Anda di halaman 1dari 22

SKENARIO 2 DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh : Kelompok A-12 Ketua Sekretaris :Kenaz Fauzie 1102009152

:Carina Rhamadhanis 1102009060 1102009058 1102009059 1102009121 1102009122 1102009123 1102009153 1102008012

Anggota :Buyung Berli Cahya Dwi Lestari Giani Putra Gianni Prakasa Gressi Dwitasari Khairul Ridwan Airlangga

UNIVERSITAS YARSI
2009/2010

SKENARIO 2
DEMAM BERDARAH DENGUE
Nina, seorang anak perempuan berusia 7 tahun, sudah 5 hari tidak masuk sekolah karena demam tinggi terus menerus yang hanya turun sedikit bila diberi penurun panas. Nina sudah dibawa ke Puskesmas 2 hari yang lalu dan sudah diberi obat, serta disarankan untuk segera datang berobat bila tidak ada perbaikan. Hari ini sejak pagi Nina sudah tidak demam sehingga orangtuanya merasa tidak perlu kontrol lagi, tapi karena Nina mengeluh masih lemas dan nyeri kepala serta nyeri perut maka Nina tidak masuk sekolah lagi. Sore harinya Nina makin lemas sehingga orangtuanya membawa Nina ke UGD RS YARSI. Menurut orangtuanya Nina tidak mimisan atau mengalami gusi berdarah. Dokter mencurigai Nina menderita Demam Berdarah Dengue stadium I dan meminta pemeriksaan darah dan rontgen dada serta menyatakan Nina perlu dirawat inap segera. Dokter juga menjelaskan bahwa penyakit Nina disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang merupakan arbovirus dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes Aegypti.

TIU 1. Memahami dan menjelaskan tentang infeksi virus Dengue


TIK 1.1 Menjelaskan tentang infeksi virus Dengue TIK 1.2 Menjelaskan etiologi infeksi virus Dengue TIK 1.3 Menjelaskan epidemiologi infeksi virus Dengue TIK 1.3 Menjelaskan epidemiologi infeksi virus Dengue TIK 1.4 Menjelaskan patogenesis infeksi virus Dengue TIK 1.5 Menjelaskan manifestasi klinis infeksi demam Dengue TIK 1.6 Menjelaskan diagnosis infeksi virus Dengue TIK 1.7 Menjelaskan komplikasi infeksi virus Dengue TIK 1.8 Menjelaskan tatalaksana infeksi Dengue TIK 1.9 Menjelaskan prognosis infeksi demam Dengue

TIU 2. Memahami dan menjelaskan tentang Arbovirus


TIK 2.1. Menjelaskan definisi arbovirus TIK 2.2. Menjelaskan macam-macam virus yang termasuk arbovirus TIK 2.3. Menjelaskan morfologi arbovirus
TIK 2.4 Menjelaskan Fisiologi arbovirus TIK 2.5 Menjelaskan Cara transmisi arbovirus TIK 2.6 Menjelaskan Penyakit yang disebabkan arbovirus

TIU 3. Memahami dan menjelaskan vektor virus demam berdarah dengue


TIK 3.1.. menjelaskan vektor virus demam berdarah dengue TIK 3.2. menjelaskan morfologi virus demam berdarah dengue TIK 3.3 siklus hidup Aedes Aegepty
TIK 3.4 pencegahan dan penanggulangan vektor DBD

TIU 1. Memahami dan menjelaskan tentang infeksi virus Dengue


TIK 1.1 Menjelaskan tentang infeksi virus Dengue Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthtropod Borne Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN4) secara antigenik sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat menghasilkan proteksi silang yang lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe. Keempat serotipe virus dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.

Gambar Virus Dengue dengan TEM micrograph Klasifikasi Virus Group: Family: Genus: Species: Group IV ((+)ssRNA)
Flaviviridae Flavivirus

Dengue virus

TIK 1.2 Menjelaskan etiologi infeksi virus Dengue Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Selain itu dapat juga ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain yang merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis dan subtropis dengan suhu 28-32 OC dan kelembaban yang tinggi serta tidak dapat hidup di ketinggian 1000 m. Vektor utama untuk arbovirus bersifat multiple bitter, antropofilik, dapat hidup di alam bebas, terbang siang hari (jam 08.00-10.00 dan 14.00-16.00), jarak terbang 100 m 1 km, dan ditularkan oleh nyamuk betina yang terinfeksi.

Gambar Nyamuk Aedes aegypti Cara Penularan Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui gigitan. Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ targetnya seperti makrofag, monosit, dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi sel-sel darah putih dan jaringan limfatik. Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di tubuh manusia virus memerlukan waktu masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit. Nyamuk kedua akan menghisap virus yang ada di darah manusia. Kemudian virus bereplikasi di usus dan organ lain yang selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah nyamuk. Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-siap ditularkan kembali kepada manusia lainnya. Periode ini disebut masa tunas ekstrinsik yaitu 8-10 hari. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat emnularkan virus selama hidupnya (infektif). TIK 1.3 Menjelaskan epidemiologi infeksi virus Dengue Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon, dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang juga disebut sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam 5 hari disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan. Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang paling sering terkena ialah 5 14 tahun walaupun saat ini makin banyak kelompok umur lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25/100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna < 2%.

TIK 1.4 Menjelaskan patogenesis infeksi virus Dengue

Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai penjamu terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Beberapa faktor resiko yang dilaporkan pada infeksi Gambar 1.4.2 Penyebaran infeksi virus dengue di dunia tahun virus dengue antara lain 2006. Merah : epidemic dengue, Biru : nyamuk Ae.aegypti serotipe virus, antibodi dengue yang telah ada oleh karena infeksi sebelumnya atau antibodi maternal pada bayi, genetic penjamu, usia penjamu, resiko tinggi pada infeksi sekunder, dan resiko tinggi bila tinggal di tempat dengan 2 atau lebih serotipe yang bersirkulasi tinggi secara simultan. Ada beberapa patogenesis yang dianut pada infeksi virus dengue yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection), teori virulensi, dan hipotesis antibody dependent enhancement (ADE). Hipotesis infeksi sekunder menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai resiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/berat. Antibodi heterolog yang ada tidak akan menetralisasi virus dalam tubuh sehingga virus akan bebas berkembangbiak dalam sel makrofag. Hipotesis antibody dependent enhancement (ADE) adalah suatu proses dimana antibodi nonnetralisasi yang terbentuk pada infeksi primer akan membentuk kompleks antigen-antibodi dengan antigen pada infeksi kedua yang serotipenya heterolog. Kompleks antigen-antibodi ini akan meningkatkan ambilan virus yang lebih banyak lagi yang kemudian akan berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel monosit. Teori virulensi menurut Russel, 1990, mengatakan bahwa DBD berat terjadi pada infeksi primer dan bayi usia < 1 tahun, serotipe DEN-3 akan menimbulkan manifestasi klinis yang berat dan fatal, dan serotipe DEN-2 dapat menyebabkan syok. Hal-hal diatas menyimpulkan bahwa virulensi virus turut berperan dalam menimbulkan manifestasi klinis yang berat. Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder yang dirumuskan oleh Suvatte tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekuder oleh tipe virus dengue yang beralinan pada seorang pasien, respon antibody anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer antibody IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat etrdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akn mengakibatkan

aktivasi system komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular. Perembesan plasma ini terbeukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan asidosis dan anoksia yang dapat berakhir dengan kematian. Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi komplemen dapat juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigenantibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosine difosfat) sehingga trombosit melekat satu sama lain. Adanya trombus ini akan dihancurkan oleh RES (retikuloendotelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit juga menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulasi intravskular deseminata yang ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan factor pembekuan. Agregasi trombosit juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfunsgi baik. Di sisi lain aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi perdarahan massif pada DBD disebabkan oleh trombositopenia, penurunan factor pembekuan (akibat koagulasi intravascular deseminata), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi. TIK 1.5 Menjelaskan manifestasi klinis infeksi demam Dengue Infeksi virus dengue mengakibatkan manifestasi klinis yang bervariasi, mulai dari derajat ringan sampai berat. Infeksi dengue yang paling ringan dapat menimbulkan gejala ( silent dengue infection ), atau demam tanpa penyebab yang jelas ( undifferentiated febrile illness), sedangkan yang berat adalah adalah demam berdarah dengue ( DBD ). Infeksi dengue yang ringan akan sembuh sendiri tanpa pengobatan ( self limiting ) sedangkan DBD memerlukan pemantauan dan pengobatan yang baik karena dapat disertai pendarahan dan syok. Gejala biasanya ditandai dengan demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Demam dengue pada bayi dan anak berupa demam ringan disertai timbulnya ruam makulopapular. Pada anak besar dan dewasa dikenal sindrom trias dengue berupa demam tinggi mendadak, nyeri pada anggota badan (kepala, bola mata, punggung, dan sendi), dan timbul ruam makulopapular. Tanda lain menyerupai demam dengue yaitu anoreksia, muntah, dan nyeri kepala. (http://teknologilaboratoriumkesehatan.blogspot.com) TIK 1.6 Menjelaskan diagnosis infeksi virus Dengue Spektrum Klinis (WHO, 1977)

Bagan 1 Demam Dengue (DD) Tanda dan Gejala Masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari). Setelahnya akan timbul gejala prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah. Tanda khas dari DD ialah peningkatan suhu mendadak (suhu pada umumnya antara 39-400C, bersifat bifasik, menetap antara 5-7 hari), kadang disertai menggigil, nyeri kepala, muka kemerahan. Dalam 24 jam terasa nyeri retroorbita terutama pada pergerakan mata atau bila bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri otot serta sendi. Pada awal fase demam terdapat ruam yang tampak di muka, leher, dada. Akhir fase demam (hari ke-3 atau ke-4) ruam berbentuk makulopapular atau skarlatina. Pada fase konvalesens suhu turun dan timbul petekie yang emnyeluruh pada kaki dan tangan. Perdarahan kulit terbanyak adalah uji turniket positif dengan atau tanpa petekie.
Pemeriksaan Laboratoris

Fase akut (awal demam) akan dijumpai jumlah lekukosit yang normal kemudian menjadi leukopenia selama fase demam. Jumlah trombosit pada umumnya normal demikian pula semua faktor pembekuan. Tetapi saat epidemi dapat dijumpai trombositopenia. Serum biokimia pada umumnya normal namun enzim hati dapat meningkat. Diagnosis Banding Infeksi virus chikungunya, demam tifoid, leptospirosis dan malaria. Demam Berdarah Dengue (DBD) Kriteria Diagnosis (WHO, 1997)

A. Kriteria Klinis 1. Demam Diawali dengan demam tinggi mendadak, kontinu, bifasik, berlangsung 2-7 hari, naik-turun tidak mempan dengan antipiretik. Pada hari ke-3 mulai terjadi penurunan suhu namun perlu hati-hati karena dapat sebagai tanda awal syok. Fase kritis ialah hari ke 3-5.

Gambar Kurva Suhu DBD 2. Terdapat manifestasi perdarahan

Uji turniket positif berarti fragilitas kapiler meningkat. Hal ini juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll. Dinyatakan positif bila terdapat > 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inchi persegi) di lengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti. Petekie, Ekimosis, Epistaksis, Perdarahan gusi, Melena, Hematemesis

3.

Hepatomegali Umumnya bervariasi, mulai dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm dibawah lengkungan iga kanan. Proses hepatomegali dari yang sekedar dapat diraba menjadi terba jelas dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pemebsaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri tekan pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.

4. Kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi cepat dan elmah serta penurunan tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi (sitolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang), akral dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah. B. Kriteria laboratoris 1. 2. Trombositopenia ( 100000/l) Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan Ht 20 %.

Diagnosis pasti DBD = dua kriteria klinis pertama + trombositopenia + hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi.

10

Gambar Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan penyakit DBD Berdasarkan kriteria WHO 1997, DBD dikelompokkan dalam empat derajat, yaitu : 1. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi perdarahan ialah uji terniquet 2. Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain 3. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah 4. Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).

11

Pemeriksaan Laboratorium

Leukopenia dengan limfositosis relatif yang ditandai dengan peningkatan limfosit plasma biru > 4 % di darah tepi yang dijumpai pada hari ke-3 sampai ke-7. Albumin menurun sedikit dan bersifat sementara Penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik yaitu fibrinogen, protrombin, factor VIII, factor XII, dan antitrombin III Kasus berat dijumpai disfungsi hati dijumpai penurunan kelompok vitamin Kdependent protrombin seperti factor V, VII, IX, dan X. PT dan APTT memanjang Serum komplemen menurun Hiponatremia Hipoproteinemia SGOT/SGPT meningkat Asidosis metabolic dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok berkepanjangan. Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan.

Pemeriksaan Radiologis

Foto dada dilakukan atas indikasi (1) dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan radiologis pada perembesan plasma 20-40%, (2) pemantauan klinis sebagai pedoman pemberian cairan. Kelainan radiologi : dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kiri, dan efusi pleura terutama hemitoraks kanan. Foto dada dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). USG : efusi pleura, kelainan dinding vesica felea dan dinding buli-buli.

C. Diagnosis Serologis

Uji hemaglutinasi inhibisi (uji HI) o Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitive namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh lama sekali (> 48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi sero-epidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtif (+) atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi. Uji komplemen fiksasi (uji CF) o Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh tenaga berpengalaman. Antibody komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun). Uji neutralisasi o Uji ini paling sensitive dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Antibody neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dnegan antibody HI tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan lama ( > 4-8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama sehingga tidak rutin digunakan.

12

IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA) o Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus dengue karena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negative maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac Elisa sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI. IgG Elisa Isolasi Virus Identifikasi Virus, dengan fluorescence antibody technique test secara indirek dengan menggunakan antibody monoclonal. o Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitivitas PCR sama dengan isolasi virus namun pada PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan specimen yang kurang baik bahkan adanya antibody dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR.

D. Diagnosis banding

Awal perjalanan penyakit : demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dan malaria Demam chikungunya (DC) o Serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, lebih sering dijumpai nyeri sendi, biasanya menyerang seluruh anggota keluarga dan penularannya mirip influenza. Tidak ditemukan adanya perdarahan gastrointestinal dan syok. Perdarahan juga terjadi pada penyakit infeksi seperti sepsis dan meningitis meningokokus. o Pada sepsis pasien tampak sakit berat dari semula, demam naik turun, ditemukan tanda-tanda infeksi, leukositosis disertai dominasi sel polimormonuklear. Pada meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsang meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis. ITP dengan DBD derajat II o Pada ITP demam cepat menghilang (atau bisa tanpa demam), tidak ada leucopenia, tidak ada hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung jenis. Pada fase konvalesen DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali ke normal daripada ITP. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. o Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba, anak sangat anemis, dan apus darah tepi/sumsum tulang menujukkan peningkatan sel blast.

13

Pada anemia aplastik anak sangat anemic, demam timbul karena infeksi sekunder, dan pansitopenia. TIK 1.7 Menjelaskan komplikasi infeksi virus Dengue i. Ensefalopati Dengue Umumnya terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan tetapi dapat juga terjadi pada DBD tanpa syok. Didapatkan kesadaran pasien menurun menjadi apatis/somnolen, dapat disertai kejang. Penyebabnya berupa edema otak perdarahan kapiler serebral, kelainan metabolic, dan disfungsi hati. Tatalaksana dengan pemberian NaCl 0,9 %:D5=1:3 untuk mengurangi alkalosis, dexametason o,5 mg/kgBB/x tiap 8 jam untuk mengurangi edema otak (kontraindikasi bila ada perdarahan sal.cerna), vitamin K iv 3-10 mg selama 3 hari bila ada disfungsi hati, GDS diusahakan > 60 mg, bila perlu berikan diuretik untuk mengurangi jumlah cairan, neomisin dan laktulosa untuk mengurangi produksi amoniak. ii. Kelainan Ginjal Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Dieresis diusahakan > 1 ml/kg BB/jam. iii. Edema Paru Adalah komplikasi akibat pemberian cairan yang berlebih. TIK 1.8 Menjelaskan tatalaksana infeksi Dengue Ketentuan umum tatalaksana DBD

Perawatan sesuai derajat penyakit


o o

Der I/ II: Puskesmas / ruang rawat sehari Der III/ IV: Rumah Sakit, bila perlu ICU (syok berkepanjangan, syok berulang, perdarahan saluran cerna, ensefalopati)

Fasilitas laboratorium (24 jam) Perawat terlatih Fasilitas bank darah Terapi suportif Perembesan plasma terjadi pada 24-48 jam setelah suhu reda (time of fever defervescence) Penggantian volume plasma (volume replacement) Pemilihan jenis cairan o Kristaloid : Ringer laktat, Ringer asetat, NaCl 0,9% o Koloid : Dextran, Gelatin, HES steril o FFP o Untuk resusitasi syok digunakan RL/RA, dekstran kontraindikasi.
14

Indikasi pemberian plasma/koloid Syok tidak teratasi dalam 60 menit (maksimal 90 menit) Dosis 20-30 ml/kgBB/jam Melalui jalur infus berbeda dengan cairan RL 25% kasus DBD syok memerlukan koloid

Pemberian obat atas indikasi Perlu monitor berkala : pemantauan tanda vital (kesadaran, tekanan darah, frek.nadi, jantung, nafas), pembesaran hati, nyeri tekan hipokondrium kanan, diuresis (>1ml/kgBB/jam), kadar Ht. Hasil tidak memuaskan :

perbaiki oksigenasi

Syok menyebabkan hipoksia Hipoksiakegagalan mengalirkan O2kerusakan jaringan Oksigen 2-4 liter/menit mutlak diberikan Hipoksia memicu DICperdarahan

gangguan asam basa & elektrolit Koreksi asidosis dengan : Analisis gas darah (bila ada), segera koreksi gangguan asam basa, resusitasi cairan dengan RL (Derajat III asidosis diatasi dengan RL, Derajat IV perlu + bikarbonat).

Perdarahan Tanda adanya perdarahan : penurunan Ht dan tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan terapi cairan yang cukup, pasien gelisah, adanya nyeri di hipokondrium kanan, perut yang semakin membuncit dan lingkar perut yang bertambah. Yang diberikan bisa whole blood atau komponen (PRC, FFP, trombosit). Indikasi pemberian trombosit : klinis terdapat perdarahan, harus disertai pemberian FFP (kadang + PRC), jumlah trombosit rendah bukan indikasi, dan suspensi trombosit tidak pernah diberikan sebagai profilaksis

Pengobatan DD

Dapat berobat jalan Tirah baring selama demam Kompres hangat atau antipiretik (hanya parasetamol, asetosal merupakan kontraindikasi) Analgesik bila perlu (anak besar)

15

TIK 1.9 Menjelaskan prognosis infeksi demam Dengue Kematian karena demam dengue hampir tidak ada. Pada DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta menunjukkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan daripada anak anak. (Kapita Selekta ed.3, jilid II)

16

TIU 2. Memahami dan menjelaskan tentang Arbovirus


TIK 2.1. Menjelaskan definisi arbovirus Arbovirus merupakan virus yang ditularkan oleh artropoda yang menunjukkan kelompok ekologi virus dengan siklus transmisi kompleks yang melibatkan artropoda. Arbovirus ditransmisikan oleh artropoda pengisap darah dari satu pejamu vertebrata ke vertebrata lainnya. Arbovirus yang menginfeksi manusia tersebut semuanya diduga bersifat zoonotik; manusia hanya merupakan pejamu secara kebetulan dan tidak memiliki peran penting dalam siklus transmisi atau pemeliharaan virus. (Sumber : Mikrobiologi kedokteran Jawetz, Melnick&Adelberg Edisi 23)

TIK 2.2. Menjelaskan macam-macam virus yang termasuk arbovirus 1. Bunyaviridae Genus Bunyavirus : Virus Anopheles A dan B, Bunyamwera, ensefalitis California, Guama, La Crosse, Oropouche, dan Turlock. Ditularkan oleh artropoda (nyamuk). Genus Hantavirus : Virus Hantaan (demam berdarah Korea), virus Seoul (demam berdarah dengan sindrom ginjal), virus Sin Nombre (sindrom pulmonal hantavirus). Ditularkan oleh rodentia. Genus Nairovirus : Virus demam berdarah Crimean-Congo, penyakit domba Nairobi, dan Sakhalin. Ditularkan oleh artropoda (tungau). Genus Phlebovirus : Virus demam Rift Valley, demam flebotomus, dan Uukuniemi. Ditularkan oleh artropoda (nyamuk, tungau, sandflies). 2. Flaviviridae Genus Flavivirus : Virus ensefalitis Brazil (virus Rocio), dengue, Japanese B encephalitis, penyakit Kyasanur Forest, louping ill, ensefalitis Murray Valley, demam berdarah Omsk, Russian spring-summer encephalitis, ensefalitis St.Louis, ensefalitis yang ditularkan tungau, demam West Nile, dan demam kuning. Ditularkan oleh artropoda (nyamuk, tungau) 3. Togaviridae Genus Alphavirus : Virus Chikungunya, eastern equine encephalitis, Mayaro, ONyong-nyong, Ross River, Semliki Forest, Sindbis, serta Venezuelan dan western equine encephalitis. Ditularkan oleh artropoda (nyamuk). 4. Reoviridae Genus Coltivirus : Virus Demam sengkenit colorado. Ditularkan oleh artropoda

17

(tungau, nyamuk). Genus Orbivirus : Virus penyakit kuda Afrika dan virus bluetongue. Ditularkan oleh artropoda (nyamuk). (Sumber : Mikrobiologi kedokteran Jawetz, Melnick&Adelberg Edisi 23)

TIK 2.3. Menjelaskan morfologi arbovirus 1. Bunyaviridae : Sferis, diameter 80-120 nm. Genom: RNA untai tunggal, bersegmen tiga, sense negatif atau ambisense, ukuran total 11-21 kb. Virion mengandung transkriptase. Empat polipeptida utama. Selubung. Replikasi: sitoplasma. Penyusunan: membentuk penonjolan pada membran halus sistem Golgi. 2. Flaviviridae : Sferis, diameter 40-60 nm. Genome: RNA untai tunggal, sense positif, berukuran 11 kb. Genom RNA infeksius. Selubung. Tiga atau empat polipeptida struktural, dua terglikosilasi. Replikasi: sitoplasma. Penyusunan: di dalam retikulum endoplasma. Semua virus berkaitan secara serologis. 3. Togaviridae : Sferis, diameter 70 nm, nukleokapsid memiliki 42 kapsomer. Genom: RNA untai tunggal, sense positif, ukuran 9,7-11,8 kb. Selubung. Tiga atau empat polipeptida struktural, dua terglikosilasi. Replikasi: sitoplasma. Penyusunan: penonjolan dari membran sel pejamu. Semua virus berhubungan secara serologis. 4. Reoviridae : Sferis, diameter 60-80 nm. Genom: RNA untai ganda, 10-12 segmen linear, ukuran total 16-27 kbp. Tidak berselubung. Sepuluh sampai 12 polipeptida struktural. Replikasi dan penyusunan: sitoplasma.
TIK 2.4 Menjelaskan Fisiologi arbovirus Arbovirus bersifat endemis, atau virus ini tersebar merata pada satu wilayah. Dan yang terpenting dari virus ini adalah bersifat zoonotik dimana tidak adanya pemeliharaan virus di dalam tubuh manusia. TIK 2.5 Menjelaskan Cara transmisi arbovirus Arbovirus ditransmisikan oleh arthropoda penghisap darah dari satu pejamu vertebrata ke vertebrata lainnya. Vektor mendapatkan infeksi seumur hidup melalui ingest darah dari vertebrata yang mengalami viremia. Virus tersebut membelah diri di dalam jaringan arthropoda tanpa bukti adanya penyakit atau kerusakan. Beberapa arbovirus secara alamiah dipertahankan melalui transmisi transovarian pada arthropoda. Gambaran transmisi terbagi 2 cara : 1. Manusia -> Hewan -> Manusia 2. Hewan -> Arthropoda -> Manusia TIK 2.6 Menjelaskan Penyakit yang disebabkan arbovirus

18

Penyakit yang disebabkan oleh arbovirus terbagi menjadi 3 maninfestasi klinis : 1. Demam tipe tidak diferensiasi dengan atau tanpa ruam makulopapular dan biasanya jinak (mudah disembuhkan) 2. Ensefalitis, sering dengan angka kematian yang tinggi 3. Demam berdarah, juga sering berat dan fatal, dapat menyebabkan kematian. Contoh penyakit : 1. Demam kuning 2. Dengue 3. Demam berdarah 4. Chikungunya 5. Demam sengkenit Dsb..

19

TIU 3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN VEKTOR VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE.

TIK 3.1. MENJELASKAN VEKTOR VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE.


Vektor virus demam berdarah dengue adalah nyamuk kebun yang disebut Aedes aegypti, sedangkan vektor potensialnya adalah nyamuk Aedes albopictus.

TIK 3.2. MENJELASKAN MORFOLOGI VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE.


Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah ( Culex quinquefasciatus ), mempunyai warna dasar hitam dengan bintikbintik putih terutama pada kakinya. Morfologinya khas yaitu mempunyai gambaran lira ( lyre-form ) yang putih pada punggungnya ( mesonotum ). Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Aedes aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral. TIK 3.1: siklus hidup Aedes Aegepty

1. Telur, 1-2 cm diatas permukaan air, nyamuk betina sekali bertelur menghasilkan 100 butir telur 2. Larva, telur akan menjadi larva padahri kedua 3. Pupa, setelah mengalami pengelupasan kulit sebanyak 4 kali larva akan menjadi pupa

20

4. Akan menjadi nyamuk dewasa membutuhkan waktu dari fase telur kurang lebih 7-9 hari. Tempat perindukan Aedes Aegepty:

Gentong air minum Pot bunga Kaleng Botol Drum Ban mobil Pakaian dan kopiah yang di cantol

Jarak terbang: 40 meter Waktu nyamuk ini menghisap darah : pukul 8.0010.00 dan 15.00 17.00

TIK 4 dan 5: pencegahan dan penanggulangan vektor DBD Upaya preventif:


Voging massal sebelum musim penularan penyakit malaria di daerah endemis Pembinaan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan

penyuluhan dengan berbagai media


Melaksanakan penanggulangan fokus di rumah pasien dan sekitar tempat tinggalnya untuk

mencegah kejadian luar biasa. Untuk pemberantasan nyamuk dewasa menggunakan voging dengan insektisida:
Organofosfat Piretroid sintetik Karbamat

Pemberantasan jentik:
Secara kimia: menggunakan larvasida/abatisasi, 10grabate untuk 100 liter air diberikan 3

bulan sekali
Biologi: pemeliharaan ikan pemakan jentik, contohnya ikan guppy Secara fisik: menguras, menutup dan mengubur (3M)

21

DAFTAR PUSTAKA
http://www.klikdokter.com/illness/detail/218

Mansjoer A, Trijayanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan (1999) Kapita Selekta Jilid II edisi ke 3, Media Aesculapius FKUI, Jakarta Sudoyo AW, dkk (2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Jilid III, FKUI, Jakarta Edi Nugroho, R.F Maulany, Irawati Setiawan (1996) Mikrobiologi Kedokteran Jawetz ed. 20, Jakarta, EGC Hadinegoro, Sri Rezeki H, dkk (2004), Tatalaksana Demam Dengue / Demam Berdarah Dengue di Indonesia ed.3 , Jakarta, Departemen Kesehatan
Sumber: buku parasitologi kedokteran hal: 265-267

(Sumber : Mikrobiologi kedokteran Jawetz, Melnick&Adelberg Edisi 23)

22

Anda mungkin juga menyukai