Anda di halaman 1dari 22

Referat Infeksi

Tropis

INFEKSI DENGUE
Angeline Sutjianto, Nurhayana Sennang, Benny Rusli
Bagian Patologi Klinik FK-UNHAS/BLU RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar
I.

PENDAHULUAN
Demam dengue dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
akut yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypty.1 Manifestasi klinis akibat infeksi dengue ini bervariasi mulai dari tanpa
gejala (asimtomatik), hingga bergejala (simptomatik) yang terdiri dari demam
dengue dan demam berdarah dengue (severe dengue).2 Dengue merupakan penyakit
virus yang ditularkan oleh nyamuk dan ditemukan pada daerah tropis dan subtropis di
seluruh dunia. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat menimbulkan
wabah. Beberapa tahun ini, penularan infeksi dengue meningkat pesat terutama di
derah urban dan menjadi masalah utama kesehatan publik internasional.3

II.

EPIDEMIOLOGI
Dengue merupakan penyakit virus yang ditularkan melalui nyamuk yang paling
cepat menyebar di dunia. Dalam waktu 50 tahun, insidens infeksi dengue meningkat
30 kali seiring peningkatan ekspansi geografis ke negara baru. Diperkirakan sekitar
50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahunnya di dunia, dan sekitar 2,5 milyar orang
tinggal di negara endemik dengue. Sekitar 1,8 milyar orang (>70 %) dari populasi
dunia dengan risiko tertular dengue tinggal di daerah Asia Tenggara dan Pasifik
Barat. 4

Gambar 1. Negara/ daerah yang berisiko tertular dengue


(Sumber : WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. Geneva. 2009.)

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah. Sejak


ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968, insiden infeksi
dengue meningkat dari 0,05 per 100.000 penduduk menjadi 35 per 100.000
penduduk di tahun 1998.5 Pada tahun 2007 dilaporkan 150.000 kasus dengan lebih
25.000 kasus berasal dari Jakarta dan Jawa Barat. Angka kematiannya mencapai
kira-kira 1%.4 Sejak tahun 2010, DBD di Indonesia mulai menurun. Insiden rate (IR)
tahun 2010 adalah 69 per 100.000 penduduk, tahun 2011 IR 27 per 100.000
penduduk, dan tahun 2012 IR 30 per 100.000 penduduk. Namun di beberapa daerah
IR mencapai 300 per 100.000 penduduk.6

Gambar 2. Gambaran Serotipe Dengue di Indonesia.


( Sumber : DBD is everybody business. http//lipsus.kompas.com)

III.

ETIOLOGI
Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. Virion virus dengue tampak berbentuk bundar dengan
diameter 50 nm dengan partikel-partikel kecil berdiameter 7 nm pada
permukaannya dengan menggunakan mikroskop elektron.7

Gambar 3. Virus dengue


( Sumber : Protein data Bank. Flavivirus. http:// www. rscb.org)

Virus dengue immatur

Virus dengue

Virion virus terdiri dari suatu genom rantai tunggal RNA (single-stranded
RNA) dan berperan sebagai positive-sense RNA karena langsung dapat ditranslasi
menjadi protein. Genom virus ini mempunyai panjang sekitar 11 kilobasa(kb) dengan
bagian kutub 5 maupun 3 terdapat RNA yang tidak mengkodekan protein disebut
noncoding region (NC), yang berperan sebagai promotor replikasi virus. Sisa genom
RNA mengkodekan 10 protein yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu protein
struktural (structural protein) yang membentuk tubuh virus dan protein non-struktural
(NS) yang berperan pada proses replikasi virus. Protein struktural terdiri dari capsid
(C), premembrane (prM) pada virus immatur / membrane (M) pada virus matur, dan
envelope (E). Protein nonstruktural ada 7 yang terdiri NS1, NS2A, NS2B,NS3,
NS4A, NS4B, NS5). 8

Gambar 4. Struktur genomik protein virus dengue


(Sumber : Dengue: A continuing global threat. Nature reviews Microbiology.2010:8;S7-S16)

Virus ini memiliki empat serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Keempat serotipe virus ini dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dengan
yang terbanyak adalah DEN-2 dan DEN-3.8 Serotipe terbaru (DEN-5) baru saja
diumumkan pada tahun 2013 dan merupakan dengue virus terbaru dalam 50 tahun
terakhir.9 Para peneliti menghipotesis bahwa virus dengue ini telah ada di primata
non-manusia dan kemudian terjadi penularan dari primata ke manusia di Afrika dan
Asia Tenggara sekitar 1.000 tahun lalu.8 Para peneliti percaya bahwa serotipe DEN-5
tersebut mungkin telah beredar di hutan Malaysia dan Indonesia selama ribuan tahun
tanpa menyebar ke siklus penularan di perkotaan.9 Serotipe DEN-5 memiliki siklus
sylvatic, yang berarti penularannya terutama pada primata non-manusia (primatanyamuk-primata), sedangkan serotipe lain menular antar manusia (manusia-nyamukmanusia).10 Serotipe DEN-5 sejauh yang telah dipublikasikan hanya ditemukan di
Sarawak dan baru ditemukan menginfeksi seseorang , mungkin menyebar melalui
monyet di hutan.9
Setiap serotipe mempunyai daya virulensi yang berbeda, sehingga sulit untuk
membedakan setiap strain hanya berdasarkan gejala klinisnya. Keempat serotipe virus
ini mempunyai struktur antigen yang serupa, tetapi mempunyai sifat antigen yang
3

berbeda, sehingga apabila terinfeksi dengan salah satu serotipe hanya akan
memberikan kekebalan untuk serotipe tersebut, tetapi tidak memeberikan kekebalan
silang (cross protective immunity) untuk serotipe lainnya. Selain itu, terdapat
beberapa variasi genetik sehingga infeksi dari masing-masing serotipe akan
memberikan hasil infeksi dengue dengan gejala klinis yang bervariasi. 8
IV.

VEKTOR PENULARAN
Infeksi virus dengue ditularkan ke manusia melalui nyamuk Aedes sebagai
vektornya, terutama Aedes aegypty. Nyamuk Aedes aegypty dikenal dengan sebutan
black-white mosquito karena tubuhnya memiliki garis-garis putih keperakan di atas
dasar warna hitam. Ciri khasnya adalah adanya dua garis lengkung bewarna putih
keperakan di kedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar di garis median dari
punggungnya yang bewarna dasar hitam. 11
Siklus hidup nyamuk Aedes terdari dari beberapa stadium yaitu telur, larva
(jentik), pupa (kepompong) dan nyamuk dewasa. Stadium telur, larva dan pupa
ditemukan pada habitat yang berair, sedangkan nyamuk dewasa di darat. 11

Gambar 5. Nyamuk aedes Aegypty.


(Sumber : Morfologi, Klasifikasi, Siklus Hidup, Habitat dan Penyakit yang ditularkan Nyamuk Aedes sp. 2012.
http:// www.itd.unair.ac.ad)

Telur Aedes berukuran kecil ( 50 mikron), bewarna hitam, berbentuk oval.


Telur ini diletakkan satu persatu pada dinding bagian dalam tempat penampungan air
yang berbatasan langsung dengan permukaan air. Telur nyamuk Aedes Aegypty akan
menetas menjadi larva dalam 1-2 hari. Apabila wadah air yang berisi telur mengering,
telur dapat bertahan selama beberapa minggu bahkan bulan. Ketika wadah itu berisi
air lagi dan menutupi seluruh bagian telur, telur akan menetas menjadi larva. 11
Setelah telur menetas, mula-mula akan menjadi larva stadium 1. Larva ini
kemudian akan mengalami 3 kali pengelupasan kulit (moulting), menjadi larva
stadium 2,3, dan 4. Larva stadium 4 berukuran 7x4 mm, mempunyai pelana yang
terbuka, sepasang bulu sifon, dan gigi sisir yang berduri lateral. Larva Aedes dapat
hidup di dalam air dengan pH 5,8-8,6. Larva stadium akhir ini lalu mengalami
pengelupasan kulit dan berubah bentuk menjadi stadium pupa. Larva akan berubah

menjadi pupa (kepompong) dalam waktu 6-8 hari.11 Larva memakan mikroorganisme
aquatic, alga, dan partikel tumbuhan dan hewan yang ada di wadah air tersebut. 12
Pupa Aedes berbentuk seperti koma, kepala dan dadanya bersatu dan
dilengkapi sepasang alat pernapasan berbentuk seperti terompet. Stadium pupa ini
adalah bentuk tidak makan dan hanya mengubah bentuk hingga tubuh dewasa
terbentuk. Nyamuk dewasa yang terbentuk akan keluar dari air setelah merobek kulit
pupa. Pupa akan menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2 hari. Jadi, pertumbuhan
dan perkembangan dari telur, larva, pupa hingga dewasa membutuhkan waktu 9-12
hari. 11
Nyamuk dewasa setelah muncul dari kepompong akan mencari pasangan
untuk melakukan perkawinan. Nyamuk jantan
menghisap cairan tumbuhan
sedangkan nyamuk betina menggigit dan menghisap darah untuk memproduksi telur.
Sekitar 3 hari setelah menghisap darah, nyamuk betina akan mencari tempat untuk
meletakkan telurnya. 11,12

Gambar 6. Siklus hidup Aedes Aegypty


( Sumber : How to control Mosquitoes. http:// www.biomosquito.hpage.com)

Umur nyamuk Aedes aegypty betina berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan,
tergantung dari suhu dan kelembaban sekitarnya. Kemampuan terbang berkisar antara
30- 50 meter. Jarak terbang jauh biasanya terjadi secara pasif melalui semua jenis
kendaraan (darat, laut, udara). 8,10
Tempat perindukan nyamuk Aedes Aegypty yaitu tempat nyamuk meletakkan
telurnya terdapat di dalam maupun di luar rumah. Nyamuk ini lebih menyukai tempat

perindukan yang bewarna gelap, terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka
lebar, berisi air tawar jernih dan tenang. Nyamuk Aedes aegypty mempunyai
kebiasaan istirahat terutama di dalam rumah yang gelap, lembab, dan pada bendabenda yang tergantung.5
Nyamuk betina menggigit dan menghisap darah terutama pada pagi hari (jam
8-11) dan sore hari (jam 3-5 sore). Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap
darah berpindah-pindah dari satu individu ke individu lain sehingga menyebabkan
penularan penyakit dengue lebih mudah terjadi.5
V.

CARA PENULARAN
Setelah melalui masa inkubasi 4- 10 hari, virus terdapat dalam darah penderita.
Viremia terjadi 1-2 hari sebelum demam hingga hari kelima demam. Ketika nyamuk
menggigit individu yang terinfeksi virus dengue, maka virus tersebut akan terbawa
oleh nyamuk bersama darah yang dihisapnya. Di dalam tubuh nyamuk, virus dengue
berkembang biak dengan cara membelah diri (replikasi) dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus terdapat pada kelenjar liur nyamuk.
Selanjutnya, apabila nyamuk tersebut menggigit orang lain, sebelum darah orang
tersebut dihisap, kelenjar air liur nyamuk akan dikeluarkan terlebih dahulu agar darah
yang dihisap tidak membeku. Air liur nyamuk Aedes aegypty mengandung virus
dengue sehingga virus yang terbawa oleh nyamuk akan menginfeksi orang lain.
Apabila orang tersebut mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue,
maka ia tidak akan terserang penyakit dengue ini meskipun terdapat virus di dalam
darahnya. Sebaliknya, pada orang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap virus
dengue, ia akan sakit. 5

Gambar 7 . Penularan Nyamuk Dengue


(Sumber : Aedes. http:// www. cdc.gov)

VI.

PATOGENESIS
Perbedaan klinis antara Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue
disebabkan oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda. Pada demam berdarah
dengue terjadi plasma leakage atau kebocoran plasma yang tidak didapati pada
Demam Dengue.
A. Patogenesis demam dengue
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypty. Virus akan berkembang biak di dalam sistem
retikuloendotelial dan akan ditangkap oleh monosit/makrofag. Makrofag akan

menampilkan Antigen presenting cell (APC). Antigen ini membawa muatan


polipeptida spesifik yang berasal dari mayor histocompatibility complex
(MHC). Antigen yang bermuatan MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+
(Th1 dan Th2) dengan perantaan T Cell Rreceptor (TCR). Limfosit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator
(INF , IL-2, dan Colony Stimulating factor (CSF)).
Antigen yang bermuatan MHC kelas I akan diekspresikan di permukaan virus
sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+. Limfosit T akan teraktivasi dan
bersifat sitolitik, sehingga semua sel yang mengandung virus akan dihancurkan,
selain itu juga mensekresi IFN dan TNF. Selain itu, limfosit B juga
diaktifkan dan akan memproduksi antibodi. Proses di atas menyebabkan
terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik
seperti demam,
nyeri sendi, nyeri otot, malaise, dan gejala lainnya.
Trombositopenia dapat terjadi tetapi bersifat ringan. 5
B. Patogenesis demam berdarah dengue
Ada beberapa teori atau hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan
patogenesis demam berdarah dengue, yang sering digunakan adalah :
1) Infeksi sekunder atau Infection Enhacing Antibody theory
Ketika tubuh terinfeksi virus dengue untuk pertama kali maka tubuh
akan membentuk suatu antibodi terhadap satu jenis serotipe dari virus
dengue tersebut (infeksi primer), jika suatu saat tubuh terinfeksi kembali
oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda (infeksi sekunder) maka
terjadi reaksi imun yang berlebihan antara antibodi yang ada dengan
antigen virus yang heterolog sehingga terjadi disfungsi endotel yang
mendasari kebocoran plasma pada DBD.
Pada infeksi primer, terbentuk antibodi yang memiliki aktivitas
netralisasi yang mengenali protein E dan monoklonal antibodi terhadap
NS-1, preM, dan NS-3 dari virus dengue, sehingga terjadi lisis sel yang
telah terinfeksi virus tersebut melalui aktivitas netralisasi atau komplemen.
Akhirnya banyak virus yang dilenyapkan dan penderita mengalami
penyembuhan, selanjutnya terjadi kekebalan seumur hidup terhadap
serotipe virus yang sama.
Pada infeksi kedua dengan serotipe yang berbeda, keadaan klinis
penderita menjadi lebih parah. Hal ini terjadi karena epitop virus yang
masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia pada hospes sehingga
antibodi tersebut tidak dapat menetralisasi virus bahkan membentuk
kompleks yang infeksius.
7

Kompleks virus-antibodi nonnetralisasi ini akan masuk ke sel


makrofag yang beredar. Akibat antibodi bersifat heterolog, virus tidak
dapat dinetralisasi tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag, sehingga
menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue. Makrofag
yang terinfeksi teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6, dan TNF-
dan juga Platelet Activating factor (PAF). TNF- akan merangsang demam
di hipothalamus , selain itu juga dikenal sebagai vasoaktif sitokin yang
akan merangsang endotel pembuluh darah sehingga permeabilitas kapiler
meningkat. Interaksi sel endotel dengan TNF- dapat menyebabkan
apoptosis endotel. Selain itu, TNF- juga meransang endotel
mengekspresikan ICAM-1, VCAM-1 dan p-selectin yang dapat
menyebabkan inflamasi, kerusakan endotel dan kebocoran plasma.
Respon imun ini juga akan mengaktifkan sel B yang akan
memproduksi antibodi. Antibodi yang muncul pada umumnya ialah IgG
dan IgM yang mulai terbentuk pada infeksi primer, dan mengalami
peningkatan (booster effect) pada infeksi sekunder. 5
2) Teori virulensi kuman
Teori virulensi kuman menjelaskan bahwa adanya perubahan dan variasi
genetik terhadap seleksi alam akan membuat virus bereplikasi pada
manusia/nyamuk sehingga terdapat beberapa strain yang berpotensi
menimbulkan epidemik yang besar. Selain itu, perubahan fenotip gen pada
genom virus akan meningkatkan replikasi dan viremia serta memperberat
penyakit. 5

VII.

MANIFESTASI KLINIS
Infeksi dengue merupakan penyakit yang sistemik dan mempunyai spektrum
gambaran klinis yang luas, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), hingga bergejala
(simptomatik) yang terdiri dari demam dengue dan demam berdarah dengue (severe
dengue). 4
INFEKSI VIRUS
DENGUE

Demam Berdarah
Dengue
( perembesan plasma)

Gambar 8. Spektrum klinis demam dengue


( Sumber : Demam berdarah Dengue. Edisi kedua. Airlangga Surabaya Press. Jakarta. 2008.)

Setelah masa inkubasi, penyakit ini mulai bergejala dan diikuti oleh 3 fase, yaitu fase
demam, kritis, dan pemulihan. 4
1. Fase demam.
Pasien umumnya mengalami demam tinggi yang mendadak. Fase demam
akut biasanya terjadi 2-7 hari dan seringkali disertai dengan kemerahan pada
wajah, eritema kulit, sakit kepala, arthralgia, mialgia, mual muntah.
Manifestasi hemoragik ringan seperi petekhie dan perdarahan membran mukosa
(hidung dan gusi) dapat ditemukan. Pembesaran hati seing terjadi.
Abnormalitas darah rutin yang paling cepat berupa penurunan trombosit yang
progresif. Uji tourniquet (+) pada fase ini meningkatkan kemungkinan demam
dengue.
2. Fase kritis
Suhu tubuh menurun hingga 37,5 -38oC atau kurang. Biasanya terjadi pada
hari ketiga sampai kelima, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang
ditandai dengan peningkatan kadar hematokrit. Petanda ini merupakan awal
dari fase kritis. Leukopenia yang progresif disertai penurunan jumlah trombosit
biasanya menyebabkan kebocoran plasma
Syok terjadi ketika terjadi kehilangan volume plasma yang cukup banyak
melaui kebocoran plasma , biasanya memberikan tanda peringatan. Suhu tubuh
menjadi subnormal ketika syok terjadi. Syok yang berkepanjangan dapat
menyebabkan hipoperfusi organ dan mengakibatkan kerusakan organ, asidosis
metabolik dan disseminated intravaskular coagulation.
3. Fase pemulihan
Jika pasien bertahan dalam 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi bertahap dari
kompartemen cairan ekstravaskular terjadi dalam waktu 48-72 jam. Keadaan
klinis membaik, nafsu makan membaik, gejala gastrointestinal mereda, dan
status hemodinamik stabil. Hematokrit mnejadi normal kembali. Jumlah
leukosit dan trombosit biasanya mulai segera meningkat setelah suhu tubuh
kembali normal.

Gambar 9. Perjalanan penyakit DBD


(Sumber : WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. Geneva. 2009.)

VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO
terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium.
A. Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama
2 7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan, baik melalui uji tourniquet positif maupun
perdarahan spontan pada kulit (peteki, ekomosis) dan atau ditempat lain seperti
epitaksis, perdarahan gusi, hemetamesis atau melena.
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,hipotensi,
kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
B. Kriteria Laboratorium
1. Trombositopenia : Trombosit 100.000 sel/ mm3
2. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan
manifestasi sebagai berikut:
a. Peningkatan hematokrit 20% dari nilai standar
b. Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.

10

Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau
hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis DBD.
Derajat Penyakit DBD menurut WHO tahun 1997 dalam 4 derajat yaitu : 9
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu - satunya manifestasi
perdarahan ialah uji tourniquet positif.
Derajat II : Derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun ( 20 mmHg) atau hipotensi, kulit dingin atau lembab
dan penderita tampak gelisah.
Derajat IV
: Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
Derajat III dan IV didefinisikan sebagai Dengue Shock Syndrome (DSS)
Sejak tahun 1975 hingga 2009, pengklasifikasian derajat dengue dibagi
menjadi demam dengue, demam berdarah dengue, dan dengue shock syndrome.
World Health Organization (WHO), pada tahun 2009, membuat revisi pedoman
pengkasifikasian kasus simpomatik dengue berdasarkan gejala klinis dan tingkat
kegawatan. Kalsifikasi dengue ini dibagi menjadi dengue tanda warning sign, dengue
dengan warning sign dan severe dengue. Hal ini disebabkan karena sulit untuk
mendefinisikan kasus demam berdarah dengue pada pusat kesehatan dengan sarana
yang terbatas dan kriteria yang terlalu spesifik, sehingga gagal untuk mengidentifikasi
beberapa kasus dengue yang berat seperti kegagalan hati dan ensefalitis. 2,4

Dengan
warning sign

3. Gangguan organ yang berat

tanpa

KRITERIA DENGUE WARNING

SIGNdengue
Kemungkinan
Tinggal/Berpergian ke area
endemik dengue
Demam dan diikuti 2 dari kriteria
berikut :
- Mual, muntah
- Kemerahan/rash
- Sakit/Nyeri
- Tes tourniquet(+)
- Leukopenia
- Tanda peringatan apapun
Dengue dengan konfirmasi
(penting ketika tidak ada tanda
kebocoran plasma)

1. Severe plasma leakage


2. Perdarahan berat

Tanda peringatan :
nyeri perut
muntah yang
akumulasi cairan secara klinis
letargi
hepatomegali > 2cm
Laboratorium : peningkatan
HCT disertai penurunan
jumlah trombosit yang segera

KRITERIA SEVERE

DENGUE
Severe plasma leakage
Menyebabkan shock (DSS),
Akumulasi cairan dengan
gangguan pernapasan
Perdarahan berat
Yang dievaluasi oleh klinisi
Gangguan organ yang berat :
Hati : AST atau ALT 1000
CNS : penurunan kesadaran
Gangguan jantung dan organ
lainnya

11

Gambar 10. Klasifikasi kasus dengue dan derajat keparahannya


(Sumber : WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. Geneva. 2009.)

IX.

LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium untuk infeksi dengue sangat penting dalam
mendiagnosis infeksi dengue, terutama pada pasien tanpa kebocoran plasma.
Konfirmasi laboratorium segera setelah diagnosis secara klinis sangat berguna karena
beberapa pasien mempunyai perubahan gejala yang sangat singkat dari ringan
menjadi berat bahkan dapat menyebabkan kematian.4
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis pasti infeksi virus dengue meliputi
isolasi virus, deteksi genom (asam nukleat), antigen atau antibodi, maupun kombinasi
dari pemeriksaan tersebut. Setelah onset penyakit, virus dapat dideteksi dalam serum,
plasma, sirkulasi sel darah ataupun pada jaringan selama 4-5 hari. Isolasi virus,
deteksi antigen atau asam nukleat dapat digunakan untuk mendiagnosa infeksi pada
stadium awal, sedangkan pemeriksaan serologi dilakukan pada akhir fase infeksi
akut.4
Metode direct diagnostic seperti isolasi virus, deteksi genom, dan deteksi
antigen lebih spesifik untuk mendeteksi dengue dibandingkan metode indirect seperti
deteksi antibodi IgG dan IgM dengue. Metode indirect ini mempunyai peluang yang
lebih besar dalam untuk mendeteksi dengue karena tersedia alat yang lebih mudah
digunakan.

Gambar 11. Tes diagnostik direct dan indirect dengue


(Sumber : Evaluation of diagnostic tests: dengue. Nature Reviews Microbiology . 2010; 8: S30S37)

Pemeriksaan darah yang yang rutin dilakukan untuk menskrining penderita


demam dengue adalah melalui tes Rumple Leede, pemeriksaan darah rutin, dan
apusan darah tepi.5 Diagnosis pasti diperoleh dari hasil isolasi virus dengue, deteksi
asam nukleat virus, dan deteksi antigen atau antibodi spesifik dengue.
12

1. Tes Rumple Leede (Uji Tourniquet) 5


Pemeriksaan ini ditujukan untuk menilai ada tidaknya gangguan vaskuler. Uji
Rumple Leede positif tidak selalu disebabkan oleh virus dengue saja, tetapi
juga oleh penyakit virus lainnya.
Hasil normal bila petekhie pada bagian volar tangan yang timbul dalam
lingkaran berdiameter 2,8 inci di bawah siku berjumlah 10 petekhie.
2. Darah rutin 4
a. Leukosit
Saat awal demam jumlah leukosit normal dan kemudian menjadi
menurun (leukopenia) selama fase demam.
Jumlah leukosit normal : 4.000 -10.000/mm3
b. Trombosit
Penurunan jumlah trombosit umumnya terjadi pada hari ketiga sampai
ketujuh. Trombositopenia apabila jumlah trombosit < 100.000/mm3
Jumlah trombosit normal : 150.000 450.000 /mm3
c. Kadar Hematokrit
:
Peningkatan kadar hematokrit atau hemokonsentrasi yang ditemukan
merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Dikatakan
hemokonsentrasi apabila terjadi peningkatan hematokrit 20% atau lebih
dari normalnya.
Perubahan kadar hematokrit meerupakan panduan yang berguna
untuk pengobatan. Namun, perubahan harus ditafsirkan secara paralel
dengan status hemodinamik , respons klinis terhadap terapi cairan dan
keseimbangan asam-basa .
Nilai normal hematokrit : 35-45 % (wanita), 40-50% (pria)
3. Apusan darah tepi
Apusan darah tepi dilakukan untuk mengkonfirmasi jumlah trombosit dan
melihat adanya limfositosis relatif serta gambaran limfosit plasma biru.5
4. Isolasi virus
Metode yang sering digunakan adalah dengan kultur sel. Spesimen
isolasi virus sebaiknya diambil selama periode viremia ( sebelum hari kelima
demam). Bahan spesimen dapat berupa serum, plasma atau lapisan buffy-coat
darah-heparinized. Spesimen yang akan dikirim ke laboratorium sebaiknya
disimpan di refrigerator. Untuk penyimpanan hingga 24 jam, spesimen
disimpan pada suhu 4-8oC. Untuk penyimpanan lebih lama disimpan pada
freezer suhu -70oC.
Host sel yang sering digunakan untuk kultur adalah dari sel AP61 (cell
line dari Aedes pseudoscutellaris), atau C6/36 ( cell line kloning dari Aedes
albopictus). Hasil kultur diidentifikasi dengan menggunakan metode Direct

13

Immunofluorescent Assay (DFA) atau Indirect Immunofluorescent Assay


(IFA), atau menggunakan antibodi monoklonal spesifik.
Hasil kultur diperoleh dalam waktu 1-2 minggu dan kemungkinan
keberhasilan isolasi virus ini hanya jika pengambilan, penanganan spesimen,
dan pengiriman ke laboratorium dilakukan dengan baik. 4,5
5. Deteksi asam nukleat
Virus dengue merupakan virus RNA yang labil terhadap suhu sehingga
penanganan dan penyimpanan spesimen dilakukan seperti yang telah
dijelaskan pada isolasi virus.
Deteksi asam nukleat dilakukan dengan Reverse transcriptase-Polymerase
Chain reaction (RT-PCR) dan juga dapat digunakan untuk menentukan
serotipe virus dengue ( DEN 1, 2, 3, 4).
Deteksi asam nukleat ini meliputi 3 tahap, yaitu ekstraksi dan purifikasi asam
nukleat, amplifikasi asam nukleat, dan deteksi dan karakterisasi produk
amplifikasi.
Sensitivitas RT-PCR ini lebih baik dari isolasi virus, yaitu 80- 100%
tergantung dari derah target genom oleh primer, teknik amplifikasi produk
PCR dan metode untuk menentukan subtyping (nested PCR, blot
Hybridization, sequence analysis,dll).4,5 Deteksi asam nukleat dapat
mengidentifikasi infeksi virus dalam 24-48 jam.4
6. Deteksi antigen
Pemeriksaan terhadap antigen non struktural-1 dengue (NS1) dapat
mendeteksi infeksi virus dengue primer maupun sekunder hingga hari ke
sembilan setelah onset penyakit.
Deteksi NS-1 dengue dapat mendeteksi infeksi virus dengue dengan lebih
awal dari pemeriksaan antibodi dengue, dan bahkan dapat terdeteksi pada hari
pertama mulai demam.
Pemeriksaan antigen dengue ini dapat dilakukan dengan ELISA, dengue
blot/dot immunoassai, maupun dengan immunokromatografi (rapid test).
Pemeriksaan NS1 antigen rapid mudah digunakan dan dapat memberikan
hasil kurang dari sejam. 4
7. Tes serologis
1) IgM dengue dan IgG dengue
Infeksi primer ditandai dengan timbulnya antibodi IgM terhadap
dengue sekitar 3-5 hari setelah timbul demam, dan dapat dideteksi hingga
tiga bulan. Kadar puncak IgM sekitar 2 minggu setelah onset gejala dan
kemudian perlahan-lahan menurun hingga tak terdeteksi dalam 2-3
bulan. Antibodi IgG terdeteksi dengan titer rendah pada akhir minggu
pertama demam, meningkat perlahan dan dapat bertahan seumur hidup. 4,5
14

Infeksi dengue sekunder ditunjukkan dengan titer antibodi IgG yang


terdeteksi 1-2 hari setelah onset dan meningkat sangat cepat. Antibodi
IgM mulai terdeteksi hari kelima sejak infeksi timbul, dan pada beberapa
kasus bahkan tidak terdeteksi dan bertahan hingga hari ke-20. 5
Pemeriksaan IgM dan IgG dengue ini dapat dilakukan dengan
metode ELISA maupun immunokromatografi.

Gambar 12. Respon Antigen Ns-1, IgM, dan IgG dengue pada infeksi dengue
( Sumber : WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. Geneva. 2009)

2) Ratio IgM/IgG
Ratio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dan
sekunder dengue. Infeksi dengue primer apabila IgM/IgG OD ratio >1,2
( menggunakan serum pasien dengan pengenceran 1/100) atau > 1,4
( pengenceran 1/20. Walaupun demikian, ratio ini dapat bervariasi antar
laboratorium , sehingga membutuhkan standar yang lebih baik terhadap
tes ini. 4
3) Ig A dengue
Antibodi IgA muncul sehari setelah IgM. Titer IgA mencapai
puncak sekitar 8 hari setelah onset dan segera menurun hingga tak
terdeteksi pada hari ke-40. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada
titer IgA antara pasien infeksi dengue primer maupun sekunder. 4
4) Tes Haemagglutination-Inhibition (HI)
Tes HI ini menetapkan titer antibodi dengue berdasarkan
kemampuan antigen dengue mengagglutinasi sel darah merah angsa atau
trypsinized human O RBC. Antibodi antidengue pada serum dapat
menginhibisi (menghambat) agglutinasi ini dan kemampuan inhibisi ini
akan diukur melalui tes HI.4 Tes ini membutuhkan sepasang sera dengan
perbedaan fase akut dan pemulihan minimal 7 hari, optimalnya 10 hari.
Tes ini dapat digunakan untuk membedakan infeksi primer dan sekunder
berdasarkan titer antibodinya. Antibodi HI bertahan dalam tubuh hingga
bertahun-tahun sehingga dapat digunakan untuk studi sero-epidemiologi.

15

Gambar 11 . Timeline pemeriksaan infeksi dengue 4


( Sumber : Diagnostic Algorithm in Dengue Infection.2012. http://www.enivd.de)

INFEKSI PRIMER DENGUE

INFEKSI SEKUNDER
DENGUE

*Tanpa ada vaksinasi flavivirus


sebelumnya

Gambar 12. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium dengue


( Sumber : Diagnostic Algorithm in Dengue Infection.2012. http://www.enivd.de )

X.
DIAGNOSIS BANDING
Manifestasi infeksi dengue sangat bervariasi sehingga perlu
penyakit yang mempunyai gejala yang mirip.
Tabel 1. Diagnosis banding infeksi dengue 5
Klinis
Manifestasi perdarahan
Dengue
Demam (+) Uji Tourniquet (+)
Syok ()
Sepsis

Demam (+)
Syok ()

Uji Tourniquet (-)

dibedakan dari beberap

Laboratorium
Trombositopenia (+)
Hemokonsentrasi (+)
Limfositosis (+)
Dominan
Leukositosis,
Netrofilia (+)
16

Demam
Chikungunya
Idiopathic
Trombositopenia
Purpura

Demam (+)
Syok (-)
Demam ()
Syok ()

Uji Tourniquet ()
Uji Tourniquet (+)

Trombosit normal
Hemokonsentrasi (-)
Trombositopenia (+)
Hemokonsentrasi (-)

XI.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi selama infeksi dengue : 2
a. Fase demam :
1. Dehidrasi akibat intake cairan yang kurang
2. Kejang akibat demam tinggi
3. Perdarahan hebat (jarang)
b. Fase kritis :
1. Kebocoran plasma atau perdarahan yang tidak diketahui dan dapat
menyebabkan syok
2. Perdarahan intracranial
3. Abnormalitas metabolik
4. Koagulopati
5. Syok berkepanjangan yang dapat menyebabkan kematian
c. Fase pemulihan
Overloading cairan intravaskular karena resusitasi cairan yang aggresif selama
fase pemulihan
XII.

PENATALAKSANAAN
Obat antiviral spesifik terhadao degue belum ada hingga saat ini. . Terapi
Infeksi dengue ini tergantung dari manifestasi klinis dan keadaan lainnya, apakah
pasien dapat dirawat di rumah (Grup A), rawat inap di rumah sakit (GRUP B),
ataukah membutuhkan penanganan darurat dan segera (GRUP C) sebagai berikut : 4
A. Pasien yang dapat dirawat di rumah adalah pasien yang dapat memperoleh
cairan oral yang cukup, dan dapat berkemih minimal setiap 6 jam, tidak
menunjukkan tanda-tanda peringatan ketika demam mereda.
B. Pasien yang sebaiknya dirawat di rumah sakit, adalah pasien yang menunjukkan
tanda-tanda peringatan, pasien dengan kondisi yang dapat memperberat infeksi
dengue (hamil,bayi, orang tua, diabetes mellitus, gagal ginjal, penyakit
hemolitik), dan pasien dengan keadaan lingkungan sosial tertentu (tinggal
sendiri, atau jauh dari fasilitas kesehatan tanpa transportasi yang memadai).
C. Pasien yang memerlukan perawatan darurat dan rujukan mendesak (severe
dengue), adalah pasien yang menunjukkan tanda-tanda kebocoran plasma berat
yang dapat menyebabkan syok dengue dan/ atau akumulasi cairan dengan

17

gangguan pernapasan, perdarahan berat, kegagalan organ ( kerusakan hati,


gagal ginjal, cardiomiopati, ensefalopati atau ensefalitis)
Penatalaksanaan infeksi dengue bertujuan untuk mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat perdarahan serta
simptomatis. Terapi pada fase demam bersifat suportif dan simptomatik yaitu dengan
pemberian cairan peroral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat
diberikan oleh karena pasien tidak mau/bisa minum, muntah atau nyri perut yang
berlebihan, maka perlu diberikan cairan intravena rumatan. Jenis minuman yang
dapat diberikan adalah jus buah, air teh manis, larutan oralit, sirup, susu. Jenis cairan
intravena yang diberikan( sesuai rekomendasi WHO) adalah Ringer Laktat, Ringer
Asetat, atau larutan NaCl 0,9%. Pemberian kristaloid diberikan jika syok belum
teratasi, berupa Dextran L40 atau plasma (Fresh Frozen Plasma) dengan dosis
maksimal 30ml/kgBB .
Antipiretik kadang perlu diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh di bawah
o
39 C. Obat yang dianjurkan adalah paracetamol. Jangan memberikan asam
asetilsalisilat (aspirin), ibuprofen atau obat anti inflamasi nonsteroid lainnya.
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Fase
kritis adalah waktu transisi, yaitu suhu turun , umumnya pada hari ke3-5 demam.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang
terbaik untuk pengawasan hasil terapi, yaitu menggambarkan derajat kebocoran
plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hematokrit harus diperiksa
minimal satu kali dari hari ketiga demam hingga suhu normal kembali. 16
XIII. PENCEGAHAN
Pencegahan infeksi dengue dilakukan dengan pemberantasan vektor nyamuk
yang dapat dilakukan melalui metode :5
a. Lingkungan : menguras tempat penampungan air, menutup tempat
penampungan air, mengubur kaleng-kaleng bekas di sekitas rumah (3M)
b. Biologi
: menggunakan ikan pemakan jentik
c. Kimiawi
: pengasapan (fogging) , pemebrian abate pada tempat
penampungan air.
XIV. PROGNOSIS
Sebagian besar orang yang terkena dengue pulih dan baik-baik saja. Tanpa
pengobatan, 1 hingga 5% dari orang yang terinfeksi (1 hingga 5 dari 100 orang)
meninggal karena dengue. Dengan perawatan yang baik, kurang dari 1% meninggal.
Namun, pada orang dengan severe dengue 26% meninggal (26 dari 100).17

18

Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat
tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Namun,
perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan
umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong.16

RINGKASAN
Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty.1 Virus
dengue terdiri dari 5 serotipe, DEN-1, 2, 3, 4, dan 5. Patogenesis terjadinya demam
berdarah dengue ada beberapa teori, tetapi yang paling sering adalah teori infeksi
sekunder (Infection enhacing antibody theory) dan teori virulensi kuman. Manifestasi
klinis akibat infeksi dengue ini bervariasi mulai dari tanpa gejala (asimtomatik),
hingga bergejala (simptomatik). Gejala infeksi dengue terdiri dari 3 fase yaitu fase
demam, fase kritis, dan fase pemulihan. Diagnosis demam berdarah dengue
ditegakkan berdasrkan kriteria WHO yang terdiri dari 2 kriteria klinis dan 1 kriteria
laboratorium. Kriteria klinis yaitu bila ditemukan demam mendadak 2-7 hari,
manifestasi perdarahan, pembesaran hati, syok. Kriteria laboratorium berupa
trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Klasifikasi kasus dengue terdiri dari
dengue dengan/tanpa warning sign, dan severe dengue. Pemeriksaan laboratorium
untuk diagnosis infeksi virus dengue meliputi isolasi virus, deteksi genom (asam
nukleat), antigen NS-1 dengue, dan antibodi dengue IgA, IgM, IgG dengue.
Penatalaksanaan infeksi dengue bersifat suportif dan simptomatik dengan
penggantian cairan dan antipiretik. Perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien
yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat
memburuk sehingga monitoring penyakit sangat diperlukan. Sebagian besar pasien
akan pulih.

19

ALGORITME PEMERIKSAAN INFEKSI DENGUE

20

Sumber : modifikasi kepustakaan 4 dan 5

DAFTAR PUSTAKA

21

1. Siregar FA. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah dengue di


Indonesia. Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2004;
hal 1-7.
2. Tomashek KM, Margolis H. Dengue. Available at www. cdc.gov.2014.
3. Dengue
and
Severe
Dengue.
Available
at
www.who.int/mediacentre/factsheet/fs117. Updates March 2014.
4. WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
Geneva. 2009.
5. Soegijanto S. Demam berdarah Dengue. Edisi kedua. Airlangga Surabaya Press.
Jakarta. 2008.
6. Rita
Kusriastuti.
DBD
is
everybody
business. Available
at
http//lipsus.kompas.com. Update : 15 Juni 2013.
7. Protein data Bank. Flavivirus. Available at : www. rscb.org
8. Guzman MG et al. Dengue : A continuing global threat. Nature Reviews
Microbiology 2010;8:S7-S16.
9. Kit LS. New Dengue Virus has Low Human Infection Rate. Available at
www.mysinchew.com. 2014.
10. Tomasulo A. Fifth Dengue Serotype Discovered. Available at
www.healthmap.org. 2013.
11. Mulyatno KC. Morfologi, Klasifikasi, Siklus Hidup, Habitat dan Penyakit yang
ditularkan Nyamuk Aedes sp. 2012. Available at : www.itd.unair.ac.ad
12. Aedes. Available at : www. cdc.gov
13. How to control Mosquitoes. Available at : www.biomosquito.hpage.com
14. Peeling, R. W. et al. Evaluation of diagnostic tests: dengue. Nature Reviews
Microbiology . 2010; 8: S30S37.
15. Carrasso CD. Diagnostics Algorithm in Dengue Infections. ECDC training
Workshop on Laboratory Diagnosis of dengue Virus Infections.Berlin. 2012.
Available at www.enivd.de
16. Hadinegoro SR et al. Tata Laksana Demam Dengue/ Demam Berdarah
Dengue. Sub Direktorat Arbovirus. Dirjen PPM dan PLP. Depkes RI. Available
at : www.mitrakeluarga.com
17. Ranjit S, Kissoon N. Dengue Hemorrhagic fever and Shock Syndromes.
Pediatr. Crit. Care. Med. 2010;12(1):90-100.

22

Anda mungkin juga menyukai