kaki. Tiap segmen kaki terdiri dari
coxa, trochanter, femur, tibia dan tarsus yang terdiri dari 5 segmen diakhiri
dengan claw atau cakar (Soebaktiningsih, 2015). Bentuk scutelum sederhana
seperti bulan sabit. Sepasang sayap keluar dari mesothorax, yang ukurannya lebih
besar dari segmen lainnya. Sepasang sayap kedua berubah menjadi alat
keseimbangan yang disebut halter keluar dari mesothorax. Sayap merupakan
pelebaran ke lateral dari tergum, terdiri dari bagian membraneus dan bagian yang
mirip pipa yang berhubungan dengan haemocoele dari thorax dan berisi
haemolymph, trachea dan serat saraf. Pada bagian pinggir sayap ditumbuhi sisik-
sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran belang-belang hitam dan
putih dengan bagian ujung sisik sayap melengkung (Gandahusada, 1998).

Abdomen terdiri dari 10 segmen, tiap segmen abdomen terdiri dari tergum
dan sternum. Abdomen berisi traktus sirkulatorius, traktus digestivus, traktus
nervosus dan traktus reproduksi (Soebaktiningsih, 2015).

Siklus Hidup

Nyamuk Culex sp. merupakan Arthropoda dengan tipe holometabolous


metamorphose (Soebaktiningsih, 2015) dengan 4 stadium dalam siklus hidup
yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Tiga tahap pertama perkembangbiakan
nyamuk berada di air selama 5-14 hari, tergantung pada suhu lingkungan (CDC,
2015a). Setelah berkembang melalui 4 tahapan atau instar, larva bermetamorfosis
menjadi pupa. Pada akhir setiap instar, larva akan melepaskan eksoskeleton atau
kulit untuk memungkinkan pertumbuhan pada stadium lebih lanjut (CDC, 2015a).

Siklus hidup nyamuk Culex sp. dari telur sampai dewasa umumnya antara 13-16
hari. Nyamuk mulai menghisap darah pada 2 hari setelah muncul dari pupa dan
bertelur 2-5 hari kemudian. Waktu yang dibutuhkan dari munculnya nyamuk
dewasa sampai bertelur yang pertama berkisar antara 4-8 hari, sedang peletakan
telur berikutnya terjadi paling cepat 2 hari dan paling lama 5 hari setelah
menghisap darah. Nyamuk generasi baru akan muncul setiap 15 hari sekali.
Nyamuk jantan maupun betina dapat bertahan hidup sekitar 25 hari, 50% nyamuk
jantan hidup lebih dari 13 hari dan nyamuk betina dapat hidup lebih dari 12 hari
(CDC, 2015a).

DAFTAR PUSTAKA

Prasetyowati, Heni. 2007. Kehidupan Nyamuk Culex. Balitbangkes Depkes RI,


Fokus Utama, 2(2).
Culex tarsalis
Afrilya Adhiba A. (6411417144)

1. Taksonomi
Klasifikasi
Culex sp. adalah sebagai berikut
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta/ Hexapoda
Ordo : Diptera
Subordo : Nematocera
Famili : Culicidae
Genus : Culex
Species : Culex sp.
2. Morfologi
2.1. Telur
Telur nyamuk Culex tarsalis. berbentuk seperti cerutu, pada salah satu
ujungnya terdapat bentukan seperti topi yang disebut corolla. Telur
diletakkan di atas permukaan air, walau tidak memiliki lateral float. Telur
dilekatkan satu sama lain dan tersusun seperti rakit di atas permukaan air.
2.2. Larva
Larva nyamuk Culex sp. memiliki IV fase instar. Larva instar
pertama keluar dari telur melalui circular slit pada dinding telur. Setelah
berganti kulit 3x larva akan masuk pada fase instar IV. Pada fase instar IV,
larva memiliki 3 bagian tubuh yang terdiri dari kepala, thorax, dan
abdomen. Bagian kepala larva instar IV mengandung lapisan chitine yang
lebih tebal daripada bagian tubuh yang lain, kompleks dorso ventral
dengan satu pasang antena berbentuk seperti pasak, 1 pasang mata, 1
pasang mouth brush untuk menyapu makanan masuk ke mandibula
(chewing mouth part). Thorax terdiri dari 3 segmen (prothorax,
mesothorax, dan metathorax) yang menyatu, pada bagian lateral terdapat
kelompok rambut yang bercabang. Abdomen terdiri dari 9 segmen, dengan
segmen pertama sama besar. Larva Culex sp. memiliki siphon pernapasan
yang panjang dan langsing sehingga larva memposisikan diri membentuk
sudut dengan permukaan air. Siphon larva Culex sp. memiliki beberapa
pasang ventral hair tuft dan dua baris pectin teeth. Pada segmen abdomen
ke-8 terdapat 1 pasang spiracle pada ujungnya yang berfungsi sebagai
lubang pernapasan yang berhubungan dengan trakea.
2.3.Pupa
Pupa berbentuk notasi koma apabila dilihat dari lateral. Kepala dan
thorax bersatu menjadi cephalothorax dengan abdomen melengkung.
Pada bagian dorsal cephalothorax terdapat 1 pasang bentukan seperti
terompet yang disebut breathing tube dan 1 pasang palmate hair. Pupa
merupakan stadium yang tidak makan namun bergerak aktif secara jerky
movement. Setelah 2-3 hari sebagai pupa, permukaan dorsal
cephalothorax akan pecah dan nyamuk dewasa muncul melalui slit yang
berbentuk seperti huruf T. Setelah sayapnya mengeras, nyamuk jantan
dan nyamuk betina kawin.

2.4. Dewasa
Nyamuk Culex sp.dewasa memiliki tubuh langsing dengan tiga
bagian: kepala, thorax dan abdomen. Kepala nyamuk Culex sp.berbentuk
bulat oval atau spheric, memiliki 1 proboscis, dan 2 palpus sensorik.
Proboscis nyamuk Culex sp. terdiri dari labrum, mandibula, hipopharinx,
maxilla,dan labium. Kepala nyamuk memiliki 1 pasang mata holoptic
untuk nyamuk jantan dan mata dichoptic untuk nyamuk betina serta 1
pasang antena yang terdiri dari 15 segmen. Antena nyamuk jantan
berambut lebat (plumose) dan antena nyamuk betina berambut jarang
(pylose). Pada stadium dewasa palpus nyamuk jantan setinggi proboscis
dan ujungnya tidak menebal. Nyamuk betina mempunyai palpus yang
lebih pendek daripada proboscis-nya. Nyamuk Culex sp. memiliki tipe
mulut piercing and sucking. Thorax terdiri dari 3 segmen yaitu prothorax,
mesothorax dan metathorax. Pada masing-masing segmen terdapat 1
pasang kaki. Tiap segmen kaki terdiri dari coxa, trochanter, femur, tibia
dan tarsus yang terdiri dari 5 segmen diakhiri dengan claw atau cakar
(Soebaktiningsih, 2015). Bentuk scutelum sederhana seperti bulan sabit.
Sepasang sayap keluar dari mesothorax, yang ukurannya lebih besar dari
segmen lainnya. Sepasang sayap kedua berubah menjadi alat
keseimbangan yang disebut halter keluar dari mesothorax. Sayap
merupakan pelebaran ke lateral dari tergum, terdiri dari bagian
membraneusdan bagian yang mirip pipa yang berhubungan dengan
haemocoele dari thorax dan berisi haemolymph, trachea dan serat saraf.
Pada bagian pinggir sayap ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok
membentuk gambaran belang-belang hitam dan putih dengan bagian
ujung sisik sayap melengkung. Abdomen terdiri dari 10 segmen, tiap
segmen abdomen terdiri dari tergum dan sternum. Abdomen berisi
traktus sirkulatorius, traktus digestivus, traktus nervosus dan traktus
reproduksi.

Gambar 1. Nyamuk Culex dewasa ( Matsumura, 1985).

Ket :
1 : Kaki belakang

2 : Kepala

3 : Palp besar

4 : Palp kecil

5 : Belalai

6 : Torak

7 : Kaki tengah

8 : Abdomen

9 : Sayap

10 : Antena

3. Siklus Hidup
Nyamuk Culex tarsalis merupakan Arthropoda dengan tipe
holometabolous metamorphose dengan 4 stadium dalam siklus hidup yaitu
telur, larva, pupa, dan dewasa. Tiga tahap pertama perkembangbiakan nyamuk
berada di air selama 5-14 hari, tergantung pada suhu lingkungan. Setelah
berkembang melalui 4 tahapan atau instar, larva bermetamorfosis menjadi
pupa. Pada akhir setiap instar, larva akan melepaskan eksoskeleton atau kulit
untuk memungkinkan pertumbuhan pada stadium lebih lanjut.
Siklus hidup nyamuk Culex sp. dari telur sampai dewasa umumnya antara
13-16 hari. Nyamuk mulai menghisap darah pada 2hari setelah muncul dari
pupa dan bertelur 2-5 hari kemudian. Waktu yang dibutuhkan dari munculnya
nyamuk dewasa sampai bertelur yang pertama berkisar antara 4-8 hari, sedang
peletakan telur berikutnya terjadi paling cepat 2 hari dan paling lama 5hari
setelah menghisap darah. Nyamuk generasi baru akan muncul setiap 15 hari
sekali. Nyamuk jantan maupun betina dapat bertahan hidup sekitar 25 hari,
50% nyamuk jantan hidup lebih dari 13 hari dan nyamuk betina dapat hidup
lebih dari 12 hari.
4. Bionomik Nyamuk Culex Tarsalis

Nyamuk betina menghisap darah untuk proses pematangan telur, berbeda


dengan nyamuk jantan. Nyamuk jantan tidak memerlukan darah tetapi hanya
menghisap sari bunga. Setiap nyamuk mempunyai waktu menggigit, kesukaan
menggigit, tempat beristirahat dan berkembang biak yang berbeda-beda satu
dengan yang lain.

1. Tempat berkembang biak


Nyamuk Culex tarsalis suka berkembang biak di sembarang tempat
misalnya di air bersih dan air yang kotor yaitu genangan air, got terbuka dan
empang ikan.

2. Perilaku makan
Nyamuk Culex tarsalis suka menggigit manusia dan hewan terutama
pada malam hari. Nyamuk Culex sp suka menggigit binatang peliharaan,
unggas, kambing, kerbau dan sapi. Menurut penelitian yang lalu kepadatan
menggigit manusia di dalam dan di luar rumah nyamuk Culex sp hampir sama
yaitu di luar rumah (52,8%) dan kepadatan menggigit di dalam rumah
(47,14%), namun ternyata angka dominasi menggigit umpan nyamuk manusia
di dalam rumah lebih tinggi (0,64643) dari nyamuk menggigit umpan orang di
luar rumah (0,60135).
3. Kesukaan beristirahat
Setelah nyamuk menggigit orang atau hewan nyamuk tersebut akan
beristirahat selama 2 sampai 3 hari. Setiap spesies nyamuk mempunyai
kesukaan beristirahat yang berbeda-beda. Nyamuk Culex sp suka beristirahat
dalam rumah. Nyamuk ini sering berada dalam rumah sehingga di kenal
dengan nyamuk rumahan.
4. Aktifitas menghisap darah
Nyamuk Culex sp suka menggigit manusia dan hewan terutama pada
malam hari (nocturnal). Nyamuk Culex sp menggigit beberapa jam setelah
matahari terbenam sampai sebelum matahari terbit. Dan puncak menggigit
nyamuk ini adalah pada pukul 01.00-02.00.
5. Penyakit Yang Ditularkan
- filariasis
6. Pengendalian
Pengendalian terhadap nyamuk Culex sp. dikelompokkan menjadi lima kategori
sebagai berikut :
6.1. Kimia
Penggunaan insektisida kimia merupakan cara yang efektif dalam
pengendalian vector penyakit karena bekerja dan memberikan efek toksik secara
langsung. Cara kerja insektisida dalam tubuh serangga dikenal istilah mode of
action dan cara masuk atau mode of entry. Mode of action adalah cara insektisida
memberikan pengaruh melalui titik tangkap (target site) di dalam tubuh serangga.
Titik tangkap pada serangga biasanya berupa enzim atau protein. Beberapa jenis
insektisida dapat mempengaruhi lebih dari satu titik tangkap pada serangga.
Apabila penggunaan insektisida kimia melebihi dari dosis yang disarankan atau
terpapar terlalu lama akan menimbulkan berbagai efek samping bagi manusia
seperti mual muntah, sesak napas, dan tanda-tanda intoksikasi lainnya sehingga
menimbulkan masalah yang serius bagi manusia dan lingkungannya.
Penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/Indoors Residual Spraying)
merupakan salah satu aplikasi pengendalian vektor secara kimia.

6.2. Fisik
Metode pengendalian secara fisik dilakukan dengan pemakaian kelambu atau
menggunakan kelambu berinsektisida, kawat kassa di ventilasi, jendela dan pintu
serta raket elektrik.
6.3. Biologis
Penggunaan predator vektor alami seperti
bakteri,protozoa,jamur,ikan,katak,dan predator lain untuk membunuh telur, larva
dan pupa nyamuk
6.4. Radiasi
Melakukan sterilisasi dengan bahan radioaktif tertentu terhadap nyamuk
dewasa merupakan salah satu alternatif untuk upaya pengendalian vektor. Radiasi
gamma dan neutron dapat dimanfaatkan untuk pengendalian vektor penyakit
melalui teknik TSM (Teknik Serangga Mandul). Faktor yang berpengaruh
terhadap proses kemandulan pada nyamuk ialah terjadinya infekunditas (tidak
dapat menghasilkan telur), inaktivasi sperma, mutasi letal dominan, aspermia, dan
ketidakmampuan kawin dari serangga betina atau jantan. Radiasidapat
mengurangi produksi telur yang disebabkan karena tidak terjadinya proses
oogenesis sehingga tidak terbentuk oogenia atau telur. Aspermia dapat
menyebabkan kemandulan karena radiasi merusak spermatogenesis sehingga tidak
terbentuk sperma. Inaktivasi sperma juga dapat menyebabkan kemandulan karena
sperma tidak mampu bergerak untuk membuahi sel telur. Faktor penyebab
kemandulan yang lain ialah ketidakmampuan kawin, hal ini karena radiasi
merusak sel-sel somatik saluran genetalia interna sehingga tidak terjadi
pembuahan sel telur. Irradiasi gamma menyebabkan penurunan yang sangat
drastis terhadap presentase penetasan telur, dosis 90 Gy mampu menurunkan
persentase penetasan telur hingga lebih dari 50%, bahkan untuk dosis 110 Gy
mampu menurunkan persentase penetasan telur hingga 96 %.

6.5. Lingkungan
Dalam pengendalian dengan cara pengelolaan lingkungan telah dikenal
dengan dua cara yaitu :
1) Perubahan Lingkungan (Environmental Modification)
Merupakan kegiatan pengubahan fisik yang permanen terhadap tanah, air
dan tanaman yang bertujuan untuk mencegah, menghilangkan, atau
mengurangi tempat perindukan nyamuk tanpa menyebabkan pengaruh
buruk terhadap kualitas lingkungan hidup manusia dan bersifat permanen.
Kegiatan ini antara lain dapat berupa penimbunan (filling), pengeringan
(draining), perataan permukaan tanah dan pembuatan bangunan, sehingga
vektor dan binatang penganggu tidak mungkin hidup (Hoedojo dan
Zulhasril, 2008a).

2) Manipulasi Lingkungan (Environmental Manipulation)


Merupakan rangkaian kegiatan yang tidak memungkinkan vektor dan
binatang pengganggu lainnya berkembanng dengan baik. Kegiatan ini
dapat dilakukan dengan cara merubah kadar garam (salinity), pembersihan
tanaman air atau lumut, dan penanaman pohon bakau pada pantai tempat
perindukan nyamuk sehingga tempat itu tidak mendapatkan sinar matahari

DAFTAR PUSTAKA

https://lib.unnes.ac.id/27884/1/6411411174.pdf

https://www.academia.edu/36675747/
MORFOLOGI_DAN_SIKLUS_HIDUP_CULEX_SP.docx

https://journal.bio.unsoed.ad.id

http://eprints.umm.ac.id/41082/3/jiptummpp-gdl-syafiraame-47132-3-bab2.pdf
Culex gelidus
Kunthi Silviana P. (6411417151)

A. Pengertian

Nyamuk genus Culex merupakan nyamuk yang pada masa telur sampai
menjadi pupa berada di banyak terdapat di sekitar kita. Nyamuk ini termasuk
lingkungan air, sedangkan setelah menjadi nyamuk serangga yang beberapa
spesiesnya sudah dibuktikan kehidupannya berada di darat dan udara. Dalam
sebagai vektor penyakit, disamping dapat mengganggu kehidupan nyamuk
terdapat tiga macam tempat yang kehidupan manusia karena gigitannya. Di
Indonesia ada diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Ketiga 23 spesies
nyamuk dari genus Anopheles, Aedes, Culex, tempat tersebut merupakan suatu
sistem yang satu Armigeres dan Mansonia sebagai vektor penyakit dengan lainnya
saling terkait; yaitu tempat untuk filariasis diantaranya Culex quinquefasciatus
dan Culex berkembangbiak, tempat untuk istirahat dan tempat bitaeniorrhynchus
dan pada umumnya nyamuk genus untuk mencari darah. Nyamuk ini banyak
terdapat Culex ini menyukai tempat-tempat buangan limbah pada genangan air
kotor (comberan, got, parit, dll). rumah tangga. Culex spp. merupakan jenis
nyamuk yang keberadaannya kalah terkenal di kalangan masyarakat dibandingkan
dengan nyamuk lainnya , seperti Aedes spp. (penyakit DBD) dan Anopheles
(penyakit malaria). Padahal di Indonesia sendiri terdapat kurang lebih 82 spesies
Culex, dan beberapa spesies diantaranya merupakan vektor penyakit Japanese
Enchepatilis (JE) dan Filariasis (Kaki gajah).

Culex spp. merupakan jenis nyamuk yang keberadaannya kalah terkenal di


kalangan masyarakat dibandingkan dengan nyamuk lainnya , seperti Aedes spp.
(penyakit DBD) dan Anopheles (penyakit malaria). Padahal di Indonesia sendiri
terdapat kurang lebih 82 spesies Culex, dan beberapa spesies diantaranya
merupakan vektor penyakit Japanese Enchepatilis (JE) dan Filariasis (Kaki
gajah).

Seperti jenis nyamuk yang lain, culex termasuk jenis serangga yang paling
adaptif. Yakni mampu beradaptasi pada berbagai lingkungan. Culex di dunia
tercatat ada 751 spesies nyamuk yang dideskripsikan dan diidentifikasi. Namun,
tidak semua jenis Culex berperan sebagai vektor penyakit. Jenis Culex seperti
Culex trytaeniorhyncus, Culex gelidus dan beberapa jenis spesies lain dari group
Vishnui diidentifikasi sebagai vektor utama dari penyebaran penyakit JE.
Nyamuk Culex dewasa dapat berukuran 4 – 10 mm (0,16 – 0,4 inci). Dan
dalam morfologinya nyamuk memiliki tiga bagian tubuh umum: kepala, dada, dan
perut.

Culex gelidus dan Culex lain dalam group Vishnui justru lebih sedikit
ditemukan di Asia Selatan, Indocina, dan India.

Culex gelidus adalah vektor penting dari penyakit Japanese Enchepatilis (JE)
(Gould, 1962) khususnya di Asia Tenggara.

B. Distribusi Geografik

Culex gelidus Theobald (Diptera: Culicidae) telah menjadi nyamuk vektor


dominan utama yang berpotensi menularkan sejumlah virus yang penting bagi
kesehatan masyarakat. Nyamuk Culex gelidus yang berasal dari Asia Tenggara
memperluas jangkauan geografisnya dari India sampai ke Australia dan dapat
ditemukan di hampir semua negara Asia Tenggara, Cina, Jepang, Australia,
Papua, dll (Sudeep, 2014)

C. Taksonomi
Klasifikasi Culex sp. adalah sebagai berikut (ITIS, 2015):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta/ Hexapoda
Ordo : Diptera
Subordo : Nematocera
Famili : Culicidae
Genus : Culex
Species : Culex sp.
Sub Species : Culex gelidus

D. Morfologi
1. Telur
Telur nyamuk Culex sp. berbentuk seperti cerutu, pada salah satu
ujungnya terdapat bentukan seperti topi yang disebut corolla. Telur
diletakkan di atas permukaan air, walau tidak memiliki lateral float. Telur
dilekatkan satu sama lain dan tersusun seperti rakit di atas permukaan air
( (Soebaktiningsih, 2015).
2. Larva

Larva nyamuk Culex sp. memiliki IV fase instar. Larva instar pertama
keluar dari telur melalui circular slit pada dinding telur. Setelah berganti
kulit 3x larva akan masuk pada fase instar IV. Pada fase instar IV, larva
memiliki 3 bagian tubuh yang terdiri dari kepala, thorax, dan abdomen.
Bagian kepala larva instar IV mengandung lapisan chitine yang lebih
tebal daripada bagian tubuh yang lain, kompleks dorso ventral dengan
satu pasang antena berbentuk seperti pasak, 1 pasang mata, 1 pasang
mouth brush untuk menyapu makanan masuk ke mandibula (chewing
mouth part). Thorax terdiri dari 3 segmen (prothorax, mesothorax, dan
metathorax) yang menyatu, pada bagian lateral terdapat kelompok
rambut yang bercabang. Abdomen terdiri dari 9 segmen, dengan 7
segmen pertama sama besar. Larva Culex sp. memiliki siphon pernapasan
yang panjang dan langsing sehingga larva memposisikan diri membentuk
sudut dengan permukaan air. Siphon larva Culex sp. memiliki beberapa
pasang ventral hair tuft dan dua baris pectin teeth. Pada segmen abdomen
ke-8 terdapat 1 pasang spiracle pada ujungnya yang berfungsi sebagai
lubang pernapasan yang berhubungan dengan trakea (Soebaktiningsih,
2015)

3. Pupa

Pupa berbentuk notasi koma apabila dilihat dari lateral. Kepala dan
thorax bersatu menjadi cephalothorax dengan abdomen melengkung.
Pada bagian dorsal cephalothorax terdapat 1 pasang bentukan seperti
terompet yang disebut breathing tube dan 1 pasang palmate hair. Pupa
merupakan stadium yang tidak makan namun bergerak aktif secara jerky
movement. Setelah 2-3 hari sebagai pupa, permukaan dorsal
cephalothorax akan pecah dan nyamuk dewasa muncul melalui slit yang
berbentuk seperti huruf T. Setelah sayapnya mengeras, nyamuk jantan
dan nyamuk betina kawin (Soebaktiningsih, 2015).

4. Dewasa

Nyamuk Culex sp. dewasa memiliki tubuh langsing dengan tiga bagian:
kepala, thorax dan abdomen. Kepala nyamuk Culex sp. berbentuk bulat
oval atau spheric, memiliki 1 proboscis, dan 2 palpus sensorik. Proboscis
nyamuk Culex sp. terdiri dari labrum, mandibula, hipopharinx, maxilla,
dan labium. Kepala nyamuk memiliki 1 pasang mata holoptic untuk
nyamuk jantan dan mata dichoptic untuk nyamuk betina serta 1 pasang
antena yang terdiri dari 15 segmen. Antena nyamuk jantan berambut
lebat (plumose) dan antena nyamuk betina berambut jarang (pylose).
Pada stadium dewasa palpus nyamuk jantan setinggi proboscis dan
ujungnya tidak menebal. Nyamuk betina mempunyai palpus yang lebih
pendek darpada proboscis-nya. Nyamuk Culex sp. memiliki tipe mulut
piercing and sucking (Soebaktiningsih, 2015)
Thorax terdiri dari 3 segmen yaitu prothorax, mesothorax dan
metathorax. Pada masing-masing segmen terdapat 1 pasang kaki. Tiap
segmen kaki terdiri dari coxa, trochanter, femur, tibia dan tarsus yang
terdiri dari 5 segmen diakhiri dengan claw atau cakar (Soebaktiningsih,
2015). Bentuk scutelum sederhana seperti bulan sabit. Sepasang sayap
keluar dari mesothorax, yang ukurannya lebih besar dari segmen lainnya.
Sepasang sayap kedua berubah menjadi alat keseimbangan yang disebut
halter keluar dari mesothorax. Sayap merupakan pelebaran ke lateral dari
tergum, terdiri dari bagian membraneus dan bagian yang mirip pipa yang
berhubungan dengan haemocoele dari thorax dan berisi haemolymph,
trachea dan serat saraf. Pada bagian pinggir sayap ditumbuhi sisik-sisik
sayap yang berkelompok membentuk gambaran belang-belang hitam dan
putih dengan bagian ujung sisik sayap melengkung (Gandahusada, 1998)
Abdomen terdiri dari 10 segmen, tiap segmen abdomen terdiri dari
tergum dan sternum. Abdomen berisi traktus sirkulatorius, traktus
digestivus, traktus nervosus dan traktus reproduksi (Soebaktiningsih,
2015).

E. Siklus Hidup

1. Telur

Seekor nyamuk betina mampu meletakan 100-400 butir telur. Setiap


spesies nyamuk mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda. Nyamuk
Culex sp meletakan telurnya diatas permukaan air secara bergelombolan
dan bersatu membentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung.

2. Larva

Setelah kontak dengan air, telur akan menetas dalam waktu 2-3 hari.
Pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh faktor
temperature, tempat perindukan dan ada tidaknya hewan predator. Pada
kondisi optimum waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai
dewasa kurang lebih 5 hari.

3. Pupa

Pupa merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air,
pada stadium ini tidak memerlukan makanan dan terjadi pembentukan
sayap hingga dapat terbang, stadium kepompong memakan waktu lebih
kurang satu sampai dua hari. Pada fase ini nyamuk membutuhkan 2-5
hari untuk menjadi nyamuk, dan selama fase ini pupa tidak akan makan
apapun dan akan keluar dari larva menjadi nyamuk yang dapat terbang
dan keluar dari air.
4. Dewasa

Setelah muncul dari pupa nyamuk jantan dan betina akan kawin dan
nyamuk betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah waktu 24-36
jam. Darah merupakan sumber protein yang esensial untuk mematangkan
telur. Perkembangan telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10
sampai 12 hari.

F. Fisiologi

Perkawinan terjadi sebelum nyamuk mengisap darah. Nyamuk betina dewasa


meletakkan telur sebanyak 50-200 butir secara tunggal langsung di atas air. Telur
bersifat tidak tahan terhadap pengeringan dan akan menetas dalam waktu 2-3 hari,
namun waktu penetasan dapat mencapai 2-3 minggu pada saat iklim dingin (CDC,
2015). Abdomen nyamuk berfungsi khusus untuk pencernaan makanan dan
pematangan telur. Nyamuk memperoleh nutrisi dalam bentuk cairan. Abdomen
akan mengembang ketika nyamuk betina menghisap darah. Darah dicerna sebagai
sumber protein untuk produksi telur. Setelah bertelur nyamuk akan menghisap
darah kembali untuk memenuhi nutrisi bagi perkembangan telurtelurnya.
Makanan nyamuk jantan adalah sari tanaman seperti nektar, jus buah, dan getah
(CDC, 2015). Betina dewasa dapat hidup selama lebih dari 1 bulan di
penangkaran, tetapi di alam kemungkinan bertahan hidupnya lebih singkat yaitu
tidak lebih dari dua minggu (CDC, 2015a). Pada posisi menggigit kepala, thorax,
dan abdomen nyamuk Culex sp. akan membentuk sudut 45 o dan akan berada pada
posisi horizontal pada saat istirahat. (Soebaktiningsih, 2015).

Nyamuk Culex sp. berkembang biak di segala jenis air, mulai dari air jernih
seperti air sumur, sumber air sampai air keruh, seperti air selokan, air rawa dan air
payau (Soebaktiningsih, 2015). Aktivitas menggigit nyamuk Culex sp. bersifat
eksofagik malam hari sebelum jam 24.00. Jarak terbang nyamuk berkisar ± 1,6
km (Hoedojo, 2008).

Perilaku nyamuk untuk genus Culex sp. seperti tempat berkembang biak dan
waktu aktivitas menggigit sangat penting diketahui oleh pengambil keputusan
sebagai dasar pertimbangan untuk menentukan intervensi dalam pengendalian
vektor yang lebih efektif (Kemenkes, Modul Pengendalian Demam Berdarah
Dengue, 2011).

G. Bionomik

Nyamuk betina menghisap darah untuk proses pematangan telur, berbeda


dengan nyamuk jantan. Nyamuk jantan tidak memerlukan darah tetapi hanya
menghisap sari bunga. Setiap nyamuk mempunyai waktu menggigit, kesukaan
menggigit, tempat beristirahat dan berkembang biak yang berbeda-beda satu
dengan yang lain.

1. Tempat berkembang biak

Nyamuk Culex sp suka berkembang biak di sembarang tempat misalnya di


air bersih dan air yang kotor yaitu genangan air, got terbuka dan empang
ikan.

2. Perilaku makan

Nyamuk Culex sp suka menggigit manusia dan hewan terutama pada


malam hari. Nyamuk Culex sp suka menggigit binatang peliharaan,
unggas, kambing, kerbau dan sapi. Culex merupakan nyamuk yang bersifat
antropofilik dan zoofilik, menghisap darah di malam hari baik di dalam
maupun luar rumah.

3. Kesukaan beristirahat

Setelah nyamuk menggigit orang atau hewan nyamuk tersebut akan


beristirahat selama 2 sampai 3 hari. Setiap spesies nyamuk mempunyai
kesukaan beristirahat yang berbeda-beda. Nyamuk Culex sp suka
beristirahat dalam rumah. Nyamuk ini sering berada dalam rumah
sehingga di kenal dengan nyamuk rumahan.

4. Aktifitas menghisap darah

Nyamuk Culex sp suka menggigit manusia dan hewan terutama pada


malam hari (nocturnal). Nyamuk Culex sp menggigit beberapa jam setelah
matahari terbenam sampai sebelum matahari terbit. Dan puncak menggigit
nyamuk ini adalah pada pukul 01.00-02.00.
H. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Culex gelidus
1. Suhu
Faktor suhu sangat mempengaruhi nyamuk Culex sp dimana suhu yang
tinggi akan meningkatkan aktivitas nyamuk dan perkembangannya bisa
menjadi lebih cepat tetapi apabila suhu di atas 35 0C akan membatasi
populasi nyamuk. Suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk berkisar
antara 200C – 300C. Suhu udara mempengaruhi perkembangan virus dalam
tubuh nyamuk.
2. Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara
yang dinyatakan dalam (%). Jika udara kekurangan uap air yang besar
maka daya penguapannya juga besar. Sistem pernafasan nyamuk
menggunakan pipa udara (trachea) dengan lubang-lubang pada dinding
tubuh nyamuk (spiracle). Adanya spiracle yang terbuka lebar tanpa ada
mekanisme pengaturannya. Pada saat kelembaban rendah menyebabkan
penguapan air dalam tubuh sehingga menyebabkan keringnya cairan
tubuh. Salah satu musuh nyamuk adalah penguapan, kelembaban
mempengaruhi umur nyamuk, jarak terbang, kecepatan berkembang biak,
kebiasaan menggigit, istirahat dan lain-lain.
3. Pencahayaan
Pencahayaan ialah jumlah intensitas cahaya menuju ke permukaan per unit
luas. Merupakan pengukuran keamatan cahaya tuju yang diserap. Begitu
juga dengan kepancaran berkilau yaitu intensitas cahaya per unit luas yang
dipancarkan dari pada suatu permukaan. Dalam unit terbitan SI, kedua-
duanya diukur dengan menggunakan unit lux (lx) atau lumen per meter
persegi (cd.sr.m-2). Bila dikaitkan antara intensitas cahaya terhadap suhu
dan kelembaban, hal ini sangat berpengaruh. Semakin tinggi atau besar
intensitas cahaya yang dipancarkan ke permukaan maka keadaan suhu
lingkungan juga akan semakin tinggi. Begitu juga dengan kelembaban,
semakin tinggi atau besar intensitas cahaya yang dipancarkan ke suatu
permukaan maka kelembaban di suatu lingkungan tersebut akan menjadi
lebih rendah

I. Penyakit yang Disebabkan Nyamuk Culex gelidus

Nyamuk Culex gelidus sendiri diduga sebagai vektor penyakit Japanese


Encephalitis. Japanese Encephalitis (JE) merupakan penyakit radang otak menular
bersifat zoonosis, menyerang hewan dan manusia, ditandai dengan demam, gejala
syaraf dan kelainan reproduksi. Penyakit ini disebarkan melalui gigitan nyamuk
dengan perantaraan hewan lain. Babi sebagai salah satu hewan pejamu virus JE
merupakan tempat terbaik perkembangan virus JE, meskipun ada hewan lain
seperti sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, anjing, kucing maupun unggas.
Penyakit ini menimbulkan gejala sisa apabila sembuh, terjadi pada 5-70% kasus
yaitu berupa gangguan sistem motorik, perilaku, intelektual, dan gangguan fungsi
neurologi lain. Di Indonesia JE dapat ditemukan sepanjang tahun dan pada semua
usia, tetapi sebagian besar kasus terjadi pada usia 2-10 tahun dengan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 1,5:1. Menurut data dari
Subdit Zoonosis Dit P2B2 dalam kurun waktu 1993-2004, didapatkan spesimen
positif JE pada manusia di 14 provinsi di Indonesia

J. Pengendalian
1. Kimia
Penggunaan insektisida kimia merupakan cara yang efektif dalam
pengendalian vektor penyakit karena bekerja dan memberikan efek toksik
secara langsung. Cara kerja insektisida dalam tubuh serangga dikenal
istilah mode of action dan cara masuk atau mode of entry. Mode of action
adalah cara insektisida memberikan pengaruh melalui titik tangkap (target
site) di dalam tubuh serangga. Titik tangkap pada serangga biasanya
berupa enzim atau protein. Beberapa jenis insektisida dapat
mempengaruhi lebih dari satu titik tangkap pada serangga. Apabila
penggunaan insektisida kimia melebihi dari dosis yang disarankan atau
terpapar terlalu lama akan menimbulkan berbagai efek samping bagi
manusia seperti mual, muntah, sesak napas, dan tanda-tanda intoksikasi
lainnya sehingga menimbulkan masalah yang serius bagi manusia dan
lingkungannya. penyemprotan dinding rumah dengan insektisida
(IRS/Indoors Residual Spraying) merupakan salah satu aplikasi
pengendalian vektor secara kimia (Kemenkes, Petunjuk Teknis
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam, 2012).
2. Fisik
Metode pengendalian secara fisik dilakukan dengan pemakaian kelambu
atau menggunakan kelambu berinsektisida, kawat kassa di ventilasi,
jendela dan pintu serta raket elektrik (Kemenkes RI, 2012).
3. Biologis
Penggunaan predator vektor alami seperti bakteri, protozoa, jamur, ikan,
katak, dan predator lain untuk membunuh telur, larva dan pupa nyamuk
(Kemenkes, Petunjuk Teknis Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam,
2012).
Mansonia indiana
Gladisya Ima Riadiyuana (6411417082)

Taksonomi

Kingdom: Animalia

Phylum: Arthropoda

Class: Insecta

Order: Diptera

Superfamily: Culicoidea

Family: Culicidae

Subfamily: Culicinae

Genus: Mansonia

Species: Mansonia indiana

B. Morfologi

Telur diletakan saling berlekatan dan membentuk rakit. Telur


diletakkan di bawah pemukaan daun tumbuhan air, misalnya enceng
gondok, semanggi, genjer dan kubis kubisan. Ciri khas dari jentik nyamuk
ini adalah adanya kait (saw) yang berguna untuk mengambil oksigen,
mempunyai pentil pernafasan, antena jentik mempunyai cambuk yang
berbulu pendek. Habitat jentik pada rumput dan tanaman air sebagai
tempat perindukan nyamuk ini Kepompong memiliki terompet pernafasan
yang mengeras dan kuat, sehingga mampu masuk ke dalam akar.
Sedangkan morfologi nyamuk dewasa khas pada sayapnya diengkapi
dengan bulu yang haus, asimetrik gelap terang.

1. Telur mansonia saling berlekatan,berbentuk telur lancip seperti duri


2. Biasanya terletak dibalik dibalik permukaan tumbuhan air

3. Siphon berujung lancip dan berpigmen gelap (fase larva)

4. Corong pernafasan seperti duri (fase pupa)

5. Sisik sayap lebar dan asimetris.

a. Ciri-ciri jentik nyamuk Mansonia


1) Bentuk siphon seperti tanduk
2) Jentik nyamuk mansonia menempel pada akar tumbuhan air.
3) Pada bagian toraks terdapat stoot spine.
b. Ciri-ciri nyamuk Mansonia
1) Pada saat hinggap tidak membentuk sudut 90º
2) Bentuk tubuh besar dan panjang
3) Bentuk sayap asimetris.
4) Menyebabkan penyakit filariasis
5) Penularan penyakit dengan cara membesarkan tubuhnya.
C. Siklus Hidup

Tahap Gambar Ciri – ciri

Telur •Dark brown, Berada di


bawah permukaan daun
atau tumbuhan.
Larva Mempunyai sifon yang
pendek, Sifon bentuk
kon yang tajam,
bergerigi di hujung,
Tiada gigi pekten,
Sepasang comb teeth

Pupa Mempunyai trumpet


yang panjang dan
bergerigi

Nyamuk Sayap kaki dan badan


Dewasa ditutupi susunan warna
gelap.

Larval Stage, illustrations:


Mansonia indiana male genitalia
Illustration credit: Wharton, R. H. 1962. The biology of Mansonia mosquitoes in
relation to the transmission of filariasis in Malaya. Inst. Med. Res, Kuala Lumpur.
Bul. 11, 114pp. MQ0358.pdf
Mansonia indiana larval habitus

Illustration credit: Wharton, R. H. 1962. The biology of Mansonia mosquitoes in


relation to the transmission of filariasis in Malaya. Inst. Med. Res, Kuala Lumpur.
Bul. 11, 114pp. MQ0358.pdf
Mansonia indiana larval head
Illustration credit: Wharton, R. H. 1962. The biology of Mansonia mosquitoes in
relation to the transmission of filariasis in Malaya. Inst. Med. Res, Kuala Lumpur.
Bul. 11, 114pp. MQ0358.pdf

Mansonia indiana larval terminal abdominal segment

Illustration credit: Wharton, R. H. 1962. The biology of Mansonia mosquitoes in


relation to the transmission of filariasis in Malaya. Inst. Med. Res, Kuala Lumpur.
Bul. 11, 114pp. MQ0358.pdf

D. Bionomik

Habitat nyamuk Mansonia indiana terdiri dari rawa-rawa, sungai besar di


tepi hutan atau dalam hutan, larvae dan pupa melekat dengan sifonnya pada akar -
akar ranting tanaman air,seperti enceng gondok, teratai, kangkung, dan sebagainya
. Bersifat zoofilik, eksofagik , eksofilik , nokturnal.
Nyamuk Mansonia Indiana hidup secara nokturnal, berada di wilayah
hutan dan rawa endemik, lingkungan kotor dan area peternakan ikan yang tidak
terpakai. Nyamuk Mansonia Indiana bersifat agresif dan menghisap darah saat
manusia berada dalam aktivitas malam hari khususnya di luar rumah.
Nyamuk ini lebih senang untuk menghisap darah binatang sekalipun ia
juga menghisap darah manusia. Nyamuk Mansonia menggigit pada malam hari
(nocturnal) walupun juga menggigit pada siang hari jika suasana pada saat itu
teduh. Nyamuk ini lebih senang di luar rumah (out door) dibanding di dalam
rumah (in door). Tempat istirahatnya pada keteduhan tanaman dan rumput.
Kepadatan nyamuk ini sesuai dengan curah hujan. Jarak terbangnya antara 1-4 km

E. Penyakit yang dapat ditularkan oleh Nyamuk Mansonia Indiana

- Filariasis

Nyamuk Mansonia Indiana dapat menjadi vektor filarial Brugia Malayi .

F. Siklus Penderita

Penyakit kaki gajah disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu
Wucheria Bancrofti, Brugia Malayi, dan Brugia Timori. Semua spesies tersebut
terdapat di Indonesia. Namum lebih dari 70 persen kasus di Indonesia disebabkan
oleh Brugia Malayi.
Larva cacing dari muda hingga menjadi larva infektif di dalam tubuh
nyamuk berlangsung selama 1-2 pekan. Sedangkan dari mulai masuknya larva
dari nyamuk ke tubuh manusia hingga menjadi cacing dewasa berlangsung selama
3-36 bulan. Meski terkesan gampang sekali tertular oleh nyamuk, namun pada
kenyataannya diperlukan ratusan hingga ribuan gigitan nyamuk hingga bisa
menyebabkan penyakit kaki gajah.

Cacing jantan dan betina hidup di dalam kelenjar limfe bentuknya halus
seperti benang dan berwarna putih susu. Mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk
melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan
bersarang di antara otot-otot toraks.

Bila nyamuk yang mengandung larva stadium III bersifat infektif dan
menggigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk ke dalam tubuh dan
bersarang di saluran limfe. Kemudian mengalami pertumbuhan dan tumbuh
menjadi cacing dewasa.

F. Pengendalian

1. Cara pencegahan dan pengendalian vektor Nyamuk Mansonia:

a. Jika tempat peternakan ikan yang sudah tidak terawat, harus ditutup
menggunakan tenda/terpal, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk
yang berkembang di dalam air dan telurnya melengket pada tanaman di
daerah peternakan ikan.

b. Menggunakan lotion anti nyamuk atau membawa raket nyamuk


sebelum beraktivitas di malam hari.

c. Jika rumah yang berada di lingkungan endemik tersebut, lakukan 3M


dan memasang kawat kasa disekitar ventilasi jendela dan penggunaan
bubuk abate di wilayah genangan air.

2. Cara pengendalian nyamuk dewasa dan larva (jentik)


Pengendalian nyamuk dewasa dan larva (jentik) harus dilakukan secara Terpadu,
untuk menurunkan populasi nyamuk dan diikuti dengan monitoring dan evaluasi
dengan cara mengukur padat populasi nyamuk dewasa dan jentik.

Mansonia uniformis
Annisa Putri Fatmasari (6411417161)

A. LATAR BELAKANG

Makhluk hidup bertahan hidup secara berkegantungan, termasuk nyamuk


yang hidupnya mencari makan berupa darah manusia, dan membawa bibit
penyakit melalui nyamuk (vektor). Nyamuk merupakan serangga yang memiliki
tubuh berukuran kecil, halus, langsing, kaki-kaki atau tungkainya panjang
langsing, dan mempunyai bagian mulut untuk menusuk kulit dan mengisap darah
yang disebut dengan probosis (Hadi & Koesharto, 2006). Nyamuk termasuk jenis
serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. Nyamuk mempunyai dua sayap
bersisik, tubuh yang langsing dan enam kaki panjang. Antar spesies berbeda-beda
tetapi jarang sekali panjangnya melebihi 15 mm.

Ada lebih dari 2500 spesies nyamuk yang berbeda di seluruh dunia, Masing-
masing spesies memiliki nama ilmiah yang latin, seperti Culex Tarsalis, Aedes
Aegypti dll. Nama-nama ini digunakan dalam cara deskriptif sehingga nama
tersebut mewakili nyamuk tertentu. Nyamuk merupakan spesies dari arthropoda
yang berperan sebagai vector penyakit arthropod-born viral disease.

Nyamuk dapat berperan sebagai vektor penyakit pada manusia dan binatang.
Pada nyamuk betina, bagian mulutnya membentuk probosis panjang untuk
menembus kulit manusia maupun binatang untuk menghisap darah. Nyamuk
betina menghisap darah untuk mendapatkan protein untuk pembentukan
telur yang diperlukan. Sehingga untuk dapat lebih mengenal tentang nyamuk
dalam makalah ini kami membahas judul mengenai “nyamuk mansonia”

B. KONSEP DASAR NYAMUK MANSONIA UNIFORMIS


1. Pengertian
Nyamuk Mansonia uniformis (Theobald) mempunyai arti yang cukup
penting dalam dunia kesehatan bagi manusia karena merupakan penular
(vektor) penyakit filaria (filariasis). Filariasis adalah penyakit yang
disebabkan oleh cacing filaria dan merupakan penyakit menular menahun
karena investasi jenis cacing Nematoda pada kelenjar dan saluran getah
bening, dimana pada stadium lanjut dapat menimbulkan cacat anggota
tubuh, karena membengkaknya kaki sehingga terlihat seperti kaki gajah
atau juga disebut elefantiasis. Nyamuk penular penyakit yang berbagai
jenis tersebar luas di sekitar pemukiman penduduk dan sukar dikontrol
sehingga rantai penularan penyakit akan terus berjalan selama nyamuk
vektornya yaitu Mansonia spp masih ada. Sumber penularan yang utama
adalah penderita filariasisi sendiri yang mengandung bibit penyakit
(mikrofilaria) dalam darah tepinya.
Sejarah yang penting diketahui mengenai genus Mansonia yaitu
soal nama. Pada mulanya nyamuk ini dikenal dengan nama
Taeniorhynchus Lynch Arribalzaga yang ditemukan pada tahun 1891.
Setelah beberapa kali terjadi pergantian nama maka pada tahun 1956 oleh
Stone dan K.L. Knight mengusulkan ke International Committee On
Zoological Nomenclature (ICZN) untuk mempergunakan nama Mansonia,
dan baru secara resmi diakui oleh ICZN pada tahu 1959 dengan Mansonia
sampai sekarang. Nyamuk mansonia (Diptera: Culicidae) sebagai penular
utama filariasis tersebar luas di Asia Tenggara. Di Malaysia terdapat dua
subgenera yaitu Mansonioides dan Coquillettidia, akan tetapi yang
berperan penting sebagai penular penyakit filaria adalah yang termasuk
subgenus Mansonioides. Jenis Mansonia yang ada di Malaysia adalah Ma.
annulata (Leicester), Ma. annulifera (Theobald), Ma. bonneae (Edward),
Ma. indiana (Edward) dan Ma. uniformis (Theobald). (Wharton, 1962)
Taksonomi nyamuk Mansonia uniformis
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Genus : Mansonia
Spesies : Mansonia Uniformis

2. Ciri – ciri nyamuk Mansonia uniformis


Adapun ciri-ciri Nyamuk mansonia sebagai berikut:
a. Ciri-ciri jentik nyamuk Mansonia
1) Bentuk siphon seperti tanduk
2) Jentik nyamuk mansonia menempel pada akar tumbuhan air.
3) Pada bagian toraks terdapat stoot spine.
b. Ciri-ciri nyamuk Mansonia
1) Pada saat hinggap tidak membentuk sudut 90º
2) Bentuk tubuh besar dan panjang
3) Bentuk sayap asimetris.
4) Menyebabkan penyakit filariasis
5) Penularan penyakit dengan cara membesarkan tubuhnya

Gambar 9. Thorax dorsal


Gambar 10. Kepada dorsal

Gambar 11. Kepada lateral

Gambar 12. Thorax lateral


Gambar 13. Perut lateral

Gambar 14. Perut punggung

3. Siklus hidup nyamuk Mansonia uniformis


1. Telur diletakan saling berdekatan membentuk rakit dibawah
permukaan daun tanaman air
2. Larva memiliki kait (saw) untuk mengambil O2 pentil pernapasan
3. Pupa terompet runcing keras dan kuat untuk menusuk akar tanaman
4. Dewasa ada rambut (bristel) di depan spirakel femur hind dengan 3-5
gelang yang teratur urat-urat sayap dilengkapi dengan scale sayap
yang luas, asimetris gelap terang.

C. Bionomik nyamuk Mansonia uniformis


a. Ciri tubuh
Gambar 15. Nyamuk Mansonia Uniformis
Nyamuk dewasa (imago) secara morfologis mempunyai ukuran antara
5 – 6 mm, warna tubuh coklat terang yang ditandai dengan adanya dua
garis berwarna kekuningkuningan pada bagian skutum dengan banyak
bercak dan bintik putih serta kuning pada thorax, abodomen dan kaki.
Femur tungkai belakang bergelang warna putih dengan letak yang tak
teratur, demikian pula tarsinya. Gigi-gigi yang tersusun seperti sisir
pada ujung tergit ruas abdomen yang kedelapan terdiri atas tiga
deretan, dimana deret yang terletak di tengah mempunyai lima sampai
sembilan gigi dan deret kedua sisi deret tengah tadi mempunyai empat
atau lima gigi. Pada ujung palpi bersisik putih kekuningkuningan
sedangkan pada bagian belakang pronotum banyak ditutupi oleh sisik.
Kettle (1984) menyatakan bahwa perkembangan telur nyamuk Ma.
uniformis sampai dewasa (imago) pada lingkungan temperatur 26 -
30ºC memerlukan waktu antara 25 sampai 40 hari. Sama pada nyamuk
Ma. (Africana & Kettle, 1984)

b. Ciri telur
Gambar 16. Telur Nyamuk Mansonia uniformis
Telur nyamuk Ma. uniformis yang bentuknya agak lonjong dengan
salah satu ujungnya meruncing mempunyai warna coklat gelap sampai
hitam. Telur tersebut oleh nyamuk biasanya diletakkan dalam bentuk
kelompok pada permukaan bawah daun tumbuhan inangnya yang
hidup di daerah berawa-rawa yang banyak tumbuhan air (Wharton,
1962). Ukuran telur dapat mencapai panjang sekitar 1 mm. Pada waktu
telur menetas larva akan keluar melalui bagian ujung telur yang robek
dan langsung masuk air berenang dan mencari tumbuhan air untuk
berlindung dan berkembang. Biasanya larva tersebut akan selalu ada
pada sela-sela akar tanaman air tersebut, hal ini karena untuk
mendapatkan oksigen dari jaringan tanaman. (Chapman, 1971)

c. Ciri larva nyamuk Mansonia uniformis


Gambar 17. Larva Nyamuk Mansonia uniformis

Panjang tubuh larva dewasa (instar IV) antara 9 – 10 mm dan warna


jentik (larva) adalah coklat tua sampai hitam. Menurut (Horsfall, 1955)
bahwa larva Ma. uniformis, dapat juga hidup terbenam dalam suatu
massa ikatan sebagai sampah di sekitar sistem perakaran tumbuhan air,
akan memakan segala macam partikel organik yang ada disekitarnya,
akan tetapi larva ini pula dapat menjadi mangsa binatang kecil/
protozoa lainnya yang menjadi musuhnya. Ciri – ciri dari larva
nyamuk jenis Mansonia yaitu Mempunyai sifon yang pendek, Sifon
bentuk kon yang tajam, bergerigi di hujung, Tiada gigi pekten,
Sepasang comb teeth.

d. Ciri pupa nyamuk Mansonia uniformis

Gambar 18. Pupa Nyamuk Mansonia Uniformis


Pupa kalau diperhatikan mempunyai bentuk seperti koma dengan panjang
cephalothoraxnya antara 2-3 mm. Rambut-rambut sikat pada ruas
abdomen ada yang lebih panjang dengan lebar ruas abdomen berikutnya.
Pupa juga memperoleh oksigennya dari jaringan tanaman air dengan cara
menusukkan respiratory trumpletnya. Alat pernapasan ini bentuknya
seperti trompet yang panjang dimana pada ujungnya mengeras karena
adanya kitin. Bentuk alat pernapasan ini secara garis besar hampir sama
dengan genus Anophelinae (Kettle, 1984). Tempat berkembang biak
nyamuk Mansonia uniformis

Tempat berkembangbiak alami nyamuk ini pada umumnya pada daerah


dengan air tergenang atau pada rawa-rawa terbuka yang banyak ditumbuhi
tanaman air. (Wharton, 1962) menyatakan bahwa tempat berkembangbiak
nyamuk Ma. uniformis yang dikenal luas sampai saat ini digolongkan
dalam tiga tipe dasar yaitu :
(1) daerah rawa-rawa terbuka yang mana tumbuhan yang dominan adalah
Isachne globosa dan Panicum amplxicaule. Daerah dengan tipe seperti ini
sangat disenangi dan merupakan tempat berkembangbiak nyamuk Ma.
uniformis dan Ma. crassipes,
(2) daerah yang merupakan batas hutan dan merupakan tempat/rawa
dengan hutan terbuka. Daerah ini disenangi oleh nyamuk Ma. annulata dan
(3) daerah hutan yang berawa dengan segala macam keanekaragaman
tumbuhan yang dapat memberi kemungkinan tempat berkembangbiak
jenis nyamuk seperti Ma. dives, Ma. bonneae dan Ma. Nigrosignata
(Wharton, 1962). Kolam atau sawah terbuka yang ditumbuhi banyak
tanaman air karena kurang digarap, dapat menjadi tempat berkembang
biak nyamuk Mansonia, apalagi jika kolam tersebut mempunyai
kedalaman air antara 15 – 100 cm. Di Srilanka menurut Carter dalam
Wharton (1962), ditemukan larva Ma. uniformis pada 24 jenis tanaman air
terutama pada E. crassipes, Isachne dan Panicum, Pistia dan Salviniaceae
(Appleton & B.L.Sharp, 1985). Tanaman air yang sangat baik untuk
pertumbuhan nyamuk pradewasa adalah Impomoea aquatica. Informasi ini
sangat penting artinya dalam mendapatkan data-data bioekologi,
pertumbuhan dan perkembangan sebagai usaha untuk mengendalikan
populasi nyamuk Ma. Uniformis.

e. Perilaku dan kebiasaan mengigit dan istirahat pada nyamuk Mansonia


uniformis
Penelitian dan pengamatan perilaku dan kebiasaan istirahat
nyamuk Mansonia telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti antara
lain Wharton (1958) yaitu dengan memasang perangkap di jendela pondok
untuk mengetahui pengaruh residu insektisida terhadap Ma. dives, Ma.
bonneae, Ma. annulata dan Ma. uniformis. Dari hasil penelitian ini
diketahui bahwa 90% nyamuk meninggalkan rumah pondok sebelum jam
lima pagi, sedangkan 10% lebih memilih tinggal dalam rumah beristirahat,
setelah kenyang baru meninggalkan rumah setelah jam 7 pagi. Pada tahun
1954, Wharton dan Santamaria telah melakukan penelitian mengenai
kebiasaan beristirahat nyamuk Mansonia pada siang hari yang dilakukan
di Malaysia. Hasilnya menunjukkan bahwa sangat sedikit nyamuk Ma.
uniformis yang beristirahat dalam rumah yang telah disemprot dengan
Pyrethrum, yaitu hanya 4 ekor dari 56 ekor yang ditangkap pada nyamuk
Mansonia seperti Ma. dives, Ma. bonneae dan lain sebagainya. Krafsur
(1972) dalam penelitiannya di Gambela (Ethiopia) mendapatkan kepadatan
populasi Ma. uniformis dan Ma. africanus yang istirahat dalam rumah
sangat rendah.
Smith (1955) dengan penelitian di Afrika menemukan Ma.
uniformis dan Ma. africana selalu mengisap darah dan istirahat di luar
rumah. Siklus gonotrofik dari kedua nyamuk ini adalah 3,3 – 4,1 hari
untuk Ma. uniformis dan 3,4 – 3,8 hari untuk Ma. indiana1 . Ma. uniformis
diketahui lebih cenderung mengisap darah manusia walaupun sering
nyamuk ini ditemukan beristirahat di kandang ternak. Wharton (1962) juga
telah membuktikan hal ini seperti apa yang telah dikerjakan di Malaysia.
Selain itu oleh Wharton (1962) juga telah menemukan banyak nyamuk
Ma. dives, Ma. bonneae, dan Ma. uniformis di celah-celah batu dibawah
rumput-rumputan. Juga ditemukan banyak nyamuk beristirahat pada peti-
peti yang diletakkan ditempat yang terlindung di daerah perkampungan di
Malaysia. Oleh Wharton tidak meragukan bahwa nyamuk Mansonioidea
pada umumnya banyak beristirahat dekat dengan tanah dibawah
daundaunan dari rumput-rumputan. Demikian juga makanannya banyak
diisap dari darah manusia, kambing, kerbau, anjing, dan burung. Penelitian
Krafsur (1972) di Ethiopia menarik suatu kesimpulan bahwa Ma.
uniformis dan Ma. africana merupakan nyamuk yang bersifat antropofilik
(khusus di Ethiopia karena hewan ternak sangat jarang) 9 . Di daerah
kampung Kapuk, Jakarta Barat, nyamuk Ma. uniformis lebih banyak aktif
di luar rumah daripada dalam rumah. Nyamuk Ma. uniformis mulai aktif
masuk rumah dan mengigit manusia ada diantara jam-jam 19.00 sampai
20.00 dan antara 22.00–23.00. Nyamuk yang bristirahat pada dinding
rumah lebih banyak nyamuk betina dengan abdomen penuh darah.
Wharton (1962) menyatakan bahwa tempat beristirahat nyamuk Ma.
uniformis pada umumnya di luar rumah dan aktif pada malam hari.

D. Potensi Mansonia uniformis sebagai vektor penyakit filariasis.


Filariasis adalah penyakit menahun yang disebabkan oleh parasit
Nematoda yang penyebarannya ditularkan oleh nyamuk. Sampai saat ini di
Indonesia ditemukan tiga jenis parasit Nematoda yaitu W. bancrofti, B.
malayi, dan B. timori. Penular penyakit ini di daerah pedesaan adalah
berbagai jenis nyamuk Anopheles, misalnya di Lombok adalah An.
subpictus Grassi sedangkan di daerah perkotaan seperti Jakarta adalah
Culex quinquefasciatus ini untuk parasit W. bancrofti, sedangkan B.
malayi banyak ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Timor dan
Seram. Penular filariasis di Sumatera dan Kalimantan kebanyakan adalah
Ma. uniformis dan Ma. annulifera. Khusus di Sulawesi adalah An.
barbirostris Wulp. B. timori terbatas di kepulauan sekitar laut Sawu yaitu
Flores, Alor dan Timor serta Sumba. Penular penyakit ini adalah An.
barbirostris2 . Survei-survei mikrofilaria di kawasan Indonesia Timur
menunjukkan “rate” yang berkisar 0 sampai 41%. Nyamuk Ma. uniformis
di daerah pedesaan Irian Jaya telah pula ditemukan sebagai penular filaria
jenis W. bancrofti, demikian juga halnya di Sumatera, Jawa, Sulawesi juga
ditemukan nyamuk penular penyakit filaria10. Di Sulawesi Tenggara,
nyamuk penular filaria jenis B. malayi merupakan vektor alami. Hal ini
diketahui setelah diadakan pembedahan nyamuk yang dikumpulkan
dengan berbagai penangkapan antara lain ditemukan Ma. uniformis
dengan infection-rate 0,63%. Kepastian jenis nyamuk ini sebagai vektor B.
malayi telah di uji dengan perlakuan infeksi buatan dengan cara
mengigitkan nyamuk pada pasien pengandung mikrofilaria. Setelah
dipelihara dalam waktu 10 – 12 hari, kemudian satu persatu nyamuk
dibedah. Sebagai hasilnya “indeks eksperimental infection” An.
barbirostris 0,22%, Ma. uniformis 0,63%, Ma. indiana 0,76%. Parasit B.
timori terdapat di Indonesia bagian timur khususnya pedalaman pulau
Timor, Alor, Flores, Sumba dan beberapa pulau disekitarnya. Penularnya
yang diketahui adalah nyamuk An. barbirostris2 . Di Asia Tenggara,
nyamuk Mansonia merupakan vektor utama filariasis malayi disamping
Anopheles. Nyamuk Ma. uniformis merupakan vektor bagi B.malayi di
Malaysia, Srilanka, India, Thailand dan Indonesia. Di daerah Irian Barat
dan Papua New Guinea, nyamuk Ma. uniformis merupakan vektor W.
bancrofti (Kettle, 1984). Oleh Hodgkin (1939) dalam Wharton (1962)
menyatakan bahwa nyamuk Ma. uniformis merupakan vektor alami B.
malayi di Malaysia1 . Dalam usaha mengurangi bahaya penyakit filariasis,
penting sekali artinya mengendalikan populasi nyamuk Ma. uniformis ini.
Di beberapa negara telah dicoba 9 mengendalikannya menggunakan
herbisida dan insektisida. Pengendalian secara hayati juga telah dicoba.
Selain itu ada lagi cara dengan memberantas nyamuk Mansonia dengan
jalan mengendalikan atau membasmi tanaman/tumbuhan air seperti Pistia,
Eichornia, Salvinia dengan menggunakan herbisida pentaklorfenol.
Sedang untuk penderitanya sendiri sebaiknya diberikan pengobatan
dengan dietilkarbamazine citrate (Departemen Kesehatan, 1986).

Gambar 19. Cacing penyebab filariasis (Brugia malayi)


Gambar 20. Orang yang terkena filariasis

E. Cara pencegahan dan pengendalian


vektor Nyamuk Mansonia:
1. Jika tempat peternakan ikan yang sudah tidak terawat, harus ditutup
menggunakan tenda/terpal, untuk memastikan tidak adanya larva
nyamuk yang berkembang di dalam air dan telurnya melengket pada
tanaman di daerah peternakan ikan.
2. Menggunakan lotion anti nyamuk atau membawa raket nyamuk
sebelum beraktivitas di malam hari.
3. Jika rumah yang berada di lingkungan endemik tersebut, lakukan 3M
dan memasang kawat kasa disekitar ventilasi jendela dan
penggunaan bubuk abate di wilayah genangan air.

Cara pengendalian nyamuk dewasa dan larva (jentik) :


1. pengendalian nyamuk dewasa dan larva (jentik) harus dilakukan
secara Terpadu, untuk menurunkan populasi nyamuk dan diikuti
dengan monitoring dan evaluasi dengan cara mengukur padat populasi
nyamuk dewasa dan jentik.
2.

DAFTAR PUSTAKA

Africana, & Kettle, D. (1984). Medical and Veterinary Entomology. Croom


Helm(658 p).

Appleton, C., & B.L.Sharp. (1985). A prelemenary study on the emergence of


Mansonia uniformis. Theobald (Diptera : Culicidae) from swamps at
Richart Bay Natal. J. Sosiaty of Southern Africa(1), 179 – 184.

Chapman, R. (1971). The insect structure and function. American Elcevier


PublishingCo(819 p).

Departemen Kesehatan. (1986). Pedoman pelaksanaan penyuluhan. Jakarta:


Depkes RI.

Hadi, U., & Koesharto, F. (2006). Hama pemukiman Indonesia. Pengenalan,


biologi, dan pengendalian. Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman,
23-51.

Horsfall, W. (1955). Nyamuk: Bionomik dan hubungannya dengan penyakit. The


Royal Press Company.

Kettle, D. (1984). Medical and Veterinary Entomology. Croom Helm, 658 p.

Wharton, R. (1962). The biology of Mansonia mosquitoes in relation to the


transmission of filariasis in Malaya. Bull. Inst. for Med.Res, 1-114.

Periplaneta americana

Siti Khoirunnisa (6411417053)

A. Gambaran Umum

Kecoa merupakan salah satu insekta yang berperan sebagai vektor


penyakit yang banyak ditemukan dalam rumah, gedung-gedung, termasuk dalam
restoran ataupun rumah makan. Kecoa dapat mengkontaminasi makanan manusia
dengan membawa agent berbagai penyakit yang berhubungan dengan pencernaan
seperti diare, demam typoid, disentri, virus hepatitis a, polio dan kolera. Berikut
merupakan taksonomi dari kecoa Periplaneta americana:
Kingdom: Animalia

Phylum: Arthopoda

Class: Insecta

Order : Blattodea

Family: Blattidae

Genus : Periplaneta

Species: Periplaneta Americana

B. Morfologi Kecoa Periplaneta Americana


Kecoa rumah adalah serangga dengan bentuk tubuh oval, pipih dorso-ventral.
Kepalanya tersembunyi di bawah pronotum yang dilengkapi dengan sepasang
mata majemuk dan satu mata tunggal, antena panjang, sayap dua pasang, dan tiga
pasang kaki. Pronotum dan sayap licin, tidak berambut dan tidak bersisik,
berwarna coklat sampai coklat tua (Robby, 2012).

Kecoa memiliki 3 bagian tubuh utama yaitu caput (kepala), thorax (dada) dan
abdomen (perut). Pada segmen thorak terdapat 3 pasang kaki dengan tipe alat kaki
yang memiliki ukuran dan bentuk yang sama dimana tipe alat kaki seperti ini
digunakan untuk berlari sedangkan tipe mulut kecoa adalah menggigit dan
mengunyah. Kecoa Periplaneta Americana memiliki panjang sekitar 3,81 cm,
berwarna coklat kemerahan, memiliki tanda di dada, dan memiliki sayap
sempurna. Kecoa betina mampu menghasilkan kapsul telur yang panjangnya 79
cm dan lebarnya 46 cm setiap minggunya. Kecoa rumah betina biasanya
membawa sebuah kapsul telur sekitar sehari lalu kemudian disimpan di tempat
yang aman. Masa inkubasi berlangsung selama 1-2 bulan. Nimfa Periplaneta
Americana dengan nimfa Blatta orientalis sulit dibedakan. Namun nimfa
Periplaneta Americana lebih kecil, berwarna coklat kemerahan dan belum
memiliki sayap sempurna (Ramsay dan Thomasson, 2009). Kecoa memiliki 3
bagian tubuh utama yang terdiri dari :

1) Caput (Kepala)

Pada bagian kepala terdapat mulut yang digunakan untuk mengunyah, terdapat
sepasang mata majemuk yang dapat membedakan gelap dan terang. Di kepala
terdapat sepasang antena yang panjang alat indra yang dapat mendeteksi bau-
bauan dan vibrasi di udara. Dalam keadaan istirahat kepalanya ditundukkan
kebawah pronotum yang berbentuk seperti perisai.

2) Thorax (Dada)

Pada bagian dada terdapat tiga pasang kaki dan sepasang sayap yang dapat
menyebabkan kecoa bisa terbang dan berlari dengan cepat. Terdapat struktur
seperti lempengan besar yang berfungsi menutupi dasar kepala dan sayap,
dibelakang kepala disebut pronotum.

3) Abdomen(Perut)

Badan atau perut kecoa merupakan bangunan dan sistem reproduksi, kecoa akan
mengandung telur-telurnya sampai telur-telurnya siap untuk menetas. Dari ujung
abdomen terdapat sepasang cerci yang berperan sebagai alat indra. Cerci
berhubungan langsung dengan kaki melalui ganglia saraf abdomen (otak
sekunder) yang paling penting dalam adaptasi pertahanan. Apabila kecoa
merasakan adanya gangguan pada cerci maka kakinya akan bergerak lari sebelum
otak menerima tanda atau sinyal (Rokhmah, 2016).

C. Siklus Hidup Kecoa Periplaneta Americana


Kecoa adalah serangga dengan metamorfosa tidak lengkap, hanya melalui
tiga stadia (tingkatan perkembangan), yaitu stadium telur, stadium nimfa, dan
stadium dewasa yang dapat dibedakan jenis jantan dan betinanya.

Gambar 2. Metamorfosis Periplaneta Americana (Depkes, 2009)

Stadium telur kecoa membutuhkan waktu 30-40 hari untuk menetas. Telur
kecoa tidak diletakkan sendiri-sendiri melainkan secara berkelompok. Kelompok
telur ini dilindungi oleh selaput keras yang disebut kapsul telur atau ootheca.
Kapsul telur dihasilkan oleh kecoa betina dan diletakkan pada tempat tersembunyi
atau pada sudut-sudut dan pemukaan sekatan kayu hingga menetas dalam waktu
tertentu yang disebut sebagai masa inkubasi kapsul telur, tetapi pada spesies kecoa
lainnya kapsul telur tetap menempel pada ujung abdomen hingga menetas. Jumlah
telur maupun masa inkubasinya tiap kapsul telur berbeda menurut spesiesnya
(Depkes, 2009).
Kapsul telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi nimfa yang hidup
bebas dan bergerak aktif. Nimfa yang baru keluar dari kapsul telur berwarna putih
seperti butiran beras, kemudian berangsur-angsur berubah menjadi berwarna
coklat dan tidak bersayap. Nimfa tersebut berkembang melalui beberapa instar (1-
6 instar) sebelum mencapai stadium dewasa, lamanya stadium nimfa berkisar 5-6
bulan. Periplanetta americana dewasa dapat diketahui dengan adanya dua pasang
sayap baik pada kecoa jantan maupun kecoa betina dan hanya kecoa rumah betina
yang mengeluarkan pheromone yaitu sejenis zat untuk menarik perhatian kecoa
rumah jantan. (Depkes, 2009).
Gambar 3. Kapsul telur Periplaneta Americana

D. Pola Hidup Kecoa Periplaneta Americana


1) Tempat Perindukan
Serangga penggangu di alam memiliki tingkat adaptasi yang sangat baik,
meskipun keberadaanya tetap dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan seperti
perubahan suhu, kelembaban dan sumber makanan. Pengaruh berbagai faktor
tersebut dapat menyebabkan perubahan jumlah populasi suatu serangga, ada yang
semakin sedikit jumlahnya.
Periplaneta americana biasanya menyukai tempat yang gelap dan lembab
seperti kamar mandi/wc, gudang, tempat sampah, selokan, kandang binatang dll.
Sebagian besar bekembang biak pada iklim yang dingin, Periplaneta americana
ketika tropis dan keadaan temperatur yang hangat mereka berpindah tempat
melalui saluran-saluran air kotor, tangki septik, kakus umum dan tempat sampah.

2) Kebiasaan Makan
Kecoa memakan hampir segala macam makanan yang mengandung zat
tepung dan gula. Selain makanan yang mengandung zat tepung dan gula, kecoa
(Periplaneta americana) juga menyukai makanan yang bukan merupakan bahan
makanan bagi manusia seperti pinggiran buku, bagian dalam tapak sepatu,
serangga mati, kulit mereka sendiri yang sudah mati dan usang, darah kering,
kotoran badan dll.
Menurut (Amalia & Harahap, 2010) pada pengujian dengan metode tanpa
pilihan pada kondisi terang, selai stroberi dan campuran selai kacang tanah -selai
stroberi -telur ayam lebih disukai oleh nimfa kecoa amerika dibandingkan umpan
lain, sedangkan pada kondisi selai stroberi dan selai stroberi-telur ayam yang lebih
disukai oleh nimfa. Nimfa lebih menyukai makanan yang bertekstur lunak dan
berbentuk cair, oleh karenaitu nimfa lebih menyukai selai stroberi dan selai
stroberi-telur ayam. Selain itu nimfa juga menyukai campuran selai kacang tanah-
selai stroberi-telur ayam, karena kandungan nutrisinya yang lengkap, sehingga
mampu menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Sedangakan untuk
Kecoa (Periplaneta americana) lebih menyukai selai stroberi karena memiliki
kandungan nutrisi yang lengkap sehingga cukup efektif untuk umpan kecoa.
3. Kebiasaan Terbang
Menurut (Oktarina, 2012) “Mempunyai sepasang sayap terluar yang
sempit, tebal dan keras, sedangkan sepasang sayap seperti membran dan seperti
lipatan kipas. Sayap tersebut digunakan untuk terbang pada jarak pendek, tetapi
kecoa lebih dikenal suka berlari dan dapat bergerak dengan cepat dengan kaki
panjang yang berkembang biak”
4. Grooming
Grooming diartikan sebagai tingkah laku kecoa rumah (Periplaneta
americana) untuk membersihkan diri sendiri dengan menjilatinya, sehingga sifat
tersebut dapat dimanfaatkan untuk mempemudah masuknya racun kedalam tubuh
kecoa rumah (Periplaneta americana).

E. Perilaku
Kecoa rumah (Periplaneta americana) biasanya hidup dekat dengan
kehidupan manusia. Kecoa rumah (Periplaneta americana) cenderung hidup di
daerah tropis namun jika di daerah dingin, kebanyakan kecoa rumah (Periplaneta
americana) hidup di bagian rumah atau gedung yang hangat, lembab dan terdapat
banyak makanan. Kecoa (Periplaneta americana) biasanya hidup berkelompok.
Mereka termasuk hewan nokturnal, yaitu hewan yang aktif pada malam hari dan
suka bersembunyi di balik retakan dinding atau lemari, di dekat saluran air, di
kamar mandi, di dalam alat-alat elektronik, dan kandang hewan, serta banyak lagi
yang lainnya. Kecoa rumah juga menyukai tempat-tempat yang gelap. Kecoa
rumah (Periplaneta americana) memakan banyak jenis makanan termasuk segala
makanan yang biasanya dikonsumsi oleh manusia. Namun, mereka lebih suka
makanan yang mengandung gula, kecoa rumah (Periplaneta americana) suka
memakan susu, keju, daging, selai kacang, kelapa bakar dan coklat yang manis.
Jenis makanan yang paling disukai oleh kecoa rumah (Periplaneta americana)
yaitu selai kacang dan kelapa bakar (Lestari, 2017).
F. Penciuman
Kecoa rumah (Periplaneta americana) memiliki indera penciuman yang
sangat baik. Indera penciuman ini berasal dari sepasang antenna yang berada di
bagian caput (kepala) dimana antena berfungsi untuk menemukan sumber
makanan, memandu jalan, mendeteksi cahaya dan pada kecoa rumah (Periplaneta
americana) betina yang mengeluarkan pheromone sex untuk melakukan
perkawinan. Selain itu, pheromone berfungsi untuk mempertahankan suatu koloni
kecoa rumah (Periplaneta americana) untuk selalu tetap bersama-sama.
G. Hubungan Kecoa dengan Kesehatan
Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit.
Peranan tersebut antara lain :
a.Sebagai vector mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen.
b.Sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing.
c.Menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal
dan pembengkakan kelopak mata.

Kecoa dapat memindahkan beberapa mikro organisme patogen antara lain,


Streptococcus, Salmonella dan lain-lain, sehingga mereka berperan dalam
penyebaran penyakit antara lain Disentri, Diare, Cholera, Virus Hepatitis A, Polio
pada anak-anak. Penularan penyakit dapat terjadi melalui organisme patogen
sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana
organisme tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa,
kemudian melalui organ tubuh kecoa, organisme sebagai bibit penyakit tersebut
menkontaminasi makanan (Ridwan, 2014).
H. Pengendalian Kecoa
Menurut Depkes RI (2002), cara pengendalian kecoa dapat ditujukan terhadap
kapsul telur dan kecoa yaitu:
1. Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara :
Mekanis yaitu mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah
dinding, celah-celah almari, celah-celah peralatan, dan dimusnahkan dengan
membakar/dihancurkan.
2. Pemberantasan kecoa
Secara fisik atau mekanis dengan :
a. Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul atau tangan.
b. Menyiram tempat perindukkan dengan air panas.
c. Menutup celah-celah dinding.
Secara Kimiawi :
Pemberantasan kecoa secara kimiawwi dilakukan dengan menggunakan
bahan kimia (insektisida) dengan formulasi spray (pengasapan), dust
(bubuk), aerosol (semprotan) atau bait (umpan). Selanjutnya kebersihan
merupakan kunci utama dalam pemberantasan kecoa yang dapat dilakukan
dengan cara-cara seperti sanitasi lingkungan, menyimpan makanan dengan
baik dan intervensi kimiawi (insektisida, repellent, attractan).
Strategi pengendalian kecoa ada 4 cara (Depkes RI, 2002):
a. Pencegahan
Cara ini termasuk melakukan pemeriksaan secara teliti barangbarang atau
bahan makanan yang akan dinaikkan ke atas kapal, serta menutup semua celah-
celah, lobang atau tempat-tempat tersembunyi yang bisa menjadi tempat hidup
kecoa dalam dapur, kamar mandi, pintu dan jendela, serta menutup atau
memodifikasi instalasi pipa sanitasi.
b. Sanitasi
Cara yang kedua ini termasuk memusnahkan makanan dan tempat tinggal
kecoa antara lain, membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan di lantai
atau rak, segera mencuci peralatan makan setelah dipakai, membersihkan secara
rutin tempat-tempat yang menjadi persembunyian kecoa seperti tempat sampah, di
bawah kulkas, kompor, furniture, dan tempat tersembunyi lainnya. Jalan masuk
dan tempat hidup kecoa harus ditutup, dengan cara memperbaiki pipa yang bocor,
membersihkan saluran air (drainase), bak cuci piring dan washtafel. Pemusnahan
tempat hidup kecoa dapat dilakukan juga dengan membersihkan lemari pakaian
atau tempat penyimpanan kain, tidak menggantung atau segera mencuci pakaian
kotor dan kain lap kotor.
c. Trapping
Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil dapat membantu untuk
menangkap kecoa dan dapat digunakan untuk alat monitoring. Penempatan
perangkap kecoa yang efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, di bawah
washtafel dan bak cuci piring, di dalam lemari, di dalam basement dan pada lantai
di bawah pipa saluran air.
d. Pengendalian dengan insektisida
Insektisida yang banyak digunakan untuk pengendalian kecoa antara lain :
Clordane, Dieldrin, Heptachlor, Lindane, golongan organophosphate majemuk,
Diazinon, Dichlorvos, Malathion dan Runnel. “Penggunaan bahan kimia
(insektisida) ini dilakukan apabila ketiga cara di atas telah dipraktekkan namun
tidak berhasil. Disamping itu diindikasikan bahwa pemakaian insektisida dapat
dilakukan jika ketiga cara tersebut di atas (pencegahan, sanitasi, trapping)
dilakukan dengan cara yang salah atau tidak pernah melakukan sama sekali.
Celah-celah atau lobang-lobang dinding, lantai dan lain-lain merupakan tempat
persembunyian yang baik. Lobang-lobang yang demikian hendaknya
ditutup/ditiadakan atau diberi insektisida seperti Natrium Flouride (beracun bagi
manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone,Chlordane 2,5 %, efeknya baik dan
tahan lama sehingga kecoa akan keluar dari tempat-tempat persembunyiannya.
Tempat-tempat tersebut kemudian diberi serbuk insektisida”(Depkes RI, 2002) .

Blatella germanica
Rachma Cynthia Ayu Kusumanigrum (6411417143)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecoa merupakan salah satu hama pemukiman yang dapat berperan sebagai
vektor penyakit yang paling umum ditemukan di tempat tinggal di seluruh dunia.
Kecoa dianggap sebagai pengganggu kesehatan karena kedekatannya dengan
manusia dan umumnya berkembang biak mencari makan di daerah yang kotor,
seperti tempat sampah, saluran pembuangan dan septitank. Makanan kecoa dari
makanan yang masih dimakan manusia sampai dengan kotoran manusia. Kecoa
mempunyai perilaku mengeluarkan makanan yang baru dikunyah atau
memuntahkan makanan dari lambungnya, karena sifat inilah mereka mudah
menularkan penyakit pada manusia. Tinja kecoa dilaporkan mengandung asam
kynurenat, asam xanturenat, dan 8- hydroxyquinaldat acids senyawa ini
dilaporkan bersifat mutagenik dan karsinogenik (Singgih, 2006).

Kecoa diketahui dapat menyebabkan alergi, pada daerah tropis seperti Asia
Tenggara kejadian alergi terhadap kecoa lebih tinggi daripada kejadian alergi
tehadap pollens (serbuk sari) dan house dust (debu rumah). Jenis alergen yang
paling banyak menimbulkan hasil positif adalah kecoa (32,9%) (Dewi, 2016).

Borror, et.al.1992 menyatakan bahwa ada beberapa species kecoa yang hidup
dan sering ditemukan di permukiman adalah Periplaneta Americana (kecoa
Amerika), Blattaria orientalis L, Blatella germanica, dan Suppella longipalpa.
Kecoa dikatakan sebagai serangga pengganggu dan merupakan hama pemukiman
karena habitat hidupnya ditempat yang kotor, dan dalam keadaan terganggu
mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap.

Kecoa kebanyakan hidup di daerah tropis yang kemudian menyebar ke daerah


subtropis, bahkan sampai ke daerah dingin. Serangga yang hidupnya mengalami
metamorfosis tidak sempurna ini memang sangat menyukai tempat-tempat yang
kotor dan bau. Bergelut dengan kotoran dan bau tidak menjadikan kecoa rentan
terhadap penyakit. Sebaliknya, serangga ini justru termasuk serangga yang
mampu bertahan hidup dalam kondisi ekstrem.Kemampuan beradaptasinya tidak
perlu diragukan lagi

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana toksonomi Blatella germanica ?
2. Bagaimana siklus hidup Blatella germanica ?
3. Bagaimana morfologi dari Blatella germanica ?
4. Bagaimana Pengendalian Blatella germanica ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui toksonomi dari Blatella germanica.
2. Untuk mengetahui tentang siklus hidup Blatella germanica.
3. Untuk mengetahui morfologi dari Blatella germanica.
4. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakuka untuk pengendalian
Blatella germanica.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TOKSONOMI BLATELLA GERMANICA

Berikut merupakan toksonomi dari Blatella Germanica :

Kingdom : Animalia (Animals)

Phylum : Arthropoda (Arthropods)

Subphylum : Hexapoda (hexapods)

Class : Insecta (Insects)

Order : Blattodea (Cockroaches and Termites)

Superfamily : Blaberoidea

Family : Ectobiidae

Genus : Blatella

Spesies : germanica (german Cockroach)

Pada mulanya kecoa digolongkan kedalam ordo Isoptera, namun saat ini
kecoa digolongkan kedalam ordo Blatodea (Blatta berarti menghindari cahaya)

2.2 MORFOLOGI BLATELLA GERMANICA

 Kecoa adalah serangga yang tubuhnya berbentuk oval, pipih dorso-ventral


 Kepalanya tersembunyi di bawah pronotum, dilengkapi sepasang antena
panjang yang berbentuk filiform yang bersegmen, dan mulut tipe
pengunyah (chewing)
 Berwarna coklat muda ada dua pita gelap longitudinal coklat gelap pada
thorax.
 Berukuran 12 – 16 mm
 Bagian dada terdapat 3 kaki, 2 pasang sayap, bagian luar tebal, bagian
dalam berbentuk membran.
 Caput melengkung ke vrento caudal di bawah sehingga mulut menonjol
diantara dasar kaki pertama.
 Kaki disesuaikan untuk berlari
 Metamorfosis tidak sempurna
 Binatang nocturnal yang dapat bergerak cepat dan menghindari cahaya.
 Bersifat omnifora

2.3 SIKLUS HIDUP BLATELLA GERMANICA

Kecoa dalam perkembangbiakannya mengalami metamorfosa sederhana


(gradual metamorphose) yang siklus hidupnya mengalami 3 fase yaitu :

Fase Telur

 Telur kecoa dilindungi oleh kantong yang sangat keras yang


disebut ootheca atau capsul.
 Jumlah telur yang terdapat disetiap capsul sebanyak 36 – 40 butir.
 Setiap serangga betina menghasilkan rata – rata 6 capsul selama
hidupnya.
 Telur menetas setelah 28 hari dan menjadi nimfa.

Fase Nimfa
 Perkembangan nimfa menjadi serangga dewasa membutuhkan
waktu 45 – 125 dengan rata – rata 60 hari, serta dengan 5- 7 kali
berganti kulit.
 Nimfa berwarna gelap dengan lurik warna pucat disepanjang tubuh
bagian depan.

Fase Dewasa

 Ukuran panjang kecoa dewasa 12 – 15 mm dengan lebar 4 – 5 mm.


 Berwarna coklat muda agak kekuningan.
 Warna kecoa betina lebih tua dibanding kecoa jantan.
 Pada bagian kepala terdapat dua tandra strip berwarna gelap.
 Kecoa jantan memiliki sayap yang panjang sama dengan panjang
badan, sedangkan yang betina memiliki sayap yang sedikit lebih
panjang dibandingkan tubuhnya.
 Badan kecoa jantan lebih panjang dan lebih ramping dibandingkan
yang betina.
 Umur kecoa dewasa dapat mencapai 200 hari.

2.4 BIONOMIC BLATELLA GERMANICA

Bionomik kecoa adalah kebiasaan segala sesuatu yang dilakukan kecoa


selama hidupnya.Bionomik kecoa terdiri sebagai berikut ;

 Tempat Perindukan
Umumnya kecoa lebih memyukai tempat yang kotor, lembab, dan sejuk.
Seperti WC, dibawah tumpukan barang, digudang yang lembab dan bau,
atau tempat kotor dan lembab lainnya.
 Cara Hidup
Kecoa umunya hidup berkelompok, mereka beraktifitas mencari makan
pada malam hari.Mereka bersembunyi didalam celah dinding, bingkai
pintu.Dengan tubuhnya yang pipih, apabila kecoa merasa terganggu /
terancam maka dia akan bersembunyi dicelah yang sempit.Kecoa juga
dapat menggunakan cara lai untuk melindungi diri, yaitu dengan cara
mengeluarkan cairan berbau busuk.
 Makanan Yang disukai
Kecoa memakan semua jenis makanan yang dikonsumsi oleh manusia,
terutama yang mengandung gula dan lemak.Mereka juga menyenangi
karton, tumpukan buku dll.

2.5 PENYAKIT YANG DITULARKAN BLATELLA GERMANICA

Menurut Aryatie (2005), penularan penyakit dapat terjadi melalui bakteri


atau kuman penyakit yang terdapat pada sampah atu sisa makanan, dimana kuman
tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian
melalui organ tubuh kecoa, selanjutnya kuman penyakit itu mengontaminasi
makanan.Penyakit yang ditularkan oleh kecoa antara lain :

1. Tifus
2. Diare
3. Tuberkulosis
4. Kolera
5. Hepatitis
6. Asma

2.6 SIKLUS PENDERITA

2.7 PENGENDALIAN BLATELLA GERMANICA

Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap


capsul telur dan kecoa :

1. Pembersihan capsul telur


Mengambil capsul telur yang ditemukan lalu dimusnahkan dengan cara
membakar/dihancurkan.
2. Pemberantasan kecoa
o Fisik
- Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul atau
tangan.
- Menyiram tempat perindukan dengan air panas.
- Menutup celah dinding.
o Kimiawi
- Menggunakan bahan kimia (insektisida,semprotan
serangga,dll)

Strategi pengendalian kecoa ada 4 cara (Depkes RI, 2002)

1. Pencegahan
Melakukan pemerikasaan secara teliti barang atau bahan makanan
yang akan dinaikkan keatas kapal, serta menutup semua celah, lubang,
atau tempat tersembunyi yang bisa menjadi tempat hidup kecoa dalam
dapur, kamar mandi, pintu dan jendela, serta menutup atau
memodifikasi instalasi pipa sanitasi.
2. Sanitasi
Memusnahkan makanan dan tempat tinggal kecoa antara lain,
membersihkan remah – remah atau sisa – sisa di lantai atau rak,segera
mencuci peralatan makan setelah dipakai, membersihkan secara rutin
tempat yang menjadi persembunyian kecoa seprti tempat sampah,
bawah lemari dll.Jalan masuk dan tempat hidup kecoa harus ditutup,
dengan cara memperbaiki pipa yang bocor, membersihkan saluran air.
3. Trapping.
Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil dapat membantu
untuk menangkap kecoa dan dapat digunakan untuk alat
monitoring.Penempatan perangkat kecoa yang efektif adalah pada
sudut – sudut ruangan, dibawah lemari, dst.
4. Pengendalian dengan insektisida
Insektisida yang sering digunakan untuk pengendalian kcoa antara lain
: Clordane, Dieldin, Heptaclor, Lindane, golongan orgnophosphate
majemuk, Diazinon, Dichlorvos, Malathion dan Runnel.Penggunaan
insektisida dilakukan apa bila ketiga cara diatas telah dipraktekkan
namun tidak berhasil.Disamping itu juga dapat diindikasikan bahwa
pemakaian insektisida dapat dilakukan jika ketiga cara diatas
dilakukan dengan cara yang salah atau tidak pernah melakukan
samasekali

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kecoa jerman (Blatella Germanica) merupakan hama nomor 1 di tempat


pengolahan makanan (food processing),pemahaman mengenai biologi dan
pengendaliannya sangat penting agar pengendalian dapat dilakukan dengan efektif
dan tuntas.Dibandingkan dengan jenis kecoa lainnya Blatella Germanica memiliki
kemampuan reproduksi yang tinggi, menghasilkan banyak hifa, serta siklus hidup
yang pendek.

3.2 SARAN

1. Sebaiknya gudang / celah dan tempat yang lembab dibrsihkan secara


berkala agar tidak dijadikan sebagai tempat perkembang biakan kecoa.

2. Segera bersihkan sisa makanan agar tidak mengundang datangnya


kecoa.

GAMBAR BLATELLA GERMANICA


Blatella asahinai
Nuhab Mujtaba Mahfuzh (6411417140)

Latar Belakang
Di dunia ini ada banyak sekali hewan. Hewan-hewan tersebut dibagi
menjadi banyak jenis. Dan dari semua jenis hewan tersebut mempunyai ciri khas
masing-masing. Sehingga hewan tersebut sangat menarik untuk di
pelajari.Serangga termasuk dari jenis hewan di dunia ini. Serangga terlihat sangat
simpel. Karena kebanyakan serangga bentuknya kecil. Tetapi serangga itu sendiri
mempunyai keunikan tersendiri dari tubuh yang kecil tersebut.
Kecoak ternyata sudah ada sejak 300 juta tahun yang lalu, dan ternyata dia
tidak banyak berevolusi seperti kebanyakan hewan-hewan lainnya. kecoak
ternyata juga ditakdirkan untuk bertahan di segala macam kondisi seperti panas
menyengat atau dingin membeku, terlebih lagi kecoak juga lebih resisten terhadap
radiasi ketimbang makhluk lain.
Binatang ini mampu bertahan hidup tanpa kepala sampai sebulan, sampai
akhirnya dia mati kelaparan. kecoak tidak membutuhkan kepala untuk bernafas,
bahkan otak sebagai alat kontrol tubuhnya.

Pengertian kecoa
Kecoa adalah insekta dari ordo Blattodea yang kurang lebih terdiri dari
3.500 spesies dalam 6 familia. Kecoa terdapat hampir di seluruh belahan bumi,
kecuali di wilayah kutub. Kecoa juga termasuk hewan purba. Banyak ahli yang
mengatakan bahwa kecoa telah hidup di bumi 300 juta tahun yang lalu.
Keberadaan kecoa sejak jaman purba itu dibuktikan dengan temuan fosil.
Fosil kecoa yang tertua di identifikasi dari periode Carboniferous diakhir periode
Devonian sekitar 354-295 juta tahun lalu. Walau pun bentuk kecoa purba ini lebih
mirip belalang. Seandainya itu tidak cukup kuat, maka ada lagi fosil kecoa yang
mirip dengan bentuk kecoa modern. Berdasarkan uji umur, fosil ini diperkirakan
dari masa awal Cretaceous (sekitar 145-4 juta tahun lalu).Di antara spesies yang
paling terkenal adalah kecoa Amerika, Periplaneta americana, yang memiliki
panjang 3 cm, kecoa Jerman, Blattella germanica, dengan panjang ±1½ cm,
dan kecoa Asia, Blattella asahinai, dengan panjang juga sekitar 1½ cm. Kecoa
sering dianggap sebagai hama dalam bangunan, walaupun hanya sedikit dari
ribuan spesies kecoa yang termasuk dalam kategori ini.
Kecoa adalah makhluk omnivora seperti manusia.mereka memakan sesuatu
yg telah mati atau benda benda yang tidak bergerak yang kebanyakan adalah
bahan bahan organik.makanan favoritnya adalah buah dan sayuran yg telah
membusuk.

Habitat kecoa

Kecoa sering kali ditemukan di tempat tempat kotor dan jorok. Tempat-
tempat tersebutlah yang paling di sukai oleh kecoa.Kecoa lebih suka tinggal di
daerah tropis. Karena kecoa suka dengan keadaan udara yang lembab. Tetapi di
daerah sub tropis pun kecoa banyak di temukan.

Klasifikasi Kecoa.
Kecoa ini memiliki berbagai jenis ukuran ada yang ukurannya 1,5 cm
sampai 3 cm dan jenis-jenis kecoa yang banyak dikenal oleh orang yaitu jenis
kecoa amerika yang biasa disebut dalam bahasa latin periplantae
americana. Kecoa Amerika(Periplaneta Americana)

Penampilan
Panjang 28 - 44 mm. Warnanya merah-coklat mengkilap.Pada jantan,
sayap lebih panjang daripada tubuhnya. Pada betina, sayap hanya bertumpang
tindih pada perutnya.Bisa berlari (dapat terbang pada suhu yang sangat panas)

Pola hidup
Sering berada di bagian dalam bangunan saluran pipa,ruang bawah
tanah,talang pipa dan anak tangga,Kecoa termasuk hewan yang omnivore dan
nokturnal.
Sebuah ekspedisi yang di lakukan ilmuwan Nature Conservancy dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di goa-goa kawasan karst
Sangkurilang-Mangkalihat, Kalimantan Timur,menemukan kecoa yang sangat
besar dan diperkirakan kecoa tersebut adalah kecoa terbesar di dunia. Kecoa
tersebut berukuran 8-10 cm. Beberapa cirinya antara lain warna kulit tubuh hitam
mengkilat dengan pelat kuning keemasan. hidup di goa-goa, bergerak lamban
(tidak secepat gerakan serangga yang seukuran dengannya), dan hidup
berpasangan.

Siklus Hidup

Ootheca (kantung telur) berisi 6 – 28 telur dibawa oleh betina selama


beberapa hari sebelum dikumpulkan. Terkadang saling menempel dan
terkelompok-kelompok. Menetas dalam 1 - 2 bulan..Anakan biasanya
berkembang dalam 5 bulan, tapi dapat pula hingga 15 bulan.

Blatella Asahinai

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Animalia

Divisi: Arthropoda

Kelas: Insecta

Memesan: Blattodea

Keluarga: Ectobiidae

Marga: Blattella

Jenis: B. asahinai
Gambar 1. Kecoa Asia betina dewasa, Blattella asahinai Mizukubo, membawa
kantung telur (ootheca). Foto oleh RW Baldwin, Universitas Florida

Nama umum: Kecoa Asia


Nama ilmiah: Blattella asahinai Mizukubo (Insecta: Blattodea: Blattellidae)

Kecoa Asia diidentifikasi sebagai spesies yang baru diperkenalkan ke Amerika


Serikat pada tahun 1986 ketika operator pengendalian hama profesional
mengumpulkan serangga ini di Lakeland, Florida. Dia menyebut mereka
sebagai kecoak Jerman , Blattella germanica (L.), tetapi mencatat bahwa perilaku
mereka tidak seperti kecoak Jerman lainnya yang sebelumnya dia temui. Setelah
diselidiki lebih lanjut, kecoak tersebut ternyata adalah Blattella asahinai

Distribusi dan Kebiasaan


Kecoa Asia pertama kali dideskripsikan pada 1981 dari serangga yang
dikumpulkan di Pulau Okinawa, Jepang. Blattella asahinai kemungkinan besar
diperkenalkan ke Amerika Serikat melalui impor dari Jepang. Sejak identifikasi
pertama Blattella asahinai di Lakeland (Polk County), telah menyebar melalui
banyak Florida dan dilaporkan di Alabama, Georgia, Carolina Selatan dan Texas.

Habitat utama kecoa Asia adalah di luar ruangan di daerah-daerah berlubang atau
mulsa yang teduh, seperti lansekap dan kebun, tempat sampah tanaman baru
terakumulasi. Populasi 30.000 hingga 250.000 serangga per hektar telah
dilaporkan. Anggota spesies ini adalah penerbang yang kuat, tidak seperti kerabat
dekatnya, kecoa Jerman. Mereka mungkin menyerang struktur tetapi infestasi
dalam ruangan jarang terjadi. Mereka menjadi aktif saat matahari terbenam dan
tertarik pada permukaan berwarna terang dan area yang terang benderang. Kecoak
dewasa akan terbang pada siang hari jika terganggu.
Pada tahun 2008, USDA menerbitkan laporan bahwa kecoa Asia mungkin juga
memiliki peran yang menguntungkan, sebagai predator telur, dalam
mengendalikan hama lepidopteran tanaman tahunan (USDA 2008). Namun,
karena ini terutama hama, tidak ada rencana untuk mendistribusikannya sebagai
kontrol biologis.

Deskripsi

Kecoak Asia hampir identik dengan kecoak Jerman Namun, ada juga sedikit
perbedaan morfologis antara Blattella asahinai dan Blattella germanica .

Gambar 2. Kecoa jantan dewasa Asia (kiri), Blattella asahinai Mizukubo, dan
Jerman (kanan), Blattella germanica (Linnaeus),pandangan perut. Perhatikan
sayap kecoak Asia membentang melewati ujung perut. Foto oleh Dina L.
Richman, University of Florida.

Ada juga perbedaan antara spesies dalam bentuk kelenjar tergal


jantan. Perempuan kecoa Asia menghasilkan kapsul telur yang lebih kecil dan
nimfa lebih kecil dari kecoak Jerman. Kecoa pertama Asia memiliki 23 segmen
antena sedangkan kecoa pertama Jerman memiliki 24 sampai 25. Akhirnya,
margin perut dan bintik-bintik di sepanjang perut bagian tengah dari instar
akhir Blattella asahinai tampak putih, sedangkan daerah-daerah tersebut sedikit
berpigmen di Blattella germanica .
Gambar 3.Tampilan perut tahap akhir dari kecoak betina Asia gravid
(kiri), Blattella asahinai Mizukubo, dan kecoak jerman Jerman betina
(kanan), Blattella germanica (Linnaeus). Perhatikan bahwa ootheca dari kecoa
Asia betina tidak mengusir sejauh sayap dewasa sebagai ootheca dari kecoa
Jerman betina. Foto oleh Dina L. Richman, University of Florida.
Gambar 4. Ootheca dari kecoa Asia betina (kiri), Blattella asahinai, tidak
mengusir sejauh sayap dewasa sebagai ootheca dari kecoa Jerman betina
(kanan), Blattella germanica (Linnaeus). Foto oleh Dina L. Richman, University
of Florida

Gambar 5. Pandangan punggung kecoak Jerman awal (kiri), Blattella


germanica (Linnaeus), Asia (kanan), Blattella asahinai Mizukubo,Foto oleh Dina
L. Richman, University of Florida.
Gambar 6. Kecoak Jerman akhir (kiri), Blattella germanica (Linnaeus), dan Asia
(kanan), Blattella asahinai Mizukubo,di Punggungnya terdapat Bintik-bintik di
sepanjang bagian tengah kecoak Asia tampak putih, sementara area-area tersebut
berpigmen ringan di kecoa Jerman. Nimfa kecoa Asia juga lebih kecil dari nimfa
kecoa Jerman. Foto oleh Dina L. Richman, University of Florida.

Gambar 7. Kecoak jantan Jerman dewasa (kiri), Blattella germanica (Linnaeus),


Asia (kanan), Blattella asahinai Mizukubo,pandangan punggung. Garis-garis
pronotal dari kecoa Asia lebih gelap dan lebih jelas dibandingkan dengan garis-
garis pada kecoa Jerman. Foto oleh Dina L. Richman, University of Florida.

Daur Hidup
Kecoa Asia betina menghasilkan sekitar empat kapsul telur (oothecae),
masing-masing rata-rata 37 telur, dalam masa hidupnya. Nimfa membutuhkan
waktu sekitar 67 hari untuk mencapai dewasa. Betina dewasa hidup rata-rata 104
hari dan jantan dewasa hidup rata-rata 49 hari. Betina dewasa menghasilkan
kapsul telur pertama mereka 13 hari setelah eclosion, dan dapat menghasilkan 20
hari kemudian.Kecoak dewasa berlimpah pada bulan Februari hingga Mei dan
Agustus hingga September. Nimfa mendominasi pada bulan Mei hingga Agustus.
Gambar 8.Kaset telur (ootheca) dari kecoak Asia, Blattella
asahinai Mizukubo. Foto oleh RW Baldwin, Universitas Florida.

Manajemen
Kontrol kecoa Asia sulit karena mobilitas dan kemampuan beradaptasi
mereka dengan berbagai habitat. Perawatan tradisional menggunakan semprotan
residu di dalam dan di sekeliling struktur tidak efektif karena infestasi di daerah
mulsa dan hutan.Plus, kecoak dewasa memasuki rumah melalui jendela dan
pintu, menghindari daerah yang biasanya dirawat untuk mengendalikan kecoak
Jerman.Penggunan lampu uap natrium untuk penerangan keamanan dan lampu
pijar kuning untuk penerangan teras keduanya kurang menarik bagi kecoak
dewasa dan mengurangi daya tarik serangga dewasa terhadap penerangan di dekat
bangunan Meskipun kecoak Asia rentan terhadap banyak pestisida, umpan
pelletized beracun yang tersebar di luar ruangan telah memberikan kontrol yang
paling dapat diandalkan.

Serangga menguntungkan

Menurut entomolog Bob Pfannenstiel (Unit Peneliti Serangga Bermanfaat,


Weslaco, Texas) yang telah bertahun-tahun meneliti dan mempelajari predator
yang memakan telur hama lepidopteran dari tanaman tahunan mengungkapkan,
bahwa spesies omnivora ini juga memakan, dalam kondisi tertentu, pada telur
hama lepidopteran dari tanaman tahunan. Kecoak Asia menjelajah barat ke Texas
pada tahun 2006, dan menjadi predator paling umum dari telur bollworm di
wilayah Rio Grande Valley di negara bagian itu. Bollworm mengancam tanaman
kapas, kedelai, jagung, dan tomat.

DAFTAR PUSTKA

Appel AG. 1997. Pendekatan non-kimia untuk kontrol kecoak. Jurnal


Entomologi Ekonomi 14: 271-280.
Atkinson TH, Koehler PG, Patterson RS. 1991. Reproduksi dan
pengembangan Blattella asahinai (Dictyoptera: Blattellidae). Jurnal
Entomologi Ekonomi 84: 1251-1256.
Brenner RJ, Patterson RS, Koehler PG. 1988. Ekologi, perilaku, dan
distribusi Blattella asahinai (Orthoptera: Blattellidae) di Florida
tengah. Sejarah Masyarakat Entomologis Amerika 81: 432-436.
Hagenbuch BE, Koehler PG, Patterson RS, Brenner RJ. 1988. Kecoak
Peridomestik (Orthoptera: Blattidae) dari Florida: komposisi dan penindasan
spesies mereka. Jurnal Entomologi Medis 25: 377-380.
Ross MH, Mullins DE. 1988. Perbandingan Nymphal dan oothecal
dari Blattella asahinai dan Blattella germanica (Dictyoptera:
Blattellidae). Jurnal Entomologi Ekonomi 81: 1645-1647.
Roth LM. 1987. Blattella asahinai diperkenalkan ke Florida (Blatteria:
Blattellidae). Psyche 93: 371-374.
USDA. (2008). Kecoak Asia dapat membantu petani Texas . Berita & Acara
USDA. (24 April 2017)
Valles S. (Agustus 2008). Kecoak Jerman, Blattella
germanica (Linnaeus) . Makhluk Unggulan. EENY-2. (24 April 2017)

Anda mungkin juga menyukai