Anda di halaman 1dari 7

SJSN IN LABORATORY MEDICINE

Tahono
Bagian/SMF Patologi Klinik FKUNS/RSDM

PENDAHULUAN
Hak asasi manusia diakui oleh segenap bangsa- bangsa di dunia, termasuk Indonesia adalah
hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya.
Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa -Bangsa tahun 1948 tentang
Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat 1. Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat
hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk
hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang
diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi
janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan
nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.
Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke -5 juga mengakui hak asasi
warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan
diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan.
Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan mem peroleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai
kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial. Untuk mewujudkan
komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan
jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan
perorangan.
UU 40/2004 tentang SJSN mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh
penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) yang ditetapkan dengan Undang -Undang No. 24 Tahun 2011 yang
terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasi nya dimulai 1
Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah
dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang
Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan.
Kementerian Kesehatan mengupayakan regulasi berupa Peraturan Menteri, yang akan
menjadi payung hukum untuk mengatur antara lain pelayanan kesehatan, pelayanan
kesehatan tingkat pertama, dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan.

PRINSIP PRINSIP JAMINAN KESEHATAN NASIONAL


Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip- prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) berikut:
1. Prinsip kegotongroyongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam
SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang
kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi,
dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini sebagai perwujudan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari laba ( for
profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya
kepentingan peserta.
3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang
berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
4. Prinsip portabilitas
Memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat
terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya
tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal,
bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, se hingga
pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh
rakyat.
6. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan -badan
penyelenggara untuk dikelola sebaik -baik nya dalam rangka mengoptimalkan dana
tersebut untuk kesejahteraan peserta.
7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar- besar kepentingan peserta.

PELAYANAN
1. Jenis Pelayanan
Ada 2 (dua) jenis pelayanan, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis)
serta akomodasi dan ambulans ( manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan
untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang
ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
2. Prosedur Pelayanan
Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh
pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama . Bila Peserta
memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan
melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan
kegawat daruratan medis.
3. Kompensasi Pelayanan
Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna
memenuhi kebutuhan medis , BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang
dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan
Fasilitas Kesehatan tertentu . Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya
pelayanan kesehatan dan transportasi.
4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang
menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui
proses kredensialing dan rekredensialing .
PERAN PROFESI
1) Memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta dengan menerapkan praktik
kedokteran dan wajib memberikan pelayanan kesehatan secara terkendali mutu dan
kendali biaya
2) Berorientasi kepada custumer servises, pelayanan yang komprehensif dengan
pendekatan holistik
3) Landasan utama adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan kompetensi yang dimiliki,
yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan
4) Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
5) Penanganan personal pasien sebagai bagian integral dari keluarga
6) Pelayanan yang mempertimbangkan faktor keluarga, lingkungan kerja, dan
lingkungan tempat tinggal.
7) Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum
8) Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu
9) Pelayanan yang dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan merupakan perwujudan
dari adanya :
a. Rekam medis yang lengkap dan akurat yg dpt dibaca orang lain
b. Standar Pelayanan Medis
c. Penggunaan evidence-based medicine untuk pengambilan keputusan
d. Kesadaran akan keterbatasan kemampuan dan kewenangan
e. Kesadaran untuk mengikuti perkembangan ilmu melalui belajar sepanjang hayat
dan pengembangan profesi berkelanjutan

STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN


Standar Pelayanan Kedokteran diatur dengan Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1438/MENKES/PER/IX/2010.
Standar pelayanan Kedokteran disusun secara sistematis dengan menggunakan pilihan
pendekatan:
a. Pengelolaan penyakit komplikasi; dalam kondisi tunggal, yaitu tanpa penyakit lain atau
b. Pengelolaan berdasarkan kondisi.
Dalam menyusun PNPK untuk penyakit dan kondisi yang memenuhi satu atau lebih kriteria :
1. Penyakit atau Kondisi paling sering atau banyak terjadi
2. Penyakit atau Kondisi yang memiliki resiko tinggi
3. Penyakit atau Kondisi yang memerlukan beaya tinggi
4. Penyakit atau Kondisi yang terdapat variasi /keragaman dalam pengelolaannya.

Tujuan Standar Pelayanan Kedokteran adalah :


a. Memberikan jaminan kepada pasien untuk memperoleh pelayanan kedokteran yang
berdasarkan pada nilai ilmiah sesuai dengan kebutuhan medis pasien;
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kedokteran yang diberikan oleh
dokter dan dokter gigi.

Prinsip Dasar Standar Pelayanan


a. PNPK merupakan Standar Pelayanan Kedokteran yang bersifat nasional dan dibuat
oleh organisasi profesi serta disahkan oleh Menteri.
b. SPO dibuat dan ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib memprakarsai penyusunan SPO sesuai
dengan jenis dan strata fasilitas pelayanan kesehatan yang dipimpinnya, jadi bersifat
hospital specific
2) PNPK harus dijadikan acuan pada penyusunan SPO di fasilitas pelayanan kesehatan.
3) SPO harus dijadikan panduan bagi seluruh tenaga kesehatan di fasititas pelayanan
kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.
4) SPO disusun dalam bentuk Panduan Praktik Klinis / PPK (clinical practice
guidelines) yang dapat dilengkapi dengan alur klinis (clinical pathway), algoritme,
protokol, prosedur atau standing order.
5) Panduan Praktik Klinis harus memuat sekurang-kurangnya mengenai pengertian,
anamnesis, pemeriksaan fisik, kriteria diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan
penunjang, terapi, edukasi, prognosis dan kepustakaan

Clinical Pathway (CP)


1. CP = care pathway, care map, integrated care pathways, multidisciplinary
pathways of care, pathways of care, collaborative care pathways.
2. CP merinci apa yang harus dilakukan pada kondisi klinis tertentu. CP = rencana
tata laksana hari demi hari dengan standar pelayanan yang sesuai.
3. CP bersifat multidisiplin sehingga semua dapat menggunakan format yang sama.
4. Perkembangan pasien dapat dimonitor setiap hari, baik intervensi maupun
outcome-nya.
5. CP paling layak untuk penyakit multidisiplin, dan perjalanan klinisnya dapat
diprediksi (pada >70% kasus).
6. Perjalanan menyimpang varian
7. Di RSU hanya 30% dirawat dengan CP, selebihnya dirawat dengan usual care.
8. CP hanya efektif dan efisien apabila dilaksanakan untuk penyakit atau kondisi
kesehatan yang perjalanannya predictable, khususnya bila memerlukan perawatan
multidisiplin.
9. Data CP juga dapat menjadi masukan untuk program lain yang menyangkut
pembiayaan, misalnya diagnostic related group (DRG)

PENUTUP
Peranan Dokter Spesialis Patologi Klinik dalam konteks laboratoium kedokteran :
1. Dalam cakupan nasional perlu disusun Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
dalam bentuk Standar Pelayanan Patologi Klinik atau Laboratorium Kedokteran yang
disusun oleh PDS PATKLIN.
2. Dalam cakupan setempat memberikan kontribusi secara aktiv dalam penyusunan SPO
dalam bentuk Panduan Praktik Klinis / PPK termasuk alur klinis (clinical pathway)
dan
3. Prosedur spesifik Patologi Klinik/Laboratorium Kedokteran, seperti Plebotomi,
POCT, BMP, Penampungan Urine
Dalam menyusun Standar Pelayanan Patologi Klinik atau Laboratorium Kedokteran dan
SPO didasari atau pemahaman Patogenesis dan Pathofisiologi suatu penyakit, EBM,
Konsensus2, Pemilihan metode analisa yang unggul, keterbatasan metode, faktor interferensi,
linearitas.
DAFTAR RUJUKAN
Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan
Sosial Nasional

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438/MENKES/PER/IX/2010


Tentang Standar Peiayanan Kedokteran

Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial

Anda mungkin juga menyukai