DISUSUN OLEH:
(1913351009)
1
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
laporan ini.
Penulis
2
Jika di wilayah sekitar tempat tinggal kita terjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB) atau wabah maka apa yang harus dilakukan sebagai seorang petugas
Sanitarian? Pendekatan yang dilakukan melalui manajemen KLB. Dengan
ketentuan:
3
JUDUL LAPORAN : PENANGGULANGAN WABAH KLB
LEPTOSPIROSIS
A. LANDASAN TEORI
4
Penularan
Manusia dapat terinfeksi Leptospirosis karena kontak secara
langsung atau tidak langsung dengan urin hewan yang terinfeksi
Leptospira.
1. Penularan langsung:
- Melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang
mengandung kuman Leptospira masuk ke dalam tubuh
pejamu.
- Dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat
pekerjaan, terjadi pada orang yang merawat hewan atau
menangani organ tubuh hewan misalnya pekerja potong
hewan, atau seseorang yang tertular dari hewan
peliharaannya.
- Dari manusia ke manusia meskipun jarang dapat terjadi
melalui hubungan seksual pada masa konsevalen atau dari
ibu penderita Leptospirosis ke janin melalui sawar plasenta
dan air susu ibu.
2. Penularan tidak langsung
Terjadi melalui genangan air, sungai, danau, selokan saluran air
dan lumpur yang tercemar urin hewan.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi Leptospirosis antara 2-30 hari namun biasanya rata-
rata 7-10 hari.
Faktor Resiko
Faktor resiko Leptospirosis adalah kondisi yang melekat pada
individu ( seperti riwayat, usia, jenis kelamin, dan keluarga ) dan
kebiasaan ( seperti aktivitas sehari-hari ) yang lebih umum di antara orang
yang terkena Leptospirosis dibandingkan orang yang tidak terkena
Leptospirosis.
5
- Kejadian Leptospirosis menurut umur dan jenis kelamin
Terbanyak pada umur 15-69 tahun. Kasus Leptospirosis
pada anak jarang dilaporkan karena tidak terdiagnosis atau
manifestasi klinis yang berbeda dengan orang dewasa.
Laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama
tertular Leptospirosis.
- Kejadian Leptospirosis menurut pekerjaan
Orang yang kontak dengan air, tanah maupun rumput yang
tercemari urin yang terinfeksi, saat latihan militer, rekreasi
seperti berenang, hiking, camping, berburu, memancing,
berkebun dan penggunaan air tanah hujan, serta berjalan di
sekitar rumah tanpa alas kaki mempunyai resiko tinggi
untuk tertulari Leptospira.
- Kejadian Leptospirosis menurut kebiasaan penderita
host/pejamu
Kebiasaan ini di antaranya: kebiasaan aktivitas di tempat
berair dengan kondisi adanya luka di badan, kebiasaan
tidak merawat luka dengan baik di daerah banyak genangan
air, kebiasaan tidak memakai alas kaki, kebiasaan mandi di
sungai, perilaku hidup bersih yang kurang baik seperti
keberadaan sampah di dalam rumah dan kurangnya
pengetahuan tentang Leptospirosis.
- Kejadian Leptospirosis menurut keberadaan tikus di rumah
Berdasarkan referensi penelitian hasil Brooks dkk (2001),
adanya tikus di dalam rumah mempunyai resiko 4x lebih
tinggi terkena Leptospirosis.
- Kejadian Leptospirosis menurut keberadaan hewan
ternak/piaraan
Di sebagian besar negara tropis termasuk negara
berkembang kemungkinan paparan Leptospirosis terbesar
pada manusia karena terinfeksi dari binatang ternak,
binatang rumah, maupun binatang liar.
6
- Kejadian Leptospirosis menurut lingkungan abiotik dan
biotik
Kondisi lingkungan dapat merupakan faktor resiko
timbulnya Leptospirosis, seperti di daerah rawan banjir,
daerah kumuh, persawahan/perkebunan dan tempat rekreasi
(kolam renang, danau). Dari beberapa referensi penelitian
diketahui bahwa beberapa faktor resiko di lingkungan
rumah dengan kondisi rumah tidak sehat, lingkungan tanah
becek banyak genangan air, selokan dekat rumah yang
tidak mengalir, sampah sekitar rumah yang tidak dikelola.
7
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan perbulan selama 1 tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan
dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan perbulan pada tahun
sebelumnya.
6. Angka kematian kasus (CFR) dalam 1 kurun waktu tertentu
menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan
angka kematian kasus pada suatu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.
B. PROSEDUR KERJA
1. Pra-KLB wabah
2. Saat KLB wabah, kegiatannya meliputi:
a. Penyelidikan KLB
Pada tahap penyelidikan wabah KLB Leptospirosis, kami
mengetahui bahwa penyakit Leptospirosis berdasarkan cara
penularan merupakan direct zoonosis karena tidak memerlukan
vektor. Wabah ini merupakan penyakit infeksi yang dapat
menyerang manusia dan binatang. Leptospirosis ini juga dikenal
dengan nama flood fever atau demam banjir karena memang
muncul dikarenakan banjir.
b. Pemutusan rantai penularan
1. Identifikasi dan melakukan kontrol pada sumber infeksi
( seperti pembuangan kotoran yang terbuka, dan sumber air
yang terkontaminasi);
2. Pengawasan pada hewan reservoir seperti hewan pengerat
termasuk juga hewan lain yang beresiko seperti anjing dan
hewan ternak;
3. Desinfeksi permukaan tanah yang terkontaminasi seperti lantai
rumah, teras, dsb, dengan cairan desinfektan;
4. Jika memungkinkan, tandai area yang beresiko tinggi
terkontaminasi dengan tanda larangan nyamuk.
8
c. Strategi Penanggulangan KLB
1. Membangun komitmen politis disetiap jenjang administrasi
pemerintahan dengan melaksanakan advokasi dan sosialisasi
program pengendalian Leptospirosis di daerah endemis agar
tercapai tujuan pengendalian Leptospirosis;
2. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia;
3. Meningkatkan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan
penanggulangan KLB Leptospirosis;
4. Peningkatan surveilans epidemiologi pada manusia dan faktor
resiko;
5. Penatalaksanaan kasus Leptospirosis secara dini sejak kasus
suspek sesuai dengan standar, di fasilitas pelayanan kesehatan
dan di masyarakat;
6. Pengendalian faktor resiko;
7. Penguatan upaya preventif dan promotif (KIE) untuk
peningkatan peran masyarakat;
8. Penguatan jejaring;
9. Penguatan pelaksanaan monitoring dan evaluasi.
Sedangkan penanggulangan KLB itu sendiri:
a. Mengaktifkan TIM Gerak Cepat (TGC) yang terdiri atas
lintas sektor dan lintas program.
b. Pembentukan posko KLB Leptospirosis
- Sebagai koordinasi pengendalian Leptospirosis;
- Melakukan pencatatan penderita;
- Melakukan pengaturan distribusi logistik;
- Melakukan penyuluhan dan sosialisasi;
- Membuat laporan harian/mingguan penderita rawat jalan
dan rawat inap.
9
3. Pasca KLB
Setelah KLB atau wabah selesai, beberapa kegiatan yang perlu
dilakukan:
- Pengamatan intensif masih dilakukan selama 2 minggu
berturut-turut (2 kali masa inkubasi terpanjang), untuk
melihat kemungkinan timbulnya kasus baru;
- Setelah dilakukan pengamatan surveilans intensif selama 2
kali masa inkubasi tidak ditemukan kasus baru, maka KLB
dinyatakan selesai;
- Membuat laporan akhir terjadinya KLB/ wabah;
- Memperbaiki kualitas lingkungan sebagai penyebab
penularan Leptospirosis;
- Kegiatan promosi kesehatan tentang PHBS, terutama pada
populasi rentan (beresiko).
C. HASIL PENGAMATAN
Pada pengamatan kali ini, didapatkan beberapa data tentang wabah
KLB Leptospirosis di Margatiga, Lampung Timur.
Faktor tempat
a. Kemungkinan resiko yang menjadi sumber penularan adalah
sungai. Karena sebagian besar anak-anak dan orang dewasa
masih ada yang mandi, mencuci dan bermain di sungai
sehingga memperbesar kemungkinan sungai menjadi sumber
penularan.
b. Keadaan lingkungan biologis:
- Agen: Kambing
- Penderita: Petani dan peternak, karena sebagian besar
masyarakat di daerah Margatiga ber mata pencaharian
sebagai petani dan peternak.
- Fisik: Bapak-Ibu usia >30 tahun.
10
- Sosial ekonomi: Mayoritas penduduk bermata pencaharian
sebagai petani dan peternak.
- Cuaca: Musim hujan.
- Adat kebiasaan: Mencuci dan mandi di sungai, dan para
petani yang bekerja di sawah tanpa mengenakan alas kaki.
- Sumber air minum: Sumur bor (Air yang direbus terlebih
dahulu).
Faktor waktu
- Kemungkinan penyebab KLB: Karena mayoritas penduduk
bekerja sebagai petani dan peternak, maka kemungkinan
besar penyebab KLB ini adalah faktor kebiasaan dari
masyarakat setempat itu sendiri, seperti misalnya kebiasaan
tidak mengenakan alas kaki ketika bekerja di sawah dan
mandi serta mencuci di sungai.
- Kecenderungan perkembangan KLB: Mengalami sedikit
kenaikan.
- Lamanya KLB: 1,5 bulan.
Faktor orang
- Umur: >30 tahun
- Jenis kelamin: Baik laki-laki maupun perempuan, namun
lebih di dominasi oleh laki-laki.
- Tingkat pendidikan: SMP sederajat.
- Jenis pekerjaan: Petani dan peternak.
- Suku bangsa: Suku bangsa di daerah Margatiga didominasi
oleh suku Jawa.
- Adat istiadat: Saling berkunjung ke rumah sanak saudara
meskipun sedang sakit karena alasan kesopanan, walaupun
hal ini sangat beresiko untuk orang lain.
11
D. PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, telah didapatkan
data-data seperti yang telah tertulis di atas. Kejadian Luar Biasa
Leptospirosis ini merupakan bukan yang pertama kali di daerah Margatiga,
namun angkanya tidak sebesar saat pengamatan ini dilakukan. Masyarakat
cenderung abai terhadap kesehatan sehingga meskipun pernah terjadi,
mereka hanya menganggap sebagai sakit biasa, bukan sesuatu yang harus
dikhawatirkan.
Sebagai seorang tenaga sanitarian, hal yang perlu dilakukan saat
terjadi wabah seperti Leptospirosis ini adalah:
a. Pemutusan rantai penularan yang meliputi:
- Peningkatan kualitas kesehatan lingkungan yang
mencakup: air bersih, jamban, pembuangan sampah dan air
limbah.
- Promosi kesehatan yang mencakup: pemanfaatan jamban,
air bersih dan minum air yang sudah dimasak, pengendalian
serangga atau lalat.
b. Pasca KLB
Setelah KLB/wabah tenang, beberapa kegiatan yang perlu
dilakukan:
- Pengamatan intensif masih dilakukan selama 2 minggu
berturut-turut (2 kali masa inkubasi terpanjang), untuk
melihat kemungkinan timbulnya kasus baru.
- Perbaikan sarana lingkungan yang diduga penyebab
penularan.
- Promosi kesehatan tentang PHBS (Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat).
12
E. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
a. Faktor jenis pekerjaan dan kebiasaan penduduk setempat
sangat berpengaruh terhadap terjadinya wabah Leptospirosis.
b. Peran serta tenaga sanitarian sangatlah diperlukan untuk
menanggulangi wabah, terutama dalam hal pemberian promosi
kesehatan untuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
F. SARAN
Sebaiknya masyarakat lebih memperhatikan kebersihan diri serta
mengubah kebiasaan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk
mencegah terjadinya wabah Leptospirosis terjadi kembali.
13
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Purnama, Sang Gede. 2016. Buku Ajar Penyakit Berbasis
Lingkungan.
14
15