OLEH :
I Gusti Ayu Made Aryasih, SKM., M.Si
I Wayan Sali, SKM., M.Si
Nengah Notes, SKM., M.Si
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
I. SAMPLING TELUR NYAMUK
A. TUJUAN
- Mahasiswa mampu melakukan koleksi telur nyamuk Aedes sp
dengan menggunakan perangkap telur/ovitrap
- Mahasiswa dapat mengitung Indeks Perangkap Telur
B. DASAR TEORI
Nyamuk (Diptera: Culicidae) merupakan vektor beberapa penyakit baik pada
hewan mau pun manusia. Banyak penyakit pada hewan dan manusia dalam
penularannya mutlak memerlukan peran nyamuk sebagai vektor dari agen
penyakitnya, seperti filariasis dan malaria. Sebagian pesies nyamuk dari genus
Anopheles dan Culex yang bersifat zoofilik berperan dalam penularan penyakit pada
binatang dan manusia, tetapi ada juga spesies nyamuk antropofilik yang hanya
menularkan penyakit pada manusia. Salah satu penyakit yang mempunyai vektor
nyamuk adalah Demam Berdarah Dengue (Sudarmaja,2009).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan semakin luas
daerah penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk. Penyakit demam yang ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti selain demam
berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah demam dengue (Dengue Fever)
yang dikenal sebagai Cikungunyah (Break Bone Fever) di Indonesia (Supartha,2008).
Aedes aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit ini, karena hidupnya di dalam
dan di sekitar rumah, sedangkan Aedes albopictus di kebun, sehingga lebih jarang
kontak dengan manusia (Yudhastuti,2005).
Morfologi Aedes Dewasa
Nyamuk memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki panjang dan
merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo
Diptera dan family Culicidae. Nyamuk jantan berukuran lebih kecil daripada nyamuk
betina (Lestari,2010). Tubuh nyamuk terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, dada dan
perut (Sayono,2008).
Telur
Telur yang baru dikeluarkan berwarna putih tetapi sesudah 1 – 2 jam berubah
menjadi hitam. Telur Aedes berbentuk bulat panjang (oval) menyerupai torpedo,
mempunyai dinding yang bergaris-garis yang menyerupai sarang lebah. Telur tidak
berpelampung dan diletakkan satu persatu terpisah di atas permukaan air dalam
keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya . Telur dapat bertahan sampai
berbulan-bulan dalam suhu 2-24°C, namun akan menetas dalam waktu 1-2 hari pada
kelembaban rendah. Telur diletakkan di air akan menetas dalam waktu 7 hari pada
suhu 16°C dan akan membutuhkan yang direndam akan menetas sebanyak 80% pada
hari pertama dan. Setelah 2-4 hari telur menetas menjadi larva yang hidup di dalam air
(Depkes RI,2004).
Larva Aedes memiliki sifon yang pendek dan hanya ada sepasang sisir
subventral yang jaraknya tidak lebih dari ¼ bagian dari pangkal sifon dengan satu
kumpulan rambut. Pada waktu istirahat membentuk sudut dengan permukaan air.
Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Larva nyamuk
semuanya hidup di air yang tahapannya terdiri atas empat instar. Keempat instar itu
dapat diselesaikan dalam waktu 4 hari – 2 minggu tergantung keadaan lingkungan
seperti suhu air persediaan makanan (Supartha,2008). Larva menjadi pupa
membutuhkan waktu 6–8 hari (Depkes RI,2004).
Pupa adalah fase inaktif yang tidak membutuhkan makan, namun tetap
membutuhkan oksigen untuk bernafas. Untuk keperluan pernafasannya pupa berada di
dekat permukaan air. Lama fase pupa tergantung dengan suhu air dan spesies nyamuk
yang lamanya dapat berkisar antara satu hari sampai beberapa minggu. Setelah
melelewati waktu itu maka pupa membuka dan melepaskan kulitnya kemudian imago
keluar ke permukaan air yang dalam waktu singkat siap terbang. Pupa sangat sensitife
terhadap pergerakan air dan belum dapat dibedakan antara jantan dan betina
(Supartha,2008). Bentuk pada stadium pupa ini seperti bentuk terompet panjang dan
ramping (Depkes RI, 2004).
Nyamuk termasuk serangga yang mengalami metamorfosis sempurna
(holometabola) karena mengalami empat tahap dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan. Tahapan yanag dialami oleh nyamuk yaitu telur, larva, pupa dan
dewasa. Telur nyamuk akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari pada suhu
20-40°C. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh suhu,
tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di tempat perindukan.
Nyamuk Aedes aegypti lebih tertarik untuk meletakkan telurnya pada TPA berair yang
berwarna gelap, paling menyukai warna hitam, terbuka lebar, dan terutama yang
terletak di tempat-tempat terlindungsinar matahari langsung.Tempat perindukan
nyamuk Aedes yaitu tempat di mana nyamuk Aedes meletakkan telurnya terdapat di
dalam rumah (indoor) maupun di luar rumah(outdoor). Tempat perindukan yang ada
di dalam rumah yang paling utama adalah tempat-tempat penampungan air: bak mandi,
bak air WC, tandon air minum,tempayan, gentong tanah liat, gentong plastik, ember,
drum, vas tanaman hias,perangkap semut, dan lain-lain. Kepadatan Populasi
Di Indonesia terdapat dua musim yakni hujan dan kemarau .Pada musim hujan
tempat perkembangbiakan Aedes yang pada musim kemarau tidak berisi air.Telur telur
yang belum menetas dalam tempo yang singkat akan menetas Oleh karena itu pada
musim hujan populasi Aedes menjadi sangat tinggi. (Sungkar, S., 1994)
a. Ovitrap
b. Padle
c. Mikroskop
d. Pipet
e. Petridish
f. Larva
g. Cidukan
h. Chloroform / alkohol
i. Slide dan cover glass
Cara Kerja :
- Mahasiswa membuat dan memasang ovitrap
- Mahasiswa mengamati keberadaan telur nyamuk pada ovitrap
- Mahasiswa membiarkan larva menetas dan berkembang menjadi larva dalam
ovitrap sampai mencapai intar III dan IV dan melanjutkan dengan identifikasi di
laboratorium.
- Larva-larva tersebut ditaruh dalam petridish dengan menggunakan pipet.
- Dituangi alkohol atau chloroform
- Larva diambil dengan menggunakan jarum (terbuat dari kayu lidi)
- Ditaruh pada slide dengan posisi terlentang
- Tutup dengan coverglass
- Amati dengan menggunakan mikroskop
- Identifikasi atau cocokkan dengan kunci identifikasi
B. Metode
Pemeriksaan preparat secara langsung
C. Prinsip
Larva nyamuk dimatikan dengan chloroform kemudian dibuat preparat
basah menggunakan mikroskop dengan pembesaran objektif 10X
(pemeriksaan secara langsung).
D. Dasar Teori
Alat :
1. Objek Glass (Slide)
2. Breaker Glass 100ml
3. Cawan Petri
4. APD
5. Hand loop
6. Botol kecil
7. Kunci Identifikasi larva
8. Cover
9. Pipet
10. Mikroskop
11. Lampu senter
12. Gayung/ciduk
13. Petridish
Bahan :
1. Jentik/larva nyamuk
2. Kapas
3. Alkohol/chloroform
F. Cara Kerja
1. Mesiapkkan alat dan bahan
2. Memersihkan slide dan cover glass dengan kapas
3. Memasukkan larva ke dalam beaker glass yang sudah diisi alkohol atau
chloroform
4. Menunggu hingga beberapa menit sampai larva mati
5. Jentik atau larva dari beaker glass yang berisi alkohol/chloroform
dituangkan ke petridish, sebelum itu buang dulu chloroformnya
6. Kemudian dipindahkan larva ke atas objek glass dengan posisi
melintang dan tengkurap lalu ditutup dengan cover glass
7. Pada pinggiran cover glass ditetesi balsem canada sebagai pelekat
8. Diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10X dan 40X
9. Diamati dibagian kepala, abdomen dan ekornya
10. Catat, gambar dan dibuat laporannya
A. TUJUAN :
Untuk mendapatkan keterampilan penangkapan nyamuk, untuk mengetahui tempat
berkembang biak nyamuk ( indoor dan outdoor), waktu mencari makan .
B. DASAR TEORI
Kita mungkin terbiasa dengan survey jentik, namun kurang terbiasa dengan
survey nyamuk. Teori dan praktikum survey nyamuk pasti sudah pernah kita dapatkan
ketika pendidikan dulu. Namun kegiatan ini jarang kita lakukan, antara lain karena
keterbatasan sarana dan sistem tindak lanjut yang kurang aplikatif. Misalnya jika data
survey sudah kita dapatkan (jenis nyamuk dan lainnya), kemudian harus kita gunakan
untuk apa data ini. Hal ini berbeda dengan survey jentik sebagai salah satu tahap
penyelidikan epidemiologi pada kasus demam berdarah dengue misalnya, maka sistem
tindak lanjutnya praktis akan terkait dengan kriteria gerakan PSN atau perlu tidaknya
tindakan fogging.
Sementara ini survey nyamuk yang kita lakukan pada umumnya terkait dengan
pengerjaan tugas penelitian dan bersifat insidentil, seperti penyusunan tugas akhir,
skripsi, atau thesis. Dan hasilnya bersifat menambah wacana keilmuan, kemudian raib
tidak berbekas. Padahal jika kita gunakan data-data itu, secara praktis dapat kita
gunakan misalnya untuk penilaian tingkat resistensi nyamuk terhadap insektisida,
dosis yang harus kita aplikasikan pada fogging, waktu paling efektif melakukan
fogging, pola pemberantasan biologis yang memungkinkan, dan lain sebagainya.
Cara Kerja :
a. Menangkap nyamuk
1. Menggunakan umpan badan
Indikator MBR ( Man Baiting Rate) / menggigit pukul 18.00 – 22.00
2. Siapkan alat dan bahan
3. Penangkapan nyamuk yang hinggap dibadan menggunakan aspirator
4. Masukkan nyamuk yang sudah ditangkap ketempat kurungan nyamuk dan
ditutup dengan kain kasa kemudian diikat dengan gelang karet
5. Menghitung indikator dengan rumus
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑛𝑦𝑎𝑚𝑢𝑘 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝
MBR = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝
A. TUJUAN :
Adapun maksud maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui morfologi
nyamuk dewasa.
B. DASAR TEORI
meningkat. Masalah umum yang dihadapi dalam bidang kesehatan adalah jumlah
penduduk yang besar dengan angka pertumbuhan yang cukup tinggi dan penyebaran
penduduk yang belum merata, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang masih
rendah. Keadaan ini dapat menyebabkan lingkungan fisik dan biologis yang tidak
2010).
menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lainnya. Vektor
juga merupakan anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious
agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan
yang ditularkan melalui vektor masih menjadi penyakit endemis yang dapat
menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat menimbulkan gangguan
kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian atas penyebaran
yang dinamakan phylum diantaranya ada 2 phylum yang sangat berpengaruh terhadap
kesehatan manusia yaitu phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak
sebagai perantara penularan penyakit malaria, demam berdarah, dan phylum chodata
yaitu tikus sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes),
nyamuk sebagai vektor dan tikus binatang pengganggu masih banyak binatang lain
untuk itu keberadaan vektor dan binatang penggangu tersebut harus ditanggulangi,
hal ini untuk mencapai harapan tersebut perlu adanya suatu managemen pengendalian
Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu kata Arthros yang berarti berbuku-
buku atau beruas dan podos yang berarti kaki. Jadi, Arthropoda adalah binatang yang
kakinya beruas-ruas termasuk juga bagian perut (abdomen) dan dada (toraks) yang
beruas-ruas, contoh : nyamuk, lalat, kecoak, kutu, udang, kaki seribu. Arthropoda
berpengaruh bagi kesehatan manusia yaitu sebagai vektor (penular) penyakit dan
arthropoda yang dapat memindahkan suatu penyakit dari orang yang sakit terhadap
orang yang sehat. Dalam hal ini arthropoda secara aktif menularkan mikroorganisme
penyakit dari penderita kepada orang yang sehat dan juga sebagai hospes intermedier
dari mikroorganisme tersebut, contoh : nyamuk dan lalat. Arthropoda juga dapat
Nyamuk
Nyamuk termasuk dalam kelas insekta (hexapoda) dan ordo diphtera. Kelas ini disebut
kelas hexapoda karena mempunyai 6 kaki. Pada prinsipnya morfologi dan susunan
tubuh kelas insekta ini sesuai dengan ciri-ciri umum dari filum arthropoda yaitu
kepala, toraks, abdomen dengan bagian tubuhnya mempunyai batas batas yang jelas.
langsing serta terdiri atas 15 segmen. Antena dapat digunakan sebagai kunci untuk
membedakan kelamin pada nyamuk dewasa. Antena nyamuk jantan lebih lebat
daripada nyamuk betina. Bulu lebat pada nyamuk jantan disebut plumose sedangkan
pada nyamuk betina yang jumlahnya lebih sedikit disebut pilose (Lestari, 2009).
Palpus dapat digunakan sebagai kunci identifikasi karena ukuran dan
organ sensorik yang digunakan untuk mendeteksi karbon dioksida dan mendeteksi
tubuh membungkuk serta memiliki bagian tepi sayap yang bersisik (Lestari, 2009).
Menurut Thielman dan Hunter (2007) dalam Lestari (2009), dada terdiri atas
terbesar dan pada bagian atas disebut scutum yang digunakan untuk menyesuaikan
saat terbang. Sepasang sayap terletak pada mesotoraks. Nyamuk memiliki sayap yang
dengan sisik. Kaki terdapat pada setiap segmen dan dilengkapi dengan sisik. Perut
nyamuk tediri atas sepuluh segmen, biasanya yang terlihat segmen pertama hingga
reproduksi. Nyamuk betina memiliki 8 segmen yang lengkap, akan tetapi segmen 9
dan 10 biasanya tidak terlihat dan memiliki cerci yang melekat pada segmen ke 10.
Beberapa jenis nyamuk, seperti Culex dan Mansonia memiliki ujung perut yang
tumpul (Lestari, 2009). Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1:1, nyamuk
jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul nyarnuk betina, dan
nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang, sampai nyamuk betina
keluar dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan
langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina
hanya sekali kawin. Dalam perkembangan telur tergantung kepada beberapa faktor
antara lain temperatur dan kelembaban serta species dari nyamuk (Lestari, 2009).
Bagian mulut pada nyamuk betina, membentuk probosis panjang untuk menembus
kulit mamalia (atau dalam sebagian kasus, burung atau juga reptilia dan amfibi untuk
menghisap darah. Nyamuk betina memerlukan protein untuk pembentukan telur dan
kebanyakan nyamuk betina perlu menghisap darah untuk mendapatkan protein yang
diperlukan. Nyamuk jantan berbeda dengan nyamuk betina, dengan bagian mulut yang
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna
hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih
vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada
tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan
identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua (Nursakinah, 2008). Nyamuk ini hidup di dalam
dan di sekitar rumah. Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia (anthropophilic)
daripada darah binatang. Nyamuk ini memiliki kebiasaan menghisap darah pada jam
08.00-12.00 WIB dan sore hari antara 15.00-17.00 WIB. Kebiasaan menghisap darah
1998).
keduanya terletak pada garis putih yang terdapat pada bagianscutumnya. Scutum
A.albopictus berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya
(Gandahusada, 1998). Nyamuk betina aktif di luar ruangan yang teduh dan terhindar
dari angin. Nyamuk ini aktif menggigit pada siang hari. Puncak aktivitas menggigit ini
bervariasi tergantung habitat nyamuk meskipun diketahui pada pagi hari dan petang
b. Nyamuk Anopheles
Sering orang mengenalnya sebagai salah satu jenis nyamuk yang menyebabkan
penyakit malaria. Ciri nyamuk ini adalah hinggap dengan posisi menukik atau
membentuk sudut Warnanya bermacam-macam, ada yang hitam, ada pula yang
(Gandahusada, 1998).
pada pukul 23.00 WIB kemudian turun dan meningkat lagi pada pukul 02.00 dan 03.00
dini hari, sedangkan aktivitas menggigit di luar rumah terjadi peningkatan pada pukul
24.00 WIB dan kemudian turun dan meningkat lagi pada pukul 05.00 dini hari.(Rosa,
2009)
c. Nyamuk Culex
Nyamuk C. quinquefasciatus memiliki tubuh berwarna
berwarna lebih pucat pada bagian bawah, scutum berwarna kecoklatan dan terdapat
warna emas dan keperakan di sekitar sisiknya. Sayap berwarna gelap, kaki belakang
memiliki femur yang berwarna lebih pucat, seluruh kaki berwarna gelap kecuali pada
dalam maupun luar ruangan (Russel, 1996). Spesies ini sering ditemukan di dalam
rumah dan nyamuk betina merupakan nyamukyang aktif pada malam hari. Nyamuk
ini lebih menyukai menggigit manusia setelah matahari terbenam (Lestari, 2009).
d. nyamuk mansonia
Scutellum trilobi
Alat :
1. Petridish
2. Pipet tetes
3. Mikroskop
4. Jarum seksi
5. Pinset
6. Loupe
Bahan :
1. Chloroform
2. Kapas
Cara Kerja
- Mikroskop
- Pinset
- Jarum Seksi
- Pipet tetes
- Objek Glass
- Cover Glass
- Chloroform
- Aquadest/garam fisiologis
- Nyamuk
Cara Kerja
- Chloroform
- Lalat
Cara Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Menangkap lalat dan membunuh dengan chloroform dengan cara
dimasukkan kapas yang telah dibasahi chloroform ke dalam wadah yang
3. Memindahkan lalat yang sudah mati ke dalam petridih, lalu diamati
dengan menggunakan loupe/mikroskop dipastikan lalat pada posisi
tengkurap.
4. Mencatat ciri-ciri lalat yang telah diamati lalu dibandingkan dengan
kunci identifikasi.