Anda di halaman 1dari 8

Jenis-jenis penyakit yang ditularkan melalui tikus

dan mekanisme penularan penyakit tikus

Nama kelompok 3: 1. Adelia Anastasia br Sembiring.

2. Benria Lumban Gaol

3. Revi prentina br Ginting

4. Rohani Sihombing

5. Sari Uli L. Munte

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

2020
1.LEPTOSPIROSIS

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans yang disebarkan
melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi bakteri ini. Beberapa jenis hewan yang dapat menjadi
pembawa leptospirosis adalah anjing, hewan pengerat seperti tikus, dan kelompok hewan ternak seperti
sapi atau babi. Bakteri tersebut dapat bertahan hidup dalam ginjal hewan yang terinfeksi.

Leptospirosis dapat menyerang manusia melalui paparan air atau tanah yang telah terkontaminasi urine
hewan pembawa bakteri leptospira. Penyakit infeksi bakteri ini banyak terjadi di daerah yang terkena
banjir. Leptospirosis juga rentan menyerang orang-orang yang biasa kontak dengan hewan tersebut.

Gejala Leptospirosis

Gejala penyakit leptospirosis, di antaranya adalah:

Mual, Muntah, Meriang, Sakit kepala, Nyeri otot,sakit perut, Diare

Leptospirosis biasanya menunjukkan gejala secara mendadak dalam waktu 2 minggu setelah penderita
terinfeksi. Pada sebagian kasus, gejala baru terlihat setelah 1 bulan.

Pasca kemunculan gejala, penderita leptospirosis biasanya akan pulih dalam waktu 1 minggu setelah
sistem imunitas dapat mengalahkan infeksi. Namun sebagian penderita akan mengalami tahap kedua
penyakit leptospirosis yang dikenal sebagai penyakit Weil. Gejala penyakit Weil ini ditandai dengan dada
terasa nyeri, serta kaki dan tangan yang bengkak.

Selama terserang tahap kedua penyakit leptospirosis ini, bakteri dapat menyerang organ lain sehingga
kondisi menjadi lebih parah. Keadaan tersebut ditunjukkan dengan:

Gangguan pada paru-paru dengan gejala batuk, napas pendek, dan batuk yang mengeluarkan darah.

Gangguan pada ginjal yang dapat berujung dengan kondisi gagal ginjal.

Gangguan pada otak yang ditunjukkan dengan gejala meningitis.


Gangguan pada jantung yang memicu peradangan jantung (miokarditis) atau gagal jantung.

Penyebab dan Faktor Risiko Leptospirosis

Leptospirosis disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira yang dibawa oleh hewan tertentu. Leptospira
dapat hidup selama beberapa tahun pada ginjal hewan yang terinfeksi bakteri ini, lalu dikeluarkan
melalui urine hewan tersebut sehingga dapat mengkontaminasi air atau tanah di lingkungan. Bakteri
yang mengontaminasi air dan tanah tersebut dapat bertahan dalam hitungan bulan atau tahun.
Sementara hewan yang terkena infeksi ini dapat terus menyebarkan bakteri meski tidak menunjukkan
gejala penyakit ini.

Penularan pada manusia terjadi saat adanya kontak langsung antara manusia dengan urine hewan yang
terinfeksi, atau dengan air, tanah, dan makanan yang telah terkontaminasi urine hewan yang terinfeksi
bakteri leptospira. Bakteri ini memasuki tubuh melalui kulit pada luka terbuka, kulit yang kering, atau
lapisan lendir tubuh (seperti mata, hidung, atau mulut). Biasanya manusia dapat terserang leptospirosis
saat terserang banjir di mana air tersebut sudah terkontaminasi urine hewan yang terinfeksi bakteri
lepstospira. Meski demikian, bakteri ini tidak bisa disebarkan antarmanusia, meski penularan masih
dapat terjadi melalui air susu ibu atau hubungan seksual. Setelah memasuki tubuh, bakteri ini juga dapat
menyebar melalui aliran darah dan sistem getah bening pada organ-organ dalam tubuh.

Leptospirosis banyak ditemui di area tropis dan subtropis, di mana udaranya panas dan lembap yang
membuat bakteri ini dapat bertahan hidup lebih lama, seperti Afrika, Amerika Selatan, Karibia, serta Asia
Tengah dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Risiko penularan juga ditemui pada manusia yang berkegiatan di luar ruangan atau sering melakukan
kontak dengan hewan. Risiko mengalami lepstospirosis juga dapat ditemui pada orang yang berenang,
atau mengggunakan rakit dan perahu di sungai atau danau yang tercemar bakteri leptospira, dan juga
orang yang berkemah di sekitar sungai atau danau tersebut. Beberapa jenis pekerjaan yang memiliki
risiko lebih besar untuk menderita leptospirosis adalah:

Petani, Peternak atau pengurus hewan, Personel militer, Pekerja di pemotongan hewan

Pembersih saluran pembuangan atau selokan.

Proses penegakan diagnosis leptospirosis dapat dilakukan melalui gejala, riwayat penyakit pasien, serta
pemeriksaan fisik. Selain itu, beberapa tes penunjang juga dapat dilakukan untuk membantu
memastikan diagnosis leptospirosis dan mengetahui tingkat keparahan yang dialami pasien. Tes
penunjang tersebut, antara lain:
Tes urine, untuk melihat keberadaan bakteri leptospira dalam urine.

Tes darah, untuk melihat adanya bakteri dalam aliran darah, dan antibodi dalam tubuh. Pemeriksaan
antibodi dalam darah perlu diulang lagi dalam waktu 1 minggu untuk memastikan hasilnya, karena hasil
positif bisa saja ditunjukkan dari infeksi lain yang terjadi sebelumnya.

Pemeriksaan fungsi ginjal, untuk melihat kondisi ginjal dan infeksi bakteri ini pada ginjal.

Pemeriksaan fungsi hati.

Foto Rontgen paru, untuk melihat apakah infeksi sudah menyebar hingga ke organ paru-paru.

Pengobatan Leptospirosis

Infeksi leptospirosis dapat diobati dengan antibiotik untuk membasmi bakteri dan mengembalikan
fungsi tubuh yang terganggu akibat kondisi ini. Obat antibiotik yang umumnya digunakan untuk
leptospirosis adalah penisilin dan doksisiklin. Untuk kasus yang ringan, pasien dapat diberikan obat
antibiotik tablet. Antibiotik biasanya diberikan selama 1 minggu dan harus dikonsumsi hingga obat habis
untuk memastikan infeksi sudah bersih. Dalam waktu beberapa hari setelah pengobatan, kondisi
penderita biasanya sudah pulih.

Selain antibiotik, obat pereda nyeri, seperti paracetamol juga dapat diberikan untuk mengatasi gejala
awal leptospirosis, seperti demam, sakit kepala, atau nyeri otot.

Jika penyakit leptirospirosis berkembang lebih parah atau sering disebut penyakit Weil, maka pasien
perlu mendapatkan perawatan di rumah sakit. Pada kondisi ini, antibiotik akan disuntikkan ke dalam
pembuluh darah vena dalam tubuh. Saat infeksi telah menyerang organ tubuh, maka beberapa
penanganan tambahan diperlukan untuk menjaga sekaligus mengembalikan fungsi tubuh, seperti:

Infus cairan, untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada penderita yang tidak bisa minum banyak air.

Pemantauan terhadap kerja jantung.

Pemakaian alat bantu pernapasan jika terjadi gangguan pernapasan pada penderita.

Dialisis atau cuci darah, untuk membantu fungsi ginjal.

Kemungkinan sembuh penyakit Weil tergantung dari organ mana yang ikut terserang infeksi dan tingkat
keparahannya. Kematian pada pasien leptospirosis parah yang terjadi biasanya disebabkan oleh
komplikasi gangguan paru, ganguan ginjal, atau perdarahan dalam tubuh.
Pencegahan Leptospirosis

Beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah terjangkit penyakit leptospirosis, di antaranya:

Hindari air yang sudah terkontaminasi dan pastikan kebersihan air sebelum mengonsumsinya.

Jauhi binatang yang rentan terinfeksi bakteri, terutama tikus liar yang paling banyak membawa bakteri
leptospira.

Bersikap cermat terhadap lingkungan, terutama saat bepergian.

Gunakan disinfektan jika perlu.

Gunakan pakaian yang melindungi tubuh dari kontak langsung dengan hewan pembawa bakteri
leptospira, serta bersihkan dan tutup luka dengan penutup tahan air agar tidak terpapar air yang
terkontaminasi bakteri.

Mandi secepatnya setelah berolahraga dalam air.

Jaga kebersihan dan cuci tangan setelah melakukan kontak dengan hewan atau sebelum makan.

2. PES

Penyakit pes merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pesti, sering
dibawa oleh hewan pengerat (tikus-red) dan kutu. Pada abad pertengahan, jutaan orang di
seluruh Eropa meninggal karena wabah yang diakibatkan oleh kutu tikus yang banyak terdapat di
rumah-rumah dan perkantoran. Penyakit ini menular lewat gigitan kutu tikus, gigitan/cakaran
binatang yang terinfeksi plague, dan kontak dengan tubuh binatang yang terinfeksi.

Gejala yang dialami oleh penderita antara lain:

Demam tinggi dan nyeri pada lipat paha atau ketiak. Pada penderita yang sudah parah dapat pula
mengalami gangguan pernafasan hingga menimbulkan kematian.

Penyakit pes, atau yang juga dikenal dengan istilah plague, pasteurella pestis, atau sampar,
merupakan infeksi bakteri serius yang umumnya ditularkan melalui gigitan kutu.
Bakteri yang menyebabkan pes, Yersinia pestis, umumnya ditemukan di hewan mamalia kecil,
seperti tikus, serta kutu-kutu yang berada di tubuhnya.

Manusia dapat tertular oleh penyakit ini melalui gigitan kutu yang terinfeksi, kontak langsung
dengan cairan yang terkontaminasi bakteri, serta menghirup udara yang terkontaminasi bakteri.

Penyakit ini termasuk kondisi yang sangat serius dan menimbulkan gejala yang parah pada
penderitanya, terutama pada pes jenis septicemic. Perkembangannya pun relatif cepat dan dapat
menyebabkan kematian jika tidak ditangani.

Tanda-tanda/Jenis-jenis dan gejala penyakit Pes

Berikut adalah penjelasan mengenai gejala-gejala pes berdasarkan jenisnya.

1. Bubonic plague

Pada kasus bubonic, gejala-gejala akan muncul 2 hingga 5 hari setelah Anda terinfeksi bakteri.
Berikut gejala-gejala yang mungkin muncul:

Demam dan menggigil

Merasa tidak enak badan

Sakit kepala

Nyeri otot

Kejang

Pembengkakan pada kelenjar getah bening yang biasanya ditemukan di pangkal paha, namun
juga dapat terjadi pada ketiak atau leher, paling sering pada area yang terinfeksi

Rasa nyeri dapat muncul sebelum pembengkakan

2. Pneumonic plague

Gejala pada pes jenis pneumonic akan tampak 1 sampai 4 hari setelah terpapar bakteri. Penderita
akan menunjukkan tanda-tanda dan gejala sebagai berikut:

Batuk parah

Kesulitan bernapas dan sakit pada dada saat bernapas dalam-dalam

Demam

Dahak yang berbusa dan berdarah

3. Septicemic plague
Jenis pes ini adalah yang paling berbahaya. Bahkan, kondisi ini dapat menyebabkan kematian
sebelum gejala-gejala muncul. Berikut adalah gejala yang mungkin muncul:

Sakit perut

Perdarahan akibat masalah pembekuan darah

Diare

Demam

Mual

Muntah

Jika pasien tidak ditangani dengan antibiotik yang tepat, bakteri dapat menyebar ke bagian tubuh
yang lain.

Penyebab penyakit Pes

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penyakit pes umumnya disebabkan oleh infeksi
bakteri yang disebut dengan Yersinia pestis. Bakteri ini biasa ditemukan di tubuh hewan
pengerat, serta kutu-kutu di dalamnya.

Hewan-hewan pengerat yang paling umum terinfeksi oleh penyakit ini adalah tikus, tupai,
kelinci, dan anjing. Penyakit ini biasanya ditularkan ke manusia melalui gigitan kutu dari hewan-
hewan tersebut.

Satu-satunya jenis pes yang dapat ditularkan antara manusia satu dengan lainnya adalah
pneumonic plague. Penularan terjadi ketika seseorang bernapas dan menghirup partikel udara
dari seseorang yang terinfeksi. Namun, kasus penularan antar manusia sangat jarang terjadi.

Kucing peliharaan di rumah Anda juga berisiko terinfeksi bakteri Y. pestis, dan Anda
kemungkinan dapat tertular pes jenis pneumonic dari kucing peliharaan. Selain itu, anjing
pelihataan juga dapat terinfeksi dan menularkan bakteri ini ke manusia.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko saya untuk terkena penyakit Pes

Pes adalah penyakit yang dapat terjadi pada hampir semua orang, terlepas dari apa kelompok
usia dan golongan rasnya. Namun, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko
seseorang untuk menderita penyakit ini. Dalam beberapa kasus, tidak menutup kemungkinan
seseorang dapat menderita suatu penyakit atau kondisi kesehatan tanpa adanya satu pun faktor
risiko.

Berikut adalah faktor-faktor yang dapat memicu kemunculan penyakit pes:

1. Usia

Meskipun infeksi bakteri Y. pestis dapat terjadi pada hampir setiap orang, penyakit ini lebih
banyak ditemukan pada pasien berusia 20 tahun ke bawah.

2. Tempat tinggal

Kasus penyakit pes paling banyak ditemukan di negara-negara berkembang yang berada di
kawasan Asia dan Afrika. Hal ini didukung dengan fakta bahwa negara-negara tersebut belum
memiliki sistem sanitasi yang baik.

Selain itu, populasi penduduk di negara-negara berkembang cenderung terlalu banyak, sehingga
sulit untuk menjaga kebersihan lingkungan. Populasi hewan pengerat seperti tikus pun dapat
meningkat.

3. Pekerjaan

Dokter hewan, asistennya, serta penjaga kebun binatang memiliki risiko yang cukup tinggi untuk
terinfeksi penyakit ini. Hal ini disebabkan karena mereka sering berinteraksi secara langsung
dengan hewan.

Selain itu, orang-orang yang sering bekerja di luar ruangan contohnya :


Petani,pedangang,nelayan dll. juga memiliki risiko yang cukup tinggi untuk terkena infeksi
bakteri, terutama jika bekerja di lingkungan yang kotor

Anda mungkin juga menyukai