Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PEMBAHASAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki banyak wilayah yang sering dilanda banjir. Beberapa
wilayah di Indonesia misalnya di kota besar DKI Jakarta hampir setiap
tahunnya dilanda banjir. Banjir ini tentunya membawa dampak yang sangat
merugikan bagi semua aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah
timbulnya berbagai macam penyakit pasca banjir. International Leptospirosis
Society menyatakan bahwa Indonesia sebagai Negara insiden leptospirosis
cukup tinggi dan merupakan peringkat mortalitas ketiga di dunia. Hal ini
berdasarkan jumlah kasus leptopirosis di DKI Jakarta akibat banjir besar yang
terjadi tahun 2002 mencapai 113 pasien leptospirosis dan 20 orang
diantaranya meninggal (Case Fatality Rate Leptospirosis adalah 19,4%,).
(Tri, 2012)
Keadaan banjir pada beberapa kecamatan di wilayah tersebut
menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti: banyaknya genangan air,
lingkungan menjadi becek, berlumpur, serta banyak timbunan sampah, yang
menyebabkan mudahnya kuman Leptospira berkembang biak. Masalah
leptospirosis yang terjadi di DKI Jakarta selalu terjadi pada wilayah yang
sama yang diakibatkan oleh faktor lingkungan yang buruk, perilaku yang
buruk atau pengaruh karateristik individu.
Hospes reservoir dari bakeri Leptospira ini adalah tikus yang gemar
dengan keadaan lingkungan yang lembab, becek, kotor. Penyebaran
Leptospirosis (penyakit kencing tikus) diakibatkan karena urine hewan yang
terinfeksi kuman Leptospira akan terbawa oleh genangan air dan mencemari
lingkungan rumah. Dibutuhkan pengetahuan mengenai bakteri ini, riwayat
alamiah dari leptospirosis, epidemiologi, tindakan pengendalian, dan
pencegahan yang tepat untuk menekan penyebaran bakteri ini.

Makalah penyakit Leptospirosis 1


1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian leptospirosis
2. Penyebab leptospirosis
3. Riwayat alamiah leptospirosis
4. Epidemiologi leptospirosis
5. Pencegahan leptospirosis
6. Pengobatan leptospirosis

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian leptospirosis
2. Untuk mengetahui penyebab leptospirosis
3. Untuk mengetahui riwayat alamiah leptospirosis
4. Untuk mengetahui epidemiologi leptospirosis
5. Untuk mengetahui cara pencegahan leptospirosis
6. Untuk mengetahui pengobatan leptospirosis

1.4 Manfaat penulisan


Sebagaj sumber pengetahuan dan informasi bagi masyarakat,khususnya
mahasiswa kesehatan mengenai apa itu leptospirosis, penyebab penyakit
leptospirosis, riwayat alamiah, pencegahan serta cara pengobatan penyakit
ini.

Makalah penyakit Leptospirosis 2


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian leptospirosis

Penyakit Leptospirosis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh


bakteri Leptospira sp. Penyakit ini paling sering ditularkan dari hewan ke
manusia ketika orang dengan luka terbuka di kulit melakukan kontak dengan
air atau tanah yang telah terkontaminasi air kencing hewan. Bakteri juga
dapat memasuki tubuh melalui mata atau selaput lendir. Hewan yang umum
menularkan infeksi kepada manusia adalah tikus, musang, opossum, rubah,
musang kerbau, sapi atau binatang lainnya. Karena sebagian besar di
Indonesia Penyakit ini ditularkan melalui kencing Tikus, Leptospirosis
popular disebut penyakit kencing tikus.

Gambar : bakteri leptospirosis

Gambar : sumber bakteri


leptospirosis

Menurut WHO (World Health Organization), sekitar 10 juta orang


diperkirakan terserang Leptospirosis setiap tahun. Tingkat kematian penyakit
ini sulit untuk dihitung, karena Leptospirosis cenderung terjadi di beberapa
bagian dunia dengan pelayanan kesehatan masyarakat yang sangat mendasar
yang tidak secara rutin melaporkan banyak penyebab kematian.

Makalah penyakit Leptospirosis 3


2.2 Penyebab leptospirosis

Penyakit Leptospirasis ini umumnya disebabkan oleh bakteri


Leptospira sp. Bakteri Leptospira sp merupakan golongan bakteri yang
biasanya hidup dalam tubuh tikus, babi, sapi, kambing, kuda, anjing,
serangga, burung, landak, kelelawar dan tupai. Bakteri ini mendiami ginjal
dan dikeluarkan ketika hewan tersebut buang air kecil, dan menginfeksi
tanah atau air.

Kontaminasi tersebut dapat bertahan dalam tanah atau air selama


berbulan-bulan.
Manusia dapat terinfeksi melalui:
a. Minum air yang terkontaminasi.
b. Melakukan kontak dengan air atau tanah yang tercemar dan memiliki luka
terbuka di kulit.
c. Mata, hidung atau mulut melakukan kontak dengan air atau tanah yang
tercemar.
d. Melakukan kontak dengan darah hewan yang terinfeksi (kurang umum).

Manusia tidak umum terinfeksi Leptospira, akan tetapi umumnya


wabah dapat muncul ketika ada banjir. Manusia jarang menginfeksi manusia
lain, tetapi mungkin melakukannya selama hubungan seksual atau menyusui.
Gambar ; Penyebab leptospirosis

2.3 Riwayat alamiah leptospirosis

Tahapannya sebagai berikut

Makalah penyakit Leptospirosis 4


1. Prepatogenesis
Leptospirosis biasanya dapat melalui tikus. Penyakit ini dapat
ditularkan melalui air ( water borne disease ). Dan urin dari individu yang
telah terserang bakteri Leptospira sp. merupakan sumber utama penularan
penyakit ini.
Ada dua cara penularan Leptospirosis, yaitu:
Secara langsung: terjadi kontak antara manusia dengan hewan yang telah
terkena bakteri Leptospira, sp.
Secara tak langsung: melalui kontak hewan atau manusia dengan barang-
barang yang telah tercemar urin penderita leptospirosis.

Misalnya: air kencing tikus terbawa banjir, dan terjadi kontak antara
manusia dengan air yang sudah tercemar oleh air kencing tikus yang telah
terserang bakteri Leptospira sp. Kuman leptospira biasanya memasuki tubuh
melalui luka atau lecet kulit, dan kadang-kadang melalui selaput di dalam
mulut, hidung, dan mata.

2. Patogenesis
Ada 4 tahapan, yaitu:
a. Tahap inkubasi
Masa inkubasi penyakit Leptospirosis pada manusia yaitu 2-26
hari
b. Tahap penyakit dini
Timbul masalah kesehatan seperti demam, batuk kering, nyeri
tenggorokan, nyeri dada, nyeri otot, nyeri kepala, takut cahaya,
muntah, dan mata merah. Tapi ada juga penderita yang tidak
menunjukkan tanda-tanda seperti yang disebutkan di atas.
c. Tahap penyakit lanjut
Pada penderita leptospirosis yang lebih lanjut dapat menimbulkan
penyakit yang lebih parah seperti:
1) Sindrom Weil

Makalah penyakit Leptospirosis 5


Yaitu bentuk leptospirosis berat yang ditandai dengan jaundis
(kulit dan mukosa menjadi kuning), disfungsi ginjal, nekrosis hati,
disfungsi paru-paru, dan diathesis perdarahan. Tanda pada paru-
paru: terjadi batuk,, nyeri dada, sputum darah, dan gagal napas.
a) Penderita dengan jaundis berat lebih mudah terkena gagal
ginjal.
b) Jika menyerang hati akan terdapat ikterus (penyakit
kuning),hepatomegali ( perbesaran hati ), perdarahan dan
perbesaran limpa ( splenomegali ).
c) Perdarahan subkonjungtiva: yaitu komplikasi pada mata. Hal
ini sering terjadi pada 92% penderita leptospirosis.
d) Makular atau rash makulopapular, nyeri perut mirip apendisitis
akut, pembesaran kelenjar limfoid mirip infeksi
mononukleosis.
e) Komplikasi ke selaput otak ( terjadi radang otak/ meningitis)
dapat menimbulkan gejala nyeri kepala, kejang-kejang, leher
kaku, dan penurunan kesadaran.
f) Pada penderita leptospirosis dengan usia lanjut ( 50 tahun ke
atas ) dengan gangguan hati dapat mengakibatkan risiko
kematian sebesar 20-49 persen.
Gambar siklus penularan leptospirosis

Gambar: penderita leptospirosis

Makalah penyakit Leptospirosis 6


d. Tahap penyakit akhir
1) Sembuh sempurna
penderita diberi obat berupa antibiotik sebelum penyakit
semakin parah. Hal ini memungkinkan si penderita akan sembuh
total dari leptospirosis.
2) Sembuh dengan cacat
Misal pada penderita leptospirosis yang mengalami
komplikasi pada mata (perdarahan subkonjungtiva) bisa
mengakibatkan kebutaan bila terjadi perdarahan yang cukup berat.
3) Karier
Pada umumnya leptospirosis diobati menggunakan
antibiotik. Jika si penderita merasa sudah sembuh dan
menghentikan meminum antibiotik, padahal belum habis. Maka
kuman penyebab leptospirosis itu hanya melemah dan tidak
sembuh sempurna, sehingga dapat kambuh sewaktu-waktu jika
ada faktor pemicunya.

2.4 Epidemiologi leptospirosis

a. Distribusi penyakit leptospirosis

Leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan


maupun perkotaan, di daerah tropis maupun subtropis. Penyakit ini
terutama beresiko terhadap orang yang bekerja di luar ruangan bersama
hewan, misalnya peternak, petani, penjahit, dokter hewan, dan personel
militer. Selain itu, Leptospirosis juga beresiko terhadap individu yang
terpapar air yang terkontaminasi. Di daerah endemis, puncak kejadian
Leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan banjir.

Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang


diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada

Makalah penyakit Leptospirosis 7


tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4
penderita yang mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam,
perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan
penyakit ini di jepang pada tahun 1916. (Inada R, Ido Y, et al: Etiology,
mode of infection and specific therapy of Weil’s disease. J Exp Med 1916;
23: 377-402.) Penyakit ini dapat menyerang mua usia, tetapi sebagian
besar berusia antara 10-39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-
laki usia pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular
penyakit occupational ini.

Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis


sebagian besar kasus terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat
akhir musim panas atau awal gugur karena tanah lembab dan bersifat
alkalis. Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui.
Penemuan kasus leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed,
unrreported dan underreported sejak beberapa laporan menunjukkan gejala
asimtomatis dan gejala ringan, self limited, salah diagnosis dan nonfatal.

Di Amerika Serikat (AS) sendiri tercatat sebanyak 50 sampai 150


kasus leptospirosis setiap tahun. Sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di
Hawai. Di Indonesia penyakit demam banjir sudah sering dilaporkan di
daerah Jawa Tengah seperti Klaten, Demak atau Boyolali. Beberapa tahun
terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan Tangerang juga dilaporkan
terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak berkembang biak di
daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan Kalimantan. Angka
kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40%. Infeksi
ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam kategori
ini. Anak balita, orang lanjut usia dan penderita “immunocompromised”
mempunyai resiko tinggi terjadinya kematian.

Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa


mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati

Makalah penyakit Leptospirosis 8


yang ditandai selaput mata berwarna kuning, risiko kematiannya lebih
tinggi lagi. Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50%
kasus. Kelompok yang berisiko utama adalah para pekerja pertanian,
peternakan, penjual hewan, bidang agrikultur, rumah jagal, tukang ledeng,
buruh tambang batubara, militer, tukang susu, dan tukang jahit. Risiko ini
berlaku juga bagi yang mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau
sungai, seperti berenang atau rafting. Penelitian menunjukkan pada
penjahit prevalensi antibodi leptospira lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Diduga kelompok ini terkontaminasi terhadap hewan tikus. Tukang susu
dapat terkena karena terkena pada wajah saat memerah susu. Penelitian
seroprevalensi pada pekerja menunjukan antibodi positif pada rentang 8-
29%. Kejadian leptospirosis di amerika serikat terus meninngkat selama
decade petmama abad ke-20 tetapi tetap stabil . Dari tahun 1987-1993,43-
93 kasus dilaporkan setiap tahun Pada tahun 1995, Dewan Negara dan
Epidemiologi Teritorial dan US Centers for Disease Control dan
Pencegahan (CDC) Leptospirosis dihapus dari daftar AS penyakit
dilaporkan. Karena tes diagnostik yang dapat diandalkan tidak tersedia dan
pelaporan yang terorganisir tidak mengakibatkan penerapan metode untuk
mengendalikan penyakit ini, banyak Negara berhenti pelaporan
leptospirosis. Infeksi menyebabkan penyakit sistemik yang sering
menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan hati. Penyakit ini pertama kali
dikenal sebagai penyakit akibat kerja pekerja selokan pada tahun 1883.
Pada tahun 1886, Weil menggambarkan manifestasi klinis pada 4 pria
yang memiliki penyakit kuning yang parah, demam, dan perdarahan
dengan keterlibatan ginjal. Inada dkk mengidentifikasi agen penyebab
penyebab di Jepang.

Pekerjaan paparan mungkin menyumbang 30-50% dari kasus pada


manusia. Kelompok kerja utama pada risiko termasuk pekerja peternakan,
dokter hewan, pemilik toko hewan peliharaan, pekerja bidang pertanian,
pekerja rumah potong hewan, tukang pipa, handler daging dan pekerja

Makalah penyakit Leptospirosis 9


rumah potong, penambang batubara, pekerja di industri perikanan,
pasukan. Studi di pekerja selokan menunjukkan prevalensi antibodi
leptospira lebih besar daripada kelompok kontrol. tikus terinfeksi mungkin
mencemari air selokan. perendaman parsial atau total dalam lumpur dan
air berperan dalam memfasilitasi infeksi pada pekerja selokan dan pekerja
sawah.

Milkers mungkin berceceran di wajah, selanjutnya menyebabkan


infeksi melalui konjungtiva tersebut. Infeksi pasukan militer terjadi
sebagai akibat kontak langsung dengan urin yang terinfeksi atau kontak
langsung dengan tanah dan air yang terkontaminasi. survei Seroprevalensi
pekerja peternakan telah menunjukkan kisaran titer antibodi positif pada 8-
29%. Meskipun Leptospirosis terus menjadi dominan penyakit kerja sejak
tahun 1970, itu juga semakin telah diakui sebagai penyakit rekreasi.
kegiatan rekreasi yang menyajikan beberapa resiko termasuk bepergian ke
daerah tropis, kano, hiking, kayak, memancing, selancar angin, renang, ski
air, mengarungi, mengendarai sepeda trail-melalui genangan air, arung
jeram, dan olahraga outdoor lainnya bermain di air yang terkontaminasi.
Berkemah dan melakukan perjalanan ke daerah endemik juga menambah
resiko.

Wabah penyakit demam akut terjadi di kalangan atlet bersaing di


Eco-Challenge-Sabah 2000 di Malaysia, 44% dari mereka yang dilaporkan
merasa sakit memenuhi definisi kasus leptospirosis.3 faktor risiko yang
signifikan termasuk kayak, dan berenang di dan menelan air dari Sungai
Segama. Pada tahun 1998, atlet yang berpartisipasi dalam triathlon di
Springfield, Illinois, dan yang berenang di Danau Springfield
dikembangkan leptospirosis.4 atlet lain yang berpartisipasi dalam acara
yang sama, meskipun tanpa gejala, ditemukan memiliki bukti laboratorium
penyakit. paparan air berkepanjangan, dalam bentuk 1.5-mil berenang di
Danau Springfield, adalah asosiasi epidemiologi antara atlet sakit. Pada

Makalah penyakit Leptospirosis 10


tahun 1997, pelancong AS yang berkunjung ke Kosta Rika dan terlibat
dalam arung jeram terjangkit disease.

Di Indonesia Leptospirosis tersebar antara lain di provinsi Jawa


barat, Jawa tengah, Daerah istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera
Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara,Bali,NTB,
Sulawesih Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan timur Dan Kalimantan
Barat.Angka kematian leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi,
mencapai 2,5-16,45%. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai
56%. Pendrerita leptospirosis yang di sertai selaput mata berwarna kuning
( kerusakan jaringan hati ), risiko kematian akan lebih tinggi.

b. Frekuensi penyakit menular leptospirosis


Di negara beriklim tropis (hangat), insiden Leptospirosis biasanya
terjadi sebanyak 10-100 per 100.000 penduduk setiap tahunnya, sedangkan
di negara beriklim sedang insiden Leptospirosis lebih sedikit terjadi yaitu
0,1-1 per 100.000 penduduk setiap tahunnya (Pratiwi, 2012).
Penyakit Leptospirosis memiliki insiden tinggi di kawasan Asia
Pasifik, Asia Tenggara dan Oceania (William, 2007). Bulan September
tahun 2009 pernah terjadi wabah Leptospirosis di Metro Manila, Filipina
yaitu dengan jumlah kasus sebanyak 471 kasus dan meninggal sebanyak
51 sehingga Case Fatality Rate (CFR) sebesar 10,8% (CDC, 2011). Wabah
besar penyakit pernah dilaporkan di Asia Tenggara yaitu di Orrisa,
Mumbai dan Indonesia (Victoriano, et.al, 2009). Internasional
Leptospirosis Society menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara
dengan insiden Leptospirosis yang cukup tinggi dan untuk angka
kematiannya Indonesia menempati peringkat ketiga di dunia setelah
Uruguay dan India, yaitu dengan angka kematian sebesar 16,7% (WHO,
2004 ).
Perkembangan Leptospirosis di Indonesia terjadi secara fluktuatif.
Pada tahun 2007, CFR Leptospitosis sebesar 8,2%,, tahun 2008 menurun
sebesar 6,0%, tahun 2009 naik kembali menjadi 6,87%, tahun 2010 naik

Makalah penyakit Leptospirosis 11


menjadi 10,51%, dan tahun 2011 turun kembali menjadi 9,57% (Depkes
RI, 2009, Depkes RI, 2011 dan Depkes RI, 2011).
Daerah persebaran Leptospirosis di Indonesia meliputi Propinsi
Jawa barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali,
Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimatan Timur
dan Kalimantan Barat (Depkes, 2008).
c. Determinan dari penyakit menular leptospirosis
1. agent dari penyakit menular leptospirosis
Penyakit leptospirosis disebabkan oleh mikroorganisme
yang berupa Bakteri Phatogen (dapat menyebabkan penyakit)
berbentuk spiral termasuk genus Leptospira, famili leptospiraceae
dan ordo spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung
tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan secara anaerob. Genus
Leptospira terdiri dari 2 spesies yaitu L interrogans yang
merupakan bakteri patogen dan L biflexa adalah saprofitik.
Berdasarkan temuan DNA pada beberapa penelitian
terakhir, 7 spesies patogen yang tampak pada lebih 250 varian
serologi (serovars) telah berhasil diidentifikasi. Leptospira dapat
menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia diantaranya adalah
tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya.
Hewan peliharaan yang paling berisiko mengidap bakteri ini adalah
kambing dan sapi.
2. host dari penyakit menular leptospirosis
a) usia
Umumnya Leptospirosis menyerang pada manusia yang
berusia 10-39 tahun dan pada usia 50 tahun keatas memiliki
risiko yang cukup tinggi di bandingkan usia dibawahnya,
tetapi semua itu memiliki risiko untuk terkena penyakit
Leptospirosis.
b) jenis kelamin

Makalah penyakit Leptospirosis 12


penyakit Leptospira bisa terdapat pada hewan piaraan
maupun hewan liar. Leptospirosis dapat berjangkit pada
laki-laki maupun wanita semua umur tetapi kebanyakan
mengenai laki-laki dewasa muda (50% kasus umumnya
berusia antara 10-39 tahun diantaranya 80% laki-laki).
c) pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian, petani dan peternak lebih
memiliki resiko yang besar untuk terpapar penyakit ini. Ini
disebabkan penderita leptospirosis waktu menggunakan
sumber air bersih untuk pertanian telah tercemar dengan
bakteri leptospirosis atau perilaku kebiasaan membersihkan
kaki, tangan, dan tubuh lainnya tidak menggunakan sabun
setelah kontak dengan air yang tergenang dan telah
terkontaminasi dengan bakteri leptospirosis.
Gambar:

3. enviroment dari penyakit menular leptospirosis


Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian
leptospirosis adalah faktor risiko lingkungan fisik, faktor risiko
lingkungan biologi, faktor perilaku, faktor sosial ekonomi dan
faktor pelayanan kesehatan.
Faktor lingkungan fisik kondisi jalan buruk, keberadaan
genangan air, keberadaansampah dalam rumah, kondisi selokan
buruk, jarak rumah dengan selokan, curah hujan ≥ 177,5 mm,
kondisi TPSburuk, dan ketinggian dari permukaanlaut < 3,5 m.
Faktor lingkungan biologi meliputi keberadaan tikus dalam rumah
dan keberadaan binatang piaraan. Faktor sosial ekonomi meliputi
pendidikan rendah,pekerjaan berisiko dan penghasilan rendah.

Makalah penyakit Leptospirosis 13


Untuk faktor perilaku meliputi kebiasaan tidakmemakai alas kaki
dan kebiasaan mandi/mencuci di sungai.
Gambar : penyebaran penyakit leptospirosis

2.5 Pencegahan leptospirosis

Analisis kami dalam untuk mengatasi masalah kesehatan termasuk


penyakit, yang mengacu pada tiga tahap pencegahan yang dikenal sebagai
teori five levels of prevention (Leavel and Clark), diantaraya :

1. Pencegahan Primer, dilakukan saat individu belum menderita sakit.


Meliputi hal-hal berikut :

a. Promosi Kesehatan (Health Promotion)


Dalam kegiatan promosi kesehatan ini bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga
kebersihan diri (personal hygiene) dan lingkungan (envirotment),
upaya yang dilakukan misalkan ; Memberikan pendidikan kesehatan
mengenai bahaya penyakit leptospirosis serta cara menular penyakit
ini,s berperan dalam upaya pencegahan penyakit leptospirosis. Usaha-
usaha lain yang dapat dianjurkan antara lain mencuci kaki, tangan
serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah.
Membiasakan diri dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan
penyakit leptospirosis.

b. Perlindungan/pencegahan Khusus (Spesific Protection)

Makalah penyakit Leptospirosis 14


upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit
leptospirosis, misalnya pemberian vaksin terhadap hewan-hewan
peliharaan dan hewan ternak dengan vaskin strain lokal, mengisolasi
hewan-hewan sakit guna melindungi masyarakat, rumah-rumah
penduduk serta daerah-daerah wisata dari urine hewan-hewan
tersebut, pemberantasan rodent (tikus) dengan peracunan atau cara-
cara lain, melindungi pekerja-pekerja yang dalam pekerjaannya
mempunyai resiko yang tinggi terhadap Leptospirosis dengan
penggunaan sepatu bot dan sarung tangan. Pengendalian perlu juga
dilakukan pada hewan yang terinfeksi bakteri leptospira sp. Dengan
pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan vaksin
Leptospira.Vaksin Leptospira untuk hewan adalah vaksin inaktif
dalam bentuk cair (bakterin) yang sekaligus bertindak sebagai pelarut
karena umumnya vaksin Leptospira dikombinasikan dengan vaksin
lainnya, misalnya distemper dan hepatitis. Vaksin Leptospira pada
anjing yang beredar di Indonesia terdiri atas dua macam serovar yaitu
L. canicola dan L. ichterohemorrhagiae. Vaksin Leptospira pada
anjing diberikan saat anjing berumur 12 minggu dan diulang saat
anjing berumur 14-16 minggu. Sistem kekebalan sesudah vaksinasi
bertahan selama 6 bulan, sehingga anjing perlu divaksin lagi setiap
enam bulan. Misalnya, pada anjing, sapi, babi, tikus, kucing, marmut
sebaiknya di vaksin atau dibasmi.

2. Pencegahan Sekunder, dilakukan pada saat individu mulai sakit.

a. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and


promp treatment).
Tujuan dari tindakan ini adalah mencegah penyebaran
penyakit jika penyakit tersebut merupakan penyakit menular. Dalam
mencegah penyebaran penyakit leptospirosis usaha yang dapat
dilakukan misalnya : pengamatan terhadap hewan rodent yang ada

Makalah penyakit Leptospirosis 15


disekitar penduduk, terutama di desa dengan melakukan
penangkapan tikus untuk diperiksa terhadap kuman Leptospirosis.
Mengobati dan menghentikan proses penyakit dengan cara
memutuskan rantai penyebaran bakteri leptospirosis dengan cara
membasmi reservoinya yang terinfeksi bakteri leptospira sp.
Manusia rawan oleh infeksi semua serovar Leptospira sehingga
manusia harus mewaspadai cemaran urin dari semua hewan Perilaku
hidup sehat dan bersih merupakan cara utama untuk menanggulangi
Leptospirosis tanpa biaya.
Manusia yang memelihara hewan kesayangan hendaknya
selalu membersihkan diri dengan antiseptik setelah kontak dengan
hewan kesayangan, kandang, maupun lingkungan di mana hewan
berada. Manusia harus mewaspadai tikus sebagai pembawa utama
dan alami penyakit ini. Pemberantasan tikus terkait langsung dengan
pemberantasan Leptospirosis Selain itu, para peternak babi
dihimbau untuk mengandangkan ternaknya jauh dari sumber air.
Feses ternak perlu diarahkan ke suatu sumber khusus sehingga tidak
mencemari lingkungan terutama sumber air. Pengawasan penderita,
kontak dan lingkungan sekitarnya dapat dilakukan beberapa hal
diantaranya : Laparan kepada instansi kesehatan setempat Isolasi :
tindakan kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh Desinfektan
serentak : dilakukan terhadap benda yang tercemar dengan
urinPengobatan spesifik.

b. Pembatasan kecacatan (disability limitation).


Untuk memperkecil angka kematian sebaiknya semua suspect
(tersangka) penderita Leptospirosis segera dibawa ke
Puskesmas/rumah sakit yang terdekat untuk segera mendapati
pengobatan.

3. Pencegahan Tersier (Rehabilitasi).

Makalah penyakit Leptospirosis 16


Pada tahap ini, bertujuan untuk mencegah bertambah parahnya
penyakit. Oleh karena itu, dalam tahap ini juga dilakukan rehabilitasi
untuk mencegah terjadinya akibat efek samping dari penyembuhan suatu
penyakit. Rehabilitasi adalah usaha pemngembalian fungsi fisik, psikologis
dan sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis,
rehabiliyasi mental/psikologis serta rehabilitasi social.

2.6 Pengobatan leptospirosis


Pengobatan dini sangat menolong karena bakteri Leptospira mudah
mati dengan antibiotik yang banyak di jumpai di pasar seperti Penicillin
dan turunannya (Amoxylline) Streptomycine, Tetracycline,
Erithtromycine. Bila terjadi komplikasi angka lematian dapat mencapai
20%. Leptospirosis yang ringan dapat diobati dengan antibiotik
doksisiklin, ampisillin, atau amoksisillin. Sedangkan Leptospirosis yang
berat dapat diobati dengan penisillin G, ampisillin, amoksisillin dan
eritromisin.

Makalah penyakit Leptospirosis 17


BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Penyakit Leptospirosis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan
oleh bakteri Leptospira sp. Penyakit ini paling sering ditularkan dari hewan
ke manusia ketika orang dengan luka terbuka di kulit melakukan kontak
dengan air atau tanah yang telah terkontaminasi air kencing hewan. Bakteri
juga dapat memasuki tubuh melalui mata atau selaput lendir.
Penyakit Leptospirasis ini umumnya disebabkan oleh bakteri
Leptospira sp. Bakteri Leptospira sp merupakan golongan bakteri yang
biasanya hidup dalam tubuh tikus, babi, sapi, kambing, kuda, anjing,
serangga, burung, landak, kelelawar dan tupai. Bakteri ini mendiami ginjal
dan dikeluarkan ketika hewan tersebut buang air kecil, dan menginfeksi
tanah atau air.

Kontaminasi tersebut dapat bertahan dalam tanah atau air selama


berbulan- bulan.
Manusia dapat terinfeksi melalui:
1) Minum air yang terkontaminasi.
2) Melakukan kontak dengan air atau tanah yang tercemar dan
memiliki luka terbuka di kulit.
3) Mata, hidung atau mulut melakukan kontak dengan air atau
tanah yang tercemar.
4) Melakukan kontak dengan darah hewan yang terinfeksi
(kurang umum).

1.2 Saran
a. Perlu dilakukan penyebaran informasi kepada masyarakat luas tentang
penyakit leptospirosis, pentignya menjaga personal higyene, menjaga

Makalah penyakit Leptospirosis 18


kebersihan lingkungan dan sanitasi untuk menghindari masyarakat dari
leptospirosis.
b. Untuk mengurangi keterpaparan dengan kotoran rodent maka disarankan
perilaku kebiasaan mencuci kaki, tangan dan tubuh lainnya dengan
sabun, menggunakan sepatu bot dan sarung tangan pada saat kotak dan
genagan air.
c. Peran serta skateholder dalam mengembangkan Kewaspadaan Dini
(SKD) terhadap penyakit leptospirosis untuk melihat keadaan penyakit
ini di masyarakat sehingga pemberantasan penyakit dapat dilakukan
secara optimal.

Makalah penyakit Leptospirosis 19


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. http://wikipedia.org.co.id. (Diakses tanggal 22 Februari 2014).

Dr Widodo Judarwanto SpA.(2006). Penyakit leptospirosis pada manusia

http://indonesiaindonesia.com/f/13740-penyakit-leptospirosis-manusia/

Priyanto, A, (2006). Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian

Leptospirosis.dari http://eprints.undip.ac.id/6320/1/Agus_Priyanto.pdf.

WHO, Leptospirosis. dari http://www.searo.who.int/LinkFiles/CDS_leptospirosis-

Fact_Sheet.pdf.

Eni Susanti (2010). Leptospirosis Penambah wawasan dan mengasah kepedulian

dari http://www.leptospirosis.org/

Tribun news. (2011). Dari http://www.tribunnews.com/2011/01/24/satu-warga-

bantul-meninggal-karena-leptospirosis

Makalah penyakit Leptospirosis 20

Anda mungkin juga menyukai