Anda di halaman 1dari 16

Terminologi

Arbovirus : kependekan dari Arthropod Borne Virus, merupakan golongan


virus penyebab penyakit yang ditularkan oleh vektor/binatang
kelompok Arthropoda antara lain nyamuk, lalat dan lain-lain.

Virus Dengue : Anggota keluarga virus Flaviviridae dan di tularkan ke


manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus.

Demam Berdarah : Penyakit akut yang di sebabkan oleh virus Dengue, yang di
tularkan oleh nyamuk, penyakit ini di temukan di daerah tropis,
sub-tropis dan menjangkit luas di daerah Asia Tenggara.

Vektor : Jasad (biasanya serangga) yang dapat menularkan parasit pada


manusia atau hewan secara aktif.

Hipotesis
Nina di duga menderita Demam Berdarah stadium I, dengan ciri ciri demam tinggi selama 4
hari, dan turun pada hari ke-5, lemah, nyeri kepala, nyeri perut, tidak mimisan dan gusi tidak
berdarah. Penyakit ini di sebabkan oleh virus Dengue (arbovirus) dengan vektor nyamuk
Aedes aegypti.
Skenario
Nina, seorang anak perempuan berusia 7 tahun, sudah 5 hari tidak masuk sekolah
karena demam tinggi terus menerus yang hanya turun sedikit bila di beri pnurun panas. Hari
ini sejak pagi Nina sudah tidak demam sehingga orangtuanya merasa tidak perlu kontrol lagi,
tapi karena Nina mengeluh masih lemas dan nyeri kepala serta nyeri perut maka Nina tidak
masul sekolah lagi. Sore harinya Nina makin lemas sehingga orangtuanya membawa Nina ke
UGD RS YARSI.

Menurut orangtuanya Nina tidak mimisan atau mangalami gusi berdarah. Dokter
mencurigai Nina menderita Demam Berdarah Dengue stadium I dan meminta pemeriksaan
darah dan rontgen dada serta menyatakan Nina perlu di rawat inap segera. Dokter juga
menjelaskan bahwa peyakit Nina disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang merupakan
arbovirus dan di tularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti.
Sasaran Belajar
L.O.1. Memahami dan menjelaskan tentang arbovirus

1.1. Definisi arbovirus

1.2. Klasifikasi

1.3. Morfologi dan Sifat

1.4. Trasmisi

1.5. Virus dengue

L.O.2. Memahami dan Menjelaskan tentang virus Dengue (DBD)

2.1. Definisi Demam Berdarah Dengue

2.2. Etiologi

2.3. Patogenesis

2.4. Manifestasi

2.5. Diagnosis

2.6. Pemeriksaan fisik dan penunjang

2.7. Penatalaksanaan

2.8. Prognosis

L.O.3. Memahami dan Menjelaskan vektor virus Dengue (Aedes aegypti)

3.1. Definisi

3.2. Morfologi dan Sifat

3.3. Epidemiologi

3.4. Siklus hidup

3.5. Transmisi

3.6. Pemberantasan dan Pencegahan


L.O.1. Memahami dan menjelaskan tentang arbovirus

1.1. Definisi
Arbovirus adalah arthipod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda, yang
bersifat zoonotik. Virus ini termasuk genus Flavivirus dan famili Flaviviridae.

1.2. Klasifikasi
1. Togaviridae (Alfavirus)
2. Flaviviridae (Flavivirus)
3. Bunyaviridae (Bunyavirus, Phlebovirus, Nairovirus, Hantavirus)
4. Reoviridae (Orbivirus,Caltivirus)
5. Rhabdoviridae (Vesiculovirus)
6. Arenairidae (Arenavirus)
7. Filiridae (Filavirus)

1.3. Morfologi dan Sifat


a. Togaviridae (Alfavirus)
Genom togavirus terdiri dari RNA rantai tunggal berpolaritas positif, kapsidnya
berupa satu spesies protein yang tersusun dalam konfigurasi ikosanedral.
Nukleokapsid diselubungi oleh 2 lapis lemak yang didapat dari membran plasma sel
penjamu. Protein kapsid alfavirus mempunyai struktur yang mirip dengan type
common antigen spesifik genus. Pada selubung juga terdapat determinan antigen yang
mendasari pengelompokan virus ini dalam komplek virus/antigen komplek.
b. Flaviviridae (Flavivirus)
Flavivirus mempunyai RNA rantai tunggal berukuran 12,7 kilobosa (Kb) dan berat
molekul 4,5x106 dalton. Virus ini berbentuk sirkuler/filamon, diameter 80 nm dan
panjangnya bervariasi 1000 14000 nm. Virus ini berselubung, bereplikasi
disitoplasma dan dilepaskan dari sel melaui tunas membran sel. Virus marburg dab
ebola stabil pada suhu kamar, tetapi hancur dalam 30 menit pada suhu 60C.
c. Bunyaviridae (Bunyavirus)
Partikel bulat berukuran 80 120 nm. Genom : rantai untai tunggal, negatif atau
ambisense, bersegmen 3, ukuran total 11 21 kb. Virion mengandung transkriptase 4
polipetida mayor.
d. Rhabdoviridae (Vesicoluvirus)
Virus rabies berbentuk bulat panjang dengan panjang 60 400 nm dan lebar 60 85
nm, diliputi oleh selubung yang mempunyai tonjolan tonjolan (glikoprotein) seperti
paku yang panjangnya 10 nm. Didalamnya terdapat Ribonukleokapsid dan dengan
gen berserat tunggal. Asam nukleat terdiri dari RNA dengan berat molekul 3,5 x 106
dalton.

1.4. Trasmisi
Penyebab infeksi ditularkan oleh artropoda penghisab darah dari satu inang vertebarta ke
inang vertebrata lainnya. Dapat berkembangbiak dalam jaringan artropoda. Vektor menderita
infeksi seumur hidup dan dapat bertahan di alam melalui penularan transovarian pada
artropoda.

L.O.2. Memahami dan menjelaskan tentang infeksi virus Dengue (DBD)

2.1. Definisi
Penyakit demam berdarah dengue atau disingkat DBD adalah suatu penyakit yang di
sebabkan oleh virus Dengue yang di bawa oleh nyamuk Aedes aegypti betina lewat air liur
gigitan saat menghisap darah manusia. Selama nyamuk Aedes aegypti tidak terkontaminasi
virus Dengue maka gigitan nyamuk tidak berbahaya. Jika nyamuk tersebut menghisab darah
penderita demam berdarah dengue maka nyamuk menjadi berbahaya karena bisa menularkan
virus Dengue yang mematikan.

2.2. Etiologi
Demam berdarah Dengue di sebabkan oleh virus Dengue, yang termasuk dalam genus
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri
dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4v106.

Terdapat reaksi silang antara serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN3, dan DEN-4, yang
menyebabkan demam Dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe di temukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara
serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis dan West
Nile virus.

Dalam labolatorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing kelelawar dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus Dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda
menunjukan virus Dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.

2.3. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melaui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.
aegypti dan A.albopictus). peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainya).

Beberapa faktor di ketahui berkaitan dengan peningkatan trasmisi biakan virus dengue yaitu :

1. Vektor : perkembangbiakn vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di


lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.
2. Penjamu : terdapatnya penderita dilingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.

2.4. Patogenesis
Patogenensis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme emunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom rejatan dengue.

Respon imun yang di ketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :

a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang di mediasi komplemen dan sitotoksisitas yang di mediasi antibodi.
Antibodi terhadap virus Dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada
monosit atau makrofag. Hipotesis ini di sebut antibody dependent enhancement
(ADE).
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T- sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus Dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 da limfokin, sedanhkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6
dan IL-10.
c. Monosit dan makrofag berperan dalam dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
sekresi sitokin oleh makrofag.
d. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang
menyatakan bahwa DHF (dengue haemorrhagic fever) terjadi bila seseorang terinfeksi
ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik
antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.

Kurane dan ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain,
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang
memfagositosis kompleks virus antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di
makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus Dengue menyebabkan aktivasi T-helper
dan T-sitotoksik sehingga di produksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma
akan mengaktivasi monosit sehingga di sekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-
, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan disfungsi
sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melaui
aktivasi oleh kompleks virus antibodi yang juga mengakibatkan kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :

1. Supresi sumsum tulang


2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukan keadaan hiposeluler
dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses
hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat
terjadi trombositopeniajustru menunjukan kenaikan, hal ini menujukan terjadinya stimulasi
trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi
trombosit terjadi melaui peningkatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi
trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gagguan fungsi trombosit
terjadi melaui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan
PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit.

Koagulopati terjadi senbagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melaui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melaui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein Cl-inhibitor
complex).

2.5. Manifestasi klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau berupa demam yang
tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD).

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis
selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.

2.6. Diagnosis
Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka deamam dengue
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan
darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif di sertai gambaran limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti di dapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase polymerase Chain
Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologi yang mendeteksi
adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG lebih
banyak.
Tabel 1. Klasifiaksi derajat penyakit infeksi virus

DD/DBD Deraja Gejala Laboratorium


t
DD Demam disertai 2 atau lebih tanda : Leukopenia
sakit kepala,nyeri retro-orbital, Trombositopenia, tidak
mialgia, artralgia ditemukan kebocoran
plasma
DBD I Gejala diatas ditambah uji bendung Trombositopenia
positif (<100.000/l), bukti
ada kebocoran plasma
DBD II Gejala di atas di tambah pendarahan Trombositopenia
spontan (<100.000/l), bukti
ada kebocoran plasma
DBD III Gejala diatas ditambah kegagalan Trombositopenia
sirkulasi (kulit dingin dan lembab (<100.000/l), bukti
serta gelisah) ada kebocoran plasma
DBD IV Syok berat di sertai dengan tekanan Trombositopenia
darah dan nadi tidak terukur (<100.000/l), bukti
ada kebocoran plasma

Parameter laboratoris yang dapat di periksa antara lain :

Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat di temui limfositosis
relatif ( >45 % dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15
% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hematokrit : kebocoran plasma di buktikan dengan di temukanya peningkatan
hematokrit 20 % dari hematokrit awal, umunya di mulai pada hari ke-3 demam.
Hemostatis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang di curigai terjadi pendarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT dapat meningkat.
Ureum,kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi), bila akan ditransfusi darah atau
komponen darah.
Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
Uji HI : di lakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan,uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
NS 1 : antigen NS 1 dapat di deteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke-
8. Sensitivitas antigen NS 1 berkisar 63% - 93,4% dengan spesefitas 100% sama
tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negatif antigen NS 1
tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.

2.7. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kana tetapi apabila terjadi
perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat di jumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan
foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada posisi
badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.

Demam Dengue (DD). Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan
dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :

Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/artralgia
Ruam kulit
Manifestasi pendarahan (petekie atau uji bendung positif)
Leukopenia
Dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

Demam Berdarah dengue (DBD). Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD
ditegakan bila semua hal dibawah ini dipenuhi :

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi pendarahan berikut :
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
- Pendarahan mukosa (tersering epistaksis atau pendarahan gusi), atau pendarahan
dari tempat lain.
- Hematemesis atau melena.
Trombositopenia (jumlah leukosit < 100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda- tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut :
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara demam dengue dan demam
berdarah dengue adalah di temukanya kebocoran plasma pada demam berdarah dengue.

2.8. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan
terapi suportif yang edekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%.
Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan paling penting dalam penanganan
DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral
pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena
untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.

Perhimpuanan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi
Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi hematologi dan Onkologi Medik Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia telah Menyususn protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa
berdasarkan kriteria :

Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi.
Praktis dalam pelaksanaannya
Mempertimbangkan cost effectiveness

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :

1. Protokol 1. Penanganan Tersangka (probable) DBD Dewasa Tanpa Syok


Protokol 1 digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada
penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga di pakai
sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan
pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :
Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 150.000, pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik
dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht lekosit dan
trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali
ke Unit Gawat Darurat.
Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk di rawat.
Hb,Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk di
rawat.

2. Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat


Pasien yang tersangka DBD tanpa pendarahan spontan dan masif dan tanpa syok
maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus
seperti berikut :
1500 + {20 x (BB dalam kg 20)}

Contoh :

Volume rumatan untuk BB 55 kg : 1500 + { 20 x (55-20)} = 2200 ml. Setelah pemberian


cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :

Bila Hb, Ht meningkat 10 20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian cairan
tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht trombo dilakukan tiap 12 jam.
Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai
dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.

3. Protokol 3. Penatalakasanaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%


Meningkatnya Ht > 20% menunjukan bahwa tubuh mangalami defisit cairan sebanyak
5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus
cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam
pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda tanda
hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekana darah stabil, produksi urin meningkat
amka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Dua jam kemuadian
dilakukanpemantauan kembali bila keadaan tetap menunjukan perbaikan maa jumlah
cairan infus dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap
membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi awal cairan 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap
tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekana nadi
menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikan jumlah
cairan infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan
kembali dan bila menunjukan perbaikan maka jumlah dikurangi menjadi 5
ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak meninjukan perbaikan maka jumlah infus
dinaikan menjadi 15ml/kgBB/jam dan bila pada perkembangannya kondisi menjadi
memburuk dan didapat pula tanda tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan
protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.
4. Protokol 4. Penatalaksanaan Pendarahan Spontan pada DBD Dewasa
Pendarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : pendarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,
pendarahan saluran cerna (hametemesis dan melena dan hematoskesia), pendarahan
saluran kencing (hematuria), pendaraha otak atau pendarahan tersembunyi dengan
jumlah pendarahan 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan ini jumlah dan kecepatan
pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan
tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan
kewaspadaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda
tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Tranfusi komponen darah di berikan
sesuai indikasi. FFP diberikan apabila didapatkan defesiensi faktor faktor
pembekuan (PT dan aPPT yang memanjang), PRC diberikan apabila nilai Hb kurang
dari 10 g/dl. Tranfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan pendarahan
spotan dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

5. Protokol 5. Tatalaksana sindrom syok Dengue pada Dewasa


Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang
harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu pengganti
cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan
pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL),
hemostatis, analisa gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan
kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi
setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah
sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi > 20 mmHg, frekuensi nadi < 100x/menit
dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis
0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam
waktu 60 120 menit keadaan keadaan tetap stabil pemberian cairan cairan menjadi 5
ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil
pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi
tanda tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian
cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbi cairan plasma yang mengalami
ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus
diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi.

2.9. Prognosis
Infeksi dengue pada umunya mempunyai prognosis yang baik, demam dengue,
demam berdarah dengue tidak ada yang mati. Kematian dijumpai pada waktu terdapat
pendarahan yang berat, syok yang tidak teratasi, efusi pleura, dan asites yang berat
dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh septis karena tindakan dan
lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian terjadi pada kasus
berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada sistem syaraf, kardiovaskular,
pernapasan, darah, dan organ lain.

L.O.3. Memahami dan Menjelaskan tentang vektor virus dengue (Aedes


aegypti)

3.1. Definisi
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab
penyakit demam berdarah. Selain dengue, Aedes aegypti juga merupakan pembawa virus
demam kuning dan chikunguya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua
daerah tropis diseluruh dunia. Aedes aegypti merupakan vektor utama dan bersama A.
albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota.

3.2Morfologi dan sifat


Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk
rumah, mempunyai warna dasar hitam dengan bintik bintik putih terutama dikakinya.
Morfologi yang khas adalah mempunyai gambaran lira yang putih pada punggungnya. Telur
aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris garis dan menyerupai gambaran kain kasa.
Larva aedes aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.

Hanya nyamuk aedes aegypti betina saja yang menyebabkan DBD karena nyamuk betinalah
yang menggigit manusia, yang jantan hanya menghisap sari sari tumbuhan. Hal ini
dikarenakan darah manusia mamiliki nutrien yang baik untuk pertumbuhan telur. Bersifat
diurna atau aktif pada pagi hari hingga siang hari.

3.3. Epidemiologi
Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir seluruh tropis didunia. Di daerah endemik,
80% penduduk bisa mengalami infektif tetapi hanya sekitar 10 20% yang menunjukan
gejala klinis. Infeksi parasit ini tersebar di daerah tropis dan sub tropis seperti Afrika, Asia,
Pasifik selatan dan AS.

3.4. Siklus hidup

Nyamuk betina meletakan telurnya didinding tempat perindukannya 1 2 cm diatas


permukaan air. Seekor nyamuk betina dapat meletakan rata rata 100 butir telur tiap kali
bertelur. Setelah kira kira dua hari telur menetas menjadi larva dan mengadakan pelepasan
kulit sebanyak 4x, lalu tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan
pada telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kira kira 9 hari.
3.5. Transmisi

Transimisi dari rumah ke rumah, menginfeksi manusia yang memiliki viremia. Menyerang
penduduk pada musim hujan dan tropik, nyamk berkembangbiak sepanjang tahun.

3.6. Pencegahan

Mengguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang
berkembang didalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi.
Menutup tempat penampungan air dan tempat sampah sehingga tidak ada nyamuk
yang memiliki akses ke tempat itu untk bertelur.
Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan
tempat nyamuk bertelur.

Daftar Pustaka
Alwi, Idrus dkk. 2010. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.

Jawetz, Melnick, dan Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, pencegahan, dan


Pemberantasan. Jakarta : Erlangga.

http://medent.usyd.edu.au/photos/aedes%20aegypti.htm

http://www.dhpe.org/infect/Arbovirus.html

Anda mungkin juga menyukai