Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Nyamuk Aedes sp
Aedes merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit
demam berdarah.[4,6] Aedes sp tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis Asia Tenggara, terutama
di sebagian besar wilayah perkotaan. Penyebaran Aedes sp di pedesaan akhir-akhir ini relatif
sering terjadi yang dikaitkan dengan pembangunan sistem persediaan air pedesaan dan perbaikan
sistem transportasi.[4]

B. Klasifikasi (taxonomi) Aedes sp


Klasifikasi Aedes sp adalah sebagai berikut:[14]
Golongan : Animalia
Filum : Arthropoda
Klas : Insekta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Subfamili : Culicinae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes sp

C. Siklus hidup nyamuk Aedes sp


Nyamuk Aedes sp, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Setiap
hari nyamuk Aedes dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan
terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva.[15]
Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari
instar satu ke instar yang empat memerlukan waktu selama lima hari. Setelah mencapai instar
keempat, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman (inaktif, tidur).
Telur Aedes sp tahan terhadap kondisi kekeringan, bahkan bisa bertahan hingga satu bulan
dalam keadaan kering.[6] Telur nyamuk Aedes sp di dalam air dengan suhu 20-40oC akan menetas
menjadi larva dalam waktu 1-2 hari. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air, dan kandungan zat makanan yang ada
di dalam tempat perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu
4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari. Jadi pertumbuhan dan
perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari.[15]
Pupa bertahan selama dua hari sebelum akhirnya nyamuk keluar dari pupa. Perkembangan
dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu tujuh hingga delapan hari, tetapi dapat lebih
lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.[6]

D. Morfologi Nyamuk Aedes sp


1. Telur Aedes sp
Telur nyamuk Aedes berbentuk elips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran 0,5-0,8
mm, permukaan poligonal, telur diletakkan satu persatu pada permukaan yang basah tepat di
atas batas permukaan air/tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung dengan
permukaan air.[16] Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam di lingkungan yang
hangat dan lembab. Begitu proses embrionasi selesai, telur akan menjalani masa pengeringan
yang lama (lebih dari satu tahun). Telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari
setelah telur terendam air, tetapi tidak semua telur akan menetas pada waktu yang sama.
Kapasitas telur untuk menjalani masa pengeringan akan membantu mempertahankan
kelangsungan spesies ini.[4,25]

Gambar 2.1. Telur Aedes sp[13]

2. Larva Aedes sp
Larva nyamuk Aedes sp tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana
yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya
mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut
larva instar I, II, III dan IV. Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2
mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong pernafasannya
(siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada
belum jelas, dan corong pernafasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap
struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax),
dan perut (abdomen).[15]
Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri-duri
dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing). Bagian dada tampak paling besar dan terdapat
bulu-bulu yang simetris. Perut tersusun atas 8 ruas. Ruas perut ke-8, ada alat untuk bernafas
yang disebut corong pernafasan. Corong pernafasan tanpa duri-duri, berwarna hitam dan ada
seberkas bulu-bulu (tuft). Ruas ke-8 juga dilengkapi dengan seberkas bulu-bulu sikat (brush) di
bagian ventral dan gigi-gigi sisir (comb) yang berjumlah 15-19 gigi yang tersusun dalam 1
baris. Gigi-gigi sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva ini tubuhnya langsing
dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaktis negatif dan waktu istirahat membentuk sudut
hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air.[15]

Gambar 2.2. Larva Nyamuk Aedes sp.[13]

3. Pupa Aedes sp
Pupa nyamuk Aedes sp bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-dada
(cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti
tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernafas seperti terompet.
Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat
pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu di nomor 7 pada ruas perut ke-8 tidak
bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan
larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air.[15]
Gambar 2.3. Pupa Nyamuk Aedes sp.[13]
4. Aedes sp dewasa
a. Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna hitam kecoklatan.
Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina antara 3-4 cm, dengan mengabaikan panjang
kakinya. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan. Di bagian
punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan
yang menjadi ciri dari nyamuk spesies ini.[15]
Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga
menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap
berbeda antarpopulasi, bergantung pada kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk
selama perkembangan.[6]
b. Aedes albopictus
Aedes albopictus termasuk dalam subgenus yang sama dengan Aedes aegypti. Spesies
ini tersebar luas di Asia dari negara beriklim tropis sampai yang beriklim subtropis. Selama dua
dekade terakhir, sepesies ini telah melebarkan sayapnya sampai ke Amerika Selatan dan Utara,
Karibia, Afrika, Eropa Utara dan beberapa kepulauan Pasifik.

Aedes albopictus merupakan nyamuk kebun (forest mosquito), nyamuk yang bertelur
dan berkembang di lubang pohon, ruas bambu dan pangkal daun sebagai habitat hutannya serta
penampung buatan di daerah perkotaan. Nyamuk ini merupakan nyamuk yang bersifat zoofilik
(lebih memilih hewan) dari pada Aedes aegypti. Jarak terbangnya bisa mencapai 500 meter.[4]
Gambar 2.4. Nyamuk Aedes sp Dewasa.[13]
E. Bionomi Nyamuk Aedes sp
Bionomik vektor meliputi kesenangan tempat perindukan nyamuk, kesenangan nyamuk
menggigit dan kesenangan nyamuk istirahat.
1. Kesenangan tempat perindukan nyamuk[15]
Tempat perindukan nyamuk biasanya berupa genangan air yang tertampung disuatu
tempat atau bejana. Nyamuk Aedes tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung
bersentuhan dengan tanah. Genangannya yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk ini
berupa genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasanya disebut kontainer atau
tempat penampungan air bukan genangan air di tanah.
Survei yang telah dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa tempat
perindukan yang paling potensial adalah TPA yang digunakan sehari-hari seperti drum,
tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya. Tempat perindukan tambahan adalah
disebut non-TPA, seperti tempat minuman hewan, vas bunga, perangkap semut dan lain-lainnya,
sedangkan TPA alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa,
kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu dan lain-lainnya. Nyamuk Aedes lebih
tertarik untuk meletakkan telurnya pada TPA berair yang berwarna gelap, paling menyukai
warna hitam, terbuka lebar, dan terutama yang terletak di tempat-tempat terlindung sinar
matahari langsung.[15]
Tempat perindukan nyamuk Aedes yaitu tempat di mana nyamuk Aedes meletakkan
telurnya terdapat di dalam rumah (indoor) maupun di luar rumah (outdoor). Tempat perindukan
yang ada di dalam rumah yang paling utama adalah tempat-tempat penampungan air seperti bak
mandi, bak air WC, tandon air minum, tempayan, gentong tanah liat, gentong plastik, ember,
drum, vas tanaman hias, perangkap semut dan lain-lain. Sedangkan tempat perindukan yang ada
di luar rumah (halaman) seperti drum, kaleng bekas, botol bekas ban bekas, pot bekas, pot
tanaman hias yang terisi oleh air hujan, tandon air minum dan lain-lain.[15]

2. Kesenangan nyamuk menggigit[15]


Nyamuk Aedes sp hidup di dalam dan di sekitar rumah sehingga makanan yang
diperoleh semuanya tersedia di situ. Boleh dikatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti betina
sangat menyukai darah manusia (antropofilik), sedangkan Aedes albopictus lebih menyukai
darah hewan (zoofilik). Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-12.00
dan sore hari jam 15.00-17.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah
berpindah-pindah berkali-klali dari satu individu ke individu yang lain. Hal ini disebabkan
karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan
aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak dapat menghisap darah dengan tenang sampai
kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD
menjadi lebih mudah terjadi.
Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk Aedes sp juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh inang, temperatur,
kelembaban, kadar karbon dioksida dan warna. Untuk jarak yang lebih jauh, faktor bau
memegang peranan penting bila dibandingkan dengan faktor lainnya.
3. Kesenangan nyamuk istirahat[16]
Kebiasaan istirahat nyamuk Aedes aegypti lebih banyak di dalam rumah pada benda-
benda yang bergantung, berwarna gelap, dan di tempat-tempat lain yang terlindung, sedangkan
nyamuk Aedes albopictus lebih banyak di luar rumah di pepohonan di sekitar rumah. Di tempat-
tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telur. Setelah beristirahat dan proses
pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakan telurnya di dinding tempat
perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk
betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur tersebut dapat bertahan sampai
berbulan-bulan bila berada di tempat kering dengan suhu -2ºC sampai 42ºC, dan bila di tempat
tersebut tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.[16]

F. Peran Nyamuk Aedes sp Dalam Penularan Penyakit DBD


Di negara-negara di Asia Tenggara, epidemi DBD terutama terjadi pada musim penghujan.
Di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah
datangnya musim penghujan. Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim
penghujan erat kaitannya dengan kelembaban tinggi pada musim penghujan yang memberikan
lingkungan optimal bagi masa inkubasi dan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit. Kedua
faktor tersebut meningkatkan aktivitas vektor dalam mentransmisikan infeksi virus dengue.[17]
Virus-virus dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi, terutama Aedes aegypti, dan karenanya dianggap sebagai arbovirus (virus yang
ditularkan melalui artropoda). Bila terinfeksi, nyamuk tetap akan terinfeksi sepanjang hidupnya,
menularkan virus ke individu rentan selama menggigit dan menghisap darah. Nyamuk betina
terinfeksi juga dapat menurunkan virus ke generasi nyamuk dengan penularan transovarian, tetapi
ini jarang terjadi dan kemungkinan tidak memperberat penularan yang signifikan pada manusia.
Manusia adalah penjamu utama yang dikenai virus, meskipun studi telah menunjukkan bahwa
monyet pada beberapa bagian dunia dapat terinfeksi dan mungkin bertindak sebagai sumber untuk
nyamuk menggigit. Virus bersirkulasi dalam darah manusia terinfeksi pada kurang lebih waktu
dimana mereka mengalami demam, dan nyamuk tak terinfeksi mungkin mendapatkan virus bila
mereka menggigit individu saat ia dalam keadaan viraemik. Virus kemudian berkembang di dalam
nyamuk selama periode 8-10 hari sebelum ini dapat ditularkan ke manusia lain selama menggigit
atau menghisap darah berikutnya. Lama waktu yang diperlukan untuk inkubasi ekstrinsik ini
tergantung pada kondisi lingkungan, khususnya suhu sekitar.[18]
Di dalam tubuh nyamuk, virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri
dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur
nyamuk. Dalam tempo 1 minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu
sehingga siap untuk ditularkan/dipindahkan kepada orang lain. Selanjutnya pada waktu nyamuk itu
menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk nyamuk (probosis) menemukan kapiler darah,
sebelum darah orang itu diserap, terlebih dahulu dikeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar
darah yang dihisap tidak membeku.[1]
Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan kepada orang lain. Tidak
semua orang yang digigit nyamuk Aedes sp yang membawa virus dengue itu, akan terserang
penyakit demam berdarah. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue,
tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam darahnya terdapat virus itu. Sebaliknya pada
orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, dia akan sakit demam
ringan atau bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai pendarahan bahkan syok, tergantung
dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya.[1]
Penyakit DBD disebabkan 4 serotipe virus dengue di Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-
3 dan DEN-4. Virus tersebut termasuk group B Arthropoda borne viruses (arboviruses).[19]

G. Pengendalian Nyamuk Aedes sp


Sebagaimana telah diketahui Aedes merupakan vektor penyakit DBD. Untuk mengatasi
penyakit DBD sampai saat ini masih belum ada cara yang efektif, karena sampai saat ini masih
belum ditemukan obat anti virus dengue. Oleh karena itu perlu dipikirkan cara penanggulangan
penyakit DBD dengan melalui pengendalian terhadap nyamuk Aedes sp.[4]
Tujuan pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk
Aedes sp sampai serendah mungkin sehingga kemampuan sebagai vektor menghilang.[4]
Pengendalian nyamuk dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat
antara lain sbb :
1. Lingkungan
a. Pengendalian lingkungan
Pengendalian dilakukan dengan cara mengelola lingkungan yaitu memodifikasi atau
manipulasi lingkungan. Sehingga terbentuk lingkungan yang tidak cocok (kurang baik) yang
dapat mencegah atau membatasi perkembangan vektor.[20]
1) Modifikasi lingkungan
Cara ini paling aman dan terhadap lingkungan, yaitu tidak merusak keseimbangan
alam dan tidak mencemari lingkungan, tetapi harus dilakukan terus menerus. Sebagai
contoh misalnya :
a) Pengaturan sistem irigasi.
b) Penimbunan tempat-tempat yang dapat menampung air dan tempat-tempat pembuangan
sampah.
c) Pengaliran air yang menggenang menjadi kering.
d) Pengubahan rawa menjadi sawah dan
e) pengubahan hutan menjadi tempat pemukiman.
2) Manipulasi lingkungan
Cara ini berkaitan dengan pembersihan atau pemeliharaan sarana fisik yang telah ada
supaya tidak terbentuk tempat-tempat perindukan atau tempat istirahat serangga. Sebagai
contoh misalnya :[21]
a) Membersihkan tanaman air yang mengapung di danau seperti ganggang dan lumut yang
dapat menyulitkan perkembangan Anopheles sundaicus.
b) Mengatur kadar garam di lagoon yang dapat menekan populasi Anopheles subpictus
dan Anopheles sundaicus.
c) Melestarikan kehidupan tanaman bakau yang membatasi tempat perindukan Anopheles
sundaicus.
d) Membuang atau mencabut tumbuh-tumbuhan air yang tumbuh di kolam atau rawa yang
dapat menekan populasi Mansonia spp.
e) Melancarkan air dalam got yang tersumbat agar tidak menjadi tempat perindukan
Culex.
2. Biologi
Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan adu/ikan cupang dan bakteri
thuringiensis H-14 yang akan merusak usus setelah memakan bakteri.[21]
3. Kimia[21]
a. Fogging (Pengasapan)
Nyamuk Aedes sp dapat diberantas dengan fogging (pengasapan) racun serangga yang
dipergunakan sehari-hari. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan
itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Selama jentiknya tidak di basmi setiap hari akan
muncul nyamuk yang baru menetas dari tempat perkembang biaknya, karena itu cara yang
tepat adalah memberantas jentiknya yang di kenal dengan istilah Pembersihan Sarang Nyamuk
Demam Berdarah Dengue (PSN DBD).
b. Lakukan Larvasida
Membubuhkan bubuk pembunuh jentik (abate 1 g) ditempat yang sulit dikuras atau
didaerah yang sulit air.
c. Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok (repellent) dll) untuk mencegah gigitan nyamuk.
4. Fisik[20]
a. Pemasangan kawat kasa di rumah.
b. Pencahayaan dan ventilasi memadai.
c. Jangan biasakan menggantung pakaian di dalam rumah, karena akan menjadi tempat
peristirahatan nyamuk.
d. Menggunakan kelambu pada saat tidur.

5. Terpadu
Pengendalian vektor terpadu adalah kombinasi metode pengendalian yang ada dalam
cara yang efektif, ekonomis dan cara yang aman untuk mempertahankan populasi vektor pada
tingkat yang diterima. Kampanye pemusnahan Aedes aegypti tahun 1981 di Kuba dikombinasi
dengan penurunan habitat larva (sumber deduksi) dan modifikasi penyimpanan air minum
dengan berbagai intervensi lain, termasuk tindakan legislatif untuk mendorong kepatuhan
penghuni rumah tangga, pendidikan kesehatan, pengendalian biologis dan pengendalian kimia.
Upaya ini secara nyata menurunkan kejenuhan vektor. Pengendalian terhadap Aedes sp dapat
juga dikombinasi dengan pengendalian terhadap vektor penyakit lain.[21]
Penggunaan insektisida untuk program pencegahan dan pengendalian vektor dengue
harus dipadukan dengan metode lingkungan kapanpun jika memungkinkan. Selama periode
tidak ditemukannya atau hanya ada sedikit aktifitas virus dengue, kegiatan pemberantasan
sumber virus yang dilakukan secara rutin dapat diwujudkan dengan memberikan larvasida
dalam wadah air yang tidak dapat dihilangkan, ditutupi, ditimbun ataupun dikelola. Untuk
tindakan pengendalian kedaruratan guna menekan epidemi virus dengue atau guna mencegah
Kejadian Luar Biasa (KLB) yang besar, sebuah program pemberantasan populasi nyamuk
Aedes sp yang cepat dan besar-besaran harus dilakukan baik dengan penggunaan insektisida
maupun pengurangan sumber/habitat nyamuk menggunakan teknik dalam suatu cara yang
terpadu.[4]

H. Penggunaan Ovitrap
1. Pengertian Ovitrap
Ovitrap (singkatan dari oviposition trap) adalah peralatan untuk mendeteksi keberadaan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus jika kepadatan nyamuk rendah dan survei larva
menunjukkan hasil yang tidak produktif (misal BI kurang dari 5), seperti dalam kondisi yang
normal. Secara khusus, ovitrap digunakan untuk mendeteksi infestasi nyamuk ke area baru yang
sebelumnya pernah dibasmi.
Ovitrap yang standar berupa tabung gelas kecil bermulut lebar yang dicat hitam di
bagian luarnya. Tabung gelas tersebut dilengkapi dengan tongkat kayu yang dijepit vertikal di
bagian kasarnya menghadap ke arah dalam. Tabung diisi air sampai setengahnya dan
ditempatkan dilokasi yang diduga menjadi habitat nyamuk, biasanya di dalam atau di sekitar
lingkungan rumah.[4]
2. Modifikasi Ovitrap
Dalam perkembangannya, penggunaan ovitrap meningkat menjadi salah satu metode
pengendalian vektor. Modifikasi juga dilakukan untuk meningkatkan produktifitas ovitrap
dengan diisi zat penarik penciuman (attractant) yang dapat mempengaruhi perilaku nyamuk
dalam memilih tempat bertelur. Peneliti di Kamboja menyebutkan adanya perbedaan jumlah
telur pada ovitrap menggunakan 10% air rendaman jerami dengan ovitrap yang menggunakan
air biasa. Jumlah telur yang dihasilkan lebih banyak pada 10% air rendaman jerami daripada
menggunakan air biasa.[7]
Modifikasi bentuk dan ukuran antara lain dengan menggunakan gelas plastik berukuran
200, 350 dan 470 mililiter. Modifikasi bentuk juga dilakukan dengan menggunakan kaleng susu
bekas berukuran 240 milimeter yang dicat hitam bagian luar dan dalam. Selain modifikasi
bentuk modifikasi bahan juga dilakukan terhadap lapisan tempat meletakkan telur dari panel
kayu, bambu dan kertas saring.[22] Modifikasi warna kasa nylon tetapi tidak mempengaruhi
jumlah larva aedes yang terperangkap.[13]
Penelitian tentang ovitrap yaitu dengan air rendaman jerami 10%, 30%, 50%, 70% dan
90 %. Hasil menunjukan ada hubungan bermakna air rendaman jerami pada ovitrap terhadap
jumlah telur Aedes sp yang terperangkap, sedangkan pada letak penempatan didalam dan diluar
rumah tidak ada hubungan yang bermakna[10] dan penelitian tentang autocidal ovitrap (lethal
ovitrap/LO) dengan air rendaman jerami dan rumput Panicum maximum, air rendaman udang
dan kerang. Hasilnya menunjukan bahwa penggunaan lethal ovitrap dapat menurunkan indeks
ovitrap.[5]

Gambar 2.5. Ovitrap.

I. Atraktan
1. Pengertian
Atraktan adalah sesuatu yang memiliki daya tarik terhadap serangga (nyamuk) baik
secara kimiawi maupun visual (fisik). Atraktan dari bahan kimia dapat berupa senyawa
ammonia, CO2, asam laktat, octenol dan asam lemak. Zat atau senyawa tersebut berasal dari
bahan organik atau merupakan hasil proses metabolisme mahluk hidup, termasuk manusia.
Atraktan fisika dapat berupa getaran suara dan warna, baik warna tempat atau cahaya.
Atraktan dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku, memonitor atau menurunkan
populasi nyamuk secara langsung, tanpa menyebabkan cedera bagi binatang lain dan manusia
dan tidak meninggalkan residu pada makanan atau bahan pangan. Efektifitas penggunaannya
membutuhkan pengetahuan prinsip-prinsip dasar biologi serangga. Serangga menggunakan
petanda kimia (semiochemicals) yang berbeda untuk mengirim pesan. Hal ini analog dengan
rasa atau bau yang diterima manusia. Penggunaan zat tersebut ditandai dengan tingkat
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Sistem reseptor yang mengabaikan atau menyaring
pesan-pesan kimia yang tidak relevan disisi lain dapat mendeteksi pembawa zat dalam
konsentrasi yang sangat rendah. Deteksi suatu pesan kimia merangsang perilaku-perilaku tak
teramati yang sangat spesifik atau proses perkembangan.[5]
2. Air Rendaman Jerami
Air rendaman jerami (hay infusion) dibuat dari satu kilogram jerami kering, dipotong
dan direndam dalam satu liter air selama 7 hari [7]. Air rendaman disaring agar bersih kemudian
satu liter air rendaman jerami ditambah dengan sembilan liter aquades untuk mendapatkan air
rendaman jerami dengan konsentrasi 10%. Air rendaman jerami menghasilkan CO 2 dan
ammonia, suatu senyawa yang terbukti mempengaruhi saraf penciuman nyamuk Aedes.[5] Air
rendaman jerami mengandung ammonia 3,74 mg/l, CO 2 total 23,5 mg/l, asam laktat 18,2 mg/l,
octenol 1,6 mg/l dan asam lemak 17,1 mg/l.
3. Air Rendaman Cabai Merah Segar
Air rendaman cabai merah segar dibuat dari satu kilogram cabai merah segar,
dihancurkan dan direndam dalam satu liter air selama 7 hari [11] . Selanjutnya, air rendaman
disaring agar bersih kemudian satu liter air rendaman cabai merah segar ditambah dengan
sembilan liter aquades untuk mendapatkan air rendaman cabai merah konsentrasi 10%. Air
rendaman cabai merah menghasilkan Asam lemak, suatu senyawa yang terbukti
mempengaruhi saraf penciuman nyamuk Aedes. Air rendaman cabai merah mengandung
ammonia 0,86 mg/l, CO2 total 12,4 mg/l, asam laktat 13,2 mg/l, octenol 0,7 mg/l dan asam
lemak 22,8 mg/l.
4. Air Rendaman Biji Jinten
Air rendaman biji jinten dibuat dari satu kilogram biji jinten dihancurkan dan direndam
dalam satu liter air selama 7 hari [11]. Selanjutnya, air rendaman disaring agar bersih kemudian
satu liter air rendaman biji jinten ditambah dengan sembilan liter aquades untuk mendapatkan
air rendaman biji jinten konsentrasi 10%. Air biji jinten menghasilkan Asam laktat, suatu
senyawa yang terbukti mempengaruhi saraf penciuman nyamuk Aedes. Air biji jinten
mengandung ammonia 2,12 mg/l, CO2 total 11,8 mg/l, asam laktat 26,5 mg/l, octenol 1,9 mg/l
dan asam lemak 14,2 mg/l.
J. Kerangka Teori
Berdasarkan teori di atas dapat disusun kerangka teori sebagai berikut :

3M Plus
Lingkungan
Terpadu

Ikan pemakan jentik


Biologi
Tindakan pengendalian vektor

Fogging, Larvasida, Repellent


Kimia

Fisik
Pemasangan kawat kasa, pemasangan kelambu

Pemasangan ovitrap

Jumlah telur yang diproduksi


Jumlah telur yang terperangkap
Densitas nyamuk Aedes

Lama pemasangan ovitrap

Ovitrap

Atraktan :
- Air rendaman cabai merah 10%
- Air rendaman biji jinten 10%
- Air rendaman jerami 10%
- Air hujan
Tempat perindukan
Musim

Gambar 2.6. Kerangka Teori


Sumber : Modifikasi 4,20,21

K. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori di atas dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Bebas
Jenis atraktan dari bumbu dapur (cabai merah segar dan biji jinten)

Variabel Terikat
Jumlah telur nyamuk Aedes sp yang terperangkap

Letak pemasangan ovitrap

Variabel pengganggu
a. Musim
b. Tindakan pengendalian vektor lain (fogging focused (pengasapan terfokus)
c. Lama pemasangan
Gambar 2.7. Kerangka Konsep
Keterangan:
Variabel pengganggu dikendalikan.

L. Hipotesis
1. Ada perbedaan jumlah telur Aedes yang terperangkap pada masing-masing jenis atraktan.
2. Ada perbedaan jumlah telur Aedes yang terperangkap berdasarkan letak ovitrap.

Anda mungkin juga menyukai