Anda di halaman 1dari 6

Aedes sp

Taksonomi

Golongan : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Genus : Aedes

Spesies : Aedes sp. Gambar 1 Aedes sp.

Morfologi

a. Aedes aegypti

Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan nyamuk
rumah (Culex quinquefasciatus). Aedes aegypti mempunyai warna dasar hitam dengan
bintik-bintik putih pada bagian badan terutama pada kaki. Aedes aegypti dikenal dari
bentuk morfologinya yang khas dengan mempunyai gambaran lira (lire-form) yang
putih pada punggungnya (mesonotum). Yaitu ada dua garis melengkung vertikal di
bagian kiri dan kanan. Nyamuk jantan umumnya lebih kecil daripada nyamuk betina.
Terdapat rambut tebal pada antena nyamuk jantan (Ishartadiati, 2012). Telur Aedes
aegypti berbentuk elips berwarna hitam. Telur Aedes aegypti mempunyai dinding
yang bergaris-garis dan membentuk bangunan yang menyerupai gambaran kain kasa.
Larva Aedes aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri
lateral (Djakaria, 2000).

b. Aedes albopictus
Aedes albopictus dewasa memiliki tubuh berwarna hitam dengan bercak/garis-
garis putih pada notum dan abdomen, antena berbulu/plumose. Pada nyamuk jantan
palpus sama panjang dengan probosis, sedangkan nyamuk betina memiliki palpus ¼
panjang probosis. Mesonotum dengan garis putih horizontal, femur depan sama
panjang dengan probosis. Femur belakang putih memanjang dibagian posterior, tibia
gelap/tidak belang pucat dan sisik putih pada pleura tidak teratur (Boesri, 2011).
Secara morfologis, nyamuk Aedes albopictus dan Aedes aegypti sangat mirip. Namun
dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian skutum. Skutum Aedes
aegypti berwarna hitam dengan dua garis putih sejajar di bagian dorsal tengah yang
diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih. Sedangkan skutum dari Aedes
albopictus hanya berisi satu garis putih dibagian dorsalnya.

Siklus hidup

a. Aedes aegypti

Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. penularan
penyakit dilakukan oleh nyamuk betina, karena hanya nyamuk betina yang menghisap
darah. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh asupan protein yang diperlukan
untuk memproduksi telur. Penghisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang
dengan dua puncak waktu, yaitu setelah matahari terbit (08.00-10.00) dan sebelum
matahari terbenam (15.00-17.00) (Djakaria, 2000). Nyamuk jantan tidak
membutuhkan darah dan memperoleh energi dari nektar bunga atau tumbuhan. Aedes
aegypti menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah.

tempat perindukan Aedes aegypti di Afrika berbeda dengan di Asia. Di Afrika,


nyamuk hidup di hutan dan tempat perindukan pada genangan air di pohon.
Sedangkan di Asia, tempat perindukan nyamuk berada di daerah pemukiman pada
genangan air bersih buatan manusia. Tempat perindukan Aedes aegypti dibedakan atas
tempat perindukan sementara, permanen dan alamiah. Tempat perindukan sementara
terdiri dari berbagai macam tempat penampungan air, termasuk kaleng bekas, ban
modil, pecahan botol, pecahan gelas, talang air, vas bunga dan tempat yang dapat
menampung genangan air bersih. Tempat perindukan permanen adalah tempat
penampungan air untuk keperluan rumah tangga seperti bak mandi, gentong air.
Tempat perindukan alamiah berupa genangan air pada pohon seperti pohon pisang,
pohon kelapa, pohon aren, potongan bambu dan lubang pohon (Chahaya, 2003).

Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna. Nyamuk betina meletakkan


telur pada permukaan air bersih secara individual, terpisah satu sama lain dan
menempel pada dinding tempat perindukannya. Seekor nyamuk betina dapat
meletakkan rata-rata sebanyak seratus butir telur setiap kali bertelur. Telur menetas
dalam satu sampai dua hari kemudian menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam
perkembangan larva yang disebut instar IV. Perkembangan dari instar I ke instar IV
memerlukan waktu sekitar lima hari. setelah mencapai instar IV, larva berubah
menjadi pupa dimana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama dua hari
sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembagnan dari telur hingga
nyamuk dewasa membutuhkan waktu tujuh hingga delapan hari. namun hal tersebut
bisa lebih lama bila kondisi lingkungan tidak mendukung (Djakaria, 2000). Telur
Aedes aegypti mampu bertahan dalam kekeringan dan dapat bertahan hingga satu
bulan. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva
sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannnya. Kondisi larva saat
berkembang dapat mempengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan.

b. Aedes albopictus
Telur nyamuk Ae. albopictus berwarna hitam, yang akan menjadi lebih hitam
warnanya ketika menjelang menetas, bentuk lonjong dengan satu ujungnya lebih
tumpul dan ukurannya lebih kurang 0,5 mm. Larva Ae. albopictus, kepala berbentuk
bulat silindris, antena pendek dan halus dengan rambut-rambut berbentuk sikat di
bagian depan kepala, pada ruas abdomen VIII terdapat gigi sisir yang khas dan tanpa
duri pada bagian lateral thorax (yang membedakannya dengan Ae. aegypti),
berukuran lebih kurang 5 mm. Dalam membedakan instar dari larva Ae. albopictus
dapat dipakai perbedaan lebar seperti pada Ae. aegypti yaitu : - instar I dengan lebar
kepala lebih kurang 0,3 mm, instar II lebar kepalanya lebih kurang 0,45 mm, instar III
lebar kepala lebih kurang 0,65 mm, instar IV lebar kepala lebih kurang 0,95 mm.
Pupa Ae. albopictus bentuk seperti koma dengan cephalothorax yang tebal, abdomen
dapat digerakkan vertikal setengah lingkaran, warna mulai terbentukagak pucat
berubah menjadi kecoklatan kemudian menjadi hitam ketika menjelang menjadi
dewasa, dan kepala mempunyai corong untuk bernapas yang berbentuk seperti
terompet panjang dan ramping.
Kehidupan nyamuk Ae. albopictus dimulai dari telur yang diletakkan pada
dinding dekat permukaan air. Perletakan dapat terjadi kira-kira 4 sampai 5 hari
sesudah kawin22 atau 7 hari sesudah menghisap darah pada suhu 21ºC dan 3 hari
pada suhu 28ºC. Pada Ae. albopictus betina perkawinan dapat terjadi sebelum atau
segera sesudah menghisap darah. Perletakan telur Ae. albopictus sama seperti Ae.
aegypti yaitu pada wadah-wadah berair dengan permukaan yang kasar dan warna
yang gelap, diletakkan satu-satu di dinding dekat permukaan air. Jumlah telur yang
diletakkan seekor nyamuk Ae. albopictus betina rata-rata 62 butir, pada sebuah
pengamatan diketahui, dari 50 ekor Aedes albopictus betina meletakkan 4.478 butir
telur. Setiap ekor betina meletakkan telur antara 2 sampai 8 kelompok. Berarti seekor
Ae. albopictus betina rata-rata dapat bertelur kira-kira 89 butir. Telur Aedes sp.
umumnya tahan sampai berbulan- bulan dengan pengeringan dan menetas beberapa
saat setelah kontak dengan air. Kelembaban yang terlampau rendah dapat
menyebabkan telur menetas. Telur akan menetas dalam waktu satu sampai 48 jam
pada temperatur 23 sampai 27ºC dan pada pengeringan biasanya telur akan menetas
segera setelah kontak dengan air. Sedangkan untuk mendapatkan jumlah penetasan
telur Ae. albopictus yang paling tinggi adalah dengan perlakuan didiamkan selama 2
hari dalam air sesudah bertelur kemudian dikeringkan selama 5 hari. Proses menetas
terjadi pada ujung tumpul yang dimulai dengan terjadinya sobekan melintang dan
dengan dorongan kepala bagian tumpul tersebut akan terlepas. Larva umumnya
mempunyai masa hidup rata-rata 6-8 hari, dengan perincian masa instar berkisar kira-
kira yaitu : instar I antara 1-2 hari; instar II antara 2-3 hari; instar III antara 2-3 hari
dan instar IV sampai menjadi pupa rata-rata selama 3 hari. Secara umum pada suhu
optimum 21- 25ºC masa larva berkisar antara 10-12 hari, sedangkan pada pada suhu
23-27ºC pada 6-8 hari. Tempat-tempat penampungan air baik yang terjadi secara
alami maupun buatan manusia yang pernah ditemui adanya larva Ae. albopictus
antara lain adalah seperti tempat penampungan air bersih pada bak mandi dan drum
atau tempayan, tempat-tempat tertampungnya air hujan pada bambu yang terpotong,
kaleng beas, botol pecah atau ban bekas, keramik, jambangan bunga, perangkap
semut, dan dapat juga pada ketiak daun. Kadang-kadang larva masih dijumpai hidup
pada air jernih yang sedikit/ tidak ada kemungkinan mengandung makanan.
Pupa biasanya mempunyai masa hidup sampai menjadi dewasa antara 1
sampai 2 hari22 atau pada suhu kamar berkisar antara 1 sampai 3 hari18. Pupa jantan
dan betina dibedakan dari ukurannya yaitu pupa betina lebih besar dari yang jantan.
Pupa yang baru berwarna pucat lalu menjadi coklat dan kemudian berwarna hitam
menjelang menjadi dewasa. Nyamuk Ae. albopictus dewasa betina berumur antara 12-
40 hari dan yang jantan antara 10-22 hari.22 Pada suhu 20ºC dengan kelembaban
nisbi 27% nyamuk betina Ae. albopictus dapat hidup selama 101 hari dan yang jantan
selama 35 hari.25 Pada kelembaban nisbi 55% yang betina dapat hidup 88 hari dan
yang jantan selama 50 hari. Dengan kelembaban nisbi 85% nyamuk betina dapat
bertahan 104 hari dan yang jantan selama 68 hari. Tanpa dengan makan darah yang
betina dapat hidup maksimal selama 104 hari dan jika dengan makan darah dapat
hidup maksimal selama 122 hari.

Peran dalam Menularkan Penyakit

Pada kejadian wabah demam berdarah dengue (DBD), Ae. albopictus sering dianggap
sebagai vektor sekunder sesudah Ae. aegypti. Tetapi pada beberapa kasus ledakan DBD, Ae.
albopictus dapat berperan sebagai vektor utama, seperti yang pernah terjadi di Burma pada
tahun 197531, di Singapura pada tahun 1969 dan di Indonesia pada waktu terjadi wabah di
Bantul Yogyakarta tahun 1977. Pada beberapa penyelidikan di laboratorium dapat terlihat
bahwa Ae. albopictus mampu menjadi penular/ reservoir dari penyakit yang disebabkan oleh
Dirofilaria immitis, Plasmodium lophurae, Plasmodium gallinaceum, Plasmodium fallax dan
beberapa virus penyebab penyakit Western encephalistis, Chikungunya dan Japanese
encephalistis.

Nyamuk Ae. aegypti terinfeksi melalui pengisapan darah dari orang yang sakit dan
dapat menularkan virus Dengue kepada manusia, baik secara langsung (setelah menggigit
orang yang sedang dalam fase viremia), maupun secara tidak langsung, setelah melewati
masa inkubasi dalam tubuhnya (extrinsic incubation period) (Soewondo, 2002). Masa
inkubasi dalam tubuh nyamuk (extrinsic incubation period) antara 7-14 hari, dan tergantung
pada strain nyamuk, genotip virus, serta faktor lingkungan seperti kelembaban dan
temperatur. Virus bereplikasi di dalam jaringan midgut nyamuk, kemudian melalui
hemolymph menyebar ke jaringan lain seperti trakea, lemak tubuh, dan kelenjar ludah. Titer
virus tertinggi dalam midgut didapatkan pada 7-10 hari setelah infeksi, sedangkan pada
abdomen terjadi antara 7-17 hari, dan pada kelenjar ludah setelah 12-18 hari (Xi et al., 2008).
Masa inkubasi di dalam tubuh manusia (intrinsic incubation period) antara 4-6 hari. Manusia
infektif hanya pada saat viremia saja (5-7 hari), tetapi nyamuk dapat infektif selama hidupnya
(Soewondo, 2002).

Daftar Pustaka

Boesri, Hasan. 2011. Biologi dan Peran Aedes albopictus (Skuse) 1894 sebagai Penular
Penyakit. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit
Salatiga.
Chahaya, I. 2003. Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia. Universitas
Sumatera Utara.

Djakaria. 2000. Vektor Penyakit Virus, Riketsia, Spiroketa dan Bakteri. Parasitologi
Kedokteran Universitas Indonesia.

Ishartadiati, Kartika. 2012. Aedes aegypti sebagai Vektor Demam Berdarah.

Soewondo, E.S. 2002. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue pada Orang Dewasa. Seri
Penyakit Tropik Infeksi, Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa
Penyakit Tropik Infeksi. Airlangga University Press, Surabaya: 117.

Xi, Z., Ramirez, J.L., Dimopoulus, G. 2008. The Aedes aegypti Toll Pathway Controls
Dengue Virus Infection. Plos Pathogens Journal. 4(7): 1-12.

Anda mungkin juga menyukai