Anda di halaman 1dari 14

Kepada YTH:

Rencana Baca : Rabu, 16 Februari 2011


Tempat : RS Ibnu Sina, Jam: 08.00 Referat Kimia Klinik

SINDROMA OVARIUM POLIKISTIK

Besse Rosmiati, Adriani Badji, Ruland DN Pakasi


Bagian Ilmu Patologi Klinik FKUH-BLU RS Wahidin Sudirohusodo Makassar

I. PENDAHULUAN
Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan kumpulan dari gejala dan
tanda yang terjadi akibat dari hiperandrogenemia dan disfungsi ovulasi tanpa
disertai adanya kelainan hiperplasia adrenal kongenital, hiperprolaktinemia atau
tumor yang mensekresi androgen.1
Sindroma Ovarium Polikistik merupakan masalah endokrinologi
reproduktif yang sering terjadi dan sampai saat ini masih menjadi kontroversi.
Sindroma Ovarium Polikistik menyebabkan 5-10% wanita usia reproduksi
menjadi infertil.2
Pada tahun 1935, Stein dan Leventhal menggambarkan adanya
penderita amenorea dan infertil dan disertai dengan pembesaran ovarium berikut
sejumlah kista kecil di dalamnya.2,.3 Pada awal 1980an, beberapa kasus seperti di
atas diketahui memiliki kaitan dengan hiperinsulinemia dan gangguan toleransi
glukosa. Pada awal tahun 1990an ditemukan adanya defek reseptor insulin pada
penderia SOPK. Berkaitan dengan penemuan yang ada, perhatian terhadap SOPK
sekarang dipusatkan pada masalah hiperandrogenisme, hiperinsulinemia,
abnormalitas kadar lemak darah dan obesitas.3

II. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI


Beberapa penelitian mendapatkan bahwa prevalensi SOPK berkisar 5-10%
pada wanita usia reproduktif. Sindroma Ovarium Polikistik sendiri ditemukan 20–
25% pada survei yang dilakukan di Amerika Serikat dan New Zealand. Di Eropa
prevalensinya berkisar 4-6%.4,5

Etiologi SOPK masih belum diketahui dengan jelas. Tidak ada faktor
penyebab tunggal yang dapat menjelaskan. Sindroma ini diduga berkaitan dengan

Sindroma Ovarium Polikistik/Referat Kimia Klinik/Februari 2011 1


kelainan genetik, bila dalam satu keluarga terdapat penderita SOPK maka 50%
wanita dalam keluarga tersebut akan menderita SOPK pula.3 Sindroma ovarium
polikistik dikatakan berkaitan dengan kelainan genetik yang bersifat autosomal
dominan pada etnik tertentu.1,6 Kemungkinan besar gen tersebut membuat
ovarium lebih peka terhadap perangsangan insulin sehingga ovarium lebih banyak
mensekresi androgen, sedangkan disisi lain terjadi hambatan pematangan folikel.
Penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa kelainan utama yang
melatarbelakangi sindroma ini adalah resistensi insulin.1

III. PATOGENESIS
Patogenesis SOPK masih kurang jelas diketahui, tetapi secara umum
disepakati adanya resistensi insulin, hiperandrogenemia, anovulasi dan polikistik
ovarium.1
A. Resistensi Insulin
Resistensi insulin pada SOPK terjadi karena adanya kerusakan pensinyalan
reseptor insulin. Dunaif dkk mengemukakan bahwa adanya defek
postreseptor pada aksi insulin menyebabkan resistensi insulin. Ia
menemukan bahwa sel fibroblast pada 50% penderita SOPK menunjukkan
pengurangan autofosforilasi reseptor insulin setelah berikatan dengan
insulin. Defek spesifik terdapat pada fosforilasi serin pada reseptor insulin.1.4
Peningkatan fosforilasi pada serin mengakibatkan terjadinya penurunan
fosforilasi tirosin. Penurunan fosforilasi tirosin akan mengganggu kerja
Insulin Receptors Substrate (IRS) 1 untuk berikatan dengan
phosphatidylinositol 3 kinase (PI3K), sehingga terjadi hambatan
pengambilan glukosa ke dalam sel oleh Glucose Transporter (GLUT) 4. Hal
ini mengakibatkan sel β pankreas meningkatkan produksi insulin untuk
mengkompensasi kebutuhan tubuh terhadap glukosa dan akhirnya terjadi
hiperinsulinemia. Keadaan ini menghambat sintesis Sex Hormone Binding
Globulin (SHBG) di hati yang berfungsi mengikat testosteron, sehingga
terjadi peningkatan kadar testosteron bebas di sirkulasi. Insulin juga akan
mengikat reseptor IGF-1 di ovarium yang meningkatkan sintesis androgen

Sindroma Ovarium Polikistik/Referat Kimia Klinik/Februari 2011 2


dari sel teka di ovarium dan menghambat kerja enzim aromatase di ovarium
sehingga mencegah perubahan androgen menjadi estrogen. Insulin bekerja
sinergis dengan Luteinizing Hormone (LH) untuk meningkatkan sintesis
androgen dari sel teka ovarium. Kadar testosteron yang tinggi pada wanita
akan menimbulkan gejala-gejala hiperandrogenemia.1,4,7

Gambar 1. Hubungan antara hiperinsulinemia dan peningkatan LH dengan


peningkatan sekresi dan aktifitas androgen.1
B. Hiperandrogenemia
Hormon androgen bersal dari kolesterol. Pada wanita hormon ini disintesis
di ovarium, kelenjar adrenal, hati, otot, kulit dan jaringan adiposa. Aktifitas
enzim aromatae di sel granulose ovarium diatur oleh FSH, dengan demikian
FSH menentukan berapa banyak estrogen yang disintesis dari prekursor
androgen di ovarium.1 Ketika kadar FSH menurun maka konsentrasi LH di
dalam sirkulasi secara umum akan meningkat dan mempengaruhi sel teka
yang membungkus follikel dan memproduksi androgen yang natinya akan
dikonversi menjadi estrogen di dalam ovarium menjadi sangat aktif dan
responsif terhadap stimulasi LH. Sel teka akan lebih besar dan akan

Sindroma Ovarium Polikistik/Referat Kimia Klinik/Februari 2011 3


menghasilkan androgen lebih banyak. Sel-sel teka yang hiperaktif ini akan
terhalang maturasinya akan menyebabkan sel-sel granulosa tidak aktif dan
aktifitas aromatisasinya menjadi minimal.2
C. Anovulasi
Mekanisme anovulasi kronik pada SOPK yaitu sebagai berikut: hormon
androgen ovarium yang meningkat sebagian diubah menjadi estrogen. Selain
itu kadar SHBG yang menurun menyebabkan estrogen bebas meningkat.
Estrogen yang tinggi ini akan meningkatkan sensitivitas hipofisis terhadap
GnRH. Peningkatan sensitivitas ini menyebabkan pelepasan LH yang
berlebihan dan FSH yang normal atau sedikit menurun. Keadaan ini akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan follikel ovarium sehingga
menyebabkan kegagalan ovulasi.1,8
D. Polikistik ovarium
Peningakatan nisbah LH/FSH pada SOPK menyebabkan folikel dominan
tidak terbentuk, digantikan oleh pertumbuhan banyak folikel kecil yang
tidak mempunyai kemampuan untuk berovulasi.1 Akibat ketidakmatangan
folikel tersebut maka terjadi pembentukan kista-kista dengan diameter 2-6
mm dan masa aktif folikel akan memanjang, sehingga terbentuk folikel-
folikel baru sebelum folikel yang lain mati. Folikel-folikel tersebut akan
berbentuk seperti kista yang dilapisi oleh sel-sel teka yang hiperplastik.2

IV. MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis SOPK didapat dari keluhan utama pasien maupun dari
pemeriksaan fisis. Gejala dan keluhan SOPK disebabkan oleh adanya perubahan
hormonal.2 Gejala SOPK cenderung terjadi secara bertahap. Awal perubahan
hormon yang menyebabkan SOPK terjadi pada masa remaja setelah menarche.3
A. Gejala pada SOPK tahap awal :
1. Amenore atau oligomenore. Menstruasi tidak terjadi dalam waktu enam
bulan atau lebih. Setiap tahun rata-rata hanya terjadi kurang dari
sembilan siklus haid. Lama siklus haid lebih dari 35 hari.3,8

Sindroma Ovarium Polikistik/Referat Kimia Klinik/Februari 2011 4


2. Perdarahan haid tidak teratur atau berlebihan. Sekitar 30% prnderita
SOPK memperlihatkan gejala ini.3
3. Hirsustisme yaitu suatu keadaan munculnya bulu-bulu kasar pada wanita
seperti pola pertumbuhan pada laki-laki.9,10
4. Timbulnya jerawat yang disebabkan oleh kadar androgen yang tinggi.3,10
B. Gejala pada SOPK tahap lanjut :
1. Berat badan meningkat atau obesitas terutama pada tubuh bagian atas.3,10
2. Alopesia yaitu kerontokan dan penipisan rambut kepala.3,11
3. Abortus berulang3.
4. Infertil 3,10,11
5. Masalah gangguan pernapasan pada saat tidur 3
6. Nyeri panggul kronis 3

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Kimia Darah
a. Glukosa darah. Pada tes toleransi glukosa oral (TTGO), kadar
glukosa 140-199 mg/dl mendukung diagnosis SOPK.1
b. Profil Lipid. Pemeriksaan profil lipid mencakup kolesterol total,
kolesterol HDl, kolesterol LDL dan trigliserida. Hipertrigliseridemia,
peningkatan konsentrasi kolesterol LDL dan penurunan konsentrasi
kolesterol HDL sering didapatkan pada penderita SOPK.1,12
2. Pemeriksaan Hormonal
a. Luteinizing Hormone (LH)/ Follicle Stimulating Hormone (FSH).
FSH dan LH adalah hormon glikoprotein yang dibentuk di lobus
anterior hipofise. Hormon FSH penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan folikel ovarium, produksi estrogen dari precursor
androgen dan mempengaruhi perubahan endometrium yang khas
pada fase proliferasi. LH bersama-sama dengan FSH berfungsi

Sindroma Ovarium Polikistik/Referat Kimia Klinik/Februari 2011 5


menstimulasi ovulasi, sekresi androgen dan progesteron, serta
berperan dalam pembentukan korpus luteum. Interpretasi hasil
pengukuran FSH dan LH memerlukan informasi mengenai siklus
haid karena kadar normal FSH dan LH berbeda untuk setiap fase
siklus. Pemeriksaan hormon ini sebaiknya dilakukan pada masa
folikuler awal (haid hari ke-3 sampai hari ke-5), pada siklus haid
spontan atau siklus haid dengan stimulasi progestin. Pemeriksaan
FSH dan LH dapat menggunakan metode Radio Immunoassay(RIA),
Enzym Linked Immunoasssay (ELISA) dan Chemiluminiscence
Immunoasssay (CLIA). Nisbah Luteinizing Hormone (LH)/ Follicle
stimulating hormone (FSH). Nisbah ≥ 2.0 menunjukkan adanya suatu
SOPK.2,5
b. Kadar 17-hydroxyprogesteron. Kadar ≥ 200 ng/dl
mengkonfirmasikan diagnosis SOPK..2,5
c. Testosteron. Testosteron total terdiri dari 3 bentuk yaitu 65% terikat
SHBG, 30-32% terikat albumin dan 1-4% dalam bentuk bebas.
Pengambilan sampel untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pagi hari
karena sekresi testosteron mempunyai variasi diurnal dimana sekresi
terbanyak terjadi antara pukul 4-8 pagi. Pemeriksaan testosterone
dapat dilakukan dengan metode RIA, ELISA dan CLIA. Nilai
rujukan testosteron total darah adalah 15-70 ng/dl. Nilai rujukan
testosteron bebas pada darah adalah 1,0-8,5 pg/ml. Pada penderita
SOPK didapatkan kadar testosteron bebas meningkat, testosteron
total bisa normal atau sedikit meningkat dan SHBG menurun. Kadar
testosteron ≤ 150 ng/dl banyak didapati pada penderita SOPK 2,12
d. Dehydroepiandrosterone-sulfate (DHEAS). Kadar DHEAS normal
atau sedikit meningkat pada penderita SOPK 2,12
e. Prolaktin. Lima sampai 30% pasien SPOK dilaporkan mengalami
hiperprolaktinemia ringan.2,5
f. Insulin. Pada pemeriksaan insulin pasien perlu puasa 8-10 jam.
Sampel darah yang digunakan adalah serum atau plasma dengan

Sindroma Ovarium Polikistik/Referat Kimia Klinik/Februari 2011 6


antikoagulan EDTA atau heparin. Pemeriksaan insulin dapat
dilakukan dengan metode RIA, ELISA dan
electrochemiluminnescence. Nilai rujukan insulin puasa 2-25
µIU/ml.1
g. Pemeriksaan resistensi insulin. Pengukuran resistensi insulin dengan
memeriksa kadar insulin puasa dan kadar glukosa puasa seperti
rumus berikut:1
HOMAIR = Insulin Puasa (mU/L) x glukosa puasa (mmol/L)
22,5
h. Pemeriksaan β-HCg untuk menyingkirkan adanya kehamilan.
B. Pemeriksaan sonografi. Pemeriksaan sonografi pelvis akan sangat
mendukung untuk menegakkan diagnosis SOPK. Jumlah folikel dan
volume ovarium penting dalam pemeriksaan sonografi. Adam dkk
menetapkan kriteria SOPK secara sonografi adalah dengan adanya kista
folikel ≥ 10 buah dengan diameter 2 – 8 mm dengan stroma yang tebal.
Jonard dkk mengajukan kriteia SOPK secara sonografi dengan adanya
peningkatan luas ovarium > 5.5 cm2 atau dengan volume ovarium > 11
ml dan atau adanya follikel ≥ 12 buah dengan diameter 2 – 9.mm.
Pemeriksaan MRI atau CT Scan diperlukan jika kadar testosteron
meningkat untuk menyingkirkan adanya tumor adrenal atau ovarium.2,13
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis SOPK ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan
fisis, pemeriksaan sonografi dan pemeriksaan laboratorium. Berdasarkann
konsensus dari European Society of Human Reproduction and Embryology
(ESHRE) dan American Society for Reproductive Medicine di Rotterdam pada
tahun 2004, maka diagnosis SOPK ditegakkan jika dijumpai dua dari tiga gejala
di bawah ini yaitu :5
1. Oligo atau anovulasi
2. Gejala dan tanda biokimia hiperandrogenisme
3. Gambaran polikistik ovarium pada pemeriksaan ultrasonografi dan
menyingkirkan faktor-faktor etiologi yang lain.

Sindroma Ovarium Polikistik/Referat Kimia Klinik/Februari 2011 7


VII. DIAGNOSIS BANDING
Sindroma ovarium polikistik didiagnosis banding dengan kegagalan ovarium
prematur, adenoma hipofisis, penggunaan obat progestasional, hipertiroidisme
atau hipotiroidisme, dan hiperplasi adrenal kongenital.14 (tabel 1)

Tabel 1. Diagnosis Banding Sindroma ovarium polikistik

FSH LH Prolaktin Testosteron


SOPK Normal Meningkat Normal Normal atau
atau sedikit atau sedikit meningkat
menurun meningkat

Kegagalan Meningkat Meningkat Normal Normal


ovarium signifikan
prematur

Adenoma Sedikit Sedikit Meningkat Normal


hipofisis menurun menurun

Obat-obat Sedikit Sedikit Normal Normal


progestasional menurun menurun

Hipertiroidisme Menurun Menurun Normal Normal


atau
hipotiroidisme

Hiperplasia Normal Normal Normal Normal atau


Adrenal sedikit
meningkat

Sindroma Ovarium Polikistik/Referat Kimia Klinik/Februari 2011 8


VIII. PENATALAKSANAAN
Setelah SOPK didiagnosis dan penyebab hiperandrogen telah disingkirkan,
maka dapat dilkukan penatalaksanaan untuk SOPK. Tujuan terapi SOPK adalah:2
1. Menghilangkan gejala dan tanda hiperandrogenisme.
2. Mengembalikan siklus haid menjadi normal
3. Memperbaiki fertilitas
4. Menghilangkan gangguan metabolisme yang terjadi.
Pendekatan terapi SOPK dilakukan dengan tiga macam cara:
1. Terapi non farmakologi
Tanda dan gejala hirsustisme akan memakan waktu cukup lama untuk
kembali normal setelah pemberian terapi antiandrogen. Untuk
menghilangkan bulu-bulu yang tumbuh pada penderita SOPK dapat
dihilangkan dengan cara elektrolisis atau laser untuk tujuan kosmetik.
Penurunan berat badan akan memberikan pengaruh terhadap kadar hormon
dalam sirkulasi.2
2. Terapi farmakologi
a. Kontrasepsi oral: obat yang digunakan adalah obat kontrasepsi oral
kombinasi bertujuan untuk mengatur siklus menstruasi, mengurangi
jerawat dan hirsustisme.2,15
b. Anti Androgen: obat yang digunakan adalah cyproteron acetate,
flutamide, finasteride. Fungsi kerja obat ini adalah untuk menurunkan
produksi testosteron maupun mengurangi kerja dari testosteron.2,15
c. GnRH analog: obat yang digunakan adalah leuprolide acetate,
goserelin acetate dan nafarelin acetate. Obat ini akan memperbaiki
sekresi LH sehingga dapat menginduksi ovulasi.2,15
d. Metformin. Obat ini diberikan dengan dosis 1500-2000mg/hari selama
30 hari. Dengan pemberian obat ini diharapkan dapat menurunkan
kadar androgen, LH dan hiperinsulinemia.15,16
e. Clomifene citrate. Obat ini merupakan pilihan pertama untuk
menginduksi ovulasi. Dosis diberikan 50 mg satu kali pemberian

Sindroma Ovarium Polikistik/Referat Kimia Klinik/Februari 2011 9


perhari dengan dosis maksimal perhari dapat ditingkatkan menjadi
200mg.2,15
3. Terapi operatif
Terapi operasi yang dilakukan adalah Ovarian Wedge Resection atau
Laparoscopy Laser Ovarian Drilling.2
IX. PROGNOSIS
X. RINGKASAN
Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan kumpulan dari gejala dan
tanda yang terjadi akibat dari hiperandrogenemia dan disfungsi ovulasi tanpa
disertai adanya kelainan hiperplasia adrenal kongenital, hiperprolaktinemia atau
tumor yang mensekresi androgen. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa
prevalensi SOPK berkisar 5-10% pada wanita usia reproduktif. Etiologi dan
patogenesis SOPK masih belum jelas diketahui. Secara umum disepakati adanya
resistensi insulin, hiperandrogenemia, anovulasi dan polikistik ovarium.
Manifestasi klinis SOPK disebabkan oleh adanya perubahan hormonal berupa
amenore/oligomenore, hirsustisme, timbulnya jerawat, alopesia, infertil.
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan hormonal
dan pemeriksaan sonografi. Berdasarkann konsensus dari ESHRE dan American
Society for Reproductive Medicine di Rotterdam pada tahun 2004, maka diagnosis
SOPK ditegakkan jika dijumpai dua dari tiga gejala yaitu: oligo atau anovulasi,
gejala dan tanda biokimia hiperandrogenisme dan adanya gambaran polikistik
ovarium dengan menyingkirkan etiologi yang lain. Pendekatan terapi dilakukan
dengan terapi non farmakologi, terapi farmakologi dan terapi bedah.

Sindroma Ovarium Polikistik/Referat Kimia Klinik/Februari 2011 10


ALGORITME DIAGNOSIS SOPK6

Sindroma Ovarium Polikistik/Referat Kimia Klinik/Februari 2011 11


Sindroma Ovarium Polikistik/Referat Kimia Klinik/Februari 2011 12
DAFTAR PUSTAKA
1. Immanuel S. Patogenesis dan Diagnosis Laboratorium Sindrom Ovarium
Polikistik. Dalam: Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2008.
Contuining Medical Education & Professional Development. Jakarta. 2008:
140-61.
2. Hadibroto HR. Sindroma Ovarium Polikistik. Majalah Kedokteran
Nusantara. Volume 38. No.4. Desember 2005.
3. Widjanarko B. Sindroma Ovarium Polikistik. Available from:
http://www.reproduksiumj.com. Last update. Oktober 2009. Acsess on:
27/7/2010.
4. Hiperinsulinemia Pada Sindroma Ovarium Polikistik. Available from:
http://www.digilib.unsri.ac.id. Acsess on: 4/1/2011.
5. Norman RJ, Wu R, Stankiewicz MT. Polycystic Ovary Sindrome. Med J
Aust.2004:180; 132-37.
6. Polycystic Ovarian Syndrome. The Physician’s Guide to Laboratory Test
Selection and Interpretation. Available from:
http://www.arupconsult.com/assets/print/PCOS.pdf. Acsess on: 7/1/2011
7. Kusnandar S. Resistensi Insulin pada Sindrom Ovarium Polikistik. Dalam:
Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2008. Contuining Medical
Education &Professional Development. Jakarta. 2008:162-74.
8. Mollloy D. Polycystic Ovaries/Ovulation Deficiencies. Availble from:
http://www.gynaecologymolloy.com. Reviewed DMC March 2008. Acsess
on: 7/1/2011
9. Jensen JR, Alvero R. Polycystic Ovarian Syndrome. Ii: reproductive
Endocrinology And Fertility. Mosby Elsevier. Philadelphia. 2007: 65-75.
10. Polycystic Ovary Syndrome. Available from: http://www.patient.co.uk.
Acsess on: 4/1/2011.
11. Azziz R. Androgen Excess, Hirsustism, and Polycystic Ovary Syndrome. In:
Essentials Reproductive Medicine. McGraw-Hill companies. United State of
America. 2005:295-305.
12. Ferri FF.Polycystic Ovary Syndrome. In: Ferri’s Clinical Advisors Instant
Diagnosis and Treatment. Mosby Elsevier. Philadelphia. 2010: 787.
13. Polycystic Ovarian Syndrome(PCOS). Available from:
http://www.monash.edu.au/medicine/polycystic-ovarian-syndrome.pdf.
Acsess on: 4/1/2011.
14. Hunter M. Polycystic Ovary Syndrome:Diagnostic Issues. In: Endocrine
Disorders. CLI. May 2005.

Sindroma Ovarium Polikistik/Referat Kimia Klinik/Februari 2011 13


15. Fong Y. Polycystic Ovary Syndrome. Volume 21. Issues No.1. March 2004.
Available from: http://www.usask.ca/druginfo. Acsess on: 4/1/2011.
16. Wong IL. Polycystic Ovary Syndrome (PCOS), Insulin Rsistance(IR) &
Metformin. Latest Development. The Article Courtesy of Hungtinton
Reproductive in California.

Sindroma Ovarium Polikistik/Referat Kimia Klinik/Februari 2011 14

Anda mungkin juga menyukai