Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN
Fatty Liver Disease (FLD) atau disebut juga hepatik steatosis, merupakan
keadaan terjadinya penimbunan lemak terutama trigliserida di dalam sel parenkim
hati. Perlemakan tidak hanya ditemukan di sel parenkim hati tetapi dapat pula
melibatkan organ-organ lain seperti jantung, otot dan ginjal. Berdasarkan
etiologinya, ada dua jenis penyakit hati berlemak atau FLD diklasifikasikan
menjadi dua yang pertama non alcoholic fatty liver disease (NAFLD) yang
ditemukan pada steatohepatitis non alcohol (NASH) sedangkan yang kedua
adalah alcoholic fatty liver disease (ALFD).1,2
Pasien dengan konsumsi alkohol merupakan faktor yang menigkatkan
sintesis triasilgliserol maupun sekresi very low density lipoprotein (VLDL) oleh
hati. Perlemakan hati alkoholik (AFLD) dapat terjadi bersama dengan hepatitis
alkoholik, sirosis alkoholik dan Non Alcoholic Fatty Liver (NAFLD). Penyakit ini
juga umum ditemukan pada orang yang menderita obesitas, anoreksia, diabetes
dan efek samping obat-obatan tertentu. Penyalahgunaan dan konsumsi alkohol
yang berlebihan dalam periode waktu yang lama dapat menyebabkan FLD.
Hampir semua alkohol yang dikonsumsi dimetabolisme dalam hati. Jika konsumsi
alkohol lebih besar daripada laju metabolisme, kemungkinan potensi
perkembangan FLD semakin besar.3-5
Perlemakan hati terjadi apabila kandungan lemak dihati melebihi 10 % dari
seluruh berat hati. Diagnosis dibuat berdasarkan analisis spesimen biopsi jaringan
hati, yaitu ditemukannya minimal 10 % sel lemak dari keseluruhan hepatosit
karena pengukuran berat hati sangat sulit dan tidak praktis. Kriteria lain yang
sangat penting adalah pengertian alkoholik dan sempat menjadi perdebatan, tetapi
banyak ahli yang menyepakati bahwa konsumsi alkohol sampai 80 gram perhari
digolongkan sebagai alkoholik.5

II. EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit perlemakan hati alkoholik sejalan dengan peningkatan
pecandu alkohol dari tahun ketahun. Perkiraan angka kematian akibat konsumsi
alkohol di dunia adalah sekitar 2.500.000 orang setiap tahun. Prevalensi
1
perlemakan hati dalam populasi umum berkisar antara 10%-24% di berbagai
negara. Sekitar 18 juta orang penduduk Amerika Serikat mengalami alkoholisme
dengan usia di atas 18 tahun.6
Survei Nasional Penggunaan Obat dan Kesehatan tahun 2018, tingkat
konsumsi alkohol di antara mereka yang berusia lebih dari 18 tahun adalah 21,6
%. Prevalensi peminum alkohol di Indonesia menurut laporan Nasional Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDES) tahun 2018 didapatkan data pada laki-laki 6,1%
dan 0,4% pada perempuan, 3% laki-laki diantaranya hidup di daerah perkotaan
dan 3,6% hidup di pedesaan. Angka kejadian peminum alkohol di provinsi
Sulawesi-Selatan adalah 26.719 (6,3 %) orang yang umumnya ditemukan pada
laki-laki.6

III. FAKTOR RISIKO


Faktor risiko yang dapat memicu terjadinya Alcoholic Fatty Liver Disease
(AFLD) antara lain adalah:7,9

1. Jumlah alkohol yang diminum: Konsumsi 60-80g perhari selama 20 tahun atau
lebih pada pria, atau 20 g perhari untuk wanita secara signifikan meningkatkan
risiko hepatitis dan fibrosis sebesar 7% hingga 47%.
2. Pola minum: Minum di luar waktu makan meningkatkan risiko FLD hingga 3 kali
lipat risiko penyakit hati alkoholik.
3. Jenis Kelamin: Perempuan dua kali lebih rentan terhadap penyakit hati terkait
alkohol, dan dapat mengembangkan penyakit hati alkoholik dengan durasi yang
lebih pendek dan dosis konsumsi kronis. Jumlah yang lebih rendah dari alkohol
dehidrogenase yang dikeluarkan dalam usus, proporsi lemak tubuh yang lebih
tinggi pada wanita, dan perubahan penyerapan lemak akibat siklus menstruasi.
4. Infeksi hepatitis C: Infeksi hepatitis C bersamaan secara signifikan mempercepat
proses cedera hati.
5. Faktor genetik: Faktor genetik mempengaruhi kecanduan alkohol dan penyakit
hati alkoholik.

2
6. Diet: Malnutrisi, terutama defisiensi vitamin A dan E, dapat memperburuk
kerusakan hati yang diinduksi alkohol dengan mencegah regenerasi hepatosit.

III. ETIOGENESIS
Makanan yang dicerna akan diuraikan menjadi molekul-molekul terkecil
yang dapat dikelompokkan menjadi tiga unsur yaitu: karbohidrat, protein, dan
lemak. Alkohol tidak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok tersebut. Di
dalam tubuh, alkohol akan mengalami dehydrogenase menjadi aldehyde. Di hati,
aldehyde bersifat hepatotoksik sehingga apabila seseorang mengkonsumsi alkohol
dalam jumlah besar, dalam waktu panjang lama kelamaan sel hepatosit akan rusak
sehingga kemampuan metabolisme di hati menjadi terganggu.8-10
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh yang memiliki fungsi sintesis,
metabolisme, detoksifikasi, sekresi, dan fungsi penting lainnya. Sel parenkimal
pada hati disebut hepatosit, menempati sekitar 80% volume hati dan melakukan
berbagai fungsi utama hati. Sebanyak 40% sel hati terdapat pada lobus sinusoidal.
Sel-sel kupffer merupakan sel makrofag yang terdapat di dalam hati yang memiliki
reseptor permukaan yang mampu berespon terhadap rangsangan inflamasi dengan
mensekresi sitokin seperti TNF- dan Interleukin-1(IL-1). Sel Kupffer ini akan
memfagosit partikel atau sel-sel yang sudah generatif melalui sinusoid. (Gambar
1).7

Gambar 1. Sel Kupffer (makrofag) dalam sinusoid


(Sumber: Laposata Michael, The Liver and Bilitary Tract: Laboratory Medicine The Diagnosis Of
Disease In The Clinical Laboratory. Second Edition. Chapter 16. New York 2015)

3
Fatty Liver Disease (FLD) akibat alkohol bersifat reversible pada individu
yang mengkonsumsi lebih dari 80 gram alkohol perhari. Alkohol yang dikonsumsi
90% akan dimetabolisme oleh tubuh terutama dalam hati (hepatosit) memiliki tiga
jalur:5, 12-15
Jalur pertama adalah jalur oleh enzim alkohol dehidrogenase (ADH) dan
koenzim nikotinamid-adenin-dinukleotida (NAD) menjadi asetaldehid dan
kemudian oleh enzim asetilaldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam
asetat yang terletak pada sitosol . Asetat akan terurai lebih lanjut menjadi H2O dan
CO2. Oksidasi alkohol oleh alkohol dehidrogenase menyebabkan produksi
berlebihan NADH sehingga terjadi peningkatan esterifikasi asam lemak menjadi
triasilgliserol sehingga terjadi perlemakan hati. Mekanisme metabolisme alkohol
menginduksi perlemakan hati yaitu terjadi peningkatan glycerol 3-phospate yang
menyebabkan peningkatan esterifikasi asam lemak sehingga terjadi perlemakan
hati. Alkohol dalam jumlah yang banyak menyebabkan peningkatan lipolisis
melalui stimulasi langsung aksis adrenal-pituitary. Metabolisme alkohol kronik
akan menyebabkan inhibisi oksidasi asam lemak untuk melepaskan VLDL ke
dalam darah.
Jalur kedua ialah melalui Microsomal Ethanol Oxydizing System (MEOS)
yang terletak dalam retikulum endoplasma dimana sistem ini meningkat
aktivitasnya pada alkoholisme kronik. Tiga komponen mikrosom yaitu sitokrom P-
450, reduktase, dan lesitin, alkohol diuraikan menjadi asetaldehida.
Jalur ketiga ialah melalui enzim katalase yang terdapat dalam peroksisom
(peroxysome). Hidrogen yang dihasilkan dari metabolisme alkohol dapat mengubah
keadaan redoks (NADH/NAD+), yang pada pemakaian alkohol yang lama dapat
meningkatkan lipogenesis. Perubahan ini dapat menimbulkan perubahan
metabolisme lemak dan karbohidrat, menyebabkan bertambahnya jaringan kolagen
dan dalam keadaan tertentu dapat menghambat sintesa protein. Meningkatnya rasio
NADH/NAD akan meningkatkan pula konsentrasi alfa gliserofosfat yang akan
meningkatkan akumulasi trigliserida dengan menangkap asam lemak dalam hepar
(Gambar.2).5

4
Gambar 2: Metabolisme Alkohol
(Sumber: Menon KV, et al. Mayo Clin. Proc. In: Pathogenesis, diagnosis, and treatment of
alcoholic liver disease. 2014)

Patofisiologi yang mendasari terjadinya perlemakan di hati yaitu: Penurunan


beta-oksidasi asam lemak pada mitokondria (gangguan pembersihan) dan
penurunan pembentukan apolipoprotein sehingga terjadi penimbunan triasilgliserol,
peningkatan sintesis asam lemak endogen untuk membentuk Very-low-density-
lipoprotein (VLDL) atau peningkatan pengiriman asam lemak ke hepar
(peningkatan jumlah asam lemak) sehingga Free Fatty Acid (FFA) terakumulasi
serta penurunan pengiriman trigliserida keluar hati sebagai VLDL. 13
Oksidasi alkohol akan menginduksi enzim isoform sitokorm P450 (CYP2E1)
khusus untuk alkohol dan asetil dehidrogenase (ADH) menyebabkan produksi
asetildehid. Peningkatan produksi asetildehid akan menyebabkan kerusakan

5
struktur sel (stress metabolik) yang akan menyebabkan perlemakan hati (fatty
liver) dan cedera hepatosit (lipid peroksidasi). Perlemakan hati akan menyebabkan
stress oksidatif (peningkatan pembentukan metabolit oksigen yang reakif) sehingga
kadar glutathione menurun. Glutathion memiliki fungsi penting pada sel manusia
dalam metabolisme xenobiotik (bahan kimia asing). Penggabungan kedua
mekanisme di atas menyebabkan etanol menjadi senyawa larut air yang dapat di
eliminasi dari tubuh.1,12
Kerusakan hepatosit akan menyebabkan sel kupffer pada sinusoid akan
menyaring alkohol dari darah portal melalui fagositosis sehingga terjadi aktivasi sel
inflamasi (pelepasan faktor-faktor sitokain) yang terdiri dari Transforming growth
factor β (TGF β), tumor necrosis factor α (TNF α).16
Mekanisme cedera hati akoholik terjadi pada konsumsi alkohol yang
kronik meliputi proses sebagai berikut:16,17
1. Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi
oksigen lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari
aliran darah yang teroksigenasi (daerah perisentral)
2. Inflitrasi / aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractans neutrofil oleh
hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil
yang hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease, dan sitokin
3. Formasi acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan
menghasilkan limfosit yang tersensititasi serta antibodi spesifik yang menyerang
hepatosit pembawa antigen.
4. Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol, disebut
sistem yang mengoksidasi enzim mikrosomal. Patogenesis fibrosis alkoholik
meliputi banyak sitokin, antara lain faktor nekrosis tumor, interleukin-1, PDGF, dan
TGF-beta. Asetildehid kemudian mengaktifasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor
patogenik utama pada fibrosis alkoholik.

IV. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang lengkap, pemeriksaan
fisis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi dan biopsi. Manifestasi

6
klinis pada awal penyakit umumnya bersifat asimtomatik dan tidak spesifik,
antara lain: malaise, anoreksia, penurunan berat badan, muntah, rasa tidak enak di
perut kanan atas dan bila berlanjut menjadi rasa nyeri tumpul. Manifestasi klinis
muncul terjadinya komplikasi seperti konjungtiva anemis dan sklera ikterus,
asites, serta edema perifer.6,17

A. Anamnesis3,7
Riwayat konsumsi alkohol yang rutin merupakan faktor utama AFLD. Untuk
menegakkan diagnosis digunakan kuisioner Alcohol Use Disorder Identification
Test (AUDIT), menurut American Association for study Liver Disease.

B. Pemeriksaan Fisis:17
Pemeriksaan fisik perlemakan hati dilakukan efektif dengan palpasi pada:
1. Permukaan hati rata dijumpai pada pembesaran hati akibat perlemakan, atau
dekompensasi kordis, abses hati, hepatitis akut atau kronis.
2. Tepi hati, sukar diraba disebabkan oleh perlemakan. Tepi hati regular pada
pembesaran hati oleh karena dekompensasi sedangkan pada pembesaran hati
oleh karena neoplasma tepinya menjadi ireguler.
3. Nyeri tekan pada hati dapat ditandai dengan penderita tampak kesakitan.
4. Konsistensi hati menjadi lunak pada pembesaran hati oleh perlemakan,
sedangkan pada neoplasma dekompensasi kordis konsistensinya keras.
C. Pemeriksaan Laboratorium10-12,17
1. Pemeriksaan hematologi
a. Pemeriksaan darah rutin.
Bisa terjadi anemia, leukositosis dan trombositopenia.
b. Pemeriksaan serum Ferritin.
Kadar ferritin kadang normal atau meningkat. Nilai rujukan ferritin
pada laki-laki 2,2 – 178 ng/ml dan perempuan 12,8 – 454 ng/ml.9
c. Pemeriksaan prothrombin time (PT)
Pemeriksaan PT biasanya menunjukkan waktu protrombin
memanjang. Nilai rujukan PT 10 – 14 detik.
2. Pemeriksaan kimia darah.

7
a. Pemeriksaan enzim Aspartate aminotransferase (AST)
Enzim AST ditemukan dalam sitoplasma dan mitokondria sel hati,
jantung, otot skelet, ginjal, pankreas dan eritrosit. Pemeriksaan AST
menunjukkan adanya peningkatan ringan sampai sedang. Kadar AST
dapat meningkat 2 - 5 kali dari nilai normal. Nilai rujukan AST 6 - 30
U/l.
b. Pemeriksaan enzim Alanine aminotransferase (ALT)
Enzim ALT terdapat terutama di sitoplasma sel hati, sedikit di sel
ginjal, sel jantung dan otot skelet. Biasanya terjadi peningkatan ringan
sampai sedang. Nilai rujukan ALT 7 - 32 U/l. Kenaikan enzim hati
biasanya tidak melebihi empat kali dan rasio AST : ALT kurang dari
satu, tetapi pada fibrosis lanjut rasio ini dapat mendekati atau bahkan
melebihi satu.
c. Tes fungsi hati : Rasio De Ritis AST:ALT > 2 ( Sensitivitas 50% dan
Spesifisitas 86%).
d. Pemeriksaan Alkali fosfatase (ALP)
Enzim ALP terdapat di hati, tulang, ginjal, usus dan placenta.
Ditemukan dua isoenzim yaitu ALP1 berasal dari hati dan ALP2 yang
berasal dari tulang. Pemeriksaan ALP dapat terjadi peningkatan. Nilai
rujukan 30 – 110 U/l.
e. Pemeriksaan Gamma glutamil transferase (GGT)
Enzim GGT aktif dalam transfer asam amino melalui dinding sel di
tubuli renalis, hati, sel epitel bilier, pankreas, prostat, limfosit, otak
dan testis. Kadar GGT dapat meningkat. Nilai rujukan pada laki-laki
6 – 25 U/l dan perempuan 8 – 35 U/l.
f. Pemeriksaan albumin dan bilirubin.
Hipoalbuminemia dan hiperbilirubinemia biasanya pada pasien yang
sudah menjadi sirosis. Nilai rujukan albumin 3,5 – 5,0 g/dl dan
bilirubin total 0 -1 mg/dl.
g. Pemeriksaan trigliserida.

8
Dislipidemia ditemukan 21-83 % dan biasanya berupa peningkatan
kadar trigliserida. Nilai rujukan trigliserida < 200 mg/dl.
h. Alkohol dalam serum, dapat digunakan sebagai uji skrining pada
pasien tidak sadar dan tidak kooperatif saat anamnesis. Nilai rujukan
normal : 50 mg/dl, intoksikasi alkohol: 150-250 mg/dl. Pemeriksaan
alkohol dapat juga dilakukan lewat saliva, nafas dan urin.
D. Pemeriksaan Radiologi (Ultrasonografi)

Gambar 3. Gambaran perlemakan hati dengan USG


(Sumber: Stickel F, et al. Update on the Management of Alcoholic Steatohepatitis,
In : Journal Gastrointestin Liver Disease, 2018)

Pemeriksaan USG hati adalah pilihan yang umum dan paling banyak
digunakan dalam praktek klinik dan penelitian di masyarakat. Hal ini
dikarenakan mudah dikerjakan, biaya relatif murah, tidak invasif banyak tersedia
dan mempunyai nilai akurasi yang baik. Untuk mendeteksi steatosis, pemeriksaan
USG mempunyai sensitivitas sebesar 89% dan spesifisitas 93%. Pada
pemeriksaan USG, perlemakan hati memberikan gambaran peningkatan ekogenik
difus yang disebut ‘bright liver’ dengan atenuasi posterior dibandingkan dengan
ekhogenitas ginjal. Pada umumnya perlemakan hati bersifat difus, tetapi pada
beberapa kasus dapat bersifat setempat (localized) yang mengenai sebagian
parenkhim hati.9

E. Biopsi

9
Hasil histologis untuk menilai dan memprediksi prognosis, sering kali
tidak dapat membedakan penyebab perlemakan hati. Perlemakan akan
menyebabkan hati membesar menjadi organ yang lunak, berminyak dan
berwarna kuning terang dengan berat mencapai 3-6 kg. Derajat perlemakan hati
dapat dinilai sebagai derajat ringan (< 33%), sedang (33-66%), berat (>66%),
steatohepatitis dengan dan tanpa fibrosis serta sirosis. Biopsi hati merupakan gold
standar , tetapi invasif dan tidak biasa disarankan terutama pada pasien dengan
gangguan koagulasi. Temuan dengan mikroskop cahaya adalah infiltrasi lemak
makrovesikuler di 3 perisentral sel parenkim hati. Lemak mikrovesikuler sulit
dinilai dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin, sediaan harus diwarnai dengan
Sudan IV atau Oil Red-O.(Gambar.4)9

Gambar 4. Gambaran histopatologis lemak mikrovesikuler dan makrovaskuler


pada AFLD dibandingkan dengan struktur hati yang normal.
(Sumber: Samad I A, Hasil Tes Gangguan Faal Hati Dalam : Praktikum Sistem
Gastroenterohepatologi Bagian Patologi Klinik FK-UNHAS, Makassar 2013)

10
IV. DIAGNOSIS BANDING

AFLD NAFLD SHD

GEJALA - Kadang asimtomatik - Obesitas/ BB - Nyeri pinggang


KLINIK - Lipemia meningkat - Nyeri tekan perut kanan
retinalis, - Mual dan muntah Atas
konjungtiva - Tekanan darah - Hepatosplenomegali
anemis meningkat - Asites
- Anoreksia - Anemia bisa berat
- Mual dan muntah - Hepar membesar
- Anemia ringan - Gatal-gatal
- Hepar/lien kadang
membesar

HASIL - Kadar alkohol (+) - Hb menurun, - Hb menurun ,Leukosit


LABORATORIUM - Hb menurun, Leukosit meningkat
Leukosit meningkat - LED meningkat
meningkat - LED meningkat - Albumin menurun
- Trombosit menurun, - Albumin menurun - Gamma globulin dan
MCV meningkat - GDP > GGT meningkat
- Rasio deritis AST: - Ratio deRitis AST: - AST > ALT
ALT > 2 ALT >1 - Urobilinogen urin
- Asam urat - Index Fatty Liver meningkat
meningkat meningkat - Adiponektin dan resistin
- GGT meningkat - HbA1c meningkat
- Adiponektin - Adiponektin - Leptin menurun
meningkat menurun

Keterangan:
- LED : Laju endap darah
- AFLD: Alcoholic Fatty Liver Disease
- NAFLD:Non Alcoholic Fatty Liver Disease
- SHD: Sirosis Hepatis Disease

VI. PENATALAKSANAAN

11
Tatalaksana AFLD antara lain:10,12,16
1. Menghentikan total konsumsi alkohol.
- Menurunkan berat badan (pada pasien berat badan berlebih) dan olahraga.
Intervensi terhadap gaya hidup dengan tujuan mengurangi berat badan
merupakan terapi lini pertama. Target penurunan berat badan adalah
untuk mengoreksi resitensi insulin dan obesitas sentral. Penurunan berat
badan secara bertahap terbukti dapat memperbaiki konsentrasi AST dan
ALT serta gambaran histopatologi hati pada pasien . Perlu diperhatikan
bahwa penurunan berat badan yang naik turun justru memicu progresi
penyakit hati. Hal ini terjadi akibat meningkatnya aliran asam lemak
bebas ke hati sehingga peroksidasi lemak pun meningkat. Sebaliknya
penurunan berat badan yang bertahap ternyata tidak mudah dilakukan dan
seringkali sulit dipertahankan.
- Latihan jasmani dan pengaturan diet menjadi inti terapi dalam usaha
mengurangi berat badan. Aktivitas fisik hendaknya berupa latihan bersifat
aerobik paling sedikit 30 menit sehari. Esensi pengaturan diet tidak
bebeda dengan diet pada diabetes: mengurangi asupan lemak total
menjadi <30% dari total asupan energi, mengurangi asupan lemak jenuh,
mengganti dengan karbohidrat kompleks yang mengandung setidaknya 15
gr serat kaya akan buah dan sayuran.

2. Vitamin E 800 IU/hari


3. Diet asam lemak omega 3 untuk pasien dengan hipertrigliserida
4. Obat antihiperlipidemia, misalnya gemfibrozil dan atorvastatin.

VII. KOMPLIKASI
Alcoholic Fatty Liver Disease (AFLD) merupakan suatu kondisi medis dari
penyakit hati yang mempunyai spektrum luas, mulai dari perlemakan hati
bersifat ringan (steatosis) reversibel (50%) tanpa adanya bukti kelainan biokimia
atau histologi akibat dari peradangan hati ataupun fibrosis, sampai perlemakan
hati yang disertai adanya nekroinflamasi dengan atau tanpa fibrosis

12
(steatohepatitis) pada 40%, dapat juga berkembang menjadi fibrosis hati yang
berat lalu menjadi sirosis hepatoselular carcinoma dan gagal hati (penyakit hati
kronis) yang irreversible (10%).9,16
Komplikasi yang terjadi dari hepatitis dan sirosis alkoholik adalah hipertensi
porta, di mana tekanan darah pada pembuluh darah vena di sekitar hati
meningkat. Pada saat mulai tumbuh jaringan parut pada hati, darah sulit bergerak
melalui jaringan tersebut sehingga tekanan dalam pembuluh darah yang menuju
hati meningkat.16

VIII. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada tahap penyakit, penderita dengan AFLD derajat
ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik atau perawatan rumah sakit dan
memiliki prognosis yang baik. Menghentikan alkohol secara total adalah pilihan
utama. Sirosis akan berkembang 10%-20% selama kurun waktu delapan tahun.17

IX. RINGKASAN
Alcoholic Fatty Liver Disease (AFLD) umumnya asimtomatik dan harus
dicurigai pada pasien alkoholik. Hasil pemeriksaan laboratorium AST : ALT > 2,
GGT yang meningkat dan pada ultrasonografi abdomen didapatkan gambaran
perlemakan hati. Diagnosis ditegakkan setelah menyingkirkan kausa penyakit
hati kronis yag lain seperti DM Tipe 2, obesitas, sindrom metabolik. Pemeriksaan
laboratorium konvensional memiliki sensivisitas dan spesifisitas tidak sempurna
tetapi memiliki peran klinis dalam deteksi AFLD pada peminum alkohol juga
berguna dalam penemuan kasus oportunistik, dan memotivasi pasien untuk
berhenti konsumsi alkohol, menerapkan pola hidup sehat dan memantau respon
pengobatan. Penanganan apabila sudah terkena perlemakan hati adalah dengan
cara mengambil langkah yang tepat sesuai kondisi pasien (mencari penyebab,
manajemen, pencegahan dan tindak lanjut). Berhenti mengkonsumsi alkohol,
konsumsi omega 3 dan diet makanan dengan indeks glikemik rendah dapat
mencegah dan mengobati perlemakan hati alkoholik.

13
14
X. Algoritme

Lab: Anemia,
leukositosis AST :
ALT > 2, GGT yang
meningkat, USG:
gambaran
perlemakan hati.

Algoritme manajemen Alcoholic Fatty Liver Disease


(Sumber : LaBrecque D. et al. Nonalcoholic Fatty Liver Disease and Nonalcoholic Steatohepatitis.2015)

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Willamson A. Mary et al. Digestive disease: Wallach’ Interpretation of


Diagnostic Tests. Tenth Edition. New York. Wolter Kluwer. 2015: 209-216.
2. Turgeon Louise Mary, Introduction to Clonical Chemistry: Clinical Laboratory
Science. Sixth Edition. China. 2015:241-244.
3. Pakasi, R DN. Lemak Darah. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
UNHAS Makassar, 2001 : 28-30
4. Szczerbinska BK, et al. Association of Serum Adiponectin, Leptin, and Resistin
Concentrations with the Severity of Liver Dysfunction and the Disease
Complications in Alcoholic Liver Disease Hindawi Publishing Corporation
Mediators of Inflammation. Volume 2013 : 1-13.
5. Metabolisme Alkohol (Sumber: Menon KV, et al. Mayo Clin. Proc. In:
Pathogenesis, diagnosis, and treatment of alcoholic liver disease. 2014)
6. Kementerian Kesehatan RI, Laporan Nasional RISKESDAS 2018. Perilaku
Kesehatan. Lembaga Penerbit Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesahatan
2019: 342-351.
7. Laposata Michael, The Liver and Bilitary Tract: Laboratory Medicine The
Diagnosis Of Disease In The Clinical Laboratory. Second Edition. Chapter 16.
New York 2015:357-358.
8. Hardjono dkk. Hasil Tes Gangguan Faal Hati : Interpretasi Hasil Tes
Laboratorium Diagnostik, Lephas Makassar, 2003 : 239-47.
9. Samad I A, Hasil Tes Gangguan Faal Hati Dalam : Praktikum Sistem
Gastroenterohepatologi Bagian Patologi Klinik FK-UNHAS, Makassar 2013 : 1-
9.
10. Marshall, W J et al. Liver Disease Dalam : Clinical Chemistry, ed 7, Toronto,
Elsevier, 2013 : 91-5, 323- 33.
11. Holmes, H N et al. Temuan Diagnosis Pada Peyakit Utama Dalam : Uji
Dignostik, ed 3, Jakarta, EGC, 2014 : 88, 200.
12. Walmsley et al. Pemeriksaan Fungsi Hati. Kumpulan Kasus Patologi Klinik
Diagnosis Terpadu, Tangerang Selatan, Binarupa Aksara, 2013 : 232-41
13. Mueler S. Noninvasive Assessment of Patient wit Alcoholic Liver Disease, In :
Clinical Liver Disease, 2013 : 68-71.
14. Burtis, C A, et al. Liver Disease : Fundamentals of Clinical Chemistry, ed 6,
Canada, Elsevier, 2014 : 675-88.
15. Murray R K, et al. Metabolisme Xenobiotik Dalam : Biokimia Harper, ed 27,
Jakarta EGC, : 653-60.
16. Isselbacher K J, et al. Alkohol dan Alkoholisme Dalam : Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam, ed 13, Jakarta, EGC, 2012 : 2667-73.
17. Mathurin P, et al. EASL Clinical Practical Guidelines: Management of Alcoholic
Liver Disease, In : Journal of Hepatology, vol 70, 2018 : 399-420.
18. Stickel F, et al. Update on the Management of Alcoholic Steatohepatitis, In :
Journal Gastrointestin Liver Disease, 2018 : 189-197.

16

Anda mungkin juga menyukai