DOSEN :
Hary Budiman, SKM, M.Kes.
DISUSUN OLEH:
Nada Santika (15-0002)
PADANG
2016
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
Vektor Penyakit.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan
ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik
dan oleh karenanya,penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima
masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Dan semoga sengan selesainya
makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan teman-teman. Amin.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISIii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG. 1
1.2 TUJUAN 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI VEKTOR.. 2
2.1 JENIS JENIS VEKTOR 2
2.3 CONTOH VEKTOR. 4
2.4 PENGENDALIAN VEKTOR. 16
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN.21
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan saat ini diarahkan untuk menekan angka kematian yang
disebabkan oleh berbagai penyakit yang jumlahnya semakin meningkat. Masalah umum yang
dihadapi dalam bidang kesehatan adalah jumlah penduduk yang besar dengan angka
pertumbuhan yang cukup tinggi dan penyebaran penduduk yang belum merata, tingkat
pendidikan dan 4ector ekonomi yang masih rendah. Keadaan ini dapat menyebabkan
lingkungan fisik dan biologis yang tidak memadai sehingga memungkinkan berkembang
biaknya 4ector penyakit (Menkes, 2010).
Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi menyebarkannya
dengan membawa 4ector4n dari satu inang ke yang lainnya. Vektor juga merupakan
anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent dari sumber
Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang
termasuk kelompok 4ector dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping
mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit seperti yang sudah di
jelaskan di atas (Nurmaini,2001). Penyakit yang ditularkan melalui 4ector masih menjadi
penyakit endemis yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat
menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian
atas penyebaran 4ector tersebut (Menkes, 2010).
1.2 Tujuan
Mengetahui definisi, jenis-jenis 4ector penyakit, peranan yang dapat merugikan manusia,
serta mengetahui cara pengendaliannya.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tapi menyebarkannya dengan
membawa patogen dari satu inang ke yang lain. Berbagai jenis nyamuk, sebagai contoh,
berperan sebagai vektor penyakit malaria yang mematikan. Pengertian tradisional dalam
kedokteran ini sering disebut "vektor biologi" dalam epidemiologi dan pembicaraan umum.
Dalam terapi gen, virus dapat dianggap sebagai vektor jika telah di-rekayasa ulang dan
digunakan untuk mengirimkan suatu gen ke sel targetnya. "Vektor" dalam pengertian ini
berfungsi sebagai kendaraan untuk menyampaikan materi genetik seperti DNA ke suatu
sel. (Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).
Vektor penyakit merupakan arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit sehingga
dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagaivektor borne
diseases yang merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun
epidemis dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan sampai kematian.
Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciri-
ciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya
karena hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang, Berikut jenis dan klasifikasi
vektor yang dapat menularkan penyakit :
2
Arthropoda yang dibagi menjadi 4 kelas :
Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu diperhatikan
dalam pengendalian adalah :
Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus exantyematicus.
Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai binatang
pengganggu antara lain:
3
a. Tikus besar, (Rat) Contoh :
Arthropoda [arthro + pous ] adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri dari organ
yang mempunyai lubang eksoskeleton bersendi dan keras, tungkai bersatu, dan termasuk
di dalamnya kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan
speciesnya penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organisme yang dapat
menularkan penyakit pada manusia.
A. Nyamuk
a. Telur
4
Gambar telur nyamuk Aedes aegypti. dapat dilihat pada Gambar berikut ini
b. Larva
5
Gambar larva Aedes aegypti.dapat dilihat pada Gambar dibawah ini
c. Pupa
6
d. Imago (nyamuk dewasa)
7
2. Perkembangan dan habitat nyamuk
Perkembangbiakkan Nyamuk
d. Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk anopheles vagus,
indefinitus, leucosphirus untuk tempat berkembang biak.
e. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi
anopheles acunitus, vagus, barbirotus, anullaris untuk berkembang biak (Nurmaini,
2003).
8
Habitat Nyamuk
Tempat perindukan di luar rumah antara lain dapat ditemukan di drum, kaleng
bekas, botol bekas, pot bekas, pot tanaman hias yang terisi air hujan dan lain-lain.
Tempat perindukan nyamuk juga dapat ditemukan pada tempat penampungan air
alami misalnya pada lubang pohon dan pelepah-pelepah daun (Gandahusada,
1998).
9
B. Lalat.
Stadium ini berlangsung selama 12-24 jam. Bentuk telur lalat adalah oval panjang
dan berwarna putih, besar telur 0,8-2 mm. Telur dapat dihasilkan oleh lalat betina
sebanyak 150-200 butir. Lamanya stadium ini dapat dipengaruhi oleh faktor panas
dan kelembaban, tempat bertelur dimana semakin panas semakin cepat menetas dan
berlaku sebaliknya. Telur diletakkan pada bahan-bahan organik yang lembab
seperti sampah, kotoran binatang, kotoran manusia atau bahan-bahan lain yang
berasal dari binatang dan tumbuhan yang membusuk.
1. Tingkat I --- Telur yang baru menetas disebut instar I, berukuran panjang 2
mm, berwarna putih, tidak bermata dan berkaki, sangat aktif dan ganas terhadap
makanan, setelah 1-4 hari melepas kulit dan keluar menjadi instar II.
2. Tingkat II --- Ukuran besarnya dua kali dari instar I, setelah beberapa hari
maka kulit akan mengelupas dan keluar instar III dan banyak bergerak.
10
3. Tingkat III --- Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memerlukan
waktu 3-9 hari, larva tidak banyak bergerak, larva berpindah ke tempat yang kering
dan sejuk untuk berubah menjadi kepompong.
Stadium Ketiga (Stadium Pupa atau Kepompong)
Pada stadium ini jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh
dewasa, stadium ini berlangsung 3-9 hari atau tergantung suhu setempat yang
disenangi lebih kurang 35C. Pupa ini berwarna coklat hitam dan berbentuk
lonjong. Pada stadium ini tubuh larva telah menjadi dewasa, kurang bergerak (tak
bergerak sama sekali). Setelah stadium ini selesai maka melalui celah lingkaran
pada bagian anterior akan keluar lalat muda.
Stadium ini adalah stadium terakhir yang sudah berwujud serangga yaitu
lalat. Untuk menjadi lalat dewasa yang matang dan siap untuk melakukan
perkawinan memerlukan waktu kurang lebih dari 15 jam. Umur lalat dewasa dapat
mencapai 2-4 minggu.
Kebiasaan Makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan yang satu ke
makanan yang lain. Lalat sangat tertarik pada makanan yang dimakan oleh manusia
sehari-hari, seperti gula, susu dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah.
Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair atau
makan yang basah, sedangkan makanan yang kering dibasahi oleh ludahnya
terlebih dahulu lalu dihisap.
11
Tempat Istirahat
Pada siang hari bila lalat tidak makan, mereka akan beristirahat pada lantai,
dinding, langit-langit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik, serta lalat
menyukai tempat-tempat tepi yang tajam dan permukaannya vertikal. Biasanya
tempat istirahatnya terletak berdekatan dengan tempat makanannya atau tempat
berbiaknya dan biasanya terlindung dari angin. Tempat istirahat tersebut biasanya
tidak lebih dari 4,5 meter dari atas permukaan tanah.
Berbagai penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain virus, bakteri,
protozoa dan telur cacing yang menempelpada tubuh lalat dan ini tergantung dari
spesiesnya. Lalat Musca domestica dapat membawa telur cacing (Oxyrus
vermicularis, Tricuris trichiura, Cacing tambang, dan Ascaris lumbricoides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamlia, dan Balantidium coli), bakteri
usus (Salmonella, Shigella dan Eschericia coli), Virus polio, Treponema
pertenue (penyebab frambusia), dan Mycobacteriumtuberculosis. Lalat domestica
dapat bertindak sebagai vector penyakit typus, disentri, kolera, dan penyakit kulit.
Lalat Fannia dewasa dapat menularkan berbagai jenis penyakit myasis (Gastric,
Intestinal, Genitaurinary). Lalat Stomoxys merupakan penyakit surra (disebabkan
oleh Trypanosima evansi), anthraks, tetanus, yellow fever, traumatic miasis
dan enteric pseudomiasis(walaupun jarang). Lalat hijau (paenicia dan chrysomya)
dapat menularkan penyakit myasis mata, tulang dan organ lain melalui luka.
Lalat Sarcophaga dapat menularkan penyakit myasis kulit, hidung, sinus, jaringan
vagina dan usus.
12
C. Tungau
1. Siklus hidup
Seluruh siklus/daur hidup tungau telinga Otodectes cynotis, mulai dari telur
hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 21 hari. Daur tersebut melaui beberapa
tahap dan mengalami perubahan bentuk.
Tahap 1: Telur
Setelah dewasa, tungau betina biasanya bertelur setiap hari. Setiap hari rata-rata
menghasilkan 5 butir telur. Telur-telur tersebut diletakan di saluran telinga
kucing. Setelah 4 hari telur tersebut menetas menjadi larva.
Tahap 2: Larva
Setelah menetas, larva tungau hidup dan makan selama 4 hari kemudian
beristirahat selama 24 jam. Selama masa istirahat tersebut terjadi pergantian kulit
(molting) menuju tahap berikutnya.
Tahap 3: Nimfa
Pada tahap ini bentuk tungau sudah seperti bentuk dewasanya. Bentuk nimfa ini
terdiri dari dua fase yaitu protonimfa dan deutonimfa. Masing-masing fase nimfa
makan selama 3-5 hari, istirahat , kemudian molting menuju tahap berikutnya.
13
Tahap 4: Tungau Dewasa
Tungau dewasa berukuran + 0.4 mm, berwarna putih-krem atau kecoklatan dan
dapat diihat oleh mata telanjang. atau kaca pembesar. Tungau teinga hidup
dengan memakan sekresi telinga dan jaringan kulit saluran telinga yang
mengelupas. Tungau dewasa dapat hidup dan mencapai umur 2 bulan.
2. Habitat
14
Asma bronkial
Tifus Semak (s c h r u b t y p h u s )
Demodicosis
15
Tingkat intensitas tungau untuk menyerang lebih rendah anak-anakdisebabkan
karena anak-anak memproduksi sebum lebih sedikit. Tungauditransfer antara host
melalui kontak rambut, alis dan kelenjar sebaceous padahidung.
Rosacea
A. Metode Pengendalian
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk mengurangi atau
menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu dengan maksud pencegahan atau
pemberantasan penyakit yang ditularkan atau gangguan (nuisance) oleh vektor dan binatang
pengganggu tersebut.
Menurut WHO (Juli Soemirat,2009:180), pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan
bagi beberapa macam penyakit karena berbagai alasan :
1. Penyakit tadi belum ada obatnya ataupun vaksinnya, seperti hamper semua penyakit
yang disebabkan oleh virus.
2. Bila ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum efektif, terutama
untuk penyakit parasiter
3. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia, sehingga sulit
dikendalikan.
4. Sering menimbulkan cacat, seperti filariasis dan malaria.
5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat seperti insekta yang
bersayap
Ada beberapa cara pengendalian vektor dan binatang pengganggu diantaranya adalah sebagai
berikut.
16
1. Pengendalian kimiawi
Cara ini lebih mengutamakan penggunaan pestisida/rodentisida untuk peracunan.
Penggunaan racun untuk memberantas vektor lebih efektif namun berdampak masalah
gangguan kesehatan karena penyebaran racun tersebut menimbulkan keracunan bagi petugas
penyemprot maupun masyarakat dan hewan peliharaan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1960-an
yang menjadi titik tolak kegiatan kesehatan secara nasional (juga merupakan tanggal
ditetapkannya Hari Kesehatan Nasional), ditandai dengan dimulainya kegiatan pemberantasan
vektor nyamuk menggunakan bahan kimia DDT atau Dieldrin untuk seluruh rumah penduduk
pedesaan. Hasilnya sangat baik karena terjadi penurunan densitas nyamuk secara drastis,
namun efek sampingnya sungguh luar biasa karena bukan hanya nyamuk saja yang mati
melainkan cicak juga ikut mati keracunan (karena memakan nyamuk yang keracunan), cecak
tersebut dimakan kucing dan ayam, kemudian kucing dan ayam tersebut keracunan dan mati,
bahkan manusia jugs terjadi keracunan Karena menghirup atau kontak dengan bahan kimia
tersebut melalui makanan tercemar atau makan ayam yang keracunan.
Selain itu penggunaan DDT/Dieldrin ini menimbulkan efek kekebalan tubuh pada nyamuk
sehingga pada penyemprotan selanjutnya tidak banyak artinya. Selanjutnya bahan kimia
tersebut dilarang digunakan. Penggunaan bahan kimia pemberantas serangga tidak lagi
digunakan secara missal, yang masih dgunakan secra individual sampai saat ini adalah jenis
Propoxur (Baygon). Pyrethrin atau dari ekstrak tumbuhan/bunga-bungaan.
Untuk memberantas Nyamuk Aedes secara missal dilakukan fogging bahan kimia jenis
Malathion/Parathion, untuk jentik nyamuk Aedes digunakan bahan larvasida jenis Abate yang
dilarutkan dalam air. Cara kimia untuk membunuh tikus dengan menggunakan bahan racun
arsenic dan asam sianida. Arsenik dicampur dalam umpan sedangkan sianida biasa dilakukan
pada gudang-gudang besar tanpa mencemai makanan atau minuman, juga dilakukan pada
kapal laut yang dikenal dengan istilah fumigasi. Penggunaan kedua jenis racun ini harus
sangat berhati-hati dan harus menggunakan masker karena sangat toksik terhadap tubuh
manusia khususnya melalui saluran pernafasan.
17
Penggunaan bahan kimia lainnya yang tidak begitu berbahaya adalah bahan attractant dan
repellent. Bahan Attractant adalah bahan kimia umpan untuk menarik serangga atau tikus
masuk dalam perangkap. Sedangkan repellent adalah bahan/cara untuk mengusir serangga
atau tikus tidak untuk membunuh. Contohnya bahan kimia penolak nyamuk yang dioleskan
ke tubuh manusia (Autan, Sari Puspa, dll) atau alat yang menimbulkan getaran ultrasonic
untuk mengusir tikus (fisika).
2. Pengendalian Fisika-Mekanika
Cara ini menitikberatkan kepada pemanfaatan iklim/musim dan menggunakan alat penangkap
mekanis antara lain :
a. Pemasangan perangkap tikus atau perangkap serangga
b. Pemasangan jarring
c. Pemanfaatan sinar/cahaya untuk menarik atau menolak (to attrack and to repeal)
d. Pemanfaatan kondisi panas dan dingin untuk membunuh vektor dan binatang
penganggu.
e. Pemanfaatan kondisi musim/iklim untuk memberantas jentik nyamuk.
f. Pemanfaatan suara untuk menarik atau menolak vektor dan binatang pengganggu.
g. Pembunuhan vektor dan binatang pengganggu menggunakan alat pembunuh (pemukul,
jepretan dengan umpan, dll)
h. Pengasapan menggunakan belerang untuk mengeluarkan tikus dari sarangnya sekaligus
peracunan.
i. Pembalikan tanah sebelum ditanami.
j. Pemanfaatan arus listrik dengan umpan atau attracktant untuk membunuh vektor dan
binatang pengganggu (perangkap serangga dengan listrik daya penarik menggunakan
lampu neon).
3. Pengendalian Biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan dua cara, yakni :
a. Memelihara musuh alaminya
18
Musuh alami insekta dapat berupa pemangsanya ataupun mikroba penyebab
penyakitnya. Untuk ini perlu diteliti lebih lanjut pemangsa dan penyebab penyakit mana
yang paling efektif dan efisien mengurangi populasi insekta. Untuk ni perlu juga dicari
bagaimana caranya untuk melakukan pengendalian pertumbuhan pemangsa dan penyebab
penyakit ini apabila populasi vektor sudah terkendali jumlahnya.
b. Mengurangi fertilitas insekta
Untuk cara kedua ini pernah dilakukan dengan meradiasi insekta jantan sehingga
steril dan menyebarkannya di antara insekta betina. Dengan demikian telur yang dibuahi
tidak dapat menetas. Cara kedua ini masih dianggapa terlalu mahal dan efisiensinya masih
perlu dikaji.
B. Pemantauan
Pengendalian vektor penyakit ini merupakan konsep yang relative baru. Pada awalnya
orang berpikir tentang pembasmian vektor. Akan tetapi kemudian tampak bahwa pembasmian itu
sulit dicapai dan kurang realistis dilihat dari sisi ekologis. Oleh karenanya pengendalian vektor
saat ini akan ditujukan untuk mengurangi dan mencegah penyakit bawaan vektor sejauh dapat
dicapai dengan keadaan social-ekonomi yang ada serta keadaan endemic penyakit yang ada.
Oleh karenanya pemantauan keadaan populasi insekta secara kontinu menjadi sangat penting.
Pengendalian secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan untuk jangka panjang,
ditunjang dengan pemantuan yang kontinu. Untuk ini diperlukan berbagai parameter pemantauan
dan pedoman tindakan yang perlu diambil apabila didapat tanda-tanda akan terjadinya kejadian
luar biasa/wabah.
Parameter vektor penyakit yang dipantau antara lain adalah :
1. Indeks lalat untuk kepadatan lalat
2. Indeks pinjal untuk kepadatan pinjal
3. Kepadatan nyamuk dapat dinyatakan sebagai Man Biting Rate (MBR), indeks container, indeks
rumah, dan/atau indeks Breteau
Tindakan khusus diambil apabila kepadatan insekta meningkat cepat dan dikhawatirkan
akan terjadi wabah karenanya. Tindakan sedemikian dapat berupa :
19
1. Intensifikasi pemberantasan sarang seperti perbaikan saluran drainase, kebersihan saluran dan
reservoir air, menghilangkna genangan, mencegah pembusukan sampah, dan lain-lain.
2. Mobilisasi masyarakat untuk berperan serta dalam pemberantasan dengan memelihara
kebersihan lingkungan masing-masing
3. Melakukan penyemprotan insektisida terhadap vektor dewasa didahului dengan uji resistensi
insekta terhadap insekta yang akan digunakan
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Vektor penyakit merupakan vector yang berperan sebagai penular penyakit. Vektor
penyakit akibat serangga dikenal dengan arthropod borne diseases atau sering juga
disebut sebagai vector borne diseases
2. Jenis-jenis dan klasifikasi vector penyakit yaitu phylum Arthropoda yang terdiri dari
crustacea Kelas Myriapoda Kelas Arachinodea Kelas hexapoda dan phylum chodata yaitu
berupa tikus.
3. Peranan vektor penyakit adalah sebagai pengganggu dan penular penyakit dari host ke
pejamu (manusia)
4. Pengendalian yang dapat dilakukan dalam mengendalikan vector penyakit adalah
Pengendalian Vektor secara Terpadu (PVT), Pengendalian secara alamiah (naturalistic
control) dan Pengendalian terapan (applied control).
21
DAFTAR PUSTAKA
http://puskesmas-wanasari-brebes.blogspot.co.id/2013/01/vektor-penyakit-penyakit-
berbasis.html
http://rahmisafitriani.blogspot.co.id/2014/10/siklus-hidup-dan-bionomik-vektor.html
http://rahmisafitriani.blogspot.co.id/2014/10/siklus-hidup-dan-bionomik-vektor.html
http://erickhlagi.blogspot.co.id/2013/03/lalat-merupakan-vektor-penyakit-dan.html
http://makala-kesehatan.blogspot.co.id/2015/02/makalah-vektor-lalat.html