Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH “ BAHAYA LEPTOSPIROSIS DAN

PENCEGAHANNYA”

Disusun oleh
Desy Firanti

SMK Kesehatan Sekawan 2022


Jl. Kemandoran 1 Kelurahan Grogol Utara Kebayoran Lama
Jakarta Selatan
Telp. (021) 53662478 , Fax (021) 53662478
Smkkesehatansekawan.blogspot.com
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang memuat
tentang “ BAHAYA LEPTOSPIROSIS DAN PENCEGAHANNYA“.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengaharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima Kasih.

Jakarta, 9 Februari 2022


Desy Firanti

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................iii
A. Latar Belakang...........................................................................iii
B. Tujuan ........................................................................................iv
C. Manfaat.......................................................................................iv

BAB II TINJAUAN TEORI.........................................................1


A.Pengertian Leptospirosis.............................................................1
B.Penyebab Leptospirosis...............................................................1
C.Faktor Leptospirosis....................................................................2
D.Gejala Leptospirosis....................................................................2
E.Diagnosis Leptospirosis...............................................................3
F.Bahaya Leptospirosis...................................................................3
G,Pencegahan Leptospirosis...........................................................3
BAB III PENUTUP.......................................................................4
A.Kesimpulan..................................................................................4
B.Saran............................................................................................4

ii
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang

Leptospirosis tersebar luas di seluruh dunia, terutama pada daerah tropis (Soeharyo, dkk.,
1991 dalam Setiati 2013). Menurut WHO (2003), kasus Leptospirosis di daerah beriklim
subtropis diperkirakan berjumlah 0,1–1/100.000orang setiap tahun, sedangkan untuk
daerah beriklim tropis kasus ini meningkatmenjadi lebih dari 10/100.000 orang setiap
tahun, serta pada saat wabah, sebanyak lebih dari 100 orang dari kelompok berisiko tinggi
di antara 100.000 orang dapatterinfeksi. Kejadian Leptospirosis di Asia Tenggara sendiri
rata-rata telah mencapai 5/100.000 penduduk (WHO, 2011).
Kejadian Leptospirosis di Indonesia menempati tempat ke-3 di dunia setelah Uruguay dan
India dengan mortalitas yang mencapai 2,5%-16,45% (International Leptospirosis
Society, 2001 dalam Ikawati & Nurjazuli, 2009).
Berdasarkan Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011, angka kejadian Leptospirosis
pada tahun 2009-2011 mengalami peningkatan. Pada tahun 2009, kejadian Leptospirosis
terbanyak dilaporkan terjadi di Jawa Tengah dengan 232 kasus, 14 orang meninggal, dan
Case Fatality Rate (CFR) sebesar 6,03%. Disusul pada urutan nomor 2 di DI Yogyakarta
dengan 95 kasus dan 7 orang meninggal (CFR=7,37%).
Kemudian DKI Jakarta dengan 8 kasus dan 2 orang meninggal,(CFR=25%). Pada tahun
2010, DI Yogyakarta menduduki peringkat terbanyak pada kejadian Leptospirosis di
Indonesia yaitu sebanyak 230 kasus dan 23 orang meninggal (CFR=10%). Sedangkan di
Jawa Tengah terdapat sebanyak 133 kasus 2 dan 14 orang meninggal (CFR=10,53%), dan
Jawa Timur sebanyak 19 kasus dan
6 orang meninggal (CFR=31,58%). Kemudian pada tahun 2011, DI Yogyakarta kembali
menduduki peringkat terbanyak pada kasus Leptospirosis di Indonesia dengan 626 kasus
dan 43 orang meninggal (CFR=6.87%) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2012).
Leptospirosis merupakan salah satu penyakit yang disebabkan karena infeksi bakteri
patogen Leptospira dan ditularkan dari hewan kepada manusia (zoonosis) (Riyaningsih,
dkk., 2012). Manusia yang terkena penyakit ini dapat melalui kontak langsung dengan
urin hewan terinfeksi, atau secara tidak langsung melalui urin hewan terinfeksi yang
tersimpan di lingkungan seperti air, tanah, dan tanaman (Daniaty, 2012). Penyakit
Leptospirosis, secara epidemiologik dipengaruhi oleh 3 faktor pokok yaitu faktor agent
penyakit yang berkaitan dengan penyebab penyakit Leptospirosis (termasuk jumlah,
virulensi, patogenitas bakteri Leptospira), faktor kedua yaitu faktor host (penjamu) seperti
jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat 3 pendidikan, keadaan gizi, umur, aktivitas di air,
dan perilaku menjaga kebersihan pribadi, serta faktor ketiga yang merupakan faktor
lingkungan yang berupa lingkungan biotik, abiotik, dan sosial (Rejeki, 2005 dalam
Febrian & Solikhah, 2013).

iii
B. Tujuan

Mengetahui faktor perilaku dan faktor lingkungan fisik yang berhubungan dengan
kejadian leptospirosis

C. Manfaat

1. Bagi penulis
Sebagai tambahan informasi yang berkaitan dengan faktor perilaku dan lingkungan
fisik yang berhubungan dengan kejadian leptospirosis

2. Bagi SMK Kesehatan Sekawan


Sebagai informasi untuk mengetahui gambaran faktor perilaku dan lingkungan fisik
yang mempengaruhi faktor yang berhubungan dengan kejadian Leptospirosis

iv
BAB II
TINJAUAN MATERI

A. Pengertian Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira. Bakteri ini dapat
menyebar melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi. Beberapa hewan yang bisa menjadi
perantara penyebaran leptospirosis adalah tikus, sapi, anjing, dan babi.
Leptospirosis menyebar melalui air atau tanah yang telah terkontaminasi urine hewan
pembawa bakteri Leptospira. Seseorang dapat terserang leptospirosis, jika terkena urine
hewan tersebut, atau kontak dengan air atau tanah yang telah terkontaminasi
Leptospirosis memiliki gejala yang mirip dengan penyakit flu. Namun, jika tidak diobati
dengan tepat, leptospirosis dapat menyebabkan kerusakan organ dalam, bahkan mengancam
nyawa.

B. Penyebab Leptospirosis
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans yang dibawa oleh
hewan. Leptospira dapat hidup selama beberapa tahun di ginjal hewan tersebut tanpa
menimbulkan gejala.
Beberapa hewan yang dapat menjadi sarana penyebaran bakteri Leptospira adalah:

 Anjing
 Babi
 Kuda
 Sapi
 Tikus

Selama berada di dalam ginjal hewan, bakteri Leptospira sewaktu-waktu dapat keluar


bersama urine sehingga mengontaminasi air dan tanah. Di air dan tanah tersebut,
bakteri Leptospira dapat bertahan dalam hitungan bulan atau tahun.
Penularan pada manusia dapat terjadi akibat:

 Kontak langsung antara kulit dengan urine hewan pembawa bakteri Leptospira


 Kontak antara kulit dengan air dan tanah yang terkontaminasi urine hewan pembawa
bakteri Leptospira
 Mengonsumsi makanan yang terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri penyebab
leptospirosis

Bakteri Leptospira dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka, baik luka kecil seperti
luka lecet, maupun luka besar seperti luka robek. Bakteri ini juga bisa masuk melalui mata,
hidung, mulut, dan saluran pencernaan.
Leptospirosis bisa menular antarmanusia melalui ASI atau hubungan seksual, tetapi kasus ini
sangat jarang terjadi.

C. Faktor Leptospirosis

1
Leptospirosis banyak ditemui di negara tropis dan subtropis, seperti Indonesia. Hal ini karena
iklim yang panas dan lembap dapat membuat bakteri Leptospira bertahan hidup lebih lama.
Selain itu, leptospirosis juga lebih sering terjadi pada individu yang:

 Menghabiskan sebagian besar waktunya di luar ruangan, seperti pekerja tambang,


petani, dan nelayan
 Sering berinteraksi dengan hewan, seperti peternak, dokter hewan, atau
pemilik hewan peliharaan
 Memiliki pekerjaan yang berkaitan dengan saluran pembuangan atau selokan
 Tinggal di daerah rawan banjir
 Sering melakukan olahraga atau rekreasi air di alam bebas.
D. Gejala Leptospirosis

Pada beberapa kasus, gejala leptospirosis tidak muncul sama sekali. Namun, pada
kebanyakan penderita, gejala penyakit ini muncul dalam 2 hari sampai 4 minggu setelah
terpapar bakteri Leptospira.
Gejala leptospirosis sangat bervariasi pada setiap pasien dan awalnya sering kali dianggap
sebagai gejala penyakit lain, seperti flu atau demam berdarah. Tanda dan gejala awal yang
muncul pada penderita leptospirosis antara lain:

 Demam tinggi dan menggigil


 Sakit kepala
 Mual, muntah, dan tidak nafsu makan
 Diare
 Mata merah
 Nyeri otot, terutama pada betis dan punggung bawah
 Sakit perut
 Bintik-bintik merah pada kulit yang tidak hilang saat ditekan

Keluhan di atas biasanya pulih dalam waktu 1 minggu. Namun, pada sebagian kasus,
penderita dapat mengalami penyakit leptospirosis tahap kedua, yang disebut dengan penyakit
Weil. Penyakit ini terjadi akibat peradangan yang disebabkan oleh infeksi.
Penyakit Weil dapat berkembang 1–3 hari setelah gejala leptospirosis muncul. Keluhan yang
muncul bervariasi, tergantung pada organ mana yang terinfeksi. Gejala dan tanda pada
penyakit Weil antara lain:

 Penyakit kuning
 Sulit buang air kecil
 Pembengkakan pada tangan dan kaki
 Perdarahan, seperti mimisan atau batuk berdarah
 Nyeri dada
 Jantung berdebar-debar
 Lemas dan keringat dingin
 Sakit kepala dan leher kaku
E. Diagnosis Leptospirosis

Untuk mendiagnosis leptospirosis, dokter akan menanyakan keluhan dan gejala yang dialami
pasien, serta riwayat penyakit pasien. Dokter juga akan bertanya mengenai riwayat

2
perjalanan, kondisi tempat tinggal pasien, dan aktivitas yang dilakukan pasien selama 14 hari
ke belakang.
Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh dan beberapa tes
penunjang untuk memastikan diagnosis dan mengetahui tingkat keparahan leptospirosis. Tes
penunjang tersebut antara lain:

 Tes darah, untuk memeriksa fungsi hati, fungsi ginjal, dan kadar sel darah putih
 Tes Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) atau rapid test, untuk mendeteksi
antibodi di dalam tubuh
 Polymerase Chain Reaction (PCR), untuk mendeteksi keberadaan materi genetik
bakteri Leptospira di dalam tubuh
 Tes aglutinasi mikroskopik (MAT), untuk mengonfirmasi keberadaan antibodi yang
secara spesifik terkait dengan bakteri Leptospira
 Pemindaian dengan CT Scan atau USG, untuk melihat kondisi organ yang mungkin
terkena dampak peradangan akibat infeksi leptospirosis
 Kultur darah dan urine, untuk memastikan keberadaan bakteri Leptospira di dalam
darah dan urine.
F. Bahaya Leptospirosis

 Masalah pada bagian paru, gejalanya batuk, napas menjadi lebih pendek, dan batuk
berdarah. 
 Masalah pada organ ginjal yang bisa berakhir dengan gagal ginjal.
 Masalah pada bagian otak yang ditandai dengan gejala meningitis atau peradangan
pada selaput otak.
 Masalah pada jantung yang memicu terjadinya miokarditis atau peradangan ada
jantung atau terjadinya gagal jantung

G. Pencegahan Leptospirosis

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi risiko penyebaran
infeksi leptospirosis, yaitu:

 Mengenakan pakaian pelindung, sarung tangan, sepatu bot, dan pelindung mata saat
Anda bekerja di area yang berisiko menularkan bakteri Leptospira
 Menutup luka dengan plester tahan air, terutama sebelum kontak dengan air di alam
bebas.
 Mencuci tangan setiap sebelum makan dan setelah melakukan kontak dengan hewan
 Menjaga kebersihan lingkungan dan memastikan lingkungan rumah bebas dari tikus
 Melakukan vaksinasi hewan peliharaan atau ternak.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Leptospirosis merupakan penyakit yang ditularkan oleh bakteri Leptospira baik kepada
manusia maupun hewan. Penyakit ini terjadi karena adanya interaksi yang kompleks antara
pembawa penyakit, tuan rumah/pejamu dan lingkungan. Bakteri Leptospira bersifat komensal
pada ginjal mamalia, termasuk tikus.
B. Saran

3
Diharapkan masyarakat dapat menggunakan video pencegahan dan pengendalian
leptospirosis sebagai media untuk meningkatkan pengetahuan,sikap dan tindakan/praktik
pencegahan dan pengendalian leptospirosis.

Anda mungkin juga menyukai