Anda di halaman 1dari 13

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Ardi Panggayuh, S.Kp, M.

Kes MODUL Menit Tujuan


Pembelajaran: Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami: 1.
Tanggung jawab bidan sebelum, selama dan setelah prosedur pemeriksaan diagnostik. 2.
Pemeriksaan roentgen. a. Macam-macam pemeriksaan roentgen dan indikasi penggunaannya.
3. Pemeriksaan laparoskopi. a. Tipe pemeriksaan laparoskopi. b. Indikasi pemeriksaan
laparoskopi. c. Tanggung jawab bidan sebelum, selama dan setelah prosedur pemeriksaan
laparoskopi. 4. Pemeriksaan fetoskopi. a. Indikasi pemeriksaan fetoskopi. b. Kontraindikasi
pemeriksaan fetoskopi. c. Tanggung jawab bidan sebelum, selama dan setelah pemeriksaan
fetoskopi. 5. Pemeriksaan kardiotokografi. a. Metode pemeriksaan kardiotokografi. b.
Komponen interpretasi hasil pemeriksaan kardiotokografi. 6. Pemeriksaan ultrasonography
(USG). a. Manfaat pemeriksaan USG pada kehamilan. b. Tanggung jawab bidan dalam
pemeriksaan USG. c. Metode pemeriksaan USG. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pemeriksaan USG. 7. Pemeriksaan diagnostik mammografi. a. Indikasi mammografi. b.
Kontraindikasi mammografi. c. Prosedur pemeriksaan mammografi. Pemeriksaan diagnostik
adalah komponen penting dari pengkajian pasien. Pemeriksaan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisikal yang dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan diagnostik dapat
memberikan data yang menunjukkan status kesehatan individu. Oleh karena itu, bidan harus
meningkatkan kemampuan untuk mengintegrasikan pemahaman tentang prosedur
pemeriksaan diagnostik dalam pelaksanaan pengkajian, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi asuhan kebidanan. Data hasil pemeriksaan diagnostik dapat membantu
mengembangkan dan mendukung diagnosis, intervensi dan hasil asuhan kebidanan.
Pemeriksaan diagnostik harus dipandang sebagai keharusan seperti halnya mikroskop.
Pemeriksaan diagnostik meningkatkan kemampuan bidan dalam mengkaji kualitas kesehatan
fisik pasien. Hasil pemeriksaan diagnostik memberikan pedoman dalam merencanakan dan
intervensi yang tepat dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya tahan pasien. Beberapa
pemeriksaan diagnostik adalah bagian dari pemeriksaan fisik sederhana yang hanya
memerlukan peralatan sederhana dan keterampilan pemeriksa, dan dapat dilakukan di ruang
pemeriksaan. Beberapa pemeriksaan lainnya memerlukan peralatan yang lebih rumit yang
digunakan oleh orang yang ahli dibidangnya atau menggunakan lingkungan operasi steril.
Beberapa pemeriksaan diagnostik memerlukan sampel jaringan atau cairan tubuh untuk
dikirim ke laboratorium patologi untuk analisis lebih lanjut. Beberapa pemeriksaan
laboratorium kimia sederhana, seperti ph urin, dapat dilakukan di ruang pemeriksaan.
COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 1

2 Validitas hasil pemeriksaan diagnostik secara keseluruhan tergantung pada tindakan


pemeriksaan sebelum, selama dan setelah pengujian sampel. Konsistensi terhadap hasil yang
baik terhadap keseluruhan pemeriksaan diagnostik memerlukan jaminan kualitas,
pengendalian kualitas, dan pengkajian kualitas. TANGGUNG JAWAB BIDAN Ketika
pasien menjalani pemeriksaan diagnostik, maka bidan memiliki tanggung jawab khusus
sebelum, selama, dan setelah prosedur (Kotak 2.1. Tanggung jawab bidan selama
pemeriksaan). KOTAK 2.1. Tanggung jawab bidan selama pemeriksaan Memastikan pasien
memahami prosedur. Menyaksikan ketika pasien menandatangani inform consent.
Menjelaskan tentang kebutuhan persiapan pemeriksaan. Menyiapkan peralatan. Menyiapkan
area pemeriksaan. Mengatur posisi dan mengenakan penutup pada pasien. Membantu
pemeriksaan. Memberikan dukungan emosional dan fisikal pada pasien. Melindungi
spesimen. Mencatat dan melaporkan informasi dengan tepat ASUHAN SEBELUM
PROSEDUR Sebelum pasien menyetujui prosedur, bidan memastikan apakah pasien
memahami tujuan dan tindakan prosedural. Ketika diperlukan persetujuan pasien, bidan
menyiapkan pasien, peralatan dan bahan, dan area pemeriksaan diagnostik. Pada beberapa
kondisi, penandatanganan inform consent (Gambar 2.1.) diperlukan sebelum melakukan
pemeriksaan diagnostik. Untuk aspek hukum, inform consent harus mengandung tiga unsur :
kapasitas, pemahaman, dan sukarela (Kotak 2.2. Unsur-unsur dalam inform consent).
Seringkali tidak semua pasien dapat memahami dengan baik, dikarenakan kecemasan
terhadap tindakan yang akan dilakukan. Oleh karena itu, harus diulang dan penjelasan
dilakukan secara sederhana, jelas dengan menggunakan kalimat yang umum dipahami oleh
pasien. Gambar 2.1. Bidan menyiapkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik. (Copyright Sue
C. DeLaune). Menyiapkan pasien. Beberapa pemeriksaan diagnostik memerlukan persiapan
khusus dari pasien seperti puasa atau membatasi diet. Karena persiapan pada setiap jenis
pemeriksaan diagnostik bervariasi, maka bidan harus merujuk pada protokol (SOP) untuk
setiap jenis tindakan pemeriksaan diagnostik. COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp.,
M.Kes 2

3 KOTAK 2.2. Unsur-unsur dalam inform consent Kapasitas Mengindikasikan bahwa pasien
memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang rasional; jika tidak, maka harus ada
suami/ istri, orang tua, atau wali. Pemahaman Mengindikasikan bahwa pasien memahami
penjelasan bidan tentang resiko, manfaat, dan alternatif yang ada. Sukarela Mengindikasikan
bahwa pasien mengambil keptusan tanpa ada tekanan atau ancaman. memantau kondisi
pasien yang sedang menunggu pemeriksaan terhadap efek yang merugikan akibat keletihan,
terlambat mengkonsumsi makanan (puasa) atau gejala medikal lainnya. Menyiapkan
peralatan dan bahan. Jika pemeriksaan diagnostik dilakukan ditempat tidur atau dalam ruang
pemeriksaan, bidan menyiapkan peralatan dan bahan sebelum waktu pemeriksaan. Karena
beberapa pemeriksaan diagnostik dilaksanakan pada pasien rawat jalan, maka bidan harus
memberikan pemahaman tentang tanggung jawab pasien dan memberikan penyuluhan yang
berkaitan dengan pemeriksaan diagnostik (Kotak 2.3. Penyuluhan pasien dan keluarga:
Persiapan khusus untuk pemeriksaan diagnostik). Tanpa memperhatikan jenis pemeriksaan
diagnostik, bidan membantu pasien untuk mengganti pakaian periksa (Gambar 2.2.),
memeriksa tanda-tanda vital, dan menganjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih
(kencing). Bidan harus terus Mengatur area pemeriksaan. Jika prosedur dilakukan di tempat
tidur, bidan menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan dari area dan berikan
privacy. Bidan mengatur peralatan dan bahan sehingga mudah dijangkau. Peralatan steril
ditempatkan pada area steril/ bersih. Gambar 2.2. Menganjurkan pasien ganti pakaian periksa.
( KOTAK 2.3. Penyuluhan pasien dan keluarga: Persiapan khusus untuk pemeriksaan
diagnostik. Penyuluhan pada pasien rawat jalan untuk : Telepon jika pasien belum jelas atau
tidak dapat mengikuti beberapa instruksi persiapan pemeriksaan diagnostik. Puasa sedikitnya
8 jam sebelum pemeriksaan diagnostik yang memerlukan kondisi puasa. Mengikuti dengan
tepat arahan tentang diet khusus untuk dimakan atau menghindari makanan tertentu.
Membersihakan diri (mandi) seperti biasa pada hari pemeriksaan diagnostik. Berpakaian
biasa tetapi pilih yang mudah dibuka/ dilepas untuk memberikan kenyamanan dalam
lingkungan pemeriksaan diagnostik. Minta anggota keluarga atau teman untuk mengantar ke
dan dari tempat pemeriksaan jika terdapat kemungkinan mengantuk, nyeri, atau kelemahan
setelah prosedur. Datang ke tempat pemeriksaan 30 menit sebelum jadwal pemeriksaan
diagnostik. Mendaftarkan diri ketika sudah datang ke tempat pemeriksaan diagnostik.
Membawa kartu asuransi (jika punya). COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 3

4 ASUHAN SELAMA PROSEDUR Selama pemeriksaan diagnostik, bidan mengatur posisi


pasien, sebagai asisten, dan memberikan dukungan fisik dan emosional pada pasien.
Mengatur posisi pasien. Lima posisi yang umum digunakan, tergantung pada tipe
pemeriksaan diagnostik, dan kondisi pasien. Posisi-posisi tersebut meliputi dorsal recumbent,
posisi Sim s atau miring kiri, posisi lithotomy, posisi knee-chest atau genupectoral, dan posisi
berdiri (lihat Tabel 2.1. Posisi dan indikasi pemeriksaan umum). Posisi dorsal recumbent
adalah posisi berbaring dengan lutut ditekuk, pinggul memutar keluar dan telapak kaki rata.
Pasang selimut mandi dan pasang perlak dengan pengalas dibawah bokong. Posisi ini
umumnya digunakan untuk berbagai tipe pemeriksaan. Posisi lithotomy adalah posisi
berbaring dengan kaki ditopang pada pijakan kaki yang disebut stirrup. Posisi ini digunakan
untuk memfasilitasi pemeriksaan ginekologik (reproduksi wanita), urologik, dan kadang-
kadang pemeriksaan rektal. Pasang selimut untuk memberikan kenyamanan. Posisi Sim s,
pasien tidur pada sisi kiri dengan dada menempel tempat tidur, lutut kanan ditekuk kearah
kepala, lengan kanan didepan, dan lengan kiri lurus dibelakang tubuh. Indikasi posisi ini
adalah mirip dengan posisi lithotomy. Posisi Sim s merupakan alternatif untuk posisi
ginekologik atau urologik bila pasien tidak dapat membuka kakinya karena gangguan
pergerakan persendian (misal., arthritis). Posisi ini juga memberikan akses bagi pemeriksaan
anus dan rektum ketika pasien memerlukan pengobatan yang diberikan secara rektal atau
pemasangan kanul untuk memasukkan larutan enema. Posisi knee chest, juga disebut posisi
genupectoral, pasien bersandar pada lutut dan dada dengan kepala miring pada salah satu sisi,
yang ditopang dengan bantal kecil. Bidan dapat meletakkan bantal dibawah dada pasien
untuk memberikan kenyamanan. Tangan diatas kepala atau ditekuk pada siku sehingga
terletak disepanjang sisi kepala pasien. Bidan memasang kain yang menutupi punggung,
bokong dan paha pasien. Posisi ini sangat sulit untuk kebanyakan pasien terutama pada
pasien dewasa apalagi bila dilakukan dalam waktu cukup lama. Oleh karena itu, bidan
mengatur posisi ini hanya ketika akan dilakukan pemeriksaan. Beberapa meja periksa
memiliki bagian yang dapat digerakkan yang memfasilitasi untuk mempertahankan posisi
knee-chest tanpa menyebabkan pasien kelelahan. Posisi berdiri yang dimodifikasi, pasien
berdiri dengan separuh badan bagian atas bersandar kedepan. Posisi ini terutama dilakukan
selama pemeriksaan kelenjar prostat pada pria. Membantu pemeriksa. Bidan harus mengenal
peralatan pemeriksaan dan penggunaannya. Jika memungkinkan, letakkan instrumen dan
peralatan pada sisi tangan dominan pemeriksa. Jika tidak, antisipasi kapan pemeriksa
membutuhkan instrumen selama prosedur dan bantu memberikan satu jenis instrumen setiap
kali pemeriksa membutuhkan. Jika kulit dan jaringan sekitarnya memerlukan anestesi lokal,
bidan memegang kontainer obat saat pemeriksa mengambil beberapa isinya. Bidan selalu
memeriksa secara cermat nama dan konsentrasi COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp.,
M.Kes 4

5 obat pada etiket. Cara kedua untuk memastikan penggunaan obat adalah benar adalah
pegang kontainer sedemikan rupa sehingga pemeriksa dapat membaca sendiri etiket obat.
Jika bidan yang bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan, ia tidak boleh
meninggalkan pasien untuk mengambil instrumen dan peralatan. Jika ia membutuhkan
peralatan maka tim lain yang membantu mengambilkan. Memberikan dukungan fisik dan
emosional. Sepanjang pemeriksaan, bidan secara terusmenerus mengobservasi reaksi fisik
dan emosional pasien dan respon pasien. Contoh, memberikan tindakan yang memberikan
rasa nyaman jika pasien kedinginan atau mengalami nyeri. Memegang tangan pasien dan
memberikan dukungan yang membantu pasien untuk menahan ketidaknyamanan untuk
sementara. Bidan menyampaikan hasil pengkajian pada pemeriksa, sehingga pemeriksa
mungkin mempercepat atau memodifikasi pemeriksaan dalam beberapa cara. TABEL 2.1.
Posisi dan indikasi pemeriksaan umum Posisi Indikasi 1. Posisi dorsal recumbent (Gambar
2.3.). Inspeksi genitalia eksternal Pemeriksaan vaginal Pemeriksaan rektal Insersi kateter
urinari 2. Posisi lithotomy (Gambar 2.4.). Pemeriksaan pelvik internal (wanita) Persalinan
Pemeriksaan cystoscopic (kandung kemih) Pemeriksaan rektal 3. Posisi Sim s (Gambar 2.5.).
Pemeriksaan rektal Pemeriksaan vaginal Pemeriksaan suhu rektal Insersi suppository
Pemberian enema COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 5
6 TABEL 2.1. Posisi dan indikasi pemeriksaan umum Posisi Indikasi 4. Posisi knee chest
(Gambar 2.6.). Pemeriksaan rektal dan intestinal bagian bawah Pemeriksaan kelenjar prostat
5. Posisi berdiri modifikasi (Gambar 2.7.). Pemeriksaan kelenjar prostat ASUHAN
SETELAH PROSEDUR Setelah pemeriksaan selesai, bidan memberikan perawatan untuk
kenyamanan dan keamanan pasien, perawatan spesimen, mencatat dan melaporkan data yang
terkait. Merawat pasien. Pertama, bidan membantu kenyamanan posisi pasien. Periksa tanda-
tanda vital untuk mengkaji ulang stabilitas kondisi pasien. Bidan membersihkan pasien dari
bahan-bahan yang mengotori tubuh pasien. Mengenakan pakaian bersih pada pada pasien
rawat inap atau mengenakan pakaian pasien sendiri jika pasien adalah pasien rawat jalan. Jika
sudah aman, bidan mengantarkan pasien pada ruang rawat inap mereka atau ruang tunggu
dan memberikan penyuluhan untuk menentukan waktu pemeriksaan ulang. Merawat
spesimen. Kadang-kadang spesimen (sampel jaringan atau cairan tubuh) diambil selama
pemeriksaan. Untuk menjamin akurasi analisis, bidan harus mengikuti protokol / prosedur
sebagai berikut: Tampung spesimen dalam kontainer yang tepat. COPYRIGHT ARDI
PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 6

7 Berikan etiket (label) pada kontainer spesimen dengan informasi yang tepat. Sertakan
formulir permintaan laboratorium dengan tepat. Pastikan bahwa spesimen tidak rusak
sebelum dapat diperiksa. Kirim spesimen ke laboratorium sesegera mungkin. Mencatat dan
melaporkan data. Bidan harus mendokumentasikan informasi kapanpun pasien menjalani
pemeriksaan khusus. Informasi umum meliputi: Tanggal dan waktu. Pengkajian dan
persiapan sebelum pemeriksaan laboratorium/ diagnostik. Jenis pemeriksaan laboratorium/
diagnostik. Siapa yang melakukan pemeriksaan laboratorium/ diagnostik. Dimana
pemeriksaan laboratorium/ diagnostik dilakukan. Respon pasien selama dan setelah
pemeriksaan diagnostik. Jenis spesimen yang diambil, jika ada. Tampilan, ukuran, atau
volume dari spesimen. Dimana spesimen diambil. Selain itu untuk catatan laporan
pemeriksaan, bidan melaporkan informasi penting pada anggota tim lain. Catatan laporan
tersebut meliputi bahwa pemeriksaan telah selesai dikerjakan, reaksi pasien selama dan
segera setelah prosedur, dan reaksi sesudahnya. Kotak 2.4. Daftar faktor-faktor yang sering
mengganggu akurasi pemeriksaan atau kurangnya validitas hasil pemeriksaan. KOTAK 2.4.
Faktor-faktor yang umum menyebabkan kurangnya validitas hasil pemeriksaan Persiapan diet
tidak tepat. Gagal berpuasa. Enema tidak sempurna. Interaksi obat. Volume spesimen tidak
cukup. Kegagalan pengiriman spesimen pada waktu yang tepat. Kesalahan permintaan
pemeriksaan. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan diagnostik adalah pemeriksaan
medikal yang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis atau deteksi terhadap
penyakit. Contoh: mendiagnosis penyakit dan mengklasifikasi beratnya penyakit dan
kemungkinan pengobatannya; menegaskan bahwa seseorang bebas dari penyakit.
Pemeriksaan diagnostik dapat diklasifikasi menjadi tiga kategori: Invasive Minimal invasive
Non-invasive COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 7

8 Pemeriksaan diagnostik adalah prosedur yang meliputi inspeksi fisikal dari struktur tubuh
dan fungsi mereka. Pemeriksaan diagnostik mungkin atau tidak melibatkan pengambilan
spesimen dari tubuh pasien. Pemeriksaan diagnostik dipermudah dengan penggunaan
peralatan dan teknik seperti: Radiografi (Radiography atau x-rays) Laparoskopi
(Laparoscopy) Kardiotokografi (Cardiotocography) Ultrasonografi (Ultrasonography)
Mammografi (Mammography) Beberapa jenis pemeriksaan diagnostik adalah umum
dilakukan untuk mengkaji dan mengevaluasi pasien. Beberapa pemeriksaan diagnostik yang
umum dilakukan dalam praktek kebidanan akan dibahas dalam Modul ini. Radiografi
(roentgenography atau x-ray) Apa yang dimaksud radiografi? Radiografi atau roentgenografi
atau secara umum disebut sinar-x (istilah umum untuk prosedur yang menggunakan sinar
roentgen, atau sinar-x) membuat gambaran struktur tubuh. Sinar-x dihasilkan dengan
menggunakan sinar elektron pada tabung vakum yang mengandung tungsten. Menghasilkan
energi elektromagnetik dan sinar yang memiliki panjang gelombang yang lebih pendek
daripada sinar cahaya tampak dan dapat menembus beberapa bahan yang tak tembus oleh
cahaya tampak. Sinar-x tidak dapat terlihat atau dirasakan, tetapi sel-sel dapat mengabsorpsi
energi sinar-x. Gambar 2.8. Menunjukkan pemeriksaan x-ray dada anterior. Terlihat
abnormalitas pada dada sebelah kanan. Pada film fotografik, sinar-x menyebabkan lapisan
perak. Lapisan ini menyebabkan film menjadi kembali hitam bila dikembangkan. Objek
diletakkan antara sinar-x dan film fotografik yang akan mengabsorpsi beberapa sinar-x dan
menyebabkan bayangan pada cetakan pada film (Squire, LF., 1982). Gambaran film secara
teknikal disebut roentgenogram. Jumlah sinar-x yang diabsorpsi berbedabeda sesuai
ketebalan dan komposisi dari objek. Contoh, besi mengabsorpsi semua sinar-x dan tidak ada
endapan lapisan perak; bila film dikembangkan, objek tampak putih kotor. Sebaliknya,
jaringan lunak mengabsorpsi sinar-x hanya sebagian dan menyebabkan bayangan keabu-
abuan pada cetakan film (Gambar 2.8.). Kegunaan diagnostik radiografi didasarkan pada
perbedaan dalam absorpsi sinar-x oleh berbagai bahan atau objek. Apa manfaat radiografi?
Radiografi digunakan untuk mengevaluasi tulang dan jaringan lunak tubuh. Tabel 2.2.
menunjukkan daftar umum pemeriksaan radiografik dan indikasi penggunaan mereka.
TABEL 2.2. Pemeriksaan radiografik umum PEMERIKSAAN CONTOH INDIKASI
PENGGUNAAN Sinar-x dada (anterior, posterior, lateral) Deteksi pneumonia, patah tulang
iga, tumor paruparu. COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 8

9 Sinar-x gastrointestinal bagian atas (atau barium swallow) Sinar-x gastrointestinal bagian
bawah (atau barium enema) Cholecystography (sinar-x saluran dan kandung empedu)
Intravenous pyelography (IVP) Retrograde pyelography Angiography (sinar-x pembuluh
darah) Myelography (sinar-x spinal canal) Membantu diagnosis ulkus, tumor gastrointestinal,
penyempitan esophagus. Membantu diagnosis polip atau tumor usus besar, obstruksi
intestinal, dan perubahan struktural dalam intestinal. Memfasilitasi dalam menentukan
adanya batu empedu dan obstruksi aliran empedu. Membantu mengidentifikasi malformasi,
tumor, batu, kista, dan obstruksi dalam ginjal dan ureter. Sama seperti IVP, tetapi medium
kontras dimasukkan melalui kateter urinari. Menentukan lokasi dimana dan luasnya
penyempitan pembuluh darah, atau mengevaluasi peningkatan setelah pengobatan. Deteksi
tumor spinal, rupture intervertebral disk, dan perubahan tulang vertebrae. Karena sinar-x
menyebabkan lapisan perak pada film fotografik secara perlahan, maka pasien mungkin
terpapar terlalu lama dengan sinar-x dan radiasi yang berlebihan. Terpapar yang berulang-
ulang dari sinar-x, walaupun dengan dosis kecil, atau terpapar sekali dengan dosis tinggi
dapat menyebabkan kerusakan sel yang dapat berperan terhadap perubahan sel yang bersifat
kanker. Oleh karena itu, petugas cenderung berhati-hati tentang jumlah pemeriksaan sinar-x
yang mereka kerjakan. Jika mungkin, sinar-x harus dihindarkan selama kehamilan, karena
fetus yang sedang berkembang memiliki resiko besar terhadap kerusakan seluler akibat sinar-
x. Gambar 2.9. Posisi proyeksi radiografik. (copyright Sue C. DeLaune). Prosedur radiografik
dapat invasive atau non-invasive, dan persiapan pasien disesuaikan dengan kedua jenis
prosedur tersebut. Pada kasus prosedur non-invasive seperti sinar-x plain-film, tomografi, dan
yang menggunakan barium sulfat sebagai medium kontras, pasien diberitahu apa
COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 9

10 yang diharapkan, tetapi tidak diperlukan tanda tangan format inform consent. Hanya
perkecualian pada mammografi, yang menggunakan xeroradiography untuk membuat
gambar. Tanda tangan formulir inform consent diperlukan untuk prosedur invasive yang
menggunakan pewarna iodine yang diberikan secara intravenous (IV) atau secara langsung
kedalam organ atau area yang diperiksa. Prosedur biasanya dilakukan dalam unit radiologi
atau ruang khusus dengan peralatan sinar-x, tetapi beberapa kasus dapat dilakukan di tempat
tidur pasien. Setiap pemeriksaan dapat dilakukan oleh radiologist, urologist, atau teknisi
sinar-x yang memiliki kualifikasi. Semua prosedur radiologik invasive dilakukan dalam
kondisi steril menggunakan standar prosedur tindakan pencegahan. Laparoskopi Laparoskopi
adalah visualisasi yang menggunakan selang kecil yang pada bagian ujung terdapat lampu
penerang (laparoskop), dan dimasukkan melalui incisi periumbilikal dengan panjang kirakira
1 2 cm mengamati organ-organ abdominal atau organ-organ pelvik wanita. Laparoskopi
digunakan untuk mencari masalah seperti kista, pelekatan organ, fibroid, dan infeksi. Sampel
jaringan dapat diambil untuk biopsi melalui laparoskop. Prosedur laparoskopi menggantikan
laparotomi sebagai metode untuk mendiagnosis dan terapi dari penyakit organ abdominal dan
pelvik. Laparoskopi dapat memperkecil stres dan meminimalkan masalah dan mengurangi
biaya daripada laparotomi untuk pembedahan kecil. Laparoskopi dapat dikerjakan tanpa
pasien harus rawat inap di rumah sakit. Terdapat tiga tipe laparoskopi yang dapat dikerjakan:
(1) gastrointestinal, (2) ginekologik, dan (3) terkait dengan prosedur pembedahan seperti
vaginal hysterectomy, cholecystectomy, atau splenectomy. Gambar Laparoskopi
gastrointestinal. ( Laparoskopi gastrointestinal, juga disebut sebagai peritoneoskopi,
memungkinkan mengamati liver, kandung empedu, limpa, dan lambung setelah dimasukkan
gas nitrous oxide kedalam rongga abdomen (Nord, JH., 1987). Dikerjakan diatas meja
endoskopi khusus yang dapat dimiringkan dalam berbagai posisi untuk meningkatkan
visualisasi. Gambar melukiskan laparoskopi gastrointestinal dengan area pengamatan
diposisikan dalam pneumoperitoneum. Premedikasi dengan sedativa dan analgesik serta
injeksi anestesi lokal diberikan untuk meminimalkan ketidak-nyamanan terkait dengan
prosedur (Nord, JH., 1987). Gambar Laparoskopi ginekologik. (en.wikipedia.org).
Laparoskopi ginekologik, juga disebut sebagai pelviscopy, dilakukan untuk mengamati
ovarium, tuba fallopian, dan uterus dalam rongga pelviks. Pada saat ini, prosedur umumnya
dilakukan sebagai pengganti culdoscopy. Gambar melukiskan laparoskopi COPYRIGHT
ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 10

11 ginekologik dengan instrumen ditempatnya untuk menggerakkan dan melihat organ


pelviks. Selama pemeriksaan, abdomen diisi dengan karbon dioksida. Meskipun kenyataan
bahwa karbon dioksida dapat berperan terhadap banyak ketidaknyamanan daripada nitrous
oxide dan dapat menyebabkan hiperkarbia dan disrhitmia jantung, tetapi tetap digunakan
bilamana anestesi umum dan elektrokoagulasi digunakan selama prosedur karena
menyebabkan sedikit luka bakar (Nord, JH., 1987). Indikasi Laparoskopi Mengapa
laparoskopi dikerjakan? Laparoskopi dikerjakan untuk: Laparoskopi Gastrointestinal:
Mengevaluasi nyeri abdominal yang tidak diketahui penyebabnya. Mengevaluasi
kemungkinan apendisitis. Mengevaluasi massa abdominal yang tidak diketahui penyebabnya.
Dugaan penyakit liver jinak atau ganas untuk menentukan sifat masalah dengan melakukan
biopsi jaringan daripada melakukan biopsi liver perkutaneus buta pada sel-sel ganas yang
dapat salah (Lightdale, CJ., 1987). Mendiagnosis sirosis hepar. Menentukan stadium penyakit
keganasan seperti penyakit Hodskin s, lymphoma, dan karsinoma hepatic (Lightdale, CJ.,
1987). Mengidentifikasi terhadap kemungkinan metastase setelah pembedahan kanker kolon
(Lightdale, CJ., 1987). Mengevaluasi ikterus yang tidak diketahui penyebabnya untuk
menentukan penyebabnya, seperti penyakit hepar; batu empedu, keganasan yang melibatkan
kandung empedu, saluran empedu, atau hepar. Membantu dalam melakukan pembedahan
cholecystectomy melalui prosedur laparoskopik. Mendiagnosis penyakit yang melibatkan
pankreas, seperti pankreatitis akut dan kronik atau kanker pancreas. Mengevaluasi masalah
yang melibatkan limpa, khususnya splenomegaly yang disebabkan oleh portal hipertensi.
Mengevaluasi masalah yang melibatkan peritoneum, seperti ascites akibat portal hipertensi;
tuberkulosis; dan metastasis kanker dari tempat utama seperti ovarium, kolon, pankreas, paru,
dan payudara (Lightdale, CJ., 1987). Pada kondisi emergensi, mengevaluasi trauma
abdominal seperti trauma tumpul atau luka tikaman untuk menentukan luasnya perdarahan
intra-abdominal dan kebutuhan untuk pembedahan eksplorasi, khususnya pada pasien yang
memiliki resiko pembedahan yang buruk (Berci, G., 1987). Laparoskopi Ginekologik:
Mengevaluasi amenorrhea dan infertilitas untuk menentukan kemungkinan penyebabnya.
Mengevaluasi setelah terapi fertilisasi. Mengevaluasi tuba fallopian dan kelainan anatomik
untuk menentukan penyebab infertilitas. Tubal sterilisasi (Yuzpe, AA., 1987). Dugaan
kehamilan ektopik untuk menentukan kebutuhan pembedahan. Menentukan penyebab nyeri
pelviks atau massa atau penyebab yang tidak diketahui. COPYRIGHT ARDI
PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 11

12 Mengevaluasi dugaan endometriosis. Terapi endometriosis melalui electrocautery atau


laser vaporization. Mendiagnosis penyakit radang pelviks. Mendiagnosis fibroid uterine, kista
ovarian, dan malformasi uterine dengan aspirasi kista ovarian selama prosedur. Membantu
dalam melakukan pembedahan vaginal hysterectomy melalui prosedur laparoskopik.
Mendiagnosis keganasan pelviks dengan melakukan biopsi jaringan untuk analisis
laboratorium selama prosedur. Mengevaluasi kemungkinan mengangkat pelekatan atau benda
asing seperti intrauterine device (Yuzpe, AA., 1987). Asuhan sebelum prosedur Bagaimana
persiapan untuk pemeriksaan laparoskopi? Laporkan pada dokter jika pasien memiliki alergi
terhadap obat, meliputi anestesi, memiliki masalah perdarahan atau sedang minum obat
seperti aspirin atau warfarin (Coumadin), sedang hamil. Jelaskan pada pasien: Lokasi untuk
prosedur. Jelaskan manfaat, resiko, dan tindakan yang dilakukan selama prosedur untuk
mencegah komplikasi. Prosedur memerlukan waktu menit. Tidak makan dan minum (puasa)
selama 8 jam sebelum prosedur, tanpa memperhatikan anestesi yang digunakan. Anestesi
lokal biasanya digunakan untuk laparoskopi gastrointestinal; anestesi umum biasanya
digunakan untuk laparoskopi ginekologik. Jika laparoskopi dilakukan dibawah anestesi
umum, persiapan meliputi aktivitas dan instruksi preoperatif seperti biasanya. Sedativa
diberikan sebelum prosedur untuk meningkatkan relaksasi. Instrumen khusus seperti
mikroskop dimasukkan kedalam abdomen melalui incisi dekat umbilikus. Tanda-tanda vital
dimonitor selama dan setelah prosedur. Incisi ditutup dengan jahitan luka dan ditutup dengan
pembalut kecil. Persiapan prosedur: Dapatkan riwayat penyakit medikal yang dapat
menghalangi dilakukannya laparoskopi ginekologik; kemampuan pembekuan darah, CBC,
hitung platelet, PT, dan PTT. Berikan pakaian periksa. Lepaskan semua atau sebagian gigi
palsu dan kaca mata atau lensa kontak, dan lakukan aktivitas preoperatif lainnya jika anestesi
umum diberikan. Pasang infus atau heparin lock, atau keduanya, seperti yang dianjurkan.
Minta pasien buang air kecil. Pasang kateter untuk mempertahankan kandung kemih kosong
jika laparoskopi ginekologik dilakukan. Cukur abdomen jika tumbuh rambut yang berlebihan.
Periksa dan catat tanda-tanda vital yang dapat dipakai untuk perbandingan nantinya.
COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 12

13 Berikan premedikasi secara SC atau IM sesuai anjuran. (premedikasi dapat meliputi terapi
antibiotik sebagai tindakan pencegahan, analgesik seperti meperidine [Demerol] untuk
mengurang ketidaknyamanan, sedativa seperti diazepam [Valium] untuk meningkatkan
relaksasi, dan antikolinergik seperti atrophine sulfate untuk mengurangi sekresi). Prosedur
Bagaimana laparoskopi dikerjakan? Laparoskopi dikerjakan oleh ahli bedah atau
gyneocologist. Umumnya digunakan anestesi umum, tetapi tipe anestesi lain, seperti spinal
anestesi, mungkin juga digunakan. Bicarakan dengan dokter tentang pilihan terbaik bagi
anda. Laparoskopi berlangsung menit, tergantung pada apa yang dikerjakan, tetapi dapat
lebih panjang jika kondisi (seperti endometriosis) ditemukan dan diobati. Setelah prosedur
laparoskopi, pasien akan dipindah ke ruang pemulihan selama 2 4 jam. Laparoskopi
gastrointestinal. Atur posisi pasien diatas meja laparoskopi dan penahan bahu, penopang kaki,
dan sabuk pengaman dipasang untuk mencegah terjatuh atau merosot ketika meja
dimiringkan dalam berbagai posisi. Jika belum dimulai, pasang infus dan pertahankan pada
kecepatan maintenance untuk menghindari overdistensi kandung kemih. Tambahan sedativa
dapat diberikan melalui infus. Abdomen dibersihkan dengan larutan antiseptik dan kain steril
diletakkan pada area sekitar tempat incisi. Tempat insersi laparoskop di identifikasi dan di
infiltrasi dengan anestesi lokal. Beritahukan pasien bahwa hal ini menyebabkan sensansi
tersengat. Incisi kulit panjang 10 mm akan dibuat, dan jarum Veress dimasukkan kedalam
incisi. Jarum Veress (pneumoperitoneum) adalah jarum khusus dengan bagian dalam jarum
tumpul yang menonjol, jarum bagian luar tajam dengan tepi berbentuk miring (bevel).
Selama insersi, jarum tumpul terdorong kebelakang, memungkinkan jarum tajam menembus
lapisan dinding abdominal. Setelah insersi, jarum tumpul didorong melewati jarum tajam
untung mencegah kerusakan pada viscera abdominal (Nord, JH., 1987). Sebelum insersi dari
jarum Veress, pasien diminta untuk menegangkan abdomen dan melakukan Valsavas s
maneuver, sehingga dinding abdominal terangkat, memungkinkan jarak maksimal diantara
visceral dan peritoneum parietal (Nord, JH., 1987). Nitrous oxide atau gas lainnya
dimasukkan kedalam abdomen untuk membuat pneumoperitoneum. Kondisi ini memisahkan
dinding abdominal dari viscera abdominal untuk meningkatkan visualisasi dan melindungi
organ-organ dari kemungkinan cedera dan kerusakan dari laparoskop. Dibutuhkan kira-kira 3
L gas untuk memenuhi ruang yang diperlukan untuk insersi laparoskop tanpa menyebabkan
kerusakan pada organ-organ abdominal. Jika pasien memiliki ascites, mungkin diperlukan
untuk membuang 1 atau 2 L cairan sebelum memasukkan gas. Jarum Veress kemudian
dilepas dan trocar dimasukkan melalui incisi. Trocar memungkinkan jalan masuk laparoskop
(Gambar 2.12.). Selain itu, beberapa dokter Gambar Trocar. ( COPYRIGHT ARDI
PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 13

14 memasukkan trocar kedua pada bagian kanan atas abdomen untuk memasukkan instrumen
seperti jarum yang dapat dimasukkan untuk melakukan biopsi hepar. Tipe prosedur ini
memerlukan tambahan injeksi anestesi lokal (Nord, JH., 1987). Abdomen kemudian secara
menyeluruh diamati melalui laparoskop, dengan meja sedikit dimiringkan dengan barbagai
posisi seperti kepala keatas, kepala kebawah, dan kesamping. Sampel jaringan untuk biopsi
dapat diambil dari hepar, peritoneum, dan limpa selama prosedur. Ketika pemeriksaan
selesai, laparoskop diangkat. Sebagian besar gas yang dimasukkan kedalam abdomen
kemudian dikeluarkan melalui katup pada trocar. Trocar diangkat dan incisi pada kulit
ditutup dengan jahatian, jepitan, atau steri-strips. Pembalut kecil atau plester dipasang pada
tempat incisi dan pada tempat trocar lain jika digunakan. Pada kondisi emergensi prosedur
dapat dilakukan dalam menit, karena tujuan utama adalah untuk mengkaji terhadap
kemungkinan adanya perdarahan intra-abdominal (Berci, G., 1987). Laparoskopi
ginekologik. Pasien ditidurkan pada meja laparoskopi dan diberikan anestesi umum. Posisi
tidur pasien kemudian dirubah ke posisi lithotomi dengan kepala sedikit lebih rendah.
Genitalia eksternal dibersihkan dengan larutan antiseptik dan ditutup dengan kain steril.
Pasien dapat dipasang kateter pada saat ini. Pemeriksaan pelviks bimanual dapat dilakukan
sebelum manipulator uterine dimasukkan melalui vagina dan serviks dan kemudian kedalam
uterus untuk memungkinkan visualisasi pada organorgan seperti ovarium, tuba fallopian, dan
uterus. Abdomen dibersihan dengan larutan antiseptik dan ditutup dengan kain steril sekitar
tempat incisi. Dibuat incisi kecil dan membuat pneumoperitoneum menggunakan teknik yang
sama seperti prosedur laparoskopi gastrointestinal, tetapi menggunakan gas karbon dioksida.
Jarum pneumoperitoneum diangkat, dan trocar dan laparoskop dimasukkan melalui incisi.
Organ-organ pelvik diamati dan diperiksa, sampel jaringan diambil, dan prosedur terapeutik
dilakukan seperti tubal sterilisasi. Laparoskop ditarik kembali, karbon dioksida dikeluarkan
melalui trocar, dan kemudian trocar dilepas. Incisi kulit ditutup seperti pada laparoskopi
gastrointestinal, manipulator uterine dilepas, dan perineal pad (pembalut wanita) dipasang
setelah perineum dibersihkan. Asuhan setelah prosedur Apa yang dirasakan dari prosedur
laparoskopi? Jika digunakan anestesi umum, pasien akan tertidur dan tidak merasakan apa-
apa. Setelah terbangun, pasien akan merasa mengantuk selama beberapa jam. Pasien merasa
lelah dan mengalami nyeri selama beberapa hari setelah laparoskopi. Pasien mungkin
mengalami nyeri tenggorokan ringan akibat selang yang dimasukkan melalui tenggorokan
untuk membantu pernapasan. Setelah pembedahan, pasien akan dipindahkan dari ruang
operasi ke ruang pemulihan dimana bidan atau perawat akan melakukan perawatan dan
pengkajian tanda-tanda vital (temperatur, tekanan darah, kadar oksigen, dan denyut jantung).
Pasien akan tinggal di ruang pemulihan kurang lebih selama 2 4 jam, dan kemudian dapat
pulang. Pasien mungkin mengalami kembung. Mungkin juga terdapat memar dan nyeri
sekitar incisi selama beberapa hari. Pasien tidak diperkenankan minum-minuman yang
mengandung karbonat selama 1 2 hari setelah laparoskopi untuk mengurangi kemungkinan
nyeri gas dan muntah. Gas yang COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 14

15 digunakan selama laparoskopi dapat menyebabkan iritasi diafragma selama beberapa hari.
Pasien mungkin juga mengalami nyeri pada bahu selama beberapa hari setelah laparoskopi.
Beberapa gas dalam abdomen mungkin bocor masuk kedalam kulit dan menyebabkan suara
crackling jika kulit sekitar jahitan digosok. Hal ini bukan masalah serius dan akan hilang
sendiri dalam beberapa hari. Pengkajian setelah laparoskopi dilakukan dibawah anestesi lokal
atau umum meliputi menempatkan pasien pada tempat tidur dorong dan memindahkan ke
ruang pemulihan. Pastikan bahwa monitoring jatung dan peralatan resusitasi kardiopulomari
tersedia setelah, serta selama prosedur. Monitor tanda-tanda vital, irama jantung, status
pernapasan, dan tingkat ketidaknyamanan, dan bandingkan dengan nilai normal. Jika
dilakukan biopsi hepar, minta pasien bed rest selama 24 jam. Jika dilakukan fetoskopi, kaji
denyut jantung janin (DJJ), dan monitor perubahan tekanan darah ibu dan fetus, nadi,
aktivitas uterus, aktivitas fetus, perdarahan per-vaginam, dan keluarnya cairan amniotik.
Mulai lagi makan, minum, dan aktivitas bila pasien sudah stabil dan tidak terdapat tanda
komplikasi (biasanya dalam 2 jam setelah prosedur). Berikan analgesik dosis kecil dan
berikan kompres es pada nyeri bahu yang disebabkan peningkatan diafragma akibat injeksi
gas kedalam abdomen. Berikan Rho (D) immune globulin (RhoGAM) kepada ibu dengan
Rh-negatif kecuali bila didapatkan Rh-negatif dalam darah fetus. Ingatkan pasien untuk
melaporkan bila terdapat nyeri bahu atau abdominal yang terus-menerus, darah dalam urine
atau feces, perdarahan per-vaginam, kebocoran cairan amniotik, demam, kontraksi yang
menimbulkan rasa sakit, atau perubahan pada tempat incisi, tergantung pada prosedur yang
dilakukan. Informasikan pada pasien setelah menjalani fetoskopi untuk menghindari aktivitas
berat selama 1 2 minggu dan berjanji untuk melakukan ultrasonografi pada hari berikutnya
untuk memastikan bahwa fetus dan plasenta normal dan tidak terpengaruh oleh prosedur.
Reaksi terhadap obat anestesi atau pengobatan: catat dan laporkan adanya takikardia atau
bradikardia, hiperpnea, hipertensi, atau hipotensi. Berikan antihistamin sesuai anjuran. Mulai
pasang infus dan prosedur resusitasi jika diperlukan. Perdarahan (dinding abdominal, organ,
atau laserasi pembuluh darah): Catan dan laporkan adanya nyeri abdominal, darah dalam
urine atau feces, nyeri, penurunan suara usus, atau penurunan tekanan darah dan peningkatan
denyut nadi. Berikan pengobatan sesuai anjuran dan pasang infus untuk mengganti
kehilangan cairan. Siapkan pasien pembedahan perbaikan. Perforasi saluran gastrointestinal
atau kerusakan pada organ-organ: Catat dan laporkan adanya tanda gejala laserasi atau
demam jika terdapat peritonitis. Berikan terapi antibiotik sesuai anjuran dan pengobatan
lainnya. Siapkan untuk pembedahan perbaikan. Ketidaknormalan jantung atau pulmonari:
Catat dan laporkan adanya disrhitmia jantung, nyeri dada, takikardia, tanda dan gejala
embolisme udara, emfisema subkutan seperti sulit bernapas, perubahan pola napas dan suara
napas, takipnea, atau hiperkarbia jika digunakan karbon dioksida untuk membuat
pneumoperitoneum. Berikan terapi oksigen. Berikan pengobatan sesuai anjuran. Monitor
EKG dan status pernapasan. Ruptur membran atau kebocoran cairan: Catat dan laporkan
adanya ruptur dan jumlah cairan yang hilang, denyut jantung fetus, dan aktivitas fetus dan
uterine. Berikan bantalan dan pertahankan bed rest. Berikan dukungan untuk menghilangkan
kecemasan. COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 15

16 Kelahiran prematur, aborsi, kematian intrauterine: Catat dan laporkan aktivitas fetus dan
uterine dan aborsi spontaneous dan kondisi fetus. Berikan dukungan dan monitor kondisi ibu
setelah melahirkan terhadap adanya perdarahan dan infeksi. Hasil laparoskopi Hasil
pemeriksaan laboratorium pada sampel jaringan mungkin membutuhkan waktu selama
beberapa hari. TABEL 2.3. Hasil laparoskopi Normal Ukuran, bentuk, dan posisi organ
normal Tidak terlihat pelekatan, kista, atau pertumbuhan abnormal seperti tumor. Tidak
terlihat tanda-tanda penyakit (seperti endometriosis), inflamasi (seperti apendisitis), atau
infeksi. Abnormal Ukuran, bentuk, atau posisi organ tidak normal. Terlihat adanya pelekatan,
kista, atau pertumbuhan abnormal seperti tumor. Terlihat tanda-tanda adanya penyakit,
seperti endometriosis, atau infeksi. Terdapat kehamilan ektopik. Terdapat inflamasi organ
internal, seperti apendisitis, kolekistitis, atau pelvic inflammatory disease (PID). Fetoskopi
Prosedur endoskopik lainnya adalah fetoskopi. Fetoskopi memungkinkan untuk mengamati
fetus secara langsung melalui fiberoptic scope dengan sumber cahaya dan lensa teleskop yang
dimasukkan melalui abdomen dan kedalam uterus. Ultrasonografi dikerjakan untuk
mengidentifikasi area dari fetus untuk memandu insersi fetoskop (Fischbach, FT., 1992).
Prosedur dilaksanakan kira-kira pada kehamilan 18 minggu pada saat pembuluh permukaan
plasenta cukup ukurannya dan fetus lebih mudah diidentifikasi (Pagana, KD, and Pagana, TJ.,
1992). Indikasi Mendiagnosis beratnya malformasi janin seperti neural tube defect.
Mengambil sampel darah fetal selama pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit darah
kongenital seperti hemophilia atau sickle cell anemia. Melakukan biopsi kulit fetal selama
pemeriksaan untuk menentukan adanya penyakit kulit (Pagana, KD, and Pagana, TJ., 1992).
Kontraindikasi Pelekatan peritoneal yang dapat mengganggu visualisasi atau berperan
terhadap kemungkinan perdarahan atau perforasi usus besar (Lightdale, CJ., 1987). Riwayat
peritonitis, menyebabkan peleketan. Adanya peritonitis, massa abdominal yang dapat
dipalpasi, atau hernia abdominal yang besar. Riwayat pembedahan abdominal berkali-kali,
karena menyebabkan pelekatan. COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 16

17 Infeksi akut yang melibatkan dinding abdominal, karena organisme dapat ikut masuk
kedalam rongga peritoneal yang normalnya adalah steril. Obstruksi intestinal, karena
menyebabkan dilatasi lumen usus besar dapat berakibat perforasi. Ascites berat atau obesitas
berat, menyebabkan prosedur secara teknikal menjadi sulit dilakukan. Penyakit koagulasi,
khususnya yang tidak dapat diobati dengan baik, karena menyebabkan gangguan mengontrol
perdarahan dinding abdominal (Lightdale, CJ., 1987). Status kardiopulmonari tidak stabil
atau tuberkulosis kronik. Usia kehamilan kurang dari 18 minggu untuk fetoskopi karena
bagian-bagian fetal tidak dapat diidentifikasi hingga waktu ini, dan ukuran pembuluh darah
pada permukaan plasenta belum cukup untuk menjamin pengambilan sampel darah (Pagana,
KD, and Pagana, TJ., 1992). Asuhan sebelum prosedur Jelaskan pada pasien: Lokasi untuk
prosedur. Jelaskan manfaat, resiko, dan tindakan yang dilakukan selama prosedur untuk
mencegah komplikasi. Prosedur memerlukan waktu 1 2 jam. Biasanya digunakan anestesi
lokal. Sedativa diberikan sebelum prosedur untuk menenangkan fetus dan memfasilitasi
prosedur. Instrumen khusus seperti mikroskop dimasukkan kedalam abdomen melalui incisi
dekat umbilikus dan kedalam rongga uterine. Tanda-tanda vital dan kesejahteraan fetal
dimonitor selama dan setelah prosedur. Incisi ditutup dengan jahitan luka dan ditutup dengan
pembalut kecil. Persiapan prosedur: Dapatkan riwayat usia kehamilan; penyakit medikal yang
dapat menghalangi dilakukannya fetoskopi; golongan darah dan Rh. Berikan pakaian periksa.
Pasang infus atau heparin lock, atau keduanya, seperti yang dianjurkan. Minta pasien buang
air kecil. Cukur abdomen jika tumbuh rambut yang berlebihan. Periksa dan catat tanda-tanda
vital dan denyut jantung fetus yang dapat dipakai untuk perbandingan nantinya. Berikan
premedikasi secara SC atau IM sesuai anjuran. (premedikasi dapat meliputi terapi antibiotik
sebagai tindakan pencegahan, analgesik seperti meperidine [Demerol] untuk mengurang
ketidaknyamanan, sedativa seperti diazepam [Valium] untuk meningkatkan relaksasi, dan
antikolinergik seperti atrophine sulfate untuk mengurangi sekresi). Prosedur Pasien diberikan
meperidine (Demerol) melalui injeksi untuk menenangkan fetus dan memfasilitasi prosedur.
Pasien ditidurkan dalam posisi terlentang (supine) pada meja periksa dan dipasang kain steril
dengan bagian abdomen dibuka. Pastikan bahwa fetus dan plasenta adalah normal dan tidak
terpengaruh dengan prosedur. Tempat insersi dibersihkan dengan larutan antiseptik dan
diinjeksi COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 17

18 dengan anestesi lokal. Fetoskop, instrumen teleskopik sangat kecil, kemudian dimasukkan
melalui incisi dan diteruskan kedalam rongga uterine dekat tempat plasenta. Visualisasi fetus
dilakukan untuk mengamati adanya ketidaknormalan pada tahap perkembangan fetal.
Instrumen tambahan dimasukkan untuk mengambil sampel dari pembuluh darah dari
umbilical cord atau sampel kulit fetus. Setelah pemeriksaan dan pengambilan spesimen,
fetoskop ditarik kembali. Incisi kulit ditutup seperti pada prosedur laparoskopi. Asuhan
setelah prosedur Kaji denyut jantung fetus (fetal heart rate, FHR), dan monitor perubahan
tekanan darah ibu dan fetus, nadi, aktivitas uterus, aktivitas fetus, perdarahan per-vaginam,
dan keluarnya cairan amniotik. Mulai lagi makan, minum, dan aktivitas bila pasien sudah
stabil dan tidak terdapat tanda komplikasi (biasanya dalam 2 jam setelah prosedur). Berikan
Rho (D) immune globulin (RhoGAM) kepada ibu dengan Rh-negatif kecuali bila didapatkan
Rh-negatif dalam darah fetus. Ingatkan pasien untuk melaporkan bila terdapat nyeri bahu atau
abdominal yang terus-menerus, darah dalam urine atau feces, perdarahan per-vaginam,
kebocoran cairan amniotik, demam, kontraksi yang menimbulkan rasa sakit, atau perubahan
pada tempat incisi, tergantung pada prosedur yang dilakukan. Informasikan pada pasien
setelah menjalani fetoskopi untuk menghindari aktivitas berat selama 1 2 minggu dan berjanji
untuk melakukan ultrasonografi pada hari berikutnya untuk memastikan bahwa fetus dan
plasenta normal dan tidak terpengaruh oleh prosedur. Ruptur membran atau kebocoran
cairan: Catat dan laporkan adanya ruptur dan jumlah cairan yang hilang, denyut jantung fetus,
dan aktivitas fetus dan uterine. Berikan bantalan dan pertahankan bed rest. Berikan dukungan
untuk menghilangkan kecemasan. Kelahiran prematur, aborsi, kematian intrauterine: Catat
dan laporkan aktivitas fetus dan uterine dan aborsi spontaneous dan kondisi fetus. Berikan
dukungan dan monitor kondisi ibu setelah melahirkan terhadap adanya perdarahan dan
infeksi. Kardiotokografi (KTG) Dalam praktek kebidanan, kardiotokografi
(cardiotocography) adalah alat teknis untuk mencatat (-graphy) denyut jantung janin (cardio-)
dan kontraksi uterus (-toco-) selama kehamilan, khususnya dalam trimester ketiga. Mesin
yang digunakan untuk melakukan monitoring disebut cardiotocograph (Gambar 2.13.), lebih
umum disebut sebagai electronic fetal monitor (EFM). KTG mencatat denyut jantung janin
(DJJ) yang berasal Gambar Cardiotocograph. ( dari transducer yang diletakkan pada abdomen
wanita atau elektroda yang diletakkan pada kulit kepala janin. Terdapat transducer lain yang
diletakkan pada abdomen wanita yang secara simultan mencatat kontraksi otot uterus.
Variabel-variabel COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 18
19 tersebut digambarkan dengan jelas sehingga variasi DJJ dapat dimonitor setiap saat dan di
interpretasikan dalam kaitannya dengan status kontraksi uterus. Apa indikasi pemeriksaan
kardiotokografi? Pemeriksaan KTG biasanya dilakukan pada kehamilan resiko tinggi: 1.
Faktor Ibu a. Pre-eklampsia / eklampsia b. Ketuban pecah c. Diabetes melitus d. Kehamilan
40 minggu e. Vitium cordis f. Asthma bronkhiale g. Inkompatibilitas Rhesus atau ABO h.
Infeksi TORCH i. Bekas SC j. Induksi atau akselerasi persalinan k. Persalinan preterm l.
Hipotensi m. Perdarahan antepartum n. Ibu perokok o. Ibu berusia lanjut p. Lain-lain : sickle
cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit ginjal, penyakit paru, penyakit jantung, dan penyakit
tiroid. 2. Faktor Janin a. Pertumbuhan janin terhambat (PJT) b. Gerakan janin berkurang c.
Suspek lilitan tali pusat d. Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin e. Hidrops fetalis f.
Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar. g. Mekoneum dalam cairan ketuban h.
Riwayat lahir mati i. Kehamilan ganda, dll. Syarat pemeriksaan KTG. 1. Usia kehamilan 28
minggu. 2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan). 3. Punktum maksimum
denyut jantung janin (DJJ) diketahui. 4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada
komputer (pada KTG terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik. Kontraindikasi
KTG. Sampai saat ini belum ditemukan kontraindikasi pemeriksaan KTG terhadap ibu
maupun janin. COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 19

20 Metode Auskultasi: Pada teknik ini, bidan mendengarkan denyut jantung bayi dalam
interval tertentu selama persalinan. Metode KTG kontinyu juga disebut electronic fetal
monitoring (EFM). Bidan akan mendengarkan denyut jantung menggunakan fetoscope
(diletakkan pada abdomen), atau bidan mendengarkan denyut jantung dengan ultrasound
(yang menguatkan suara denyut jantung, dan dimonitor dan direkam setelah kontraksi pada
waktu tertentu). Sedangkan KTG kontinyu memberikan rekaman, yang mengharuskan wanita
tidak banyak bergerak selama persalinan. Hal ini berarti bahwa wanita tidak mungkin
berubah posisi secara bebas untuk membantu kenyamanan selama persalinan. Gambar
Kardiotokografi eksternal. ( Kardiotokografi eksternal (Gambar 2.14.) untuk monitoring
intermittent atau kontinyu, denyut jantung fetal dan aktivitas otot uterus dideteksi dengan dua
transduser yang diletakkan pada abdomen (satu diatas jantung fetal dan lainnya pada fundus).
Doppler ultrasound memberikan informasi yang direkam pada kardiotokograf (Alfirevic Z,
Devane D, Gyte GML. 2013). Gambar Kardiotokografi internal. ( Kardiotokografi internal
(Gambar 2.15.) menggunakan transduser elektronik yang dihubungkan secara langsung pada
kulit kepala fetal melalui lubang servikal dan dihubungkan ke monitor. Tipe elektroda ini
kadang-kadang disebut spiral atau scalp electroda. Monitoring internal memberikan lebih
akurat dan transmisi yang konsisten dari denyut jantung fetal daripada monitoring eksternal
karena faktor-faktor seperti tidak diperngaruhi oleh pergerakan. Monitoring internal
digunakan ketika monitoring eksternal dari denyut jantung fetal tidak adekuat ( TABEL 2.4.
Perbedaan kardiotokografi eksternal dan internal dalam monitoring DJJ dan kontraksi uterus.
Monitoring denyut jantung fetal Monitoring kontraksi uterus Eksternal Pada cara ini, petugas
kesehatan mengikatkan transduser ultrasound diatas abdomen yang akan mendeteksi denyut
jantung bayi. Denyut jantung direkam secara kontinyu pada pita kertas. Mungkin juga
dipasang alat yang diikatkan pada puncak abdomen yang mengukur Transduser kontraksi
yang sensitif terhadap tekanan, disebut tocodynamometer (toco) memiliki bagian datar yang
di fiksasi pada kulit dengan pita mengelilingi perut. Tekanan diperlukan pada bagian rata
yang berhubungan dengan tekanan internal, sehingga memberikan perkiraan kontraksi
COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp., M.Kes 20

21 TABEL 2.4. Perbedaan kardiotokografi eksternal dan internal dalam monitoring DJJ dan
kontraksi uterus. Monitoring denyut jantung fetal Monitoring kontraksi uterus frekuensi
kontraksi uterus. Kombinasi uterus. (Tocodynamometer. By Dr. Malcolm kedua alat
(transduser) akan memberikan C Brown, informasi yang rinci tentang kondisi bayi selama
persalinan. ntries/tocodynamometer.html) Internal Gambar Penempatan transduser pada
kardiotokografi eksternal ( Cara ini digunakan hanya jika membran dan serviks telah ruptur
baik secara spontan ataupun buatan. Elektroda dipasang pada kulit kepala bayi untuk
memonitor secara langsung denyut jantung fetal. Elektroda disebut fetal scalp electrode
(FSE). Untuk mengukur kekuatan kontaksi, kateter kecil (Intrauterine pressure catheter atau
IUPC) dipasang dalam uterus. Dikombinasi dengan monitor fetal internal, IUPC memberikan
lebih tepat tentang denyut jantung bayi dan kontraksi uterus. Interpretasi kardiotokografi
Untuk dapat melakukan interpretasi gambaran KTG, beberapa hal harus diperhatikan yakni:
Evaluasi hasil rekaman, apakah benar dan adekuat untuk dilakukan pembacaan, misalnya
apakah rekamannya kontinyu, apakah his terekam dengan baik. Identifikasi frekuensi DJJ
basal Identifikasi variabilitas baik long-term variability maupun short-term (beat to beat)
variability Tentukan ada tidaknya akselerasi dari DJJ basal Tentukan ada tidaknya deselerasi
dari DJJ basal Identifikasi kontraksi rahim (his) termasuk regularitasnya, frekuensinya,
intensitasnya, durasinya dan tonus basal diantara kontraksi. Korelasikan akselerasi dan
deselerasi dengan his, kemudian identifikasikan gambarannya. Tentukan apakah gambaran
tersebut termasuk normal, mencurigakan atau patologis. Eunice Kennedy Shriver National
Institute of Child Health and Human Development mensponsori kelompok kerja untuk
mengembangkan nomenklatur terstandarisasi untuk digunakan menginterpretasikan denyut
jantung fetal dan pola kontraksi uterus. Nomenklatur ini telah dipakai oleh Association of
Women s Health, Obstetric, and Neonatal Nurses (AWHONN), American College of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG), dan Society for Maternal-Fetal Medicine
(Macones GA, Hankins GD, Spong CY, et al. 2008) Interpretasi KTG memerlukan baik
penjelasan kualitatif maupun kuantitatif dari: COPYRIGHT ARDI PANGGAYUH, S.Kp.,
M.Kes 21

Anda mungkin juga menyukai