TINJAUAN PUSTAKA
: Animalia
Alam
: Haiwan
Filum
: Arthropoda
Sub Filum
: Mandibulata
Kelas
: Insecta
Sub Kelas
: Pterygota
Ordo
: Diptera
Sub Ordo
: Nematocera
Familia
: Culicidae
Subfamilia
: Culicinae
Genus
: Aedes
Sub Genus
: Stegomnya
Spesies
: Aedes Aegypti.
Nama Binominal
: Aedes Aeygpti.(15)
(7)
Nyamuk Ae
Gambar 2.1
Gambar Nyamuk Aedes Aegypti(15).
Ae
aegypti
dalam
siklus
hidupnya
mengalami
10
Gambar 2.2
Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti(16).
a. Stadium Telur
Setelah beristirahat
11
Ciri yang khas dari jentik Ae. Aegypti adalah sebagai berikut :
1) Adanya corong udara (siphon) pada segmen terakhir.
2) Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut
rambut berbentuk kipas (palmate hair).
3) Pada corong udara terdapat pecten.
4) Adanya sepasang rambut serta jumbai pada corong udara.
5) Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale
sebanyak 8-21 atau berjejer 1-3.
6) Bentuk individu dari comb scale seperti duri.
7) Pada sisi toraks terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva
dan ada sepasang rambut kepala.(19)
c. Stadium Pupa
Pupa Ae. Aegypti mempunyai ciri morfologi yang khas yaitu
memiliki tabung / terompet pernafasan yang berbentuk segitiga. Jika
pupa diganggu oleh gerakan atau tersentuh, akan bergerak cepat untuk
menyelam dalam air selama beberapa detik kemudian muncul kembali
dengan
cara
mengantungkan
badannya
menggunakan
tabung
(17)
12
Gambar 2.3
Gambar Nyamuk Aedes Aegypti Dewasa
d. Bionomik Nyamuk
a. Tempat Perindukan
Tempat perindukan nyamuk Ae. Aegypti yang utama adalah
tempat-tempat penampungan air di dalam atau sekitar rumah atau di
tempat-tempat umum yang biasanya tidak melebihi jarak 500 m dari
rumah. Tempat perindukan nyamuk ini berupa genangan air yang
tertampung disuatu tempat atau wadah, nyamuk ini tidak dapat
berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan
tanah.
Jenis-jenis tempat perindukan nyamuk Ae. Aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1) Tempat Penampungan Air (TPA), untuk keperluan sehari-hari,
seperti : drum, tangki, reservoir, tempayan, bak mandi / WC,
ember dan lain lain.
2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari hari,
seperti : tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan
barang barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik, dan lain - lain).
13
14
15
C. Resistensi
1. Definisi
Resistensi adalah kemampuan serangga (nyamuk) untuk bertahan
hidup terhadap pengaruh insektisida yang biasanya mematikan. Dengan
kata lain, hama mengembangkan resistensi terhadap bahan kimia melalui
seleksi alam sehingga kebanyakan organisme yang bertahan hidup dan
meneruskan genetik / keturunannya.(20)
16
17
3) Ketiga
Adaptasi perilaku adalah kemampuan hama berperilaku dalam
menghindari insektisida yang ada di suatu tempat yang telah
dipaparkan dalam hal ini yaitu hama akan pergi ketika suatu tempat
mengandung insektisida dan akan kembali lagi ketika insektisida
tersebut telah hilang .(20)
Menanggapi resistensi pestisida, manajer hama / pengendali hama
yang meningkatan penggunaan pestisida akan memperburuk masalah.
Selain itu, ketika pestisida beracun terhadap spesies yang makan pada atau
bersaing dengan hama, populasi hama kemungkinan akan berkembang
lebih lanjut, membutuhkan lebih pestisida. Hal ini kadang-kadang disebut
sebagai pestisida perangkap, atau treadmill pestisida, karena petani terus
membayar lebih untuk kurang menguntungkan.
Serangga predator dan parasit yang hidup pada serangga lain
umumnya memiliki populasi yang lebih kecil dan karena itu sangat kecil
kemungkinannya untuk mengembangkan resistansi daripada sasaran utama
dari pestisida, seperti nyamuk dan mereka yang makan tanaman. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya masalah hama karena spesies ini biasanya
menjaga populasi hama di cek. Tapi predator tahan spesies hama dapat
dibiakkan di laboratorium, yang dapat membantu menjaga populasi hama
bawah.
Sumber lebih sedikit makanan hama semakin besar kemungkinan
adalah untuk mengembangkan perlawanan, karena konsentrasi yang lebih
tinggi terkena pestisida dan memiliki kesempatan lebih sedikit untuk
berkembang biak dengan populasi yang belum terkena. Faktor-faktor lain
dalam kecepatan dengan yang suatu spesies mengembangkan perlawanan
generasi waktu dan fekunditas (generasi lebih pendek dan menyebabkan
lebih banyak keturunan untuk perlawanan lebih cepat).(20)
18
yang
menyebabkan
berkembangnya
resistensi
19
hama
menjadi
resisten
terhadap
pestisida
karena
20
21
yang
terjadi
pada
ketahanan
terhadap
kebanyakan
insektisida.(21)
8. Manajemen Resistensi
Hama yang resistensi terhadap pestisida dapat dikelola dengan
mengurangi tekanan seleksi oleh pestisida pada populasi hama. Dengan
kata lain, situasi ketika semua hama kecuali yang paling tahan dibunuh
oleh kimia yang diberikan harus dihindari. Hal ini dapat dicapai dengan
menghindari aplikasi pestisida yang tidak perlu, dengan menggunakan
bahan kimia non-teknik kontrol, dan meninggalkan tempat perlindungan
diobati dimana hama rentan dapat bertahan hidup Mengadopsi manajemen
hama terpadu (PHT) pendekatan biasanya membantu dengan pengelolaan
resistensi. (21)
Bila pestisida metode tunggal atau dominan pengendalian hama,
resistensi umumnya dikelola melalui rotasi pestisida dengan cara
melibatkan bergantian antara kelas pestisida dengan modus yang berbeda
tindakan untuk menunda atau mengurangi timbulnya resistensi hama yang
ada. Kelas pestisida yang berbeda mungkin memiliki dampak yang
berbeda pada hama. The US Environmental Protection Agency (EPA atau
USEPA) menunjuk berbeda kelas fungisida, herbisida dan insektisida.
Pestisida produsen dapat, pada label produk, mengharuskan tidak lebih
dari jumlah tertentu aplikasi berturut-turut dari kelas pestisida dilakukan
sebelum bergantian untuk kelas pestisida yang berbeda. Hal ini
dimaksudkan untuk memperpanjang masa manfaat suatu produk .(21)
Tankmixing pestisida adalah kombinasi dari dua atau lebih
pestisida
dengan
modus
yang
berbeda
tindakan
dalam
rangka
22
Ae.
Aegypti
dikatakan
resisten
apabila
LC
(Lethal
23
terjadi pada menit ke-15 dan ke-20. Selanjutnya, pada konsentrasi malathion
1%, tingkat kematian 100% pada lokasi yang tidak pernah dan pernah adalah
menit ke-10 dan ke-15. Dari kedua konsentrasi itu, statistik tidak
menunjukkan perbedaan bermakna tingkat kematian 100% antara ketiga lokasi
sampel nyamuk tersebut (p>0,05). (22)
Terakhir, pada konsentrasi malathion 5% perbedaan tingkat kematian
baru terlihat. Pada menit ke-5 setelah dipapari konsentrasi malathion 5%,
seluruh nyamuk yang berasal dari lokasi tidak pernah difogging mati;
sedangkan nyamuk yang mati dari lokasi pernah dan sering difogging hanya
71,3% dan 65,1%. Setelah mencapai menit ke-10, barulah semua nyamuk dari
lokasi pernah difogging mati. Sementara itu, seluruh nyamuk dari lokasi
sering difogging baru mati setelah menit ke-15. (22)
Larva nyamuk Ae. Aegypti diduga juga resistens larva terhadap
beberapa jenis insektisida. Penelitian di Rio de Janeiro dan Espirito Santo,
Brazil
mortalitas hanya 74% sampai 23,5%. Sementara itu, resistensi juga terlihat
pada nyamuk betina dewasa terutama terhadap temefos dan fenitrothion.
Dalam penelitiannya, malathion masih cukup mempan membunuh nyamuk
dewasa. (22)
Nyamuk Ae. Aegypti terhadap beberapa kelompok besar insektisida
yaitu DDT, fenitrothion, malathion, deltamethrin, dan permethrin. Setelah
dipapari selama 1jam (kecuali 4 jam untuk DDT), nyamuk Culex (nyamuk
yang paling sering ditemukan di rumah-rumah) menunjukkan resistensi yang
tinggi terhadap DDT 4%, deltamethrin 0,05%, fenitrothion 1%, dan
permethrin 0,75% dengan persentase kematian berturut-turut adalah 0%, 11%,
21,2%, dan 10,1%. Resistensi sedang Culex ditemukan pada paparan propoxur
0,1% dengan persentase kematian 66%. Fakta menarik, Culex masih
didapatkan sensitif terhadap malathion 5% dimana tingkat kematiannya
mencapai 100%. (22)
Di sisi lain, Aedes masih rentan 100% terhadap fenitrothion 1% dan
malathion 0,8%. Pada deltamethrin 0,05%, tingkat kematian Aedes mencapai
24
82,7%, dan pada permethrin 0,75% hanya 34,8%. Selain itu, WHO 1996
melaporkan, di banyak negara nyamuk Culex telah resisten terhadap
insektisida golongan organofosfat, karbamat, dan piretroid. Salah satu
penjelasan mengapa nyamuk Culex banyak mengalami resistensi adalah
adanya
kemungkinan
tempat
perindukan
(breeding
places)
Culex
E. Insektisida Malathion
Insektisida Malathion temasuk kelompok insektisida organofosfor
yang dipergunakan secara luas untuk membasmi serangga dalam bidang
kesehatan, pertanian, peternakan dan rumah tangga, dan mempunyai daya
25
kelebihan
insektisida
malathion
adalah
efektif
: malathion
2. Golongan
: sintetik piretroit
3. Rumus molekul
5. Dosis aplikasi
: 10 ml / liter solar
: R1. 1848/4-2003/T
7. Sifat fisik
: cairan emulsi
8. Warna
: kuning pucat
9. Aplikasi
: thermal fogging
26
buffer
27
Status Endemisitas
Tindakan/ program
Fogging
Intensitas
Paparan
Insektisida
Variasi jenis
insektisida
Perilaku
menghindar
Masa
Penggunaan
insektisida
Mutasi Genetik
Perubahan
Fisiologis dan
Metabolisme
28
H. Kerangka Konsep
Mengacu kepada kerangka teori yang telah dipaparkan, kerangka konsep
penelitian ini adalah :
Variabel bebas
Variabel terikat
Status Resistensi
1. Endemis Tinggi
2. Endemis Sedang
3. Tidak Endemis
1. Rentan
2. Toleran
3. Resisten
1. Frekuensi Fogging
2. Riwayat Fogging
3. Dosis Insektisida
Fogging
Variabel Pengganggu
Gambar 2.5 Kerangka Konsep
I.Hipotesis
1. Terjadi resistensi nyamuk Ae. aegypti terhadap malathion pada daerah
endemis dan tidak endemis di Kota Semarang.
2. Ada perbedaan status resistensi nyamuk Ae. Aegypti terhadap insektisida
malathion berdasarkan endemisitas DBD.
29