Dibuat Oleh :
KELOMPOK 3
1. HARIADI / 1811071005
2. ULFA / 1811071036
3. REGINA PONSA / 1811071076
4. MOH. FAHRI / 1811071085
5. FADHILAH / 2011071034
6. MOH. KADAFI / 2011071048
5. Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun
merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut mengandung virus
dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian
virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic
incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat
gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada
telurnya (transsovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak
penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk,
nyamuk tersebut akan menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi
bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul (Depkes RI, 2004).
7. Upaya Pengendalian
a. Penanggulangan DBD
Untuk melakukan penanggulangan DBD di Indonesia diperlukan strategi
pengendalian DBD. Berdasarkan visi, misi, kebijakan dan tujuan pengendalian
DBD, maka strategi yang dirumuskan sebagai berikut :
1) Pemberdayaan masyarakat
Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian
penyakit DBD merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya
pengendalian DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif
masyarakat, maka KIE, pemasaran sosial, advokasi dan berbagai upaya
penyuluhan kesehatan lainnya dilaksanakan secara intensif dan
berkesinambungan melalui berbagai media massa maupun secara
berkelompok atau individual dengan memperhatikan aspek sosial budaya
yang lokal spesifik.
2) Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD
Upaya pengendalian DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sector kesehatan
saja, peran sektor terkait pengendalian penyakit DBD sangat menentukan.
Oleh sebab itu maka identifikasi stake-holders baik sebagai mitra maupun
pelaku potensial merupakan langkah awal dalam menggalang,
meningkatkan dan mewujudkan kemitraan. Jejaring kemitraan
diselenggarakan melalui pertemuan berkala guna memadukan berbagai
sumber daya yang tersedia dimasing-masing mitra. Pertemuan berkala
sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan, pemantauan dan
penilaian melalui wadah Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL
DBD) di berbagai tingkatan administrasi.
3) Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program
SDM yang terampil dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai keberhasilan
pelaksanaan program pengendalian DBD.
4) Desentralisasi
Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan kegiatan pengendalian
DBD kepada pemerintah kabupaten/kota, melalui SPM bidang kesehatan.
5) Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan
Meningkatkan mutu lingkungan hidup yang dapat mengurangi risiko
penularan DBD kepada manusia, sehingga dapat menurunkan angka
kesakitan akibat infeksi Dengue/DBD.
b. Kebijakan Nasional Pengendalian DBD
Kebijakan Nasional untuk pengendalian DBD sesuai KEPMENKES No
581/MENKES/SK/VII/1992 (Lampiran 2) tentang Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue, adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian terhadap
pengendalian DBD.
2) Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit
DBD.
3) Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program pengendalian
DBD.
4) Memantapkan kerjasama lintas sektor/ lintas program.
5) Pembangunan berwawasan lingkungan.
1) Kimiawi
Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan
insektisida merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih
populer di masyarakat dibanding dengan cara pengendalian lain.
Sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan pra-dewasa. Karena
insektisida adalah racun, maka penggunaannya harus
mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme
bukan sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis
insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang
penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor.
Aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistem akan
menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran.
2) Biologi
Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi seperti
predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium
pra dewasa vektor DBD. Jenis predator yang digunakan adalah
Ikan pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll),
sedangkan larva Capung
3) Manajemen lingkungan
Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana
penyediaan air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap
tersedianya habitat perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor
DBD. Nyamuk Aedes aegypti sebagai nyamuk pemukiman
mempunyai habitat utama di kontainer buatan yang berada di
daerah pemukiman. Manajemen lingkungan adalah upaya
pengelolaan lingkungan sehingga tidak kondusif sebagai habitat
perkembangbiakan atau dikenal sebagai source reduction seperti
3M plus (menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas, dan
plus: menyemprot, memelihara ikan predator, menabur larvasida
dll); dan menghambat pertumbuhan vektor (menjaga kebersihan
lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat yang gelap dan
lembab di lingkungan rumah dll)
4) Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN-DBD
Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah
dengan memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik.
Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui upaya
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-
DBD) dalam bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk mendapatkan hasil
yang diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan secara
luas/serempak dan terus menerus/berkesinambungan.
Daftar Pustaka
Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan Dan Pemberantasan DBD; Subdit
Arbovirosis, Dit PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta.
Depkes RI. 2004. Buku Modul Entomologi, Subdit. Pengendalian Vektor. Jakarta.
Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue (Terjemahan WHO Regional Publication SEARO
No.29). Jakarta.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23447/4/Chapter%20II.pdf
(diakses pada 19 Mei 2015) Anonim, 2010, Buletin Jendela Epidemiologi DBD
volume 2.